PEMBENTUKAN KADER KONSERVASI HUTAN MANGROVE MELALUI MODUL BERBASIS KEMANFAATAN SEBAGAI BAHAN MAKANAN DAN MINUMAN Muhammad Zaini Ahmad Ripani Dosen S1 dan S2 Pendidikan Biologi Unlam. Email
[email protected]. Alumni Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi, Guru SMK Unggulan Husada Banjarmasin. Email:
[email protected] .
Abstrak Penelitian & pengembangan ini bertujuan untuk (1) menghasilkan modul pengembangan berbasis hutan mangrove yang dapat diolah menjadi bahan makanan bagi siswa SMA dan MA yang valid dan efektif, (2) menghasilkan kader konservasi yang dijaring dari siswa SMA/MA menggunakan modul hasil pengembangan. Penelitian & pengembangan menggunakan model ASSURE. Data penelitian dikumpulkan melalui tes hasil belajar berupa pengetahuan dan aktivitas kinerja selama kegiatan. Pengetahuan dinilai dari hasil tes formatif, aktivitas diskusi dan pengisian lembar LKS. Kinerja dinilai dari hasil aktivitas unjuk kerja membuat majalah dinding, leaflet, kliping, membuat publikasi video ke youtube, membuat desain spanduk dan membuat bahan olahan makanan dan minuman yang berasal dari mangrove. Penetapan kader konservasi berdasarkan atas nilai skor pengetahuan dan kinerja dalam proporsional rata-rata terhadap kriteria penilaian. Calon kader konservasi dengan hasil sangat memuaskan yang minimal telah mengikuti 4 dari 5 kegiatan konservasi ditetapkan sebagai kader konservasi. Hasil penelitian menunjukkan 1) didapatkan modul konservasi mangrove yang valid dan efektif 2) pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi mangrove menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan 100% calon kader yang terkategori sangat memuaskan dan ditetapkan sebagai kader konservasi. . Kata Kunci: hutan mangrove, pengetahuan, kinerja, bahan olahan makanan dan minuman Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak fungsi dan manfaat. Hutan mangrove secara biologi berfungsi sebagai sumber plasma nutfah, penyedia nutrisi sebagai sumber pakan konsumen pertama seperti cacing, kepiting dan golongan kerang atau keong, selanjutnya menjadi makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan ekosistem bagi biota perairan. Hutan mangrove juga merupakan habitat berbagai satwa untuk berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan biota laut seperti ikan dan udang, serta tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung (Danuri et al. 2008).
2
Secara sosial ekonomi menurut Noor et.al. (2006) bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai tempat kegiatan wisata alam seperti rekreasi, pendidikan dan penelitian, penghasil bahan pangan, penghasil obat-obatan, penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, daun nipah untuk pembuatan atap rumah dan tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap, petambak, dan pengrajin atap dan gula nipah. Santoso et.a.l (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai bahan makanan sudah sejak abad 16 pada zaman kerajaan Gowa. Hingga saat ini pemanfaatan mangrove masih dilakukan masyarakat secara turun temurun, hingga telah dikembangkan berbagai produk olahan yang berbahan baku mangrove. Saat ini telah dicetak dipublikasikan sebagai buku produk olahan berbahan dasar mangrove, dalam buku resep makanan berbahan baku mangrove dan pemanfaatan nipah, bahwa mangrove dapat diolah menjadi 51 bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang cukup lengkap seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral Jenis rambai padi (Sonneratia caseolaris), Api-api (Avicenna marina) dan nipah (Nypa fruticans) merupakan jenis terbanyak yang diolah menjadi bahan baku makanan. Api-api dapat misalnya diolah menjadi kue bolu, donat, dawet dan cendol, rambai padi diolah menjadi jus buah segar dan sirup, dan nipah dimanfaatkan sebagai penghasil gula nipah dan kolak nipah (Priyono, 2010). Kenyataan di lapangan, tidak banyak penduduk yang memanfaatkan hasil hutan mangrove sebagai bahan makanan. Hal ini karena kurangnya informasi bagi penduduk tentang potensi dan pemanfaatan hasil hutan mangrove. Selama ini masyarakat cenderung memanfaatkan hasil hutan mangrove sebagai bahan kayu bakar dan bahan bangunan atau kapal. Oleh sebab itu perlunya peningkatan minat masyarakat dalam mengolah bahan baku makanan dan minuman yang berasal dari mangrove, dengan tidak melupakan kelestariannya. Seiring pertambahan penduduk terutama di daerah perairan yang terhubung langsung dengan hutan mangrove, dikhawatirkan terjadi perubahan tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove cepat menipis dan rusak terutama di daerah tropis. Aktivitas tersebut tidak hanya mengganggu keseimbangan ekosistem, tetapi juga memicu ketidakberlanjutan manfaat. Dampak akhirnya sudah pasti akan terkena pada masyarakat sendiri, yang
3
sejatinya adalah bagian tidak terpisahkan dari lingkungan tersebut. Kerusakan mangrove tersebut menyebabkan masyarakat tidak dapat lagi mengambil manfaat sebagai bahan pangan, sehingga berkurangnya bahan olahan pangan berbasis mangrove, berakibat juga melemahnya ketahanan pangan penduduk setempat. Upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah melalui program sektoral melalui penetapan kawasan konservasi kawasan hutan mangrove belum maksimal dalam upaya pelestarian hutan mangrove. Hal ini terjadi apabila tanpa disertai dengan perubahan perilaku masyarakat tentang pentingnya upaya pelestarian hutan mangrove. Peran serta masyarakat
yang dapat dilakukan adalah dengan
memberdayakan masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya konservasi melalui kegiatan kader konservasi. Menciptakan masyarakat yang sadar lingkungan dapat dilakukan melalui pembinaan para siswa dalam menanamkan prinsip-prinsip konservasi melalui pendidikan lingkungan. Oleh sebab itu generasi muda sebagai generasi penerus, sejak dini diberikan materi pembelajaran pendidikan lingkungan di bangku sekolah tentang keanekaragaman hayati dan konservasi hutan. Inovasi
konservasi
hutan
mangrove
dengan
pendekatan
pendidikan
lingkungan bagi generasi muda merupakan harapan dalam upaya pelestarian sejak dini. Inovasi ini termasuk dalam bagian Pendidikan Biologi, karena Pendidikan Biologi dapat menjadi wahana bagi generasi muda untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Modul konservasi hutan mangrove tersebut sebagai media pembelajaran yang bertujuan untuk mengenalkan hutan mangrove kepada calon kader konservasi dan memandu mereka untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam kerangka pelestarian hutan di kawasan hutan. Calon kader konservasi tersebut dapat menggunakan modul konservasi hasil pengembangan yang diharapkan mereka dapat menerapkan dan membagi ilmu yang didapatkan kepada teman sebaya dan lingkungan sekitarnya. Harapan ke depan mereka berinovasi mengembangkan hasil produk olahan baru berbahan baku mangrove yang memiliki nilai tambah ekonomi dan gizi bagi masyarakat. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pembentukan
kader
konservasi
hutan
mangrove
kemanfaataan sebagai bahan makanan dan minuman”.
melalui
modulberbasis
4
METODE Penelitian & pengembangan mengikuti model pengembangan ASSURE. Penelitian ini dilaksanakan dua bagian yaitu tahap pengembangan perangkat modul dan tahap uji coba produk berupa pembelajaran pada siswa. Rangkaian kegiatan pengembangan perangkat modul meliputi: 1) penetapan model pengembangan, 2) prosedur pengembangan, 3) uji coba produk, dan 4) uji coba lapangan. Pengembangan perangkat dirancang untuk mengembangkan modul konservasi bagi siswa SMA/MA. Draft yang sudah disusun selanjutnya divalidasi oleh 3 orang validator. Uji perseorangan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2014 di SMAN 1 Alalak. Uji kelompok kecil dilakukan di SMAN 1 Alalak, uji lapangan dilakukan di MAN 5 Martapura Kabupaten Banjar terhadap kelas X IPA. Penjaringan calon kader dilakukan terhadap 20 orang siswa dengan hasil 10 orang terjaring sebagai calon kader. Calon kader yang terjaring mengisi surat ijin orang tua dan riwayat hidup. Pengetahuan calon kader diukur menggunakan pra tes tertulis dan pasca tes tertulis, pelaksanaan diskusi dan pengisian lembar LKS. Nilai rata-rata tingkat pengetahuan calon kader diperoleh dari tes tulis sebelum pendidikan dan pelatihan (pra-diklat) serta tes tulis pasca-diklat dibandingkan untuk melihat peningkatan hasil diklat sebagai evaluasi calon kader konservasi. Kinerja calon kader diukur menggunakan instrumen unjuk kerja dengan menggunakan rubrik dan rating terhadap aktivitas membuat majalah dinding, kliping, leaflet, desain spanduk, pembuatan dan publikasi video, dan membuat bahan makanan/minuman yang berasal dari mangrove. Populasi penelitian 20 orang siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan konservasi mangrove. Sampel ditetapkan berdasarkan kemampuan siswa dalam menjawab butir-butir soal pada uji penjaringan, sebanyak 10 orang sebagai calon kader konservasi yang akan mengikuti kegiatan konservasi mangrove. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah modul pendidikan konservasi hutan mangrove yang berisikan materi (1) hutan mangrove, (2) manfaat, rehabilitasi dan pelestarian, (3) pemanfaatan mangrove dalam kearifan lokal; tujuan pembelajaran; evaluasi yang telah divalidasi isi. Penetapan kader konservasi mangrove berdasarkan atas jumlah dari nilai kegiatan konservasi (pengetahuan dan kinerja) siswa. Calon kader konservasi ditetapkan sebagai kader konservasi jika jumlah nilai rata-rata kegiatan konservasi
5
dengan kriteria sangat memuaskan, dan telah lulus mengikuti 4 dari 5 kegiatan dengan nilai baik. Skala kategori penilaian yang digunakan diadaptasi dari sistem kategorikal menurut Arikunto (2006) yaitu kategori sangat memuaskan (80,1- 100), memuaskan (60,1-80,0), cukup memuaskan (40,1-60,0), kurang memuaskan (20,140,0), dan tidak memuaskan (0,1-20,0).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengetahuan calon kader konservasi mangrove siswa MAN 5 Martapura dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 nilai diskusi kelompok rata-rata Tabel 1. Pengetahuan Calon Konservasi Mangrove Siswa MAN 5 Martapura pada Uji Lapangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama
Nh Ls As Rs Ah Ak Na Bn Ph Ri Rata-rata Keterangan: Kenaikan nilai Persen (%) Rata-rata (D+L+P)
Nilai Diskusi LKS 89 77,4 87 73,2 89 74,6 91 88,7 89 85,1 92 85,9 90 89,2 88 82,2 86 83,1 88 86,6 88,90 82,60
Pre Tes 28 32 16 28 34 48 42 38 26 38 33,00
Nilai Pre dan Pos Tes Pos Tes Kenaikan 96 68 96 64 96 80 94 66 80 46 94 46 88 46 92 54 92 66 88 50 91,60 58,60
% 70,83 66,67 83,33 70,21 57,50 48,89 52,27 58,69 71,74 56,82 63,69
Rata-rata (D+L+P) 87,46 85,40 86,53 91,23 84,70 90,63 89,07 87,40 87,03 87,53 87,70
: selisih nilai pos tes dengan nilai pre tes : jumlah persentase kenaikan nilai. : penjumlahan nilai diskusi, LKS dan nilai pos tes
88,90, nilai LKS rata-rata 82,60 dengan rentang nilai 73,2-89,2. Nilai pengetahuan konservasi terjadi peningkatan nilai siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Nilai pre tes rata-rata 33,00 dengan rentang nilai 16-48, sedangkan nilai pos tes dengan nilai rata-rata 91,60 rentang 80-96. Hal ini berarti didapatkan semua siswa (100%) mengalami kenaikan nilai antara pre tes dan pos tes. Kenaikan nilai rata-rata 58,60 (63,69%) dengan rentang kenaikan nilai antara 46-80 (48,89-83,33%). Nilai total rata-rata pengetahuan calon kader konservasi secara umum adalah 87,70 dengan nilai rentang nilai 85,40-91,23. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan pembelajaran menggunakan modul efektif karena mampu meningkatkan pengetahuan dan hasil belajar siswa calon kader konservasi mangrove.
6
Kinerja calon kader konservasi mangrove siswa MAN 5 Martapura dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 maka terlihat nilai rata-rata calon kader Tabel 2
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Kinerja Calon Kader Konservasi Mangrove Siswa MAN 5 Martapura pada Uji Lapangan
Nama
Nh Ls As Rs Ah Ak Na Bn Ph Ri Rata-rata
Kliping
Mading
Leaflet
79 79 79 79 79 87 87 87 87 87 83,0
90 90 90 90 90 87 87 87 87 87 88,5
84 84 84 84 84 90 90 90 90 90 87,0
Nilai Kinerja Desain Publikasi video Spanduk youtube 95 92 95 92 95 92 95 92 95 92 98 92 98 92 98 92 98 92 98 92 96,5 92,0
Makanan Minuman 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ratarata 90,00 90,00 90,00 90,00 90,00 92,33 92,33 92,33 92,33 92,33 91,17
konservasi kelompok 1 (Nh, Ls, As, Rs dan Ah) adalah 90,00 dan nilai rata-rata calon kader konservasi kelompok 2 (Ak, Na, Bn, Ph, Ri) adalah 92,33. Secara keseluruhan rata-rata nilai calon kader konservasi 91,17. Persentase pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi mangrove maka dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 hampir 100% siswa MAN 5 Martapura memiliki pengetahuan konservasi mangrove sangat memuaskan. Sebagian besar sangat memuaskan (70%) kegiatan aktivitas diskusi berkelompok siswa MAN 5 Martapura dalam menggali informasi buku modul konservasi hutan mangrove, yang berarti siswa penguasaan siswa terhadap materi modul sudah baik. Tabel 3.
Persentase Pengetahuan dan Kinerja Calon Kader Konservasi Mangrove pada Siswa MAN 5 Martapura
Penilaian
Indikator
Pengetahu an Kinerja
Pengetahuan konservasi Aktivitas Diskusi Membuat Kliping Membuat Majalah Dinding Membuat Leaflet Membuat Desain Spanduk Publikasi Video Youtube Membuat Makanan/minuman Mangrove
Sangat memuas kan 90 70 50 100 100 100 50 100
Memua skan 10 30 50 0 0 0 50 0
Hasil (%) Cukup memuas kan 0 0 0 0 0 0 0 0
Kurang memuas kan 0 0 0 0 0 0 0 0
Tidak memuas kan 0 0 0 0 0 0 0 0
7
Respons dan sikap siswa calon kader konservasi mangrove sebagai umpan balik terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
No.
Hasil Respons dan Sikap Siswa terhadap Kegiatan Konservasi Mangrove yang telah Dilaksanakan Nama Siswa
Skor 25 27 24 26 25 27 29 25 24 24
Respons Kategori Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju Sangat setuju
Nh Ls As Rs Ah Ak Na Bn Ph Ri Kriteria penilaian diadaptasi dari Arikunto (2009): 0–6 : Sangat tidak setuju 7 – 14 : Tidak setuju 15 – 22 : Setuju 23 – 30 : Sangat setuju
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Skor 22 22 22 22 24 21 24 22 23 23
Sikap Kategori Setuju Setuju Setuju Setuju Sangat setuju Setuju Sangat setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju
Berdasarkan Tabel 4 sebanyak 10 orang calon kader konservasi yang menjawab angket respons tentang kegiatan konservasi mangrove yang telah dilakukan memiliki nilai antara 24-29 yang berarti memiliki kategori “sangat setuju”. Sedangkan sebanyak 10 orang calon kader konservasi yang menjawab angket sikap terhadap upaya konservasi mangrove terdapat 4 orang yang memiliki kategori “sangat setuju” dan 6 orang memiliki kategori “setuju”. Dengan demikian calon kader konservasi berkeinginan akan melanjutkan usaha-usaha kegiatan dan pengkaderan konservasi mangrove setelah kegiatan ini di wilayah Kecamatan Aluh-aluh. Penetapan calon kader konservasi menjadi kader konservasi berdasarkan atas nilai rata-rata pengetahuan dan nilai rata-rata kinerja calon kader, calon kader minimal telah lulus mengikuti 4 dari 5 kegiatan konservasi mangrove dengan hasil memuaskan. Hasil penjumlahan nilai keduanya didapatkan nilai sangat memuaskan (80,1 -100) maka ditetapkan sebagai kader konservasi mangrove. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 semua calon kader yang diberikan modul pendidikan konservasi hutan mangrove berbasis pemanfaatan mangrove sebagai bahan dasar makanan/minuman di Aluh-Aluh Kabupaten Banjar, dapat ditetapkan sebagai kader konservasi.
8
Tabel 5.
No
Penetapan Kader Konservasi Hutan Mangrove Siswa MAN 5 Martapura Calon kader
Pengetahuan Skor Kriteria
1. Nh 87,46 Sangat Memuaskan 2. Ls 85,40 Sangat Memuaskan 3. As 86,53 Sangat Memuaskan 4. Rs 91,23 Sangat Memuaskan 5. Ah 84,70 Sangat Memuaskan 6. Ak 90,63 Sangat Memuaskan 7. Na 89,07 Sangat Memuaskan 8. Bn 87,40 Sangat Memuaskan 9. Ph 87,03 Sangat Memuaskan 10. Ri 87,53 Sangat Memuaskan Penilaian diadaptasi dari Arikunto (2006): 80,1 – 100 = Kader 60,1 – 80,00 = Belum Kader 40,1 – 60,00 = Belum kader 20,1 – 40,00 = Belum kader 0,1 – 20,00 = Belum kader
Indikator Kinerja Skor Kriteria 90,00 90,00 90,00 90,00 90,00 92,33 92,33 92,33 92,33 92,33
Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Sangat Memuaskan Keterangan: P : Pengetahuan K : Kinerja
Ratarata (P+K) 88,73 87,70 88,26 90,61 87,35 91,48 90,70 89,86 89,68 89,93
Kategori
Kader Kader Kader Kader Kader Kader Kader Kader Kader Kader
Pembahasan Kegiatan konservasi mangrove yang telah dilaksanakan dengan kegiatan mengukur pengetahuan dan kinerja calon kader konservasi pada siswa MAN 5 Martapura dijelaskan di bawah ini. 1. Pengetahuan Calon Kader Konservasi Pengetahuan calon kader konservasi siswa MAN 5 Martapura sudah baik yang berarti pembelajaran menggunakan modul efektif karena mampu meningkatkan pengetahuan dan hasil belajar siswa calon kader konservasi mangrove. Hal ini karena dalam
pengembangannya
peneliti
telah
mengikuti
langkah-langkah
dalam
pengembangan suatu produk modul yang akan dibuat menjadi sebuah prototipe. Di sisi lain karena calon kader merupakan siswa yang tinggal dikawasan mangrove, yang kesehariannya bersinggungan dengan mangrove, perairan dan perahu kelotok sehingga secara alami mereka telah lama mengetahui mangrove dan jenis-jenis vegetasinya, kawasan konservasi dan bukan konservasi, upaya konservasi, mangrove yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan/minuman, termasuk bagian mangrove yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Pembelajaran di sekolah telah diajarkan dasar pendidikan lingkungan. Menurut Hambler (2004) pendidikan lingkungan dipandang sangat penting dalam menunjang upaya kegiatan konservasi, karena dengan pendidikan lingkungan dapat
9
menjelaskan kepada masyarakat pentingnya konservasi. Pendidikan sering dianggap sebagai harapan cerah bagi konservasi, karena telah memiliki beberapa besar keberhasilan dalam upaya penyelamatan lingkungan dan dipandang lebih efisien dibandingkan penegakkan hukum. Marquardt dan Trevena (2009) mengatakan bahwa pendidikan lingkungan penting, karena banyak upaya reboisasi mangrove di Filipina yang umumnya gagal karena berbagai faktor, primer teknis dan sosial di alam. Salah satu hambatan yang paling penting untuk sukses proyek rehabilitasi adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dan hilang pemahaman akan pentingnya mangrove karena kurangnya kesadaran lingkungan. Menggunakan kit pendidikan mangrove maka meningkatkan kesadaran di sekolah untuk kebutuhan mangrove. Informasi tentang sifat dan manfaat ekosistem mangrove, memperkenalkan contoh proyek reboisasi dan menawarkan metode dan ide-ide untuk mengajar masalah di sekolah dasar dan menengah. Belawati (2012) dan Krisnawati (2012) menemukan hubungan pembelajaran dengan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar dan pengetahuan tentang lingkungan. Hal ini beralasan karena pendekatan lingkungan memiliki ciri khas
mengaitkan
materi
pelajaran
sains
dengan
unsur-unsur
lingkungan
(environment). Yulihastarmi (2013) menjelaskan pembelajaran berbasis pendekatan lingkungan di Tahura Sultan Adam, calon kader belum dapat menguasai materi yang diberikan melalui modul berbasis ekowisata Hanya 50% calon kader yang terkategori memuaskan dari 12 orang calon kader, sehingga hanya dapat ditetapkan sebanyak 6 orang calon kader konservasi. Menurut Yulihastarmi (2013) modul berbasis ekowisata yang diberikan kepada calon kader konservasi sudah sesuai kondisi calon kader, kondisi lingkungan dan panduan kurikulum untuk penetapan kader konservasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan. Taufik et al (2014) dalam penelitiannya mengembang media pembelajaran IPA terpadu berkarakter peduli lingkungan pada tema konservasi dengan pendekatan science edutainment menggunakan media pembelajaran berupa puzzle, crossword dan squareword berbasis TIK didapatkan hasil mampu meningkatkan hasil belajar. Menurut Kalang (2004) dalam risetnya, filosofi yang dianut dalam konservasi adalah melakukan perubahan terhadap cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku ke arah positif. Model pengajaran andragogik dirasakan tepat dalam mendukung tujuan
10
untuk melakukan perubahan, kegiatan yang dilakukan bersifat memberi contoh. Kegiatan pendidikan konservasi dapat berupa suasana bermain yang bertemakan konservasi pada peserta didik, memberikan pemahaman kepada masyarakat, praktek lapangan yang selalu dilaksanakan dalam kawasan konservasi, pembinaan kader melalui Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia, ada dukungan masyarakat menyediakan fasilitas dan mendampingi peserta dalam kegiatan di lapangan. Menurut Sunarto (2006) dalam suatu kelompok siswa pada tingkat manapun, perbedaan
latar
belakang
dan
pengalaman
mereka
masing-masing
dapat
memperlancar atau menghambat prestasinya. Hal ini dapat dipahami karena keseharian mereka yang menggunakan alat transportasi jenis kelotok untuk kegiatan sehari-hari sehingga paham dan mengerti tentang kondisi perairan dan mangrove. Saat kegiatan menyusuri Pulau Kaget menggunakan kelotok, peneliti berdiskusi dengan siswa tentang mangrove dan pulau Kaget, mereka sejak kecil mengerti hal tersebut, oleh sebab itu mereka lebih banyak menjelaskan detail mengenai keberadaan mangrove, pulau kaget yang dilarang untuk dirusak, dijadikan wilayah konservasi hingga keberadaan patroli yang memantau pulau kaget secara berkala. Oleh sebab itu apabila pendidikan lingkungan dimulai dari keluarga dan sekolah sejak dini, maka mereka akan mengenal lebih awal mangrove dan tercipta cinta dan peduli lingkungan. Menurut Surakusumah (2008) secara rasional
ada dua alasan utama
mengapa pendidikan lingkungan harus diberikan secara dini. Pertama, anak-anak harus mengembangkan rasa mencintai lingkungan hidup pada usia yang dini, diharapkan dengan pengembangan perasaan tersebut secara dini maka perkembangan rasa tersebut akan tertanam dengan baik. Kedua, interaksi dengan lingkungan hidup merupakan bagian penting dari perkembangan kehidupan anak yang sehat dan interaksi tersebut dapat mendorong kemampuan belajar anak ke depan. Siswa mampu menunjukkan vegetasi mangrove dan mengajak ke tempat mangrove yang bukan konservasi, untuk mengambil buah dan daun. Mangrove yang diambil buahnya adalah jenis rambai padi dan nipah untuk dibuat jus buah/kolak, sedangkan yang diambil daunnya jenis warakas/piyai untuk dibuat sayur. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Semiawan (1992), bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang nyata, yaitu contoh sesuai situasi yang dihadapi.
11
Pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian dengan konsep konservasi mangrove bukan hanya saja diajarkan secara teori, namun langsung dilakukan di kawasan hutan mangrove. Seperti hasil penelitian oleh Chang et.al (2011) bahwa pendidikan lingkungan siswa dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman. Siswa dapat langsung berinteraksi dengan alam, sehingga pembelajaran dapat berlangsung nyaman dan senang serta jauh dari sikap membosankan. Belajar melibatkan perasaan suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak akan bekerja optimal bila perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang akan muncul bila belajar diwujudkan dalam bentuk pengamatan (observasi) dan keterampilan proses lainnya dapat dikembangkan dengan baik. 2. Kinerja Calon Kader Konservasi Kinerja calon kader konservasi setelah diberikan modul dan selama mengikuti kegiatan konservasi dapat dikatakan memiliki kinerja yang sangat memuaskan dan memuaskan. Sebanyak 12 macam kegiatan konservasi seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, hanya 5 kegiatan yang dilaksanakan oleh calon kader konservasi. Kelima kegiatan ini meliputi diskusi, membuat kliping, membuat majalah dinding, membuat publikasi video pengolahan bahan makanan ke youtube, membuat spanduk, membuat leaflet dan membuat makanan/minuman dari mangrove. Kegiatan pembelajaran dilakukan berkelompok oleh calon kader secara aktif mereka melaksanakan kegiatan konservasi. Kinerja membuat kliping dan membuat video 50% sangat memuaskan dan 50% memuaskan. Hal ini karena pembuatan video tidak menggunakan efek khusus dan hanya dilaksanakan dengan kamera handphone sehingga secara kualitas belum cukup baik, sedangkan kliping belum memenuhi kriteria teroganisir dengan baik dan informasi yang disajikan belum memadai karena sulitnya mengakses internet untuk mencari bahan tugas melalui internet. Secara umum kinerja siswa sudah baik dalam mengikuti kegiatan konservasi mangrove. Hasibuan (2002) mengatakan pembelajaran kelompok terdapat tugas yang harus diselesaikan bersama sehingga perlu dilakukan pembagian kerja, komunikasi yang efektif akan memudahkan kerjasama dalam kelompok, sehingga kesempatan untuk memahami materi pembelajaran akan lebih baik. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran konstruktivisme yang digunakan, yaitu pembelajaran yang didasarkan
12
pada pemahaman bahwa proses belajar yang dilakukan siswa merupakan proses konstruksi pengetahuan, pemahaman dan pengalamannya. Menurut
Wardoyo
(2013)
pembelajaran
menggunakan
PBL
dalam
pembelajaran konstruktivisme menempatkan siswa dalam posisi yang memiliki peran aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi, hal ini menuntut mereka berperan aktif dalam kegiatan. Metode pembelajaran berisi tantangan kepada siswa untuk menemukan solusi sebagai wujud dari proses belajar. Siswa MAN 5 Martapura sebagai calon kader konservasi ini bersikap kreatif dalam proses pembelajaran, kreativitas dapat dikembangkan dengan hasil desain spanduk, pelaksana diskusi yang berjalan dengan baik hingga pengolahan makanan berbahan dasar mangrove berhasil dengan baik, walaupun dibantu oleh salah satu orang tua siswa di rumahnya saat kegiatan berlangsung. Namun disisi lain, manfaat kegiatan ini secara tidak langsung melalui orang tua siswa mengajak dan mendidik masyarakat untuk memanfaatkan potensi mangrove sebagai bahan dasar makanan tanpa melupakan kelestarian dan keberlanjutan. Berdasarkan hasil angket respons terhadap 10 siswa calon kader konservasi didapatkan semua memiliki kategori “sangat setuju” dan hasil angket sikap terhadap 10 siswa calon kader konservasi didapatkan hanya 4 orang memiliki kategori “sangat setuju” sedangkan 6 orang memiliki kategori “setuju”. Hal ini berarti kegiatan konservasi yang telah dilaksanakan menggunakan modul yang telah dikembangkan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa untuk melaksanakan kegiatan konservasi di Aluh-aluh. Hal ini menjadi umpan balik secara langsung mereka bersedia dan siap menjadi kader konservasi mangrove yang antusias sebagai kepedulian terhadap lingkungan. Diarto et.al (2012) dalam penelitian di kawasan hutan mangrove Tugurejo (KHMT) menyoroti antusiasme, keinginan, dan harapan serta adanya kepedulian sosial masyarakat setempat merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan mangrove. Gambaran partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan KHMT ditunjukkan dengan tingginya keinginan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan serta adanya harapan terhadap upaya perlindungan atau perbaikan KHMT.
13
Menurut Vishwanathan dkk (2004) partisipasi masyarakat lokal dalam upaya restorasi mangrove sangat diperlukan terutama ditingkat keluarga. Banyak negara berkembang telah memulai partisipasi berbasis masyarakat dalam program pengelolaan sumber daya alam. Partisipasi masyarakat diperlukan tersebut, juga tidak melupakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal juga dapat diperoleh dari mangrove yang ditanam untuk mempertahankan program. Upaya pemerintah dengan mengenalkan sejak dini pada siswa penting mangrove di sekolah. Masyarakat lokal di didik cara restorasi mangrove dalam pemanfaatan, pelestarian dan pengelolaan mangrove berkelanjutan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Temuan yang berbeda didapatkan dalam penelitian Yulihastarmi (2013) bahwa kegiatan konservasi dengan mengukur kinerja calon kader konservasi setelah diberikan modul dan selama mengikuti kegiatan konservasi, dapat dikatakan memiliki kinerja yang memuaskan walaupun hanya melaksanakan 6 kegiatan dari 12 kegiatan konservasi. Menurut Belawati (2012) dalam penelitiannya bahwa
tidak terjadi
peningkatan dalam setiap item observasi proses kinerja dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, namun siswa dapat mengikuti program pembelajaran melalui pendekatan lingkungan dengan tataran proses kinerja dan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan cukup baik. Kegiatan konservasi yang telah dilaksanakan oleh siswa MAN 5 Martapura dapat dikatakan telah memenuhi sebagian kegiatan konservasi seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 3. Penetapan Kader Konservasi Penetapan calon kader menjadi kader konservasi berbasis hutan mangrove pada siswa MAN 5 Martapura berdasarkan pada kemampuan pengetahuan tentang mangrove dan kinerja/aktivitas siswa melaksanakan kegiatan tugas selama mengikuti kegiatan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hasil penelitian dapat ditetapkan sebanyak 10 orang sebagai kader konservasi mangrove sesuai kriteria yang ditetapkan yaitu calon kader minimal telah lulus mengikuti 4 dari 5 kegiatan konservasi mangrove dengan hasil memuaskan. Hal ini berbeda hasil penelitian Yulihastarmi (2013) yang menetapkan 10 orang calon kader
14
konservasi dari 17 siswa yang menjadi peserta kegiatan. Krisnawati (2012) menemukan bahwa kader konservasi di Gunung Alam Kentawan yang berhasil ditetapkan adalah 8 orang calon kader atau 40% amat baik dan baik. Selain itu, Zulfiati (2012) menetapkan peserta diklat yang ditetapkan terjaring sebagai kader konservasi di ekosistem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau dengan kategori sangat memuaskan sebanyak 13 orang (38%) dari 35 peserta. Sekalipun hanya 5 kegiatan konservasi dapat dikatakan bahwa calon kader sudah mampu menjadi kader konservasi sesuai dengan porsinya sebagai masyarakat terdidik yang tinggal dan belajar di sekitar kawasan mangrove. Minimal kader konservasi telah dididik melalui kegiatan pembelajaran ini dapat membantu menjaga kelestarian alam mangrove di sekitar tempat tinggal. Mampu memanfaatkan mangrove sebagai bahan dasar makanan/minuman untuk meningkatkan aneka makanan dan bahan olahan dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan standar gizi.. SIMPULAN Penelitian ini menghasilkan draft modul konservasi hutan mangrove berbasis pemanfaatan sebagai bahan pangan di kalangan SMA/MA yang valid dan efektif. Kader yang dapat dijaring mengggunakan modul konservasi hasil pengembangan yang diuji coba dan dievaluasi menggunakan model ASSURE sebanyak 10 orang (100%) dari MAN 5 Martapura dengan kategori sangat memuaskan. Pengetahuan dan kinerja calon kader yang didapat terkategori sangat memuaskan 10 orang (100%). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan modul ini terhadap kelompok siswa SMA/MA yang tinggal jauh dari mangrove. Disarankan kepada peneliti lain untuk menguji kelayakan modul konservasi mangrove sebagai bahan ajar muatan lokal SMA/MA pesisir yang dekat dengan mangrove. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Belawati, Octa. 2012. Pengetahuan, Kepemimpinan, Proses Kinerja dan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Pembelajaran Konsep Objek dan Permasalahan Biologi Melalui Pendekatan Lingkungan Untuk Pembentukan Calon Kader Konservasi Mangrove. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Magister Pendidikan Biologi. Universitas Lambung Mangkurat.
15
BKSDA
SULSEL. 2013. Koperasi Kader Konservasi, (http://www.bksdasulsel.co.id), diakses 02 Oktober 2013).
(online),
BKSDA Kalsel [Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan]. 2008. Kawasan Konservasi Kalimantan Selatan. Banjarbaru: BKSDA Kalsel. BP DAS BARITO, Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove di Prop. Kalsel. Tahun 2006. Banjarbaru: PT Sarbi Moerhani Lestari. Chang, Cheng-Sian; Chen, Tzung-Shi; Hsu, Wei-Hsiang. 2011. Journal. The Study on Integrating WebQuest with Mobile Learning for Environmental Education. Computers & Education, China: v57 n1 p1228-1239. (Online), (http://www.eric.ed.gov, diakses 12 September 2013) Danuri, R. Rais J, Ginting Sitopu M.J, 1996, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu, Jakarta: PT Pradnya Paramita. Diarto. Hendrarto, Boedi. Suryoko, Sri. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Kawasan Hutan Mangrove Tugurejo Kota Semarang. Volume 10. Issue 1:1-7. ISSN 1829-8907. Semarang: Universitas Diponegoro. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2009. Pedoman Pembinaan Kader Konservasi. Bogor: Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Hambler, Clive, 2004. Conservation. Studies in Biology. Cambridge University Press. Departement Zoology. University of Oxford Hasibuan, dan Moedjiono. 2002. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya. Kalang, Ferdy. 2004. Keterlibatan masyarakat di daerah penyangga dalam konservasi sumberdaya alam (studi kasus pada program pembentukan kader konservasi di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puling Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat). Tesis. Universitas Indonesia. Krisnawati, T. 2012. Pembentukan Kader Konservasi Melalui Modul Konservasi Berbasis Ekowisata untuk Pelestarian Gunung Alam Kantawan. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat. Marquardt, Jens and Trevena Malcolm. 2009. Protecting Mangroves. Benefits for People and the Environment, Reforestation Efforts and Experience from San Agustin. Philippines: An Education Kit. Meaningful Voluuter. Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PKA dan WI-IP.
16
Priyono. Aris. Dkk. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. Cetakan Pertama. Semarang: Kesemat. Santoso, Nyoto. dkk. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia. SK Dirjen PHKA. 2006. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Nomor 41/IV-Set/HO/2006 tentang Pedoman Pembentukan Kader Konservasi. Sunarto dan B. Agung. H. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Surakusumah, W. 2008. Konsep Pendidikan Lingkungan di Sekolah: Model Uji Coba Sekolah Berwawasan Lingkungan. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. Taufik, M., Dewi, N.R., Widiyatmoko, A. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran IPA Terpadu Berkarakter Peduli Lingkungan Tema Konservasi Berpendekatan Science Edutainment. Semarang. JPII 3 (2) (2014) 140-145. Program Studi Pendidikan IPA Universitas Negeri Semarang. Dipublikasikan Oktober 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Vishwanathan, P.K. Pathak, Kinjal D. and Mehta, Ila. (2004). Socio-Economic and Ecological Benefits of Mangrove Plantation: A Study of Community Based Mangrove Restoration Activities in Gujarat. Ahmedabad: Gujarat Institute of Development Research. Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Teori dan aplikasi pembelajaran dalam pembentukan karakter. Bandung : Alfabeta Yulihastarmi, Dian. 2013. Pembentukan Kader Konservasi Kawasan Taman Hutana Raya Sultan Adam Melalui Modul Berbasis Ekowisata. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin. Program Magister Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat. Zulfiati, I. 2012. Kinerja dan Keterampilan Berpikir Calon Kader Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut di Taman Nasional Sebangau. Tesis tidak dipublikasikan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Magister Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat.