TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia gendarusa, Burm f.) MENGHAMBAT PROSES PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT
RUSMIATIK NIM. 0790761018
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
1
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia gendarusa, Burm f.) MENGHAMBAT PROSES PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
RUSMIATIK NIM. 0790761018
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
i
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI Pada Tanggal : 24 Juni 2013
PEMBIMBING I,
Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK NIP.194606191976021001
PEMBIMBING II,
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp,And.FAACS NIP.194612131971071001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana,
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS NIP. 194612131971071001
ii
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP.195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 03 Juni 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 0735/UN14.4/HK/2013
Ketua
:
Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
Anggota
:
1. Prof. Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp,And. FAACS 2.Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.sc., Sp,And 3.Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., ph.D 4.dr. A.A.A.N.Susraini, Sp.PA (K)
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas segala Rahmat dan Kasih SayangNYA sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Sepenuh cinta untuk Rasulullah S.A.W, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah baginya, ahlulbait dan para sahabatnya, sebagai pembuka cahaya ilmu dan hikmah. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Made Bakta. Sp.PD(K) sebagai Rektor Universitas Udayana dan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih dengan ketulusan serta rasa hormat kepada : 1. Prof. Dr. dr. I. Made Subratha, MS., Sp.And (Alm) yang begitu tulus memberi semangat dan dukungan moril hingga akhir hayat, agar penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik, semoga Tuhan membalas segala kebaikan beliau dengan banyak kebaikan disisi NYA. 2. Prof.. dr . I . Gusti Made Aman Sp.FK, sebagai Dosen Pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 3. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS. Sebagai ketua Program Studi Kekhususan Kedokteran Anti Penuaan dan Dosen Pembimbing II. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa
pada program magister Anti-aging medicine. Terimakasih atas kepercayaan, kesempatan dan bimbingan yang sangat berharga 4. Prof. Dr. dr. J. Alex . Pangkahila, MSc, Sp.And sebagai dosen dan penguji tesis atas ilmu, bimbingan, dan saran yang sangat berguna selama menyelesaikan studi dan penyusunan tesis.
iv
5. Prof. Dr . dr N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, sebagai dosen dan penguji tesis atas ilmu, bimbingan, saran dan koreksi selama menyelesaikan studi dan penyusunan tesis. 6. dr A.A.A.N Susraini, Sp.PA (K), selaku dosen dan penguji tesis, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini menjadi jauh lebih baik. 7. Seluruh dosen Ilmu Biomedik Kedokteran Anti Penuaan atas ilmu dan bimbingan yang sangat bermanfaat. 8. Seluruh staf dan civitas akademika fakultas kedokteran khususnya program pasca sarjana, program magister Ilmu Biomedik terima kasih atas bantuanya selama penulis menempuh pendidikan. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih yang besar kepada keluarga tercinta: Ayah dan Ibunda tercinta H.M. Hamdin dan Hj.Rusnik, adik-adik tersayang Ira, Denik, Nia, Yani dan Qonita Almira, atas doa, cinta kasih, dukungan dan toleransi yang sangat luar biasa. Terima kasih juga untuk suami Ahmad subhan, dan anakku terkasih Ahmad Manomayakosha atas dukungan dan pengorbanannya menemani penulis selama menyelesaikan pendidikan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan masukan/ide, kritik dan saran yang membangun untuk memperbaikinya. Semoga kebaikan dan ketulusan hati semua pihak yang membantu terwujudnya penulisan tesis ini mendapat limpahan kebaikan yang serupa dari Allah SWT, Tuhan semesta Alam.
Denpasar, Juni 2013 Penulis
v
ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN GANDARUSA (Justicia gendarusa, Burm f.) MENGHAMBAT PROSES PENUAAN OVARIUM PADA MARMUT. Penuaan merupakan proses alamiah yang diikuti penurunan fungsi organ tubuh. Anti-Aging Medicine (AAM) Ilmu kedokteran yang didasarkan pada penerapan ilmu terkini dan teknologi-teknologi kedokteran untuk deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan pengembalian berbagai disfungsi yang berkaitan dengan usia dan penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun gandarusa (justicia gendarusa Burm .f) dapat menghambat proses penuaan pada ovarium marmut. Rancangan penelitian ini adalah posttest only control group design, terdiri dari empat kelompok. Besar sampel 28 ekor marmut betina berusia 24 bulan, berat badan 600-650 gram. Pemilihan sampel secara random. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan waktu perlakuan 28 hari. Kelompok kontrol diberikan 6 ml aquadest dan kelompok perlakuan masing – masing diberikan ekstrak daun gandarusa 6 ml peroral 2 kali sehari sesuai dosis. Sesudah perlakuan dilakukan pembedahan, pembuatan preparat histologi ovarium, dan pengamatan menggunakan mikroskop. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan komparatif dengan bantuan komputer. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah folikel skunder, dan mengurangi terbentuknya kista fungsional secara bermakna dengan nilai (p<0,05) pada kelompok perlakuan, disebabkan kemampuan ekstrak daun gandarusa sebagai fitoestrogen dan antioksidan alami menghambat terbentuknya radikal bebas, sehingga melindungi DNA dan sel dari kerusakan. Simpulan : ekstrak daun gandarusa meningkatkan jumlah folikel skunder, dan mengurangi terbentuknya jumlah kista fungsional. Saran: perlu penelitian lebih lama agar efek ekstrak daun gandarusa terhadap ovarium tampak lebih jelas. Kata kunci : ekstrak daun gandarusa, aging process, ovarium.
vi
ABSTRACT ADMINISTRATION OF GANDARUSA LEAVES (Justicia gendarusa, Burm f.) EXTRACT DELAYS AGING PROCESS IN OVARY OF GUINEA PIG. Aging is a natural process which is characterized by the decrease in body organ function. Anti Aging medicine is a medical speciality founded on the application of advanced scientific and medical technologies for the early detection, prevention treatment and reversal of age-related disfunction, disorder and disease. The objective of the study was to disclose the effect of gandarusa leaves extract to delay aging process of ovary. The research design was posttest only control group design that consisted of four groups. Number of samples was 28 female Guinea pig aged 24 months, and body weight 600-650 grams. The samples where chosen randomly and the research was conducted in 2 months, with treatment time during 28 days. The control groups was treated with 6 ml distilled water and the treatment group was given gandarusa leaves extract 6ml, with the concentration each 10%, 20%, 30% orally twice a day. After treatment, surgery was conducted, histology cell specimen of ovary was made, and observation used microscope. The data were analyzed descriptively and comparatively with computerized. Result of the research showed a significanct change (P<0,05) , increased quantity of secondary follicles, and reduced the number of functional cysts. These were the results of the ability of gandarusa leaves extract as a fitoestrogen and antioksidant to blocking free radical formation, it could protect DNA and cell from damage. It is concluded that gandarusa leaves extract, increased secondary follicles, decreased the fibrotic process and the number of the functional cysts. Suggestion : the duration of a study should be lengthened, so the effect of gandarusa leaves extrac would be clearer of the ovary development. Key words : gandarusa leaves extract, aging process, ovary, Guinea Pig.
vii
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM................................................................................................... i PRASYARAT GELAR........................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI....................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH..................................................................................... v ABSTRAK.............................................................................................................. vi ABSTRAC............................................................................................................ viii DAFTAR ISI........................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xii DAFTAR TABEL................................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 1.3.1 Tujuan Umum............................................................................. 5 1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan................................................................................................ 7 2.1.1 The Wear and Tear Theory......................................................... .7 2.1.2 The Neuro Endocrin Theory......................................................... 8 2.1.3 The Genetic Control Theory.........................................................8 2.1.4 The Free Radical Theory............................................................. 8 2.2 Menopause.......................................................................................... 10 2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Folikel Ovarium.......................... 11
viii
ix
2.3.1 Folikel primer............................................................................. 13 2.3.2 Folikel skunder........................................................................... 14 2.3.3 Folikel tersier.............................................................................. 15 2.3.4 Folike antral............................................................................... 16 2.3.5 Folikel de graff........................................................................... 16 2.4 Estrogen.............................................................................................. 17 2.4.1 Mekanisme Kerja Estrogen....................................................... 17 2.4.2 Efek Estrogen sebagai TSH....................................................... 18 2.5 Tanaman Gandarusa........................................................................... 19 2.5.1 Klasifikasi.................................................................................. 21 2.5.2 Alkaloid..................................................................................... 21 2.5.3 Saponin...................................................................................... 22 2.5.4 Flavonoid................................................................................... 22 2.6 Marmut............................................................................................... 25 2.6.1 Data Biologis............................................................................. 26 2.6.2 Siklus Kelamin Marmut............................................................. 27 2.6.3 Histologi Ovarium Marmut........................................................ 28 BAB III KERANGKA, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir............................................................................... 30 3.2 Konsep Penelitian................................................................................ 31 3.3 Hipotesis..............................................................................................33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian.......................................................................... 33 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 34 4.3 Subjek dan Sampel............................................................................. 34 4.3.1 Variabilitas populasi .................................................................. 34 4.4 Kriteria sampel.................................................................................... 34
4.4.1 Kriteria Inklusi ......................................................................... 34 4.4.2 Drop Out..................................................................................... 34 4.4.3 Besar Sampel............................................................................. 35 4.4.4 Tehnik Penentuan Sampel.......................................................... 35 4.5 Variabel Penelitian .............................................................................. 36 4.5.1 Identifikasi variabel................................................................... 36 4.5.2 Klasifikasi variabel.................................................................... 36 4.5.3 Definisi operasional variabel..................................................... 36 4.6 Hubungan Antar Variabel................................................................... 38 4.7 Bahan Penelitian.................................................................................. 38 4.8 Prosedur Penelitian...............................................................................39 4.9 Analisis Data........................................................................................ 45 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Deskriptif............................................................................... 46 5.1.1 Rerata Mean Sesudah Perlakuan ................................................. 46 5.1.2 Normalitas Data.......................................................................... 46 5.2 Analisis Komparatif.............................................................................47 5.2.1 Hasil Uji Homogenitas ...............................................................47 .
5.2.2 Hasil Uji Anova...........................................................................48 5.2.3 Hasil Uji LSD.............................................................................49
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................51 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan................................ ........................................................56 7.2 Saran. ............................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................57 LAMPIRAN-LAMPIRAN.
.................................................................................6
x
DAFTAR GAMBAR 2.2 Folikel Anthral ................................................................................................11 2.3.1 Folikel Primer................................................................................................14 2.5 Tanaman Gandarusa.........................................................................................20
xi
DAFTAR BAGAN 3.2 Bagan Konsep Penelitian…………………………………...……….…… 31 4.6 Bagan Hubungan Antar Variabel…………………………………..……....38 4.8 Bagan Prosedur Penelitian………………………………………...………..44
xii
DAFTAR TABEL 5.1. Tabel Rerata Sesudah perlakuan.................................................................46 5.2 Hasil uji normalitas data...............................................................................47 5.3 Hasil Uji Homogenitas Varians.....................................................................48 5.4 Hasil Uji Annova...........................................................................................48 5.5 Hasil Uji LSD...............................................................................................49
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Analisa Data……………………………………………………….60 2. Gambaran Histologi Ovarium …………………………………………...64 3. Gambaran Prosedur Penelitian……...……………………………………65 4. Ethical Clearance.......................................................................................66
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alamiah yang dilalui oleh setiap mahluk hidup bila mempunyai umur panjang, sekaligus sebagai proses yang sangat ditakuti oleh kebanyakan orang. Selama proses tersebut, terjadi perubahan anatomi dan penurunan fungsi organ tubuh. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Ilmu kedokteran yang didasarkan pada penerapan ilmu terkini dan teknologiteknologi kedokteran untuk deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan pengembalian berbagai disfungsi yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Ilmu ini merupakan model pemeliharaan kesehatan yang mendukung penelitian-penelitian yang inovatif untuk memperpanjang harapan hidup yang berkualitas (Pangkahila, 2007). Tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas proses penuaan. Beberapa teori penyebab penuaan sebagai faktor internal adalah Wear and Tear Theory , diperkenalkan oleh Dr. August Weismann seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Dia menyatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak oleh karena terlalu banyak digunakan (overuse) dan disalah gunakan (abuse). Neuroendocrine Theory, teori ini dikembangkan oleh Vladimir Dilman, menekankan pada sistem neuroendokrin, yang merupakan
2
jaringan biokimia yang rumit dalam pelepasan hormon dan elemen vital tubuh. Genetic Control Theory, fokus teori ini terletak pada program genetik DNA. Manusia dengan kode genetik unik yang menentukan berapa umur dan lama hidupnya. Free Radical Theory, diperkenalkan oleh R. Greschman, pada tahun 1954, kemudian dikembangkan oleh Dr. Denham Harman. Teori ini memberikan penekanan pada radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh manusia (Goldman and Kaltz, 2007). Empat teori di atas merupakan faktor internal. Sedangkan faktor eksternal yang berkontribusi terhadap proses penuaan adalah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan yang salah, lingkungan, stress dan kemiskinan (Pangkahila, 2007). Kematian sel pada organ reproduksi wanita telah dimulai pada bulan kelima masa embrio, dimana oogonia yang sudah menjadi oosit primer mengalami atresia. Pada bulan ketujuh sebagian oogonia mengalami degenerasi kecuali yang berada dekat permukaan ovarium. Pada saat lahir diperkirakan jumlah oosit primer antara 700 ribu sampai 2 juta. Selama 2 tahun masa kanak-kanak berikutnya, sebagian besar oosit menjadi atresia, menjelang pubertas hanya tinggal lebih kurang 40 ribu, dan kurang dari 500 akan mengalami ovulasi sepanjang masa reproduksi seorang wanita (Sadler, 2004). Proses penuaan yang paling mudah dilihat adalah proses penuaan secara fisik. Menopause merupakan proses alami, dimana seorang wanita mengalami gejala- gejala psikis seperti kehilangan gairah, depresi, sulit tidur, dan gejala fisik berupa gangguan kardiovaskuler, osteoporosis, gangguan metabolisme, gangguan pada saluran urogenital, sebagai akibat penurunan kadar estrogen.
3
Rata-rata usia wanita mencapai menopause adalah 51,4 tahun paling awal biasanya pada usia 40-an dan paling akhir pada usia 60 tahun. Pada tahun 2004 di Amerika Serikat, wanita mempunyai kemungkinan hidup rata-rata sampai 80 tahun. Jadi wanita akan hidup pada menopause selama 30-40 tahun (Harvey, 2008). Selama masa pubertas tiap bulannya 15-20 folikel primordial berkembang dan setiap 28 hari sekali mengalami ovulasi. Hal ini terjadi selama 30-40 tahun kemudian. Satu oosit yang dilepas setiap bulannya, jadi jumlah seluruhnya kira-kira 450 oosit yang dilepaskan selama masa reproduksi. Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap wanita. Sebagian wanita pada usia 35 tahun masih memiliki 100.000 folikel, sedangkan wanita lain pada usia yang sama hanya memiliki 10.000 folikel. Penyebab berkurangnya jumlah folikel terletak pada folikel itu sendiri. Seperti sel-sel tubuh yang lain, oosit juga dipengaruhi oleh stress biologik seperti radikal bebas, kerusakan permanen dari DNA dan bertumpuknya bahan kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh. Oosit yang telah mengalami kelainan akan dikeluarkan melalui proses apoptosis, yaitu kematian sel yang terprogram (Gartner dan Hiatt, 2001). Proses penuaan dapat dihambat dengan beberapa upaya, antara lain dengan menjaga kesehatan tubuh, hindari stress, mengupayakan berfikir positif dan optimis, pemakaian obat sesuai petunjuk ahli (Pangkahila, 2007). Pengobatan pada menopause ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala yang muncul dan mencegah atau memperingan keadaan kronis yang mungkin
4
timbul seiring dengan bertambahnya usia. Hormon replacement therapy (HRT) yang biasa dipakai adalah estrogen, gestagen, estrogen progesterone sekuensial, dan estrogen progesterone kombinasi secara kontinyu. Metode pemberian secara oral, transdermal, semprotan hidung, vaginal krem dan intramuscular (Baziad, 2003). Estrogen paling sering digunakan sebagai terapi sulih hormon (TSH) bagi wanita menopause. Efektivitas hormon tersebut dalam mengatasi keluhan selama masa menopause sangat tinggi, akan tetapi tidak semua wanita menopause boleh menggunakannya. Hal ini disebabkan oleh adanya kontra indikasi pemberian TSH tersebut, di antaranya adalah wanita yang menderita kanker (payudara, endometrium), kerusakan hati, hipertensi, hiperlipidemia, dan perdarahan per vaginam dengan penyebab tidak jelas (Baziad, 2003). Hasil penelitian Etnawati (1988), daun gandarusa mengandung justicin, alkaloida, saponin, flavonoida , minyak atsiri, dan tannin. Flavonoid adalah bagian dari fitoestrogen yang merupakan hormon estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki struktur mirip dengan estrogen, senyawa ini juga memiliki aktivitas estrogenik sehingga fitoestrogen berpotensi dikembangkan sebagai terapi alternatif pengganti estrogen. Mengingat makin besarnya pengaruh eksternal pada proses penuaan ditambah dengan apoptosis yang terjadi pada oosit, maka muncul pertanyaan apakah penelitian mengenai ekstrak daun gandarusa dapat menghambat proses penuaan ovarium marmut dengan meningkatkan jumlah folikel sekunder, dan menurunkan terbentuknya kista fungsional ?
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:. 1.2.1
Apakah pemberian ekstrak daun gandarusa dapat mencegah penurunan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut (Cavia cobaya)?
1.2.2
Apakah
pemberian
ekstrak
daun
gandarusa
dapat
menurunkan
terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menghambat proses penuaan pada ovarium marmut. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat
mencegah
penurunan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut. 1.3.2.2 Mengetahui pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menurunkan terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
6
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis 1.4.1.1 Memberi informasi ilmiah mengenai pemberian ekstrak daun gandarusa dalam proses penuaan ovarium. 1.4.1.2 Mendukung pengembangan penelitian hormon sebagai alternatif pengganti Hormon replacement therapy (HRT). 1.4.2 Manfaat praktis Bila terbukti ekstrak daun gandarusa dapat menghambat proses penuaan ovarium pada marmut, dapat dilanjutkan untuk uji klinis ketahap berikutnya atau penelitian lain pada manusia
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Penuaan merupakan akumulasi dari perubahan-perubahan dalam sel dan jaringan yang dapat meningkatkan resiko kematian. Secara kronologis, setiap kali bumi selesai mengelilingi matahari, usia bertambah satu tahun. Akan tetapi, penuaan atau menjadi tua secara biologis berbeda pada tiap orang (Wihandani, 2007). Penyebab penuaan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Para ahli mengemukakan banyak teori tentang penuaan. Tidak satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas teori penuaan tersebut. Goldman and Kaltz (2007) mengemukakan tentang empat prinsip teori penuaan berikut ini. 2.1.1 The wear and tear theory Tubuh dan sel-selnya rusak oleh karena banyak digunakan (overuse) dan disalah gunakan (abuse). Proses penuaan tidak sama pada setiap orang. Hal ini berkaitan dengan adanya toksin, dalam diet dan lingkungan; mengkonsumsi makanan yang banyak lemak, gula, kafein, alkohol, nikotin; sinar ultra violet dari matahari; beberapa faktor fisik lain dan stress emosional. Pemberian suplemen nutrisi dapat membantu menstimulasi kemampuan tubuh itu sendiri untuk memperbaiki dan memelihara organ dan sel-selnya.
8
2.1.2 The neuroendocrine theory Teori ini menekannkan pada sistem neuroendokrin sebagai jaringan biokimia yang rumit dalam pelepasan hormon dan elemen vital tubuh. Hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Bila produksi hormon menurun akibat penuaan, maka kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh juga menurun. 2.1.3 The genetic control theory Teori ini berfokus pada program genetik DNA. Saat lahir memiliki kode genetik unik yang dapat menentukan kecendrungan tipe badan dan fungsi mentalnya. Pewarisan genetik dapat menentukan umur dan berapa lama hidupnya. 2.1.4 The free radical theory Teori ini memberi penekanan pada radikal bebas yang dapat merusak tubuh manusia. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang dihasilkan selama metabolisme sel normal dan dari luar tubuh (exogenous). Radikal bebas dapat merusak membran sel, protein, dan DNA sehingga dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel atau jaringan. Perubahan-perubahan oleh radikal bebas diyakini sebagai penyebab utama dari penuaan, penyakit, dan kematian. Efek buruk radikal bebas berupa reaksi berantai yang menyebabkan oksidasi bahan-bahan organik oleh molekul oksigen. Dalam keadaan fisiologis, akibat buruk radikal bebas dapat diredam oleh tubuh melalui antioksidan. Bila
9
jumlah anti oksidan tubuh kurang dari kebutuhan, timbul stress oksidatif yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan dan kematian sel (Wihandani, 2007). Faktor eksternal penyebab penuaan antara lain diet, gaya hidup, dan kebiasaan yang salah; polusi lingkungan; stress; serta kemiskinan. Seluruh faktor eksternal tersebut dapat mempengaruhi faktor internal (Pangkahila,2007a). Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis. Pangkahila (2007b) menguraikan, proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tahap subklinik (usia 25-35 tahun), tahap transisi (usia 35-45 tahun), dan tahap klinik (usia 45 tahun keatas). Pada tahap sub klinik sebagian besar hormon didalam tubuh seperti testosteron, growth hormone, dan estrogen mulai menurun. Kerusakan sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, tetapi tidak dirasakan oleh individu bersangkutan. Pada tahap transisi penurunan hormon mencapai 25%, massa otot berkurang sebanyak satu kg per tahun yang menyebabkan tenaga dan kekuatan dirasakan menghilang, sedangkan komposisi lemak tubuh bertambah yang mengakibatkan resistensi insulin, resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat, dan obesitas. Kerusakan DNA mulai diekspresikan, yang dapat mengakibatkan penyakit, menurunnya memori, dan diabetes. Pada tahap klinik, penurunan kadar hormon terus berlanjut yang mengakibatkan menurunnya bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun dan massa otot berkurang. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan.
10
Proses penuaan dapat dihambat dengan beberapa upaya, antara lain menjaga kesehatan tubuh, menghindari stress, mengupayakan berfikir positif dan optimis, lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, dan pemakaian obat sesuai petunjuk ahli (Pangkahila,2007b). 2.2 Menopause Menopause dibagi dalam beberapa tahap: (1) pramenopause. Ini adalah fase antara usia 40 tahun, yang ditandai dengan haid yang tidak teratur, dengan perpanjangan masa perdarahan haid dan jumlah darah haid yang relatif banyak, kadang disertai nyeri haid. Perubahan endokrin yang terjadi berupa fase pemendekan folikuler, tingginya kadar estrogen, FSH biasanya tinggi bahkan normal; (2) Perimenopause. Merupakan fase peralihan antara pramenopause dan menopause. Ditandai dengan siklus haid tidak teratur, (panjang >38 hari, pendek <18 hari ). Dua tahap tersebut adalah proses awal yang normal sampai menopause dan mungkin berlangsung 4 atau 5 tahun bahkan lebih; (3) Menopause. Jumlah folikel yang mengalami atresia meningkat sampai tidak tersedia folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi. Diagnosis menopause merupakan diognosis retrospektif bila dalam 12 bulan terakhir tidak mendapat menstruasi dan dijumpai kadar FSH darah > 40 mlU/ml dan kadar estradiol <30pg/ml berarti seseorang mencapai menopause (Baziad, 2003). Pasca menopause ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat (Harvey, 2002).
11
Setelah menopause ovarium mengecil sampai setengah ukurannya dari masa reproduksi, dan biasanya permukaanya tidak merata tapi berbatas tegas dan solid, kadang terlihat kista fungsional di kortex bertambah dan biasanya mencapai jumlah terbanyak pada usia 40-50 tahun. Gambaran yang khas dari ovarium pasca menopause adalah tidak adanya folikel primordial yang diikuti dengan tidak adanya folikel yang matang, korpus luteum, korpus albikan, dan folikel yang atresia. Stroma ovarium mengalami peningkatan kolagen interseluler dan selnya menjadi lebih kecil, lebih hitam dan nukleusnya tidak tampak. Dalam keadaan lain dapat juga ditemukan hiperplasia stroma ovarium dan setelah menopause stroma menjadi fibrotik ( Clement, 2002). Begitu memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri pada uterus mulai berkurang. Pada pasca menopause terjadi degenerasi miometrium, dinding pembuluh darah menipis dan rapuh. Kelenjar endoservikal juga atropi, lemak subkutan berkurang, distrofi vulva (atropi dan hiperkeratosis) ( Clement, 2002).
Gambar.2.2 Folikel Anthral 2.3 Pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium Epithel germinal mengelilingi ovarium. Di bawah epithel terdapat tunika albuginea yang memiliki vaskularisasi sangat sedikit. Ovarium terdiri dari korteks
12
dan medulla. Korteks merupakan bagian fungsional ovarium yang terdiri atas jaringan konektif yang disebut stroma yang di dalamnya terdapat folikel ovarium dalam berbagai tahap perkembangan. medula berada di bagian tengah ovarium, terdiri atas jaringan konektif yang kaya vaskularisasi, saraf, limfa, serta terdapat sel interstitial (Gartner and Hiatt, 2001). Oosit primer yang bertahan hidup dikelilingi oleh sel epithelial pipih yang disebut folikel primordial. Selama masa pubertas, setiap bulannya 15-20 folikel primordial berkembang dan satu folikel diantaranya mengalami ovulasi setiap 28 hari (sadler, 2004). Hal ini terjadi selama 35-40 tahun kemudian. Dalam 10-15 tahun terakhir sebelum menopause, terjadi suatu percepatan kehilangan folikel. Jumlah folikel primordial pada saat menopause mungkin akan habis atau kurang dari 100. Hal ini menyebabkan turunnya level hormon estrogen akibat berkurangnya jumlah folikel aktif, meningkatnya jumlah folikel yang mengalami atresia akibat apoptosis, peningkatan FSH, serta penurunan level inhibin B seperti insulin-like growth factor I (Gordon and Speroff, 2002). Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap perempuan. Oosit dan pertumbuhan folikel juga dipengaruhi oleh stress biologis seperti radikal bebas, kerusakan DNA, dan menumpuknya bahan kimia yang dihasilkan oleh proses metabolisme tubuh. Oosit selalu mengalami kendali mutu yang ketat, sehingga oosit yang mendapat kelainan akan mengalami apoptosis (Baziad, 2003). Saat usia lebih dari 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsionalnya bertambah, yang mencapai puncaknya antara umur 40-45 tahun.
13
Pada usia tersebut tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause akan berkurang dimana stroma ovarium mengalami fibrotik. Meskipun telah menghentikan fungsinya, ovarium masih tetap sebagai organ endokrin, diamana sel-sel interstitial dan sel-sel stromanya memproduksi testosteron dan androstenedion, serta estradiol dan progesteron dalam jumlah kecil (Baziad, 2003). Folikel di korteks ovarium seluruhnya berada pada tahap folikel primordial sebelum mencapai masa pubertas. Oosit berhenti berkembang sampai berada pada stadium diploten. Oosit tersebut dikelilingi oleh selapis sel granulose pipih dan tidak memiliki suplai pembuluh darah. Dipisahkan dari stroma ovarium oleh lamina basalis. Folikel ini tidak dipengaruhi oleh gonadotropin. Tetapi, diferensiasi dan proliferasinya dipicu oleh faktor lokal (Anantasika, 2005). Perkembangan sel folikuler dan oosit terdiri dari lima tahap. Tahapan yang dimaksud meliputi primer (folikel primer), sekunder (folikel sekunder),tertier atau early antral phase, antral, dan graafian follicle. Menurut Bulun dan Adashi (2002), tahap perkembangan folikel ovarium sebagai berikut. 2.3.1 Folikel primer (100-150 µm) Perkembangan folikel primer merupakan stadium pertama pertumbuhan folikel. Oosit mulai tumbuh, terbentuk zona pellusida yang mengelilingi oosit. Zona pellusida tersebut disintesis oleh oosit dan sel granulosa yang terletak di
14
antara oosit dan lapisan sel granulose. Pada akhir stadium ini, sel-sel granulosa mengalami perubahan morfologi dari skuamosa menjadi kuboidal.
Gambar. 2.3.1 Folikel Primer
2.3.2 Folikel sekunder Diameter oosit mencapai 200 µm. Pertumbuhan folikel meliputi proliferasi sel-sel granulosa, dan terbentuknya sel-sel teka merupakan perubahan ke arah folikel sekunder. Dengan perkembangan sel teka, folikel memperoleh suplai darah tersendiri meskipun lapisan sel granulosa tetap avaskuler. Sel-sel granulosa membentuk reseptor-resptor follicle stimulating hormone (FSH), estrogen, dan androgen (Wiknjosastro, 2005). Menurut Garner and Hiatt (2001), pada akhir tahap perkembangan folikel sekunder sel-sel stroma membesar dan kapiler-kapiler memasuki teka interna untuk memberi nutrisi kepada teka interna dan sel-sel granulosa yang avaskular. Sebagian besar folikel yang mencapai perkembangan pada tahap ini mengalami atresia. Tetapi, beberapa sel granulosanya tidak mengalami degenerasi dan membentuk kelenjar interstitial yang mensekresi androgen.
15
2.3.3 Folikel tertier Folikel tertier atau early antral phase ditandai dengan pembentukan sebuah antrum atau rongga dalam folikel. Cairan antrum mengandung steroid, protein, elektrolit, dan proteoglycans. Di bawah pengaruh FSH, sel-sel granulosa mulai berdiferensiasi membentuk membran periantral, cumulus oophorus, dan lapisan corona radiata. Sel granulosa mensekresi aktivin dan meningkatkan ekspresi P450 aromatase karena stimulasi FSH. Fungsi aktivin adalah meningkatka ekspresi gen reseptor FSH di sel granulosa dan mempercepat folikulogenesis. Disisi lain, sel granulosa juga mensekresi inhibin. Inhibin terlibat dalam lengkung umpan balik negatif yang menghambat hipofise mensekresi FSH. Pertumbuhan folikel selama fase ini karena mitosis sel granulosa akibat stimulasi FSH. Bila tidak terdapat FSH, folikel akan mengalami atresia (Wiknjosastro, 2005). Atas pengaruh FSH dan estrogen, sel-sel teka interna mendapatkan reseptor LH. Di bawah pengaruh LH, sel teka interna meningkatkan jumlah reseptor LH dan memperkuat aktivitas enzim
StAR, 3 β hidroxysteroid
dehydrogenase (3βHSD) dan P450c17 untuk segera meningkatkan sekresi androgen dalam bentuk androstenedion dan testosteron. Selanjutnya androgen berdifusi melewati lamina basalis folikel menuju sel granulose. Di bawah pengaruh FSH, androgen terutama androstenedion mengalami proses aromatisasi dengan bantuan enzim P450 aromatase menjadi estrogen. Estrogen yang dihasilkan bekerja pada folikel untuk meningkatkan jumlah reseptor FSH di sel
16
granulosa sehingga sel tersebut mengalami proliferasi. Hal ini penting dalam seleksi folikel dominan (Wiknjosastro, 2005). 2.3.4 Folikel antral Fase pertumbuhan antrum (antral phase) ditandai oleh pertumbuhan cepat dari folikel dan bersifat sangat tergantung pada gonadotropin. Di bawah pengaruh FSH sel teka interna terus berdiferensiasi dan mensekresi androstenedion lebih banyak sehingga estrogen yang dihasilkan juga bertambah banyak. Meningkatnya estrogen menyebabkan aktivitas FSH dalam folikel diperkuat, memberi umpan balik negatif ke hipofisis untuk menghambat sekresi FSH serta memfasilitasi pengaruh FSH dalam membentuk reseptor LH di sel granulosa. Puncak FSH, merangsang munculnya reseptor LH yang adekuat di sel-sel granulosa untuk terjadinya luteinisasi (Wiknjosastro, 2005). 2.3.5 Graafian follicle (Folikel de Graaf) Fase ini merupakan proses penentuan atau seleksi satu folikel dominan yang akan berovulasi. Turunnya kadar FSH menyebabkan folikel antral yang lebih kecil mengalami atresia, sedangkan folikel dominan terus tumbuh dengan mengakumulasi jumlah sel-sel granulosa dan reseptor FSH yang lebih banyak. Tingginya kadar estrogen dalam folikel memberi umpan balik positif ke hipofise untuk menghasilkan lonjakan LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan disekresinya progesteron di sel-sel granulosa. FSH, LH, dan progesteron menstimulasi enzim-enzim proteolitik yang mendegradasi kolagen di dinding folikel sehingga mudah ruptur. Disekresinya prostaglandin menyebabkan otot-otot
17
polos ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum (Wiknjosastro, 2005). Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh darah kecil di ovarium mulai berpoliferasi. Selanjutnya sel-sel granulosa membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat diantaranya serta berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum. Korpus luteum mensekresi hormon progesteron. Bila terjadi fertilisasi, korpus luteum tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk sempurna. Bila tidak terjadi fertilisasi, sel-selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus albikans (Wiknjosastro, 2005). 2.4 Estrogen 2.4.1 Mekanisme kerja Estrogen dan progesterone adalah hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Estrogen terutama meningkatkan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel spesifik pada tubuh dan bertanggung jawab akan perkembangan sebagian besar sifat seksual skunder wanita. Sedangkan progesterone hampir seluruhnya berkaitan dengan persiapan akhir uterus untuk kehamilan dan kelenjar mammae untuk laktasi (Guyton, 2000). Pada wanita normal yang tidak hamil, estrogen disekresikan dalam jumlah besar oleh ovarium dan jumlah kecil oleh korteks adrenal. Pada kehamilan, estrogen juga disekresi oleh plasenta. Ada 3 yang terdapat dalam jumlah yang
18
bermakna, yaitu beta estradiol, estron, dan estrion. Beta estradiol merupakan estrogen utama yang disekresi oleh ovarium. Estron sebagian besar disekresi oleh korteks adrenal ginjal dan sel teka ovarium. Estriol adalah estrogen yang lemah, merupakan produk oksidasi estradiol dan estron, perubahan ini terjadi pada hati. Potensi beta estradiol 12 kali potensi estron dan 80 kali potensi estriol, sehingga beta estradiol dianggap sebagai estrogen utama (Guyton, 2000). Estrogen pada tulang menyebabkan aktivitas osteoblastik dan penyatuan epifisis dini dengan diafisis tulang panjang. Pada pelvis menyebabkan perluasan pelvis. Pada kulit menyebabkan sifat lembut dan halus (Guyton, 2000). Estrogen berperan sebagai pemberi efek umpan balik negatif yang kuat menekan gonadotropin (FSH dan LH) sehingga pertumbuhan folikel terhambat. Efek ini yang diambil sebagai mekanisme kerja obat anti fertilitas, dengan estrogenik sintetik menghambat ovulasi melalui efek pada hipothalamus, yang kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofise (Guyton, 2000). 2.4.2 Efek estrogen sebagai terapi sulih hormon (TSH). Kemanjuran TSH dalam mengatasi keluhan menopause seperti vasomotor, psikofisiologik, dan urogenital menempatkan TSH sebagai pengobatan kunci bagi menopause ( Hidajat, 2001). Untuk TSH tersedia berbagai jenis estrogen dan yang dianjurkan adalah estrogen alamiah. Disebut alamiah karena estrogen tersebut memiliki sifat dan
19
cara kerja yang sama dengan hormon yang di dalam tubuh wanita. Yang termasuk estrogen alamiah adalah estradiol, estron, estron sulfat, estriol dan ester estradiol seperti estradiol benzoate, estradiol valerat, atau estradiol suksinat (Baziad, 2003). Estrogen sintetik seperti etinil estradiol dan mestranol sangat tidak dianjurkan penggunaannya sebagai TSH karena estrogen jenis ini sangat memberatkan fungsi hati dan efek sampingnya banyak. Misalnya etinil estradiol memicu pembentukan angiotensinogen 35.000 kali lebih kuat dibanding estrogen alamiah, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Efeknya terhadap proliferasi endometrium juga sangat besar. Estradiol merupakan estrogen utama wanita usia reproduksi, sehingga dibuat estrogen alamiah yang didalam tubuh akan diubah menjadi estradiol. Yang paling efektif adalah estradiol dan estradiol valerat (Baziad, 2003). 2.5 Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f.) Tanaman ini berupa semak, pada umumnya di tanam sebagai pagar hidup atau tumbuhan liar di hutan, tanggul sungai atau di pelihara sebagai tanaman obat. Tumbuh pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 2 m, percabangan banyak, dimulai dari dekat pangkal batang. Cabang - cabang yang masih muda berwarna ungu gelap, dan bila sudah tua warnanya menjadi coklat mengkilat. Daun letak berhadapan, berupa daun tunggal, yang bentuknya lanset dengan panjang 5-20 cm., lebar 1-3,5 cm, tepi rata, ujung daun meruncing, pangkal berbentuk biji bertangkai pendek antara 5 – 7,5 mm, warna daun hijau gelap.
20
Bunga kecil berwarna putih atau dadu yang tersusun dalam rangkaian berupa malai bulir yang menguncup, berambut menyebar dan keluar dari ketiak daun atau ujung tangkai. Buah berbentuk bulat panjang. Selain yang berbatang hitam lebih populer ada juga yang berbatang hijau. Di India dan Asia Tenggara dipakai sebagai penurun panas, merangsang muntah, anti reumatik, pengobatan sakit kepala, kelumpuhan otot wajah, eczema, sakit mata dan telinga (Sastroamidjojo, 1967). Nama lokal Handarusa (Sunda), Gandarusa, Tetean, Trus (Jawa), Puli (Ternate), Besi-besi (Aceh), Gandarusa (Melayu), Bo gu dan (China), Gandarisa (Bima). Daun gandarusa mengandung justicin, alkaloida, saponin, flavonoida, minyak atsiri, dan tanin. Berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat untuk haid yang tidak teratur. Kegunaan yang lain untuk obat luka terpukul (memar), patah tulang (Fraktur), reumatik pada persendian, bisul, borok dan korengan. Daun tanaman gandarusa mempunyai banyak kegunaan dalam pengobatan tradisional. Di antaranya, akar dan daun direbus, kemudian diminum dua kali dalam sebulan bisa sebagai obat KB bagi laki-laki (Syamsuhidayat, 1991).
Gambar . 2.5 Tanaman Gandarusa
21
2.5.1 Klasifikasi Divisi
= Spermatophyta
Sub Divisi
= Angiospermae
Kelas
= Dicotyledonae
Ordo
= Euphorbiales
Familia
= Euphorbiaceae
Genus
= Justicia
Spesies
= Justicia gendarussa Burm. f.
2.5.2 Alkaloid Alkaloid merupakan golongan steroid, adalah hormon seks yang berfungsi mengatur fungsi-fungsi organ reproduksi, baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Hormon steroid seks yang terpenting adalah Estrogen, Gestagen (progesteron) dan Androgen. Estrogen adalah hormon streroid dengan 18 atom C yang dibentuk dari 17 ketosteroid androstenedion, dan dibagi menjadi dua jenis, yaitu estrogen alamiah dan sintetik. Jenis estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estriol (E3), dan estron (E4). Estrogen baru dapat bekerja secara aktif setelah diubah terlebih dahulu menjadi estradiol. Estrogen dibentuk tidak hanya pada fase folikuler, melainkan pada fase luteal oleh sel-sel yang terdapat pada dinding folikel. Pada endometrium estrogen menyebabkan perubahan proliferatif, sedangkan pada vagina, tuba dan uterus, estrogen akan meningkatkan kemampuan kerja organ-organ tersebut. Gestagen (progesterone) termasuk steroid 21 atom C, baru bisa bekerja pada organ sasaran setelah terbentuk reseptornya
22
terlebih dahulu oleh estrogen. Progesteron menyebabkan perubahan sekretorik pada endometrium dan mengurangi kontraksi miometrium. Pada serviks, progesteron menyebabkan perubahan konsistensi lendir serviks, sehingga sulit untuk ditembus oleh sperma dan pada akhirnya tidak terjadi fertilisasi (Maidangkay, 2008 ). 2.5.3 Saponin Saponin merupakan senyawa glikosida triterpen dan sterol. Ikatan sterol. Ikatan sterol dalam senyawa saponin merupakan ikatan steroid yang terdapat dalam hormon steroid, termasuk dalam kelompok steroid yang mempunyai sifat penghambat spermatogenesis (Maidangkay, 2008 ). Golongan steroid merupakan prekursor hormon estrogen yang salah satu kerjanya pada otot polos uterus, yaitu merangsang kontraksi uterus. Estrogen dapat menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu akan menghambat LH (reaksi umpan balik) sehingga dapat mempengaruhi populasi (Maidangkay, 2008). 2.5.4 Flavonoid Flavonoid merupakan substansi poliphenolic yang terdapat dalam sebagian besar tanaman. Kombinasi multipel grup hidroksil, gula, oksigen, dan grup metal membentuk beberapa kelas dari flavonoid yaitu flavonols, flavones, flavan 3ols ( cattechins) antochyains dan isoflavons (Zilliken, 2009). Isoflavon merupakan flavonoid yang bertindak sebagai fitoestrogen yang banyak berguna bagi kesehatan. Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-
23
tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae (tanaman berbunga kupukupu) (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada bagian - bagian tanaman, baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari juga terdapat dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam (Zilliken, 2009) Berdasarkan biosintesisnya flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam golongan tersebut Aktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan ternyata menunjukkan bahwa berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur senyawanya. Aktivitas suatu senyawa ditentukan pula oleh gugus-gugus yang terdapat dalam struktur tersebut. Dengan demikian, dengan cara derivatisasi secara kimia dan secara biologis, dapat dibentuk senyawa-senyawa aktif yang diinginkan. Dalam
24
hal struktur, aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk struktur bebas (aglikon) dari senyawa. Aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus -OH ganda, terutama dengan gugus C=0 pada posisi C-3 dengan gugus -OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Hasil transformasi isoflavon selama fermentasi tempe daidzein, genistein, glisitein, dan Faktor-II, ternyata memenuhi kriteria tersebut. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan logam (Zilliken, 2009). Aktivitas estrogenik isoflavon ternyata terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan, senyawa isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol. Daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogenik-nya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya. Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh gugus C=O pada posisi C-3 dan gugus -OH pada posisi C-5 yang dapat membentuk kompleks dengan logam besi, seperti quersetin. Sedang aktivitas anti-ulser ditunjukkan oleh struktur gugus -OH yang bersebelahan, seperti pada mirisetin. Sebagaimana diperlihatkan oleh Graham dan Graham (1991) bahwa senyawa formononitin dan gliseolin berpotensi untuk membunuh kapang patogen sehingga berpotensi sebagai senyawa pestisida (biopestisida). Di atas disebutkan bahwa senyawa isoflavonoida banyak mempunyai aktivitas biologis. Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi "alat komunikasi" (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel yang selanjutnya mempengaruhi proses metabolisma sel atau makhluk hidup yang
25
bersangkutan. Dalam hal ini, dapat secara negatif (menghambat) maupun secara positif (menstimulasi). Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bervariasi. Di antaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan bahkan telah diketahui fungsi fisiologisnya dan telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen ( Pradana, 2009). 2.6 Marmut (Cavia cobaya) Marmut (Cavia cobaya) adalah hewan asli Amerika Selatan, mempunyai bulu halus dan licin dengan warna bermaca-macam. Semua marmut (Cavia cobaya) mempunyai badan pendek, kuat dengan telinga dan kaki juga pendek. Dalam kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak. Rata-rata hidupnya 2 tahun atau lebih sedikit. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 200 gr dan dewasa sampai 800 gr atau lebih. Kebanyakan marmut (Cavia cobaya) laboratorium merupakan keturunan dari galur Dunkin dan Hartley. Ada beberapa sifat marmut yang berbeda dengan hewan percobaan lain pertama, marmut (Cavia cobaya) tidak mempunyai ekor menonjol, kedua pada waktu lahir anak marmut mirip dengan dewasa. Marmut (Cavia cobaya) biasanya hanya makan sayursayuran, berbeda dengan hewan lain marmut memerlukan banyak vitamin C
26
dalam makanannya dan memerlukan serat kasar sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan hewan percobaan lain (Smith, dan Mangkoewidjojo, 1999). Penggunaan marmut sebagai hewan percobaan masih sangat penting karena marmut mempunyai beberapa sifat yang tidak terdapat pada hewan coba lain. Pertama, marmut tidak mempunyai ekor menonjol, kedua, pada waktu lahir anak marmut mirip dengan dewasa yaitu sudah berambut dan mata sudah terbuka. Akhirnya, anak marmut sudah dapat makan makanan keras pada umur 5 hari. Rata-rata hidupnya 2 tahun atau lebih sedikit, tetapi dapat sampai 8 tahun. Marmut sudah lama dipakai sebagai hewan percobaan, paling sedikit sejak tahun 1780 (Wagner, 1976). Keuntungannya adalah bahwa marmut kecil, jinak dan mudah dipelihara. Dalam kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak, berbulu licin, mengkilap dan bersih (Smith dan Mangkoewidjojo, 1999). 2.6.1 Data Biologis Marmut Lama hidup
: 2-3 tahun, dapat sampai 8 tahun
Lama produksi ekonomis
: 1-2 tahun
Lama bunting
: 55-75 hari, rata-rata 68 hari
Kawin sesudah beranak
: 6 sampai 20 jam
Umur disapih
: 14 -21 hari
Umur dewasa
: 55-70 hari
Umur dikawinkan
: segera sesudah berat badan mencapai 400gr
Siklus kelamin
: poliestrus
27
Siklus estrus ( birahi)
: 16-19 hari
Periode estrus
: 6-11 jam
Perkawinan
: pada waktu estrus
Ovulasi
: rata-rata 10 jam sesudah estrus spontsn
Fertilisasi
: 1-15 jam sesudah kawin
Implantasi
: 6,0-7,5 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa
: 600-1000 g jantan, 600-800 g betina
Berat lahir
:75-100 g, tergantung jumlah anak.
2.6.2 Siklus Kelamin Marmut Peristiwa-peristiwa fisiologis yang utama pada siklus estrus terjadi pada ovarium, Kejadian-kejadian tersebut tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi pada vagina dibawah pengaruh hormon-hormon ovarium, yakni estrogen dan progesteron. Histologi epitelium vagina tidak tinggal tetap diam selama siklus. Epitelium vagina secara siklik rusak dan dibangun kembali, bervariasi dari bentuk skuama berlapis sampai kuboid rendah (Shearer, 2008).. Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Marmut merupakan poliestrus dan ovulasi terjadi secara spontan, durasi siklus estrus 16-19 hari dan fase estrus sendiri membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fasefase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008).
28
Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan menurunnya produksi progesteron untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat (Nongae, 2008). Fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal. Fase estrus merupakan periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, dimana pada ovarium terjadi pematangan folikel de Graaf, estrogen yang dihasilkan folikel de Graaf menyebabkan terjadinya perubahan pada saluran reproduksi, yaitu dinding tuba Falopi mulai berkontraksi, fimbriae merapat dengan gerakan-gerakan khas kearah folikel de Graaf , vaskularisasi uterus meningkat. Uterus membesar karena akumulasi cairan dan serviks menjadi oedematus serta kelenjarnya menghasilkan cairan yang bersifat transparan dan liat (Shearer, 2008). 2.6.3 Histologi ovarium Ovarium dikelilingi oleh selapis sel epitel kuboid. Sel epitel kolumnar Ovarium tersusun atas folikel dengan berbagai tingkatan perkembangan, jaringan interstisial, serta jaringan stroma yang berisi pembuluh darah, saraf, dan limfe (Davis, 1999).
29
Folikel marmut diklasifikasi menjadi tiga, yaitu folikel kecil (small follicles), folikel sedang (medium follicles), dan folikel besar (large follicles). Folikel yang tidak berkembang secara berangsur mengalami atresia. Atresia tahap awal ditandai dengan sel teka interna dan sel granulosa intak, beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang masih mengandung cairan folikel. Cumulus ooporus tampak tidak utuh dan degenerasi oosit sudah berada dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona pellusida tebal, tampak didalam antrum. Atresia tahap lanjut ditandai dengan sel teka interna masih tetap utuh, tampak agak hipertropi, sel granulosa tidak ada, semua sudah dilepaskan dan direabsorpsi. Membran vitrea menebal, jaringan ikat longgar berasal dari stroma dan telah mengisi sebagian rongga folikel yang telah mengecil, yang masih mengandung cairan folikel. Atresia tahap akhir, seluruh folikel telah diganti oleh jaringan ikat (Eroschenko, 2003).
30
BAB III Kerangka Berpikir, Konsep dan Hipotesis Penelitian
3.1 Kerangka berpikir Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada teori bahwa menopause terjadi bila folikel yang tersedia menipis dan menstruasi terhenti. Menopause juga bisa diinduksi oleh operasi pengangkatan ovarium. Faktor yang mempengaruhi terjadinya penuaan dikategorikan dalam dua kelompok: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, radikal bebas, dan penyakit. Sedangkan faktor eksternal meliputi : nutrisi yang tidak tercukupi, pola hidup yang tidak teratur, polusi lingkungan, stres, sosial ekonomi rendah. Kedua faktor ini saling mempengaruhi. Flavonoid yang terkandung dalam tanaman gandarusa adalah salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid dari golongan isoflavon merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik karena mampu merangsang pembentukan estrogen didalam tubuh. Estrogen alamiah adalah senyawa yang paling sering dipakai sebagai TSH oral mempunyai mekanisme kerja menghambat ovulasi dengan menekan fungsi hipotalamus yang menghambat produksi FSH dan LH sehingga menyebabkan terganggunya perkembangan folikel ovarium. Selain itu isoflavon memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mencegah proses oksidasi serta melindungi sel dari kerusakan, sehingga folikulogenesis pada ovarium dapat ditingkatkan, jumlah folikel skunder akan lebih banyak dan jumlah kista fungsional berkurang dengan demikian penuaan ovarium akan tertunda.
31
3.2 Konsep Penelitian Konsep penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk bagan sebagai berikut :
Ekstrak Daun Gandarusa
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kerusakan DNA
Kesehatan
Glikosilasi
Lingkungan
Radikal Bebas
Pola makan
Penyakit/peradangan
Stress
Hormonal Ovarium marmut •
Jumlah folikel skunder
•
Kista fungsional
Gambar 3.2 Bagan konsep penelitian
32
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 3.3.1
Ekstrak daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.F.) dapat mencegah penurunan jumlah folikel skunder pada ovarium marmut (Cavia cobaya).
3.3.2
Ekstrak daun gandarusa dapat menurunkan terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan menggunakan post test only control group design (Pocock, 2008) Skema penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: P0 O1 P1
P
S
O2
R P2
O3
P3 O4
Keterangan : P
=
Populasi
S
=
Sample
R
=
Random
P0
= kelompok kontrol/Placebo dengan pemberian 6 ml aquadest
P1
= kelompok perlakuan1 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa Dengan konsentrasi 10%
P2
= kelompok perlakuan 2 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa Dengan konsentrasi 20%
P3
= kelompok perlakuan 3 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa Dengan konsentrasi 30%
34
O1
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok kontrol post test
O2
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok perlakuan 1 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan konsentrasi 10%.
O3
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok perlakuan 2 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan konsentrasi 20%.
O4
= observasi folikel sekunder dan kista fungsional pada kelompok perlakuan
3 dengan pemberian 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan
konsentrasi 30%. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Universitas Islam AlAzhar Mataram, dan Laboratorium PA Balai Besar Veteriner (BBVT) Denpasar, Jl. Raya sesetan No. 266. Waktu penelitian selama 2 (dua) bulan. 4.3 Subjek dan Sampel 4.3.1 Variabilitas Populasi Populasi penelitian adalah marmut betina (Cavia cobaya) berumur 24 bulan. 4.4 Kriteria sampel 4.4.1 Kriteria Inklusi 4.4.1.1 Marmut betina dewasa yang berumur 24 bulan 4.4.1.2 Marmut betina yang sehat dan tidak bunting 4.4.1.3 Berat badan 600-650gram.
35
4.4.2 Drop Out Marmut mati saat penelitian.
4.4.3 Besar Sampel Besar sampel yang diperlukan pada eksperimen ditentukan dengan rumus Federer (1963) ( n – 1 ) x ( t – 1 ) ≥ 15
n = jumlah replikasi t = jumlah perlakuan perhitungan sebagai berikut ( n - 1 ) x ( 4 – 1 ) ≥ 15. n = 6. Jumlah sample perkelompok adalah 6 ekor, kemudian ditambahkan 10% sehingga total jumlah sampel yang digunakan menjadi 28 ekor.
4.4.4 Tehnik Penentuan Sampel Tehnik penentuan sampel penelitian adalah marmut normal yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. Sampel yang dipilih kemudian dibagi menjadi 4 (empat) kelompok secara acak (random), dimana satu kelompok sebagai kelompok kontrol dan 3 (tiga) kelompok lainnya sebagai kelompok eksperimen. Penentuan umur sampel berdasarkan pertimbangan proses penuaan, berat badan dan waktu kawin. sedangkan pada manusia proses penuaan dimulai sejak fase peri menopause sampai menopause yang memakan waktu 4 atau 5 tahun bahkan lebih.
36
4.5 Variabel penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel Variabel penelitian yang akan diukur adalah Jumlah folikel sekunder, jumlah kista fungsional baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. 4.5.2 Klasifikasi variabel Variabel Bebas
: (Independent variable) pemberian ekstrak air daun gandarusa, 10% (10gr/100cc), 20% (20gr/100cc), dan 30% (30gr/100cc).
Variabel Tergantung : Jumlah folikel sekunder, jumlah kista fungsional. Variabel Kontrol
: Temperatur, makanan, berat badan, kandang.
4.5.3 Definisi operasional 4.5.3.1 Pemberian ekstrak air daun gandarusa yang diberikan peroral kepada marmut betina melalui sonde sebanyak 6 ml per g BB marmut 2 kali sehari. Ekstrak daun gandarusa dibuat dengan konsentrasi 10% (10 g / 100 ml ), 20% ( 20g / 100 ml ), dan 30% ( 30 g / 100 ml ). 4.5.3.2 Folikel sekunder merupakan sel granulosa yang mengelilingi oosit primer disertai dengan adanya akumulasi cairan folikuli di antara sel granulosa. jumlah folikel skunder pada ovarium marmut didapatkan dengan pengamatan preparat histologis pada setiap ovarium kiri dan kanan, yang diamati dalam lima lapang pandang menggunakan mikroskop Olympus tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali), pengamatan dimulai dari
37
kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah sesuai arah jarum jam. Hasil pengamatan ovarium kiri dan kanan kemudian dijumlahkan. 4.5.3.3 Kista fungsional merupakan folikel sekunder atau folikel besar yang gagal berkembang, dimulai dari terlepasnya beberapa sel granulosa dan masuk kedalam antrum sampai dengan bentuk folikel tidak beraturan. Kista fungsional adalah suatu rongga atau kista yang terbentuk secara fisiologis karena proses penuaan. jumlah kista fungsional pada ovarium marmut didapatkan dengan pengamatan preparat histologis pada setiap ovarium kiri dan kanan, yang diamati dalam lima lapang pandang menggunakan mikroskop Olympus tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali), pengamatan dimulai dari kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah sesuai arah jarum jam. Hasil pengamatan ovarium kiri dan kanan kemudian dijumlahkan 4.5.3.4 Berat badan marmut betina adalah bobot badan marmut yang dinyatakan dalam satuan gram (600-630 gram) 4.5.3.5 Marmut sehat adalah marmut yang tidak menderita cacat atau kelainan atau penyakit. 4.5.3.6 Pernah beranak atau fertil adalah marmut betina yang sudah pernah beranak 4-5 kali. 4.5.3.7 Tidak bunting adalah marmut betina yang tidak sedang dalam keadaan mengandung anaknya.
38
4.6 Hubungan antar Variabel Variabel Bebas
Variabel Tergantung • • •
Perlakuan P1 S/d Perlakuan P4
Folikel skunder Stroma ovarium Kista fungsional
Variabel Kontrol • • • •
Berat badan Temperatur Makanan Kandang
Bagan 4.6 Hubungan antar variabel 4.7 Bahan penelitian 4.7.1 Daun tanaman gandarusa yang diekstrak dengan aqudest dengan konsentrasi 10% (10gr/100ml), 20% (20gr/100ml), dan 30% (30gr/100ml) 4.7.2 Hewan coba Dalam penelitian ini digunakan marmut betina yang berumur kurang lebih 24 bulan, diperkirakan sedang mengalami proses penuaan, berat badan 600-630 gram. Diberi makan dan minum ad libitum dengan ransum yang berbentuk pellet, dengan volume dan komposisi yang sama. 4.7.3 Bahan kimia Bahan kimia yang digunakan untuk pewarnaan preparat histologi ovarium terdiri dari : Larutan formalin 10%, yang digunakan untuk
39
menyimpan organ fiksasi; etanol 96%; paraffin cair histosac; hematoxylin eosin (HE); xylol; balsam. 4.7.4 Alat penelitian Meliputi timbangan gram; kaca benda dan kaca penutup; mikroskop Olympus tipe BX 51; seperangkat alat bedah, dan mikrotom Microm tipe HM 351. 4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1
Pembuatan ekstrak air daun gandarusa Pembuatan ekstrak air daun gandarusa 10% b/v dilakukan dengan mengeringkan sejumlah daun gandarusa yang sudah dibersihkan dari kotoran dengan pencucian. Kemudian dikeringkan dengan dianginanginkan, tidak langsung dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering daun dibuat serbuk dan disaring dengan ayakan biasa kemudian dihomogenkan. Serbuk yang sudah homogen ditimbang 10 gram, dimasukkan ke dalam panci ekstrak dan ditambah aquades 100 ml.
Panci ekstrak
kemudian dipanaskan di atas pemanas air selama 15 menit, terhitung mulai suhu 900C, sambil sesekali diaduk. Kemudian disaring selagi panas dengan kain flanel dan ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume 100 ml.
40
Cara yang sama dilakukan pada pembuatan ekstrak daun gandarusa 20% b/v dan 30% b/v yaitu dengan menimbang sebanyak 20 gram dan 30 gram serbuk daun gandarusa yang sudah homogen. Teknik ekstrak mempunyai beberapa keuntungan yaitu murah, cepat, dan mudah, karena caranya sederhana. Keuntungan lainya, yaitu karena pelarutnya menggunakan air, maka setelah dikonsumsi bahan tumbuhan ini akan berada pada lingkungan yang sesuai karena dalam tubuh manusia bahan ini ada dalam lingkungan air juga. 4.8.2
Pengumpulan data Hewan coba yaitu marmut betina disiapkan 28 ekor yang dipilih secara random. Adaptasi marmut selama 7 hari. Selama proses adaptasi marmut tetap diberi makan berupa ransum ayam berbentuk pellet dan minum sesuai kebutuhan. Selesai proses adaptasi, berat badan marmut ditimbang dengan timbangan Camry tipe s/m spica 2011. Selanjutnya marmut dipisahkan menjadi empat kelompok, yaitu kelompok placebo, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 3. Setiap kelompok ditempatkan pada satu kandang. Setiap marmut pada kelompok placebo diberikan aquadest sebanyak 6 ml selama 28 hari, sedangkan marmut pada kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan ekstrak daun gandarusa dengan konsentrasi 10% sebanyak 6 ml, marmut pada kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan konsentrasi 20% dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan 6 ml ekstrak
41
daun gandarusa dengan konsentrasi 30% , per oral dua kali sehari jam 8 pagi dan jam 5 sore selama 28 hari. Penetapan dosis dan lama perlakuan berdasarkan pada penelitian terdahulu
tentang
pemberian
ekstrak
daun
gandarusa
terhadap
spermatogenesis marmut jantan. Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat
pengaruh
ekstrak
tanaman
gandarusa
terhadap
jumlah
spermatogonium A, spermatosit primer pakhiten, spermatid 6 dan 7. Marmut jantan yang menjadi hewan coba diberikan dosis 6 ml ekstrak daun gandarusa dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% (Darmayasa, 2006) dan pemberian estrogen menghambat proses penuaan pada ovarium mencit betina selama 28 hari (Natasha, 2007). Setelah perlakuan selama 28 hari, dilakukan pembedahan. Langkah kerja pembedahan dimulai dengan memasukkan marmut kedalam tabung yang berisi chloroform 100% sampai marmut mati, kemudian dibedah untuk mengambil organ ovarium kiri dan kanan untuk pembuatan preparat histologis ovarium. Hewan coba yang telah mati dan diambil organnya ditanam didalam tanah. 4.8.3 Pembuatan sediaan Pembuatan sediaan mikroanatomi ovarium dilakukan dengan metode paraffin dengan tahapan sebagai berikut.
42
4.8.3.1 Fiksasi Ovarium difiksasi dalam larutan formalin buffer, dilanjutkan dengan larutan Bouin selama 3 jam. 4.8.3.2 Washing, dehidrasi dan clearing Organ ovarium dicuci dengan alkohol 70% beberapa kali. Dehidrasi dilakukan dengan alkohol konsentrasi bertingkat dimulai dari alkohol 70%, 80%, 90%, 95% absolut. Untuk menjernihkan, organ ovarium, direndam dalam toluol selama semalam. 4.8.3.3 Infiltrasi dan embedding Infiltrasi paraffin ke dalam jaringan dengan cara merendam organ ovarium dalam campuran toluol dan paraffin selama 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan paraffin murni I, II, III masing-masing selama 50 menit selanjutnya dilakukan embedding yaitu penanaman organ dalam paraffin padat. 4.8.3.4 Pengirisan dan penempelan Blok paraffin yang berisi organ ovarium diiris 6 µm dibagian tengah menggunakan mikrotom Microm type HM 351. Kemudian ditempel pada gelas benda yang telah diolesi dengan Mayers albumin. Dibiarkan selama 24 jam agar penempelan irisan organ ovarium marmut menempel cukup kuat.
43
4.8.3.5 Staining dan mounting Sediaan dipulas dengan Hematoxylin Ehrlich-Eosin dengan urutan sebagai berikut: xylol I selama 5 menit; xylol II selama 5 menit; xylol III selama 5 menit; alkohol 100% I selama 5 menit; alkohol 100% II selama 5 menit; aquadest (beberapa celup), Harris-Hematoxylin selama 15 menit; aquadest selama 1 menit (celup naik turun); acid alkohol 1 % sebanyak 5 7 celupan (jangan sampai pucat); aquadest I selama 1 menit; aquadest II selama 15; eosin selama 2 menit; alkohol 96% I selama 3 menit; alkohol 96% II selama 3 menit; alkohol 100% I selama 3 menit; alkohol 100% II selama 3 menit; xylol IV selama 5 menit; xylol V selama 5 menit. Sediaan yang telah dipulas ditutup, direkatkan menggunakan permount. 4.8.4 Pengamatan Pengamatan yang dilakukan untuk melihat gambaran histologis folikel skunder dan kista fungsional pada setiap ovarium kiri dan kanan, yang diamati dalam lima lapang pandang menggunakan mikroskop Olympus tipe BX51 dengan perbesaran 10x10 (100 kali), pengamatan dimulai dari kiri lalu digeser kekanan, kemudian kebawah sesuai arah jarum jam. Hasil pengamatan ovarium kiri dan kanan kemudian dijumlahkan. Secara skematis, prosedur penelitian yang dilaksanakan sebagai berikut.
44
Marmut 28 ekor
Random Adaptasi selama 7 hari
Kelompok P0
Kelompok P1
Kelompok P2
(Kontrol)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Aquadest
10% ekstrak daun gandarusa
20% ekstrak daun gandarusa
Kelompok P3 Perlakuan 3
30% ekstrak daun gandarusa
Post test Pembedahan Pembuatan preparat Pemeriksaan histologi ovarium 4.8 Bagan Prosedur Penelitia
Analisis data
45
4.9 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer, data yang diperoleh dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut. 4.9.1
Analisis deskriptif (distribusi frekuensi).
4.9.2
Analisis normalitas data diuji dengan Shapiro Wilk. Data terdistribusi normal karena nilai P>0,05.
4.9.3
Levene test untuk menguji homogenitas data, variansnya dinyatakan homogen karena nilai P>0,05
4.9.4
Analisis komparatif, karena data terdistribusi normal dan variansnya homogen, maka dipakai uji Anova dan dilanjutkan dengan uji LSD.
Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau dinyatakan berbeda bila P<0,05.
46
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1
Analisis Deskriptif
5.1.1
Rerata (mean) sesudah perlakuan (posttest) Tabel 5.1 Rerata (mean) sesudah perlakuan (posttest) (Lampiran halaman 59)
Mean Placebo (P0)
Kista fungsional
Folikel sekunder 4,61
2,07
2,71
3,29
(P1)
4,43
2,29
(P2)
5,43
2,00
Perlakuan
(P3)
5,86
0,71
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rerata folikel sekunder pada kelompok perlakuan 3 (P3) = 5,86, lebih tinggi dari pada kelompok placebo (P0) = 2,71. Rerata kista fungsional pada kelompok perlakuan (P3) = 0,71, lebih rendah bila dibandingkan kelompok placebo (P0) = 3,29. 5.1.2
Normalitas data Normalitas data diuji menggunakan uji Shapiro Wilk berikut ini.
47
Tabel 5.2 Hasil uji normalitas data dengan Shapiro Wilk (Lampiran halaman 60) Kelompok
n
Folikel sekunder
Kista fungsional p
Placebo (P0)
7
0,086
0,140
Perlakuan (P1)
7
0,215
0,086
Perlakuan (P2)
7
0,307
0,144
Perlakuan (P3)
7
0,873
0,086
Tabel 5.2 menunjukkan seluruh data pada folikel sekunder dan kista fungsional setelah perlakuan pada kelompok placebo (P0), maupun kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) terdistribusi normal, nilai p> 0,05. Nilai p, pada folikel sekunder kelompok placebo (P0) p 0,086. Pada kelompok perlakuan 1 (P1) nilai p 0,215, kelompok perlakuan 2 (P2) nilai p 0,307, kelompok perlakuan 3 (P3) nilai p 0,873. Sedangkan pada kista fungsional nilai p pada kelompok placebo (P0) p 0,140, pada kelompok perlakuan (P1) p 0,086, kelompok perlakuan (P2) p 0,144, kelompok perlakuan (P3) p 0,086. 5.2
Analisis Komparatif
5.2.1
Hasil uji homogenitas Homogenitas data diuji dengan Levene’s test, diuraikan berikut ini.
48
Tabel 5.3 Hasil uji homogenitas Variance (Lampiran halaman 60) Kelompok
Levene's
P
Folikel sekunder
0,800
0,506
Kista fungsional
1,319
0,291
Tabel 5.3 menunjukkan nilai p pada folikel sekunder (p 0,506) p> 0,05 , pada kista fungsional (p 0,291) p>0,05. Nilai tersebut menunjukkan seluruh data memiliki varians yang sama atau homogen. 5.2.2
Hasil uji One way anova Tabel 5.4 Hasil uji One way anova (Lampiran halaman 61) Kelompok
F-hitung
P
Folikel sekunder
9,176
0,000
Kista fungsional
6,667
0,002
Tabel 5.4 menunjukkan nilai p pada folikel sekunder (p 0,000) nilai p< 0,05 sedangkan pada kista fungsional nilai (p 0,002) nilai p< 0,05. Nilai tersebut dinyatakan signifikan, dengan demikian dapat dikatakan pemberian ekstrak air daun gandarusa dapat mempertahankan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut lebih banyak dibandingkan pada kelompok placebo yang diberikan aqudest. Pemberian ekstrak air daun gandarusa juga mampu menurunkan
49
terbentuknya kista fungsional lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok placebo. 5.2.3
Hasil Uji LSD Tabel 5.5 Hasil uji LSD (Lampiran halaman 62) Kelompok Folikel sekunder
Mean DF
Sig
Kel. P 0 vs Kel. P 1 Kel. P 0 vs Kel. P 2 Kel. P 0 vs Kel. P 3 Kel. P 1 vs Kel. P 2 Kel. P 1 vs Kel. P 3 Kel. P 3 vs Kel. P 2
-1,714 -2,714 -3,143 -1 -1,429
(p) 0,015 0,000 0,000 0,138 0,038
0,429
0,517
-1 1,286 2,571 0,286 1,571 -1,286
0,098 0,036 0,000 0,627 0,012 0,036
KistaFungsional Kel. P 0 vs Kel. P 1 Kel. P 0 vs Kel. P 2 Kel. P 0 vs Kel. P 3 Kel. P 1 vs Kel. P 2 Kel. P 1 vs Kel. P 3 Kel. P 3 vs Kel. P 2
Tabel 5.5 hasil analisis Post Hoc, menunjukkan perbandingan antara kelompok kontrol dengan perlakuan 1 pada folikel sekunder, p = 0,015. Perbandingan kelompok 0 (kontrol) dengan kelompok perlakuan 2, nilai p = 0,000, perbandingan kelompok Kontrol dengan perlakuan 3, nilai p = 0,000 Perbandingan kelompok perlakuan 1 dengan kelompok perlakuan 2 nilai p = 0,138, Kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 3 nilai p = 0,038. yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna atau dapat dinyatakan signifikan. Pada masing-
50
masing kelompok yang dibandingkan hasilnya menunjukkan nilai statistik yang bermakna dengan nilai P<0,05 Perbandingan kelompok perlakuan 3 dengan kelompok perlakuan 2 nilai p = 0,517. Tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna karena nilai P> 0,05 Pada kista fungsional menunjukkan perbandingan antara kelompok kontrol dengan perlakuan 1, nilai p = 0,098. Kelompok kontrol dengan perlakuan 2, menunjukkan nilai p = 0,036. Kelompok kontrol dengan perlakuan 3 nilai p = 0,000. yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna atau dapat dinyatakan signifikan. Pada masing- masing kelompok yang dibandingkan hasilnya menunjukkan nilai statistik yang bermakna dengan nilai P<0,05. Pada kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 nilai p = 0,627. Tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna karena nilai P > 0,05. Kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 3 nilai p = 0,012 dan kelompok perlakuan 3 dengan perlakuan 2 nilai p = 0,036. Pada masing- masing kelompok yang dibandingkan hasilnya menunjukkan nilai statistik yang bermakna dengan nilai P<0,05 Dengan demikian pemberian ekstrak air daun gandarusa dinyatakan mampu mempertahankan jumlah folikel sekunder lebih banyak pada dosis 30%, lebih efektif bila dibandingkan dengan dosis 20% dan 10%. Sedangkan pada kista fungsional pemberian ekstrak air daun gandarusa menunjukkan, perlakuan dengan dosis 30% mampu mengurangi terbentuknya kista fungsional lebih efektif dibandingkan dengan dosis 20% dan 10%.
51
BAB VI PEMBAHASAN Kematian sel pada organ reproduksi wanita telah dimulai pada masa embrio dimana oogonia yang sudah menjadi oosit primer mengalami atresia. Semakin bertambahnya umur, jumlah oosit semakin berkurang hingga pada saat menopause jumlah oosit kurang dari seratus bahkan tidak ada. Hal tersebut juga diikuti oleh penuaan ovarium (Sadler, 2004). Menurut Goldman and Klatz (2007), proses penuaan tidak sama pada setiap orang. Kondisi ini berkaitan dengan adanya toksin dalam diet dan lingkungan. Disisi lain, hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur
fungsi
tubuh.
Menurunya
produksi
hormon
akibat
penuaan,
menyebabkan kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh juga menurun. Pangkahila (2007b) menguraikan, pada tahap subklinik (umur 2535 ) tahun sebagian besar hormon didalam tubuh seperti testosteron, growth hormone, dan estrogen mulai menurun. Estrogen
dihasilkan
dari
proses
aromatisasi
androgen
terutama
androstenedion dibawah pengaruh FSH. Atas pengaruh FSH dan estrogen, sel-sel teka interna folikel membentuk reseptor LH. Dibawah pengaruh LH, sel teka tersebut menghasilkan androgen. Semakin banyak androgen yang dihasilkan, semakin banyak pula estrogen yang dibentuk. Meningkatnya estrogen menyebabkan aktifitas FSH dalam folikel semakin kuat, memberi umpan balik negatif ke hipofisis untuk menghambat sekresi FSH serta memfasilitasi pengaruh FSH dalam membentuk reseptor LH di sel granulosa, puncaknya FSH merangsang
52
reseptor LH yang adekuat di sel-sel granulosa sehingga terjadi luteinisasi (Adnyana, 2005 ). Turunnya kadar FSH menyebabkan folikel antral yang lebih kecil mengalami
atresia,
sedangkan
folikel
dominan
terus
tumbuh
dengan
mengakumulasi jumlah sel-sel granulosa dan reseptor FSH yang lebih banyak. Tingginya kadar estrogen dalam folikel memberi umpan balik positif ke hipofise untuk menghasilkan lonjakan LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan terbentuknya progesteron di sel-sel granulosa. FSH, LH, dan progesteron menstimulasi enzim – enzim proteolitik yang mendegradasi kolagen di dinding folikel sehingga mudah ruptur. Terbentuknya prostaglandin menyebabkan otototot polos ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum (Bulun and Adashi, 2002). Setelah ovulasi, sel- sel stratum granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh darah kecil ovarium mulai berproliferasi. Selanjutnya sel-sel granulosa membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat diantaranya, serta berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum. Bila terjadi fertilisasi, korpus luteum tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk sempurna. Bila tidak terjadi fertilisasi, sel- selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus albikans (Wiknjosastro, 2005). Tabel 5.1 menyajikan tentang rerata (mean) kelompok placebo (P0) dan kelompok perlakuan P1,P2 dan P3. Rerata jumlah folikel sekunder setelah perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kelompok placebo sedangkan jumlah
53
kista fungsional setelah perlakuan lebih rendah bila dibandingkan kelompok kontrol Penurunan jumlah folikel sekunder serta peningkatan terbentuknya kista fungsional setelah perlakuan pada kelompok placebo (PO), disebabkan oleh terjadinya proses penuaan pada marmut. Gordon and Speroff (2002) menguraikan, jumlah folikel terus berkurang seiring dengan bertambahnya usia perempuan. Dalam 10-15 tahun terakhir sebelum menopause, terjadi suatu percepatan kehilangan folikel. Jumlah folikel primordial pada saat menopause mungkin akan habis atau kurang dari seratus. Hal ini menyebabkan turunnya level hormon estrogen akibat berkurangnya jumlah folikel aktif, meningkatnya jumlah folikel yang mengalami atresia akibat apoptosis, peningkatan FSH serta penurunan level inhibin B seperti insulin-like growth factor I. Menurut Goldman and Klatz (2007), hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Bila produksi hormon menurun, maka kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan mengatur fungsi juga menurun. Hasil uji One Way Anova pada tabel 5.4 menunjukkan nilai p pada folikel sekunder (p 0,000) nilai p< 0,05 sedangkan pada kista fungsional nilai (p 0,002) nilai p< 0,05. Nilai tersebut dinyatakan signifikan, dengan demikian dapat dikatakan pemberian ekstrak air daun gandarusa dapat mempertahankan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut lebih banyak dibandingkan pada kelompok placebo yang di berikan aqudest. Pemberian ekstrak air daun gandarusa juga mampu
menurunkan
terbentuknya
kista
dibandingkan dengan kelompok placebo.
fungsional
lebih
banyak
bila
54
Hasil uji tersebut disebabkan oleh kemampuan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air daun gandarusa menghambat pembentukan radikal bebas, sehingga dapat melindungi DNA dan sel dari kerusakan. Folikel yang terdiri dari sel-sel yang utuh (tidak rusak) mempunyai kemampuan berkembang ke tahap berikutnya yaitu folikel kecil - folikel sedang - folikel besar kemudian mengalami ovulasi yang di lanjutkan dengan pembentukan korpus luteum. Dengan banyaknya folikel yang berkembang sampai mencapai ovulasi, maka pembentukan folikel atresia dapat dikurangi. Sebelum mencapai masa pubertas semua folikel dikorteks ovarium berada pada tahap folikel primordial. Folikel ovarium diliputi oleh jaringan stroma dan terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh sel folikular. Folikular sel berasal dari epitel germinal, turunan dari mesothelial yang berasal dari mesonefros. Perkembangan folikel primer tidak tergantung pada FSH tapi diferensiasi dan proliferasinya dipicu oleh faktor lokal yang tidak diketahui, disekresikan oleh sel ovarium. Perkembangan folikel skunder dan tahap selanjutnya dipengaruhi oleh FSH (Shimaki and Ericsson, 2001). Folikel primordial terdiri dari selapis sel folikular yang mengelilingi oosit primer dan dipisahkan dari stroma ovarium oleh lamina basal. Oosit primer berdiameter 25 mikrometer (Gartner and Hiatt, 2001) ada dua tipe folikel primer, unilaminar dan multilaminar tergantung dari jumlah lapisan folikuler yang mengelilingi oosit primer. Oosit primer berdiameter 100-150 mikrometer dengan nukleus yang lebih besar. Folikuler sel berbentuk kuboid, bila ada selapis sel folikuler yang mengelilingi oosit primer disebut unilaminar folikel primer. Bila sel
55
folikular berproliferasi membentuk beberapa lapisan dikenal dengan sel granulosa mengelilingi oosit primer disebut multilaminar folikel primer ( Gartner and Hiatt 2001). Folikel sekunder hampir mirip dengan multilaminar folikel primer disertai dengan adanya akumulasi cairan folikuli diantara sel granulosa (Gartner and Hiatt, 2001) folikel degraf disebut folikel yang masak, mencapai diameter 2,5 cm menjelang ovulasi ( Gartner and Hiatt, 2001). Flavonoid yang terkandung dalam ekstrak air gandarusa juga mampu menghambat aktivitas xanthin oxsidase serta memiliki kemampuan anti lipoperoxidative serta mencegah oksidasi glutation. Hal tersebut melindungi DNA dari kerusakan sel. Antioksidan flavonoid dapat melindungi sel dari radikal bebas dan kerusakan. Hal ini disebabkan oleh afinitas flavonoid terhadap Fe yang sangat kuat sehingga kemampuan Fe untuk mengkatalis proses terbentuknya radikal bebas menjadi berkurang, disamping itu isoflavon dapat meningkatkan terbentuknya superoksid dismutase (SOD) dan menurunkan kadar malondialdehid (MDA) yang dapat melindungi sel dari serangan stress oksidatif (Astuti, 2008). Isoflavon merupakan flavonoid yang memiliki efek estrogenik. Aktivitas isoflavon sangat tergantung pada reseptor estrogen dalam tubuh. Isoflavon khususnya genistein dapat berikatan dengan reseptor α dan β estrogen. Afinitas isoflavon sama dengan estrogen bila berikatan dengan reseptor β estrogen. Bila kadar estrogen dalam tubuh berkurang, isoflavon dapat mengambil alih efek estrogen (Baziad, 2003 a).
56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemberian ekstrak
daun gandarusa (Justicia gendarusa Burm.f) pada marmut betina dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 30% selama 28 hari, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian ekstrak daun gandarusa dapat menghambat penuaan ovarium marmut seperti berikut: 7.1.1
Pemberian ekstrak daun gandarusa selama 28 hari dapat menghambat penurunan jumlah folikel sekunder pada ovarium marmut.
7.1.2
Pemberian ekstrak daun gandarusa selama 28 hari dapat mengurangi terbentuknya kista fungsional pada ovarium marmut.
7.2
Saran Perlu penelitian lebih lanjut dalam jangka waktu lebih lama atau dosis yang perlu ditingkatkan sehingga efek anti penuaan dapat lebih jelas lagi.
57
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, P. 2005. Menopause dan Permasalahannya dalam : Megadhana dan Kusuma, J. Editor. Kumpulan makalah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri dan Ginekologi. Denpasar 28-29 Oktober. p.9095 Anantasika, 2005. Fisiologi Menstruasi dalam : Megadhana Dan Kusuma, J. Editor. Kumpulan Makalah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri dan Ginekologi, Denpasar 28-29 oktober.p. 83-89. Astuti, 2008. Kajian Potensi Isoflavon Kedelai yang difortifikasi dengan Zn dan Vitamin E Terhadap Kinerja Reproduksi. Available from: http:/digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdlsussiastut-1142&q=Research. Accessed Aug, 2008 : 04.00 PM. Baziad, A. 2003. Menopause dan Andropouse. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Bloom and Fawcett, 2002 Buku ajar Histologi Edisi 12, Penerbit Buku Kedokteran ECG Jakarta. Bulun, SE. And Adashi, E.Y. 2002. The Physiology and Pathology of the Female Reproductive Axis. In: Larsen, Kronenberg , Melmed, Polonsky. Williams Textbook of Endocrynology. 10 th. Ed. Philadelphia : Saunders. P.587- 608. Clement, 2002 .Anatomi and Histology of the Ovary. Blausteins Pathology of the female genital tract fifth edition, Springer ,649-669. Darmayasa, G.B., 2006. Pemberian Ekstrak Tanaman Gandarusa Menghambat Spermatogenesis marmut (tesis). Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kedokteran Reproduksi Universitas Udayana. Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. Alih Bahasa : Tambiyong Jan : EGC .P . 58-56. Etnawati,D.1988. Study Fitokimia Farmakologi Daun Gandarusa (Justicia Gendarussa Burm .F), Skripsi Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta Gartner, L.P., Hiatt, J.L.2001. Color Textbook Of Histology, WB saunsers Company,20:461-469. Goldman, R. and Kaltz, R. 2007 The New Anti Aging Revolution, Advantage Quest Publication edition, Malaysia Pp ; 20 - 25.
58
Gordon, J.D. and Sperof L. 2002. Hand Book For Clinical Gynecologic, Endocrynology, and Fertility. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.p 54 – 64. Guyton, A.C., 2000. Textbook of Medical Physiology tenth edition, WB Sounders Company ; 81: 1283-1302. Harvey, S. Menopause, Estrogen Loss, And Their Treatments. Available From www.well.connected.com accessed Aug 8, 2008 : 02.00 PM. Hidajat, A., 2001. Terapi Sulih Hormon Pada Menopause. Simposium Gerontologi Medik II-Malang. Indra, R., 2001. Fisiologi Dan Perubahan Hormonal Pada Menopause. Simposium Gerontologi Medik II-Malang. Maidangkay, T., 2008. Pemberian Infusa Rimpang Kencur (Kaemferia Glanga. L) Menghambat Perkembangan Folikel Mencit Betina Dewasa (Mus musculus) ( tesis). Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kedokteran Reproduksi Universitas Udayana. Musanip, 2006. Ekstrak Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f ) Berpengaruh Terhadap Spermatogenesis. Jurnal Ilmiah Oriza vol. V No.2. Natasha, F., 2007. Pemberian Estrogen Menghambat Proses Penuaan Pada Ovarium Mencit ( tesis). Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kedokteran Reproduksi Universitas Udayana. Nongae, 2008. Estrus Cycleh Available From http://nongae. gsnu. ac. kr/~cspark/teaching/chap5. html. accessed May, 10, 2009 : 02.00 PM Pangkahila, A., 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS, Program Pasca Sarjana Kedokteran, Pusat Studi Andrologi dan Seksologi FK-UNUD. Pangkahila, W., 2007a. Anti – Aging Medicine, Seminar Tetap Sehat dan Menarik Walau Usia Bertambah. Denpasar, 12 Mei. Pangkahila, W., 2007b. Anti – Aging Medicine, memperlambat penuaan meningkatkan kualitas hidup. Kompas, Jakarta. Pradana, S., 2009. Prospek dan Manfaat Isoflavon sebagai Fitoestrogen Bagi Kesehatan. Available From http://en.wikipedia.org accesed May 8, 2009 : 04.00 PM. .
59
Russo A., Acquaviva R., Campisi A., Sorrenti V., Di Giaccomo C., Virgata G., et.al. 2000. Bioflavonoids as Antiradicals, Antioxidants and DNA Cleavage Protectors. Cell Biol Toxicol; 16(2):91-8 Sadler, T.W. 2004. Langman’s Medical Embriology. Philadelphia : Lippincot William & Willkins, p: 18-24 Sastroamidjojo, S., 1967. Obat Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Shimaki,S and Erricson, G.F. 2001. The Physiology of Foliculogenesis The Role of Novel Growth Factor, Fertility and Sterility, vol 76 no5,Pp; 943-946 Smith, J.B.& Mangkoewidjojo, S. 1999. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UIP. Jakarta. Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, R.J., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Departemen Kesehatan R.I., Edisi 1, Jakarta. 324. Wihandani, 2007. Tanda – tanda Penuaan. Seminar Tetap Sehat dan Menarik Walau Usia Bertambah. Denpasar, 12 Mei Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p: 45 – 54. Zilliken, F.I 2009. Production of Novel Isoflavons. Material Meeting, BMBF, Bonn, Germany Available From http://www.naturalwoman.com/phyto.htm Accesed May 8, 2009 : 04.00 PM.
60
LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Data 2.1 Validitas data
Cases Valid KLP
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
FOLSEK 0
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
1
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
2
7
100.0%
0
.0%
7
100.0%
3 KISTA F 0 1 2 3
7 7 7 7 7
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
0 0 0 0 0
.0% .0% .0% .0% .0%
7 7 7 7 7
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
2.2 Analisis Deskriptif
N
Sum
Mean
Std. Deviation
Variance
FOLSEK
28
129
4.61
1.685
2.840
KISTA F
28
58
2.07
1.386
1.921
Valid N (listwise)
28
61
2.3 Hasil uji normalitas
Kolmogorov-Smirnova KLP
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
FOLSEK 0
.256
7
.182
.833
7
.086
1
.203
7
.200*
.877
7
.215
2
.198
7
.200*
.896
7
.307
3
.172
7
.200*
.967
7
.873
KISTA F 0
.291
7
.076
.856
7
.140
1
.256
7
.182
.833
7
.086
*
.858
7
.144
.833
7
.086
2
.214
7
.200
3
.256
7
.182
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
2.4 Uji Homogenitas Variance
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
FOLSEK
.800
3
24
.506
KISTA F
1.319
3
24
.291
62
2.5 Hasil Uji One Way Annova ANOVA Sum of Squares FOLSEK Between Groups
df
Mean Square
40.964
3
13.655
Within Groups
35.714
24
1.488
Total
76.679
27
KISTA F Between Groups
23.571
3
7.857
Within Groups
28.286
24
1.179
Total
51.857
27
F
Sig.
9.176
.000
6.667
.002
63
Multiple Comparisons LSD Dependent
(J)
Variable
(I) KLP KLP
FOLSEK
0
1
2
3
KISTA F
0
1
2
3
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1
-1.714*
.652
.015
-3.06
-.37
2
-2.714*
.652
.000
-4.06
-1.37
3
-3.143*
.652
.000
-4.49
-1.80
0
1.714*
.652
.015
.37
3.06
2
-1.000
.652
.138
-2.35
.35
3
-1.429*
.652
.038
-2.77
-.08
0
2.714*
.652
.000
1.37
4.06
1
1.000
.652
.138
-.35
2.35
3
-.429
.652
.517
-1.77
.92
0
3.143*
.652
.000
1.80
4.49
1
1.429*
.652
.038
.08
2.77
2
.429
.652
.517
-.92
1.77
1
1.000
.580
.098
-.20
2.20
2
1.286*
.580
.036
.09
2.48
3
2.571*
.580
.000
1.37
3.77
0
-1.000
.580
.098
-2.20
.20
2
.286
.580
.627
-.91
1.48
3
1.571
*
.580
.012
.37
2.77
0
-1.286*
.580
.036
-2.48
-.09
1
-.286
.580
.627
-1.48
.91
3
1.286
*
.580
.036
.09
2.48
0
-2.571*
.580
.000
-3.77
-1.37
1
-1.571*
.580
.012
-2.77
-.37
2
-1.286*
.580
.036
-2.48
-.09
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
64
LAMPIRAN 2 Gambaran Histologi Ovarium Marmut
P0
Folikel atresia
Folikel skunder
P1 Folikel atresia
Folikel skunder
65
P2
Folikel Atresia Folikel skunder
P3 Folikel atresia
Folikel skunder
66
Lampiran 3. Gambaran Prosedur Penelitian
Menghaluskan daun gandarusa yang telah di keringkan sebelum ditimbang
Pembuatan ekstrak daun gandarusa dengan alat penangas air
67
Ekstrak daun gandarusa yang telah disaring dan diberi label.
Pemberian ekstrak sesuai perlakuan untuk masing-masing kelompok
68
Lampiran 4. Ethical Clearance