PEMBENTUKAN TANAMAN HAPLOID GANDA DENGAN PERLAKUAN ORYZALIN SECARA IN VITRO PADA BIJI JAGUNG (Zea mays) DIDUGA HAPLOID
TETI MARDYATUL KHIBTIAH
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK TETI MARDYATUL KHIBTIAH. Pembentukan Tanaman Haploid Ganda dengan Perlakuan Oryzalin Secara In Vitro pada Biji Jagung (Zea mays) Diduga Haploid. Dibimbing oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan IKA MARISKA. Biji jagung ungu BC2 diduga haploid dihasilkan dari persilangan varietas Bisma terhadap galur penginduksi haploid (3490) secara backcross. Penggandaan kromosom terhadap biji tersebut dilakukan dalam upaya menghasilkan tanaman haploid ganda (galur murni). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode diploidisasi secara in vitro dengan perlakuan oryzalin sebagai senyawa pengganda kromosom, yang diberikan pada konsentrasi 0, 5, 10, dan 15 µM selama 24 jam pada bahan tanaman biji dan akar kecambah. Hasil analisis kromosom pada biji ungu kontrol menunjukkan 66,7% biji haploid dan 33,3% biji diploid. Perlakuan oryzalin berpengaruh terhadap penggandaan jumlah kromosom dari haploid menjadi haploid ganda atau dari diploid menjadi tetraploid. Semakin besar konsentrasi oryzalin, semakin besar peluang terjadinya penggandaan kromosom, tetapi diikuti pula oleh tingkat kematian yang lebih tinggi. Kombinasi perlakuan yang paling efisien ialah oryzalin 5 µM pada akar kecambah, yaitu menghasilkan tanaman haploid ganda terbanyak sebesar 71,4 % dengan tingkat kematian rendah sebesar 30%. Perubahan dari haploid menjadi haploid ganda menyebabkan pertumbuhan panjang tajuk lebih panjang dan jumlah daun lebih banyak serta kerapatan stomata semakin rendah.
ABSTRACT TETI MARDYATUL KHIBTIAH. Formation of Doubled Haploid Plants through In Vitro Oryzalin Treatment on Maize Kernels (Zea mays) Estimated Haploid. Supervised by ENCE DARMO JAYA SUPENA and IKA MARISKA. BC2 maize purple kernels estimated haploid were resulted from a cross between Bisma variety with haploid inducer line (3490) by backcross. Chromosome doubling to these kernels was done to produce doubled haploid plants (pure lines). This study was conducted to get an in vitro diploidisation method by oryzalin treatment as a chromosome doubling agent, with concentration of 0, 5, 10, and 15 µM for 24 hours on seeds and root of seedlings. Chromosome analysis on the control of purple kernels showed 66.7% of the seeds was haploid and 33.3% was diploid. Oryzalin treatment affected in doubling the chromosome number from haploid to doubled haploid or from diploid to tetraploid. The higher concentration of oryzalin increased the opportunity of chromosome doubling, but increased death rate. Combination of treatment that is most efficient was 5 µM oryzalin on seedling roots that produced the highest number of doubled haploid plants was found by 71.4% with a low mortality rate by 30%. Increasing of the chromosome number caused the growth of the longer canopy length and more number of leaves and the lower stomata density.
PEMBENTUKAN TANAMAN HAPLOID GANDA DENGAN PERLAKUAN ORYZALIN SECARA IN VITRO PADA BIJI JAGUNG (Zea mays) DIDUGA HAPLOID
TETI MARDYATUL KHIBTIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul skripsi : Pembentukan Tanaman Haploid Ganda dengan Perlakuan Oryzalin Secara In Vitro pada Biji Jagung (Zea mays) Diduga Haploid Nama : Teti Mardyatul Khibtiah NIM : G34050935
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si NIP. 19641002 198903 1 002
Dr. Ir. Ika Mariska, APU NIP. 19491027 197903 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si NIP. 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Ika Mariska, APU selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama kegiatan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini, kepada Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si selaku wakil Komisi Pendidikan Departemen Biologi FMIPA IPB atas saran yang diberikan, serta kepada Ibu Mia Kosmiatin, M.Si dan rekan penelitian Isniani Muftiarsari, yang telah memberikan banyak dukungan dan masukkan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Proyek APBN dan Kepala Badan Litbang Pertanian yang telah membiayai penelitian ini, kepada Kepala Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, kepada Ibu Dr. Ir. Ika Mariska, APU selaku Kepala Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan serta kepada Bapak/Ibu Peneliti BB-Biogen atas segala arahan dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Joko, Bapak Hafiz, Mas Anto, teman-teman penelitian terutama Ade, Mawid, Rohmat, Tinur, dan Gladies, serta Staf BB-Biogen yang telah banyak membantu dalam kegiatan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman Biologi 42 atas kehangatan dan kebersamaannya terutama Amaryllis, Dorkas, Sri, Amanda, Tika, dan Jazy, juga kepada teman-teman di Pondok Sabrina terutama Rizma, Sri, Dewi, Shanty, Tiwi, Mery, Andini, Gustin, Devi, Atrie, Winda, Linda, Septa, Fitri, dan Anif. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pengurus dan sahabat Karya Salemba Empat (KSE) serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penghargaan setinggitingginya penulis sampaikan kepada kedua orangtua, kakak dan adik tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2010
Teti Mardyatul Khibtiah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 08 Juli 1987 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Emod dan Ibu Yayah. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Maja dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan mayor Biologi dan minor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Majalengka sebagai bendahara umum periode 2007/2008, pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) sebagai bendahara divisi BioWorld periode 2007/2008, serta ikut aktif dalam berbagai kepanitiaan. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapangan (PL) di PTPN VIII Sedep-Pangalengan, Bandung. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Dasar untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama selama tiga tahun ajaran, asisten praktikum mata kuliah Ilmu Lingkungan tahun ajaran 2008-2009, dan asisten praktikum mata kuliah Anatomi dan Morfologi Tumbuhan tahun ajaran 2009-2010. Penulis juga menerima beasiswa prestasi dari Yayasan Karya Salemba Empat selama dua tahun beturut-turut (2008-2010).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………..……………...............……………………………………… viii DAFTAR GAMBAR …………………..……................……………………………………….. viii DAFTAR LAMPIRAN …………………….................………………………………………… viii PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………..............…………………………………………. 1 Tujuan ……………………………..............………………………………………….. 1 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat …………………...........…..……………………………………… Bahan ………………………………...............……………………………………….. Metode Penelitian …………………..............………………………………………… Diploidisasi In Vitro………………..............….………………………………………. Sterilisasi Biji Jagung Ungu BC2 ………………………………………………… Perlakuan Biji Jagung Ungu BC2………………………………………………… Perlakuan Akar Kecambah Biji Jagung Ungu BC2 ……………………………… Pengamatan ………………………................………………………………………….
2 2 2 2 2 2 2 2
HASIL Analisis Jumlah Kromosom ………...........…..………………………………………. 3 Pengaruh Penggandaan Kromosom terhadap Morfologi Tanaman Jagung ...…..…….. 4 Evaluasi Jumlah Kromosom dengan Karakter Stomata dan Kadar Klorofil ………………….……………….............………………………… 5 PEMBAHASAN …………………………………………….............………………………….. 6 SIMPULAN Simpulan ……………………………………………...........…………………………. 7 Saran ………….…………………………………….............………………………… 7 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..............…………………………. 7 LAMPIRAN ………………………………………………….............…………………………. 9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Variasi level ploidi tanaman jagung hasil perlakuan oryzalin konsentrasi yang berbeda selama 24 jam ……………………..............…………………………………. 3 2 Karakteristik stomata dan kadar klorofil daun pada tanaman jagung dengan level ploidi berbeda ………………………..............………………………………... 5
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Jumlah kromosom pada tanaman dari biji jagung ungu BC2 sebagai kontrol dan hasil penggandaan kromosom dengan oyzalin …….…..............……… 4 2 Pertumbuhan planlet jagung setelah perlakuan oryzalin 15 µM pada biji selama 24 jam ……………………………………………………..............……… 4 3 Pertumbuhan panjang tajuk tanaman jagung yang berhasil hidup di rumah kaca dengan tingkat ploidi berbeda ……………………………................……..… 4 4 Pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung yang berhasil hidup di rumah kaca dengan tingkat ploidi berbeda…………………………..…................……..... 5 5 Perbandingan ukuran stomata dan kerapatan stomata dari daun tanaman jagung dengan tingkat ploidi berbeda …………………….............…….. 6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Komposisi media MS (Murashige & Skoog 1962) ……………..…...........………………… 10 2 Pembuatan larutan oryzalin ………………………………………………………………… 11 3 Hasil uji anova pengaruh perbedaan level ploidi terhadap panjang tajuk dan jumlah daun tanaman jagung pada 1-6 MST ……..……..............……………………… 12 4 Hasil uji anova pengaruh perbedaan level ploidi terhadap karakter dan kadar klorofil daun tanaman jagung ………..…………..............………………………. 12
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays) merupakan komoditas pertanian yang penting setelah padi. Permintaan jagung sebagai bahan pangan maupun sebagai pakan terus meningkat. Pada tahun 2008, kebutuhan jagung nasional belum dapat dipenuhi dengan produksi jagung dalam negeri sebesar 16,32 juta ton dari 4 juta ha lahan dengan produktivitas tanaman yang baru sekitar 4 ton/ha (BPS 2009). Salah satu penyebab produktivitas yang rendah ini karena petani masih menggunakan benih jagung lokal yang kapasitas produksinya tidak optimal. Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih besar, baik melalui perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas jagung, di antaranya dengan penggunaan varietas hibrida yang memiliki potensi produktivitas 10-11 ton/ha. Penggunaan benih hibrida di Indonesia masih rendah yaitu 40%. Hal ini disebabkan persediaan benih yang belum mencukupi dan harga yang mahal (Iriany & Takdir 2007). Tanaman galur murni diperlukan untuk mengembangkan varietas hibrida. Secara konvensional, galur murni diperoleh dari penyerbukan sendiri (selfing) sampai tujuh generasi atau lebih (Eder & Chalyk 2002). Menurut Dewi (2003) kultur antera merupakan salah satu teknik kultur in vitro yang dapat mempercepat perolehan tanaman haploid ganda (galur murni) dari tanaman tanpa dipengaruhi oleh heterozigous hubungan dominan resesif. Akan tetapi, teknik tersebut sulit dilakukan pada jagung dan tidak dapat diulang meskipun sudah banyak dikulturkan (Mariska et al. 2007). Tanaman haploid ganda juga dapat diperoleh melalui pembentukan tanaman haploid menggunakan metode Bulbosum yang dilanjutkan dengan penggandaan kromosom. Metode Bulbosum yaitu persilangan antara dua jenis tanaman yang hubungan kekerabatannya jauh atau dapat juga persilangan antar spesies tanaman yang sama tetapi salah satu tetuanya memiliki kemampuan untuk menginduksi terbentuknya tanaman haploid (Chahal & Gosal 2006). Kedua tipe persilangan tersebut menghasilkan tanaman haploid maternal dengan jumlah kromosom yang sama dengan jumlah kromosom sel gamet betina atau setengah dari jumlah kromosom sel somatik tetua betina.
Induksi tanaman haploid pada jagung yaitu melalui persilangan varietas budidaya sebagai tetua betina dengan galur Maize Inducer Haploid Line sebagai tetua jantan. Persilangan ini menghasilkan biji haploid maternal sehingga sifat inducer tidak akan berpengaruh pada tanaman haploid yang dihasilkan. Biji haploid yang dihasilkan tersebut diindikasikan oleh warna ungu karena adanya gen R1-nj yang mengekspresikan antosianin pada embrio dan endosperma (Nanda & Chase 1966). Jumlah kromosom pada biji haploid yang dihasilkan, dapat digandakan dengan menggunakan senyawa antimikrotubul, yaitu senyawa yang dapat mengganggu proses mitosis dengan menghambat pembentukan benang gelendong. Senyawa tersebut di antaranya kolkisin, oryzalin, amiprophosmethyl, pronamide, trifluralin. Menurut Wan et al. (1991), oryzalin pada konsentrasi 5 dan 10 µM efektif menggandakan kromosom pada kalus hasil kultur anter jagung. Penggandaan jumlah kromosom menyebabkan perubahan morfologi tanaman yang lebih besar dan vigor (Winarto 2009), ukuran stomata lebih besar serta kerapatan stomata semakin rendah (Thao et al. 2003), juga peningkatan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata (Ho et al. 1990). Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan persilangan varietas jagung budidaya (Bisma) berbiji kuning dengan galur penginduksi haploid (3490) berbiji putih menghasilkan F1 dengan biji berwarna kuning dan putih. Back cross tanaman jagung dari biji F1 kuning terhadap galur 3490 menghasilkan biji BC1 berwarna ungu sebanyak 1,5 % dan sisanya berwarna kuning dan putih. Sejumlah biji ungu BC1 yang dilakukan analisis kromosom menunjukkan 100% biji tersebut memiliki jumlah kromosom haploid. Selanjutnya, tanaman jagung dari biji kuning BC1 disilangkan kembali dengan galur 3490 dan masih menghasilkan biji ungu BC2 dengan frekuensi yang meningkat menjadi 12,5 % dan sisanya berwarna kuning dan putih (Mariska et al. 2008). Biji jagung ungu BC2 tersebut diduga haploid dan digunakan dalam penelitian ini. Tujuan Mendapatkan metode diploidisasi secara in vitro biji jagung ungu BC2 yang diduga haploid untuk menghasilkan tanaman haploid ganda.
2
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2009 di Laboratorium Kultur In Vitro Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan-Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Bahan Bahan tanaman yang digunakan ialah biji jagung ungu BC2 (((Bisma x 3490) x 3490) x 3490). Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah oryzalin, alkohol, kloroks (5,25% Na-hipoklorit), media MS (Murashige & Skoog 1962), media MS+GA3 (Giberelin Acid) 10 mg/l (Lampiran 1), kuteks, aseton, hidroksiquinolin, HCI, asam asetat, aceto orcein, aquades steril, dan tanah steril. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor (2x4). Faktor pertama yaitu bahan tanaman berupa biji dan kecambah dari biji jagung ungu BC2. Faktor kedua ialah oryzalin dengan konsentrasi 0, 5, 10, dan 15 µM. Setiap kombinasi perlakuan dilakukan terhadap 10 biji yang ditempatkan ke dalam botol media. Pengolahan data pengamatan morfologi dan anatomi dilakukan menggunakan program Statistical Analysis System 9.1 (SAS) dengan uji Anova (Analysis of Varians) dan uji lanjut Duncan Multiple Rank Test (DMRT). Diploidisasi in vitro Sterilisasi Biji Jagung Ungu BC2. Eksplan direndam dalam alkohol 96% dan dilanjutkan dengan alkohol 70% masingmasing selama 5 menit kemudian diulang kembali dengan konsentrasi dan waktu yang sama. Selanjutnya biji direndam dalam kloroks 30 dan 20% (1,6 dan 1,0% Nahipoklorit) masing-masing selama 15 menit. Biji dibilas dan direndam dengan aquades steril selama ± 24 jam sampai biji lunak. Perlakuan Biji Jagung Ungu BC2. Biji yang telah disterilisasi, dipotong endosperma bagian atas serta perikarp yang membungkus biji dibuang. Kemudian biji ditanam pada media MS. Perlakuan oryzalin 0, 5, 10, dan 15 µM (Lampiran 2) diberikan pada lapisan atas media sampai biji terendam selama 24 jam. Selanjutnya biji dibilas dengan aquades steril dan dikecambahkan pada media MS+GA3 10 mg/l. Setelah biji berkecambah, dipindahkan ke media MS. Akar diisolasi dari planlet
jagung yang siap diaklimatisasi untuk analisis kromosom. Perlakuan Akar Kecambah Biji Jagung Ungu BC2. Biji yang telah disterilisasi, dikecambahkan pada media MS+GA3 10 mg/l. Kecambah umur ± 5 hari (tumbuh akar dan koleoptil), bagian akarnya direndam dengan oryzalin 0, 5, 10, dan 15 µM selama 24 jam. Kecambah dibilas dengan aquades steril dan disubkultur pada media MS. Setelah tumbuh akar baru dan siap diaklimatisasi, dilakukan isolasi akar untuk analisis kromosom. Pengamatan Pengamatan terdiri atas empat macam, yaitu pengamatan daya hidup tanaman setelah perlakuan hingga di rumah kaca, pengamatan sitologi berupa penghitungan jumlah kromosom, pengamatan morfologi meliputi panjang tajuk dan jumlah daun, serta pengamatan anatomi meliputi panjang, lebar, dan kerapatan stomata, serta kadar klorofil. Perhitungan jumlah kromosom dilakukan berdasarkan metode Darnaedi (1991). Sebanyak dua ujung akar setiap tanaman yang berhasil hidup setelah perlakuan oryzalin, dipotong masing-masing sepanjang ± 1 cm. Kemudian ujung akar dicuci dengan aquades dan dimasukkan ke dalam botol kecil berisi hidroksiquinolin 0,3 g/l. Botol ditutup rapat dan disimpan pada suhu 20oC selama 3-5 jam. Tahap fiksasi, potongan ujung akar tersebut dipindahkan ke dalam larutan asam asetat 45% selama 10 menit. Kemudian potongan ujung akar diangkat dan dimasukkan ke dalam larutan (HCl 1 N: asam asetat 45% = 3 : 1) selama 1-3 menit pada suhu 60oC. Tahap selanjutnya, potongan ujung akar dimasukkan ke dalam aceto orcein 2% selama 15 menit. Akar sepanjang 1-2 mm dari ujung akar dipotong di atas gelas objek dan ditambahkan lagi aceto orcein secukupnya. Kemudian spesimen ditutup dengan gelas penutup. Kelebihan zat warna dihisap dengan kertas penghisap. Spesimen di-squash menggunakan pensil berkaret sambil ditekan dengan halus. Preparat dilalukan di atas api spiritus. Pinggiran gelas penutup direkatkan dengan kuteks tidak berwarna. Preparat siap diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 100-400x terlebih dahulu. Pada pengamatan, dicari sel-sel yang mengandung kromosom yang tersebar. Sel yang telah terpilih diamati dengan perbesaran 1000x. Pengambilan gambar dilakukan untuk mempermudah pengamatan jumlah kromosom.
3
Pengamatan morfologi dilakukan terhadap tanaman yang berhasil hidup sampai di rumah kaca. Pengamatan meliputi pertumbuhan panjang tajuk dan jumlah daun yang diamati setiap minggu selama 6 minggu setelah tanam (MST) di rumah kaca. Pengamatan ukuran dan kerapatan stomata dilakukan dengan cara mengoleskan kuteks pada bagian tengah permukaan abaksial dari daun ke-3 tanaman yang berhasil hidup di rumah kaca. Setelah kering, kuteks diangkat dengan pinset dan diletakkan pada gelas objek. Pengukuran panjang dan lebar stomata dilakukan dengan pengambilan gambar menggunakan kamera Olympus DP20 yang terpasang pada mikroskop perbesaran 1000x. Kemudian stomata diukur secara digitasi dengan menggunakan software DP20. Sedangkan kerapatan stomata diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan dihitung dari jumlah stomata per mm2 luas bidang pandang. Setiap tanaman dengan daun yang sama dibuat satu preparat dan diamati sebanyak lima kali pada bidang pandang yang berbeda, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Penetapan kadar klorofil dilakukan berdasarkan metode Hendry dan Grime (1993). Bahan yang digunakan ialah daun ke2 dari tanaman yang berhasil hidup di rumah kaca dengan dikelompokkan berdasarkan level ploidinya. Daun tersebut ditimbang sebanyak 500 mg, kemudian daun dihaluskan di dalam mortar yang diberi 2 ml aseton 80%. Hasil gerusan daun ditambahkan aseton hingga volume larutan 10 ml dan disaring menggunakan kertas filter Whatman 41.
Pengukuran kadar klorofil dilakukan dengan spektrofotometer Hitachi 557, dilihat absorbansi pada panjang gelombang 663 dan 645 nm. Kadar klorofil dalam mg klorofil/g daun segar ditetapkan dengan persamaan berikut: Klorofil a (mg/g berat daun segar) {12.7 × A663 - 2.69 × A645} × fp Bobot contoh Klorofil b (mg/g berat daun segar) {22.9 × A645 - 4.68 ×A663} × fp Bobot contoh Klorofil total (mg/g berat daun segar) = klorofil a + klorofil b fp (faktor pengenceran) = 10 ml x 1/1000 ml
HASIL Analisis Jumlah Kromosom Hasil analisis kromosom pada biji jagung ungu BC2 tanpa perlakuan (kontrol) menunjukkan bahwa 66,7% biji (6 dari 9 biji yang dianalisis kromosom) mempunyai jumlah kromosom haploid dan sisanya 33,3% biji adalah diploid (Tabel 1 dan Gambar 1). Variasi konsentrasi oryzalin (5, 10, dan 15 µM) selama 24 jam yang diberikan baik pada biji maupun akar kecambah jagung ungu, berpengaruh terhadap penggandaan jumlah kromosom (Tabel 1 dan Gambar 1). Semakin tinggi konsentrasi oryzalin, semakin besar peluang terjadinya penggandaan kromosom. Akan tetapi, peningkatan konsentrasi oryzalin berkorelasi positif terhadap tingkat kematian tanaman (Tabel 1 dan Gambar 2).
Tabel 1 Variasi level ploidi tanaman jagung hasil perlakuan oryzalin konsentrasi yang berbeda selama 24 jam Jumlah Perlakuan Level Ploidi Jumlah Tanaman Hidup Jumlah PPK PHG Bahan AK (%) (%) Oryzalin Tanaman Bahan SPO SK RK H D DH T (µM) Biji Kontrol 10 9 8 4 9 6 3 5 10 9 8 7 9 2 3 4 - 44,4 44,4 Biji 10 10 10 9 7 6 2 2 2 - 33,3 33,3 15 10 2 2 2 8 1 5 2 87,5 62,5 5 10 10 7 7 7 1 5 1 85,7 71,4 Akar 10 10 10 6 5 3 2 1 100,0 66,7 kecambah 15 10 5 2 0 3 2 1 100,0 66,7 Keterangan: SPO = Setelah Perlakuan Oryzalin (umur 1-2 minggu); SK= Setelah Aklimatisasi (umur 3-4 minggu); RK= Rumah Kaca (umur 5-12 minggu); AK = Analisis Kromosom; H = Haploid (n=x=10); D = Diploid (2n=2x=20); DH = Haploid Ganda (2n=2x=20); T = Autotetraploid (2n=4x=40); PPK = Persentase Penggandaan Kromosom ((DH+T)/AK); PHG = Persentase Haploid Ganda (DH/AK).
4
15 µm
A
15 µm
B
15 µm
C
Gambar 1 Jumlah kromosom pada tanaman dari biji jagung ungu BC2 sebagai kontrol dan hasil penggandaan jumlah kromosom dengan oryzalin. A) haploid (x = 10); B) diploid (2n = 2x = 20) atau haploid ganda (2x =20); C) autotetraploid (4x = 40). Garis skala = 15 µm untuk A, B, C.
1 cm
A
B
1 cm
Gambar 2 Pertumbuhan planlet jagung setelah perlakuan oryzalin 15 µM pada biji selama 24 jam. A) Pembengkakkan planlet setelah satu minggu perlakuan; B) Planlet menjadi cokelat dan akhirnya mati (1 bulan setelah perlakuan). Garis skala = 1 cm untuk A, B. Pengaruh Penggandaan Kromosom terhadap Morfologi Tanaman Jagung Perubahan level ploidi pada tanaman jagung akibat perlakuan oryzalin selama 24 jam, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman yaitu pada panjang tajuk dan jumlah daun (Gambar 3 dan 4, Lampiran 3). Pertumbuhan panjang tajuk dan jumlah daun terus meningkat dari minggu ke-1 sampai
minggu ke-6 setelah tanam. Semakin tinggi tingkat ploidi tanaman, maka ukuran tajuk semakin panjang dan jumlah daun semakin banyak. Akan tetapi, pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6 setelah tanam, daun tanaman tetraploid yang sudah tua mengering sehingga mengurangi jumlah daun yang telah dihitung (Gambar 3 dan 4).
Rata-rata Panjang Tajuk (cm)
250 200 150 100 50 0 0
1
2
3 4 5 6 7 Minggu Setelah Tanam Gambar 3 Pertumbuhan panjang tajuk tanaman jagung yang berhasil hidup di rumah kaca dengan tingkat ploidi berbeda. 3 tanaman haploid , 20 tanaman diploid/haploid ganda , dan 3 tanaman tetraploid . Bar = standar deviasi.
5
Rata-rata Jumlah Daun
12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Minggu Setelah Tanam Gambar 4 Pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung yang berhasil hidup di rumah kaca dengan tingkat ploidi berbeda. 3 tanaman haploid , 20 tanaman diploid/haploid ganda , dan 3 tanaman tetraploid . Bar = standar deviasi. Evaluasi Jumlah Kromosom dengan Karakter Stomata dan Kadar Klorofil Perubahan level ploidi pada tanaman jagung akibat perlakuan oryzalin selama 24 jam, tidak berpengaruh nyata terhadap panjang dan lebar stomata tetapi berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata. Demikian pula terdapat kecenderungan yang tidak nyata dengan semakin tinggi level ploidi maka semakin panjang dan lebar ukuran stomata
serta kerapatan stomata nyata semakin rendah (Tabel 2, Gambar 5, dan Lampiran 4). Perubahan level ploidi pada tanaman jagung akibat perlakuan oryzalin selama 24 jam, juga tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil daun (Lampiran 4). Pada tanaman jagung dengan level ploidi yang berbeda, peningkatan level ploidi tanaman tidak diikuti dengan kenaikan kadar klorofil daun kecuali untuk klorofil a meningkat tidak nyata (Tabel 2).
Tabel 2 Karakteristik stomata dan kadar klorofil daun pada tanaman jagung dengan level ploidi berbeda Karakter Stomata Jenis Klorofil (mg/g daun)tn Level Jumlah Kerapatan Panjangtn Lebartn Klorofil Klorofil Klorofil Ploidi Tanaman Stomata a b Total (µM) (µM) (per mm2) Haploid 3 44,1 22,2 134,0a 0,043 0,391 0,433 Diploid* 20 53,0 24,5 104,0b 0,111 0,204 0,315 b Tetraploid 3 55,6 26,0 100,3 0,137 0,155 0,292 Keterangan : *Data diploid termasuk haploid ganda tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji anova Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 %.
6
A
10 µm
50 µm
D
B
E
10 µm
50 µm
C
F
10 µm
50 µm
Gambar 5 Perbandingan ukuran stomata dan kerapatan stomata dari daun tanaman jagung dengan tingkat ploidi berbeda. Tanaman haploid (A, D), diploid/haploid ganda (B, E), dan tetraploid (C, F). Garis skala = 10 µm untuk A, B, C; = 50 µm untuk D, E, F.
PEMBAHASAN Perlakuan oryzalin 5, 10, dan 15 µM selama 24 jam pada biji maupun akar kecambah jagung ungu BC2, dapat menginduksi terjadinya penggandaan kromosom dari haploid menjadi haploid ganda atau dari diploid menjadi tetraploid (Tabel 1). Tanaman tetraploid diduga merupakan hasil penggandaan dari tanaman diploid, bukan hasil penggandaan dua kali dari tanaman haploid. Hal ini disebabkan perlakuan oryzalin hanya dalam periode 24 jam, sedangkan rata-rata lama siklus sel pada tanaman jagung terjadi selama ± 19 jam (Rymen et al. 2007). Dalam periode perlakuan tersebut hanya mungkin terjadi satu siklus sel sehingga hanya memungkinkan terjadi satu kali penggandaan kromosom. Peluang terjadinya penggandaan kromosom berkorelasi positif dengan adanya peningkatan konsentrasi oryzalin. Perlakuan oryzalin konsentrasi paling tinggi yaitu 15 µM pada biji maupun akar kecambah jagung menunjukkan persentase penggandaan jumlah kromosom hingga 100%. Akan tetapi perlakuan tersebut menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian hingga 100% (Tabel 1). Penggunaan senyawa pengganda kromosom seperti oryzalin dengan konsentrasi yang tinggi, berpeluang besar dalam penggandaan kromosom tetapi juga dapat menyebabkan sel-sel menjadi rusak, sehingga dapat menghambat regenerasi kalus bahkan dapat menyebabkan kematian pada regenerasi tanaman jagung (Wan et al. 1991).
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu mendapatkan tanaman haploid ganda maka kombinasi perlakuan oryzalin 5 µM pada akar kecambah menghasilkan tanaman haploid ganda paling banyak yaitu 71,4% (5 dari 7 biji yang dianalisis kromosom) dengan tingkat kematian tanaman rendah sebesar 30% (7 dari 10 tanaman berhasil hidup) (Tabel 1). Menurut Dhooghe et al. (2009), penggandaan kromosom dengan oryzalin lebih efektif pada konsentrasi yang rendah. Pada penelitian ini, perlakuan oryzalin pada akar kecambah lebih efektif dibandingkan perlakuan pada biji, terlihat dari persentase penggandaan kromosom hingga 100% (Tabel 1). Pemberian senyawa pengganda kromosom pada kecambah tanaman jagung haploid dapat meningkatkan fertilitas tanaman sebagai bukti keberhasilan penggandaan kromosom (Eder & Chalyk 2002). Penggandaan kromosom pada biji maupun akar kecambah jagung ungu BC2 akibat perlakuan oryzalin sama halnya dengan penggunaan kolkisin yang menyebabkan modifikasi pada proses mitosis yang disebut Colchicine-mitosis (C-mitosis). Perlakuan oryzalin dapat mencegah terbentuknya benang-benang gelendong sehingga menyebabkan kromosom tetap berserakan dalam sitoplasma (C-metafase). Akan tetapi, kromosom tersebut dapat melepaskan kromatid bersaudara dengan memisahkan diri dari sentromer (C-anafase), sehingga jumlah kromosom dalam sitoplasma menjadi dua kali
7
lipat. Pada akhir C-mitosis, terbentuk dinding nukleus “restitusi” (nukleus perbaikan) dengan jumlah kromosom yang telah mengganda dan tidak terbentuk dua sel anakan yang baru (Suryo 1995). Tanaman jagung yang berhasil hidup setelah terjadi peningkatan level ploidi akibat perlakuan oryzalin selama 24 jam, menunjukkan pertumbuhan morfologi tanaman berupa tajuk yang semakin panjang dan jumlah daun semakin banyak (Gambar 3 dan 4). Pemberian oryzalin atau senyawa pengganda kromosom lainnya terhadap tanaman haploid (diploidisasi) akan menyebabkan morfologi tanaman lebih tinggi, vigor (Rober et al. 2005), dan fertil (Eder & Chalyk 2002). Peningkatan level ploidi akibat perlakuan oryzalin pada biji dan akar kecambah jagung ungu BC2 menunjukkan ukuran stomata tidak nyata semakin besar sedangkan tingkat kerapatan stomata nyata semakin rendah (Tabel 2). Menurut Thao et al. (2003), peningkatan jumlah kromosom yang terjadi pada Alocasia dapat menyebabkan ukuran stomata tanaman tetraploid lebih besar dan kerapatan stomata dalam satuan luas bidang pandang menjadi berkurang, dibandingkan tanaman diploid. Pada penelitian ini, peningkatan level ploidi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil daun (Tabel 2). Padahal menurut Lu & Bridgen (1997) tanaman tetraploid Alstroemeria sp. mempunyai daun yang lebih besar dan lebih hijau dibandingkan tanaman diploidnya. Akan tetapi, indikasi penggandaan kromosom pada jagung lebih akurat dilihat dari peningkatan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomatanya (Ho et al. 1990). Sehingga kadar klorofil yang diekstrak dari daun tidak dapat dijadikan acuan untuk mengetahui level ploidi pada tanaman jagung.
SIMPULAN Perlakuan oryzalin konsentrasi 5, 10, dan 15 µM selama 24 jam pada biji dan akar kecambah jagung ungu BC2 dapat menggandakan jumlah kromosom dari haploid menjadi haploid ganda. Semakin besar konsentrasi oryzalin, semakin besar peluang terjadinya penggandaan kromosom. Perlakuan oryzalin 5 µM pada akar kecambah jagung ungu BC2 merupakan cara paling efisien untuk menggandakan jumlah kromosom biji jagung haploid menjadi tanaman jagung haploid ganda. Peningkatan jumlah kromosom
tersebut menyebabkan pertumbuhan tajuk tanaman lebih panjang dan jumlah daun lebih banyak serta kerapatan stomata semakin rendah. Sedangkan perubahan panjang dan lebar ukuran stomata tidak berbeda nyata, serta kadar klorofil tidak dapat dijadikan acuan dalam penentuan level ploidi tanaman jagung.
SARAN Untuk penelitian penggandaan kromosom, analisis jumlah kromosom sebaiknya terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui level ploidi bahan penelitian yang akan dilakukan penggandaan kromosomnya.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Biro Pusat Statistik. 2009. Harvested Area, Yield Rate, and Production of Maize by Province, 2008. [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id/ [3 Des 2009]. Chahal G, Gosal SS. 2006. Principles and Procedures of Plant Breeding. Harrow: Alpha Sci Int’l. Darnaedi D. 1991. Informasi Kromosom. Makalah dalam Pelatihan Sitogenentika Tumbuhan. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. Dewi IS. 2003. Peranan fisiologis poliamin dalam regenerasi tanaman pada kultur antera padi (Oryza sativa L.). [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Dhooghe E, Grunewald W, Leus L, van Labeke MC. 2009. In vitro polyploidisation of Helleborus species. Euphytica 165:89-95. Eder J, Chalyk S. 2002. In vivo haploid induction in maize. Theor Appl Genet 104:703-708. Hendry GA, Grime JP. 1993. Methods on Comparative Plant Ecology, A Laboratory Manual. London: Chapman and Hill. Ho I, Wan Y, Widholm JM, Rayburn AL. 1990. The use of stomatal chloroplast number for the rapid determination of ploidy level in maize [abstrak]. Plant Breeding 105:203-210. Iriany RN, Takdir A. 2007. Jagung hibrida unggul baru. Warta Litbangtan 29(4):1-3. Lu C, Bridgen MP. 1997. Chromosome doubling and fertility study of Alstroemeria aurea x A. caryophyllaea. Euphytica 94:75-81.
8
Mariska
I, Kosmiatin M, Hutami S, Purnamaningsih R, Budiarti SG, Supriati Y, Adil WH. 2007. Laporan hasil penelitian: pembentukan tanaman dihaploid jagung melalui kultur anther. Bogor: BB-Biogen. ___________. 2008. Laporan hasil penelitian: pembentukan tanaman dihaploid jagung melalui kultur anther. Bogor: BB-Biogen. Murashige T, Skoog F. 1962. A resived medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue cultures. Plant Physiol 15:473-497. Nanda DK, Chase SS. 1966. An Embryo Marker for Detecting Monopolids of Maize (Zea mays L) [abstrak]. Crop Sci 6:213-215. Rober Fk, Gordillo GA, Geiger HH. 2005. In vivo haploid induction in maize – performance of new inducers and significance of doubled haploid lines in hybrid breeding. Maydica 50:275283.
Rymen et al. 2007. Cold nights impair leaf growth and cell cycle progression in maize through transcriptional changes of cell cycle gene 1(w). Plant Physiol 143:1429-1438. Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Thao NTP, Ureshino K, Miyajima I, Ozaki Y, Okubo H. 2003. Induction of tetraploids in ornamental Alocasia through colchicine and oryzalin treatments. Plant Cell Tiss Org Cult. 72:19-25. Wan Y, Duncan DR, Rayburn AL, Petolino JF, Widholm JM. 1991. The use of antimicrotubule herbicides for the production of doubled haploid plants from anther derived maize callus. Theor Appl Genet. 81: 205-211. Winarto B. 2009. Androgenesis: upaya terobosan untuk penyediaan tanaman haploid atau haploid ganda pada anturium. [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
9
LAMPIRAN
10
Lampiran 1 Komposisi media MS (Murashige & Skoog 1962) Komponen
mg/l
mM
Hara makro NH4NO3
1650
20,6
CaCl2·2H2O
332,2
2,3
MgSO4·7H2O
370
1,5
1900
18,8
170
1,3
KNO3 KH2PO4 Hara mikro H3BO3
6,2
100
CoCl2·6H2O
0,025
0,1
CuSO4·5H2O
0,025
0,1
Na2EDTA
37,3
100
FeSO4·7H2O
27,8
100
MnSO4·H2O
16,9
100
KI
0,83
5
NaMoO4·2H2O
0,25
1
ZnSO4·7H2O
8,6
30
Senyawa Organik Myo-inositol
100
550
Nicotinic acid
0,5
4,1
Pyridoxine HCl
0,5
2,4
Thiamine HCl
0,1
0,3
Glycine
2
Sukrosa
30000
26,6
Keterangan: Untuk komposisi media MS+GA3 10 mg/l terdiri atas media MS yang ditambahkan GA3 (Giberelin Acid) sebanyak 10 mg/l.
11
Lampiran 2 Pembuatan larutan oryzalin
Larutan stok oryzalin (10 mM)
Oryzalin 0,0346 gram dilarutkan di dalam 10 ml DMSO 0,5% (Dimitil Sulfoksida)
Pembuatan konsentrasi perlakuan
Stok oryzalin ditambah dengan aquades steril sesuai volume yang ditentukan
Misal: Larutan oryzalin konsentrasi 5 µM dibuat dengan cara: 50 µl larutan stok ditambahkan aquades steril hingga volume larutan 100 ml.
12
Lampiran 3 Hasil uji anova pengaruh perbedaan level ploidi terhadap panjang tajuk dan jumlah daun tanaman jagung pada 1-6 MST Pengamatan Panjang Tajuk (cm)
Level Ploidi
1
2 b
3 b
4 b
5 b
6 b
95,67b
Haploid
3
30,70
Diploid*
20
40,81b
59,21ab
89,43ab
118,88ab
144,70ab
164,75a
Tetraploid
3
61,67a
95,00a
139,67a
179,33a
190,33a
196,00a
0,0230
0,0244
0,0419
0,0344
0,0493
0,0102
Haploid
3
3,00
Diploid*
20
4,95a
6,14ab
7,60ab
Tetraploid
3
5,67a
7,67a
0,0236
0,0388
Pr > F ** Jumlah Daun
Rata-rata per-MST
Jumlah Tanaman
Pr > F **
b
40,67
4,33
b
45,33
6,00b
8,20ab
8,80a
8,80a
8,67a
9,00a
8,67a
8,33a
0,0229
0,0202
0,0163
0,0307
5,33
b
85,00
b
5,00
b
57,67
6,00
Keterangan: *Data diploid termasuk haploid ganda **Perbedaan level ploidi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tajuk dan jumlah daun pada setiap MST Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5 %.
Lampiran 4 Hasil uji anova pengaruh perbedaaan level ploidi terhadap karakter dan kadar klorofil daun tanaman jagung Karakter Stomata Keterangan Pr > F
Jenis Klorofil (mg/g daun)
Panjang (µm)
Lebar (µm)
Kerapatan (stomata/ mm2)
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil Total
0,0927
0,4396
0,0008*
0,2504
0,0807
0,3246
Keterangan: Data berasal dari 3 tanaman haploid, 20 tanaman diploid/haploid ganda, dan 3 tanaman tetraploid *Perbedaan level ploidi berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata.