Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SAGU KUKUS DAN TEPUNG KEONG MAS DALAM FORMULASI PAKAN TERHADAP PERFORMANS ITIK JANTAN MA UMUR 1 – 8 MINGGU (The Effect of Usage of Combining Steaming Sago and Golden Snail Flour in Formulation Feed for MA Duck Performance in Age 1 – 8 Weeks) AHMAD SUBHAN, E.S. ROHAENI dan R. QOMARIAH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jl. P. Batur Barat No. 04, Banjarbaru 70711
ABSTRACT This study was aimed at finding out the effects of combining steaming sago (Metroxylon spp.) and golden snail flour (Pomacea spp.) as mixed of male duck ration consumption, body weight gain, ration conversion, carcass weight, carcass percentage, abdominal fat and economic analysis (FCR). This study was done on 64 day old duck (DOD) of male duck which had approximate body weight about 152,64 g. It was take 56 day (8 week) and arranged in Completely Randomized Design. The treatment was arranged into 4 : Ro: (Broiler concentrate SS38 + yellow maize + mineral BR); R1: (85% R0 + 13% steaming sago + 2% golden snail flour); R2 (70% R0 + 26% steaming sago + 4% golden snail flour); R3 (55% R0 + 39% steaming sago + 6% golden snail flour). Result showed that the usage of combining of steaming sago and golden snail gift significant effect (P < 0.05) to ration consumption but not significant to body weight increasing, feed conversion, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat. It gift conclusion that the usage of combining of steaming sago and golden snail flour at 45% (39% steaming sago flour + 6% gold snail flour) give performance of male duck equal without ration consumption, Key Words: MA Duck, Steaming Sago, Golden Snail Flour, Performance ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui mengetahui pengaruh sagu kukus(Metroxylon spp.) yang dikombinasi dengan keong mas(Pomacea spp.) sebagai campuran bahan pakan untuk itik jantan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup, konversi pakan, berat karkas maupun persentasi karkas dan nilai ekonominya (FCR). Materi penelitian adalah Day Old Duck (DOD) itik jantan MA (Mojosari-Alabio) sebanyak 64 ekor dengan berat rata-rata 152,64 g. Penelitian dilakukan selama 56 hari (8 minggu) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Anak itik jantan sebanyak 64 ekor dibagi ke dalam empat perlakuan dan empat ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari empat ekor. Adapun perlakuan pakan yang dicobakan ke masing-masing jenis itik adalah R0 (konsentrat broiler SS-38, jagung kuning dan mineral BR); RI (85% R0 + 13% sagu dan 2% keong mas); RII (70% R0 + 26% sagu dan 4% keong mas); RIII (55% R0 + 39% sagu dan 6% keong mas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi pakan, tetapi tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup, konversi pakan, berat karkas, persentasi karkas dan persentase lemak abdominal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan kombinasi sagu kuku dan tepung keong mas sebesar 45% (39% sagu kukus + 6% tepung keong mas) menghasilkan performans yang sebanding dengan konsumsinya. Kata Kunci: Itik MA, Sagu Kukus, Tepung Keong Mas, Performans
PENDAHULUAN Itik merupakan komoditas unggas yang mempunyai peranan cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung
kesediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Itik Alabio dan Mojosari adalah dua jenis itik yang cukup dikenal dan banyak dipelihara masyarakat. Dan pada awal tahun 2000 Balai Penelitian Ternak Bogor
633
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
berhasil menyilangkan dua jenis itik ini yang keturunannya dinamakan itik Mojosari-Alabio (MA) dan pada tahun 2006 itik MA ini, betina di beri nama Ratu sedang jantan di beri nama Raja. Di Indonesia itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur, namun ada juga diusahakan sebagai penghasil daging terutama itik jantan dan itik betina afkir. Oleh karena itu, itik cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut terutama untuk itik pejantan yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal, mengingat kondisi saat ini pemenuhan gizi berupa daging yang berasal dari unggas masih didominasi oleh broiler. Populasi itik selama lima tahun terakhir semakin meningkat dimana pada tahun 2003 sebesar 33.862.833 ekor meningkat pada tahun 2007 menjadi 34.093.311 ekor, demikian juga produksi daging itik pada tahun 2003 sebesar 21.249 ton meningkat pada tahun 2007 sebesar 25.269 ton atau terjadi kenaikan selama empat tahun sebesar 15,91% (DITJEN PETERNAKAN, 2008). Pemeliharaan itik yang mengarah ke pola intensif yaitu dari digembalakan menjadi dikandangkan terkendala masalah pakan. Menurut ZUPRIZAL (2006) dalam usaha peternakan unggas biaya untuk pakan mencapai 65 – 70% dari total biaya produksi dan dari biaya tersebut 70% untuk biaya kebutuhan energi. Untuk menghasilkan pakan dengan harga relatif murah namun berkualitas, upaya penggunaan bahan pakan lokal perlu dipertimbangkan dengan tujuan untuk mengoptimalkan daya guna bahan pakan lokal yang terdapat di daerah tertentu, sehingga biaya pakan dapat ditekan tanpa mengganggu produktivitas ternak (SATATA, 1992). Sagu (metroxylon spp.) merupakan salah satu bahan lokal sebagai sumber energi yang umum digunakan peternak itik di Kalimantan Selatan. Potensi sagu yang bisa digarap di Indonesia sangat besar saat ini setidaknya ada hutan sagu 1,25 juta hektare (ha) di Papua dan Maluku, serta 148 ribu ha lahan sagu semibudidaya di kepulauan Riau, Mentawai, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, dengan produksi sagu sekitar 200 ribu ton per tahun. Lahan sagu ini terbesar di dunia (BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI, 2008). Bahan yang diperoleh dari
634
sagu seperti tepung sagu, sagu parut dan ampasnya dapat digunakan untuk ternak unggas dalam hal ini dengan tingkat pemberian dalam pakan 5 – 45% (SINURAT, 1999). Namun dari segi nutrisinya terutama protein kasar, sagu lebih rendah dibanding dengan jagung yang kandungan protein kasarnya 9%. Oleh karena itu, perlu dikombinasikan dengan bahan pakan lain sebagai sumber protein. Sebagai sumber protein selama ini peternak menggunakan ikan-ikan segar yang banyak terdapat di sungai atau dirawa-rawa yang diberikan dalam bentuk segar dengan cara dicincang atau direbus sebelum diberikan. Namun semakin bertambahnya penduduk dan penggunaan pestisida yang tidak terkontrol potensi ikan-ikan ini semakin berkurang dan salah satu alternatifnya adalah memanfaatkan golden snail atau lebih dikenal dengan keong mas (Pomacea sp.) yang perkembangannya sangat pesat dan bahkan ini menjadi ancaman bagi pertanian karena memakan tanaman padi. Kelompok hewan mollusca ini mempunyai kandungan nutrien yang tinggi, mudah didapat dan bukan makanan manusia sehingga tidak terjadi kompetisi (SUNDARI, 2004). Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan sagu yang dikombinasi dengan keong mas sebagai campuran bahan pakan untuk itik MA jantan yang dipelihara dengan tujuan penggemukan terhadap performans dan persentase karkas serta bagianbagian karkas lainnya. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di kandang percobaan Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. R.O. Ulin Loktabat Banjarbaru. Materi penelitian yang digunakan adalah anak itik jantan MA sebanyak 64 ekor. Pakan yang diberikan disusun dengan menggunakan bahan pakan berupa konsentrat SS-38, jagung kuning giling, sagu kukus, minyak kelapa dan mineral. Peralatan yang digunakan terdiri dari kandang berukuran 1,0 x 0,5 x 0,5 m. 16 unit model postal, dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, lampu penerangan, peralatan kandang lainnya seperti sapu, cangkul sekop, timbangan merk Ohaus dengan skala ketelitian 0,01 g, alat tulis dan peralatan lainnya.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Penelitian dilakukan selama 56 hari (8 minggu) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Anak itik jantan sebanyak 64 ekor secara acak ke dalam empat perlakuan dan empat ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari empat ekor. Adapun perlakuan pakan yang di cobakan ke masingmasing jenis itik adalah R0 (konsentrat broiler SS-38, jagung kuning dan mineral BR); RI (85% R0 + 13% sagu dan 2% tepung keong mas); RII (70% R0 + 26% sagu dan 4% tepung keong mas); RIII (55% R0 + 39% sagu dan 6%
tepung keong mas). Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pukul 07.00, 12.00 dan 16.00 Wita sedang air minum diberikan secara ad libitum. Komposisi nutrien bahan pakan dan susunan pakan perlakuan disajikan pada Tabel 1 dan 2. Variabel yang diamati diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup, konversi pakan, bobot karkas, persentase karkas, persentase lemak abdominal dan nilai ekonomi (FCR). Semua data dianalisis variansi dan bila terrdapat perbedaan akan dilanjutkan dengan dengan Duncan’s Multple Range Test (DRMT).
Tabel 1. Komposisi nutrien bahan pakan SK (%)
Ca (%)
Lisien (%)
Metionin (%)
EM (kcal/kg)
PK (%)
Konsentrat BR1
2.800
41,00
7,00
3,00
3,80
0,00
3,00
1,40
Jagung kuning2
3.370
8,60
2,00
3,90
0,22
0,10
0,40
0,18
Sagu kukus3
2.630
1,37
4,68
1,19
0,03
0,07
0,02
0,01
T. keong mas
2.409
52,57
4,34
4,83
7,83
0,94
2,40
0,51
M. kelapa3
8600
0,00
4,10
100,00
0,08
0,50
0,40
0,29
Mineral BR
0,00
0,00
0,00
0,00
45,00
3,50
0,00
0,00
Filler
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Bahan
3
4
LK (%)
P (%)
Sumber: 1)Produksi C.J. Feed; 2)NRC (1994); 3)Laboratorium LPSP Grati, Pasuruan (2008); 4)Produksi Eka Poultry Tabel 2. Susunan pakan penelitian Bahan pakan (%) Konsentrat broiler Jagung kuning Sagu kukus Tepung keong mas Minyak kelapa Mineral BR Filler Jumlah Protein (%) Energi (kcal/kg) Serat Kasar (%) Lemak kasar (%) Ca (%) P (%) tersedia Lisin (%) Metionin Harga (Rp/kg)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
34 60 0 0 0 1,2 4,8
34 45 13 2 1,6 1,2 3,2
34 30 26 4 3,2 1,2 1,6
34 15 39 6 4,7 1,2 0,1
100
100
100
100
19,10 2.974,00 2,90 4,38 1,34 0,22 1,26 0,58 3.818,8
19,15 2.975,68 3,28 5,65 1,49 0,23 1,26 0,57 3.572,2
19,21 2.977,36 3,65 6,91 1,65 0,24 1,25 0,56 3.325,6
19,26 2.979,04 4,03 8,08 1,81 0,25 1,25 0,55 3.075,-
635
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN Performan itik Hasil pengukuran terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup dan konversi pakan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukan bahwa konsumsi pakan tertinggi dihasilkan selama penelitian pada perlakuan RIII sebesar 5506,03±115,05 g/ekor dan terendah dihasilkan R0 sebesar 4975,48 ± 192,88 g/ekor. Berdasarkan hasil analisis statistik pakan RIII dengan kandungan 45% campuran sagu dan keong mas menunjukkan pengaruh nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan pakan R0, RI maupun RII. Tingginya konsumsi pakan pada perlakuan RIII dikarenakan penambahan sagu kukus memberikan aroma yang segar sehingga palatabilitasnya meningkat hal ini sesuai dengan yang dikemukakan CHUCH (1979) yang disitasi SUDIYONO dan PURWATI (2007) bahwa aroma, rasa dan tekstur sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Hasil percobaan ini konsumsi ransum lebih rendah dari pada hasil penelitian SUDIYONO dan PURWATI (2007) bahwa konsumsi rata-rata itik jantan berkisar antara 6502,8 – 6636 g atau 108,38 – 110,60 g per ekor per hari. Tingginya konsumsi pakan pada perlakuan RIII berefek kepada pertambahan bobot hidup, dimana pada Tabel 3 terlihat bahwa kenaikan bobot hidup tertinggi adalah pada perlakuan RIII (45% campuran sagu kukus dan tepung keong mas) sebesar 1462,63 ± 37,62 g sedang terendah pada perlakuan RII (30% campuran sagu kukus dan tepung keong mas) sebesar 1345,10 ± 45,33 g, tetapi berdasarkan hasil analisis variansi perlakuan pakan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kenaikan bobot hidup. Namun kenaikan bobot hidup hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan laporan SOBRI
(2005) bahwa pertambahan bobot hidup itik lokal umur 4 – 9 minggu rata-rata 1011,77 ± 49,19 g/ekor. Pengaruh penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas terhadap konversi ransum (FCR) itik jantan selama pengamatan 58 hari berkisar antara 3,45 ± 0,22 sampai 3,86 ± 0,18. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian ISMOYOWATI (1999); SUSETYO (2000); SOBRI (2005) dan WINARTI (2007) bahwa konversi pakan itik jantan masing masing-masing sebesar 5, 38; 4,5; 4,4 dan 4,68. Berdasarkan hasil analisis statistik efek perlakuan pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata, hal inididuga pakan yang diberikan seimbang antara protein dan energi. Selain itu juga itik ini lebih efesien merubah pakan menjadi daging. Menurut KAMAL (1997) dan ZUPRIZAL (1993), besar kecilnya nilai konversi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan dan kemampuan ternak untuk mengubah pakan menjadi daging, keseimbangan pakan, ukuran tubuh, temperatur lingkungan, bobot hidup, bentuk fisik pakan, strain dan jenis kelamin. Menurut RASYAF (2004) konversi pakan adalah perbandingan antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot hidup pada waktu yang sama. Karkas itik Rataan bobot karkas itik jantan yang diberi perlakuan sagu kukus dan tepung keong mas berkisar antara 854,76 ± 81,43 g – 954,90 ± 93,68 g. Namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan bobot karkas yang dihasilkan tanpa pemberian sagu kukus dan tepung keong mas didalam pakannya. Hal ini dikarenakan bobot karkas berhubungan dengan bobot hidup akhir. Pengamatan terhadap pengaruh bangsa
Tabel 3. Rata-rata konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup dan konversi pakan itik MA yang diukur selama penelitian Perlakuan
Konsumsi pakan (g/ekor)
Pertambahan bobot hidup (g/ekor)
Konversi pakan
4975,48 ± 192,88
a
RI
5091,24 ± 297,40
a
RII
5281,18 ± 39,73ab
1368,72 ± 54,30a
3,86 ± 0,18a
RIII
5506,03 ± 115,05b
1462,63 ± 37,62a
3,76 ± 0,15a
R0
a
3,45 ± 0,22a
a
1345,10 ± 45,33
3,79 ± 0,29a
1443,76 ± 55,95
Superskrip pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata (P < 0,05)
636
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 4. Rata-rata bobot karkas, persentasi karkas dan persentase lemak abdominal itik MA yang diukur selama penelitian Perlakuan R0 RI RII RIII
Berat karkas (g/ekor)
Persentasi karkas (%)
a
888,30 ± 85,43 893,49 ± 81,27a 854,76 ± 81,43a 954,90 ± 93,68a
Persentase lemak abdominal (%)
a
1,68 ± 0,71a 1,04 ± 0,43a 1,19 ± 0,57a 1,19 ± 0,57a
59,83 ± 4,36 59,70 ± 3,29a 60,03 ± 4,95a 61,10 ± 2,40a
terhadap bobot karkas juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan bobot karkas tertinggi dicapai pada perlakuan RIII sebesar 954,90 ± 41,72 sementara terendah pada perlakuan RII yakni 854,76 ± 81,43. Umumnya pertambahan bobot hidup yang tinggi diikuti tingginya. Demikian juga dengan pesentasi karkas. Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas dalam pakan tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas itik jantan. Rataan persentase karkas dengan penambahan sagu kukus dan tepung keong mas secara berurutan dari 0, 15, 30 dan 45% adalah 59,83 ± 4,36; 59,70 ± 3,29; 60,03 ± 4,95 dan 61,10 ± 2,40. Walaupun perlakuan pakan ini tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas namun rataan persentase karkas lebih tinggi dari hasil penelitian WINARTI (2007) yaitu berkisar antara 52,0 – 55,7%. Hal ini dikarenakan bobot potong yang dihasilkan pada penelitian ini juga tinggi. Menurut SOEPARNO (2005) persentase karkas dipengaruhi oleh laju pertumbuhan dan kualitas pakan. Laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot hidup akan mempengaruhi bobot potong yang dihasilkan dan akan mempengaruhi persentase karkas yang
dihasilkan. Persentase lemak abdominal itik dari keempat perlakuan berkisar antara 1,04 ± 0,43 – 1,68 ± 0,71. Berdasarkan hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari keempat perlakuan tersebut. Hasil penelitian ini relatif rendah dibandingkan dengan hasil penelitian TUGIYANTI (2000) yang melaporkan bahwa rataaan lemak abdominal itik lokal berkisar antara 3,08 ± 0,09% sampai 4,14 ± 0,07%. Hal ini dikarenakan adanya keseimbangan antara protein dan energi dari semua perlakuan pakan yang diberikan sehingga memungkinkan mengkonsumsi imbangan protein dan energi yang sama juga. Imbangan protein dan energi yang sama akan menghasilkan lemak abdominal yang relatif sama. Menurut ANGGORODI (1995) imbangan protein dan energi akan mempengaruhi lemak. Nilai ekonomi Harga pakan yang digunakan dalam kegiatan uji coba ini seperti telihat pada Tabel 5. Harga pakan dihitung berdasarkan persentasi penggunaan dalam campuran pakan dimana harga bahan pakan berdasarkan harga pada awal penelitian (Agustus 2008).
Tabel 5. Harga bahan pakan dan pakan formulasi Bahan pakan Konsentrat BR Jagung kuning Sagu kukus T. keong mas M. kelapa Mineral BR Filler
Harga (Rp/kg)* 5800 3000 500 3000 5000 3500 100
Total harga (Rp)
Harga pakan formulasi R0
RI
RII
RIII
1972 1800 0 0 0 42 4,8
1972 1350 65 60 80 42 3,2
1972 900 130 120 160 42 1,6
1972 450 195 180 235 42 1
3.818,8
3.572,2
3.325,6
3.075
*Harga pada waktu awal penelitian
637
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 6. Biaya pakan untuk pertambahan 1 kg bobot hidup (PBH/kg) Harga pakan (Rp/kg)
FCR
Total Biaya untuk PBB/kg (Rp)
R0
Perlakuan
3818,8
3,65
13938,62
RI
3572,2
3,87
13824,41
RII
3325,6
3,84
12770,30
RIII
3075,0
3,89
11961,75
Besarnya biaya untuk menghasilkan kenaikan 1 kg bobot hidup akibat pengaruh perlakuan maupun akibat pengaruh bangsa seperti terlihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat besarnya biaya untuk menghasilkan kenaikan bobot hidup sebesar 1 kg, dimana dilihat dari pengaruh perlakuan pakan bahwa biaya teringgi adalah perlakuan R0 (tanpa penambahan sagu kukus dan tepung keong) yaitu sebesar Rp. 13938,62. Tingginya biaya yang yang diperlukan karena harga pakan per kg lebih tinggi dari harga pakan perlakuan lainnya yang disebabkan persentase penggunaan jagung yang tinggi dalam formulasi pakan walaupun dari segi FCR (feed cost ration) rendah. Namun sebaliknya pada perlakuan RIII biaya yang diperlukan sebesar Rp. 11961,75 walaupun FCR nya sedikit tinggi tetapi harga pakan/kg lebih rendah sehingga biaya yang diperlukan untuk menaikan 1 kg bobot hidup juga rendah. Ada kecenderungan penggunaan campuran sagu kukus dan keong mas sampai 45% menghasilkan biaya pakan yang lebih rendah dibandingkan dengan formulasi pakan tanpa penambahan campuran sagu kukus dan tepung keong mas. Hal ini disebabkan campuran sagu kukus dan keong mas mampu mensubstitusi sebagian jagung yang harganya lebih mahal. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini yaitu: Penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas berpengaruh terhadap konsumsi pakan tetapi tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup, konversi pakan, bobot karkas, persentasi karkas dan persentase lemak abdominal. 1. Ada kecenderungan semakin besar persentasi campuran sagu dan keong mas yang yang digunakan dalam pakan maka
638
semakin besar konsumsi pakannya hal ini dikarenakan palatabilitasnya meningkat karena sagu yang digunakan sebelumnya dilakukan pemanasan/steeming terlebih dahulu, walaupun demikian tingginya konsumsi ransum diimbangi dengan tingginya pertambahan bobot hidup sehingga tetap ekonomis digunakan. 2. Penggunaan kombinasi sagu kukus dan tepung keong mas (39 + 6%) dalam ransum menghasilkan performans yang sebanding dengan konsumsinya. 3. Untuk menghemat biaya pakan pada pemeliharaan itik jantan dengan tujuan penggemukan sebaiknya dilakukan selama 6 minggu saja karena pertambahan bobot hidup yang optimal hanya terjadi pada minggu II sampai minggu ke IV setelah itu kenaikan tidak begitu signifikan. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI, R. 1995. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI. 2008. Potensi sagu dalam penganekaragaman bahan pangan pokok ditinjau dari persyaratan lahan. Makalah Simposium Sagu Nasional. UNPATTI, BPTP Ambon dan Pemda Tk. I Maluku. 12 – 13 Oktober 1992. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2008. Buku Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. ISMOYOWATI. 1999. Pengaruh Pejantan, Induk, Aras Protein Pakan dan Seks terhadap Pertumbuhan dan Karkas Itik Lokal. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. KAMAL, M. 1997. Pengaruh penambahan DL metionin sintetis ke dalam ransum fase akhir terhadap perlemakan tubuh ayam broiler. Bull Peternakan 18: 40 – 46.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Ed. Rev. National Academy Press. Washington DC. PRASETYO, L.H. 2006. Strategi peluang pengembangan pembibitan ternak itik. Wartazoa 16(3): 109 – 115.
SUNDARI. 2004. Evaluasi energi metabolis tepung keong mas (Pomacea sp) pada itik lokal jantan. Bull. Pertanian dan Peternakan 5(10): 115 – 123.
RASYAF, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
SUSETYO, H.B. 2000. Pengaruh Suplementasi Metionin Sintetis pada Ransum Itik lokal terhdap Kinerja dan Nilai Ekonomi. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
SATATA, B. 1992. Pengaruh Aras Protein dan Imbangan Kombinasi Lisin dan Metionin pada Ransum Petelur Tanpa dan dengan Tepung Ikan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
TUGIYANTI, E. 2000. Studi Penggunaan Sumber Energi Pakan Terhadap Karkas dan Foiegras Unggas Air Lokal Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
SINURAT, A.P. 1999. Penggunaan bahan lokal dalam pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 9: 12 – 20.
WINARTI, E. 2007. Perlakuan Fermentasi dan Evaluasi Nilai Nutrisi Bahan Pakan Kaya Serat dalam Ransum Itik Jantan Umur 5 – 10 Minggu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
SOBRI, M. 2005. Pengaruh Sumber Energi dan Asam Lemak Ransum Terhadap Kinerja Produksi dan Perlemakan Tubuh Itik Mojosari Jantan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yokyakarta. SUDIYONO dan T.H. PURWATRI. 2007. Pengaruh penambahan enzim dalam ransum terhadap persentase karkas dan bagian-bagian karkas itik lokal jantan. J. Pengembangan Peternakan Tropis 32(4).
ZUPRIZAL. 1993. Pengaruh penggunaan pakan tinggi protein terhadap penampilan, karkas dan perlemakan ayam pedaging fase akhir. Bull. Peternakan 17: 110 – 118. ZUPRIZAL. 2006. Nutrisi Unggas. Buku Ajar Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
639