PEMBERDAYAAN PENYULUHAN PERTANIAN DU SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Latar Belakang Persepsi penyuluhan pertanian sebagai organisasi (lembaga) mulai tertanam melalui pembentukan Landbouw Voorlicting Dienst (Dinas Penyuluhan Pertanian) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Berawal dari sinilah gagasan mengembangkan jabatan penyuluhan pertanian sebagai suatu profesi dalam membangun kemampuan petani . Kemampuan tersebut adalah melakukan pembaharuan dengan menolongnya untuk mampu menolong diri sendiri (to help the farmers help themselves). Dalam upaya revitalisasi pertanian yang difokuskan pada ketahanan pangan, ketersediaan pangan daya beli yang terjangkau dan kemandirian pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu upaya keras melalui perbaikan infra struktur pertanian, pemberantasan dan pengendalian hama, ekstensifikasi lahan dan yang paling penting adalah penyuluhan pertanian. Untuk mendukung program RPPK perlu konsep pertanian masa depan yang kompetetif dan diawali dengan mengerti dan memahami persoalan-persoalan pertanian saat ini kemudian membuat prioritas pemecahannya. Salah satu masalah yang perlu mendapat prioritas adalah penyelenggaraan penyuluhan dan system informasi pertanian. Permasalahan ini menjadi sangat fenomenal di Negara kita, tudingan tentang kegagalan dalam bidang pertanian diarahkan pada system penyelenggaraan penyuluhan yang 10 tahun terakhir mengalami kelesuan secara signifikan. Di Negara pertanian seperti Indonesia, dimana lebih dari 80 % usaha pertanian dikelola oleh petani kecil. Peranan system penyuluhan tidak hanya penting tapi juga sangat strategis dan menentukan. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, aksebilitas yang rendah, maka sumber informasi dan inovasi bagi petani adalah melalui system penyuluhan yang efektif. Implikasi dari pelaksanaan penyuluhan yang efektif adanya keharusan perubahan pola pikir, program maupun struktur organisasi penyelenggaraannya. Sejalan dengan perubahan tersebut dilakukan penyesuaian pada instrument lain, sehingga nafas pendekatan pembangunan pertanian dengan system agribisnis menjadi dasar dikeluarkannya SKB Mendagri dan Mentan tahun 1996 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat mendorong peran serta aktif petani, pelaku agribisnis lainnya dan masyarakat umum atas dasar kemitraan. Hal ini sesuai dengan paradigm baru pembangunan yang menekankan berkembangnya prakarsa dan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kreativitas masyarakat, sesuai dengan semangat UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang member keleluasaan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa dan berdasarkan aspirasi masyarakat sendiri. Dengan demikian penyuluhan pertanian dalam pembangunan system dan usaha agribisnis dapat menjadi gerakan masyarakat, yang dapat memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah. (PAD). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suryana A, (1998), bahwa untuk mendukung terwujudnya system pertanian yang tangguh, modern dan terlestarikan, dalam pelaksanaannya diusahakan semaksimal mungkin keterlibatan berbagai pelaku inovasi teknologi pertanian, para pejabat fungsional diberbagai lembaga instansi, pengusaha dan pertanian secara umum sebagai mitra. Keterlibatan mitra kerja dalam penelitian dan pengkajian dilakukan dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya. Paradigma baru penyuluhan pertanian menuntut agar penyuluhan pertanian difikuskan kembali kepada petani – nelayan dan keluarganya sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Apaiola dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan pertanian dewasa ini, maka para digma tersebut dapat diterjemahkan sebagai upaya memberdayakan petani – nelayan dan keluarganya sebagai actor dalam system dan usaha agribisnis secara utuh serta selaras dengan pembangunan wilayah. Kondisi tersebut menuntut kemampuan penyuluh pertanian untuk mempasilitasi para petani – nelayan dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku mereka kearah yang lebih baik serta kemampuan untuk memfasilitasi berjalannya proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan , pemantauan dan evaluasi seluruh kegiatan dan usaha tani petani – nelayan dari, oleh dan untuk mereka. System penyuluhan pertanian pada hakekatnya merupakan upaya transfer of knowledge, transfer of technology, meningkatkan aksebilitas, pemberdayaan masyarakat pertanian yangbermuara pada peningkatanm pendapatan, peningkatan, kesejahteraan, peningkatan produksi dan sebagainya. Kebijakan dibidang penyuluhan sejak 10 tahun terakhir, dengan menyerahkan tanggung jawab penyuluhan ke Pemda Kabupaten menunjukkan bahwa kondisi riil tenaga-tenaga penyuluh pertanian yang menurut catatan masih berjumlah ± 36.000 orang dengan status kepangkatan fungsional yang stagnan dan cenderung mengalami teransisi terus sarana dan prasarana penyuluh sebagian besar tidak berfungsi efektif, pada gilirangnya kinerja penyuluh menjadi rendah. B. Dasar pertimbangan Produktivitas para petani masih rendah, hal ini disebabkan tingkat penerapan teknologi para petani belum sesuai rekomendasi dan proses transfer teknologi belum optimal. Untuk mencapai hal tersebut penguasahaan materi penyuluhan bagi para penyuluh perlu ditingkatkan dan keterpaduan kerja dan fungsi penyuluhan, penelitian dan petani serta pengguna lainnya
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
perlu diperbaiki. Untuk menjawab hal tersebut maka kegiatan pemberdayaan penyuluhan sangat diperlukan. C. Tujuan Menyebarluaskan teknologi hasil litkaji sebagai meteri penyuluhan kepada penyuluh pertanian Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penyuluh pertanian di Sulawesi Selatan D. Keluaran Diterima dan dipahaminya teknologi hasil litkaji sebagai materi penyuluhan kepada penyuluh pertanian Peningkatan pengetahuan dan keterampilan penyuluh pertanian di Sulawesi Selatan E. Manfaat dan Dampak Peningkatan pengetahuan keterampilan dan sikap penyuluh pertanian di Sulawesi Selatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penyuluhan pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian, agar mereka mampu menologo dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, social maupu politik, sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai (Salim, F,.2005) Menurut Farida, S (2005) bahwa kegiatan penyuluhan pertanian meliputi : 1. Memfasilitas proses pembelajaran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis 2. Memberikan rekomendasi dan mengikhtiarkan akses petani dan keluarganya kesumbersumber informasi dan sumberdaya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah yang dihadapi 3. Membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan 4. Mengembangkan organosasi petano menjadi organisasi social ekonomi yang tangguh 5. Menjadikan kelembagaan penyuluhan sebagaui lembaga perantara, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan kelkuarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis Menurut Van Den Ban dan H.S. Hawkins bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bias membuat keputusan yang benar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Persepsi penyuluhan pertanian sebagai organisasi (lembaga) mulai tertanam melalui pembentukan Landbouw Voorlichting Dienst (Dinas Penyuluhan Pertanian) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Berawal dari sinilah gagasan mengembangkan jabatan penyuluhan pertanian sebagai suatu propesi dalam membangun kemampuan petani kemampuan tersebutb adalah melakukan pembaharuan dengan menolongnya untuk mampu menolong diri sehingga (to help the farmers help themselves). Menurut Farida, S (2005) bahwa system penyuluhan pertanian adalah suatu system pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap petani beserta keluarganya dan pelaku usaha pertanian lainnya melalui proses pembelajaran sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapata, dan kesejahteraannya. Paradigma baru penyuluhan pertanian menuntut agar penyuluhan pertanian difokuskan kembali kepada petani – nelayan dan keluarganya sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Apabila dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan pertanian dewasa ini, maka paradigma tersebut dapat diterjemahkan sebagai upaya memberdayakan petani – nelayan dan keluarganya sebagai aktor dalam sistem dan usaha agribisnis secara utuh serta selaras dengan pembangunan wilayah. Kondisi tersebut menutut kemampuan penyuluh pertanian untuk memfasilitasi para petani – nelayan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaklu mereka kearah yang lebih baik serta kemampuan untuk memfasilitasi berjalannya proses perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi seluruh kegiatan dan usdaha tani petani – nelayan dari, oleh dan untuk mereka. Paradigma penyuluhan pertanian yang diperlukan untuk menhadapi era agribisnis masa depan menurut Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian ( Pusbangluh, 2000) adalah memposisikan petani – nelayan sebagai fokus kegiatan pembangunan pertanian. Dengan demikian kedudukan petani – nelayan dalam pembangunan pertanian adalah sebagai pelaku utama dan 3 sebagai subyek. System penyuluhan pertanian berperan dalam memadukan unsur, fungsi, dan hubungan kerja yang terdiri dari (1) sub system penelitian/pengkajian , (2) sub system pendidikan, (3) sub system diklat, (4) sub system agribisnis dan (5) sub system penyulhan pertanian. Peningkatan produktivitas, efektivitas dan efesiensi penyelengaraan penyuluhan pertanian dilakukan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis dan kondisi penyuluhan pertanian sekarang yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan revitalisasi penyuluhan pertanian. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah upaya mendudukan, memerankan, memfungsikan dan menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud satu kesatuan pengertian, satu kesatuan korps, satu kesatuan arah, kebijakan,dan strategis. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilakukan berdasarkan suatu program yang disusun bersama antara penyuluh pertanian dan petani. Dimana hubungan kelembagaan penyuluhan pertanian Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/kota, petani dan swasta merupakan hubungan fungsional yang bersifat terbuka, saling ketergantungan dan demokratis.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Semua sub system penyuluhan pertanian mempunyai hubungan fungsional yang dalam operasionalnya menganut prinsip kemitra sejajaran, keterbukaan, saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain. Fungsi dan hubungan kerja dari masing-masing sub system diwujudkan melalui penerapan system informasi teknologi yang efektif dan efisien.
III. METODE PELAKSANAAN A. Pendekatan Kegiatan ini akan dilakukan dengan pendekatan PRA yaitu identifikasi dan inventarisasi potensi yang dimiliki masing-masing lokasi yang terpilih melalui kegiatan survey untuk memperoleh data sebagai dasar untuk mengembangkan kegiatan selanjutnya. Identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan terhadap potensi kelembagaan, potensi SDM,potensi kelompok tani, informasi teknologi pertanian yang berkembang dilokasi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan diolah menentukan jenis-jenis informasi/teknologi yang dapat dikembangkan. B. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan pemberdayaan penyuluhan memiliki ruang lingkup kegiatan sebagai berikut : (1) Persiapan Kegiatan dimulai dengan identifikasi masalah dan kebutuhan informasi dan penjajakan lokasi dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), untuk mengetahui keragaan kebutuhan inovasi dan informasi teknologi, wilayah dan lokasi secara fisik dan dukungan fasilitas yang tersedia saat ini serts kondisi sumberdaya manusia. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum dan kondisi awal sehingga dapat dilakukan penyusaian dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. (2) Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan yang dilakukan adalah temu informasi antara petani, penyuluh, peneliti dan lainnya untuk menggali dan membahas aspirasi, persepsi, dan pendapat tentang masalah utama yang dihadapi petani, dan kebutuhan inovasi serta informasi petani dalam melaksanakan usahatani. Selain itu juga akan diadakan kegiatan pembinaan bagi penyluh pertanian daerah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian. (3) Penulisan Laporan Laporan yang dibuat adalah perkembangan kegiatan yang dilakukan melalui pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis kemudian dituangkan dalam bentuk laporan. (4) Seminar Hasil Laporan yang telah disusun akan diseminarkan sebagai akhir dari tahapan kegiatan untuk perbaikan dan implementasi selanjutnya. C. Metode Kegiatan Diseminasi Pelaksanaan pemberdayan penyuluhan pertanian menggunakan metode komunikasi langsung yang terdiri dari 2 kegiata. Rencana kegiatan yang akan dilakukanterdiri dari : (1) Temu Informasi (2) Pembinaan penyuluhh pertanian di BPTP.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Kegiatan (1) : Temu informasi forum pertemuan antara peneliti dan penyuluh pertanian BPTP dengan petani, kontak tani, penyuluh pertanian tingkat lapang, petugas dinas lingkup pertanian, pengusaha dan pihak lain yang terkait dengan pengembangan agribisnis. Pertemuan ini dimaksudkan untyuk menggali dan membahas aspiorasi, persepsi, dan pendapat tentang masalah utama yang dihadapi petani, dan kebutuhan inovasi serta informasi petani dalam melaksanakan usahataninya. Kegiatan (2) Pemberdayaan penyuluh pertanian adalah kegiatan mengkoordinasikan dan menyelenggarakan kegiatan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian daerah di BPTP. D. Media Komunikasi Yang Diperlukan Pemilihan media komunikasi yang diperlukan dalam kegiatan pemberdayaan penyuluhan sangat tergantung ketersediaan sumberdaya antara lain dana, waktu, kemampuan SDM pelaksana, ketersediaan peralatan. Namun demikian pertimbangan efisiensi dan efektivitas tetap menjadi yang utama dalam upaya mencapai tujuan kegiatan. Adapun jenis media yang diperlukan kegiatan ini adalah : (1) Temu informasi mengguanakan media komunikasi, berupa : Poster Folder/leaflet (2) Pembinaan Penyuluh Pertanian menggunakan media komunikasi, yaitu : Modul pelatihan Slide (Power Point) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temu Informasi Kegiatan temu informasi ini merupakan forum konsultasi antara wakil para petani dengan pihak pemerintah yang diselenggarakan secara periodic dan berkesinambungan untuk membicarakan, memusyawarahkan dan mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang menyangkut masalah-masalah pelaksanaan program pemerintah dan kegiatan petani – nelayan dalam rangka pembangunan pertanian. Petani diwakili oleh Kontaktani-nelayan Andalan (KTNA) yang tergabung dalam kelompok KTNA. Kegiatan ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama tentang pemecahan masalah-masalah beserta penyusunan rencana kegiatannya yang mencakup usahatani nelayan dan kehidupan petani nelayan beserta keluarganya, meningkatkan peranan dan peran serta petani-nelayan sebagai subyek pembangunan, dan mewujudkan hubungantimbal balik yang serasi antara kontani-nelayan dan pemerintah dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan pertanian untuk memperbaiki perencanaan masa yang akan dating.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pemberdayaan penyuluhan pertanian melalui kegiatan temu informasi ini diwujudkan dalam bentuk keikut sertaan kontaktani-nelayan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsultasi antara petani denagan pemerintah dalam temu informasi merupakan suatu aktivitas penyuluhan pertanian. BPTP memfasilitasi kegiatan ini dengan partisipasi KTNA se provinsi Sulawesi Selatan sebagai peserta, hal tersebut merupakan upaya mendekatkan teknologi hasil kajian dengan pengguna. Oleh karna itu dalam kegiatan disosialisasikan beberapa kegiatan BPTP ditingkat lapang yang akan dilakukan. Temu informasi diselenggarakan pada tanggal 13 juni 2006 di Kabupaten Gowa. Adapun bentuk partisipasi yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan Pembangunan Pertanian Peranan kontaktani-nelayan dalam perencanaan pembangunan pertanian wilayah, melalui temu informasi yaitu dengan ditampilkannya berbagai program pembangunan pertanian wilayah oleh dinas-dinas terkait, swasta maupun stakedolder lainnya. Peran kontaktani-nelayan melalui proses identifikasi yang dilakukan sebagai awal dari perencanaan sebuah program, identifikasi secara partisipasif melibatkan kontaktani-nelayan sebagai sumber informasi. Identifikasi secara partisipatif sudah menjadi keharusan bagi setiap dinas terkait dalam menjaring informasi terkait dengan pembangunan pertanian. 2. Pelaksanaan Pembangunan Pertanian Dalam pembangunan pertanian wilayah yang dilaksanakan selalu melibatkan kontaktaninelayan sebagai pelaksana di tingkat lapang, dan difasilitasi oleh pemerintah melalui dinas terkait. Setiap kegiatan yang akan dilakukan di tingkat lapang dikoordinasikan dengan KTNA kabupaten untulk selanjutnya mendukung mendukung di tingkat dengan KTNA kabupaten untuk selanjutnya mendukung di tingkat kecamatan dan desa pada lokasi terpilih. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan kelembagaan petani secara baik meskipun belum maksimal dilakukan. BPTP sebagai salah satu UPT litbang pertanian dalam melakukan kegiatannya berbasis di lahan petani dan mel;ibatkan petani sebagai pelaksanamya. 3. Pengawasan Pembangunan Pertanian Pengawasan yang dilakukan KTNA dalam kegiatan pembangunan pertanian wilayah belum jelas ditunjukkan, karena lemahnya hubungan informasi yang ada. Namun demikian harapan kita semoga lebih baik ke depan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan didukung oleh kelembagaan informasi yang lebih baik. Bentuk pengawasan yang dapat ditunjukkan saat ini adalah melelui diskusi dengan Dinas terkait sehingga dapat menjaring umpan balik dari petani, tetapi hal ini masih minim karena keterbatasan pelaksanan kegiatan seperti ini. Kegiatan penjaringan umpan balik terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian perlu mendapat perhatian dan porsi yang cukup sehingga efektifitas pengawasan KTNA lebih baik. Kegiatan temu informasi dihadiri oleh KTNA tingkat nasional Ir. H. Winarno Tohir dan seluru jajaran pengurus KTNA Provinsi Sulawesi Selatan da bawah kepemimpinan H. Abd.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Rahman Dg. Tayang. Partisipasi pemerintah dan stakeholder lainnya dalam kegiatan temu informasi adalah sebagai berikut : 1. KTNA Se Sul Sel dan Sul Bar 2. KTNA Nasional 3. KTNA Provinsi Sulawesi Selatan 4. Ka. Badan SDM Deptan 5. Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 6. Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 7. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Prov. Sul Sel 8. Dinas Perkebunan Prov. Sul Sel 9. Dinas Peternakan Prov. Sul Sel 10. Dinas Perikanan Prov. Sul Sel 11. Dinas Kehutanan Prov. Sul Sel 12. BPTP Sulawesi Selatan 13. BBDMP Sulawesi Selatan 14. PERUM BULOG Sulawesi Selatan 15. PT. Sang Hyang Seri 16. PT. Pertani 17. Pupik Kaltim 18. Petrokimia Gresik 19. Peneliti dan penyuluh BPTP Sul Sel Seluruh stake holder bertindak sebagai pemateri dengan menampilkan berbagai program-program dalam pembangunan pertanian wilayah. Hal tersebut dimaksudkan agar KTNA dapat mengakses segala penawaran program yang berkaitan dengan potensi wilayah masingmasing dan siap memberikan partisipasi aktif dalam pelaksanaan maupun pengawasannaya. Bentuk partisipasi yang diharapkan tersebut merupakan wujud nyata pengembangan konsep triangulasi dalam kegiatan pembangunan pertanian wilayah. Pengembangan teknologi merupakan salah satu bagian dalam kegiatan ini yang sekaligus merupakan langkah investasi yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kemajuan teknologi dilingkungan internal dan eksternal petani. Pengembangan teknologi juga merupakan perwujudan dari strategi berdasarkan kebutuhan teknologi dari berbagai sakal. Sumber – sember teknologi yang berperan dalam pengembangan teknologi lebih rinci akan diuraikan berikut ini : 1. Ka.Badan SDM Deptan FEATI (Farmer Empowerment Agriculture Tecnologi And Information) Pembentukan GAPOKTAN Jaringan komunikasi pada BPP 2. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Prov. Sul Sel GONG ( Gerakan optimalisasi jagung ) Pola kemitraan melalui benih bersubsidi Pengembanagan jagung sulawsi seluas 95.000 ha
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Persediaan Bibit jagung untuk Pengembangan jagung Sulawesi 1.900 Ton 3. Dinas Perkebunan Prov. Sul Sel Pembinaan kelembagaan Petani melalui Sekolah lapang (SL) Revitalisasi Perbenihan Pembinaan Penggunaan Alsintan Program Pengembangan agribisnis 4. Dinas Peternakan Prov. Sul Sel GOS (Gerakan Optimalisasi Sapi) pada 12 kabupaten Vaksinasi Avian Influenza (AI) Perkembangan percontohan IB Mandiri pada 5 kabupaten Pengendalian pemotongan Sapi Bunting dan Betina Produktif Pembibitan Kerbau untuk pengembangan kerbau Pengembangan sapi merah Pengendalian Penyakit Anthraks 5. Dinas Perikanan Prov. Sul Sel Pengembangan DPM ( Dana Penguatan Modal ) Budidaya Udang dan Rumput Laut 6. Dinas Kehutanan Prov. Sul Sel Reboisasi seluas 25.000 ha/th Manajemen Pengelolaan Hutan 7. BPTP Sulawesi Selatan Prima Tani di 12 Kabupaten Sul Sel dan dan 1 Kabupaten Sul Bar 8. BBDMP Batangkaluku Pengembangan P4S di 5 Kabupaten 9. PERUM BELOG Sulawesi Selatan Pengembangan Pola Kemitraan Menjaga Harga Dasar 10. PT. sang Hyang Seri Memproduksi banih tanaman pangan dan hortikultura bersirtifikat Pengembangan Pola Kemitraan melalui Penyaluran Benih Jagung 11. PT. Pertani Pengembangan Pola Kemitraan melalui Penyaluran Benih Padi Bersubsidi 12. Pupuk Kaltim Penyaluran Pupuk Bersubsidi Pembentukan KTN (Kelompok Tani Nelayan) sebagai distributor 13. Petrokimia Gresik Penyaluran Pupuk Non Urea Uraian diatas menunjukkan bahwa implikasi dari pemenuhan kebutuhan teknologi dalam bidang pertanian secara efektif adanya keharusan perubahan pola pikir, program maupun struktur organisasi penyelenggaraannya. Sejalan dengan perubahan tersebut dilakukan penyesuaian pada instrumen lain.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Untuk memacu pembangunan agribisnis dan agroindustri melalui peningkatan produktivitas dipicu oleh inovasi teknologo pertanian menuntut perlunya pengembangan kelembagaan teknologi tepat guna dan efektif dalam mendiseminasikan temuan teknologi baru. Karena itu diperlukan tata hubungan kerja tiga sub system utama kelembagaan teknologi yaitu penelti, penyuluh dan petani melalui pengembangan keterkaitan model tri angulasi. Perlu adanya langkah-langkah konkrit untuk mempercepat transfer teknologi untuk menjaring umpan balik dari pengguna secara terpadu dan menyeluruh dengan pengembangan model tri angulasi dalam pengkajian dan penyuluhan teknologi pertanian. Untuk menmcapai hasil yang lebih efektif diperlukan partisipasi pihak-pihak terkait (stake holder ). Penyaringan umpan balik dari pengguna melalui pengembangan model tri angulasi merupakan langkah penyempurnaan perencanaan program pengkajian dan penyuluhan pertanian, pelaksanaan pengkajian dan penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan inovasi dan informasi pengguna langkah awal percepatan proses transfer teknologi dan berpotensi untuk meningkatkan sinergi bagi kelembagaan transfer teknologi itu sendiri. Dengan demikian kapasitas kelembagaan dapat meningkat dukungan pengguna di tingkat lapang. B. Pembinaan Penyuluh Pertanian Kondisi riil tenaga penyuluh pertanian memang cukup memperhatikan selain jumlahnya yang cenderung menurun, spesialisasi dan status juga menjadi tidak jelas. Ketidak jelasan tersebut memudarkan kompetensi tenaga penyuluh pertanian. Kondisi ini disebabkan karena antara penyuluhan pertanian dan kebijakan pemerintah sering terjadi konflik, di satu sisi pemerintah akan memberikan dana apabila meyakini bahwa penyuluhan sebagai sarana kebijakan dapat mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembangunan pertanian. Di tingkat lapang upaya pencapaian tujuan tersebut menimbulkan konflik sebagai contoh lazim yaitu peningkatan produksi yang harus dicapai dalam jangka pendek, maka dilakukan tindakan-tindakan yang serba instant dan menggunakan cara-cara yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh karena kondisi dan fenomena yang berkembang selama ini maka intervensi pemerintah dibutuhkan dalam pembuatan koridor regulasi perundang-undangan yang mendukung pengembangan kompetensi tenaga penyuluh pertanian melalui : (a) peremajaan/rekruitmen tenaga penyuluh pertanian; (b) penyetaraan D III bagi penyuluh pertanian SLTA; (C) diklat pengembangan keahlian dan spesialisasi agar peranannya dalam menyiapkan metode dan materi penyuluhan sesuai dengan kebutuhan di tingkat lapang. Salah satu upaya yang dilakukan BPTP Sul Sel dalam kegiatan pemberdayaan penyuluhan yaitu dengan menyelenggarakan diklat bagi penyuluih pertanian lapangan dan koordinator penyuluh tingkat kabupaten yang terlibat dalam kegiatan Prima Tani di 13 Kabupaten (BOSOWASIPILU, Takalar, Jeneponto, Pangkep, Barru, Luwu Timur, Luwu Utara dan Polman). Penyuluh pertanian yang berpartisipasi dalam kegiatan ini sebanyak 40 orang. Pelatihan pemberdayaan penyuluhan pertanian diselenggarakan pada tanggal 21 Nopember 2006 di BPTP Sulawesi Selatan. Materi yang disajikan meliputi kegiatan-kegiatan BPTP yang melibatkan petani dan dilak8ukan di lahan petani, antara lain.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sosialisasi Primatani Pengelolaan Hama PBK Pada Kakao Teknologi Budidaya Jagung Integrasi Padio-Ternak Perakitan Materi Penyuluhan Pertanian Teknologi Budidaya Bawang Merah Pengelolaan Padi Terpadu
Uraian tentang materi-materi tersebut diharapkan dapat member wawasan baru bagi penyuluh pertanian dalam melakukan kegiatannya di tingkat lapang. Secara rinci akan diuraikan berikut ini : 1. Sosialisasi Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) Primatani merupakan salah satu instrument pelaksanaan RPPK, guna menghasilkan model pengembangan pertanian dan pedesaan berdasarkan inovasi teknologi dan kelembagaan pertanian. Primatani diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara penghasil treknolohi dengan lembaga penyuluhan dan instansi maupun pelaku agribisnis. Kegiatan ini bertujuan untuk (a) mempercepat proses adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh lembaga penelitian, (b) meningkatkan kesejahteraan petani, serta melestarikan system pertanian dan lingkungan, (c) memperoleh umpan balik tentang karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi. Output dari kegiatan ini adalah (a) model pengembangan usahatani yang berdaya saing, (b) model kelembagaan agribisnis, (c) model penyediaan sistim informasi, konsultasi dan SL (d) model pembinaan kemampuan masyarakat dan pemerintah untuk pengembangan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi modern secara mandiri. Target yang akan dicapai antara lain : kemampuan petani meningkat, organisasi petani produktif, efisien dan mandiri, produktivitas lahan meningkat, system manajemen transparan, hubungan kerjasama yang harmonis, usahatani produktif, mutu baik, efisien, dan berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan dalam Prima Tani yaitu agroekosistem, agribisnis, wilayah, kelembagaan, dan kesejahteraan untuk terbentuknya AIP (Agribisnis Industrial Pedesaan) dan SUID (Sistem Usahatani Intensifikasi Dan Diversifikasi). Organisasi usaha dan system AIP dapat dilihat dalam gambar berikut :
Prasarana & SDA Lembaga Finansial
Jasa Alsintan
(LKM) Kelompok Tani www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tanitav
Pemasaran
Penyuluhan &
Input & Output
Klinik Agribisnis Pasca Panen &
2. Pengelolaan Hama PBK Pada Kakao Industri Pengolahan Tanaman kakao merupakan tanaman yang banyak disenangi oleh OPT dan yang paling banyak dikeluhkan oleh petani adalah hama penggerek buah kakao (PBK). Serangan organisme penganggu tanaman yang cukup tinggi pada pertanaman kakao merupakan masalah utama bagi petani, buah yang terserang PBK menunjukkan gejala awal yaitu : belang-belang kuning, jika buah digoyang tidak berbunyi, biji tampak saling melengket dan berwarna hitam, ukuran biji kecil dan tidak bernas. PBK merupakan hama yang menyerang tanaman kakao yang memiliki rata-rata intensitas serangan yaitu 65,58 persen, kegiatan PHT kakao yang dilakukan menunjukkan data bahwa intensitas serangan PBK antara 1,04 % hingga 17,84 % dan pada kegiatan Non PHT yaitu 21,3 % hingga 73,9 % dan terlihat bahwa intensitas serangan pada musim hujan lebih rendah dibanding musim kemarau. Penyarungan buah kakao merupakan salah satu teknologi pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kakao. Intensitas serangan penyakit busuk buah kakao pada kegiatan PHT dan Non PHT masing-masing 16,9 % dan 38,1 % hingga 47,3 %. Sistem budidaya tanaman sebagai penunjang PHT antara lain pemupukan dan pemangkasan. Prospektif mengadopsi teknologi yang diterapkan dipengaruhi oleh pandangan terhadap resiko dan ketersediaan sumberdaya serta faktor kelembagaan pendukung yang ada di pedesaan. Upaya pengembangan model aplikasi teknologi yang berkelanjutan di tingkat lapang perlu pengawalan. 3. Teknologi Budidaya Jagung Bercocok tanam jagung pada lahan kering dan lahan sawah, berbeda menurut pengolahan tanahnya. Dimana pada lahan kering dilakukan olah tanah ringan sampai sempurna, olah tanah minimum dengan tujuan mematikan gulma melalui semprot herbisida, pada saat sebelum tanam menggunakan herbisida sistemik, pada saat setelah tanam menggunakan herbisida kontak. Pada lahan sawah persiapan lahan dilakukan dengan teknologi tanpa olah tanah (TOT). Persiapan lahan dengan TOT pada tanaman jagung memberikan manfaat yaitu kerja yang lebih ringan, dapat mengendalikan erosi, dan pelestarian lingkungan. Oleh karna itu perlu teknologi yang dapat mengefisienkan biaya pengolahan tanah yang selama ini menyerap dana sekitar 21 – 23 % dari total biaya produksi tanaman jagung. Jagung dengan menggunakan TOT dapat dipanen setelah 50 – 52 hari setelah rambut tongkol keluar. Tongkol dapat dibiarkan sampai kering di lahan dengan memotong batang
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
bagian atas tongkol selanjutnya dapat dijadikan pakan. Selain itu masih ada hasil sampai yaitu pembuatan kompos dari jerami dengan proses sebagai berikut : Jerami dicelup/diperciki urea 10 % Hampar dilantai sampai ketinggian 30 cm Lapisi kotoran ternak Tumpuk sampai ketinggian 1,8 m Tutup bagian atas dengan plastik Setelah 2 minggu jerami di bolak balik Tutup kembali dengan plastik 1 bulan kemudian kompos sudah siap digunakan 4. Integrasi Padi-Ternak Integrasi Padi-Ternak dengan pendekatan “Zero Waste” merupakan penyempurnaan dari apa yang telah dilakukan masyarakat di pedesaan. Ada tiga komponen teknologi utama yaitu (a) teknologi budidaya ternak, (b) teknologi budidaya padi dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu), dan (c) teknologi pengelolaan jerami kompos melalui fermentasi dan amoniasi. Potensi persawahan dalam kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebagai penghasil jerami sebagai pakan ternak, menghasilkan dedak sebagai salah satu komponen ransum pakan ternak. Potensi peternakan sapi sebagai penghasil pupuk organik dari suatu hektar areal pertanaman padi dapat menghasilkan 7,3 – 11 ton/tahun, dan sebagai penghasil daging mengalami penambahan berat badan 0,4 – 0,8 kg/ekor/hari atau 150 – 300 kg/ekor/tahun. 5. Perakitan Materi Penyuluhan Pertanian Kemasan metodologis dalam penyuluhan pertanian di BPTP yaitu model atau cara/teknik dalam penyampaian materi/teknologi hasil-hasil penelitian kepada pengguna. Sebagai acuan BPTP Sul Sel melakukannya dengan mengkomunikasikan/promosi teknologi hasil penelitian secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi langsung dilakukan melalui berbagai pendekatan litkaji, langsung disajikan di lahan petani yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sasaran dan petani terlibat dalam kegiatan tersebut. Selama litkaji berlangsung proses komunikasi berlangsung pula sehingga terjadi dinamika proses dalam pengambilan keputusan sasaran/pengguna Jenis-jenis litkaji tersebut yaitu berupa kegiatan : Uji Multi Lokasi, Uji Adaptasi, Penelitian Sistem Usahatani (PSUT), Penelitian Sisten Usaha Pertanian (PSUP), Visitor Plot, Gelar Teknologi, Unit Komersialisasi Teknologi (UKT) dan jaringan litkaji. Sedangkan komunikasi tidak langsung dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media dan merupakan upaya promosi teknologi yang direalisasikan kedalam berbagai sarana antara lain : o o
Media cetak (Brosur,poster, leaflet, prosiding, buletin) Media terproyeksi (Slide,TV, VCD )
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
o o o o o
Media terekam (Radio) Media tatap muka (Temu Aplikasi, Temu lapang, Temu Usaha, Temu Informasi) Media kunjungan (visitor plot) Media promosi (Pameran/Expose Teknologi Media kursus pelatihan
Untuk menyelenggarakan penyuluhan pertanian perlu dukungan sarana mobilitas dan finansial bagi penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dukungan finansial dapat memberi motivasi yang kuat dalam melakukan aktivitas, sifatnya sangat manusiawi dan untuk dapat mengikuti irama perubahan karena kebijakan otonomi perlu dukungan sarana yang memadai. Selain itu pula menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut, maka penyuluhan pertanian perlu mereformasikan diri agar dapat mewujudkan tuntutan perubahan dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Untuk ikut berperan dalam pembangunan pertanian wilayah regional maupun nasional perlu peningkatan kompotensi melalui pendidikan dan pelatihan serta memacu kreativitas diri sehingga dapat melahirkan konsep-konsep pembangunan pertanian yang lebih prospektif. 6. Teknologi Budidaya Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu tanaman sayuran yang diusahakan secara komersil oleh petani, dengan luas areai pertanaman Sul Sel sebesar 16.258 ha meskipun demikian rata-rata kepemilikan lahan yang sempit ( < 0,5 ha) dan produktivitas yang rendah yaitu hanya 6.96 t/ha dengan potensi hasil bisa mencapai 10 – 20 t/ha. Bawang merah dapat tumbuh di daratan rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan suhu udara agak panas 25 – 32 ° C, derajat kemasaman tanah (pH) antara 5,5 – 7,0 dan waktu tanam yang tepat akhir musim hujan (Maret – April). Komponen teknologi dalam budidaya bawang merah yaitu antara lain : Umbi telah disimpan selama 3-4 bulan Ukuran umbi 5-8 g/umbi Membuang umbi busuk, cacat, terserang OPT, umbi yang menyimpang dari aslinya Pemotongan ujung umbi sebelum penanaman Jarak tanam 20 cm x 15 cm Pupuk kandang (5 – 10 t/ha) Urea (200kg/ha) SP 36 (200 kg/ha) KCL (200 kg/ha) Panen bawang merah pada umur 60 – 70 HST (dataran rendah) Panen bawang merah pada umur 80 – 85 HST (datarantinggi) 80 % daun berwarna kuning dan leher batang umbi kosong 60 – 70 % rebah Sebagian umbi tersembul keluar dan berwarna merah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pelayuan selama 2 – 3 hari sesuai kondisi daun (setengah kering) Pengeringan selama 7 – 10 hari Organisme pengganggu tanaman utama pada bawang merah adalah hama ulat bawang, hama putih Thrips, hama ulat tanah, penyakit bercak ungu, antraknose, layu fusarium, bercak daun. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain untuk hama ulat bawang yaitu : Pergiliran tanaman Penanaman serentak Pengumpulan dan pemusnahan telur dan larva Pengendalian fisik menggunakan lampu perangkap Penggunaan insektisida secara selektif Penggunaan ambang kendali (5 larva instar 2/rumpun, 10 larva instar1/rumpun atau 5 % kerusakan/rumpun) Penggunaan insektisida secara bergilir : sistemik – kontak – kontak – sistemik 7. Pengelolaan Padi Terpadu Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTST) adalah bekerjasama yang memiliki efek sinergi dengan asumsi 1 + 1 sama minimal lebih dari 2. Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu merupakan pengelolaan teknologi, manusia, dan ekonomi secara terpadu. Tujuan dari pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu adalah : Meningkatkan produktivitas Meningkatkan nilai ekonomi untuk efisiensi input Melestarikan sumberdaya alam Pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu adalah : Pemecahan masalah priorotas Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya local (bahan organic, air, tenaga kerja, dan kelembagaan) Sinergisme dan efek berantai komponen produksi Efisiensi penggunaan input Peningkatan dan pemeliharaan kesuburan tanah Partisipasi petani Kerjasama antara instansi/kelembagaan Tahapan pengembangan kegiatan dalam pengelolaan tanaman dan sumberdaya tanaman terpadu yaitu : Sosialisasi dan apresiasi Wilayah pengembangan Pemahaman Pedesaan Secara Partisipatif (PPSP/PRA) Pelatihan dan pendampingan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Implementasi kegiatan Temu lapang Monev Pengembangan dan diseminasi teknologi Studi dampak Untuk lebih memapankan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di tingkat lapang perlu dilakukan “Listen and Learn From Farmers “. BAB V PENUTUP Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan meningkatkan peran penyuluh pertanian mendukung revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan yang dilakukan BPTP Sulawesi Selatan dalam kegiatan pemberdayaan penyuluhan adalah sebagai berikut : 1. Pemberdayaan penyuluhan pertanian melalui kegiatan temu informasi ini diwujudkan dalam bentuk keikut sertaan kontaktani-nelayan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsultasi antara petani dengan pemerintah dalam temu informasi merupakan suatu aktivitas penyuluhan pertanian. 2. Peranan KTNA dalam perencanaan pembangunan pertanian wilayah, melalui proses identifikasi yang dilakukan sebagai awal dari perencanaan sebuah program. Identifikasi secara partisifatif dalam menjaring informasi terkait dengan pembangunan `pertanian melibatkan kontaktani-nelayan sebagai sumber informasi dan bakal calon pelaksana melalui dinas terkait. 3. Bentuk pengawasan yang dilakukan KTNA melalui diskusi dengan dinas terkait sehingga dapat menjaring umpan balik dari petani, meskipun masih minim. Namun demikian harapan kita semoga lebih baik ke depan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan didukung oleh kelembagaan informasi yang lebih baik sehingga efektivitas pengawasan KTNA lebih baik. 4. Penyaringan umpan balik dari pengguna pengembangan model tri angulasi merupakan langkah penyempurnaan perencanaan program pengkajian dan penyuluhan pertanian, pelaksanaan pengkajian dan penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan inovasi dan informasi pengguna merupakan langkah awal percepatan proses transfer teknologi dan berpotensi untuk meningkatkan sinergi bagi kelembagaan transfer tyeknologi itu sendiri. Dengan demikian kapasitas kelembagaan dapat meningkat dengan dukungan pengguna di tingkat lapang. 5. Implikasi pemenuhan kebutuhan teknologi dalam bidang pertanian secara efektif adanya organisasi penyelenggaraannya. Sejalan dengan perubahan tersebut dilakukan penyesuaian pada instrumen lain. 6. Untuk memacu pembangunan agribisnis dan agroindustri melalui peningkatan produktivitas dipicu oleh inovasi teknologi pertanian menuntut perlunya pengembangan kelembagaan teknologi tepat guna dan efektif dalam mendiseminasikan temuan teknologi baru. Karena itu diperlukan tata hubungan kerja antara tiga sub sistenm utama kelembagaan teknologi yaitu peneliti, penyuluh dan petani melalui pengembangan keterkaitan model tri angulasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7.
8.
Salah satu upaya yang dilakukan BPTP Sul Sel dalam kegiatan pemberdayaan penyuluhan yaitu dengan menyelenggarakan diklat bagi penyuluh pertanian lapangan denagn menawarkan berbagai materi teknologi yaitu : (1) Sosialisasi Primatani; (2) Pengelolaan Hama PBK Pada Kakao; (3) Teknologi Budidaya Jagung; (4) Integrasi PadiTernak; (5) Perakitan Materi Penyuluhan Pertanian; (6) Teknologi Budidaya Bawang Merah; (7) Pengelolaan Padi Terpadu. Model diseminasi teknologi dan pembedayaan penyuluhan pertanian di Sulawesi Selatan telah berhasil dilaksanakan melalui model pendampingan teknologi bekerja sama dengan litbang, pemda, dan petani sehingga terjadi percepatan transfer teknologi pertanian, dan perlu dukungan perluasan jangkauan dengan dukungan diseminasi, seperti yang sementara dikembangkan melalui PRIMATANI.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id