Ilmu Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 1-6
FERTILITAS TANAMAN BAWANG MERAH DOUBLED HAPLOID FERTILITY OF DOUBLED HAPLOID SHALLOT Endang Sulistyaningsih1
ABSTRACT True shallot seed (TSS) is one of methods in improving of bulbs productivity of shallot. TSS is able to be produced in homozygous or pure line plants through haploid induction followed by chromosome doubling to obtain doubled haploid plants. A doubled haploid shallot plant was reported by Endang S. et al (1997). Fertility of pollen grain of the doubled haploid shallot was 72,4% while the seed set of the doubled haploid shallot was 4,16%. The pollen grain and the seed showed high percentage of germination rate. Therefore, the doubled haploid shallot had high fertility in male and female organs. These results indicated that the doubled haploid shallot can be used for TSS production. Key words: Doubled haploid, fertility, shallot INTISARI True shallot seed (TSS) merupakan salah satu metode perbaikan produktivitas umbi tanaman bawang merah. TSS dapat diproduksi dari tanaman homozygous atau galur murni dengan cara induksi haploid dilanjutkan penggandaan kromosom untuk mendapatkan tanaman doubled haploid. Tanaman bawang merah doubled haploid telah didapatkan Sulistyaningsih et al. (1997). Butir-butir serbuk sari tanaman bawang merah doubled haplod mempunyai fetilitas 72,4% sedangkan persentase ovule membentuk biji mencapai 4,16%. Baik butir-butir serbuk sari maupun biji yang dihasilkan mempunyai kemampuan berkecambah tinggi. Oleh karena itu tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai fertilitas relatif tinggi baik organ jantan maupun organ betina dan bisa dijadikan material tanaman untuk menghasilkan TSS. Kata kunci: doubled haploid, fertilitas, bawang merah PENDAHULUAN Pada umumnya petani bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) di Indonesia menanam tanaman bawang merah secara vegetatif dengan umbi. Penanaman bawang merah secara generatif hampir tidak pernah dilakukan. Hal tersebut dapat saja terkait dengan sifat tanaman bawang merah yang heterozygous (Tashiro et al., 1982). Pada tanaman bawang merah yang bersifat heterozygous biji-biji yang dihasilkan dari persilangan sendiri atau silang dalam kultivar yang sama akan mempunyai variasi sifat yang sangat tinggi dan apabila bijibiji tersebut ditanam akan didapatkan hasil umbi yang tidak seragam baik kuantitas maupun 1 Dosen Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta
2
Ilmu Pertanian
Vol 11 No.1
kualitas (Permadi, 1991). Kontinyuitas penanaman umbi suatu kultivar pada suatu lahan dapat mempengaruhi produktivitas kultivar tersebut dan pada umumnya produktivitas tanaman turun. Hal tersebut dapat disebabkan terbawanya bibit hama dan penyakit di dalam umbi dalam setiap penanaman sehingga menurunkan kualitas benih umbi. Kenyataan di lapangan terlihat pada penanaman bawang merah di Brebes Jawa Tengah. Pada tahun 19601970 an produktivitas tanaman bawang merah rata-rata mencapai 15 ton/ha namun tahun 2002 turun mencapai 8 ton/ha (Anonim, 2002). True shallot seed (TSS) merupakan salah satu metode alternative baru untuk memperbaiki produktivitas tanaman bawang merah yang mulai dirintis pemulia bawang merah di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Permadi, 1991 dan 1993). Benih TSS yang baik akan menghasilkan umbi dengan produktivitas tinggi dan kualitas yang seragam. Benih TSS bisa diproduksi bila tanaman yang digunakan bersifat homozygous atau mencapai galur murni. Dengan persilangan inbred tanaman galur murni dapat dihasilkan tetapi memerlukan waktu lebih dari 5 tahun. Cara lain untuk mendapatkan tanaman homozygous atau galur murni dengan waktu yang lebih singkat adalah induksi tanaman haploid yang dilanjutkan dengan penggandaan kromosom sehingga didapatkan tanaman doubled haploid (Campion et al. 1984). Induksi haploid pada tanaman bawang merah telah dilakukan dan dilaporkan oleh Sulistyaningsih et al. (1997). Tanaman bawang merah haploid tersebut mempunyai habitus yang lebih kecil termasuk ukuran umbi dan bunganya. Selain itu bunga tanaman haploid tersebut steril baik serbuk sari (pollen) maupun ovum. Oleh karena itu untuk bisa memanfaatkan tanaman haploid sebagai material perbaikan sifat tanaman bawang merah maka harus dilakukan penggandaan kromosom dengan kolkhisin. Sulistyaningsih et al. (1997) melaporkan bahwa tanaman bawang merah doubled haploid didapatkan dengan kultur meristem shoot (shoot tip) tanaman bawang merah haploid pada medium agar dengan perlakuan kolkhisin. Tanaman bawang merah doubled haploid tersebut dapat diselfing (menyerbuk sendiri) sehingga didapatkan TSS atau disilangkan dengan kultivar bawang merah lain atau spesies Allium lainnya untuk dihasilkan F1 hybrid. Oleh karena itu perlu dikaji kemampuan tanaman bawang merah doubled haploid untuk bisa diselfing maupun disilangkan dengan kultivar bawang merah lain atau spesies Allium lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid. BAHAN DAN METODE Tanaman bawang merah doubled haploid (Sulistyaningsih et al., 1997) digunakan sebagai material dan ditanam dalam pot. Tanaman bawang merah diploid (strain Thai) digunakan sebagai kontrol juga ditanam di pot. Pengamatan kariotipe kromosom somatik Kariotipe kromosom somatik diamati pada sel-sel meristem ujung akar sebanyak 10 sel tiap akar. Setiap tanaman diambil sampel 3 ujung akar. Sampel ujung akar ± 1 cm direndam dalam larutan kolkhisin 0,05% selama 2,5 jam pada suhu 20 °C. Setelah itu selsel meristem ujung akar difiksasi dalam larutan campuran asam asetat : ethyl alcohol (1:3 E. Sulistyaningsih: Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid
v/v) kemudian dihidrolisa dengan HCl 1N pada suhu 60 °C selama 7 menit. Selanjutnya pewarnaan (staining) kromosom sel-sel meristem dengan larutan leucobasic fuchsin. Jumlah kromosom mitosis dapat diamati dengan metode squash menggunakan larutan asam asetat 45%. Pengamatan kromosom pairing pada meiosis-metafase I Kromosom pairing diamati pada pollen mother cells (PMCs) preparat kepala sari dengan metode smear dengan larutan Fe-acetocarmin. Kromosom pairing pada ploidi level diploid atau doubled haploid mempunyai bentuk bivalent dan atau univalent. Estimasi fertilitas serbuk sari (pollen) (Organ jantan/ androgenesis) Fertilitas serbuk sari diamati dari 1500 butir-butir serbuk sari (pollen grain) yang dikoleksi dari 3 bunga yang sudah mekar tiap tanaman. Pengamatan dilakukan dengan larutan acetocarmin. Serbuk sari bisa diklasifikasi dalam 4 klas yaitu klas 0 (tanpa inti sel), klas 1 (dengan 1 inti sel), klas 2 (1 inti vegetatif sel dan 1 inti generatif sel berbentuk bundar) dan klas 3 ( 1 inti vegetatif sel dan 1 inti generatif sel berbentuk bulan sabit). Serbuk sari klas 3 merupakan serbuk sari yang fertil sehingga fertilitas serbuk sari diukur dengan menghitung persentase serbuk sari klas 3 dari 1500 serbuk sari yang diamati. Fertilitas serbuk sari juga diuji dengan kultur serbuk sari dalam media agar 1% dengan kadar sucrose 15% pada suhu 25 °C selama 3 jam. Data yang diamati adalah jumlah serbuk sari yang berkecambah. Preparat paraffin dari irisan melintang kepala sari juga dibuat untuk melihat morfologi serbuk sari dalam ruang (locus) kepala sari. Estimasi fertilitas biji (organ betina/ gynogenesis) Fertilitas biji diuji dengan cara selfing yaitu menyerbuki kepala putik dengan serbuk sari (pollen) dari bunga yang berasal dari tangkai umbel bunga (inflorescense) yang sama dengan menggunakan kuas (hand pollination). Kemudian umbel bunga dibungkus dengan kantong kertas minyak. Fertilitas biji diestimasi dengan persentase ovule yang bisa membentuk biji (seed set, Tabel 1) dengan rumus: Persentase ovule membentuk biji (POMB) =
Jumlah biji yang terbentuk
x100%
Jumlah bunga yang diserbuki x jumlah ovule per bunga (6)
Selanjutnya biji yang dihasilkan dari masing-masing material tanaman ditumbuhkan pada media agar tanpa hormon. Empat belas hari setelah biji ditanam, biji yang berkecambah dihitung selanjutnya seedling dipelihara dalam media agar dan diaklimatisasi setelah tinggi seedling mencapai kira-kira 10 cm. Kemampuan hidup (survival rate) biji hasil selfing diukur dengan menghitung tanaman bawang merah muda yang bisa hidup di media tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai jumlah kromosom yang sama seperti pada tanaman bawang merah diploid yaitu 2n = 16 yang dapat dikelompokkan menjadi 8 pasangan kromosom. Sulistyaningsih et al. (2002b) melaporkan bahwa berdasarkan posisi sentromernya maka kromosom-kromosom tersebut E. Sulistyaningsih: Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid
4
Ilmu Pertanian
Vol 11 No.1
dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu metasentrik (4 pasang kromosom: kromosom nomor 1,3,5 dan7), submetasentrik (3 pasang kromosom: kromosom nomor 2,4 dan 8) dan subtelosentrik dengan satellite kecil (1 pasang kromosom: kromosom nomor 6). Dari 100 polen mother cell yang diamati pada tanaman bawang merah doubled haploid (Tabel 1) terlihat dominasi kromosom pairing bivalent yaitu 90%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai 8 pasang kromosom homolog dan mempunyai kariotipe yang sama dengan strain bawang merah diploid (yang sudah dibudidayakan). Selain itu penggandaan kromosom dari haploid menjadi doubled haploid tidak merubah morfologi kromosom somatik. Tabel 1. Kromosom pairing tanaman bawang merah diploid and doubled haploid Jumlah PMCs yang diamati Diploid 12 Doubled haploid 100 Keterangan:* I kromosom univalent II kromosom bivalent Material
Kromosom pairing* 8 II (%) 7 II + 2I (%) 11 (91.7) 1 (8.3) 90 (90.0) 10 (10.0)
Tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai karakter bunga yang mirip dengan bunga tanaman bawang merah diploid. Pada saat anthesis (bunga sudah mekar) warna kapala sari (anther) hijau seperti halnya warna kepala sari pada tanaman diploid. Hal ini mengindikasikan bahwa bunga tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai serbuk sari yang fertil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sulistyaningsih et al. (2002b) bahwa bawang merah yang mempunyai warna kepala sari hijau menunjukkan fertilitas serbuk sarinya. Dari penampang melintang kepala sari (Gambar 1) terlihat bahwa terdapat banyak serbuk sari fertil di dalam 4 ruang (locus) kepala sari tanaman bawang merah doubled haploid.
Diploid
Doubled haploid
Keterangan: anak panah menunjukkan serbuk sari dalam kotak sari (lokus)
Gambar 1. Penampang melintang kepala sari tanaman bawang merah diploid dan doubled haploid Serbuk sari fertil ditandai dengan warna gelap pada butir-butir serbuk sari. Pengamatan secara mikroskop terhadap butir-butir serbuk sari memperlihatkan bahwa butir-butir serbuk sari tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai fetilitas yang cukup tinggi yaitu 72,4% (Tabel 2). Nilai tersebut memang lebih rendah dari fertilitas serbuk sari tanaman bawang merah diploid yang mencapai 95,2%. Kemampuan berkecambah serbuk sari tanaman bawang merah
E. Sulistyaningsih: Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid
doubled haploid tersebut mencapai 68,8% (Tabel 2, Gambar 2) sedangkan butir-butir serbuk sari tanaman bawang merah diploid dapat berkecambah sebanyak 43,1%. Tabel 2. Persentase butir-butir serbuk sari fertile dan persentas butir-butir serbuk sari yang berkecambah pada tanaman bawang merah diploid dan doubled haploid. Material Diploid Doubled haploid
Persentase butir-butir serbuk sari fertile 95.2 72.4
Persentase butir-butir serbuk sari yang berkecambah 43.1 68.6
Pada selfing (menyerbuk sendiri) tanaman bawang merah doubled haploid menunjukkan persentase yang rendah dalam pembentukan biji (4,16%) (Tabel 3) dibandingkan kemampuan membentuk biji pada tanaman bawang merah diploid yang mencapai 9,20%. Hal tersebut kemungkinan disebabkan sifat serbuk sari yang tidak mudah lepas dari kotak sarinya walaupun butir-butir serbuk sarinya fertil. Penyebab rendahnya serbuk sari yang bisa lepas dari kotak sari masih diteliti. Namun demikian biji–biji yang dihasilkan tanaman bawang merah doubled haploid dapat berkecambah dengan persentase mencapai 82% dan kemampuan hidup mencapai 80 %.
Diploid
Doubled haploid
Keterangan: anak panah menunjukkan serbuk sari yang berkecambah
Gambar 2. Serbuk sari yang berkecambah pada tanaman bawang merah diploid dan doubled haploid. Dari hasil yang didapat dalam pengamatan organ jantan (serbuk sari) dan organ betina (biji) tersebut di atas menunjukkan bahwa tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai fertilitas tinggi baik pada organ jantan maupun organ betina. Oleh karena itu tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai kemampuan membentuk biji dengan cara selfing dan biji yang didapat tersebut merupakan sumber TSS untuk produksi umbi yang seragam. Campion et al. (1995) melaporkan bahwa progeny hasil selfing tanaman onion doubled haploid (Allium cepa, L. (Onion group)) menunjukkan tingkat homozygosity yang tinggi. Tentunya masih diperlukan penelitian lebih lanjut kemampuan TSS dari bawang merah doubled haploid untuk menghasilkan umbi dengan produktifitas yang tinggi. Selain itu juga dilakukan kegiatan penelitian lain yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman bawang merah doubled haploid, yaitu produksi F1 hibrid ataupun backcross dengan tanaman onion (Sulistyaningsih, 2002a). Kemajuan kegiatan penelitian tersebut akan dilaporkan pada publikasi berikutnya.
E. Sulistyaningsih: Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid
6
Ilmu Pertanian
Vol 11 No.1
Tabel 3. Fertilitas biji tanaman bawang merah diploid dan doubled haploid dengan selfing. Material Diploid Doubled haploid
Jumlah bunga yang diserbuki 134
Jumlah biji POMB yang (%) dihasilkan 74 9.20
529
131
4.16
Jumlah biji berkecambah
Kecepatan berkecambah (%)
Kemapuan hidup (%)
POMB (%)
70
94.6
48.6
9.20
102
82.0
80.0
4.16
Keterangan: POMB : Persentase ovule membentuk biji KESIMPULAN
1. Tanaman bawang merah doubled haploid mempunyai fertilitas butir-butir serbuk sari 72,4 % dan persentase ovule membentuk biji mencapai 4,16 %. 2. Tanaman bawang merah doubled haploid bisa dijadikan material tanaman untuk menghasilkan TSS UCAPAN TERIMA KASIH Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr.Yosuke Tashiro (Saga University) yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian haploidisasi bawang merah sehingga bisa dipublikasikan dalam jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Laporan Program Pendampingan Petani Bawang Merah Dalam rangka Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Petani Kab. Brebes dan Tegal. Pemda Prop. Jateng. Campion, B. and M.T. Azzimonti. 1988. Evolution of Ploidy Level in Haploid Plants of Onion (Allium cepa) Obtained Through in Vitro Gynogenesis. Forth Eucarpia Allium Symposium: 85-89. Campion, B., B. Bohanec and J.Javornik. 1995. Gynogenesis Lines of Onion (Allium cepa L.): Evidence of Their Homozygosity. Theor. Appl. Genet. 91:598-602. Sulistyaningsih, Y. Tashiro and S. Isshiki. 1997. Morphological and Cytological Characteristics of Haploid Shallot (Allium cepa L. Aggregatum group). Bull.Fac.Agr., Saga Univ. 82: 7-15. Sulistyaningsih,E., 2002a. Genetics and Breeding of Tropical Shallot (Allium cepa L.Agregatum group).Doctoral Disertation. The United of Graduated School of Agricultural Sciences of Kagoshima University. Sulistyaningsih, K. Yamashita and Y. Tashiro. 2002b. Genetic Characteristics of the Indonesian White Shallot. Journal of the Japanese Society for Horticultural Science. Vol 71. No.4: 504-508. Permadi, A.H. 1991. Penelitian Pendahuluan Variasi Sifat-Sifat Bawang Merah Yang Berasal dari Biji. Bull.Penel.Hort. Vol XX No 4: 120-131 Permadi, A.H. 1993. Growing Shallot from True Seed: Research Results and Problems. Onion Newsletter for the Tropics No. 5: 35-39. Tashiro, Y., S. Miyazaki and K. Kanazawa. 1982. On The Shallot Cultivated in The Countries of Southeastern Asia. Bull. Fac. Agr. Saga Univ. 53: 65-73 E. Sulistyaningsih: Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid