Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania (Mikania micrantha) terhadap Bakteri Salmonella, Escherichia Coli, dan Staphylococcus Aureus Adil Kari Salam Harahap1, Rahmat Hidayat2 1
2
Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK
Mikania micrantha atau yang dikenal juga dengan nama mikania adalah suatu tumbuhan yang tumbuh merambat dengan cepat. Di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tumbuhan ini digunakan untuk mengobati luka pendarahan pada kulit. Di Kuantan Singingi, Riau, tumbuhan ini digunakan untuk menangani ulser, abses, skabies, dan penyakit kulit lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania (Mikania micrantha) terhadap Salmonella, E. coli, dan S. aureus. Metode uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi agar dan metode sumur. Ada 5 jenis larutan simplisia daun mikania yang dibedakan berdasarkan tingkat konsentrasinya, yaitu 25%, 12,50%, 6,25%, 3,12%, dan 1,56%. Uji aktivitas antibakteri yang menggunakan metode difusi cakram dan metode sumur menunjukkan bahwa simplisia daun mikania tidak dapat menghambat pertumbuhan Salmonella dan E. coli, namun dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa larutan simplisia daun mikania yang paling efektif menghambat pertumbuhan S. aureus adalah pada konsentrasi 25%. (Kata kunci: Escherichia coli, Mikania micrantha, Salmonella, Staphylococcus aureus, uji aktivitas antibakteri.) ABSTRACT Mikania micrantha or also known by the name of Mikania is a vine plant that grows quickly. In South Tapanuli, North Sumatra, this plant is used to treat bleeding wounds on the skin. Kuantan Singingi, Riau, this plant is used to treat ulcers, abscesses, scabies and other skin diseases. The purpose of this study was to test the antibacterial activity simplicia leaves Mikania (Mikania micrantha) against Salmonella, E. coli and S. aureus. The test method used in this study is the agar diffusion method and the method wells. There are 5 types of leaves of Mikania simplicia solution differentiated by the level of concentration, 25%, 12.50%, 6.25%, 3.12% and 1.56%. Antibacterial activity test using disc diffusion method and the method of the wells showed that the leaves of Mikania simplicia can not inhibit the growth of Salmonella and E. coli, but can inhibit the growth of S. aureus. The test results show that the antibacterial activity of a solution simplicia Mikania leaves most effectively inhibit the growth of S. aureus is at a concentration of 25%. (Keyword: Escherichia coli, Mikania micrantha, Salmonella, Staphylococcus aureus, the antibacterialactivity test.)
1
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
Pendahuluan Dalam perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, banyak tumbuhan yang terbukti secara ilmiah dapat mengobati beberapa penyakit akibat infeksi maupun non infeksi. Banyak obat-obatan komersil maupun nonkomersil yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Alasan penggunaan tumbuhan sebagai bahan pembuatan obat adalah karena sifatnya yang alami, murah, terjangkau, dan sedikit menimbulkan efek samping (Nychas dan Skandamis 2003) Di Tapanuli Bagian Selatan, Sumatera Utara, masyarakat setempat menggunakan tumbuhan “siroppaspara” atau mikania (Mikania micrantha) yang diperas dan kemudian ditempelkan pada luka pendarahan kulit. Hasil perasan tumbuhan mikania dipercaya dapat mencegah infeksi bakteri sehingga luka lebih cepat sembuh dan tidak mengalami pernanahan. Di Kuantan Singingi Teluk Kuantan, Riau, masyarakat menggunakan tumbuhan mikania untuk pengobatan penyakit ulser, abses, skabies, dan penyakit kulit lainnya (Susanti et al. 2011). Mikania merupakan suatu tumbuhan gulma yang berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah tumbuh merambat dan memiliki nama ilmiah Mikania micrantha. Mikania memiliki nama lokal yang berbeda di setiap daerahnya. Di daerah Tapanuli Selatan tumbuhan ini dikenal dengan nama “siroppaspara”. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tumbuhan ini dikenal dengan nama “sembung rambat”. Di Jawa Barat (Sunda) tumbuhan ini dikenal dengan nama “caputuheun”. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini lebih dikenal dengan nama American rope, mile-a-minute weed, bittervine, dan Chinese creeper (DEEDI 2011; APFISN 2012). Mikania memiliki karakteristik fisik yang unik. Batang mikania berwarna hijau muda dan ditumbuhi rambut-rambut halus. Pada tiap ruas batang terdapat dua helai daun yang saling berhadapan, tunas baru, dan juga bunga. Daun mikania berbentuk segitiga yang menyerupai bentuk hati dengan panjang 4-13 cm dan lebar 2-9 cm. Permukaan daun menyerupai mangkok dengan tepi daun bergerigi. Bunga tumbuhan mikania berwarna putih, berukuran kecil, serta tumbuh dari ketiak daun atau juga pada ujung tunas (DEEDI 2011). Mikania mempunyai senyawa kimia yang cukup beragam. Amador et al. (2010) mengidentifikasi senyawa kimia daun mikania dengan metode kromatografi gas, yaitu Linalool (15,86%), α-Pinene (10,14%), β-Pinene (8,72%), β-Ocimene (7,12%), Terpineol (6,31%), Geraniol (2,89%), Geranyl asetat (0,83%), Thymol (0,46%), α2
Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Felandrene (0,39%), dan Champene (0,187%). Menurut Taylor (2012), senyawa kimia utama pada tumbuhan ini adalah caffeolylquinic acid, cinnamic acid, coumarin, glikosida, kaurenic acid, germacranolide, stigmasterol, tannin, and resin. Penggunaan mikania dalam dunia kedokteran cukup berkembang. Amador et al. (2010) telah melakukan pengujian terhadap daun mikania dan menyimpulkan bahwa ekstrak daun mikania memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Bacillus substilis. Mikania dapat digunakan untuk menangani gangguan saluran pernapasan bagian atas, infeksi berbagai macam bakteri, protozoa, kapang dan khamir, serta mengobati gigitan ular, sengatan serangga, serta berfungsi sebagai antiradang dan analgesik (Taylor 2012). Di India Tenggara, suku Kabi menggunakan perasan daun mikania untuk menangani sakit perut. Di Malaysia telah dilaporkan bahwa perasan daun mikania digunakan untuk menyembuhkan gatal-gatal pada kulit. Di Afrika, daun mikania dibuat menjadi sayuran yang dikonsumsi secara rutin. Tumbuhan ini memiliki efek negatif pada tubuh, yaitu dapat menyebabkan nausae (mual), vomit (muntah), diare, serta bersifat hepatotoksik (APFISN 2012). Tabel 1 Taksonomi tumbuhan mikania (M. micrantha)a Klasifikasi Kingdom Super divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies a Sumber: APFISN (2012)
Nama Plantae Spermatophyta (berbiji) Magnoliophyta (berbunga) Magnoliopsida (dikotil) Asteridae Asterales Asteraceae Mikania M. micrantha
3
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
Gambar 1 Daun mikania (M. Micrantha) (DEEDI 2011)
Metodologi Penelitian Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Simplisia Daun Mikania Simplisia merupakan suatu bahan alami yang digunakan sebagai bahan obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dikeringkan dan dihaluskan. Pembuatan simplisia dilakukan dengan menggunakan double drum dryer di lab. Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. 2. Pembuatan Larutan Simplisia Daun Mikania Pembuatan larutan simplisia dilakukan dengan mencampurkan simplisia daun mikania dengan aquades. Larutan simplisia daun mikania yang dibuat berjumlah 5 jenis larutan dengan tingkat konsentrasi yang berbeda, yaitu 25%, 12,50%, 6,25%, 3,12%, dan 1,56%. Larutan simplisia 25% dibuat dengan menambahkan 75 ml aquades pada 25 gram simplisia. Campuran tersebut diperas sehingga diperoleh larutan diinginkan. Larutan 12,50%, 6,25%, 3,12%, dan 1,56% dibuat dengan cara pengenceran bertingkat dari larutan simplisia 25%. 3. Identifikasi dan Pembiakan Bakteri Uji Identifikasi bakteri dilakukan untuk memastikan jenis bakteri yang akan digunakan. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan Gram dan metode penanaman pada media agar. Media identifikasi Salmonella menggunakan Mac Conkey Agar (MCA) dan Trypticase Soya Agar (TSA), media identifikasi E. coli menggunakan Mac Conkey Agar (MCA), Endo Agar, dan Trypticase Soya Agar (TSA), media identifikasi S. aureus menggunakan Manitol Salt Agar (MSA) dan Trypticase
4
Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Soya Agar (TSA). Bakteri diinokulasi dengan menggunakan teknik goresan T dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. 4. Pembuatan Suspensi dan Biakan Bakteri Uji Suspensi dibuat dengan menggunakan bakteri yang berada dalam TSA yang sudah diinkubasi selama 24 jam. Suspensi yang dibuat pertama kali adalah suspensi 108 cfu/ml. Cara pembuatan suspensi ini adalah dengan mengambil bakteri menggunakan ose dan diaduk ke dalam 10 ml aquades sampai tingkat kekeruhannya sama dengan larutan 0,5 McFarland. Suspensi ini selanjutnya diencerkan lagi sehingga menjadi suspensi 107 cfu/ml. Pembuatan biakan bakteri uji dilakukan dengan menginokulasi suspensi bakteri 107 cfu/ml di atas permukaan MHA dengan teknik agar sebar. Biakan dibuat sebanyak 15 biakan yang terdiri dari 3 biakan untuk uji antibiotik kontrol, dan masing-masing 6 biakan untuk uji dengan metode cakram dan metode sumur. Enam biakan ini terdiri dari masing-masing 2 biakan untuk Salmonella, E. coli, dan S. aureus. 5. Penggunaan Antibiotik Kontrol pada Media Biakan Ada 6 jenis antibiotik kontrol yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Erithromycin (E), Azithromycin (AZM), Cefotaxime (CTX), Tetracycline (TE), Oxacillin (OX), dan Cefepime (FEP). Setiap antibiotik kontrol diberikan satu keping pada setiap jenis biakan bakteri uji. Biakan yang diisi dengan antibiotik kontrol diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. 6. Pembuatan Cakram dan Sumur pada Media Biakan Cakram dibuat dari kertas saring steril yang berbentuk lingkaran berukuran 13 mm. Cakram dibuat sebanyak 30 keping, masing-masing 6 keping cakram untuk setiap konsentrasi simplisia. Setiap 6 keping cakram digunakan sebanyak 2 keping cakram untuk Salmonella, 2 keping cakram untuk E. coli, dan 2 keping cakram untuk S. aureus. Selanjutnya larutan simplisia daun mikania diteteskan sebanyak 0,5 ml pada cakram sesuai dengan tingkat konsentrasi larutannya masing-masing. Cakram yang sudah ditetesi dengan larutan simplisia kemudian dibiarkan sebentar sampai larutan simplisia tersebut terserap sempurna ke dalam cakram. Cakram selanjutnya ditempelkan pada permukaan media biakan. Cara pembuatan sumur adalah dengan menekan media biakan menggunakan tabung kaca yang berdiameter 5 mm. Sumur tersebut digunakan sebagai tempat menampung larutan simplisia daun mikania. Setiap satu media biakan dibuat 5 sumur 5
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
dan setiap sumur tersebut diisi dengan 1 ml larutan simplisia daun mikania sesuai dengan tingkat konsentrasinya masing-masing. Biakan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
Gambar 2 Posisi peletakan cakram (kiri) dan sumur (kanan) pada media biakan berdasarkan tingkat konsentrasi ekstrak
7. Pengamatan Hasil Pengamatan hasil dilakukan dengan mengamati zona bening yang terbentuk pada biakan di sekitar antibiotik kontrol, cakram, dan sumur. Pengamatan dilakukan setelah melewati masa inkubasi selama 24 jam.
Hasil Dan Pembahasan Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kontrol Uji aktivitas antibakteri kontrol dilakukan untuk memperoleh reaksi antibiotik kontrol terhadap Salmonella, E. coli, dan S. aureus, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil uji aktivitas antibakeri simplisia daun mikania. Keenam cakram antibakteri kontrol memberikan hasil yang bervariasi terhadap ketiga bakteri uji. Erithromycin efektif pada S. aureus dengan zona bening sebesar 25 mm. Azithromycin efektif pada ketiga bakteri dengan zona bening 20 mm pada biakan Salmonella, 28 mm pada biakan E. coli, dan 22 cm pada biakan S. aureus. Cefotaxime tidak efektif pada ketiga bakteri uji. Tetracycline efektif pada E. coli dan S. aureus dengan diameter zona bening masing-masing sebesar 21 mm dan 30 mm. Oxacillin tidak efektif pada ketiga bakteri uji. Cefepime hanya efektif pada bakteri E. coli dengan zona bening sebesar 22 mm.
6
Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Tabel 2 Diameter zona bening (mm) di sekitar cakram antibiotik kontrol Jenis bakteri Salmonella E. coli S. aureus Keterangan: E
E 25
AZM 20 28 22
: Erithromycin
Antibiotik pembanding CTX TE OX 21 30 TE
: Tetracycline
AZM : Azithromycin
OX : Oxacillin
CTX
FEP : Cefepime
: Cefotaxime
FEP 22 -
Gambar 3 Zona di sekitar cakram Tetracycline terhadap Salmonella, E. coli, dan S. aureus
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Cakram Uji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania dengan metode difusi cakram secara duplo memperlihatkan terbentuknya zona bening pada biakan S. aureus. Pada cawan 1 terbentuk zona bening di sekitar larutan konsentrasi 25%, 12,50%, dan 6,25% dengan diameter sebesar 18 mm, 16 mm, dan 14 mm. Pada cawan 2 terbentuk zona bening di sekitar larutan konsentrasi 25%, 3,12%, dan 1,56% dengan diameter sebesar 19 mm, 15 mm, dan 15 mm. Tabel 3: Diameter zona bening (mm) dengan metode difusi cakram Cawan 1
2
Rataan
Jenis bakteri Salmonella E. coli S. aureus Salmonella E. coli S. aureus Salmonella E. coli S. aureus
25% 18 19 18,5
Konsentrasi ekstrak 12,50% 6,25% 3,12% 16 14 15 8 7 7,5
1,56% 15 7,5
7
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
Gambar 4 Zona di sekitar cakram pada cawan 1 (atas) Salmonella, E. coli, dan S. aureus dengan metode difusi cakram
Gambar 5 Zona di sekitar cakram pada cawan 2 Salmonella, E. coli, dan S. aureus dengan metode difusi cakram
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Sumur Uji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania dengan metode difusi cakram secara duplo memperlihatkan terbentuknya zona bening pada biakan S. aureus. Pada cawan 1 terbentuk zona bening di sekitar larutan dengan konsentrasi 25%, 12,50%, dan 6,25% dengan diameter sebesar 13 mm, 10 mm, dan 7 mm. Pada cawan 2 terbentuk zona bening di sekitar larutan dengan konsentrasi 25% dengan diameter sebesar 12 mm. Tabel 4: Diameter zona bening (mm) dengan metode sumur Cawan 1
2
Rataan
8
Jenis bakteri Salmonella E. coli S. aureus Salmonella E. coli S. aureus Salmonella E. coli S. aureus
25% 13 12 12,3
Konsentrasi ekstrak 12,50% 6,25% 3,12% 10 7 5 3,5 -
1,56% -
Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Gambar 6: Zona di sekitar sumur pada cawan 1 Salmonella, E. coli, dan S. aureus dengan sumur
Gambar 7 : Zona di sekitar sumur pada cawan 2 Salmonella, E. coli, dan S. aureus dengan sumur
Pembahasan Zona bening yang terbentuk di sekitar cakram antibakteri kontrol secara umum memiliki luas yang lebih besar daripada zona bening yang terbentuk di sekitar larutan simplisia daun mikania. Hal ini disebabkan oleh kandungan zat antibakteri yang terkandung di dalam cakram antibakteri kontrol lebih tinggi daripada simplisia daun mikania. Cakram antibakteri kontrol merupakan cakram yang diproduksi secara komersil yang sudah mengalami purifikasi (pemurnian), sedangkan simplisia merupakan bahan alami yang tidak mengalami pemurnian zat aktif. Zat aktif antibakteri yang terkandung di dalam simplisia daun mikania belum terpisah dan masih tercampur dengan zat aktif lainnya yang belum tentu bersifat antibakteri. Pada uji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania dengan menggunakan metode difusi cakram, zona bening muncul di sekitar beberapa larutan simplisia pada kedua cawan berisi S. aureus. Pada cawan 1 terbentuk zona bening yang jelas pada larutan simplisia dengan konsentrasi 25%, 12,50%, dan 6,25%, sedangkan pada cawan 2 9
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
terbentuk zona bening pada larutan simplisia dengan konsentrasi 25%, 3,12%, dan 1,56%. Jika dibandingkan dengan cawan 1, zona bening pada cawan 2 harusnya juga terbentuk di sekitar larutan simplisia dengan konsentrasi 12,50%, dan 6,25%. Tidak terbentuknya zona bening di sekitar larutan simplisia tersebut disebabkan oleh zat antibakteri daun mikania yang diserap oleh cakram tidak mampu menyebar secara sempurna. Pada uji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania dengan menggunakan metode sumur, zona bening muncul di sekitar beberapa larutan simplisia pada kedua cawan berisi S. aureus. Pada cawan 1 terbentuk zona bening yang jelas pada larutan simplisia dengan konsentrasi 25%, 12,50%, dan 6,25%, sedangkan pada cawan 2 terbentuk zona bening pada larutan simplisia dengan konsentrasi 25%. Jika dibandingkan dengan cawan 1, zona bening pada cawan 2 harusnya juga terbentuk di sekitar larutan simplisia dengan konsentrasi 12,50%, dan 6,25%. Tidak terbentuknya zona bening di sekitar larutan simplisia tersebut disebabkan oleh zat antibakteri daun mikania di dalam sumur tidak mampu menyebar secara sempurna. Uji aktivitas antibakteri simplisia daun mikania dengan menggunakan metode difusi cakram dan metode sumur memperlihatkan tidak terjadinya pembentukan zona bening pada biakan Salmonella dan E. coli, namun hanya terjadi pada biakan S. aureus. Perbedaan pembentukan zona bening tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat sensitivitas yang dimiliki Salmonella, E. coli, dan S. aureus. Perbedaan tingkat sensitivitas Salmonella, E. coli, dan S. aureus terhadap antibakteri disebabkan oleh perbedaan komposisi dan susunan dinding sel pada ketiga jenis bakteri tersebut (Tortora et al. 2007). Salmonella dan E. coli yang merupakan bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang tinggi, lipoprotein, lipopolisakarida, dan peptidoglikan yang tipis. Lipid, lipoprotein, dan lipopolisakarida berfungsi untuk mempertahankan permeabilitas sel dari zat kimia lain sehingga dapat menahan dan memperlambat masuknya antibakteri ke dalam sel (Tortora et al. 2007). Keberadaan lipid, lipoprotein, dan lipopolisakarida menyebabkan simplisia daun mikania tidak dapat merusak dan menghambat pertumbuhan Salmonella dan E. coli. Kemampuan Salmonella dan E. coli untuk menahan keberadaan zat antibakteri yang terkandung dalam simplisia daun mikania ditunjukkan dengan tidak tidak terbentuknya zona bening di sekitar cakram maupun sumur. 10
Grahatani Vol. 01(3):1-12, September 2015
ISSN-2442-9783
Kandungan membran sel pada Salmonella dan E. coli berbeda dengan kandungan membran sel pada S. aureus. S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tebal, lipid yang rendah, dan tidak memiliki lipoprotein dan lipopolisakarida (Tortora et al. 2007). Peptidoglikan merupakan suatu senyawa polar yang mudah bereaksi dengan senyawa polar (Volk dan Wheeler 1988). Senyawa polar dalam simplisia daun mikania yang dapat bereaksi dengan peptidoglikan adalah fenol, flavanoid, dan tanin, sehingga peptidoglikan terdenaturasi dan mengalami kerusakan. Peptidoglikan yang terdenaturasi dan mengalami kerusakan menyebabkan fungsinya dalam mempertahankan permeabilitas dan mengedarkan ion organik ke dalam sel menjadi terganggu. Selain itu, rendahnya kandungan lipid serta lipoprotein dan lipopolisakarida yang tidak terkandung pada S. aureus menyebabkan bakteri ini tidak dapat mempertahankan permeabilitas sel serta tidak mampu menahan dan memperlambat masuknya zat antibakteri simplisia daun mikania ke dalam sel. Peptidoglikan yang mengalami denaturasi, kandungan lipid yang sedikit, dan ketiadaan lipoprotein dan lipopolisakarida pada S. aureus menyebabkan bakteri ini mengalami lisis dan membentuk zona bening.
Kesimpulan Dan Saran Simplisia daun mikania tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella dan E. coli. Simplisia daun mikania hanya mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri daun mikania dengan menggunakan daun mikania yang sudah diekstraksi terlebih dahulu dengan berbagai metode lainnya, seperti esktraksi maserasi, perkolasi, digesi, infusi, dan dekoksi. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian dan pengujian khasiat daun mikania sebagai antibakteri secara klinis pada hewan coba.
Daftar Pustaka Amador PMC, Ocotero VM, Balcazar RI, Jimenez FG. 2010. Phytochemical and pharmacological studies on Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) [Internet]. Mexico DF (MX): Facultad de Ciencias, Departamento de Biología. Universidad Nacional Autónoma de México. [diakses 2013 Jun 11]. Available
11
Adil Kari SH,Rahmat H
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mikania Terhadap Bakteri
at: http://www.scielo.org.ar/scielo.php?pid=S1851-56572010000100011& script=sci_arttext. [APFISN] Asia-Pasific Forest Invasive Species Network. 2012. Mikania micrantha, Mile-a-minute weed [Internet]. Kerala (IN): Kerala Forest Research Institute. [diakses 2013 Jun 11]. Available at: http://www.fao.org/forestry/ 1337605d702161c15b1e3defa6bf9c8e6c4f82.pdf. Bohlmann J, Keeling CI. 2008. Terpenoid biomaterials. Plant J. 2008 May; 54(4):656-69. doi: 10.1111/j.1365313X.2008.03449.x. [DEEDI] Department of Employment, Economic Development and Innovation, Queensland Government. 2011. Mikania Vine, Mikania micrantha [Internet]. Queensland (AU): DEEDI. [diakses 2013 Jun 11]. Available at: http://www.daff.qld.gov.au/documents/Biosecurity_EnvironmentalPests/IPAMikania-Vine-PP143.pdf. Nychas GJE, Skandamis PN. 2003. Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Foods. Roller S, editor. Washington (US): CRC Press. Susanti E, Kamalrullah, Alfian. 2011. Uji Senyawa Sitotoksisitas dari Tumbuhan Akar PKI (Mikania micrantha H.B.K). Pekanbaru (ID): Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Taylor L. 2012. From The Healing Power of Rainforest Herbs: Guaco (Mikania micrantha) [Internet]. Milam County (US): Raintree Group and Companies. [diakses 2013 Jun 11]. Available at: http://www.rain-tree.com/ guaco.htm#.UbdKuGeLRLg. Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 2007. Microbiology. An Introduction. San Francisco (US): Pearson Education. Volk WA, Wheeler MF. 1988. Mikrobiologi Dasar. Markham, penerjemah; Adisoemarto S, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
12