PERBANDINGAN EKSTRAK DAUN BINAHONG DAN EKSTRAK DAUN CENGKEH DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus
NASKAH PUBLIKASI
Program Studi Pendidikan Biologi
Diajukan Oleh : Nur Fitriana Rizki Amanda A 420 110 023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
PERBANDINGAN EKSTRAK DAUN BINAHONG DAN EKSTRAK DAUN CENGKEH DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus Nur Fitriana Rizki Amanda (1), A 420 110 023, Suparti (2), (1)
Mahasiswa/Alumni, (2) Staf Pengajar, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015, 44 lembar.
ABSTRAK . Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah di produksi secara fabrikasi dalam skala besar. Keuntungan dari penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah. Salah satu pemanfaatan bahan alam adalah tanaman binahong (Anredera scandens (L.). Secara tradisional tanaman Binahong dikenal oleh masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit, di antaranya adalah penyakit infeksi. Namun, binahong masih jarang digunakan sebagai tanaman obat. Selain daun binahong, tanaman lain yang mengandung anti bakteri adalah ekstrak daun cengkeh yang mengandung eugenol. Pemanfaatan daun cengkeh saat ini yaitu sebagai sumber minyak cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, makanan maupun rokok. Ekstrak bunga cengkeh yang mengandung eugenol, saponin, flavonoid dan tanin yang juga dapat bersifat antibakteri. Tujuan penelian ini adalah Tujuan penelian ini adalah untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Pembuatan Ekstrak dengan cara Dekoksi.
Hasil Penelitian dengan menggunakan ekstrak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi yang sama yaitu 1%, 3%, 5% menunjukkan hasil yang sama dalam menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus. Konsentrasi yang digunakan tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus.dari data yang diperoleh kedua ekstrak tersebut menunjukkan hasil yang sama yaitu 0mm. Sehingga tidak terdapat zona hambat pada pertumbuhan bakteri.
Kata kunci: Jerawat, Bahan alam, bakteri, anti mikroba.
PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah di produksi secara fabrikasi dalam skala besar. Keuntungan dari penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah. Salah satu pemanfaatan bahan alam adalah tanaman binahong (Anredera scandens (L.). Secara tradisional tanaman Binahong dikenal oleh masyarakat untuk mengobati berbagai macam penyakit, di antaranya adalah penyakit infeksi. Namun, binahong masih jarang digunakan sebagai tanaman obat. Menurut Yusup Yudi Prayudi yang dijelaskan dalam Warta Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (2009) bahwa seluruh bagian tanaman Binahong mulai dari akar, umbi, batang, daun dan bunga sangat mujarab untuk obat dalam penyembuhan (terapi herbal). Ekstrak daun binahong dapat menjadi antibakterial dengan kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, polifenol, saponin, alkaloid, terpenoid, minyak atsiri, dan tanin (Umar, dkk., 2012). Sastrohamidjojo (2002), menyatakan bahwa Flavonoid yang terkandung pada ekstrak daun binahong dari sampel segar dan kering adalah 7,81 mg/kg dan 11,23 mg/kg. Jenis flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi serbuk segar dan serbuk kering ekstrak etanol daun binahong ialah flavonol.
Selain daun binahong, tanaman lain yang mengandung anti bakteri adalah ekstrak daun cengkeh yang mengandung eugenol. Pemanfaatan daun cengkeh saat ini yaitu sebagai sumber minyak cengkeh yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, makanan maupun rokok. Ekstrak bunga cengkeh yang mengandung eugenol, saponin, flavonoid dan tanin yang juga dapat bersifat antibakteri (Haditomo, 2010). METODE PENELITIAN Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang dijadikan objek untuk memperoleh data, informasi dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Tempat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah di Laboratotium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS. Waktu penelitian yang diperlukan untuk memperoleh data dilakukan selama bulan Desember 2014 – Januari 2015. a. Alat 1) Alat yang digunakan untuk sterilisasi dalam pembuatan media. Petridish (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), beaker glass 1000 ml (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), autoklaf , ose, drigalski, dan sprayer. 2) Alat yang digunakan dalam pembuatan media. Kompor, panci, pisau, kain penyaring, kertas kassa, timbangan analitik, spatula, erlenmeyer (Pyrex), Beaker glass (Pyrex), hotplate, magnetic stirrer, autoklaf, petridish (Pyrex), dan tabung reaksi (Pyrex). 3) Alat yang digunakan untuk pembuatan suspensi bakteri Ose, petridish steril (Pyrex), inkubator, tabung reaksi (Pyrex), pembakar spirtus, korek api, dan sprayer. 4) Alat yang digunakan untuk mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri adalah Petridish (Pyrex), pembakar spirtus, penggaris.
b. Bahan 1. Bahan yang digunakan dalam sterilisasi alat.
Kertas payung, alkohol 70%, kapas, korek api, dan aluminium foil 2. Bahan yang digunakan sebagai media pertumbuhan Natrium agar, aquades, 3. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus, aquades, korek api, alkohol 70%, kapas, aluminium foil.
Pembuatan Ekstraksi Dengan Metode Dekokta 1) Mengambil 1 gram daun binahong, mengiris – iris daun hingga berukuran kecil. 2) Memasukkan simplisia kedalam panci dan menambahkan dengan air 100 cc, sehingga di dapat konsentrasi 1% 3) Di panaskan di atasapi langsung ( suhu mencapai 1000C) 4) Pemanasan di lakukan selama 30 menit dengan sekali di aduk – aduk (Voight: 1994 ) 5) Setelah 30 menit panci di turunkan dan di saring menggunakan kain flanel. 6) Menambahkan ekstrak dengan menggunakan air panas hingga mencapai 100 cc. 7) Mengambil 3 gram daun binahong, mengiris – iris daun hingga berukuran kecil 8) Memasukkan simplisia kedalam panci dan menambahkan dengan air 100 cc, sehingga didapat konsentrasi 3% 9) Di panaskan diatas api langsung ( suhu mencapai 100 0C) 10) Pemanasan dilakukan 30 menit dengan sesekali diaduk – aduk. 11) Setelah 30 menit panci diturunkan dan disaring menggunakan kain fanel. 12) Menambah ekstrak dengan menggunakan air panas hingga mencapai 1000C 13) Mengambil 5 gram daun binahong, mengiris- iris daun hingga berukuran kecil
14) Memasukkan simplisia kedalam panci dan menambahkan dengan air 100 cc, sehingga di dapat konsentrasi 5%. 15) Melakukan hal yang sama untuk pembuatan ekstrak daun cengkeh. Cara Uji Anti Bakteri dengan cara Sumuran. 1) Beberapa
koloni
kuman
dari
pertumbuhan
24jam
diambil,
disuspensikan kedalam 0,5ml BHl cair, diinkubasikan 5-8jam pada suhu 37ºC. 2) Suspensi ditambah aquades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU/ml. 3) Kapas lidi steril dicelupkan kedalam suspense bakteri lalu ditekan tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. 4) Media agar dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu, kedalam sumuran diteteskan larutan anti bakteri kemudian diinkubasi pada 37ºC selama 18-24 jam.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang anti mikrobakteri pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan ekstrak daun binahong, ekstrak daun cengkeh pada media nutrien agar, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 rerata pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan ekstrak daun binahong di bandingkan dengan ekstrak daun cengkeh didapatkan hasil sebagai berikut :
Rerata Diameter Perlakuan
Keterangan
zona hambat (mm/%)
B1M0
0
Tidak menghambat
B1M1
0
Tidak menghambat
B1M2
0
Tidak menghambat
B2M0
0
Tidak menghambat
B2M1
0
Tidak menghambat
B2M2
0
Tidak menghambat
Keterangan: (B1) ekstrak daun binahong, (B2) ekstrak daun cengkeh, (M0) konsentrasi 1%, (M1) konsentrasi 3%,, (M2) konsentrasi 5%,
Perlakuan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus sebagai bakteri uji, hasil pertumbuhan bakteri ini pada ekstrak daun binahong dengan ekstrak daun cengkeh yang digunakan sebagai anti mikro bakteria, diameter pada sumuran yang dibuat di ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 1%, 3%, 5% adalah 0 mm. Artinya dengan konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan sampel, ekstrak daun binahong tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Pada uji yang kedua digunakan ekstrak daun cengkeh sebagai uji anti bakteri. Hasil dari uji dengan ekstrak daun cengkeh dengan kadar konsentrasi 1%, 3%, 5% adalah 0. Artinya pada ekstrak daun cengkeh juga menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan konsentrasi yang digunakan tersebut sampel daun cengkeh tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Berdasarkan hasil diatas, menunjukkan bahwa konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan sampel tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus baik pada ekstrak daun binahong maupun ekstrak daun cengkeh.
Penyakit kulit ada yang di sebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus, yang dianggap sebagai kelainan secara fisiologis, hal ini menyebabkan individu yang terinfeksi bakteri tersebut dapat menimbulkan jerawat. Secara umum penyakit kulit disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi kulit dan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung pada kulit. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir - akhir ini meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah di produksi secara fabrikasi dalam skala besar. Keuntungan lain penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah di peroleh dan harganya yang relatif murah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dengan menggunakan anti mikroba yang di ambil dari ekstrak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh. Bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ( gram positif ). Ekstak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh digunakan karena kedua ekstrak ini mengandung zat anti mikroba yang sangat tinggi dan zat – zat lain yang digunakan untuk proses penghambat pertumbuhan bakteri. Daun
binahong
mengandung
triterpenoid,
steroid,
dan
glikosida.
Triterpenoid mempunyai kemampuan meningkatkan kolagen yang merupakan salah satu faktor penyembuhan luka ( Astuti: 2011). Daun binahong terbukti mengandung minyak atsiri cengkeh yang diperoleh dari bunga, batang maupun daun dari tanaman cengkeh, minyak atsiri ini mampu menghambat pertumbuhan organisme, termasuk diantaranya mikroba, serangga, cacing dan tanaman pengganggu. Selain itu cengkeh juga dapat mengurangi peradangan (anti inflamasi ) dan sebagai anti oksidan ( Rahayu : 2000 ). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, anti mikroba yang digunakan adalah ekstrak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh. Untuk konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrasi 1%, 3%. Dan 5%. Konsentrasi yang sama digunakan untuk mengetahui perbandingan daya hambat bakteri untuk pertumbuhan bakteri S. aureus. Pada ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 1% pertumbuhan bakteri diameter yang dibentuk adalah 0 mm dan itu artinya ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 1% tidak dapat dihambat, untuk konsentrasi 3% pertumbuhan bakteri diameter yang dibentuk adalah 0 mm dan itu artinya ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 3% tidak dapat menghambat bakteri. Sedangkan untuk konsentrasi 5% pertumbuhan bakteri diameter yang dibentuk adalah 0 mm dan itu artinya ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Berdasarkan hasil perlakuan menggunakan ekstrak daun cengkeh, konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1%, 3%, dan 5%. Pada ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi 1% diameter yang dibentuk oleh ekstrak adalah 0 mm, sehingga konsentrasi 1% tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Untuk konsentrasi 3% ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi 3% diameter yang dibentuk oleh ekstrak adalah 0 mm, sehingga konsentrasi 3% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan Pada ekstrak daun cengkeh dengan konsentrasi 5% diameter yang dibentuk oleh ekstrak adalah 0 mm, sehingga konsentrasi 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penelitian yang dilakukan, media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah media nutrient agar. Hasil dari pertumbuhan bakteri yang didapat dari penambahan kedua ekstrak tersebut menghasilkan hasil yang sama pada keduanya. Untuk ekstrak daun binahong pertumbuhan bakteri relatif baik, artinya ekstrak daun binahong tidak optimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Sama halnya untuk ekstrak daun cengkeh, pertumbuhan bakteri pada percobaan ini relatif optimal. Artinya ekstrak daun cengkeh tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan optimal. Pada penelitian yang dilakukan kedua ekstrak ini tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini di sebabkan karena konsentrasi yang digunakan sangat kecil sehingga ekstrak yang digunakan ini tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Secara umum terlihat bahwa kedua ekstrak ini yaitu ekstrak daun binahong dan ekstrak daun cengkeh tidak dapat menghambat sedikitpun pertumbuhan bakteri S. aureus. Hal ini terlihat dari pertumbuhan bakteri pada petri yang digunakan dalam menumbuhkan bakteri ini tidak terlihat adanya zona hambat yang terjadi. Sehingga dapat dengan mudah di ketahui bahwa konsentrasi yang digunakan tidak optimal. Rahayu (2000) menyatakan bahwa dinding sel bakteri Gram positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari asam teikoat pada struktur dinding selnya, sedangkan eugenol yang merupakan senyawa turunan fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam lemah.
Sebagai
asam lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : ekstrak daun cengkeh dan ekstrak daun binahong dengan kadar konsentrasi 1%, 3%, dan 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Saran 1. Konsentrasi yang digunakan harus ditingkatkan supaya daya hambat pertumbuhan bakteri lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, Julie A. 2005. Staphylococcus aureus. Tersedia: http://www.foodsafety.unl.edu/pathogens/staph.html. University of Nebraska-Lincoln.[Diakses 21 maret 2015]. Anonim. 2012. Prinsip Dasar Teori Menghitung Mikroorganisme Pada Cawan (Bagian 2). Tersedia: https://ekspedisiaim.files.wordpress.com/2012/04/prinsip-dasar-teorimenghitung-mikroorganisme-pada-cawan-bagian-21.pdf. [Diakses 21 maret 2015]. Anonim.2014. Detaile Information for Escherichia coli. [online]. Tersedia: http://www.safewater.org/PDFS/.../Detailed_Escherichia_Coli.pdf. [25 oktober 2014]. Arulanantham, Ravathie., Pathmanathan, Sevvel., Ravimannan , Nirmala., and Niranjan , Kularajany. 2012. “Alternative Culture Media for Bacterial Growth Using Different Formulation of Protein Sources”. Journal of Natural Product and Plant Resourse, 2 (6):697-700. Atlas, Ronald M. 2004. Handbook of Microbiological Media fourth Edition Volume 1. United States Of America: CRC Press. Badan Standar Nasional.1992.Metoda Pengujian Susu Segar. Jakarta: Badan Standar Nasional. Benson, Harold J. 2002. Micrpbiological Apllications Laboratory Manual in General Microbiology. New York: CRC press.
Cappuccino, James G and Sherman Natalie. 2013. Manual Laboratorium biologi; alih bahasa, Nur Miftahurrahmah. Jakarta: EGC. Collin, C.H and P. M. Lyne. 2004. Microbiological Method Eighth edition. London: Arnold. Deivanayaki, M., and Iruthayaraj , P. A. 2012. “Alternative vegetable nutrient source for microbial growth”.International Journal of Biosciences (IJB), 2 (5):47-51. Difco and BBL Team. 2009. Manual of Microbiological Culture Media Second Edition. New York: Becton, Dickinson and Company. Dwijosaputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Famurewa, O., and David, O.M. 2008. “Formulation and Evaluation of Dehirated Microbiological Media from Avocado Pear (Peasea Americana Cmill)”.Research Journal of Microbiology, 3 (5): 326-330 Gandjar, Indrawati., Sjamsuridjal, Welliar., dan Oetari, Ariyanti. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jewetz, E Melnick, j, L., and Adelberg, E, A,. 2005. Mikrobiologi kedokteran Edisi 1. Diterjemahkan oleh bagian mikrobiologi fakultas kedokteran universitas airlangga. Jakarta: Salemba medika. Kaper, J.B., Nataro, J.P., and Mobley, H.L. 2004. “Pathogenic Escherichia coli”. Nature Reviews Microbiology, 2:123–140. Koswara , Sutrisno. 2010.TeknologiPengolahan Umbi-Umbian Bagian 7 : Pengolahan Umbi Garut.Tropical Plant Curriculum (TPC) Project. Bogor: IPB. Kusdibyo Dan Aziz A. Asandhi. 2004. “Waktu Panen Dan Penyimpanan Pasca Panen Untuk Mempertahankan Mutu Umbi Kentang Olahan”. Jurnal Ilmu Pertanian, 11 (1): 51 – 62. Kwoseh, C.K., Darko. M. A., and Adubofour , K. 2012. “Cassava Starch-Agar Blend as Alternative Gelling Agent for Mycological culture media”. Bots. J. Agric Appl Sci, 8 (1): 8-15. Lehninger, Albert L. 1982. Dasar dasar biokimia jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Madigan, Michael T, David P. Clarck, David Stahl, John M. Martinko. 2011. Brock Microbiology of microorganisms. San Francisco: Benjamin Cummings publishing. Martyniuk , Stefan And Oroń , and Jadwiga. 2011. “Use of Potato Extract Broth for Culturing Root-Nodule Bacteria”. Polish Journal of Microbiology, 60 (4): 323–327. Maulana, Rijanti Rahayu., R. Budiasih., Dan Nelis, Immaningsih. 2012. Karakterisasi Fisik Dan Kimia Rimpang Dan Pati Garut (Marantha Arundinacea L.) Pada Berbagai Umur Panen. Proceeding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan Dan Energi. Eds: Subari, Slamet et al. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura. Melliawati , Ruth. 2009. Escherichia Coli Dalam Kehidupan Manusia.BioTrends, 4 (1): 10-14. Moeryati, S. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat, dan Kegunaan. Jakarta: balai pustaka Orenstein, Abigail. 2015. The Discovery and Naming of Staphylococcus aureus. Tersedia: http://www.antimicrobe.org/h04c.files/history/S-aureus.pdf. [Diakses 21 maret 2015]. Orent,
Wendi. 2006. A Brief History of Staph. Tersedia: http://protomag.com/articles/a-brief-history-of-staph. [Diakses 21 maret 2015].
Purwoko.Tjahjadi. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumu aksara. Radji, maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC. Rao,
Shidar P.N. 2014. [online]. Bacterial Culture Media.Tersedia: www.microrao.com/micronotes/culture_media.pdf. [Diakses pada Minggu, 14 September 2014]
Ravimannan, Nirmala., Arulanantham, Revathie., Pathmanathan, Sevvel., and Niranjan, Kularajani. 2014. “Alternative Culture Media For Fungal Growth Using Different Formulation Of Protein Sources”. Annals of Biological Research, 5 (1):36-39. Richana, Nur. 2012. Araceae & Dioscorea “Manfaat umbi-Umbian Indonesia”. Bandung: Nuansa. Rukmana, R. 2000. Garut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Siegrist, Jvo. 2011. “Staphylococcus aureus In The Focus”. Microbiology focus, 3 (4): 1-6. Slamet, Dewi Sabita dan Tarwotjo, Ignatus. 1980.Komposisi zat Gizi Makanan Indonesia. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan (ISSN: 0125-969501259695. EISSN: 2338-3453) Songer, J. G., Post, K. W., 2005, Veterinary Microbiology. St. Louis: Elsevier. Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: UPN Veteran. Sutarma. 2000. KULTUR MEDIA BAKTERI. Temu teknis Fungsional non peneliti. Tharmila, S., Jeyaseelan, E.C., and Thavaranjit , A. C. 2011. “Preliminary Screening Of Alternative Culture Media For The Growth Of Some Selected Fungi”. Archives of Applied Science Research, 3 (3):389-393. Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: UGM Press. Tortora, G.J., B.R. Funke, and C.L. Case. 2001. Microbiology an Introduction. 7th ed. USA : Addison Wesley Longman, Inc. Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press. Wijayakusuma, Hembing. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia. Windyasmorodewi, W. Indrayudha, P., dan Mayasari, H.F. 2010.Buku petunjuk praktikum mikrobiologi farmasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yuwono, Triwibowo.2010. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.