PEMBERIAN GLUTAMIN, DEXTRIN DAN KOMBINASINYA SECARA IN OVO TERHADAP DAYA TETAS, BERAT TETAS, PERFORMA DAN PEMANFAATAN ENERGI AYAM BROILER JANTAN UMUR 15 HARI
LELY DELIMA SAKIYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: Pemberian Glutamin, Dextrin dan Kombinasinya secara In Ovo terhadap Daya Tetas, Performa dan Pemanfaatan Energi Ayam Broiler Jantan Umur 15 Hari, merupakan hasil karya saya sendiri atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Semua sumber data dan informasi atau pustaka yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan dengan jelas dan lengkap dan dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun atau untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Bogor, Desember 2007 Lely Delima Sakiyo NIM D051050051
ABSTRACT LELY DELIMA SAKIYO. Insertion of Glutamine, Dextrin and Its Combination Through In Ovo Feeding on Hatchability, Hatchling Weight, Performances and Energy Utilization of Broiler. Under the supervisions of WIRANDA G. PILIANG, DEWI APRI ASTUTI, and DESIANTO BUDI UTOMO. Early development of the digestive tract is crucial for achieving maximal growth and development of chickens. Since the late-term embryos naturally consume the amniotic fluid, insertion of nutrient solution into the embryonic amniotic fluid [in ovo feeding, IOF] would enhance digestive tract development and provide more energy for embryos to pip. This research was conducted to study the effects of glutamine, dextrin, and its combination through IOF in chicken eggs on the 18th day of incubation. The parameters observed were hatchability, hatchling weight, performances and energy utilization of male broiler chicks up to 15 days of age. The data was analyzed by a Completely Randomized Design (CRD). The two controls were intact eggs and eggs with NaCl 0.5% insertion. The results showed that IOF of glutamine, dextrin and its combination decreased the hatchability and did not increase hatchling weight. All treatments neither affect significantly the chick performances nor the energy utilization. The control group (intact eggs) showed higher hatchability as compared to that of the other treatment groups. The control group treated with NaCl 0.5% insertion, gave the highest hatchability as compared to that of the other groups but did not affect other parameters. Keywords: in ovo feeding, glutamine, dextrin, hatchability, small intestine
RINGKASAN LELY DELIMA SAKIYO. Pemberian Glutamin, Dextrin dan Kombinasinya secara in Ovo terhadap Daya Tetas, Berat Tetas, Performa dan Pemanfaatan Energi Ayam Broiler Jantan Umur 15 Hari. WIRANDA G. PILIANG, DEWI APRI ASTUTI dan DESIANTO BUDI UTOMO. Pertumbuhan saluran pencernaan yang lebih awal merupakan kunci untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan ayam yang maksimal. Secara alamiah embrio stadium lanjut akan mengkonsumsi cairan amnion, oleh karena itu penyuntikan larutan nutrien ke dalam cairan amnion (in ovo feeding, IOF) dapat meningkatkan perkembangan saluran pencernaan dan menyediakan lebih banyak energi bagi embrio untuk melakukan aktivitas menetas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek IOF glutamin, dextrin serta kombinasi glutamin dan dextrin terhadap daya tetas, berat tetas, perkembangan usus halus, performa dan pemanfaatan energi ayam broiler jantan hingga umur 15 hari pasca menetas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Sebagai kontrol adalah telur yang tidak menerima IOF dan telur yang menerima IOF NaCl 0.5%. In ovo feeding glutamin, dextrin serta kombinasi glutamin dan dextrin tidak memberikan keuntungan apapun karena menurunkan daya tetas dan tidak memberikan pengaruh yang positif terhadap berat tetas. In ovo feeding glutamin, dextrin serta kombinasinya tidak meningkatkan perkembangan saluran pencernaan anak ayam hingga umur 14 hari, hal ini menyebabkan performa dan penggunaan energi anak ayam jantan di umur 15 hari tidak berbeda nyata. In ovo feeding NaCl 0.5% meningkatkan persentase daya tetas tanpa memberikan suatu pengaruh yang positif pada berat tetas, performa dan perkembangan saluran pencernaan embrio hingga umur 14 hari serta penggunaan energi anak ayam jantan di umur 15 hari. Aplikasi pemberian glutamin, dextrin serta kombinasinya secara in ovo dilakukan dengan tehnik micro tracer agar distribusi nutrien yang diberikan dapat dirunut. Kata kunci: in ovo feeding, glutamin, dextrin, daya tetas, usus halus
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMBERIAN GLUTAMIN, DEXTRIN DAN KOMBINASINYA SECARA IN OVO TERHADAP DAYA TETAS, BERAT TETAS, PERFORMA DAN PEMANFAATAN ENERGI AYAM BROILER JANTAN UMUR 15 HARI
LELY DELIMA SAKIYO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Depertemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
:
Pemberian Glutamin, Dextrin dan Kombinasinya secara in Ovo terhadap Daya Tetas, Berat Tetas, Performa dan Pemanfaatan Energi Ayam Broiler Jantan Umur 15 Hari
Nama
:
Lely Delima Sakiyo
NIM
:
D051050051
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Ir. Wiranda G. Piliang, Ph.D., M. Sc Ketua
Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M. S Anggota
drh. Desianto Budi Utomo, Ph.D., M.Sc Anggota
Diketahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M. Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M. S
Tanggal ujian: 6 Desember 2007
Tanggal lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Sc.Agr
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Prof. Ir. Wiranda G. Piliang, Ph.D., M.Sc., Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, M.S., dan drh. Desianto Budi Utomo, M.Sc, Ph.D., selaku komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, saran dan kesabaran selama proses penyusunan tesis ini. Thank you very much to Dr. Kenny Ray Hazen for your supports, literatures and long discussions. Kepada Ika, Diah dan Bang Anto, terima kasih atas dorongan semangat, persahabatan, kasih sayang dan bantuannya. Kepada Mas Supri, Bagus NH, Ipep, Erma, Andi, Ina, serta semua rekan-rekan di research farm yang telah banyak membantu, penulis menyampaikan terima kasih. Ungkapan terima kasih terutama disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala cinta, doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya. This thesis is for you Mom. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2007 Lely Delima Sakiyo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Februari 1976, putri tunggal dari ayah Sakijo dan ibu Almh.Indhang Dharadjatin. Tahun 1993 penulis lulus dari SMUN IV Surabaya, pada tahun yang sama masuk Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan lulus pada tahun 2000. Penulis bekerja pada PT. Charoen Pokphand Indonesia. Pada tahun 2005, penulis masuk Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih Program Studi Ilmu Nutrisi Fakultas Peternakan IPB. Hingga kini penulis masih tercatat sebagai karyawan di Feed Technology Division, PT. Charoen Pokphand Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang Masalah ................................................................. Tujuan Penelitian ........................................................................... Hipotesa Penelitian ........................................................................ Manfaat Hasil Penelitian ................................................................
1 1 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ Pengaruh Early Feeding terhadap Pertumbuhan Saluran Pencernaan Anak Ayam ................................................................. In Ovo Feeding ............................................................................... Pengaruh in Ovo Feeding terhadap Daya Tetas ............................. Pengaruh in Ovo Feeding terhadap Saluran Pencernaan Embrio dan Berat Tetas ............................................................................... Pemanfaatan Energi ....................................................................... Penggunaan Karbohidrat sebagai in Ovo Feeding ......................... Glutamin dan Saluran Pencernaan ................................................. Usus Halus .....................................................................................
6
12 13 16 17 20
MATERI DAN METODE ......................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ Rancangan Penelitian ..................................................................... Perlakuan Penelitian ........................................................... Parameter yang Diamati...................................................... Materi Penelitian ............................................................................ Kandang ............................................................................. Telur Tetas ......................................................................... Pakan .................................................................................. Larutan Nutrien .................................................................. Metode Penelitian .......................................................................... Prosedur in Ovo Feeding pada Telur Tetas ........................ Perhitungan Persentase Data Tetas .................................... Persiapan Day Old Chick (DOC) ....................................... Perkembangan Usus Halus ................................................. Pengukuran Pemanfaatan Energi ....................................... Performa Mingguan Anak Ayam ....................................... Analisa Data .......................................................................
22 22 22 24 25 26 26 26 27 27 27 27 28 28 29 31 37 38
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. Daya Tetas dan Berat Tetas............................................................. Usus Halus Neonatal Jantan ........................................................... Vili Usus Halus Neonatal Jantan ....................................................
40 40 43 46
6 7 12
i
Halaman Usus Halus Anak Ayam Broiler Jantan Umur 14 Hari .................. Vili Ileum Anak Ayam Broiler Jantan Umur 14 Hari .................... Performa Anak Ayam .................................................................... Energi Metabolisme Semu ............................................................. Energi Bruto Anak Ayam ..............................................................
52 54 57 60 61
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
65
LAMPIRAN ...............................................................................................
70
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sejarah penelitian in ovo feeding ..........................................................
8
2 Perlakuan dan nutrien yang digunakan dalam penelitian ......................
25
3 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap persentase daya tetas dan berat tetas jantan ..................................................................................
40
4 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap usus halus neonatal jantan ...
43
5 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan ......................................................................................
46
6 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili mikroskopi jejunum neonatal jantan ........................................................................
48
7 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili ileum neonatal jantan .....................................................................................................
49
8 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari ....................................................................
52
9 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap gambaran histologi ileum ayam broiler jantan umur 14 hari .........................................................
55
10 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap performa minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan ......................................................
58
11 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap AME ayam broiler jantan umur 15 hari .........................................................................................
60
12 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap energi bruto (GE) embrio, neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 15 hari .............................
62
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran .............................................................................
5
2 Definisi dan hubungan dari neraca energi pada unggas .......................
15
3 Sintesa dan interconversion glutamin dan glutamat ............................
19
4 Sintesa proline dari glutamat ................................................................
19
5
Alur penelitian ......................................................................................
23
6
Pengukuran luas permukaan duodenum, jejunum dan ileum neonatal jantan ....................................................................................................
30
7
Pengukuran vili usus halus ...................................................................
31
8
Pengukuran dan perhitungan penggunaan energi pakan ......................
32
9
Pengukuran energi ekskreta dalam kandang metabolik individual ......
33
10 Pengukuran energi bruto (GE) embrio .................................................
34
11 Pengukuran energi bruto (GE) neonatal jantan ....................................
36
12 Pengukuran energi bruto (GE) anak ayam umur 15 hari .....................
37
13 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap persentase daya tetas dan berat tetas jantan ...................................................................................
41
14 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat usus halus neonatal jantan ................................................................................................
44
15 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap panjang usus halus neonatal jantan .....................................................................................
45
16 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan .....................................................................................
47
17 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan .....................................................................................
48
18 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan .....................................................................................
50
iv
Halaman 19 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap luas permukaan vili usus halus neonatal jantan ....................................................................
50
20 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap gambaran mikroskopi duodenum, jejunum dan ileum neonatal jantan ....................................
51
21 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari .........................................................
53
22 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap panjang usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari ................................................
53
23 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili ileum ayam broiler jantan umur 14 hari .........................................................
56
24 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap luas permukaan vili ileum ayam broiler jantan umur 14 hari ...............................................
56
25 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat badan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan ......................................
58
26 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap konsumsi pakan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan .........................
59
27 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap konversi pakan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan ......................................
59
28 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap AME ayam broiler jantan umur 15 hari .............................................................................
61
29 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap energi bruto (GE) embrio, neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 15 hari ............................
63
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisa statistika berat tetas ..................................................................
71
2 Analisa statistika performa anak ayam .................................................
72
3 Analisa statistika usus halus neonatal jantan ........................................
75
4 Analisa statistika vili duodenum neonatal jantan ..................................
80
5 Analisa statistika vili jejunum neonatal jantan ......................................
83
6 Analisa statistika vili ileum neonatal jantan .........................................
86
7 Analisa statistika usus halus anak ayam jantan umur 14 hari ...............
89
8 Analisa statistika vili ileum anak ayam jantan umur 14 hari ................
93
9 Analisa statistika AME umur 15 hari ....................................................
96
10 Analisa statistika energi bruto anak ayam .............................................
99
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Suatu perkembangan genetik yang dramatis telah dilakukan selama lebih dari 40 tahun terakhir untuk mendapatkan ayam broiler dengan kecepatan pertumbuhan badan yang tinggi. Seleksi genetik yang dilakukan pada ayam broiler menghasilkan perubahan performa dan kecepatan deposisi lemak dan protein pada karkas. Perubahan pola pertumbuhan pada broiler ini memerlukan suatu modifikasi nutrien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi agar mereka dapat tumbuh maksimal sesuai dengan potensi genetiknya (Sakomura et al. 2005). Saluran pencernaan adalah organ penyuplai nutrisi bagi tubuh. Setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh diubah menjadi energi yang akan digunakan tubuh untuk bertahan hidup, tumbuh-kembang dan berproduksi. Semakin cepat saluran pencernaan dapat berfungsi dengan baik pada seekor anak ayam, maka semakin cepat pula anak ayam tersebut dapat mencerna dan menggunakan nutrien yang terdapat dalam makanan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetiknya (Uni & Ferket 2004). Waktu pemberian dan bentuk pakan yang pertama kali diberikan pada anak ayam yang baru menetas memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak ayam (Noy & Sklan 1998b). Pemberian pakan sedini mungkin pada anak ayam yang baru menetas (early feeding) akan menstimulasi penggunaan yolk (Noy & Sklan 1998a; Speake et al. 1998), akan tetapi yang paling penting adalah early feeding sangat penting dalam pertumbuhan sistem saluran pencernaan anak ayam. Saluran pencernaan yang tumbuh lebih cepat akan menghasilkan berat badan yang lebih tinggi dan memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencapai berat panen. Tentu saja para peneliti tidak berpuas diri dan berhenti pada early feeding saja. Embrio unggas memiliki rentang waktu menetas yang lebar, hal ini menyebabkan hatchery komersial menahan anak ayam dalam inkubator hingga semua telur menetas sempurna. Konsekuensinya adalah banyak anak ayam yang harus menunggu lama (sampai dua hari atau lebih) di hatchery (sexing, vaksinasi,
dan lain-lain), transportasi (apalagi jika harus dikirim keluar kota atau pulau), poultry shop dan farm (bila brooder belum siap) sebelum mereka dapat ditempatkan di brooder dan mendapatkan makanan dan minuman untuk pertama kali (Batal & Parson 2002). Karena akses yang cepat terhadap pakan segera setelah menetas adalah suatu hal yang penting bagi pertumbuhan saluran pencernaan, maka suplai nutrien selama periode prehatch (17-18 hari inkubasi dengan cara in ovo feeding) diharapkan dapat meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan usus halus. Nutrien cair yang disuntikkan ke dalam cairan amnion embrio ayam akan dikonsumsi oleh embrio secara oral sebelum dia menetas. Hal ini akan menstimulasi saluran pencernaan embrio untuk mulai tumbuh lebih awal dibandingkan bila harus menunggu embrio tersebut menetas dulu dan mulai makan. Selama sepuluh tahun terakhir banyak dilakukan penelitian tentang in ovo feeding. Berbagai respon muncul akibat pemberian in ovo feeding, beberapa penelitian menunjukkan respon yang positif. Akan tetapi tidak sedikit pula yang tidak menunjukkan respon apa pun atau justru menunjukkan respon yang negatif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Uni dan Ferket selama tiga tahun di Hebrew University of Jerussalem dan North Carolina State University menunjukkan respon yang positif. Pemberian nutrien cair (karbohidrat, asam amino, protein dan lain-lain) pada cairan amnion embrio ayam, beberapa hari sebelum menetas, mampu meningkatkan efisiensi produksi broiler dengan meningkatkan daya tetas dan berat tetas serta memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mencapai berat panen (Uni & Ferket 2004). Pada penelitian yang menunjukkan respon postif, diketahui bahwa pemberian nutrien cair secara in ovo feeding pada periode kritis pertumbuhan embrio akan meningkatkan status nutrisi embrio ayam. Perbaikan status nutrisi ini diharapkan akan memberikan beberapa keuntungan di lapangan, antara lain: peningkatan efisiensi penggunaan pakan, peningkatan respon imun terhadap enteric antigen, menurunnya mortalitas dan morbiditas pasca menetas, meningkatkan perkembangan otot terutama otot dada dan menurunkan kasus
2
kelainan pertumbuhan. Keuntungan-keuntungan ini akan menekan biaya produksi per kilogram broiler (Uni & Ferket 2004). Banyak nutrien yang dapat digunakan sebagai cairan in ovo feeding, antara lain karbohidrat (Moran 1985), asam amino (Ohta et al. 1999; Pedroso et al. 2006), sodium (Gal-Gerber et al. 2000; Currid et al. 2004) serta mineral, vitamin dan enteric modulator juga merupakan kandidat yang baik sebagai cairan in ovo feeding (Uni & Ferket 2004). Glutamin adalah suatu asam amino non essensial yang memiliki fungsi sebagai bahan bakar utama sel-sel saluran pencernaan untuk berproliferasi dengan cepat. Dextrin adalah suatu oligosakarida yang mengandung minimal tiga gugus glukosa dalam satu rantainya. ` Setelah mengetahui hasil beberapa penelitian in ovo feeding yang telah dilakukan, maka timbul suatu pertanyaan apakah pemberian glutamin, dextrin serta kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap daya tetas, berat tetas, perkembangan usus halus, penggunaan energi dan performa ayam broiler jantan hingga umur 15 hari pasca menetas. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 di halaman 5.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada cairan amnion embrio ayam umur 18 hari inkubasi terhadap daya tetas dan berat tetas, performa dan pemanfaatan energi ayam broiler jantan hingga umur 15 hari pasca menetas.
Hipotesa Penelitian Hipotesa penelitian ini adalah: H0=
pemberian glutamin, dextrin serta kombinasinya secara in ovo tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya tetas, berat tetas, performa dan pemanfaatan energi broiler jantan umur 15 hari.
3
H1=
pemberian
glutamin,
dextrin
serta
kombinasinya
secara
in
ovo
memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya tetas, berat tetas, performa dan pemanfaatan energi broiler jantan umur 15 hari.
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu mempertahankan kualitas day old chick (DOC) yang akan mengalami perjalanan jauh sebelum mendapat pakan pertama.
4
Telur Tetas Broiler
Inkubasi selama 18 hari
18 hari inkubasi: Injeksi larutan nutrien ke cairan amnion
Umur 18 hari inkubasi: - Energi Bruto (GE) Embrio
Day Old Chick: - Daya Tetas - Berat Tetas - Energi Bruto (GE) DOC - Berat dan Panjang Usus Halus DOC - Luas Permukaan Vili Usus Halus DOC Umur 7 hari: - Berat Badan - Konsumsi Pakan - Feed Conversion Ratio Umur 9 – 13 hari: - Energi Ekskreta - Energi Metabolisme Semu (AME) Umur 14 hari: - Berat Badan - Konsumsi Pakan - Feed Conversion Rasio - Berat dan Panjang Usus Halus - Luas Permukaan Vili Ileum Umur 15 hari: - Energi Bruto Ayam
Gambar 1 Kerangka pemikiran
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Early Feeding terhadap Pertumbuhan Saluran Pencernaan Anak Ayam Menjelang akhir inkubasi, yolk masuk ke dalam rongga abdominal. Pada saat menetas, berat yolk mencapai 20% dari berat badan DOC. Yolk menyediakan energi dan protein untuk bertahan hidup dan tumbuh bagi anak ayam (Romanoff 1960; Noy & Sklan 2000). Yolk digunakan oleh anak melalui dua jalur, pertama melalui transfer langsung ke dalam pembuluh darah dan kedua melalui yolk stalk ke dalam usus halus (Noy & Sklan 2002). Pada ayam, hari pertama pasca menetas adalah periode kritis perkembangan karena terjadi suatu perubahan besar dalam penggunaan sumber nutrisi dimana penggunaan yolk atau kuning telur akan digantikan oleh makanan dari luar (Noble & Ogunyemi 1989; Noy & Sklan 1998a). Hasil penelitianpenelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa masuknya makanan dalam saluran pencernaan anak ayam yang baru menetas akan menstimulasi sekresi yolk ke dalam usus halus dan merangsang aktivitas absorbsi bahan-bahan hydrophilic (Noy & Sklan 2001). Perkembangan saluran pencernaan embrio terjadi selama proses inkubasi (Romanoff 1960). Pankreas embrio mengembangkan kapasitas produksi enzim proteolitik sebelum menetas, aktivitas spesifik dari karboksipeptidase A dan chymotripsin sejak umur 16 hari inkubasi (Marchaim & Kulka 1967). Pancreaticα-amilase terdeteksi sejak umur 18 hari inkubasi tetapi aktivitas spesifik yang maksimum dicapai saat umur empat hari setelah menetas. Tripsin teraktifkan saat umur 18 hari inkubasi dan lipase muncul menjelang menetas (Moran 1985). Day Old Chick yang mencerna makanan menunjukkan peningkatan aktivitas total tripsin, amilase dan lipase yang berkorelasi dengan berat saluran pencernaan dan berat badan. Dengan kata lain sekresi tripsin dan amilase ke dalam saluran pencernaan DOC dirangsang oleh adanya makanan di dalam saluran cerna (Noy & Sklan 2000). Day Old Chick broiler dan kalkun yang mendapatkan early feeding memiliki tingkat pertumbuhan saluran cerna yang
lebih tinggi termasuk di dalamnya luas permukaan vili yang lebih luas dan meningkatnya jumlah sel pada vili – vili usus (Noy et al. 2001; Gonzales et al. 2003). Pertumbuhan secara keseluruhan pada anak ayam yang dipuasakan hingga dua hari setelah menetas tertunda hingga anak ayam tersebut mendapat pakan pertama dan berat badan pada umur enam hari 25% lebih rendah dari berat badan anak ayam yang mendapat pakan segera setelah menetas. Ketersediaan pakan setelah periode puasa tidak mencukupi kompensasi retardasi dari pertambahan berat badan, berat saluran pencernaan dan berat otot dada (Bigot et al. 2003).
In Ovo Feeding In ovo feeding adalah suatu metode pemberian nutrien cair ke dalam telur tetas. Nutrien disuntikkan ke dalam cairan amnion dan harus dilakukan pada saat embrio mulai mengkonsumsi cairan amnion. Pada embrio ayam hal ini terjadi saat umur 17-18 hari inkubasi dan pada kalkun saat umur 22-25 hari inkubasi. Tekanan osmotik larutan nutrien yang akan digunakan sebagai in ovo feeding tidak boleh melebihi tekanan osmotik cairan amnion sebesar 300 mOsm (Ferket & Uni 2006). Penelitian tentang in ovo feeding telah dimulai sejak akhir tahun 1990-an, dimana para peneliti memulai dengan penelitian-penelitian tentang lokasi dan umur penyuntikan. Tidak semua penelitian-penelitian tersebut menunjukkan respon yang positif. Beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai in ovo feeding dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
7
Tabel 1 Sejarah Penelitian in Ovo Feeding Tahun
Peneliti
Judul dan Hasil
1999
Ohta et al.
Effect of Amino Acid Injection in Broiler BreederEggs on Embrionic Growth and Hatchability of Chicks. Lokasi penyuntikan: yolk Umur penyuntikan: tujuh (7) hari inkubasi Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo mungkin merupakan suatu metode yang efektif untuk meningkatkan berat badan anak ayam saat menetas.
2001
Ohta et al.
Optimum Site for In ovo Amino Acid Injection in Broiler Breeder Eggs. Lokasi penyuntikan: chorioallantoic membrane, extra-embrionic coelom, amniotic cavity dan yolk sac. Umur penyuntikan: 7 hari inkubasi Hasil: Kemungkinan lokasi terbaik untuk menyuntikkan asam amino ke dalam telur adalah ke dalam yolk dan extra-embrionic coelom.
2001
Ohta et al.
Embrio Growth and Amino Acid Concentration Profiles of Broiler Breeder Eggs, Embrios, and Chicks After In Ovo Administration of Amino Acids. Lokasi penyuntikan: yolk Umur penyuntikan: 7 hari inkubasi Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo dapat meningkatkan konsentrasi asam amino embrio ayam dan konsentrasi asam amino isi telur lainnya.
2003
Uni Z, Ferket PR
Enhancement of Development of Oviparous Species by In Ovo Feeding. US Patent No. 6,592,878
8
Tahun
Peneliti
Judul dan Hasil
2004
Uni Z, Ferket PR
2004
Tako E, Ferket PR, Effects of In Ovo Feeding of Carbohydrate and Uni Z β-Hydroxy-β-Methylbutyrate on The Development of Chicken Intestine. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan : 17.5 hari inkubasi Hasil: In ovo feeding meningkatkan perkembangan intestine dengan meningkatkan ukuran vili (HMB lebih baik) dan kapasitas cerna disakarida (CHO + HMB lebih baik)
2005
Uni Z, Ferket PR, In Ovo Feeding Improves Energy Status of Tako E, Kedar O Late – Term Chicken Embrios. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan: 17.5 hari inkubasi Hasil: Pemberian CHO + HMB secara in ovo meningkatkan berat badan DOC, level glikogen hati dan ukuran otot dada.
2005
Foye OT
Methods For Early Nutrition and Their Potential. Lokasi penyuntikan: cairan amnion embrio ayam Umur penyuntikan: 18 hari inkubasi Hasil: Pemberian karbohidrat secara in ovo meningkatkan berat badan DOC, berat badan ayam hingga umur 35 hari, meningkatkan tinggi vili dan level glikogen hati. Kombinasi karbohidrat dan protein sebagai in ovo feeding meningkatkan berat DOC, berat ayam hingga umur 14 hari dan berat otot DOC.
The Effects of In Ovo Feeding of βhydroxybeta- methylbutyrate (HMB) and Arginine on Jejunal Expression and Function in Turkeys" coauthored by P. R. Ferket (advisor) and Z. Uni.
9
Tahun
Peneliti
Judul dan Hasil
2005
Tako E, Ferket PR, Changes in Chicken Intestinal Zinc Exporter Uni Z mRNA expression and Small Intestine Functionality Following Intra-Amniotic ZincMethionine Administration. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan : 17 hari masa inkubasi Hasil: Pemberian Zinc-Methionine meningkatkan ekspresi enzim-enzim brush border dan nutrient transporter dari neonatal.
2006
Smirnov A, Tako E, Mucin Gene Expression and Mucin Content in Ferket PR, Uni Z The Chicken Intestinal Goblet Cells Are Affected by In Ovo Feeding of Carbohydrates. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan : 17.5 hari masa inkubasi Hasil: Pemberian CHO secara in ovo memiliki efek thropic terhadap usus halus, meningkatkan mucin mRNA expression dan meningkatkan perkembangan sel goblet usus.
2006
Foye OT, Uni Z, Effect of In Ovo Feeding Egg White Protein, βFerket PR Hydroxy-β-Methylbutyrate, and Carbohydrates on Glycogen Status and Neonatal Growth of Turkeys. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan: 23 hari Hasil: in ovo feeding meningkatkan berat tetas, status glikogen hati dan otot dada kalkun
2006
Pedroso et al.
Nutrient Inoculation in Eggs from Heavy Breeders Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan: 16 hari masa inkubasi Hasil: Pemberian glukosa, glutamin dan asam linoleat dengan konsentrasi yang berbeda-beda secara in ovo tidak memberikan efek yang nyata terhadap daya tetas, berat tetas dan performa anak ayam hingga umur 10 hari.
10
Tahun
Peneliti
Judul dan Hasil
2006
Pedroso et al.
2006
Zhar W, Neuman The Effect of in Ovo Injection of L-carnitine on SL, Hester PY Hatch Rate of White Leghorn Eggs. Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan: 18 hari inkubasi Hasil: Pemberian L-carnitin secara in ovo tidak memberikan pengaruh yang nyata pada daya tetas.
2007
Bhanja SK et al.
2007
Bhattacharyya A et Effect of in Ovo Injection of Glucose on al. Growth, Immunocompetence and Development of Digestive Organs in Turkey Poults Lokasi penyuntikan: yolk sac, cairan amnion, cairan alantois Umur penyuntikan: 21 dan 25 hari inkubasi Hasil: penyuntikan glukosa menurunkan pesentase daya tetas tetapi meningkatkan respon kekebalan humoral.
High Glucose Levels in Ovo Causes Damage to Embrios Lokasi penyuntikan: cairan amnion Umur penyuntikan: 15 hari masa inkubasi Hasil: Pemberian glukosa dengan dosis 100, 200 dan 300 mg menyebabkan kerusakan dan kematian embrio pada fase lanjut (umur 15-20 hari inkubasi) serta tidak berpengaruh pada rasio telur:anak ayam dan berat tetas.
Effect of in Ovo Injection of Vitamins on The Chick Weight and Post-Hatch Growth Performance in Broiler Chickens Lokasi penyuntikan: Umur penyuntikan: 14 hari inkubasi Hasil: penyuntikan vitamin A, E, C, B1 dan B6 menurunkan persentase daya tetas. Vitamin A dan C mempengaruhi perkembangan masa embrio sedangkan vitamin E dan B1 dibutuhkan saat untuk perkembangan early posthatch.
11
Pengaruh In Ovo Feeding terhadap Daya Tetas Keberadaan status glukosa yang stabil dan cukup pada periode akhir pertumbuhan embrio sangat penting di dalam proses menetas dan pertumbuhan pasca menetas hingga anak ayam menerima makanan dari luar untuk pertama kalinya. Menjelang akhir inkubasi, embrio mengubah energi yang mereka simpan untuk memenuhi kebutuhan glukosa yang tinggi sebagai bahan bakar aktivitas menetas (Freeman 1965; John et al. 1987; Christensen et al. 2001). Walaupun glukosa dapat disintesa dari lemak dan protein, glukosa terutama dihasilkan oleh protein albumin dan otot melalui glukoneogenesis atau melalui glikolisis dari cadangan glikogen karena ketersediaan oksigen pada
periode akhir inkubasi
sangat terbatas (Bjonnes et al. 1987; John et al. 1987). Pada unggas, cadangan glikogen terbesar adalah di hati dan otot (John et al. 1988). Cadangan glikogen ini akan digunakan saat embrio melewati proses menetas (Christensen et al. 2001). Kurangnya jumlah glikogen dan albumin akan memaksa embrio untuk menggunakan protein otot dalam jumlah besar, hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan embrio pada periode akhir inkubasi dan anak ayam yang baru menetas (Uni et al. 2005). Cadangan glikogen mulai disimpan kembali saat anak ayam yang baru menetas mendapatkan makanan dan oksigen serta dapat menggunakan lemak yang tersimpan dalam yolk sac secara maksimal (Rosebrough et al. 1978a, 1978b). Pemberian karbohidrat secara in ovo feeding pada cairan amnion embrio broiler meningkatkan jumlah cadangan glikogen pada hati embrio dan anak ayam yang baru menetas (Uni & Ferket 2004).
Pengaruh Pemberian In Ovo Feeding terhadap Saluran Pencernaan Embrio dan Berat Tetas Embrio ayam memiliki kemampuan mencerna dan absorbsi nutrisi menjelang menetas yang terbatas, yang ditunjukkan oleh rendahnya level mRNA dari sucrase-isomaltase (SI), l-aminopeptidase, ATPase dan sodium glucose transporter (SGLT-1) pada mukosa usus halus (Uni et al. 2003b). Aktivitas dan RNA expression dari enzim brush border, yang mencerna disakarida dan small
12
peptides, dan sebagian besar transporter (sodium-glucose transporter dan ATPase) ditemukan saat 15 hari inkubasi, dan mulai meningkat saat 19 hari inkubasi dan meningkat lebih jauh saat menetas (Uni et al. 1999; Sklan 2001; Uni et al. 2003b). Tinggi dan besar vili usus meningkat 200 – 300% sejak umur 17 hari inkubasi hingga menetas. Penyuntikan cairan karbohidrat (CHO) dan β-Hydroxy-β-Methybutyrate (HMB) pada cairan amnion embrio ayam umur 17.5 hari mengindikasikan bahwa usus halus embrio yang baru menetas yang menerima in ovo feeding (CHO + HMB) berfungsi sama seperti usus halus anak ayam umur dua hari yang diberi makan secara konvensional. In ovo feeding meningkatkan pertumbuhan saluran pencernaan embrio dengan meningkatkan ukuran vili dan meningkatkan kapasitas cerna disakarida usus (meningkatkan aktivitas enzim brush border). Hal ini menyebabkan DOC yang menerima in ovo feeding memiliki berat badan yang lebih berat (Tako et al. 2004). Hasil penelitian Uni et al. (2005) menunjukkan bahwa pemberian karbohidrat dan HMB pada embrio broiler berumur 17.5 hari inkubasi dapat meningkatkan status energi pada fase lanjut embrio broiler serta meningkatkan pertumbuhan awal embrio fase lanjut dan anak ayam yang baru menetas.
Pemanfaatan Energi Leeson dan Summers (2001) membagi energi yang diterima seekor ayam menjadi bermacam-macam energi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Energi Bruto (Gross Energy, GE) adalah total energi yang berasal dari pakan yang dikonsumsi, energi ini diukur dengan menggunakan bomb kalorimeter (tipe adiabatic atau ballistic). Energi Tercerna (Digestible Energy, DE) adalah energi asal pakan yang dapat dicerna oleh seekor hewan. Energi ini dihitung dengan mengurangkan energi bruto pakan yang dikonsumsi dengan Energi Feses (Fecal Energy, FE). Energi ini sering disebut sebagai Energi Tercerna Semu (Apparent Digestible Energy, ADE) karena tidak semua energi yang terdapat dalam feses berasal dari residu makanan.
13
Energi Metabolisme (Metabolizable Energy, ME) adalah estimasi dari energi pakan yang tersedia untuk metabolisme tubuh seekor hewan. Energi ini dihitung dengan mengurangkan energi bruto pakan yang dikonsumsi dengan energi yang hilang ke dalam feses, urin dan combustile gas. Energi ini sering disebut sebagai Energi Metabolisme Semu (Apparent Metabolizable Energy, AME) karena sulit untuk mengukur endogenous energy losses (tidak semua energi yang terdapat dalam feses dan urin berasal dari residu makanan). Untuk unggas, AME dihitung dengan mengurangkan energi bruto pakan yang dikonsumsi dengan energi yang hilang ke dalam feses dan urin, karena gaseos energy sangat kecil pada unggas sehingga diabaikan (AME = GE – FE – UE). Saluran pengeluaran feses dan urine pada seekor unggas adalah satu saluran sehingga sulit untuk memisahkan antara feses dan urine unggas, sehingga AME dikatakan memiliki nilai yang sama dengan ADE. True Metabolizable Energy (TME) adalah AME dikurangi dengan metabolic and endogenous energy losses. Energi Netto (Net Energy, NE) adalah bagian dari energi bruto pakan yang dikonsumsi yang digunakan oleh seekor hewan untuk bertahan hidup (maintenance) dan berproduksi. Energi ini dihitung dengan mengurangkan AME dengan Produksi Panas (Heat Increament, HI). Heat increament adalah total panas yang timbul saat suatu bahan pakan dicerna, oleh karena itu HI menggambarkan total energi yang digunakan tubuh untuk proses metabolisme suatu bahan pakan. Energi ini merupakan jumlah dari energi yang digunakan untuk mencerna, absorbsi dan metabolisme (Leeson & Summers 2001; Anonimus 1981). Energi Netto dibagi menjadi Energi Netto untuk Maintenance (NEm) dan Energi Netto untuk Produksi (NEp). NEm digunakan untuk metabolisme basal, aktivitas sehari-hari, pengaturan suhu tubuh, endogenous fecal energy dan endogenous urinary energy. NEp digunakan untuk pertumbuhan jaringan, pertambahan lemak tubuh, penyimpanan karbohidrat dan produksi telur (MacLeod 2002; Leeson & Summers 2001). Fraps (1946) menyatakan bahwa productive energy adalah suatu bentuk energi netto. Pada unggas yang sedang tumbuh atau digemukkan energi ini didapat dengan mengukur energi yang disimpan tubuh dalam bentuk lemak dan protein. Sistem pengukuran ini didasarkan atas pengukuran energi yang diretensi
14
tubuh dengan metode comparative slaughter dan pengukuran berat badan untuk estimasi kebutuhan energi maintenance.
ENERGY BRUTO (Gross Energy, GE)
ENERGI EKSKRETA (Excreta Energy)
ENERGI METABOLISME SEMU (Apparent Metabolizable Energy, AME)
TRUE METABOLIZABLE ENERGY (TME)
Metabolic & Endogenous Energy Losses
Produksi Panas (Heat Increament, HI)
ENERGI NETTO (Net Energy, NE)
NE untuk Maintenance (NEm): - Basal Metabolic Rate (BMR) - Aktivitas - Termoregulator
NE untuk Produksi (NEp): - Pertumbuhan - Bulu - Telur
Gambar 2 Definisi dan hubungan dari neraca energi pada unggas (Leeson & Summers 2001)
15
Penggunaan Karbohidrat sebagai in Ovo Feeding Telah banyak dilakukan penelitian tentang nutrien yang dapat digunakan sebagai larutan nutrien in ovo feeding dan bagaimana pengaruhnya terhadap performa, daya tetas dan perkembangan saluran pencernaan anak ayam. Salah satunya adalah penggunaaan β-Hydroxy-β-Methybutyrate (HMB), karbohidrat dan kombinasinya terhadap performa dan perkembangan saluran perncernaan ayam. Karbohidrat adalah komponen penting sebagai larutan in ovo feeding karena berperan penting dalam perkembangan embrio stadium akhir, untuk keluar dari cangkang telur dan level karbohidrat yang terdapat dalam telur sebelum menetas sangatlah sedikit (Christensen et al. 1993). Hasil penelitian yang dilakukan
Tako et al (2004) menyatakan bahwa pemberian karbohidrat
(disakarida) dan HMB secara bersama-sama sebagai in ovo feeding meningkatkan aktivitas enzim maltase dan sukrase (brush border enzymes) sebelum dan setelah menetas, meningkatkan ukuran vili usus dan meningkatkan berat badan DOC. Glukosa adalah suatu karbohidrat sederhana dan merupakan sumber energi yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Pedroso et al. (2006) menyatakan bahwa glukosa tidak dapat digunakan sebagai larutan in ovo feeding karena osmolaritasnya yang besar. Osmolaritas yang besar ini mengganggu osmolaritas cairan di dalam telur dan membunuh embrio di dalamnya. Dextrin adalah suatu oligosakarida yang merupakan produk antara pada hidrolisa pati menjadi maltosa dan akhirnya menjadi glukosa. Dextrin didapat dengan cara pemanasan, penambahan asam ataupun enzim. Dextrin terdiri dari minimal tiga unit D-glukosa yang saling berkaitan secara linear dengan ikatan α(1-4). Semakin panjang rantai dextrin, maka osmolaritas dextrin akan semakin besar. Dextrin dihidrolisa di dalam saluran pencernaan oleh α-amilase, yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan oleh pankreas. Alpha-amilase menghidrolisa ikatan α(1-4) menghasilkan D-glukosa. Glukosa hasil hidrolisa pati siap diabsorbsi dinding usus halus sebagai sumber energi (Lehninger 1982). Aktivitas terbesar dari amilase dan enzim pencernaan karbohidrat lainnya terdapat di jejunum, diikuti oleh ileum dan duodenum. Sistem transpor Na+ dependent monosakarida berfungsi pada embrio ayam stadium akhir, walaupun aktivitas dan
16
efisiensinya meningkat selama 20-30 hari pertama setelah menetas (Lesson & Summers 2001).
Glutamin dan Saluran Pencernaan Jaringan dari saluran pencernaan berperan penting dalam metabolisme protein dan asam amino seekor hewan yang sedang tumbuh. Jaringan ini memiliki laju metabolisme protein tinggi yang berkaitan langsung dengan tingginya laju proliferasi, sekresi protein, cell death dan deskuamasi dari beberapa epithelial dan sel limfoid di dalam mukosa. Usus halus adalah jaringan pertama yang terpapar oleh makanan, oleh karena itu usus halus berperan sebagai key regulatory role dalam proses digesti, absorbsi, metabolisme dan ketersediaan (availability) protein dan asam amino asal makanan untuk proses pertumbuhan. Bahan bakar oksidasi utama usus adalah glutamin, glutamat, aspartat dan glukosa, walaupun dalam proses oksidasi tersebut terdapat beberapa asam amino esensial yang ikut dioksidasi seperti lysine, leucine dan phenylalanine (Burrin 2002) Kegunaan utama glutamin dan glutamat adalah sebagai bahan bakar dalam proses proliferasi sel - sel yang sangat cepat, seperti sel enterosit dan limfosit. Disamping itu, glutamin dan glutamat juga merupakan prekursor penting dari sintesa asam nukleat, nukleotida, amino sugar, asam amino dan glutathione (Souba 1993). Selain dari makanan, kebutuhan tubuh akan glutamin juga dipenuhi dari hasil sintesa di berbagai jaringan tubuh. Walaupun banyak jaringan tubuh dapat mensintesa glutamin, tetapi hanya beberapa organ tertentu saja yang dapat melepaskan sejumlah besar glutamin
ke dalam darah. Organ-organ tersebut
adalah paru-paru, otak, otot rangka, dan kemungkinan jaringan adiposa. Tubuh terdiri dari banyak jaringan otot rangka, oleh karena itu otot rangka merupakan jaringan penghasil glutamin penting dalam tubuh (Calder & Newsholme 2002). Selain dari otot rangka, glutamin juga diproduksi oleh sel epithelial saluran pencernaan secara simultan (Burrin & Reeds 2001). Sel epithelial saluran pencernaan mendapatkan nutrisi yang mereka butuhkan melalui dua sumber, yaitu dari makanan melalui lumen saluran pencernaan (luminal) dan dari hasil sintesa di otot rangka melalui darah dan
17
membran basolateral (arterial). Sedikitnya 50% glutamin dan glutamat yang diabsorbsi usus dari makanan teroksidasi menjadi karbondioksida. Beberapa penelitian terakhir mengenai glutamin dan glutamat pada anak babi, bayi dan manusia dewasa menunjukkan bahwa sekitar 50%-95% dietary glutamin dan glutamat diserap oleh jaringan visceral, sebagian besar diantaranya dioksidasi menjadi karbondioksida (Burrin 2002). Sebagian besar glutamin yang dicerna akan diekstraksi pada first pass di saluran pencernaan, ekstraksi glutamin lebih tinggi pada saat proses mencerna asam amino bersama glukosa dibandingkan saat proses mencerna asam amino saja (Mittendorfer, Volpi & Wolfe 2001). Untuk dapat ditransport ke dalam sel epithelial melalui brush border, glutamin memerlukan bantuan sodium (Groff & Gropper 2000). Di dalam sel usus hanya sedikit dari glutamin yang dikatabolis menjadi amonia dan glutamat. Amonia masuk ke dalam darah portal dan diabsorbsi oleh hati. Glutamat dapat digunakan untuk memproduksi gluthatione atau mengalami transaminasi di mana gugus amino nya dipisahkan dan berubah menjadi αketoglutarat (Gambar 3). Gugus amino kemudian ditransfer kepada pyruvat (berasal dari metabolisme glukosa dalam sel usus) untuk membentuk asam amino alanine (Burrin 2002). Begitu terbentuk, alanine meninggalkan sel usus dan memasuki darah portal, selanjutnya diabsorbsi bersama amonia oleh periportal hepatocyte untuk sintesa urea. Glutamat yang tidak digunakan untuk sintesa alanine, kemungkinan akan digunakan untuk sintesa proline di sel usus, seperti terlihat pada Gambar 4 (Groff dan Gropper 2000). Pemberian 1% suplemetasi glutamin segera setelah anak ayam broiler ditempatkan pada brooder sangat membantu dalam meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi kematian (Yi et al. 2005). Glutamin adalah salah satu asam amino non essensial yang penting untuk tubuh. Selain suplai dari makanan, glutamin juga disuplai dari dalam tubuh sendiri. Prekursor utama glutamin adalah glutamat. Glutamin di sintesa dari glutamat dengan bantuan enzim glutamin synthetase. Sintesa glutamin terjadi di hati dan otot.
18
NADH + H+
NAD
H2 O
1
3
NH3
H2O
α-ketoglutarat
NH4+ Glutamin
Glutamat
2
amino acid
4
keto-acid
ATP
ADP+Pi
Gambar 3 Sintesa dan interconversion glutamin dan glutamat (Burrin 2002). (1) glutamat dehydrogenase; (2) alanine aminotransferase, aspartate aminotransferase atau branched-chain aminotransferase; (3) glutaminase; (4) glutamin synthetase
Glutamat
Glutamat semialdehyde
Proline5-carboxylate Proline
Gambar 4 Sintesa proline dari glutamat (Groff & Gropper 2000) Sintesa glutamin tidak saja terjadi di kedua jaringan tersebut karena beberapa penelitian menyatakan bahwa jaringan intestine tidak saja mengambil glutamin dari sirkulasi arteri akan tetapi sel mukosa kripta dan vili juga memproduksi glutamin secara simultan (Burrin & Reeds 2001; Neu 2000). Efek thropic glutamin dilakukan melalui beberapa mekanisme, antara lain: 1. Glutamin memberikan efek nutrisi sederhana yaitu menyediakan energi untuk mukosa saluran pencernaan. 2. Glutamin meningkatkan sintesa DNA. Glutamin merupakan donor nitrogen untuk sintesa purine dan pirimidine yang merupakan building blocks dari asam nukleat yang diperlukan dalam jumlah besar selama proses replikasi sel. 3. Glutamin meningkatkan sistem imunitas saluran pencernaan. Glutamin berperan sebagai sumber bahan bakar utama limfosit dan makrofag.
19
4. Glutamin meningkatkan aliran darah saluran pencernaan. 5. Glutamin meningkatkan sintesa glutathion, karena glutathion memegang peranan penting dalam melindungi mukosa saluran pencernaan dari stres oksidatif (Marchini et al. 1999)
Usus Halus Usus halus adalah tempat utama proses pencernaan dan absorbsi nutrien, terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus, dimana berhubungan dengan gizzard pada bagian atas dan berhubungan dengan jejunum pada bagian bawah. Setelah makanan bercampur dengan asam lambung (HCl dan pepsin), makanan masuk ke dalam duodenum tempat dimana cairan empedu dan enzim-enzim pankreas akan membantu proses pencernaan. Absorbsi nutrien dimulai dari duodenum. Jejunum adalah bagian tengah dari usus halus. Proses absorbsi nutrien terus berlanjut di jejunum. Ileum sebagai bagian paling akhir adalah tempat absorbsi final dari nutrien. Yolk stalk (diverticulum vitellinum; biasa disebut Meckel’s diverticulum) sering digunakan sebagai tanda batas antara jejunum dan ileum (Denbow 2000). Ileum dipisahkan dengan sekum oleh katup ileosekal. Secara umum, dinding usus halus terbagi atas tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Vili merupakan penjuluran mukosa dan menjadi ciri khas usus halus, tinggi vili bervariasi tergantung dari daerah, jenis hewan dan aktivitas fisiologis (Stinson & Calhoun 1992). Ileum dapat dibedakan dengan duodenum dan jejunum oleh jumlah sel goblet yang lebih banyak pada mukosa dan keberadaan daun Peyer (Peyer’s patches), yaitu jaringan limfoid submukosa yang berfungsi seperti limfonodus. Daun Peyer merupakan struktur permanen dan ciri konstan dari ileum mamalia serta sebagian besar vertebrata lainnya. Tidak seperti pada duodenum, kelenjar submukosa tidak terdapat pada jejunum dan ileum (Wilson 2005). Pertumbuhan usus halus yang optimum berlangsung pada hari kedua hingga ke-12 pasca menetas sedangkan panjang dan ukuran diameter berkembang
20
hingga hari ke-14 pasca menetas. Vili jejunum dan ileum berkembang hingga hari kesepuluh, kedalaman dan jumlah kripta berkembang hingga hari ke-12.
21
MATERI DAN METODE
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di sebuah peternakan broiler di daerah CikupaTangerang pada bulan Maret 2007 hingga Juli 2007. Penyuntikan larutan nutrisi dilakukan di sebuah hatchery di daerah Subang. Pembuatan dan analisa histopathologi usus halus
dilakukan di Animal Health Laboratorium (AHL)
Charoen Pokphand Indonesia-Jakarta. Pengukuran energi bruto dilakukan di laboratorium pakan Charoen Pokphand Indonesia-Jakarta.
RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan. Masing–masing perlakuan dilakukan lima ulangan sehingga penelitian ini memiliki 25 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri atas 12 ekor ayam, sehingga total ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 ekor. Dari 12 ekor ayam per ulangan tersebut satu ekor digunakan untuk mengukur perkembangan usus halus neonatal jantan, satu ekor untuk mengukur energi bruto (GE) neonatal jantan, satu ekor digunakan untuk mengukur energi bruto (GE) saat umur 15 hari dan satu ekor digunakan untuk mengukur perkembangan usus halus ayam umur 14 hari. Secara keseluruhan dari satu ulangan digunakan empat ekor ayam. Delapan ekor ayam lainnya digunakan untuk penelitian lanjutan sampai umur 35 hari. Berikut adalah alur penelitian ini.
4 100 butir telur tetas Ross 308
820 butir (P1)
820 butir (P2)
820 butir (P3)
820 butir (P4)
820 butir (P5)
Inkubasi selama 18 hari
Seleksi telur-telur fertil (3839 butir) 10 embrio untuk pengukuran GE embrio
692 butir (P1)
772 butir (P2)
794 butir (P3)
766 butir (P4)
805 butir (P5)
Injeksi Glutamin
Injeksi Dextrin
Injeksi Glutamin + Dextrin
Injeksi NaCl 0.5%
Tanpa Injeksi
Hatchery selama 3 hari
369 Ekor (P1)
216 ekor (P2)
169 ekor (P3)
706 ekor (P4)
692 ekor (P5)
333 ekor (P4)
271 ekor (P5)
Seleksi neonatal jantan
187 ekor (P1)
103 ekor (P2)
66 ekor (P3)
(bersambung)
23
187 ekor (P1)
103 ekor (P2)
60 ekor: 5 ulangan @ 12 ekor
60 ekor: 5 ulangan @ 12 ekor
66 ekor (P3)
333 ekor (P4)
271 ekor (P5)
60 ekor: 5 ulangan @ 12 ekor
60 ekor: 5 ulangan @ 12 ekor
60 ekor: 5 ulangan @ 12 ekor
@ 5 ekor per perlakukan untuk pengukuran GE @ 5 ekor per perlakuan untuk pengukuran usus halus
5 ulangan @ 10 ekor
5 ulangan @ 10 ekor
5 ulangan @ 10 ekor
5 ulangan @ 10 ekor
5 ulangan @ 10 ekor
Umur 7 hari: @ 5 ekor per perlakuan untuk pengukuran AME s/d GE ayam di umur 15 hari
5 ulangan @ 9 ekor
5 ulangan @ 9 ekor
5 ulangan @ 9 ekor
5 ulangan @ 9 ekor
5 ulangan @ 9 ekor
Umur 14 hari: @ 5 ekor untuk pengukuran usus halus
5 ulangan @ 8 ekor
5 ulangan @ 8 ekor
5 ulangan @ 8 ekor
5 ulangan @ 8 ekor
5 ulangan @ 8 ekor
Gambar 5 Alur penelitian
Perlakuan Penelitian Penelitian ini memiliki lima perlakuan, antara lain (Tabel 2): P1
= embrio ayam yang menerima larutan glutamin sebagai in ovo feeding
P2
= embrio ayam yang menerima larutan dextrin sebagai in ovo feeding
P3
= embrio ayam yang menerima kombinasi larutan glutamin dan dextrin sebagai in ovo feeding
24
P4
= embrio ayam yang menerima larutan NaCl 0.5% sebagai in ovo feeding
P5
= anak ayam jantan yang tidak menerima perlakuan in ovo feeding
Tabel 2 Perlakuan dan nutrien yang digunakan dalam penelitian Jumlah Ayam per Ulangan (ekor)
Glutamin (16 g/l)
Dextrin (200 g/l)
NaCl (5 g/l)
Keterangan
Nutrien
Perlakuan
Ulangan
P1
5
12
V
-
V
Glutamin
P2
5
12
-
V
V
Dextrin
P3
5
12
V
V
V
Dextrin + Glutamin
P4
5
12
-
-
V
Kontrol B (placebo)
P5
5
12
-
-
-
Kontrol A
Pada penelitian pertama untuk mengetahui pengaruh in ovo feeding terhadap daya tetas dan berat tetas, maka dibandingkan daya tetas dan berat tetas kontrol A (tanpa injeksi, P5) dengan daya tetas dari kontrol B (NaCl 0.5%, P4) glutamin (P1), dextrin (P2) serta kombinasi glutamin dan dextrin (P3). Untuk mengetahui pengaruh in ovo feeding terhadap perkembangan usus halus neonatal jantan dan performa anak ayam hingga umur 14 hari serta energi metabolisme semu dan energi bruto di umur 15 hari dibandingkan hasil kontrol B (NaCl 0.5%, P4) dengan hasil dari kelompok perlakuan.
Parameter yang Diamati Pada penelitian ini, parameter yang diamati antara lain : 1. Daya tetas 2. Berat tetas 3. Berat dan panjang usus halus (duodenum, jejunum dan ileum) neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 14 hari
25
4. Luas permukaan vili usus halus neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 14 hari 5. Energi metabolisme semu (Apparent Metabolizable Energy, AME) 6. Energi bruto embrio, neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 15 hari
MATERI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 4 100 butir telur tetas Ross 308, larutan NaCl, larutan glutamin, larutan dextrin serta kombinasi larutan dextrin dan glutamin yang disuntikkan ke dalam telur ber-embrio umur 18 hari inkubasi, pakan broiler starter (1-21 hari) produksi Charoen Pokphand Indonesia (CP 511). Alat-alat lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat bedah (gunting dan pinset), cawan petri, candling telur, pensil, selotip, timbangan, bomb kalorimeter tipe adiabatic merk Parr, kandang postal lengkap dengan peralatan, kertas aluminium (aluminium foil), oven, blender dan autoclave. Kandang Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang postal berukuran 50 x 8 meter. Kandang dibagi menjadi 64 pen dengan ukuran 2.25 x 1.75 meter yang menampung 10 ekor neonatal jantan per pen nya. Alas kandang dilapisi sekam setebal 5 cm, menggunakan seng sebagai batas brooder, infra red heater sebagai pemanas, tempat minum otomatis, tempat pakan dari plastik dan lampu berdaya 60 watt sebagai penerangan. Telur Tetas Empat ribu seratus (4 100) butir telur tetas ayam broiler didapatkan dari sebuah breeding farm komersial dengan strain Ross 308 yang berasal dari induk dengan flock dan umur yang sama (minggu), sehingga memiliki berat yang relatif seragam (59 ± 1 gram).
26
Pakan Pakan broiler starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah CP 511 yang diproduksi oleh Charoen Pokphand Indonesia, berbentuk crumble. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pakan starter ini memiliki spesifikasi kandungan nutrisi sebagai berikut: energi metabolisme 3 020 - 3 120 Kkal/kg, protein kasar 22.16 %, lemak kasar 6.30%, serat kasar 2.50%, abu 6.75%, kalsium minimal 0.9% dan phospor minimal 0.6%. Larutan Nutrien Larutan nutrien yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Larutan Glutamin Terdiri dari glutamin 16 gram/l dalam NaCl 5 gram/l (Ohta 1999). 2. Larutan Dextrin Terdiri dari dextrin 200 gram/l dalam NaCl 5 gram/l (Tako et al. 2004). 3. Larutan Glutamin + Dextrin Terdiri dari glutamin 16 gram/l dan dextrin 200 gram/l dalam NaCl 5 gram/l. 4. Larutan NaCl Terdiri dari NaCl 5 gram/l (Tako et al 2004).
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Prosedur In Ovo Feeding Pada Telur Tetas Empat ribu seratus (4 100) butir telur tetas dibagi menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 820 butir, kelompok pertama (P1) menerima 0.8 ml larutan glutamin 1.6% dalam NaCl 0.5%. Kelompok kedua (P2) menerima 0.8 ml larutan dextrin 20% dalam NaCl 0.5%. Kelompok ketiga (P3) menerima 0.8 ml larutan glutamin 1.6% dan larutan dextrin 20% dalam NaCl 0.5%. Kelompok keempat (P4) sebagai kontrol B atau placebo menerima 0.8 ml NaCl 0.5%.
27
Kelompok kelima (P5) sebagai kontrol A tidak menerima perlakuan apa pun. Telur-telur tersebut diinkubasikan dalam inkubator dengan temperatur 98-99°F (37-38ºC) dan kelembaban 86-88 % selama 18 hari. Pada hari ke-18 inkubasi, dilakukan seleksi untuk mengeluarkan telur-telur yang tidak ber-embrio dan telurtelur yang mengandung embrio mati (death in shell). Didapatkan sebanyak 3 839 butir telur yang siap untuk disuntik. Penyuntikan larutan nutrien dilakukan dengan menggunakan metode dari Foye (2005). Larutan NaCl 0.5% dan nutrien disuntikkan ke dalam cairan amnion setiap telur secara manual dengan menggunakan jarum suntik 23 G sepanjang 19 mm dari ujung tumpul telur. Setelah itu lubang suntikan ditutup dengan menggunakan isolasi kertas. Telur yang sudah menerima larutan nutrien kemudian dimasukkan ke dalam mesin hatchery dengan temperatur 98-99°F (37-38ºC) dan kelembaban 86-88 % hingga telur menetas. Telur dari kelompok kontrol A dimasukkan ke dalam mesin hatchery pada saat yang bersamaan dengan dimasukkannya telur dari kelompok perlakuan. Perhitungan Persentase Daya Tetas Untuk menghitung persentase daya tetas digunakan
rumus sebagai
berikut: Jumlah anak ayam yang menetas
x 100%
Jumlah telur yang diinjeksi Persiapan Day Old Chick (DOC) Pada hari ke-21 saat seluruh telur menetas, dilakukan sexing untuk memisahkan jantan dan betina. Selanjutnya penelitian dilakukan pada anak ayam jantan saja. Seluruh DOC jantan ditimbang berat badannya untuk mengetahui rataan berat badan dari masing-masing perlakuan. Sejumlah 300 ekor DOC jantan dipilih secara acak. Selanjutnya DOC dipelihara dalam kandang postal. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum.
28
Perkembangan Usus Halus A. Pengukuran Berat dan Panjang Usus Halus Pengukuran berat dan panjang usus halus dilakukan pada neonatal jantan dan anak ayam umur 14 hari. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Usus halus dibersihkan dari sisa pakan, kemudian diukur panjang dan berat dari masing-masing segment usus halus. Batas antara duodenum dengan jejunum ditentukan sesuai dengan panjang lengkungan duodenum. Batas antara jejunum dan ileum adalah Meckel’s diverticulum. Batas antara ileum dan kolon adalah percabangan sekum di mana ileo caecal tonsil berada. B. Pengukuran Luas Permukaan Vili Usus Halus Pengukuran ini dilakukan pada neonatal jantan dan anak ayam umur 14 hari. Pada neonatal jantan pengukuran luas permukaan vili dilakukan pada duodenum, jejunum dan ileum sedangkan saat umur 14 hari pengukuran hanya dilakukan pada ileum saja. Pengambilan sampel dilakukan dua sentimeter dari ujung proksimal masing-masing segmen usus halus, sepanjang satu sentimeter untuk setiap segmennya. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan formalin 10% untuk kemudian di buat preparat histologi. Hal ini berlaku untuk setiap ulangan dan perlakuan sehingga dapat dibandingkan luas permukaan vili duodenum, jejunum dan ileum dari masingmasing perlakuan (Gambar 6). Sediaan difiksasi dengan larutan Buffer Neutral Formalin 10%, kemudian dilakukan trimming dan organ dimasukkan ke dalam kaset. Proses dehidrasi organ dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat, mulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95% hingga 100%. Tahap selanjutnya adalah penjernihan (clearing) dengan menggunakan xylol, kemudian dilanjutkan dengan penanaman (embedding) pada paraffin. Sediaan dalam blok paraffin diiris menggunakan rotary microtom dengan ketebalan 4 µm. Hasil irisan yang berebentuk seperti pita direntangkan di permukaan air hangat untuk mencegah pengeriputan jaringan. Kemudiaan sediaan diangkat dan diletakkan di atas gelas obyek.
29
Broiler neonatal jantan Potong duodenum, jejunum dan ileum masing-masing sepanjang 1 sentimeter Formalin 10% Preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin-eosin
Pengamatan mikroskop dengan pembesaran 40 kali
Gambar 6 Pengukuran luas permukaan duodenum, jejunum dan ileum neonatal jantan Tahap selanjutnya adalah pewarnaan umum hematoksilin eosin (HE). Proses pewarnaan dimulai dengan deparafinasi menggunakan xylol I dan II, masing-masing selama dua menit. Kemudian dilanjutkan dengan proses rehidrasi menggunakan alkohol 100%, 95% dan 80% secara berurutan masing-masing selama dua menit lalu sediaan dicuci dengan air mengalir. Sediaan diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama delapan menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan litium karbonat selama 15-30 detik, kemudian dibilas dengan air mengalir. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan eosin selama 2-3 menit. Setelah itu sediaan dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan warna eosin yang berlebihan. Setelah pewarnaan selesai, dilakukan proses dehidrasi. Sediaan dimasukkan ke dalam alkohol 95% dan alkohol absolut I masing-masing sebanyak 10 celupan, alkohol absolut II selama dua menit, xylol I selama satu menit dan xylol II selama dua menit kemudian dikeringkan di udara. Setelah kering, sediaan ditutup dengan cover glass menggunakan zat perekat permount dan diberi label. Pengamatan struktur usus halus meliputi
30
kedalaman kripta, tinggi vili, lebar basal dan lebar apikal dengan menggunakan mikroskop cahaya yang dihubungkan dengan video mikrometer (Gambar 7).
Pemotongan jaringan usus halus dilakukan setebal 4 µm.
Pengukuran struktur usus halus di satu penampang irisan dilakukan pada 10 buah vili yang dipilih secara acak. Perhitungan luas permukaan vili dilakukan dengan menggunakan metode Iji et al. (2001): (b + c) Luas Permukaan Vili=
X a b
Keterangan:
b
a = tinggi vili b = lebar apikal vili c = lebar basal vili a
d = kedalaman kripta
c d Gambar 7 Pengukuran vili usus halus (pembesaran 100 x)
Pengukuran Pemanfaatan Energi A. Pengukuran Energi Bruto Pakan Dilakukan dengan bomb kalorimeter berdasarkan berat keringnya.
31
B. Perhitungan Konsumsi Energi Energi bruto pakan dikalikan dengan konsumsi pakan per ekor anak ayam selama berada di dalam kandang metabolik (Gambar 8). Konsumsi Energi (Kal/ekor) = GE Pakan x Jumlah Konsumsi BK Pakan
Anak ayam umur 7 hari Kandang metabolik individu Puasa 36 jam
Pakan Bomb kalorimeter GE pakan
Pakan dan air minum ad libitum Konsumsi pakan aktual Ekskreta ditampung dan dikeringkan
GE konsumsi
Bomb kalorimeter Energi ekskreta AME = GE konsumsi – Energi ekskreta Gambar 8 Pengukuran dan perhitungan penggunaan energi pakan C. Pengukuran Energi Ekskreta Pada umur tujuh hari dipilih secara acak satu ekor anak ayam dari tiap ulangan dan perlakuan untuk dipindahkan ke dalam kandang metabolik individual (timbang berat badannya). Anak-anak ayam tersebut diadaptasikan selama satu hari untuk kemudian dipuasakan selama 36 jam (Farrel et al. 1991). Ekskreta yang dihasilkan pada umur tujuh dan delapan hari tidak digunakan untuk perhitungan ekskreta energi.
32
Pada umur sembilan hingga 13 hari, anak-anak ayam pada kandang metabolik diberi pakan dan air minum ad libitum, kemudian anak ayam dipuasakan kembali selama 36 jam (Gambar 9). Ekskreta dari masing-masing anak ayam dikumpulkan per individu setiap 24 jam. Sisa pakan ditimbang setelah 24 jam konsumsi untuk mengetahui jumlah konsumsi aktual per ekor anak ayam. Ekskreta dari setiap anak ayam yang terkumpul dibungkus dalam kertas aluminium (aluminium foil) dan dikeringkan dalam oven setiap hari. Setelah lima setengah hari perlakuan, sampel ekskreta per ekor anak ayam dicampur menjadi satu kesatuan yang homogen, sehingga didapatkan 35 sampel ekskreta. Diambil satu gram ekskreta dari masing-masing sampel untuk kemudian dibakar pada bomb kalorimeter guna mendapatkan energi ekskreta (Gambar 8).
koleksi feses adaptasi
makan dan minum puasa
puasa
.
.
.
.
.
.
.
.
.
7
8
9
10
11
12
13
14
15
(umur/hari) Gambar 9 Pengukuran energi ekskreta dalam kandang metabolik individual Pada unggas, energi ekskreta harus dihitung dengan koreksi nitrogen (MacLeod 2002). Rumus yang digunakan adalah: (Energi Ekskreta) N = (Energi Ekskreta) + 34.4 (N Konsumsi – N Ekskreta) keterangan: N = nitrogen (Energi Ekskreta) N = Energi Ekskreta terkoreksi N
33
D. Pengukuran Energi Metabolisme Semu (Apparent Metabolizable Energy) Energi Metabolisme Semu (Apparent Metabolizable Energy, AME) merupakan energi asal pakan yang tersedia untuk proses metabolisme tubuh seekor hewan. Energi ini dihitung dengan mengurangkan energi bruto (Gross Energy, GE) pakan yang dikonsumsi dengan energi ekskreta. Rumus AME adalah: AME = GE Konsumsi – (Energi Ekskreta)N
E. Pengukuran Energi Bruto (GE) Embrio Sebelum dilakukan in ovo feeding, dipilih secara acak dua butir telur berembrio dari masing-masing kelompok perlakuan. Dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat telur. Telur dipecah kemudian embrio diambil dan dipisahkan dari yolk. Dilakukan penimbangan pada embrio dan yolk.
Embrio (timbang berat badan) Yolk Timbang dan pisahkan Dimasak dalam autoclave selama 3 jam (15 psi) Oven selama 96 jam (55°C) Giling dan campur rata Bomb kalorimeter (1 gram) Energi bruto (GE) embrio
Gambar 10 Pengukuran energi bruto (GE) embrio
34
Embrio kemudian dibungkus dengan kertas aluminium dan dimasak dengan menggunakan autoclave selama tiga jam dengan tekanan 15 psi (Fraps 1944) kemudian didinginkan pada suhu kamar selama dua jam dan ditimbang kembali. Embrio yang telah matang tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 55°C selama 96 jam (Sakomura et al. 2005). Berat embrio ditimbang kembali setelah didinginkan dua jam dalam suhu ruangan kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan sampel yang homogen. Untuk keperluan pengukuran energi bruto diambil satu gram untuk dibakar pada
bomb
kalorimeter (Gambar 10). Rumus Energi Bruto (GE) Embrio = GE Embrio (Kal/g) = GE 1 g embrio (Kal) x berat kering embrio (g) F. Pengukuran Energi Bruto (GE) Neonatal Jantan Dipilih secara acak satu ekor neonatal jantan dari masing-masing ulangan dan perlakuan, timbang berat badannya kemudian dibunuh dengan metode dislocation tulang leher. Kulit abdominal anak ayam diinsisi, kemudian yolk dipisahkan dan ditimbang. Dilakukan penimbangan terhadap anak ayam kembali. Anak ayam (tanpa yolk) kemudian dibungkus dengan kertas aluminium dan dimasak dengan menggunakan autoclave selama tiga jam dengan tekanan 15 psi (Fraps 1944) kemudian didinginkan pada suhu kamar selama dua jam dan ditimbang kembali. Anak ayam yang telah matang tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 55°C selama 96 jam (Sakomura et al. 2005). Berat anak ayam tersebut ditimbang kembali setelah didinginkan dua jam dalam suhu ruangan kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan sampel yang homogen. Untuk keperluan pengukuran energi bruto diambil satu gram untuk dibakar pada bomb kalorimeter (Gambar 11). Rumus energi bruto (GE) neonatal jantan = GE Neonatal Jantan (Kal/g) = GE 1 g neonatal jantan (Kal) x berat kering neonatal jantan (g)
35
Neonatal jantan (timbang berat badan) Yolk Timbang dan pisahkan Dimasak dalam autoclave selama 3 jam (15 psi) Oven selama 96 jam (55°C) Giling dan campur rata Bomb kalorimeter (1 gram) Energi bruto (GE) neonatal jantan Gambar 11 Pengukuran energi bruto (GE) neonatal jantan G. Pengukuran Energi Bruto (GE) Umur 15 Hari Anak-anak ayam yang berada dalam kandang metabolik digunakan untuk mengukur energi bruto umur 15 hari. Anak-anak ayam tersebut dipuasakan selama 36 jam kemudian dibunuh dengan metode dislocation tulang leher. Secara individu anak-anak ayam tersebut dibungkus dengan kertas aluminium dan dimasak dengan menggunakan autoclave selama tiga jam dengan tekanan 15 psi (Fraps 1944) kemudian didinginkan pada suhu kamar selama dua jam dan ditimbang kembali. Anak ayam yang telah matang tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 55°C selama 96 jam (Sakomura et al. 2005). Berat anak ayam ditimbang kembali setelah didinginkan dua jam dalam suhu ruangan kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan sampel yang homogen. Untuk keperluan pengukuran energi bruto diambil satu gram untuk dibakar pada bomb kalorimeter (Gambar 12). Rumus energi bruto (GE) anak ayam umur 15 hari (Kal/kg) = GE 1 g ayam umur 15 hari (Kal) x berat kering ayam umur 15 hari (g)
36
Anak ayam umur 15 hari (timbang berat badan) Dimasak dalam autoclave selama 3 jam (15 psi) Oven selama 96 jam (55°C) Giling dan campur rata Bomb kalorimeter (1 gram) Energi bruto (GE) Gambar 12 Pengukuran energi bruto (GE) anak ayam umur 15 hari
Performa Mingguan Anak Ayam A. Performa Minggu Pertama Pada akhir minggu pertama, semua anak ayam yang hidup ditimbang berat badannya kemudian dihitung rataan berat badan dari masing-masing perlakuan. Rataan konsumsi pakan minggu pertama dihitung dengan rumus: Rataan konsumsi pakan (g/ekor) = Jumlah konsumsi pakan total minggu pertama Jumlah anak ayam pada akhir minggu pertama Efisiensi pakan (FCR) minggu pertama dihitung dengan rumus: Rataan konsumsi pakan minggu pertama Rataan berat badan minggu pertama
37
B. Performa Minggu Kedua Pada akhir minggu kedua, semua anak ayam yang hidup ditimbang berat badannya kemudian dihitung rataan berat badan dari masing-masing perlakuan. Rataan konsumsi pakan hingga minggu kedua dihitung dengan rumus: Rataan konsumsi pakan (g/ekor) = Jumlah konsumsi pakan total minggu pertama + kedua Jumlah anak ayam pada akhir minggu kedua Efisiensi pakan (FCR) minggu kedua dihitung dengan rumus: Rataan konsumsi pakan hingga minggu kedua Rataan berat badan minggu pertama
Analisa Data Analisis data dari data yang diperoleh akan diuji melalui perhitungan anova dengan model Rancangan Acak Lengkap. Model statistika untuk percobaan yang menggunakan RAL:
Yijk = µ + αi + εij Keterangan : Yij
= Respon hasil percobaan
µ
= Nilai tengah populasi
αi
= Pengaruh perlakuan ke – i
εij
= Galat percobaan dari perlakuan ke-i pengamatan ke-j
i
= Perlakuan ke-I (1,2,3,4,5,)
j
= Ulangan ke j (1,2,3)
38
Apabila dari hasil sidik ragam terdapat paling sedikit ada sepasang perlakuan yang tidak sama maka dilanjutkan dengan Uji Tukey. Pengujian data dilakukan dengan program SAS versi 9.
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Tetas dan Berat Tetas Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada embrio ayam broiler umur 18 hari inkubasi terhadap daya tetas dan berat tetas dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap persentase daya tetas dan berat tetas jantan Jumlah Telur Awal
Jumlah Telur yang Disuntik1
Daya Tetas2 (%)
Rata-rata Berat Tetas Jantan (gram/ekor)
Glutamin
820
692
53.32
41.72 ± 1.666
Dextrine
820
772
27.98
40.92 ± 1.926
Glutamin + Dextrin
820
794
21.28
41.56 ± 1.327
NaCl
820
766
92.17
41.60 ± 1.629
Kontrol
820
805
85.96
41.70 ± 1.919
Perlakuan
Keterangan: 1 jumlah telur fertil 2 deskiptif
Persentase daya tetas tertinggi dihasilkan oleh telur yang mendapatkan larutan NaCl 0.5% (92.17%) sebagai placebo. Diduga hal ini disebabkan karena osmolaritas larutan NaCl 0.5% (171 mOsm/l) lebih rendah daripada osmolaritas cairan ekstraseluler (280-300 mOsm/l) sehingga tidak mengganggu osmolaritas cairan amnion embrio dan embrio, walaupun demikian perlu dilakukan penelitian lanjutan mengingat hal ini merupakan sesuatu yang di luar dugaan. Daya tetas terendah (21.28%) terdapat pada telur yang menerima kombinasi glutamin dan dextrin diikuti oleh telur yang menerima dextrin (27.98%) dan telur yang menerima glutamin (53.32%). Persentase daya tetas kontrol A (tanpa perlakuan injeksi) sebesar 85.96%. Pemberian dextrin secara in
ovo pada umur 18 hari inkubasi ditujukan untuk menyediakan glukosa siap pakai yang slow release bagi embrio dalam menghadapi periode menetas (pipping) sehingga embrio tidak perlu membongkar glikogen otot, dengan demikian diharapkan akan meningkatkan daya dan berat tetas (Uni & Ferket 2004). Ternyata pemberian kombinasi glutamin dan dextrin secara in ovo pada penelitian ini justru sangat menurunkan persentase daya tetas (Gambar 13) .
100 90 80 70 Glutamin
60
Dextrine Glu + Dextrin
50
NaCl Kontrol
40 30 20 10 0 Daya Tetas (%)
Rata-rata Berat DOC (g/e)
Gambar 13 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap persentase daya tetas dan berat tetas jantan Bila dilihat dari hasil penyuntikan glutamin dan dextrin secara terpisah, maka tampak bahwa daya tetas telur yang menerima dextrin jauh lebih rendah daripada yang menerima glutamin. Diduga hal ini berkaitan dengan osmolaritas larutan dextrin yang digunakan. Dextrin terdiri dari minimal tiga gugus glukosa dalam satu rantainya. Semakin banyak gugus glukosa yang dimiliki, semakin besar molekul dari dextrin, membuat osmolaritas dextrin semakin kecil. Bila menggunakan rata-rata lima molekul glukosa dalam satu rantai dextrin, didapat 393 mOsm/l sebagai nilai larutan dextrin yang digunakan dalam penelitian ini. Belum dapat dipastikan berapa gugus glukosa dalam satu rantai dextrin yang
41
digunakan dalam penelitian ini, oleh karena itu osmolaritas larutan dextrin aktual bisa jauh lebih besar dari yang diperhitungkan. Osmolaritas yang tinggi (> 300 mOsm/l) dapat membunuh embrio (Ferket & Uni 2006). Larutan glutamin yang digunakan dalam penelitian ini memiliki osmolaritas sebesar 280 mOsm/l, mendekati osmolaritas cairan extraselular (280300 mOsm/l). Nilai osmolaritas sebesar 280 mOsm/l masih aman untuk diberikan secara in ovo, tetapi hasil penelitian ini menunjukkan hal yang sebaliknya. Diduga semakin mendekati nilai 280, semakin besar kemungkinan larutan tersebut membahayakan embrio. Apabila glutamin dan dextrin digabungkan ke dalam satu larutan bersama NaCl 0.5%, akan membahayakan bagi embrio. Faktor penurunan suhu selama proses penyuntikan larutan nutrien pun mempengaruhi penurunan persentase daya tetas. Proses penyuntikan dilakukan pada saat yang sama dengan proses transfer telur dari mesin setter ke inkubator, walaupun demikian proses penyuntikan memerlukan waktu beberapa menit yang dapat memberikan efek cooling pada embrio. Telur-telur dari kelompok kontrol juga mendapat kesempatan memperoleh efek cooling yang sama karena telur-telur tersebut juga dikeluarkan dari mesin setter dan dimasukkan ke dalam mesin hatchery pada saat yang bersamaan dengan telur-telur dari kelompok perlakuan. Persentase daya tetas dari kelompok kontrol tidak menurun tajam seperti daya tetas kelompok perlakuan. Kesempatan terjadi kontaminasi bakteri tetap ada, akan tetapi persentase daya tetas dari kelompok kontrol placebo, yang juga mengalami proses penyuntikan, tidak menurun tajam sebagaimana yang terjadi pada kelompok perlakuan. Daya tetas dari kelompok placebo justru sangat baik, oleh karena itu kecil kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri. Walaupun demikian, hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian lanjutan dengan melakukan penyuntikan pada suatu ruangan khusus yang memiliki suhu dan kelembaban serupa dengan inkubator serta memiliki tingkat sterilitas yang lebih baik. Tidak terdapat perbedaan berat tetas yang nyata di antara kelompok perlakuan. Penyuntikan dextrin tunggal justru memberikan berat tetas terendah secara numerik. Tampaknya penyuntikan dextrin menyebabkan perkembangan
42
embrio menjadi tertekan karena osmolaritas larutan dextrin yang belum dapat diketahui dengan tepat.
Usus Halus Neonatal Jantan Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap perkembangan usus halus embrio ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap usus halus neonatal jantan Perlakuan
Ulangan Glutamin
Dextrin
38.00 ± 1.581 44.88 ± 2.570
38.60 ± 0.548 41.84 ± 1.986
Glutamin + Dextrin 39.20 ± 0.837 43.70 ± 1.598
5
1.31 ± 0.088
1.36 ± 0.054
1.46 ± 0.137
1.47 ± 0.104
Berat Pankreas (g)
5
0.09 ± 0.012
0.07 ± 0.012
0.08 ± 0.005
0.08 ± 0.024
Panjang Duodenum (cm)
5
8.88 ± 0.669
8.98 ± 0.327
9.10 ± 0.742
9.56 ± 0.518
Berat Duodenum (g)
5
Panjang Jejunum (cm)
5
0.43 ± 0.030b 19.00 ± 1.731
0.42 ± 0.037b 18.46 ± 1.346
0.45 ± 0.046ab 18.08 ± 2.675
0.50 ± 0.035a 18.68 ± 1.453
Berat Jejunum (g)
5
0.45 ± 0.044
0.49 ± 0.030
0.49 ± 0.094
0.50 ± 0.028
Panjang Ileum (cm)
5
17.00 ± 0.935
14.40 ± 1.817
16.52 ± 2.527
15.40 ± 2.632
Berat Ileum (g)
5
0.35 ± 0.059
0.38 ± 0.032
0.44 ± 0.080
0.38 ± 0.058
Berat Tetas (g) Panjang Total Usus Halus (cm) Berat Total Usus Halus (g)
5 5
NaCl 0.5% 39.60 ± 1.673 43.64 ± 2.723
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.05)
Pemberian glutamin secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi ditujukan untuk memberikan sumber energi bagi sel-sel saluran pencernaan embrio untuk berproliferasi lebih cepat, sehingga pada saat menetas anak ayam telah memiliki saluran pencernaan yang secara morfologi dan fungsional lebih baik daripada
43
anak ayam yang tidak mendapat glutamin. Di luar dugaan, berat duodenum tertinggi terdapat pada neonatal jantan yang menerima larutan NaCl 0.5%. Berat duodenum terendah terdapat pada neonatal jantan yang menerima larutan tunggal glutamin dan larutan tunggal dextrin, akan tetapi secara keseluruhan tidak terdapat suatu perbedaan yang nyata pada berat dan panjang total usus halus neonatal jantan dari masing-masing perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol (Gambar 14 dan 15).
1.60
1.40
1.20
1.00 Glutamin gram
Dextrin 0.80
Glu + Dextrin NaCl
0.60 b
b
ab
a
0.40
0.20
0.00 Usus Halus Total
Pankreas
Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 14 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat usus halus neonatal jantan Diduga sel-sel enterosit usus halus embrio pada penelitian ini telah mendapat mendapat cukup glutamin dari telur maupun dari tubuh embrio sendiri sehingga glutamin yang diberikan disimpan sebagai cadangan energi atau digunakan untuk sintesa senyawa-senyawa lain seperti alanine, proline, GABA dan lain sebagainya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pedroso et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian glutamin dengan berbagai tingkat konsentrasi pada embrio berumur 16 hari inkubasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan saluran pencernaan embrio. Glutamin yang diberikan
44
akan memberikan suatu respon yang positif bila tubuh berada pada kondisi yang memerlukan pasokan glutamin dalam jumlah besar.
50 45 40 35
cm
30
Glutamin Dextrin
25
Glu + Dextrin NaCl
20 15 10 5 0 Usus Halus Total
Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 15 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap panjang usus halus neonatal jantan Hal yang serupa juga terdapat pada pemberian tunggal dextrin serta kombinasi glutamin dan dextrin. Pemberian kedua larutan tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat dan panjang total usus halus neonatal jantan. Dextrin merupakan sumber glukosa. Glukosa merupakan karbohidrat sederhana yang digunakan langsung sebagai sumber energi. Glukosa juga digunakan oleh sel-sel enterosit untuk sumber energi. Akan tetapi, glutamin lebih banyak digunakan sebagai sumber energi sel-sel enterosit bila dibandingkan glukosa (Burrin 2002). Untuk mengetahui secara pasti distribusi glutamin yang diberikan sebagai bahan bakar proliferasi oleh sel-sel enterosit, maka dapat digunakan suatu tehnik micro tracer. Tehnik perunutan micro tracer ini menggunakan glutamin maupun dextrin berlabel yang dimasukkan ke dalam sistem metabolisme tubuh. Sampel darah yang mengandung glutamin atau dextrin berlabel dicacah dengan alat
45
Scintilation Counter guna mendapatkan informasi konsentrasi glutamin atau dextrin di tingkat organ atau sel. Pada pengukuran parameter berat dan panjang usus halus saat neonatal tampak adanya nilai deviasi yang bervariasi dan cukup besar. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel per perlakuan yang sedikit. Jumlah sample yang digunakan pada pengukuran usus halus adalah lima sample per perlakuan yang berasal dari lima ekor anak ayam. Total sample adalah 25 sample. Bila digunakan lebih banyak sampel dalam pengukuran usus halus, maka standar deviasi dari data yang diperoleh akan lebih kecil.
Vili Usus Halus Neonatal Jantan Deskripsi kedalaman kripta, lebar apikal, lebar basal dan tinggi vili masing-masing segmen usus halus dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan Duodenum
Perlakuan Ulangan
Kedalaman Kripta (µm)
5
87.80 ± 14.403
89.20 ± 17.398
Glutamin + Dextrin 86.40 ± 22.188
Lebar Apikal (µm)
5
43.40 ± 9.659
44.00 ± 13.693
44.60 ± 9.072
38.20 ± 6.686
Lebar Basal (µm)
5
106.60 ± 2.054
97.40 ± 23.330
110.00 ± 21.541
110.00 ± 7.483
Tinggi Vili (µm)
5
421.40 ± 4.161
495.60 ± 72.590
427.40 ± 85.909
473.60 ± 75.910
Luas Permukaan Vili 1511.86 ± 5 (µm2)1 461.977 Keterangan: 1 dihitung berdasarkan metode Iji et al. (2001)
1636.49 ± 411.022
1590.61 ± 746.865
1904.54 ± 557.505
Glutamin
Dextrin
NaCl 0.5% 101.80 ± 24.793
Glutamin adalah bahan bakar utama untuk proliferasi sel-sel enterosit, akan tetapi pada penelitian ini ternyata pemberian glutamin tidak berpengaruh nyata terhadap kedalaman kripta, lebar apikal, lebar basal dan tinggi vili
46
duodenum dan jejunum broiler jantan neonatal (Tabel 5 dan 6). Lebar basal, lebar apikal dan tinggi vili yang tidak berbeda nyata, menyebabkan luas permukaan vili duodenum dan jejunum menjadi tidak berbeda nyata (Gambar 16, 17 dan 19).
600
500
400 µm
Glutamin Dextrin
300
Glu + Dextrin NaCl
200
100
0 Kedalaman Kripta
Lebar Apikal
Lebar Basal
Tinggi Vili
Gambar 16 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan
Diduga sel-sel enterosit telah mendapatkan cukup glutamin dari telur maupun dari tubuh embrio sendiri, sehingga glutamin yang diberikan tidak digunakan sebagai bahan proliferasi. Glutamin ini dikatabolis menjadi glutamat dan amonia. Glutamat akan dimanfaatkan tubuh sebagai pengangkut amonia dari organ ke hati atau digunakan untuk sintesa senyawa-senyawa lain seperti GABA, glutathion dan lain-lain. Apabila sel-sel tubuh membutuhkan energi segera, maka glutamin dapat disintesa kembali dari glutamat.
47
Tabel 6 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili mikroskopi jejunum neonatal jantan Jejunum
Perlakuan Ulangan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
Kedalaman Kripta (µm)
5
66.20 ± 12.337
79.80 ± 14.290
70.40 ± 8.385
65.40 ± 12.720
Lebar Apikal (µm)
5
30.40 ± 3.578
32.80 ± 7.190
26.60 ± 3.782
27.60 ± 7.335
Lebar Basal (µm)
5
72.40 ± 10.139
87.40 ± 11.283
84.20 ± 13.180
69.20 ± 16.947
Tinggi Vili (µm)
5
283.20 ± 24.793
337.20 ± 88.237
324.60 ± 73.132
271.80 ± 91.753
Luas Permukaan Vili (µm2)1
5
962.19 ± 126.722
1260.17 ± 348.432
1428.68 ± 647.722
975.89 ± 419.711
Keterangan: 1 dihitung berdasarkan metode Iji et al. (2001)
400
350
300
250 Glutamin Dextrin
200 µm
Glu + Dextrin NaCl
150
100
50
0 Kedalaman Kripta
Lebar Apikal
Lebar Basal
Tinggi Vili
Gambar 17 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan
48
Tabel 7 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili ileum neonatal jantan Ileum
Perlakuan Ulangan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
Kedalaman Kripta (µm)
5
69.80 ± 8.701ab
56.60 ± 9.154b
89.00 ± 16.477a
71.20 ± 9.203ab
Lebar Apikal (µm)
5
25.80 ± 5.541
22.40 ± 3.362
25.40 ± 4.336
22.80 ± 6.099
Lebar Basal (µm)
5
73.20 ± 11.606
59.80 ± 11.670
76.20 ± 9.706
72.00 ± 24.678
Tinggi Vili (µm)
5
348.00 ± 115.579
246.20 ± 60.346
265.60 ± 59.404
239.20 ± 60.924
Luas Permukaan Vili (µm2) 1
5
1334.24 ± 398.306
920.51 ± 283.808
1119.75 ± 462.881
989.23 ± 278.147
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) 1 dihitung berdasarkan metode Iji et al. (2001)
Pada ileum, kombinasi glutamin dan dextrin memberikan kripta yang paling dalam, sedangkan dextrin memberikan kripta yang paling dangkal (Tabel 7). Proliferasi dari sel-sel enterosit berpusat di kripta. Sel-sel enterosit ini kemudian akan bermigrasi dan berdiferensiasi sepanjang tinggi vili hingga mencapai ujung vili. Sel-sel kripta juga mensintesa glutamin dan glutamin sintetase. Tampaknya hanya pada kripta vili ileum saja terlihat pengaruh pemberian glutamin dan dextrin secara nyata (Gambar 18). Walaupun demikian, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada luas permukaan vili ileum di antara perlakuan dan kontrol (Gambar 19).
49
400
350
300
250 Glutamin Dextrin
200 µm
Glu + Dextrin NaCl
150
a
100 ab
b
ab
50
0 Kedalaman Kripta
Lebar Apikal
Lebar Basal
Tinggi Vili
Gambar 18 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili duodenum neonatal jantan
2000
1600
1200 2
Glutamin µm
Dextrin Glut + Dextrin 800
NaCl
400
0 Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 19 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap luas permukaan vili usus halus neonatal jantan
50
Pemberian dextrin juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perkembangan vili duodenum dan jejunum embrio fase akhir. Demikian pula dengan kombinasi glutamin dan dextrin. Dextrin merupakan sumber glukosa. Selsel enterosit lebih banyak menggunakan glutamin sebagai sumber energi dibandingkan glukosa. Gambaran mikroskopi vili usus neonatal jantan yang menerima glutamin, dextrin dan kombinasinya dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini.
A
B
C
Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
Gambar 20 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap gambaran mikroskopi duodenum (A), jejunum (B) dan ileum (C) neonatal jantan (pembesaran 100x)
Pada pengukuran parameter vili usus halus saat neonatal tampak adanya nilai deviasi yang bervariasi dan cukup besar. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel per perlakuan yang sedikit. Jumlah sample yang digunakan pada pengukuran usus halus adalah lima sample per perlakuan yang berasal dari lima ekor anak ayam. Total sample adalah 25 sample. Bila digunakan lebih banyak
51
sampel dalam pengukuran usus halus sangat besar kemungkinan standar deviasi dari data yang diperoleh akan lebih kecil.
Usus Halus Anak Ayam Broiler Jantan Umur 14 Hari Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya terhadap perkembangan usus halus anak ayam jantan umur 14 hari dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari Perlakuan Ulangan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
Berat Badan (g)
5
392.76 ± 0.135
369.52 ± 6.003
358.08 ± 6.018
355.76 ± 4.954
Berat Pankreas (g)
5
1.46 ± 0.241
1.46 ± 0.195
1.58 ± 0.249
1.28 ± 0.164
Panjang Duodenum (cm)
5
20.44 ± 1.856
21.06 ± 1.967
19.82 ± 2.402
19.72 ± 19.680
Berat Duodenum (g)
5
4.48 ± 0.944
4.22 ± 0.642
4.38 ± 0.650
4.20 ± 0.453
Panjang Jejunum (cm)
5
49.32 ± 1.746
48.72 ± 3.648
46.94 ± 3.751
50.14 ± 3.542
Berat Jejunum (g)
5
6.62 ± 1.040
6.32 ± 1.195
6.56 ± 1.276
6.56 ± 0.850
Panjang Ileum (cm)
5
Berat Ileum (g)
5
47.14 ± 3.775 4.56 ± 0.976
44.80 ± 10.981 3.96 ± 0.713
44.60 ± 1.626 4.380 ± 0.861
48.80 ± 3.154 4.24 ± 0.888
Glutamin, dextrin serta kombinasinya belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan usus halus neonatal dan ternyata berlanjut hingga perkembangan usus halus optimal di umur 14 hari (Gambar 21 dan 22). Hal ini berhubungan dengan dugaan bahwa sel-sel enterosit telah cukup mendapat asupan glutamin dari dalam tubuh anak ayam sendiri, sehingga glutamin yang diberikan tidak digunakan sebagai energi untuk proliferasi.
52
7
6
5
4 gram
Glutamin Dextrin
3
Glu + Dextrin NaCl
2
1
0 Pankreas
Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 21 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari
60
50
cm
40
Glutamin 30
Dextrin Glu + Dextrin NaCl
20
10
0 Duodenum
Jejunum
Ileum
Gambar 22 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap panjang usus halus anak ayam broiler jantan umur 14 hari
53
Pada pengukuran parameter berat dan panjang usus halus di umur 14 hari tampak adanya nilai deviasi yang bervariasi dan cukup besar. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel per perlakuan yang sedikit. Jumlah sample yang digunakan pada pengukuran usus halus adalah lima sample per perlakuan yang berasal dari lima ekor anak ayam sehingga total sample adalah 25 sample. Bila digunakan lebih banyak sampel dalam pengukuran usus halus sangat besar kemungkinan standar deviasi dari data yang diperoleh akan lebih kecil. Selama beberapa tahun terakhir banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh positif glutamin terhadap saluran pencernaan, namun obyek penelitian selalu berupa individu yang mengalami stres atau infeksi yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada epithel saluran pencernaan. Saat individu mengalami stres atau sakit, maka kebutuhan glutamin pada individu-individu tersebut meningkat dan suplai glutamin dari dalam tubuh tidak mencukupi sehingga suplementasi glutamin sangat membantu proses penyembuhan (Neu 2000). Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa suplementasi glutamin pada hewan yang sehat tidak akan memberikan suatu pengaruh yang positif terhadap perkembangan saluran pencernaannya. Suplementasi glutamin baru akan memberikan suatu efek positif pada saluran pencernaan seekor hewan apabila hewan tersebut mengalami tantangan penyakit.
Vili Ileum Anak Ayam Broiler Jantan Umur 14 Hari Tabel 9 menunjukkan pengaruh perlakuan pada deskripsi vili ileum anak ayam broiler jantan umur 14 hari. Lebar apikal, lebar basal dan tinggi vili ileum anak ayam yang mendapat glutamin saat masa embrional secara statistik lebih tinggi daripada anak-anak ayam yang mendapat perlakuan lain maupun kontrol (Gambar 23). Saat neonatal, walaupun tidak terdapat perbedaan secara nyata akan tetapi secara numerik tampak adanya perbedaan di ukuran tinggi vili ileum. Neonatal jantan yang menerima glutamin memiliki tinggi vili yang paling tinggi secara numerik. Tren ini terus berlanjut hingga anak ayam berumur 14 hari. Pertumbuhan vili tidak terbatas hanya bertambah tinggi, lebar basal dan apikal juga ikut meningkat. Tabel 9 menunjukkan bahwa lebar apikal dan lebar basal vili
54
anak ayam jantan yang mendapat glutamin pada masa embrional tumbuh lebih lebar di umur 14 hari. Pada pengukuran parameter vili ileum di umur 14 hari tampak adanya nilai deviasi yang bervariasi dan cukup besar. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel per perlakuan yang sedikit. Jumlah sample yang digunakan pada pengukuran usus halus adalah lima sample per perlakuan yang berasal dari lima ekor anak ayam. Sehingga total sample adalah 25 sample. Bila digunakan lebih banyak sampel dalam pengukuran usus halus sangat besar kemungkinan standar deviasi dari data yang diperoleh akan lebih kecil. Tabel 9 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili ileum ayam broiler jantan umur 14 hari Ileum
Perlakuan Ulangan
Kedalaman Kripta (µm)
5
140.20 ± 25.548
156.00 ± 46.152
Glutamin + Dextrin 147.00 ± 35.107
Lebar Apikal (µm)
5
58.00 ± 7.874a
42.00 ± 5.701b
30.00 ± 9.354b
37.00 ± 8.367b
Lebar Basal (µm)
5
159.40 ± 25.851a
109.00 ± 29.240ab
104.00 ± 33.801b
122.00 ± 27.065ab
Tinggi Vili (µm)
5
666.40 ± 59.702a
419.00 ± 29.875b
610.00 ± 151.451a
417.00 ± 47.645b
Luas Permukaan Vili (µm2)1
5
2597.03 ± 850.938
1533.49 ± 413.478
2783.00 ± 952.12
1868.98 ± 520.02
Glutamin
Dextrin
NaCl 0.5% 204.00 ± 59.833
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.05) 1 dihitung berdasarkan metode Iji et al. (2001)
55
700
600
500 a
b
a
400
b Glutamin Dextrin Glu + Dextrin
300
NaCl 200
a ab
100
a
b
b
b
ab
b
0 K Kripta
L Apikal
L Basal
T Vili
Gambar 23 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap deskripsi vili ileum ayam broiler jantan umur 14 hari
3000
2500
Glutamin 2000
Dextrin Glu + Dextrin NaCl
1500
1000 Luas Permukaan Vili
Gambar 24 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap luas permukaan vili ileum ayam broiler jantan umur 14 hari
56
Kripta adalah pusat proliferasi sel-sel enterosit sebelum mereka bermigrasi dan berdiferensiasi di sepanjang vili menuju puncak vili. Semakin dalam kripta, maka semakin banyak sel-sel enterosit yang siap bermigrasi dan berdiferensiasi. Saat neonatal, kedalaman kripta tertinggi ditemukan pada anak ayan yang mendapatkan kombinasi glutamin dan dextrin, dan tidak berbeda nyata terhadap glutamin dan NaCl 0.5%. Vili ileum berkembang optimal hingga hari ke-sepuluh pasca menetas. Kombinasi kripta yang lebih dalam saat neonatal dan suplai glutamin lebih banyak dibandingkan dengan pelakuan, menyebabkan sel-sel enterosit berproliferasi lebih cepat pada sepuluh hari pasca menetas sehingga menyebabkan vili ileum kelompok glutamin dan kombinasi glutamin dextrin tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Meskipun demikian tidak terdapat perbedaan yang nyata pada luas permukaan vili ileum di antara perlakuan dan kontrol (Gambar 24).
Performa Anak Ayam Tidak terdapat perbedaan tingkat konsumsi pakan yang nyata di antara perlakuan pada minggu pertama bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10). Berdasarkan pengamatan secara anatomis (Tabel 4) dan dari hasil analisa histologi usus halus neonatal jantan (Tabel 5, 6 dan 7) tidak terdapat suatu perbedaan yang nyata, oleh karena itu diduga kapasitas absorbsi pakan relatif sama. Tingkat konsumsi pakan dan kapasitas absorbsi pakan yang tidak berbeda nyata, mengakibatkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada pencapaian berat badan dan nilai konversi pakan di minggu pertama (Gambar 25, 26 dan 27). Ternyata hingga minggu kedua, tetap tidak terdapat suatu perbedaan yang nyata di antara perlakuan terhadap konsumsi pakan, berat badan anak ayam dan konversi pakan (Tabel 10). Kelompok glutamin dan kombinasi glutamin dexttin memiliki vili ileum yang paling tinggi diantara perlakuan dan kontrol. Akan tetapi belum tentu luas permukaan vili mereka yang terluas, sehingga kapasitas absorbsi makanan pada usus halus anak-anak ayam tersebut diduga relatif sama (Gambar 25, 26 dan 27). Dikatakan sebagai dugaan, karena pada penelitian ini tidak diukur
57
berapa jumlah vili per mm2, status keberadaan dan aktivitas reseptor pada sel usus dan lain-lain. Tabel 10 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap performa minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan
Umur (minggu)
Berat Badan (g/ekor)
Konsumsi Pakan (g/ekor)
Perlakuan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
1
182.16 ± 12.550
177.94 ± 10.949
177.56 ± 7.080
183.39 ± 7.867
2
477.00 ± 17.351
468.79 ± 20.291
468.86 ± 30.028
467.43 ± 20.056
1
135.10 ± 19.970
136.78 ± 5.861
143.00 ± 15.091
134.28 ± 30.002
2
556.82 ± 30.147
533.14 ± 39.413
561.32 ± 28.441
550.30 ± 35.443
1
0.74 ± 0.103
0.77 ± 0.026
0.80 ± 0.053
0.73 ± 0.167
2
1.17 ± 0.039
1.14 ± 0.104
1.20 ± 0.075
1.18 ± 0.106
FCR
600
500
gram/ekor
400
Glutamin Dextrin
300
Glu + Dextrin NaCl 200
100
0
Minggu 1
Minggu 2
Gambar 25 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap berat badan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan
58
600
500
gram/ekor
400
Glutamin 300
Dextrin Glu + Dextrin NaCl
200
100
0 Minggu 1
Minggu 2
Gambar 26 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap konsumsi pakan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan
1.6
1.2
Glutamin Dextrin
0.8
Glu + Dextrin NaCl
0.4
0 Minggu 1
Minggu 2
Gambar 27 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap konversi pakan minggu pertama dan kedua anak ayam broiler jantan
59
Energi Metabolisme Semu (AME) Energi metabolisme semu (AME) adalah energi pakan yang tersedia untuk proses metabolisme tubuh, disebut semu karena sulit untuk mengukur endogenous energy losses. Nilai AME didapat dengan mengurangkan nilai konsumsi energi dengan energi ekskreta. Pada Tabel 11 di bawah ini, tampak tidak adanya perbedaan yang nyata pada nilai AME dari masing-masing kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol. Tabel 11 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap AME ayam broiler jantan umur 15 hari Perlakuan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
Konsumsi Energi (Kal/g, x 103)
709.29 ± 81.126
684.82 ± 36.245
663.45 ± 44.599
688.40 ± 56.804
Energi Ekskreta (Kal/g x 103, )
180.72 ± 32.926a
186.49 ± 31.939a
146.57 ± 12.916b
163.91 ± 24.591ab
AME (Kal/g x 103, )
528.57 ± 60.501
498.34 ± 58.405
516.88 ± 45.041
524.48 ± 56.163
74.52
72.77
77.91
76.19
Rasio AME terhadap Konsumsi Energi (%)*
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0.05) * Tidak dilakukan analisa statistik
Anak ayam yang mendapat perlakuan kombinasi glutamin dan dextrin memiliki nilai energi ekskreta yang paling rendah di antara perlakuan lainnya dan kontrol (Gambar 28). Walaupun demikian nilai AME nya tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol karena konsumsi energinya yang paling rendah secara numerik. Bila dilihat dari persentase nilai AME terhadap konsumsi energi, tampak anak ayam yang mendapat kombinasi glutamin dan dextrin memiliki efisiensi terbaik secara numerik (77.91%). Hal ini berhubungan dengan luas permukaan vili ileum di umur 14 hari yang secara numerik paling baik di antara perlakuan dan kontrol.
60
800
600
Kal/g, 10
3
Glutamin 400
Dextrin Glu + Dextrin NaCl a
200
a
b
ab
0 Konsumsi Energi
Energi Ekskreta
AME
Gambar 28 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap AME ayam broiler jantan umur 15 hari
Energi Bruto Anak Ayam Energi bruto anak ayam adalah energi asal pakan yang disimpan oleh tubuh anak ayam yang kemudian digunakan untuk proses pemeliharaan tubuh (NEm) dan berproduksi (NEp). Tidak terdapat perbedaan energi bruto (GE) neonatal jantan yang nyata di antara perlakuan (Tabel 12). Neonatal jantan dari masing-masing kelompok perlakuan memiliki berat badan yang tidak berbeda nyata dan mengingat mereka berada pada umur serta memiliki jenis kelamin yang sama, maka mereka memiliki komposisi tubuh yang relatif sama sehingga perhitungan energi bruto mereka menunjukkan nilai yang tidak berbeda secara nyata.
61
Tabel 12 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap energi bruto (GE) embrio, neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 15 hari Perlakuan Glutamin
Dextrin
Glutamin + Dextrin
NaCl 0.5%
GE Embrio 18 hari Inkubasi (Kal/g, x 103)
27.09 ± 2.629
27.09 ± 2.629
27.09 ± 2.629
27.09 ± 2.629
GE Neonatal Jantan (Kal/g, x 103)
40.42 ± 3.334
41.98 ± 1.209
37.76 ± 4.915
39.11 ± 3.105
324.00 ± 32.396
303.59 ± 27.318
324.26 ± 22.290
310.72 ± 32.811
7.23
8.59
7.94
GE umur 15 Hari (Kal/g, x 103 )
Rasio GE umur 15 Hari terhadap GE Neonatal 8.02 Jantan (kali)* Keterangan: * Tidak dilakukan analisa statistik pada poin ini
Tidak terdapat perbedaan nilai GE umur 15 hari yang nyata di antara perlakuan dan kontrol. Akan tetapi, bila dilihat dari nilai peningkatan GE umur 15 hari terhadap GE neonatal, maka anak ayam yang mendapat kombinasi glutamin dan dextrin memiliki nilai tertinggi (8.59 kali) secara numerik. Hal ini berkaitan erat dengan rasio AME terhadap konsumsi energi. Anak ayam yang mendapat kombinasi glutamin dan dextrin memiliki rasio AME terhadap konsumsi energi yang paling baik secara numerik. Berarti dengan jumlah konsumsi energi yang sama, anak-anak ayam tersebut memiliki nilai AME yang lebih tinggi. Dengan demikian, anak ayam dari kelompok perlakuan tersebut dapat mencapai nilai GE yang tidak berbeda nyata dengan GE anak ayam yang mendapat glutamin di umur 15 hari (Gambar 29).
62
350
300
Kal/g, 103
250
Glutamin
200
Dextrin Glu + Dextrin 150
NaCl 0.5%
100
50
0 Embryo 18 hari inkubasi
DOC
Umur 15 hari
Gambar 29 Pengaruh pemberian glutamin, dextrin dan kombinasinya secara in ovo pada umur 18 hari inkubasi terhadap energi bruto (GE) embrio, neonatal jantan dan anak ayam jantan umur 15 hari Fraps (1944) menyatakan bahwa productive energy dipengaruhi oleh komposisi protein dan lemak tubuh. Dengan melihat berat badan yang tidak berbeda nyata serta nilai energi bruto tubuh yang tidak berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol, dapat disimpulkan bahwa komposisi tubuh mereka tidak berbeda nyata pula.
63
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan: Pemberian glutamin, dextrin maupun kombinasinya secara in ovo feeding tidak memberikan pengaruh yang positif terhadap daya tetas, berat tetas, performa dan pemanfaatan energi sejak akhir masa embrional hingga umur 15 hari pasca menetas. Saran: Aplikasi pemberian glutamin, dextrin serta kombinasinya secara in ovo dilakukan dengan tehnik micro tracer agar distribusi nutrien yang diberikan dapat dirunut.
DAFTAR PUSTAKA
[NAS] The National Academy of Science. 1981. Nutritional energetics of domestic animals and glossary of energy terms. Washington DC: NAS. Batal AB, Parson CM. 2002. Effect of fasting versus feeding oasis after hatching on nutrient utilization in chicks. Poultry Science 81: 853-859. Bhanja SK, Mandal AB, Agarwal SK, Majumdar S, Bhattacharyya A. 2007. Effect of in ovo injection of vitamins on the chick weight and post-hatch growth performance in broiler chickens. 16th European Symposium on Poultry Nutrition; Strasbourg, 26-30 Agustus 2007. Perancis: World’s Poultry Science Association. Bhattacharyya A, Majumdar S, Bhanja SK, Mandal AB, Dash BB, Agarwal SK. 2007. Effect of in ovo injection of glucose on growth, immunocompetence and development of digestive organs in turkey poults. 16th European Symposium on Poultry Nutrision; Strasbourg, 26-30 Agustus 2007. Perancis: World’s Poultry Science Association. Bigot K, Mignon-Grateau S, Picard M, Tesseraud S. 2003. Effects of delayed feed intake on body, intestine, and muscle development in neonate broilers. Poultry Science 82: 781-788. Bjonnes PO, Aulie A, Hoiby M. 1987. Effects of hypoxia on the metabolism of embryos and chicks of domestic fowl. Journal of Experimental Zoology 1: 209-212. Burrin DG. 2002. Gastrointestinal protein and amino acid metabolism in growing animals. Di dalam: Zabielski R, Gregory PC, Westrom B, editor. Biology of The Intestine in Growing Animals. Amsterdam: Elsevier Science. Burrin DG, Reeds PJ. 2001. Glutamine and the bowel. Journal of Nutrition 131: 2505S-2508S. Calder PC dan Newsholme P. 2002. Glutamine and the immune system. Di dalam: Calder PC, Field CJ, Gill HS, editor. Nutrition and Immune Function. Wallingford: CABI Publishing. Christensen VL, Wineland MJ, Fasenko GM, Donaldson WE. 2001. Egg storage effects on plasma glucose and supply and demand tissue glycogen concentrations of broiler embryos. Poultry Science 80: 1729-1735.
Christensen VL, Donaldson WE, Nestor KE. 1993. Effect of maternal dietary triiodothyronine on embryonic physiology of turkeys. Poultry Science 72: 2316-2327. Currid A, Ortega B, Valverde MA. 2004. Chloride secretion in a morphologically differentiated human colonic cell line that expresses the epithelial Na+ channel. Journal of Physiology 555: 241-250. Denbow DM. 2000. Gastrointestinal anatomy and physiology. Di dalam: Whittow GC, editor. Sturkie’s Avian Physiology. San Diego: Academic Press. Farrel DJ, Thomson E, du Preez JJ, Hayes JP. 1991. The estimation of endogenous excreta and the measurement of metabolizable energy in poultry feed-stuff using four feeding systems, four assay methods and four diets. British Poultry Science 32: 483-499. Ferket PR, Uni Z. 2006. Early Feeding – In ovo feeding enhances of early gut development and digestive capacity of poultry. XII European Poultry Conference; Verona, 2006. Italia: World’s Poultry Science Association. Foye, OT. 2005. The biochemical and molecular effects of amnionic nutrient administration, “in ovo feeding” on intestinal development and function and carbohydrate metabolism in turkey embryos and poults [disertasi]. North Carolina: Department of Poultry Science/Nutrition, North Carolina State University. Foye OT, Uni Z, Ferket PR. 2006. Effect of in ovo feeding egg white protein, βhydroxy-β-methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen status and neonatal growth of turkeys. Poultry Science 85: 1185-1192. Fraps GS. 1946. Composition dan productive energy of poultry feeds and ration. Texas Agricultural Experiment Station Bulletin No. 678. Fraps GS, Carlyle EC. 1944. Productive energy of corn meal, alfalfa leaf meal, dried buttermilk, casein, cottonseed meal, and tankage as measured by production of fat and flesh by growing chickens. Texas Agricultural Experiment Station Bulletin No. 600. Freeman BM. 1965. The relationship between oxygen consumption, body temperature and surface area in the hatching and young chick. British Poultry Science 6: 67-72. Gal-Gerber O, Mabjeesh SJ, Sklan D, Uni Z. 2000. Partial sequence and expression of the gene for and activity of the sodium-glucose transporter in the small intestine of fed, starved and re-fed chickens. Journal of Nutrition 130: 2174-2179.
66
Gonzales E, Kondo N, Saldanha ESPB, Loddy MM, Careghi C, Decuypere E. 2003. Performance and physiological parameters of broiler chickens subjected to fasting on the neonatal period. Poultry Science 82: 12501256. Groff J, Gropper S. 2000. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Belmont: Wadsworth. Iji PA, Hughes RJ, Choct M, Tivey DR. 2001. Intestinal structure and function of broiler chickens on wheat-based diets supplemented with a microbial enzyme. Asian-Australian Journal of Animal Science 14: 54-60. John et al. 1987. Pre and posthatch ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey embryos from antibiotic dan glucose treated eggs. Cytobios 49: 197-210. John et al. 1988. Metabolic changes in pectoral muscle and liver of turkey embryos in relation to hatching: influence of glucose and antibiotic treatment eggs. Poultry Science 67: 463-469. Leeson S, Summers, JD. 2001. Energy. Nutrition of The Chicken. Ontario: University Books. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid ke-1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principle of Biochemistry. MacLeod MG. 2002. Energy utilization: measurement and prediction. Di dalam: McNab JM, Boorman KN, editor. Poultry Feedstuff: Supply, Composition and Nutritive Value. Wallingford: CABI Publishing. Marchaim U, Kulka RG. 1967. The non-parallel increase of amylase, chymotrypsinogen and procarboxypeptidase in the developing chick pancreas. Biochimica et Biophysica Acta 146: 553-559. Marchini et al. 1999. Effect of intravenous glutamine on duodenal mucosa protein synthesis in healthy growing dogs. American Journal of Physiology (Endocrinology Metabolism. 39) 276: E747-E753. Mittendorfer B, Volpi E, Wolfe RR. 2001. Whole body and skeletal muscle glutamine metabolism in healthy subjects. American Journal of Physiology 280: E323-E333. Moran ET. 1985. Digestion and absorption in fowl and events through prenatal development. Journal of Nutrition 115: 665 – 674. Neu, J. 2000. Glutamine: Role in the fetus and low-birthweight infant. NeoReviews 1: E215-E221.
67
Noble RC, Ogunyemi D. 1989. Lipid changes in the residual yolk and liver of the chick immediately after hatching. Biology of The Neonate 56: 228-236. Noy Y, Geyra A, Sklan D. 2001. The effect of early feeding on growth and small intestinal development in the posthatch poult. Poultry Science 80: 912919. Noy Y, Sklan D. 2001. Yolk and exogenous feed utilization in the posthatch chick. Poultry Science 80: 1490-1495. Noy Y, Sklan D. 2000. Hydrolisis and absorption in the small intestines of posthatch chicks. Poultry Science 79: 1306-1310. Noy Y, Sklan D. 2002. Nutrient use in chicks during the first week posthatch. Poultry Science 81: 391-399. Noy Y, Sklan D. 1998a. Yolk utilization in the newly hatched poult. British Poultry Science 39: 446-451. Noy Y, Sklan D. 1998b. Metabolic responses to early nutrition. Journal of Applied Poultry Research 7: 437-451. Ohta Y, Tsushima N, Koide K, Kidd MT, Ishibashi T. 1999. Effect of amino acid injection in broiler breeder eggs on embryonic growth and hatchability of chicks. Poultry Science 78: 1493-1498. Ohta Y, Kidd MT. 2001. Optimum site for in ovo amino acid injection in broiler breeder eggs. Poultry Science 80: 1425-1429. Ohta Y, Kidd MT, Ishibashi T. 2001. Embryo growth and amino acid concentration profiles of broiler breeder eggs, embryos, and chicks after in ovo administration of amino acids. Poultry Science 80: 1430-1436. Pedroso et al. 2006. Nutrient inoculation in eggs from heavy breeders. Revista Brasileira de Zootecnia 35: 2018-2026 Romanoff AL. 1960. The Avian Embryo. New York: The McMillan Company. Rosebourgh RW, Geis E, Henderson K, Frobish LT. 1978a. Glycogen depletion and repletion in the chick. Poultry Science 57: 1460-1462. Rosebourgh RW, Geis E, Henderson K, Frobish LT. 1978b. Glycogen metabolism in the turkey embryo and poult. Poultry Science 57: 747-751. Sakomura NK, Longo FA, Oviedo-Rondon EO, Boa-Viagem C, Ferraudo A. 2005. Modeling energy utilization and growth parameter description for broiler chickens. Poultry Science 84: 1363-1369.
68
Sklan D. 2001. Development of the digestive tract of poultry. World’s Poutry Science Journal 57: 415-427. Smirnov A, Tako E, Ferket PR, Uni Z. 2006. Mucin gene expression and mucin content in the chicken intestinal goblet cells are affected by in ovo feeding of carbohydrates. Poultry Science 85: 669-673. Speake BK, Noble R, Murray A. 1998. The utilization of yolk lipids by the chick embryo. World’s Poultry Science Journal 54: 319-334. Souba WW. 1993. Intestinal glutamine metabolism and nutrition. Journal of Nutrition and Biochemistry 4: 2-9. Stinson AW, Calhoun ML. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Hartono R, penerjemah; Dellmann HD, Brown EM, editor. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary Histology. Tako E, Ferket PR, Uni Z. 2004. Effects of in ovo feeding of carbohydrate and βhydroxy-β-methylbutyrate on the development of chicken intestine. Poultry Science 83: 2023-2028. Tako E, Ferket PR, Uni Z. 2005. Changes in chicken intestinal zinc exporter mRNA expression and small intestine functionality following intraamniotic zinc-methionine administration. Journal of Nutritional Biochemistry 16: 339-346. Uni Z, Tako E, Gal-Garber O, Sklan D. 2003b. Morphological, molecular, and functional changes in the chicken small intestine of the late-term embryo. Poultry Science 82: 1747-1754. Uni Z, Ferket PR. 2004. Methods for early nutrition and their potential. World’s Poultry Science Journal 60: 101-111. Uni Z, Ferket PR, Tako E, Kedar O. 2005. In ovo feeding improves energy status of late-term chicken embryos. Poultry Science 84: 764-770. Uni Z, Noy Y, Sklan D. 1999. Posthatch development of small intestine function in poult. Poultry Science 78: 215-222. Wilson PD. 2005. Ileum. http://www.vetmed.wsu.edu/VAn308/ileum.html [19 Sep 2006]. Yi GF, Allee GL, Knight CD, Dibner JJ. 2005. Impact of glutamine and oasis hatchling supplement on growth performance, small intestine morphology, and immune response of broiler vaccinated and challenge with eimeria maxima. Poultry Science 84: 283-293.
69
Zhar W, Neuman SL, Hester PY. 2006. The effect of in ovo injection of Lcarnitine on hatch rate of white leghorn eggs. Poultry Science Association. http://www.poultryscience.org/psa06/abstracts/psabs145.pdf [5 Oktober 2006]
70
Lampiran 1 Analisa Statistika Berat Tetas
Tabel 1.1 Anova berat tetas Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
4
21.920
5.480
1.879
0.115
Galat
245
714.580
2.917
Total
249
736.500
Perlakuan
Uji tukey berat tetas Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor)
41.720
1.666
A
Kontrol (gram/ekor)
41.700
1.919
A
NaCl (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor)
41.600
1.629
A
41.560
1.327
A
40.920
1.926
A
Dextrin (gram/ekor)
Lampiran 2 Analisa Statistika Performa Anak Ayam
Tabel 2.1 Anova berat badan minggu pertama Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
130.429
43.476
0.450
0.7231
Galat
16
1557.663
97.354
Total
19
1688.092
Uji tukey berat badan minggu pertama Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (gram/ekor)
183.389
7.867
A
Glutamin (gram/ekor)
182.162
12.55
A
Dextrin (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor)
177.944
10.949
A
177.555
7.080
A
Tabel 2.2 Anova konsumsi pakan minggu pertama Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
233.602
77.867
0.200
0.8952
Galat
16
6244.016
390.251
Total
19
6477.618
Uji tukey konsumsi pakan minggu pertama Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
143.000
15.091
A
136.780
5.861
A
Glutamin (gram/ekor)
135.100
19.97
A
NaCl (gram/ekor)
134.280
30.002
A
Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
72
Tabel 2.3 Anova FCR minggu pertama Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
0.015
0.005
0.470
0.705
Galat
16
0.168
0.011
Total
19
0.183
Uji tukey FCR minggu pertama Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin
0.804
0.053
A
Dextrin
0.770
0.026
A
Glutamin
0.742
0.103
A
NaCl
0.734
0.167
A
Tabel 2.4 Anova berat badan minggu kedua Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
286.598
95.532
0.190
0.902
Galat
16
8065.567
504.098
Total
19
8352.164
Uji tukey berat badan minggu kedua Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
477.000
17.351
A
468.860
30.023
A
468.790
20.291
A
NaCl (gram/ekor)
467.430
20.056
A
73
Tabel 2.5 Anova konsumsi pakan minggu kedua Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
2291.902
763.967
0.670
0.580
Galat
16
18109.548
1131.847
Total
19
20401.450
Uji tukey konsumsi pakan minggu kedua Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
561.320
28.441
A
556.820
30.147
A
NaCl (gram/ekor)
550.300
35.443
A
Dextrin (gram/ekor)
533.140
39.412
A
Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Glutamin (gram/ekor)
Tabel 2.6 Anova FCR minggu kedua Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
0.010
0.003
0.440
0.731
Galat
16
0.117
0.007
Total
19
0.126
Uji tukey FCR minggu kedua Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin
1.200
0.075
A
NaCl
1.180
0.106
A
Glutamin
1.167
0.039
A
Dextrin
1.140
0.104
A
74
Lampiran 3 Analisa Statistika Usus Halus Neonatal Jantan
Tabel 3.1 Anova berat tetas jantan Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
3
7.350
2.450
1.556
0.239
Galat
16
25.200
1.575
Total
19
32.550
Uji tukey berat badan tetas jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
39.600
1.673
A
39.200
0.837
A
38.600
0.548
A
Glutamin (gram/ekor)
38.000
1.581
A
Tabel 3.2 Anova berat usus halus total neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.093
Kuadrat Tengah 0.031 0.010
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.161
Total
19
0.254
F Hitung
P
3.064
0.058
Uji tukey berat usus halus total neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (gram)
1.466
0.104
A
Glutamin + Dextrin (gram)
1.462
0.137
A
Dextrin (gram)
1.359
0.054
A
Glutamin (gram)
1.307
0.088
A
75
Tabel 3.3 Anova panjang usus halus total neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
23.594
Kuadrat Tengah 7.865 5.130
Jumlah Kuadrat
Galat
16
82.072
Total
19
105.666
F Hitung
P
1.533
0.244
Uji tukey panjang usus halus total neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (cm)
44.880
2.57
A
Glutamin + Dextrin (cm)
43.700
1.598
A
NaCl (cm)
43.640
2.723
A
Dextrin (cm)
41.840
1.986
A
Tabel 3.4 Anova berat pankreas neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.001
Kuadrat Tengah 0.000 0.000
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.003
Total
19
0.004
F Hitung
P
1.391
0.282
Uji tukey berat pankreas neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram)
0.088
0.012
A
NaCl (gram)
0.080
0.024
A
Glutamin + Dextrin (gram)
0.077
0.005
A
Dextrin (gram)
0.069
0.012
A
76
Tabel 3.5 Anova berat duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.018
Kuadrat Tengah 0.006 0.001
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.022
Total
19
0.041
F Hitung
P
4.361
0.020
Uji tukey berat duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (gram)
0.501
0.035
A
Glutamin + Dextrin (gram)
0.450
0.046
AB
Glutamin (gram)
0.429
0.03
B
Dextrin (gram)
0.424
0.037
B
Tabel 3.6 Anova panjang duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
1.354
Kuadrat Tengah 0.451 0.343
Jumlah Kuadrat
Galat
16
5.488
Total
19
6.842
F Hitung
P
1.316
0.304
Uji tukey panjang duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (cm)
9.560
0.518
A
Glutamin + Dextrin (cm)
9.100
0.742
A
Dextrin (cm)
8.980
0.327
A
Glutamin (cm)
8.880
0.669
A
77
Tabel 3.7 Anova berat jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.010
Kuadrat Tengah 0.003 0.003
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.050
Total
19
0.059
F Hitung
P
1.026
0.407
Uji tukey berat jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (gram)
0.502
0.028
A
Glutamin + Dextrin (gram)
0.490
0.094
A
Dextrin (gram)
0.488
0.03
A
Glutamin (gram)
0.445
0.044
A
Tabel 3.8 Anova panjang jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
2.241
Kuadrat Tengah 0.747 3.519
Jumlah Kuadrat
Galat
16
56.308
Total
19
58.550
F Hitung
P
0.212
0.886
Uji tukey panjang jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (cm)
19.000
1.731
A
NaCl (cm)
18.680
1.453
A
Dextrin (cm)
18.460
1.346
A
Glutamin + Dextrin (cm)
18.080
2.675
A
78
Tabel 3.9 Anova berat ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.025
Kuadrat Tengah 0.008 0.004
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.057
Total
19
0.083
F Hitung
P
2.359
0.110
Uji tukey berat ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (gram)
0.444
0.080
A
NaCl (gram)
0.383
0.058
A
Dextrin (gram)
0.377
0.032
A
Glutamin (gram)
0.346
0.059
A
Tabel 3.10 Anova panjang ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
20.374
Kuadrat Tengah 6.791 4.372
Jumlah Kuadrat
Galat
16
69.948
Total
19
90.322
F Hitung
P
1.553
0.239
Uji tukey panjang ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (cm)
17.000
0.935
A
Glutamin + Dextrin (cm)
16.520
2.527
A
NaCl (cm)
15.400
2.632
A
Dextrin (cm)
14.400
1.817
A
79
Lampiran 4 Analisa Statistika Vili Duodenum Neonatal Jantan
Tabel 4.1 Anova tinggi vili duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
19420.200
Kuadrat Tengah 6473.400 5977.925
Jumlah Kuadrat
Galat
16
95646.800
Total
19
115067.000
F Hitung
P
1.083
0.385
Uji tukey tinggi vili duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (µm)
495.600
72.590
A
NaCl (µm)
473.600
75.910
A
Glutamin + Dextrin (µm)
427.400
85.909
A
Glutamin (µm)
421.400
74.161
A
Tabel 4.2 Anova lebar apikal vili duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
129.750
Kuadrat Tengah 43.250 101.950
Jumlah Kuadrat
Galat
16
1631.200
Total
19
1760.950
F Hitung
P
0.424
0.738
Uji tukey lebar apikal vili duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (µm)
44.600
9.072
A
Dextrin (µm)
44.000
13.693
A
Glutamin (µm)
43.400
9.659
A
NaCl (µm)
38.200
6.686
A
80
Tabel 4.3 Anova lebar basal vili duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
531.600
Kuadrat Tengah 177.200 302.400
Jumlah Kuadrat
Galat
16
4838.400
Total
19
5370.000
F Hitung
P
0.586
0.633
Uji tukey lebar basal vili duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (µm)
110.000
7.483
A
Glutamin + Dextrin (µm)
110.000
21.541
A
Glutamin (µm)
106.600
12.054
A
Dextrin (µm)
97.400
23.33
A
Tabel 4.4 Anova kedalaman kripta vili duodenum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
754.600
Kuadrat Tengah 251.533 401.725
Jumlah Kuadrat
Galat
16
6427.600
Total
19
7182.200
F Hitung
P
0.626
0.609
Uji tukey kedalaman kripta vili duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (µm)
101.800
24.793
A
Dextrin (µm)
89.200
17.398
A
Glutamin (µm)
87.800
14.043
A
Glutamin + Dextrin (µm)
86.400
22.188
A
81
Tabel 4.5 Anova luas permukaan vili duodenum neonatal jantan Derajat Bebas 3
Perlakuan
435550.354
Kuadrat Tengah 145183.451 312745.220
Jumlah Kuadrat
Galat
16
5003923.517
Total
19
5439473.871
F Hitung
P
0.460
0.711
Uji tukey luas permukaan vili duodenum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
1904.539
557.505
A
1636.490
411.022
A
Glutamin + Dextrin (µm )
1590.610
746.865
A
Glutamin (µm2)
1511.860
461.977
A
NaCl (µm2) 2
Dextrin (µm ) 2
82
Lampiran 5 Analisa Statistika Vili Jejunum Neonatal Jantan
Tabel 5.1 Anova tinggi vili jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
14979.600
Kuadrat Tengah 4993.200 5541.850
Jumlah Kuadrat
Galat
16
88669.600
Total
19
103649.200
F Hitung
P
0.901
0.462
Uji tukey tinggi vili jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (µm)
337.200
88.273
A
Glutamin + Dextrin (µm)
324.600
73.132
A
Glutamin (µm)
283.200
24.793
A
NaCl (µm)
271.800
91.753
A
Tabel 5.2 Anova lebar apikal vili jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
118.150
Kuadrat Tengah 39.383 33.150
Jumlah Kuadrat
Galat
16
530.400
Total
19
648.550
F Hitung
P
1.188
0.346
Uji tukey lebar apikal vili jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (µm)
32.800
7.190
A
Glutamin (µm)
30.400
3.578
A
NaCl (µm)
27.600
7.335
A
Glutamin + Dextrin (µm)
26.600
3.782
A
83
Tabel 5.3 Anova lebar basal vili jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
1176.200
Kuadrat Tengah 392.067 172.750
Jumlah Kuadrat
Galat
16
2764.000
Total
19
3940.200
F Hitung
P
2.270
0.120
Uji tukey lebar basal vili jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (µm)
87.400
11.283
A
Glutamin + Dextrin (µm)
84.200
13.18
A
Glutamin (µm)
72.400
10.139
A
NaCl (µm)
69.200
16.947
A
Tabel 5.4 Anova kedalaman kripta vili jejunum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
654.950
Kuadrat Tengah 218.317 147.125
Jumlah Kuadrat
Galat
16
2354.000
Total
19
3008.950
F Hitung
P
1.484
0.257
Uji tukey kedalaman kripta vili jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (µm)
79.800
14.290
A
Glutamin + Dextrin (µm)
70.400
8.385
A
Glutamin (µm)
66.200
12.337
A
NaCl (µm)
65.400
12.720
A
84
Tabel 5.5 Anova luas permukaan vili jejunum neonatal jantan Derajat Bebas 3
Perlakuan
776018.482
Kuadrat Tengah 258672.827 183291.239
Jumlah Kuadrat
Galat
16
2932659.819
Total
19
3708678.301
F Hitung
P
1.410
0.276
Uji tukey luas permukaan vili jejunum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (µm )
1428.680
647.722
A
2
1260.170
348.432
A
975.890
419.711
A
962.190
126.722
A
2
Dextrin (µm ) 2
NaCl (µm ) 2
Glutamin (µm )
85
Lampiran 6 Analisa Statistika Vili Ileum Neonatal Jantan
Tabel 6.1 Anova tinggi vili ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
37640.950
Kuadrat Tengah 12546.983 6060.175
Jumlah Kuadrat
Galat
16
96962.800
Total
19
134603.750
F Hitung
P
2.070
0.145
Uji tukey tinggi vili ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (µm)
348.000
115.579
A
Glutamin + Dextrin (µm)
265.600
59.404
A
Dextrin (µm)
246.200
60.346
A
NaCl (µm)
239.200
60.924
A
Tabel 6.2 Anova lebar apikal vili ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
45.800
Kuadrat Tengah 15.267 24.500
Jumlah Kuadrat
Galat
16
392.000
Total
19
437.800
F Hitung
P
0.623
0.610
Uji tukey lebar apikal vili ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (µm)
25.800
5.541
A
Glutamin + Dextrin (µm)
25.400
4.336
A
NaCl (µm)
22.800
6.099
A
Dextrin (µm)
22.400
3.362
A
86
Tabel 6.3 Anova lebar basal vili ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
781.800
Kuadrat Tengah 260.600 243.525
Jumlah Kuadrat
Galat
16
3896.400
Total
19
4678.200
F Hitung
P
1.070
0.390
Uji tukey lebar basal vili ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (µm)
76.200
9.706
A
Glutamin (µm)
73.200
11.606
A
NaCl (µm)
72.000
24.678
A
Dextrin (µm)
59.800
11.670
A
Tabel 6.4 Anova kedalaman kripta vili ileum neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
2655.750
Kuadrat Tengah 885.250 128.925
Jumlah Kuadrat
Galat
16
2062.800
Total
19
4718.550
F Hitung
P
6.866
0.003
Uji tukey kedalaman kripta vili ileum neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (µm)
89.000
16.477
A
NaCl (µm)
71.200
9.203
AB
Glutamin (µm)
69.800
8.701
AB
Dextrin (µm)
56.600
9.154
B
87
Tabel 6.5 Anova luas permukaan vili ileum neonatal jantan Derajat Bebas 3
Perlakuan
2905502.550
Kuadrat Tengah 968500.850 556119.670
Jumlah Kuadrat
Galat
16
8897914.640
Total
19
11803417.200
F Hitung
P
1.740
0.199
Uji tukey luas permukaan vili ileum neonatal jantan
2
Glutamin (µm ) 2
Glutamin + Dextrin (µm ) 2
NaCl (µm ) 2
Dextrin (µm )
Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
1334.24
398.306
A
1119.75
462.881
A
989.23
278.147
A
920.51
283.808
A
88
Lampiran 7 Analisa Statistika Usus Halus Anak Ayam Jantan Umur 14 Hari
Tabel 7.1 Anova berat badan umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
4296.742
Kuadrat Tengah 1432.247 1312.090
Jumlah Kuadrat
Galat
16
20993.440
Total
19
25290.182
F Hitung
P
1.092
0.381
Uji tukey berat badan umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor)
392.760
40.135
A
Dextrin (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) NaCl (gram/ekor)
369.520
36.003
A
358.080
46.018
A
355.760
14.954
A
Tabel 7.2 Anova berat pankreas umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.230
Kuadrat Tengah 0.076 0.046
Jumlah Kuadrat
Galat
16
0.740
Total
19
0.970
F Hitung
P
1.654
0.217
Uji tukey berat pankreas umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
1.580
0.249
A
1.460
0.195
A
Glutamin (gram/ekor)
1.460
0.241
A
NaCl (gram/ekor)
1.280
0.164
A
Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
89
Tabel 7.3 Anova berat duodenum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.268
Kuadrat Tengah 0.089 0.483
Jumlah Kuadrat
Galat
16
7.724
Total
19
7.992
F Hitung
P
0.185
0.905
Uji tukey berat duodenum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
4.480
0.944
A
4.380
0.650
A
4.220
0.642
A
NaCl (gram/ekor)
4.200
0.453
A
Tabel 7.4 Anova panjang duodenum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
5.788
Kuadrat Tengah 1.929 3.975
Jumlah Kuadrat
Galat
16
63.600
Total
19
69.388
F Hitung
P
0.485
0.697
Uji tukey panjang duodenum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (cm)
21.060
1.967
A
Glutamin (cm)
20.440
1.856
A
Glutamin + Dextrin (cm)
19.820
2.402
A
NaCl (cm)
19.720
1.678
A
90
Tabel 7.5 Anova berat jejunum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.265
Kuadrat Tengah 0.088 1.215
Jumlah Kuadrat
Galat
16
19.440
Total
19
19.706
F Hitung
P
0.073
0.974
Uji tukey berat jejunum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor)
6.620
1.040
A
NaCl (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) Dextrin (gram/ekor)
6.560
0.850
A
6.560
1.276
A
6.320
1.195
A
Tabel 7.6 Anova panjang jejunum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
27.652
Kuadrat Tengah 9.217 10.743
Jumlah Kuadrat
Galat
16
171.880
Total
19
199.532
F Hitung
P
0.858
0.483
Uji tukey panjang jejunum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (cm)
50.140
3.542
A
Glutamin (cm)
49.320
1.746
A
Dextrin (cm)
48.720
3.648
A
Glutamin + Dextrin (cm)
46.940
3.751
A
91
Tabel 7.7 Anova berat ileum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
0.962
Kuadrat Tengah 0.321 0.748
Jumlah Kuadrat
Galat
16
11.964
Total
19
12.926
F Hitung
P
0.429
0.735
Uji tukey berat ileum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (gram/ekor) Glutamin + Dextrin (gram/ekor) NaCl (gram/ekor)
4.560
0.976
A
4.380
0.861
A
4.240
0.888
A
Dextrin (gram/ekor)
3.960
0.713
A
Tabel 7.8 Anova panjang ileum umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
60.454
Kuadrat Tengah 20.151 36.853
Jumlah Kuadrat
Galat
16
589.652
Total
19
650.106
F Hitung
P
0.547
0.657
Uji tukey panjang ileum umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (cm)
48.800
3.154
A
Glutamin (cm)
47.140
3.775
A
Dextrin (cm)
44.800
10.981
A
Glutamin + Dextrin (cm)
44.600
1.626
A
92
Lampiran 8 Analisa Statistika Vili Ileum Anak Ayam Jantan Umur 14 Hari
Tabel 8.1 Anova kedalaman kripta ileum anak ayam jantan umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
12500.400
Kuadrat Tengah 4166.800 1898.800
Jumlah Kuadrat
Galat
16
30380.800
Total
19
42881.200
F Hitung
P
2.194
0.128
Uji tukey kedalaman kripta ileum anak ayam jantan umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
NaCl (µm)
204.000
59.833
A
Dextrin (µm)
156.000
46.152
A
Glutamin + Dextrin (µm)
147.000
35.107
A
Glutamin (µm)
140.200
25.548
A
Tabel 8.2 Anova lebar apikal ileum anak ayam jantan umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
2123.750
Kuadrat Tengah 707.917 63.000
Jumlah Kuadrat
Galat
16
1008.000
Total
19
3131.750
F Hitung
P
11.237
0.000
Uji tukey lebar apikal ileum anak ayam jantan umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (µm)
58.000
7.874
A
Dextrin (µm)
42.000
5.701
B
NaCl (µm)
37.000
8.367
B
Glutamin + Dextrin (µm)
30.000
9.354
B
93
Tabel 8.3 Anova lebar basal ileum anak ayam jantan umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
9407.600
Kuadrat Tengah 3135.867 849.575
Jumlah Kuadrat
Galat
16
13593.200
Total
19
23000.800
F Hitung
P
3.691
0.034
Uji tukey lebar basal ileum anak ayam jantan umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (µm)
159.400
25.851
A
NaCl (µm)
122.000
27.065
AB
Dextrin (µm)
109.000
29.240
AB
Glutamin + Dextrin (µm)
104.000
33.801
B
Tabel 8.4 Anova tinggi vili ileum anak ayam jantan umur 14 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 3
250402.600
Kuadrat Tengah 83467.533 7416.075
Jumlah Kuadrat
Galat
16
118657.200
Total
19
369059.800
F Hitung
P
11.255
0.000
Uji tukey tinggi vili ileum anak ayam jantan umur 14 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (µm)
666.400
59.702
A
Glutamin + Dextrin (µm)
610.000
151.451
A
Dextrin (µm)
419.000
29.875
B
NaCl (µm)
417.000
47.645
B
94
Tabel 8.5 Anova luas permukaan vili ileum anak ayam jantan umur 14 hari Derajat Bebas 3
Perlakuan
5256252.520
Kuadrat Tengah 1752084.170 518002.190
Jumlah Kuadrat
Galat
16
8288035.100
Total
19
13544287.610
F Hitung
P
3.380
0.044
Uji tukey luas permukaan vili ileum anak ayam jantan umur 14 hari
2
Glutamin + Dextrin (µm ) 2
Glutamin (µm ) 2
NaCl (µm ) 2
Dextrin (µm )
Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
2783.000
952.121
A
2597.028
850.938
A
1868.984
520.016
A
1533.490
413.478
A
95
Lampiran 9 Analisa Statistika AME Umur 15 Hari
Tabel 9.1 Anova energi bruto konsumsi umur 15 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 5
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
15900.024
3180.005
0.940
0.465
3398.285
Galat
54
183507.404
Total
59
199407.428
Type I SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
15856.001
5285.333
1.560
0.211
Replikasi
2
44.023
22.012
0.010
0.994
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
15856.001
5285.333
1.560
0.211
Replikasi
2
44.023
22.012
0.010
0.994
Uji tukey energi bruto konsumsi umur 15 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (Kal/g)
709.285
81.125
A
NaCl (Kal/g)
688.397
56.803
A
Dextrin (Kal/g)
684.821
36.244
A
Glutamin + Dextrin (Kal/g)
663.446
44.598
A
Tabel 9.2 Anova energi ekskreta umur 15 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 5
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
14571.962
2914.392
4.550
0.002
639.980
Galat
54
34558.907
Total
59
49130.869
96
Type I SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
14570.818
4856.939
7.590
0.000
Replikasi
2
1.144
0.572
0.000
0.999
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
14570.818
4856.939
7.590
0.000
Replikasi
2
1.144
0.572
0.000
0.999
Uji tukey energi ekskreta umur 15 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (Kal/g)
186.486
29.592
A
Glutamin (Kal/g)
180.720
30.489
A
NaCl (Kal/g)
163.914
22.795
AB
Glutamin + Dextrin (Kal/g)
146.569
11.986
B
Tabel 9.3 Anova AME umur 15 hari
Perlakuan
Derajat Bebas 5
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
8102.816
1620.563
0.590
0.704
2724.107
Galat
54
147101.780
Total
59
155204.616
Perlakuan
Derajat Bebas 3
Replikasi
2
Perlakuan
Derajat Bebas 3
Replikasi
2
Type I SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
8071.775
2690.592
0.990
0.406
31.041
15.521
0.010
0.994
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
8071.775
2690.592
0.990
0.406
31.041
15.521
0.010
0.994
97
Uji tukey AME umur 15 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin (Kal/g)
528.570
56.017
A
NaCl (Kal/g)
524.480
52.014
A
Glutamin + Dextrin (Kal/g)
516.880
51.688
A
Dextrin (Kal/g)
498.340
54.090
A
98
Lampiran 10 Analisa Statistika Energi Bruto Anak Ayam
Tabel 10.1 Anova energi bruto neonatal jantan
Perlakuan
Derajat Bebas 3
48.792
Kuadrat Tengah 16.264 11.595
Jumlah Kuadrat
Galat
16
185.516
Total
19
234.309
F Hitung
P
1.403
0.278
Uji tukey energi bruto neonatal jantan Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Dextrin (Kal/g)
41.982
1.209
A
Glutamin (Kal/g)
40.412
3.334
A
NaCl (Kal/g)
39.113
3.105
A
Glutamin + Dextrin (Kal/g)
37.762
4.915
A
Tabel 10.2 Anova energi bruto ayam jantan umur 15 hari Derajat Bebas 5
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
4707446883.574
941489376.715
1.129
0.356
Galat
54
45021568198.205
833732744.411
Total
59
49729015081.778
Perlakuan
Type I SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
4706268491.284
1568756163.761
1.882
0.144
Replikasi
2
1178392.290
589196.145
0.001
0.999
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hitung
P
Perlakuan
Derajat Bebas 3
4706268491.284
1568756163.761
1.882
0.144
Replikasi
2
1178392.290
589196.145
0.001
0.999
99
Uji tukey energi bruto ayam jantan umur 15 hari Rata-Rata
Standar Deviasi
Notasi
Glutamin + Dextrin (Kal/g)
324256.091
22289.88
A
Glutamin (Kal/g)
324003.985
32396.22
A
NaCl (Kal/g)
310716.151
310716.15
A
Dextrin (Kal/g)
303585.388
27317.77
A
100