Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
PEMBELAJARAN SISTEM KONTROL DENGAN APLIKASI MATLAB Affan Bachri1 1)
Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak Perkembangan teknologi komputer baik hardware maupun software terus berkembang seiring perkembangan teknologi elektronika yang semakin maju, demikian juga teknologi kontrol yang mengalami banyak kemajuan dari kontrol konvensional ke kontrol otomatik sampai ke kontrol cerdas. Pembelajaran sistem kontrol PID pada mata kuliah Sistem Kontrol di perguruan tinggi kebanyakan masih menggunakan metoda analisis trial and error dengan perhitungan manual. Metode pembelajaran semacam ini mempunyai kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lama dan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Untuk lebih meningkatkan pemahaman mahsiswa dalam materi sistem kontrol dapat digunakan media pembelajaran berbantuan komputer. Matlab merupakan salah satu software yang sangat membantu pemahaman mahasiswa dalam pembelajaran untuk melihat tanggapan berbagai kombinasi parameter dengan variasi masukan yang berbeda. Dari hasil penelitian tindakan kelas didapatkan hasil yang cukup signifikan dalam peningkatan pemahaman mahasiswa dalam mata kuliah sistem kontrol khususnya materi aksi kontrol PID. Kata Kunci : Sistem Kontrol , PID
Pendahuluan Perkembangan teknologi komputer baik hardware maupun software terus berkembang seiring perkembangan teknologi elektronika yang semakin maju, demikian juga teknologi kontrol yang mengalami banyak kemajuan dari kontrol konvensional ke kontrol otomatik sampai ke kontrol cerdas. Perkembangan teknik kontrol sudah merambah dari peralatan industri yang kompleks, perlengakapan militer sampai ke peralatan rumah tangga. Beberapa sistem kontrol yang mudah dijumpai di antaranya adalah pengaturan suhu, pengaturan kelembaban ruangan, pengaturan pencucian pakaian, pengaturan gerak robot, pengaturan mobil remote dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadikan pemikiran sistem kontrol menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa Jurusan Teknik Elektro untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam mata kuliah sistem kontrol, salah satu materi yang diberikan adalah perancangan sistem kontrol. Untuk dapat merancang sistem kontrol yang baik diperlukan analisis untuk mendapatkan gambaran tanggapan sistem terhadap aksi pemgontrolan. Sebelum dapat merancang sistem kontrol tentunya mahasiswa harus lebih dulu dibekali materi pemodelan sistem dinamik. Sistem kontrol dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang
diinginkan. Sistem kontrol yang baik mempunyai tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam. Dalam perancangan sistem kontrol ini diperlukan gambaran tanggapan sistem dengan sinyal masukan dan aksi pengontrolan yang meliputi : (1)Tanggapan sistem terhadap masukan yang dapat berupa fungsi langkah, fungsi undak, fungsi impuls atau fungsi lainnya, (2) Kestabilan sistem yang dirancang, (3)Tanggapan sistem terhadap berbagai jenis aksi pengontrolan Permasalahan yang dihadapi dalam perancangan sistem kontrol adalah mendapatkan fungsi alih dari sistem tersebut. Setelah fungsi alih didapatkan permasalahan selanjutnya adalah menganalisisnya apakah sistem yang dibuat sudah baik atau belum. Dalam mempelajari sistem kontrol tentu saja menjadi kewajiban bagi mahasiswa untuk dapat mencari fungsi alih sistem dengan pendekatan model matematik. Tetapi setelah mendapatkan model fungsi alihnya, seringkali mahasiswa mengalami kesulitan dalam menganalis sistem karena kerumitannya. Dengan adanya Software Matlab proses analisis fungsi alih akan menjadi jauh lebih mudah dan cepat sehingga akan memudahkan dalam proses pembelajaran terutama dalam perancangan sistem kontrolnya. Media Pembelajaran Metode pembelajaran memegang peranan yang penting dalam proses pembelajaran.
1
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
Penggunaan media pendidikan, khususnya media visual dan simulasi dapat membantu dosen dalam menyampaikan materi perkuliahan. Bourden dan Paul (1998) menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat menghemat waktu persiapan mengajar, meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan mengurangi kesalahfahaman mahasiswa terhadap penjelasan yang diberikan. Namum demikian, belum banyak penelitian mengenai penggunaan media pembelajaran interaktif berbantuan komputer dalam proses pembelajaran formal di kelas. Media pembelajaran yang berkualitas dapat digunakan berulang-ulang sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pembelajaran dapat lebih hemat. Media interaktif memuat materi yang berisi benda asli dari lingkungan autentik yang dapat memberi pengalaman langsung kepada mahasiswa sehingga pengetahuan mahasiswa dapat bertahan lebih lama. Heinrich (1989) menjelaskan bahwa media pembelajaran yang berkualitas adalah media yang pengembangannya melalui proses seleksi, desain, produksi dan digunakan sebagai bagian integral sistem instruksional. Materi Sistem Kontrol PID Salah satu bahasan dalam mata kuliah sistem kontrol adalah kontrol PID yang sering digunakan dan banyak diberikan dalam materi sistem kontrol di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena sistem ini merupakan sistem kontrol loop tertutup yang cukup sederhana dan kompatibel dengan sistem kontrol lainnya sehingga dapat dikombinasikan dengan sistem kontrol lain seperti Fuzzy control, Adaptif control dan Robust control.
Gambar 1. Diagram Sistem Kontrol Fungsi alih H(s) pada sistem kontrol PID merupakan besaran yang nilainya tergantung pada nilai konstanta dari sistem P, I dan D. H ( s)
K D s 2 K p s Ki
s3 K D s 2 K p s Ki Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara dapat bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap masukan tertentu sebagaimana yang diiginkan. Tabel 1. Respon Sistem PID terhadap perubahan parameter Respo Kesala n Wakt han Wakt Oversh Loop u Keada u naik oot Tertu Turun an tup Tunak Kp Menur Mening Peruba Menuru un kat han n Kecil Ki Menur Mening Menin Hilang un kat gkat Kd Peruba Menuru Menur Peruba han n un han Kecil Kecil Untuk merancang sistem kontrol PID, kebanyakan dilakukan dengan metoda cobacoba atau (trial & error). Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan aksi kontrol yang baik diperlukan langkah cobacoba dengan kombinasi antara P, I dan D sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan.
Metode Pembelajaran Konvensional Langkah awal dalam pembelajaran perancangan sistem kontrol yaitu menjelaskan bagaimana membuat diagram blok sistem. Diagram blok digunakan sebagai bahan analisis yaitu dengan memberikan aksi pengontrolan yang berbeda. Tanggapan sistem dapat dilihat setelah sistem diberikan sinyal masukan yang berbeda. Kombinasi antara sinyal masukan dan aksi pengontrolan ini akan menghasilkan tanggapan yang berbedabeda. (Ogata, Katsuhiko, 1997) menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perancangan sistem kontrol sebagai berikut:(1) Memahami cara kerja system, (2) Mencari model sistem dinamik dalam persamaan differensial, (3) Mendapatkan fungsi alih sistem dengan Transformasi Laplace, (4) Memberikan aksi pengontrolan dengan menentukan konstanta Kp,
2
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
Ki dan Kd, (5) Menggabungkan fungsi alih yang sudah didapatkan dengan jenis aksi pengontrolan, (6) Menguji sistem dengan sinyal masukan fungsi langkah, fungsi undak dan impuls ke dalam fungsi alih yang baru, (7) Melakukan Transformasi Laplace balik untuk mendapatkan fungsi dalam kawasan waktu, (8) Menggambar tanggapan sistem dalam kawasan waktu Dalam pembelajaran konvensional untuk melihat tanggapan suatu sistem dengan berbagai macam kombinasi sinyal masukan dan aksi pengontrolan merupakan hal yang sulit, diperlukan kesabaran dan ketelitian untuk mendapatkan hasil penggambaran yang baik dan hasilnyapun seringkali kurang akurat. Hal ini menjadikan mahasiswa merasa bahwa materi perancangan sistem control sangat sulit yang berdampak pada keengganan untuk mempelajari lebih jauh tentang materi sistem kontrol. Metode Pembelajaran Dengan Simulasi Komputer Hadirnya software komputer sangat membantu perhitungan dan proses analisis tanggapan sistem terhadap sinyal masukan dan aksi pengontrolan. Berbeda dengan perhitungan manual yang rumit dan lama, perhitungan dengan bantuan software komputer jauh lebih mudah dan cepat dan hasilnya tepat. Matlab merupakan salah satu software yang dikembangkan dalam bidang pengaturan yang dilengkapi Control Toolbox. Toolbox ini dilengkapi dengan berbagai macam fungsi pendukung yang dipergunakan dalam analisis sistem kontrol. Beberapa fungsi pendukung yang sering dipergunakan untuk menganalisis suatu sistem adalah : feedback, step, rlocus, series, dll. Untuk menganalisis suatu sistem, software hanya memerlukan masukan berupa fungsi alih yang ditulis dalam Transformasi Laplace (kawasan frekuensi) atau matriks ruang keadaan. Sebagai contoh, suatu sistem kontrol memiliki fungsi alih sebagai berikut :
Model matematik sistem dinamik dapat dituliskan dengan menggunakan Hukum Kirchoff Arus dan Tegangan sehingga menjadi :
V (i) R(i) L v(0)
di 1 idt dt C
1 idt c
Fungsi alih dari model dinamik sistem di atas dapat dilakukan dengan melakukan transformasi Laplace sehingga di dapat persamaan berikut : 11 Vi ( s) Lsi( s)Ri ( s) i( s) Cs
Vi ( s) Ls 2i( s) Rsi( s) Vo ( s)
1 i( s) C
11 i( s) Cs
Fungsi Alih =
Vo( s) 1 2 Vi ( s) LCs RCs 1
Fungsi alih dapat ditulis sebagai : p( s ) 1 2 q( s) LCs RCs 1 Dari fungsi alih inilah akan dicari tanggapan sistem terhadap sinyal masukan yang beragam. Tanggapan sistem yang baik dari suatu sistem kontrol mempunyai criteria: Waktu naik cepat, Minimasi overshoot dan minimasi kesalahan keadaan tunak. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk analisisi dengan Matlab adalah menentukan R, L, C (R=100 ohm, L=1,25mH, C=6250 F). memasukkan koefisien pembilang (Ps) dan penyebut (Qs) dari fungsi alih, dan memilih jenis masukan yang akan dimasukkan ke sistem (fungsi langkah, undak, impuls atau lainnya). Kemudian nilai-nilai kita masukkan dalam persamaan berikut : p( s ) 1 2 q( s) LCs RCs 1 p( s ) 1 1 q( s) 0.125s 2 0.625s 1 s 5s 8
Gambar 2. Sistem Rangkaian RLC
Penulisan pada editor matlab : Ps = [1]; Qs = [1 5 8]; step(Ps, Qs)
3
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
Tanggapan sistem terbuka diperlihatkan pada Gambar 3. Step Response 0.14
0.12
0.1
Amplitude
0.08
Penambahan aksi kontrol P mempunyai pengaruh mengurangi waktu naik dan kesalahan keadaan tunak, tetapi konsekuensinya overshoot naik cukup besar. Kenaikan overshoot ini sebanding dengan kenaikan nilai parameter Kp. Waktu turun juga menunjukkan kecenderungan yang membesar.
0.06
Pembelajaran Aksi Kontrol Kp dan Kd Fungsi alih sistem dengan aksi pengontrolan PD menjadi :
0.04
0.02
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
p( s ) Kp Kds 2 q(s) s (5 Kd )s (8 Kp)
Time (sec)
Gambar 3. Respon sistem terhadap masukan fungsi alih Grafik di atas menunjukkan bahwa sistem memiliki kesalahan keadaan tunak yang tinggi sebesar 0,88 hal ini dapat dilihat pada tanggapan sistem menuju ke nilai amplitudo 0,12. Dari Gambar3 dapat juga diketahui bahwa sistem memiliki waktu naik yang lama (1,5 detik). Untuk menghasilkan sistem kontrol yang baik, diperlukan sistem loop tertutup. Pembelajaran Aksi Kontrol Proporsional Karakteristik aksi pengontrolan Proporsional adalah mengurangi waktu naik, menambah overshoot, dan mengurangi kesalahan keadaan tunak. Fungsi alih sistem dengan menambahkan aksi pengontrolan P menjadi :
Penulisan pada editor Matlab , misalkan kita tentukan Kp =60 dan Kd=4, Kp = 60; Kd = 4; Ps = [Kd Kp]; Qs = [1 5+Kd 8+Kp]; t = 0 : 0.01 : 2; step (Ps, Qs) hasil running Matlab : Step Response 1.4
1.2
1
Misal, diambil konstanta Kp = 60, maka penulisan pada editor Matlab : Kp = 60; Ps = [Kp]; Qs = [1 5 8+Kp]; t = 0 : 0.01 : 2; step (Ps, Qs)
Gambar 4. Respon Sistem Loop dengan kontrol Proporsional (Kp)
0.8
Amplitude
p( s) Kp q( s) s 2 5s (8 Kp)
0.6
0.4
0.2
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Time (sec)
Gambar 5. Respon sistem dengan Kp dan Kd Pada grafik di atas terlihat bahwa penggunaan control Proporsional Derivative (PD) dapat mengurangi overshoot dan waktu turun, tetapi kesalahan keadaan tunak tidak mengalami perubahan yang berarti. Pembelajaran Aksi Kontrol ProportionalIntegral Fungsi alih sistem dengan penambahan aksi pengontrolan PI menjadi :
4
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
p( s ) Ki Kp s 3 2 q( s) s 5s (8 Kp) s Ki
step (Ps, Qs) Hasil running Matlab :
Misalkan Kp=6, dan Ki =15, Kp = 6; Ki = 15; Ps = [Kp Ki]; Qs = [1 5 8+Kp Ki]; t = 0 : 0.01 : 2; step (Ps, Qs)
Step Response 1.4
1.2
1
Amplitude
0.8
0.6
hasil running Matlab : 0.4 Step Response 1.4
0.2 1.2
0 0 1
0.5
1
1.5
2
2.5
Time (sec)
Amplitude
0.8
Gambar 7. Respon sistem dengan kontrol PID (Kp Ki Kd)
0.6
0.4
0.2
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Time (sec)
Gambar 6. Respon sistem dengan kontrol Kp dan Ki (PI) Dari grafik gambar 6 di atas terlihat bahwa waktu naik sistem menurun, dengan overshoot yang kecil, serta kesalahan keadaan tunak dapat diminimalkan. Tanggapan sistem memberikan hasil yang lebih baik daripada aksi kontrol sebelumnya tetapi masih mempunyai waktu naik yang lambat. Pembelajaran Aksi Kontrol ProportionalIntegral-Derivative Aksi kontrol PID merupakan gabungan dari aksi P, I dan D dan fungsi alih sistem menjadi :
K d s 2 K p s Ki p( s) q(s) s 3 (5 K d )s 2 (8 K p )s Ki Misalkan kita misalkan : Kp =60, Ki=80, Kd=15, maka editor Matlab : Kp = 60; Ki = 80; Kd=15; Ps = [Kd Kp Ki]; Qs = [1 5+Kd 8+Kp Ki ]; t = 0 : 0.01 : 2;
Dengan aksi kontrol P, I dan D, terlihat bahwa kriteria sistem yang diinginkan hampir mendekati, terlihat dari grafik tanggapan sistem tidak memiliki overshoot, waktu naik yang cepat, dan kesalahan keadaan tunaknya sangat kecil mendekati nol. Grafik tanggapan sistem terhadap sinyal masukan fungsi langkah, tergantung pada nilai parameter Kp, Kd dan Ki. HASIL Metode pembelajaran berbantuan komputer dengan software Matlab ini diimplementasikan dalam kelas dalam mata kuliah Kendali Adaptif. Materi sistem kontrol PID, sebenarnya telah diberikan pada kuliah Sistem Kendali Dasar, tetapi karena mahasiswa masih mengalami banyak kesulitan sehingga perlu penyegaran lagi sebelum mempelajari kontrol adaptif. Sebagaian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam memodelkan perilaku sistem dinamik, dan setelah mereka mampu mencari model dinamiknya kesulitan yang dihadapi adalah bagaimana mencari tanggapan sistem terhadap sinyal masukan. Setelah dilakukan tindakan kelas dengan mengenalkan metode pembelajaran dengan bantuan Software Matlab, terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap pemahaman dan ketertarikan mahasiswa dalam mempelajari materi sistem kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metoda pembelajaran berbantuan komputer sangat
5
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
membantu dosen dalam menyampaikan materi kepada mahasiswa. Penggunaan software Matlab dalam materi sistem kontrol tidak hanya pada materi kontrol PID, tetapi dapat dikembangkan pada materi-materi yang lain seperti penggambaran tempat kedudukan akar, plot diagram Bode, penentuan kestabilan dan lain sebagainya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengembangan metode pembelajaran materi perancangan sistem kontrol PID pada mata kuliah sistem kontrol dengan simulasi komputer sangat membantu mahasiswa dalam memahami materi secara keseluruhan. 2. Perancangan sistem kontrol PID dengan bantuan software Matlab sangat memudahkan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang diiginkan. 3. Penerimaan materi dengan metode simulasi komputer berbantuan Matlab lebih baik dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. 4. Metode pembelajaran inovatif perlu dikembangkan untuk mendapatkan hasil pemahaman mahasiswa yang lebih baik dalam mempelajari materi. DAFTAR PUSTAKA Bourden, Paul R. (1998). “Methods for effective teaching” second edition. Boston: Allyn and Bacon. Heinrich, R (1989), “Instructional Media and The New technologies of instruction” 3 edition. New York: Mac Millan Publishing Company. Ogata, Katsuhiko, (1997), “Teknik Kontrol Automatik Jilid I dan II” Edisi 2. Jakarta: Erlanggga. Stanley M. Shinners, (1998), “MATLAB & Simulink Based Books. Modern Control System Theory and Design, 2ed. New York: John Wiley & Sons, Inc.
6
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 2010
PENGATURAN FREKUENSI BEBAN HIBRID TURBIN ANGIN DIESEL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Zainal Abidin 1 1)
Dosen dpk pada Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak Sistem hibrid adalah jaringan terkontrol dari beberapa pembangkit tenaga energi terbaharukan seperti : turbin angin, sel surya, mikrohidro dan sebagainya. Kenyataan di lapangan bahwa terjadi perbedaan fluktuasi frekuensi yang mempengaruhi kualitas daya sistem. Ada beberapa permasalahan yang dapat meningkatkan osilasi frekuensi rendah. Di antaranya : (a) Tingginya setting gain dan kecilnya waktu konstan pada Automatic Voltage Regulator, (b) Terlalu banyak jaringan transmisi yang panjang sehingga kemampuan lemah (weak line). Dalam penelitian ini diterapkan desain kontrol dengan Algoritma Genetika dengan mencari nilai optimum Proporsional Intergral (PI) untuk mengatur frekuensi beban dengan program Matlab/ Simulink. Selanjutnya mengubah fungsi transfer dari diagram turbin angin dan diesel ke dalam bentuk matrik dan diaplikasikan dalam M-File algoritma genetika untuk mendapatkan nilai kontrol dengan melakukan tuning rasio redam (damping ratio) dan real part untuk mendapatkan ovreshoot dan rise time yang optimal. Semakin minimum real part, semakin cepat respon sistem. namun jika diminimumkan terus akan mengurangi rasio redam sehingga memperbesar overshoot. Nilai kontrol dengan metode algoritma genetika dapat melakukan tuning optimisasi dengan pembangkitan hingga 100 generasi sebanyak 4 tahap. Respon sistem dengan Simulink/ Matlab dengan membandingkan dengan sistem tak terkontrol menunjukkan bahwa overshoot dan respon keadaan mantap pada sistem terkontrol algoritma genetika lebih cepat. Kata Kunci : algoritma genetika, pengaturan frekuensi beban 1. Pengantar Dewasa ini dunia dituntut untuk mengembangkan sumber-sumber energi baru terbarukan yang dapat menggantikan fungsi bahan bakar sebagai sumber energi. Hal ini membuka riset di berbagai negara dalam rangka pengembangan energi terbarukan. Dalam tema kali ini peneliti mengambil permasalahan tentang sistem hibrid. Sistem hibrid adalah suatu jaringan yang terkontrol dari beberapa sumber energi terbarukan seperti turbin angin, photovoltaic, mikrohidro, dan sebagainya. Akan tetapi dalam prakteknya karena adanya perbedaan pengaturan fluktuasi frekwensi maka hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas suplai tenaga yang ada pada sistem hibrid. Pada penelitian sebelumnya studi kestabilan operasi sistem hibrid membahas teknik pengaturan frekwensi serta mendiskusikan teknik gabungan sistem fuel cell dan elektrolisa hibrid untuk meningkatkan kemampuan sistem mikrogrid dalam peningkatan kualitas daya dari permasalahan fluktuasi frekwensi. Pengaturan yang diajukan dan sistem pemantauan (monitoring) yang dilakkan adalah untuk menjaga kualitas daya, juga untuk
menjaga kestabilan fluktuasi frekwensi yang disebabkan adanya daya random pada pembangkitan serta pada sisi beban juga untuk menjaga kestabilan fluktuasi aliran daya pada tieline aliran daya yang diakibatkan fluktuasi frekwensi dari interkoneksi sistem hibrid. Dari beberapa permasalahan pengaturan frekwensi yang menyebabkan fluktuasi aliran daya pada berbagai jenis pembangkitan sistem hibrid yang terkoneksi, maka peneliti mengambil tema Pengaturan Frekwensi Pada Sistem Daya Hibrid dengan Algoritma Genetika dengan mengkaji sistem pembangkit diesel dan turbin angin. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Sistem Hibrid Sistem daya hibrid diesel-turbin angin stand alone mungkin secara ekonomis dapat diterapkan dalam beberapa kasus penyediaan energi listrik pada daerah terpencil misalnya wilayah pegunungan atau kepulauan dimana tingkat kecepatan angin cukup signifikan untuk menggerakkan generator dalam memproduksi
7
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
listrik tetapi untuk penyediaan energi pada sistem jaringan terkoneksi tidak ekonomis [2]. Diharapkan hasil pembangkitan energi listrik dari sistem hibrid Turbin Angin-Diesel dapat menyediakan pelayanan yang baik bagi pelayanan beban ke konsumen, namun semua itu tergantung pada tipe dan karakteristik kontrol pembangkitan. Hal ini berarti variasi sistem frekuensi harus dapat dijaga kestabilannya agar peralatan dapat beroperasi dengan baik dan efisien. Strategi yang berbeda dapat diterapkan dengan cara mereduksi perbedaan pembangkitan dan beban serta mengatur deviasi frekwensi sistem [5]. Adapun strategi-strategi yang dapat dilakukan dengan cara pengaturan kontrol beban tiruan [7], prioritas switching kontrol beban [6], penggunaan flywheel [1], superkonduktor magnetik [4] dan sistem penyimpanan energi baterai [5]. Untuk dapat menampilkan analisis detail studi tentang sistem hibrid turbin angindiesel dan mikrohidro dengan model sinyal transfer kecil. Pemilihan yang optimal dari gain kontrol disarankan menggunakan teknik ISE [8] untuk kasus kontrol kontinyu dan kontrol diskrit. Permasalahan yang terjadi pada pembangkitan adalah terjadinya frekuensi osilasi yang rendah. Hal ini muncul karena : a. Tingginya setting gain dan rendahnya waktu konstan pada Automatic Voltage Regulator (AVR). b. Terlalu banyak jaringan transmisi yang panjang sehingga kemampuan lemah (weak line). Untuk mengatasi permasalahan tingginya gain pada AVR, sebelumnya kita membahas singkat fungsi transfer dari AVR agar lebih mudah memahami pengaruh gain dan waktu konstan AVR. Struktur AVR sering direpresentasikan sebagai fungsi transfer orde 1 seperti gambar 1 berikut :
Vt
KA 1 + T AS
Efd
Gambar 1. Automatic Voltage Regulator
tersebut. Pada dasarnya gain yang tinggi pada AVR memiliki maksud : a. Semakin tinggi gain, tegangan terminal generator akan terkontrol dengan baik, karena tujuan AVR memang membuat tegangan terminal stabil. b. Semakin tingginya gain pada AVR, ternyata juga menimbulkan efek samping yaitu semakin lemahnya kemampuan redam (negatif damping) dari generator sehingga berpotensi timbulnya osilasi frekuensi rendah. c. Dari kedua alasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan gain pada AVR adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau terlalu rendah akan menimbulkan ketidakstabilan monotik dan jika terlalu tinggi akan menimbulkan osilasi frekuensi rendah. Dalam permasalahan yang peneliti angkat kali ini adalah mendesain kontrol dengan metode algoritma genetika untuk mencari nilai fitnes terbaik dari proporsional integral (PI) pengaturan frekwensi beban dengan Matlab/Simulink dengan langkah-langkahnya adalah mendesain kontrol dengan M-File, menentukan state space dari sistem, kemudian mengaplikasikannya pada Simulink untuk mendapatkan sampel periode yang berbeda juga respon transient dari sistem. a. Model Simulasi Pmax
Blade picth Control
Governor
∑
Ptg
r ∑
Wind Energy Supply
Energy Conversion System
Torsional System
Prime Mover Power
Fluid Coupling
2
Pf Diesel Unit
Gen
1
Gambar 2. Model Konsep Diesel dan Turbin Angin Model dalam studi kasus ini terdiri dari sub sistem : model dinamik turbin angin, model dinamik diesel, kontrol kecepatan sudu turbin angin dan model dinamik generator . Blok diagram fungsi transfer Turbin Angin-Diesel :
Dimana Ka= gain, memiliki fungsi sebagai kendali proporsional dan Ta=waktu konstan, yang menandakan kecepatan respon dari AVR, semakin kecil waktu konstan, semakin cepat respon AVR
8
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201 P
X1 U1
X3
X2 H1
1
Kpc
∑
D
H
Turbin Angin Ptg
controller
Kfc
∑
∑
2 ∑
∑ Pload
ref
Pf
Diesel Power
Pf1
Gambar 3. Blok Diagram Fungsi Transfer untuk DieselTurbin Angin dengan Kontrol adalah variabel tiruan (dummy variabel). Fungsi c. Model Matematik sistem Model linier digunakan untuk model turbin transfer dari governor diesel pada gambar 2 di angin dan diesel digunakan untuk mengidentifikasi berikan : dan menentukan nilai osilasi tak terkontrol. Pada Pf(S) Kd (1 + S ) model konsep seperti pada gambar 2. Aliran = kopling pada gambar tersebut dimana ada .............(3) S(1 + ST1) perbedaan transfer kecepatan pada sisi tenaga. ref(S)- 2(S) Fungsi aktual adalah non linier tetapi untuk model tersebut dilinierkan, sehingga menghasilkan daya Karena ref adalah setting kecepatan referensi (a set point secara konstan. Gambar 2.3 konstant) untuk generator diesel, sehingga ref = memperlihatkan blok diagram fungsi yang 0.0 . Dengan mensubstitusikan ref =0.0 ke ditentukan. persamaan 3 di atas didapatkan : Fungsi transfer dari aktuator hidrolik terpasang dapat ditulis : Pf(S) Kd (1 + S ) ................(4) = H(s) Kp2(1 + STp1) - 2(S) S(1 + ST1) = ............(1) U1(s) (TkS2) + STp2 +1) (1+S) Fungsi transfer dari governor diesel pada Tetapi Tk sangat kecil dibandingkan Tp2 sehingga persamaan di atas dipecah menjadi dua blok sistem Tk diabaikan . Kemudian persamaan tersebut dan Pf1 adalah variabel tiruan. ditulis sebagai : d. Metode Optimasi Algoritma Genetika H(s) Kp2(1 + STp1) ..................(2) Algoritma genetika (AG) adalah suatu =. teknik yang memiliki kemampuan intelejen. U1(s) (1+ STp2) (1+S) Teknik ini adalah algoritma stokastik yang memanfaatkan fenomena alam. Gagasan di Fungsi transfer dari persamaan 2 dari aktuator belakang AG adalah mengerjakan yang dikerjakan hidrolik terpasang dibagi menjadi dua blok oleh alam. (gambar 2) dan H1 Secara detail, proses operasi AG untuk melakukan perhitungan optimasi dapat
9
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
dipresentasikan melalui penjelasan yang dimulai dengan mencari harga maksimum dari sebuah fungsi g, dengan g = -f Min f(x) = Maks g (x) = Maks {-f(x)} (5) Kita mengasumsikan bahwa fungsi objektif f mengambil harga-harga positif pada domiannya, dan kita dapat menambah konstanta C positif. Maks g(x) = Maks { g (x) + C } (6) Kita akan mencari harga maksimum fungsi dari k variabel , f(x1, …., xk) : Rk R. Masing-masing variabel x1 dapat mengambil harga dari domain Di [a1, b1] R dan f (x1………,xk) > 0. Untuk sebuah x1 Di, kita ingin mengoptimasi fungsi f dengan ketelitian yang dibutuhkan, yaitu delapan desimal. Adapun aliran program algoritma genetika dapat dilihat pada gambar 5 berikut :
Mulai
Inisialisasi populasi
Generasi =0 Evaluasi nilai fitness untuk tiap kromosom Perform Seleksi, Crossover dan Proses Mutasi
Gen=Gen+1
Generasi>max generasi atau pencapain kontrol
Tidak
optimum
Ya
Selesai
Gambar 4. Diagram Alir Algoritma Genetika
3.Cara Penelitian 3.1. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian adalah: 1. Buku teks yang menunjang penelitian. 2. Makalah dan jurnal yang berkaitan. 3. Data-data yang dibutuhkan 3.2. Alat Penelitian Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian : 1. Software Matlab/Simulink versi 7.0 2. Laptop PIV Intel Atom A-Note 3. Program Aplikasi Microsoft Excel 3.3. Jalannya Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan mendesain blok sistem turbin angin dan diesel kemudian diaplikasikan ke dalam Matlab dan dilakukan uji performa sistem. Adapun langkah-langkah sebagai berikut : a. Merancang blok sistem turbin angin dan diesel b. Menghitung state space dari blok transfer kemudian dibentuk matrik dari variabel kontrol dan matrik konstan. c. Memasukkan matrik ke dalam program matlab Algoritma Genetika dimaksudkan untuk sebagai kontrol untuk tuning damping ratio dan real part untuk menentukan overshoot dan rise time. Semakin minimal real part, maka semakin cepat respon sistem. Namun jika diminimalkan terus akan mengurangi damping ratio sehingga memperbesar overshoot. Untuk membuktikan respon rasio redam dan real part maka harus disimulasikan range rasio redam dan real part , misalnya: a. Respon sistem jika rasio redam diset : 0,1 kemudian dilanjutkan rasio redam 0,2, rasio redam 0,3 sampai dengan 0,7. b. Respon sistem jika real part divariasi mulai dari -0.05 , -0.1 dan seterusnya. d. Untuk menampilkan performance stabilitas sistem kita gunakan Matlab/Simulink.
10
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Menghitung state space diagram sistem
1 ( ).U1 1 STp
H1
a.
H1Tp2 U1 H1 H1 1 H1 U1 Tp2 Tp2 1 1 H1 U1 H1 Tp2 Tp2 Kp2 (1 STp1 ) H H1 (1 S )
H H Kp2 (H1 H1Tp1 )
H Kp2 H1 H1 Kp2Tp1 H 1 )H1 .Kp2Tp1 H Tp2 1 Kp2 H1 (1 Tp1 ) H Tp2 Tp Kp2 (1 1 )H1 H Tp2 Kp3 D H (1 S )
Kp2 H1 (
c.
D D Kp3 H
D Kp3 H D d.
1 1 ( Kpc.D Kfc (1 2 ) 2 HS Kpc Kfc Kfc 1 D 1 2 2 H 2 H 2 H 1 .Kfc (1 2 ) + Pf 2 HdS Kfc Kfc 2 1 2 + Pf 2 Hd 2 Hd Kd f. Pf 1 .2 S e.
2
Pf1 Kd2
(1 S ) Kd .(Pf1 2 ) (1 ST1 ) S
H 1 H1TP2 U1
Pf
Pf PfT1 Pf1
b
g.
Kd 2 Pf1 Kd 2 S
PfT1 Pf1 Kd 2 Pf1 Kd 2 Pf 1 Kd 1 Pf Pf 1 2 Pf T1 T1 T1 Hasil dari state space blok sistem dimasukkan ke dalam matrik A 1 Tp2 Kp Kp2Tp1 2 Tp2 0 A 0 0 0 0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Kp3
1 Kpc 2 H
0 Kfc 2 H Kfc 2 Hd Kd Kd T1
0
0
0
0
0
0 Kfc 2 H Kfc 2 Hd 0
0
0
0
0
0 0 0 1 T1
0 0 0 0 1 0 1 T1
Sementara matrik B karena terdiri dari matrik 7x 1 yang terdiri dari satu kontrol input, yakni : 1 Tp 2 Kp 2Tp1 Tp 2 0 B 0 0 0 0
Sementara adalah matrik konstan pada sisi gangguan (disturbance) adalah : 0 0 0 1 2H 0 0 0
0 0 1 2H d 0 0 0 0
Kemudian matrik A, B, dan diaplikasikan ke dalam program Matlab untuk mencari fitnes terbaik dengan algoritma genetika. Adapun variabel mesin-mesin sebagai kajian studi simulasi ini sebagai berikut : PR (Daya ) = 350 kW
11
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
sistem
ke
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0
10
20
30
40
50 generasi
60
70
80
90
100
Gambar 7. Kurva fungsi obyektif pada 200 generasi Error Value 1.4
dalam
1.2
1
In1 In2
wind
Sine Wave3
VSC
To Workspace1
0
Sine Wave1
fungsi obyektif
b. Mendesain blok Matlab/Simulink
Error Value 0.8
fungsi obyektif
H = dasar konstanta inersia mesin turbin angin 3.5 s Hd = dasar konstanta inersia mesin diesel = 8.5 s Kfc = 16.2 pu KW/ Hz Kp2 = 1.25 Kp3 = 1.40 Pload = 0.01 pu KW T1 = 0.025 s Kd = 16.5 pu KW/Hz Tp2 = 0.041 s Tp1 = 0.60 s Kpc = 0.80 Tk = 0.0009 s
0.8
0.6
Kpc1
0.4 Sine Wave2 -CConstant
Clock
In2
0.2
0
time
In1
To Workspace2
Pmax2
Kpc4
GA
0 Load Band-Limited White Noise
0 Kpc2
Band-Limited White Noise1
In1 In2
0
10
20
30
To Workspace
40
50 generasi
60
70
80
90
100
Gambar 8. Kurva fungsi obyektif pada 300 generasi
-CConstant1
4a1
Error Value
1
In1
Pmax1
In2
0.14
Kpc3
4b1
0.12
Melakukan simulasi dengan Matlab /Simulink Dengan algoritma genetika sebanyak 100 generasi yang dilakukan dalam empat tahap dapat ditampilkan secara grafis dan tabel sebagai berikut : Error Value 0.8 0.7 0.6
fungsi obyektif
c.
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
0
10
20
30
40
50 generasi
60
70
80
90
100
Gambar 6. Kurva fungsi obyektif pada 100 generasi
0.1
fungsi obyektif
Gambar 5. Blok sistem dalam Matlab/Simulink
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0
10
20
30
40
50 generasi
60
70
80
90
100
Gambar 9. Kurva fungsi obyektif pada 400 generasi Dari gambar 6, 7,8 dan 9 adalah hasil optimasi AG untuk fungsi obyektif sekaligus mendapatkan nilai Kp dan Ki yang selanjutnya dilakukan variasi rasio redam dan real part untuk mendapatkan nilai optimal kontrol AG. Tabel 4.1. Pencapaian Optimum Kp dan Ki pada 400 generasi Generasi Kp Ki 80 2.12 12.41 160 3.48 15.31 240 3.59 15.59 375 2.94 12.54
12
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Tabel 3. Mengubah parameter Kfc, Kd, dan Kpc 20 % Variabel Control 20%(+) 20% (-) Kfc 16.2 19.44 12.96 Kd 16.5 19.88 13.2 Kpc 0.88 0.96 0.64 Pada variabel kontrol dengan Kfc =16.2, Kd=16,5 dan Kpc=0.8 hasil iterasi GA pada generasi ke-81 secara optimal didapat nilai : Kp Ki 4.1773 18.9782
error -0.0052
dengan gain 0.59.
Plot nilai eigen sebagai berikut :
1.5
Gambar 10. Pencapaian PI pada 400 generasi
1
Respo n sistem Eigen
Rise time(s ) Overs hoot(s )
Dam =0.1 Re= 0.05 0.69 75 0.00 23 0.00 25
Perubahan damp.ratio dan real part Dam Dam Dam Dam Dam =0.2 =0.3 =0.4 =0.5 =0.6 Re= Re= Re= Re= Re= -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 0.69 39 0.00 25 0.00 25
0.70 17 0.00 27 0.00 24
0.71 10 0.00 29 0.00 23
0.70 65 0.00 293 0.00 22
0.70 85 0.00 295 0.00 22
Dam =0.7 Re= -0.6 1.71 5 0.00 297 0.00 22
Dari gambaran tabel 2. didapatkan bahwa rise time sangat dipengaruhi real part, semakin minimal real part, respon sistem semakin cepat, jika rasio redam besar, maka overshoot mengecil. Melakukan simulasi dengan mengubah nilai Kfc, Kd dan Kpc pada sistem sebelumnya sebesar 20 %
0.5 Nilai Eigen
Adapun hasil dari variasi rasio redam dan real part dapat ditunjukkan table 2 berikut : Tabel 2 Konfigurasi respon sistem jika rasio redam dan real part diubah
0
-0.5
-1
-1.5 -4
-3.5
-3
-2.5
-2
-1.5 axis
-1
-0.5
0
0.5
1
Gambar 7 . Plot Nilai Eigen Dari gambar 7 bahwa sebaran sebagian nilai eigen berada pada dua kwadran dan berjarak sama yakni -0.7856i dan 0.7856i . Berdasarkan teori bahwa kestabilan dari suatu sistem lup tertutup ditentukan dari letak pole lup tertutup di bidang s atau nilai eigen dari matriks konstanta A. Jika terdapat pole lup tertutup yang terletak di sebelah kanan sumbu imajiner bidang s (berarti bagian real dari pole bertanda positif), maka dengan bertambahnya waktu, pole tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat dominan, sehingga respon sistem dalam waktu tertentu akan naik turun atau berosilasi dengan amplitudo yang semakin besar. Sedangkan suatu sistem kontrol dikatakan stabil bila lup tertutup terletak di sebelah kiri sumbu imajiner bidang s. Dari gambar 7 dapat dikatakan bahwa sistem dalam kondisi stabil. Sedangkan plot deviasi frekuensi dari yang tidak terkompensasi, terkompensasi
13
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
dengan AG dapat dilihat pada gambar 8 berikut :
Gambar 11 Deviasi Frekuensi Beban (perubahan parameter 20%+) Gambar 8. Deviasi Frekuensi Sistem Sedangkan respon terhadap wind acak dapat dilihat pada gambar 9 berikut : 0.025
Dari gambar di atas, terjadi penurunan overshoot pada sistem GA dengan overshoot sebesar 0.1 dan waktu keadaan mantap 10s.Sementara untuk perubahan Kf, Kd dan Kpc pada perubahan 20% (-) didapatkan gambar 12
0.02
Daya turbin angin
0.015
0.01
0.005
0
-0.005
0
5
10
15 time(s)
20
25
30
Gambar 9. Respon terhadap Wind Acak Sementara respon terhadap perubahan beban dapat dilihat pada gambar 10 berikut : 0.025
0.015
Beban
Perubahan Beban Respon Perubahan
0.02
0.01
0.005
0
0
5
10
15
20
25
30
time Gambar 10. Perubahan Beban Deviasi frekuensi dengan perubahan Kf, Kd dan Kpc (20% +) dapat dilihat pada gambar 11 sebagai berikut :
Gambar 12. Deviasi Frekensi Beban (perubahan parameter 20%(-) Dari gambar 12 menunjukkan bahwa kompensasi sistem dengan AG dengan penurunan parameter 20 %(-) terjadi overshoot pada 0.5 dan keadaan mantap pada waktu 12s. Dari perubahan nilai parameter Kf, Kd dan Kpc sebesar 20 % (+) menjadi lebih efektif dari sistem awal karena dapat menurunkan overshoot dan mencapai keadaan mantap lebih cepat.
14
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Dengan algoritma genetika pada 100 generasi dengan fungsi obyektif yang merupakan tuning real part dan rasio redam seperti tabel 1, maka didapatkan nilai kontrol yang terkompensasi algoritma genetik menjadi :
zeta=-0.1,-0.2,-0.3,-0.4,-0.5,-0.6 1.8
-0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 -0.6
1.6 1.4
Damping c(t) ratio
1.2 1
0.8 0.6
K(s) = Kp 2
0.4
(1 sTp1 ) (1 sTp2 )(1 s)
0.2 0
0
2
4
6
8
10
=
12
realwn*t part (time)
47.05
Gambar 13. Respon sistem variasi real part terhadap rasio redam
Kontrol yang diajukan menjadi :
Dari gambar blok fungsi transfer turbin angin diesel pada bagian turbin angin dan bagian bawah dasar diesel dipasang SMES (Superconducting Magnetic Energy Storage). Sistem ini digunakan untuk meredam fluktuasi frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan angin yang tidak konstan. Sebenarnya, kontrol sudu terpasang (blade pitch control) dapat digunakan untuk mengurangi fluktuasi frekuensi tetapi ada kendala karena responnya yang lambat. Berikut adalah SMES dan kontrol yang digunakan untuk mengatur fluktuasi frekuensi. Dalam hal ini kontrol
1 1 sTp2
Kp 2 (1 sTp1) 1 s
SMES
Kontrol
Gambar 14 . SMES dan Kontrol (Mitani, 1988) Sehingga dari gambar 4.18 terjadi umpan balik sebesar :
H Kp 2(1 sTp1) U1 (1 sTp2)(1 s) 1.25(1 0.60s) = (1 0.041s)(1 s)
Dengan mengambil rata-rata dari Tp1 dan Tp2 dengan 20%, maka didapat nilai Tp1=0.60 dan Tp2= 0.041, sehingga : Nilai K(s) =
10.76(0.60s 1) (0.041s 1)
(1 1.642s) (0.00286s 2 0.1108s 1)
K(s) = 47.05
(1.642s 1) (0.1108s 1)
Nilai K(s) ini adalah kontrol frekuensi untuk menentukan kompensasi deviasi frekuensi. Hasil dari simulasi kemudian dibandingkan dengan desain sebelumnya yakni Variable Structure Control (VSC) (D.Das, DP.Kothari, 1999) dengan karakteristik desain : UPPC = -KvPw jika Pw > UPPC=-KpPw – Ki Pw dt jika Pw ≤ dimana = 0.0004, Kv=-10, Kp=10, dan Ki=4. Dalam studi simulasi ini, range daya -0.01≤uppc≤ 0.01 puKW dengan basis daya 350 kW yang terpasang pada output terminal dari kontrol. 5. Penutup 5.1. Kesimpulan a. Algoritma genetika sebagai kontroller dapat melakukan optimasi tuning untuk menguji kontrol sistem dengan generasi hingga 100 didapatkan nilai tuning frekuensi kontrol sebesar : K(s) = 47.05
b.
(1.642s 1) (0.1108s 1)
Nilai K(s) ini adalah kontrol frekuensi untuk menentukan kompensasi deviasi frekuensi. Dengan melakukan pengujian stabilitas sistem dengan Simulink/Matlab didapatkan bahwa jika dibandingkan dengan sistem tak terkontrol, respon overshoot lebih cepat dari sistem tak terkompensasi sebesar 0.35 dan keadaan
15
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
mantap pada 10s, sedangkan pada kontrol led-lag 20%, pada 20 % (+) sistem terjadi penurunan overshoot sebesar 0.1 dan keadaan mantap pada 10s dan pada 20 %(-)terjadi peningkatan overshoot sebesar 0.5 dan keadaan mantap pada 15s. Sebagian nilai eigen yang terbentuk berada pada titik stabil yakni : 0.7856i dan – 0.7856i pada penambahan 20% (+) dan+ 0.7199i dan -0.7199i pada pengurangan 20%. Hal ini menunjukkan sistem dalam keadaan stabil. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta dari kesulitan-kesulitan yang ditemui selama penelitian, maka disarankan untuk melakukan dan mengembangkan metode yang lebih baik. Daftar Pustaka Dettmer, R., lEE Review, 149, 1990. Hunter, R. and Eiloit, G., Wind-Diesel Systems, A Guide to the Technology and its Implementation. Cambridge University Press, Cambridge, 1994 Kothari, M. L., Nanda, J., Kothari, D. P. and Das, D., IEEE Trans. on Power Systems, 1989, 4, 731 Mitani, Y., Tsuji, K. and Murakami, Y., IEEE Trans., 1988, PAS-3, 141857 Nayar, C. V., Phillips, S. J., James, W. L., Pryor, T. L. and Returner, D., Solar Energy, 1993, 51, 65 Nacfaire, H., Wind-Diesel and Autonomous Energy Systems. Elsevier Science, London, 1989 Woodward, Boys J.T. Electrical Control & Drive Wind. IEE Review. 1980 Tripathy, S. C., Bhatti, T. S., Jha, C. S., Malik, O. P. and Hope, G. S., IEEE Trans.on PAS, 1984, A-103, 1045
16
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN Alfian Zuliyanto 1 1)
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lamongan, Kampus Unisla, Jl. Veteran Lamongan, email:
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji aspek teknis, aspek pembiayaan dan aspek peran serta masyarakat untuk mendapatkan strategi pengelolaan air limbah domestik dalam kaitannya penuntasan program bebas dari buang air besar sembarangan (open defecation free). Pendekatan EHRA (Environtmental Health Risk Assesment) dengan menggunakan data sekunder dilakukan untuk menentukan urutan prioritas penanganan diantara tujuh kelurahan yang ada. Peneliti juga menyebarkan kuesioner kepada 106 tokoh masyarakat untuk mengetahui kondisi dan rencana perbaikan sanitasi yang dilakukan oleh masyarakat Dari analisis aspek teknis, sistem pengolahan yang cocok adalah sistem on site, dengan membangun tangki septik individu dan resapan, MCK dan tangki septik komunal dan IPAL komunal dengan teknologi Anaerobic Baffled Reactor. Perhitungan aspek biaya dengan parameter NPV, IRR , ARR dan B/C ratio memenuhi syarat sehingga pembangunan prasarana pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan layak dilaksanakan. Berdasarkan analisis SWOT untuk analisis aspek teknis, aspek pembiayaan dan analisis aspek peran serta masyarakat dihasilkan suatu konsep strategi pemilihan teknologi yang sesuai karakteristik wilayah yaitu tangki septik + resapan dan Anaerobic Baffled Reactor. Mengupayakan Dana SILPA dan Dana Cadangan sebagai dana pembangunan selain DAK dan DAU. Mendorong kesediaan berpartisipasi masyarakat dan mengikutsertakan LSM yang ada dalam peningkatan pemahaman masyarakat dalam pengolahan air limbah domestik. Kata kunci: open defecation free, air limbah domestik, EHRA 1. Pendahuluan Kabupaten Lamongan adalah salah satu kabupaten yang sangat memberikan perhatian dalam peningkatan akses sanitasi dasar bagi masyarakat khususnya jamban sejak beberapa tahun yang lalu. Melalui ODF Program (Open Defecation Free) yang telah diluncurkan, hingga saat ini telah 4 (empat) kecamatan dari 21 kecamatan yang sudah mendeklarasikan terbebas dari OD (Jawa Pos 24 Juni 2010). ODF atau lebih dikenal bebas dari buang air besar sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Kecamatan Lamongan adalah salah satu dari 21 kecamatan di Kabupaten Lamongan terdiri dari 12 Desa dan 8 kelurahan. Total penduduk 59.712 jiwa dan luas wilayah 40.38 km2. Dengan kepadatan sebesar 31 jiwa/ ha, Kecamatan Lamongan berbeda dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Lamongan, dimana rata-rata kepadatan penduduknya sebesar 5.72 jiwa/ha. Apalagi jika dibandingkan dengan 7 (tujuh) kelurahan yang ada (sebagai daerah pusat kota) rata-rata kepadatannya mencapai 44,39 jiwa/ha.
Perbedaan kepadatan ini tentunya akan berpengaruh pada pola pendekatan dalam gerakan penuntasan program ODF itu sendiri. Oleh karena itu perlu disusun strategi dalam pengelolaan air limbah domestik dalam kaitannya penuntasan program ODF di Kecamatan Lamongan. 2. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini digunakan metode Analisis deskriptif melalui pengamatanpengamatan dilapangan untuk mendapatkan keterangan tentang suatu masalah. Analisis ini akan memaparkan bagaimana masyarakat membuang air limbahnya dan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar. Dimana akan diteliti secara detail mengenai bentuk teknologi yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah, terkait dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan kemampuan pendanaan. Dari hasil data yang diperoleh kemudian dilakukan kajian terhadap aspek teknis, pembiayaan, dan peran serta masyarakat.
17
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Pengumpulan Data Sumber-sumber data yang digunakan dalam studi ini berupa data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dengan melakukan observasi/pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan serta wawancara langsung kepada masyarakat dan petugas dari instansi terkait. Selain itu data juga diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada Ketua RW (Rukun Warga) terkait kondisi sanitasi, tingkat partisipasi dan perencanaan sanitasi oleh masyarakat. Data lain yang didapat meliputi data responden, kondisi eksisting, kemauan dan kemampuan membiayai, dll. Dilakukan di 7 (tujuh) Kelurahan di Wilayah Kecamatan Lamongan antara bulan September – Oktober tahun 2010. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari hasil survey sekunder baik melalui wawancara maupun mencari data yang berasal dari berbagai sumber atau instansi terkait. Data sekunder meliputi data kependudukan, data kondisi fisik alam serta data-data lingkungan, sumber-sumber air limbah, kuantitas dan kualitas air limbah, pengumpulan, penyaluran, pengolahan dan pembuangan akhir. Data-data lainnya meliputi potensi pelibatan masyarakat, data kependudukan, Peta-peta (Peta kec. Lamongan, tata guna lahan/RTRW), data kesehatan dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan, RPIJM dan Renstra Dinas. Survai data sekunder ini dilakukan mulai bulan september 2010 hingga selesai. Pengolahan dan Analisa Data Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis penentuan prioritas daerah penanganan dengan metode EHRA, analisis aspek teknis, aspek finansial serta aspek peranserta masyarakat. - Penentuan Pemilihan Lokasi Prioritas Penanganan Dengan menggunakan instrument-instrument EHRA (Environmental Health Risk Assesment) / penilaian resiko kesehatan lingkungan, dapat ditentukan prioritas penanganan kawasan. Penentuan ini dimaksudkan untuk mengukur skala prioritas sehubungan dengan keterbatasan dana
- Aspek Teknis Analisis teknis dilakukan dalam rangka menentukan pilihan sistem pengolahan yang cocok dengan karakteristik wilayah. Sedangkan penentuan teknologi terpilih menggunakan penilaian teknis, dilihat dari segi dimensi, investasi, operation, maintenance serta implementasinya di lapangan. Kajian teknis berisi pilihan-pilihan teknologi yang cocok dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat dengan mempertimbangkan aspek teknis lainnya yang meliputi cakupan air bersih, tata letak rumah, muka air tanah dan topografi. - Aspek Finansial Analisis dilakukan berkaitan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk investasi, operasional dan pemeliharaan (BOP), dan pendapatan. Kemudian dilakukan penilaian kelayakan dengan berpedoman pada beberapa kriteria investasi yang tersedia yaitu Net Present Value, Internal Rate Return , Average Rate of Return dan Benefit Cost Ratio. - Aspek Peran Serta Masyarakat Aspek peran serta ini merujuk pada penentuan lokasi usulan kegiatan dalam Program Sanimas (Borda, 2004). Parameter penilaian meliputi aspek sosial terkait kesiapan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan. Selain aspek sosial tersebut juga dinilai aspek teknis seperti ketersediaan lahan, air bersih dan sarana drainase sebagai media penyaluran akhir limbah hasil pengolahan. 3. Hasil dan Pembahasan Pemilihan Lokasi Prioritas Penanganan Instrument EHRA dalam hal ini yang digunakan adalah fasilitas sanitasi yang mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban dan saluran pembuangan air limbah. Selain itu yang dinilai adalah masalah perilaku yaitu kebiasaan dalam cuci tangan. Data-data yang tersebut diatas berasal dari data sekunder yaitu Laporan Survey Sanitasi dasar oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan tahun 2009. Parameter lainnya adalah jumlah penduduk miskin serta tingkat kepadatan penduduk.
18
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Tabel 1 Hasil Konsolidasi Penilaian Instrument EHRA No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Kelurahan Sidokumpul Tlogoanyar Sidorejo Tumenggungan Banjarmendalan Jetis Sukorejo
Total Score 11 13 12 22 18 20 10
Urutan Prioritas Penanganan 6 4 5 1 3 2 7
Analisis Aspek Teknis Keadaan Wilayah dan Kepemilikan Jamban Hasil pengamatan langsung di lapangan terkait keadaan wilayah dilihat dari kerapatan hunian penduduk di 7 (tujuh) kelurahan, diperoleh gambaran 3 (tiga) keadaan yaitu hunian rapat, agak rapat dan jarang. Tabel 2 Keadaan Wilayah dan Kebutuhan Jamban No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Kelurahan
Keadaan Wilayah Rapat Sidokumpul Agak rapat Jarang Rapat Tlogoanyar Agak rapat Jarang Rapat Sidorejo Agak rapat Jarang Rapat Tumenggungan Agak rapat Jarang Rapat Banjarmendalan Agak rapat Jarang Rapat Jetis Agak rapat Jarang Rapat Sukorejo Agak rapat Jarang Jumlah Total Kebutuhan
Kebutuhan Jamban (Unit) 9* 5* 57* 46* 56* 43* 64* 193* 71* 57* 370* 142* 148* 1225
Sumber : * Anonim,2010 Pemilihan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Menurut buku Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan Departemen Kimpraswil tahun 2003, hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem pengelolaan air limbah adalah didasarkan pada faktor-faktor kepadatan penduduk, sumber air yang ada, kedalaman muka air tanah, kemampuan membiayai, kemiringan
tanah, sumber air yang diperlukan dan permeabilitas tanah. Tabel 3 Parameter Pertimbangan Pemilihan Sistem Pengolahan Parameter yang menjadi Pertimbangan Kepadatan Penduduk
Ketersediaan Sumber air
Permeabilitas Tanah Kedalaman Muka Air Tanah Kemiringan Tanah Kemampuan membiayai
Sistem Pengolahan air Limbah Domestik Off site On site > 150 jiwa/ha < 150 jiwa/Ha Jaringan air bersih harus ada dan besar pemakain > 60 liter/detik < 2,7 x 10-4 l/m2/dtk dan > 4,2 x 10-3 l/m2/dtk < 1,5 m
Tidak harus ada jaringan air bersih dan besar pemakain > 60 liter/detik -
> 1,5 m
>2%
<2%
Besar
Kecil
Sumber : Anonim, 2003 Lebih jauh dijelaskan keuntungan dan kerugian dari dua sistem tersebut. Tabel 4 Keuntungan dan Kerugian Sistem Off site dan On site Off site system Keuntungan : Menyediakan pelayanan yang terbaik Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari Memiliki masa guna lebih lama Dapat menampung semua limbah Kerugian : Memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang tinggi
On site system Keuntungan : Menggunakan teknologi sederhana Memerlukan biaya yang rendah Masyarakat dan tiaptiap keluarga dapat menyediakan sendiri Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat Manfaat dapat dirasakan secara langsung Kerugian : Tidak dapat diterapkan di setiap daerah, misalkan sifat permeabilitas tanah, tingkat
19
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Menggunakan teknologi yang tinggi Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan Perlu pengelolaan, operasional dan pemeliharaan yang baik
kepadatan dan lainlain Fungsi terbatas hanya dari kotoran manusia, tidak melayani bekas air cucian dan kamar mandi Operasi dan pemeliharaan sulit dilakukan
Sumber : Anonim (2003). Sedangkan keadaan Kecamatan Lamongan terkait parameter pertimbangan pemilihan sistem pengolahan tersebut diatas adalah sebagai berikut ; Tabel 5 Parameter Pertimbangan Pemilihan Sistem Pengolahan Limbah Domestik Parameter yang menjadi Pertimbangan Kepadatan Penduduk Ketersediaan Sumber air
Permeabilitas Tanah Kedalaman Muka Air Tanah Kemiringan Tanah Kemampuan membiayai
Keadaan Wilayah Kecamatan Lamongan 69 jiwa/Ha (Terpadat) Jaringan air bersih belum menjangkau semua wilayah (Laporan Survey Sanitasi dasar 2009, sumur gali menempati urutan pertama sumber air bersih di Kecamatan Lamongan) 10-4 -10-6 l/m2/dtk > 1,5 m Kemiringan 0-2% Terbatas
Berdasarkan kajian keuntungan dan kerugian tersebut diatas dapat ditentukan pilihan sistem yang akan digunakan di Kecamatan Lamongan.
Tabel : 6 Pemilihan Sistem Pengolahan Air Limbah di Kecamatan Lamongan No
1 2
Aspek Yang dipertimbangkan Sistem Kemirin Pengolah Kepadatan Muka Sumber Permeabili Kemampuan gan an Penduduk air tanah air tas Tanah Membiayai Tanah
Sistem off site Sistem on site
Keterangan :
x
x
x
√
x
x
√
√
√
√
x
x
x = tidak mendukung √ = mendukung
Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka dipilih sistem on site (sistem setempat) untuk diterapkan di Kecamatan Lamongan. Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Pemilihan Teknologi pengolahan didapatkan dengan melihat karakteristik wilayah dengan menganalisis potensi kekuatan, kelemahan serta peluang dan tantangan yang ada. Dengan melihat faktor-faktor tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan teknologi pengolahan air limbah domestik yang dibutuhkan adalah dengan kriteria-kriteria Sistem yang dipakai adalah on site Mampu mengolah limbah black water dan grey water Lahan tempat pengolahan tersedia terbatas (kecil) Fasilitas pengolahan dapat dengan mudah dioperasikan oleh masyarakat Hasil pengolahan optimal karena potensi pencemaran sudah ada Biaya investasi murah Tabel.7 Penilaian Pilihan Teknologi Pengolahan Sistem On Site Pilihan Teknologi Anaero Anaero Filter Tangki bic Construct bik Anaerobic Parameter Septik+resap Baffled ed Biogas (Bio Filter) Penilaian an Reactor Wetland Reactor Tidak Mengolah 0 1 1 0 0 Black and Grey Water sekaligus Kebutuhan 1 1 1 0 1 Lahan besar Operasion al/pemeli 1 1 1 1 0 haraan sulit Hasil 0 1 1 1 1 Pengolah
20
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
an rendah Pengolahan awal/lanjut an tidak diperlukan Investasi besar Jumlah
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
3
5
5
2
3
Nilai 0 = Jika parameter penilaian terpenuhi. Nilai 1 = Jika parameter penilaian tidak dipenuhi. Sumber : TTPS,2010a Dari hasil penilaian tersebut diatas maka dalam rangka menuntaskan program bebas dari buang air besar sembarangan maka ditetapkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pembangunan Tangki septik dan resapan bagi hunian agak rapat dan jarang 2. Pembangunan MCK umum bagi hunian agak rapat bagi penduduk ekonomi lemah dengan teknologi tangki septik komunal dan IPAL Komunal dengan menggunakan teknologi Anaerobic Baffled Reactor. 3. Pembangunan sistem komunal dengan teknologi tangki septik komunal dan IPAL Komunal dengan menggunakan teknologi Anaerobic Baffled Reactor untuk hunian rapat dengan memanfaatkan jalan akses sebagai lahan. Dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk dengan ditandai adanya bakal adanya perumahan-perumahan baru yang ada adalah kavling tanah dengan ukuran cukup besar (luas >150 m2), selain itu beberapa lokasi perumahan baru dikembangkan oleh developer dimana keberadaan jamban merupakan fasilitas yang harus ada. Dengan kecenderungan seperti itu, maka yang perlu ditangani hanya yang tersisa saat ini. Dengan asumsi seperti itu maka bentuk penanganannya adalah sebagai berikut :
Tabel.8 Rencana Penyediaan Prasarana Pengolahan Air Limbah Domestik Kebutuhan Penanganan No
Proritas Wilayah
(KK)
Bentuk Penanganan /Cakupan Pelayanan TSI MCK Komu KK/Jiw (unit) Jiwa (unit) KK/Ji nal a total wa (wilay ah)
1
Sidokumpul
64
64
2
Tlogoanyar
437
109
3
Sidorejo
218
17
68
1
4
Tumenggungan
103
17
68
1
5
Banjarmendalan
99
21
84
1
6 7
Jetis Sukorejo
14 290
14 290
56 10 4
Total
1225
25 6 43 6
12
27 1/1 08 4 20/ 80 29/ 11 6 22/ 88
3
57/41 2
5
219/7 54 57/36 4
3
4
Analisis Aspek Pembiayaan 1. Biaya Investasi Biaya investasi disini adalah biaya untuk membangun prasarana yang dibutuhkan dalam rangka penuntasan program bebas dari buang air besar sembarangan. Total kebutuhan dana adalah sebesar Rp. 10,654,488,000,00 (sepuluh milyar enam ratus lima puluh empat juta empar ratus delapan puluh delapan ribu rupiah). 2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan (OP) Biaya operasional dan pemeliharaan yang dimaksud disini adalah untuk fasilitas MCK dan Tangki septik Komunal. Karena untuk tangki septik individu ditanggung oleh pengguna sendiri. Biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas umum disini adalah biaya yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fungsi dari bangunan tersebut. Tanpa adanya biaya ini fasilitas umum tersebut akan tidak berfungsi. Biaya OP untuk fasilitas MCK sebesar Rp. 14,195,000.00 / tahun dan IPAL sebesar Rp. 9,035,000.00/tahun. 3. Potensi Pendapatan Fasilitas Pengolahan Air Limbah Domestik Potensi pendapatan yang bisa diperoleh dengan adanya fasilitas pengolahan air limbah domestik adalah a. Asumsi hibah dari Pemerintah Pusat melalui APBN sebesar Rp. 13,500,000,000.00 (tiga belas milyar lima ratus juta rupiah).
21
56/88 2
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
b. Asumsi hibah dari Pemerintah Daerah melalui APBD sebesar Rp. 1,500,000,000.00 (satu milyar lima ratus juta rupiah). c. Health Care Cost yaitu valuasi dari kerugian yang timbul akibat kondisi buruknya sanitasi yang ada. Economy Impact of Sanitation In Indonesia (2008), melaporkan bahwa biaya perawatan kesehatan yang dikeluarkan per capita per tahun adalah Rp. 5.300,00. Jadi total Health Care Cost adalah Rp. 47,668,200.00 (empat puluh tujuh juta enam ratus enam puluh delapan ribu dua ratus rupiah). d. Productivity Cost yait u valuasi dari kehilangan pendapatan karena tidak bekerja diakibatkan mengidap penyakit berbasis sanitasi yang buruk. Hasil perhitungan kehilangan sebesar Rp. 50.000,00 per capita. Jadi Total Productivity Cost adalah sebesar Rp. 449,700,000.00 (empat ratus empat puluh sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah). e. Transport Cost yaitu valuasi dari biaya masyarakat yang dikeluarkan untuk menuju pusat perawatan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan krena timbulnya sakit akibat sanitasi yang buruk. Asumsi yang dipakai adalah ongkos angkutan kota di Kecamatan Lumajang yaitu Rp. 5.000,00 pulang pergi ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Total transport cost adalah sebesar Rp. 44,970,000.00 (empat puluh empat juta sembilan ratus tujuh puluh ribu rupiah). Berdasarkan perhitungan kelayakan investasi pada pengelolaan air limbah domestik dengan parameter NPV, IRR , ARR dan B/C ratio didapatkan nilai NPV bernilai positif pada tingkat suku bunga 15% sebesar Rp 660,444,240.00. Nilai IRR sebesar 18,7 % lebih besar dari tingkat suku bunga awal (15%), ARR 2,0 % (Positif)dan nilai B/C ratio sebesar 1.062 lebih besar dari 1. Dari parameter-parameter tersebut dapat dikatakan pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan layak untuk dilaksanakan. Analisis Aspek Peran serta masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan data hasil kuesioner yang diisi oleh ketua RW (Rukun Warga). Sebagai tokoh masyarakat Ketua RW
dianggap tahu tentang kondisi sosial warganya dan paham keadaan wilayahnya. Hasil penilaian aspek peran serta masyarakat ini adalah rangking kesiapan kampung (RW) di setiap kelurahan dalam menerima kegiatan yang akan dilakukan. Rangking ini juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan model pendekatan dalam penuntasan target bebas buang air besar sembarangan di Kabupaten Lamongan pada akhir 2014 dan kelanjutan sistem pengelolaan air limbah domestik pada tahun-tahun mendatang. Semakin tinggi skor yang didapat suatu wilayah maka semakin siap suatu wilayah dalam menerima suatu kegiatan. Demikian sebaliknya, semakin rendah suatu wilayah dapat diartikan masyarakat kurang siap/belum siap menerima suatu kegiatan tersebut dilaksanakan diwilayahnya. Strategi Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kecamatan Lamongan Dengan mengacu pada Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Lamongan, maka sasaran yang ingin dicapai adalah 1. Peningkatan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah domestik mencapai 100%. 2. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik. Indikasi adanya keberhasilan tercapainya sasaran adalah 1. Masyarakat sudah tidak lagi melakukan OD (Open Defecation)/buang air besar sembarangan. 2. WC telah ada di masing-masing rumah 3. Adanya perubahan perilaku dan pemahaman masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah domestik. Dengan melihat sasaran dan indikasi keberhasilan sasaran tersebut dapat diketahui faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) kondisi pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan. Dengan analisis SWOT dapat disusun strategi pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan analisa teknis, sistem pengolahan air limbah domestik yang cocok
22
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
dengan karateristik wilayah Kecamatan Lamongan adalah sistem on-site. Sedangkan teknologi yang dipilih adalah 1. Pembangunan Tangki septik individu dan resapan bagi hunian agak rapat dan jarang 2. Pembangunan MCK umum bagi hunian agak rapat bagi penduduk ekonomi lemah dengan teknologi tangki septik komunal dan IPAL Komunal dengan menggunakan teknologi Anaerob Baffled Reactor. 3. Pembangunan sistem komunal dengan teknologi tangki septik komunal dan IPAL Komunal (menggunakan teknologi Anaerob Baffled Reactor) untuk hunian rapat dengan memanfaatkan jalan akses sebagai lahan. Berdasarkan analisa pembiayaan didapatkan nilai NPV bernilai positif masih dengan subsidi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga awal, ARR bernilai positif dan nilai B/C ratio lebih besar dari 1. Dari parameter-parameter tersebut dapat diindikasikan bahwa pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan layak untuk dilaksanakan. Dari analisis SWOT, strategi yang diambil dalam pengelolaan air limbah domestik terkait upaya pencapaian target bebas dari buang air besar sembarangan di Kecamatan Lamongan adalah 1. Pemilihan teknologi tangki septik + resapan dan Anaerobic Baffled Reactor sebagai sarana pengolahan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan baik untuk skala individu ataupun komunal. 2. Mengupayakan Dana SILPA dan Dana Cadangan sebagai dana alternatif pembangunan sanitasi selain dana DAK dan DAU untuk mengatasi belum menjadi prioritasnya kegiatan sanitasi dan rendahnya sektor swasta dalam pembangunan pengolahan air limbah domestik. 3. Mendorong kesediaan berpartisipasi masyarakat dalam kegiatan sanitasi yang tidak terbatas pada saat pembangunan saja, namun lebih jauh dalam kegiatan operasional dan pemeliharaan prasarana sarana sanitasi dasar. 4. Menggandeng LSM (Lembaga Sawadaya masyarakat) pemahaman masyarakat terhadap masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh kondisi sanitasi yang buruk. Daftar Pustaka Alfi Nurhidayat dan Joni Hermana (2009). ”Strategi Pengelolaan Air Limbah Domestik Dengan Sistem Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Di Kota Batu Jawa Timur”. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009 Anonim (2003). Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Anonim (2009a). Laporan Survey Sanitasi Dasar Tahun 2008. Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan. Anonim (2009c). Rencana Strategis Tahun 20102014 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan Anonim (2009d). Rencana Strategis Tahun 20102014 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamongan. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lamongan. Anonim (2009e). Rencana Strategis Tahun 20102014 Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan. Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan. Anonim (2009f). Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Kabupaten Lamongan. Tahun 2009. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan. Anonim (2010). Laporan Proporsi Permukiman Sehat. Posyandu Gerbangmas (Pos Pelayanan Terpadu Gerakan Membangun Masyarakat Sehat), Kecamatan Lamongan. Borda (2004). Sanimas Panduan Self Seleksi Masyarakat. www.scribd.com/doc/6548718/Panduan Seleksi Masyarakat Mara, Duncan (1975). Pengolahan Air Limbah di Daerah Beriklim Panas. John Wiley and Sons Inc. Scotland. Metcalf and Eddy, Inc.(2003). Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. 4th Edition.McGraw Hill. New York Rangkuti, F., 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cetakan ke duabelas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
23
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Sugiharto (2008), Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah Universitas Indonesia TTPS (2010a), Buku Referensi Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi, ISSDP. TTPS (2010b), Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi, ISSDP Water and Sanitation Program (2008), Economics Impact of Sanitation In Indonesia. World Bank Office Jakarta, Research Report.
24
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
PEMODELANBANGKITAN DAN AKSESIBILITAS TRANSPORTASI DI KAWASAN PERUMNAS MADE LAMONGAN Zulkifli Lubis1,Ariful Bakhtiyar2 1) 2)
Dosen dpk, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstract Transportation is a derived demand from another sector, indeed its avaibility is highly needed as a backbone of the economic growth. The government gave special attention on transportation as the artery of economic, social, culture and political lives as well as for national defense. In Perumnas Made Lamnongan area with 1045 houses, inhibited by 4327 people needs infrastructure particulary transportation system for sustaining their daily activities. This, in turn needs a special response by identifying the demand characteristics and the model of transportation. This study was conducted by distributing questionaries and indepth interviewing to local inhabitants as respondens. The samples were taken by stratified random sampling. The variables used in the study were family number (X1), education level (X2), family income (X3), car ownership (X4), road conditions (X5), access to public transportation level (X 6). By using regression analysis, its attained that the best trips generation model is Y1 = 0,78812 + 0,82242 X1 + 0,24412 X2 + 0,87702 X3 + 0,69986 X4. and transportation accessibility model is Y2 = 2,3212 + 0,2168 X3 + 0,1786 X4 + 0,09263 X5 + 0,11217 X6. Key words : transportation, trips generation model, transportation accessibility model. PENDAHULUAN Kebutuhan sandang, pangan dan papan (perumahan) selalu meningkat seiring dengan kemajuan dan pertambahan jumlah penduduk. Langkah antisipasi meningkatnya kebutuhan perumahan oleh pemerintah, ditempuh upaya penyediaan tempat tinggal dengan membangun perumahan baik di kota yang berkembang melalui Perum Perumnas. Langkah tersebut belum dapat mencukupi permintaan masyarakat, sehingga pihak swasta sebagai pengembang perumahan berperan serta secara aktif meningkatkan jumlah penyediaan rumah. Saat ini kota Lamongan memiliki lebih dari 6 lingkungan perumahan, salah satunya adalah kawasan Perumnas Made yang terletak di kawasan perkotaan. Tepatnya 3 KM dari alun-alun kota Lamongan ke arah Barat. Dalam menentukan lokasi perumahan, pengembang mempertimbangkan keberadaan lokasi yang strategis dan murah, ketersediaan infrastruktur, jaringan jalan, sistem angkutan, sarana air bersih, listrik, bahan bangunan, serta faktor ekonomi lainnya. Berdasarkan faktor tesebut, lokasi perumahan pada umumnya jauh dari pusat kota dan tempat kegiatan sehari-hari. Akibatnya mobilitas warga dari rumah menuju lokasi aktivitasnya seperti sekolahan, tempat kerja, belanja, dan tempat rekreasi serta fasilitas umum lainnya menjadi pertimbangan utama, karena
biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi tinggi, serta tingkat kemudahan sarana transportasi relatif masih sulit dijangkau. Dalam rangka pengadaan dan peningkatan sarana serta prasarana transportasi yang sesuai, maka tujuan penelitian adalah identifikasi sarana, karakteristik dan model aktivitas transportasi. TINJAUAN PUSTAKA Perumahan Perumahan merupakan suatu kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal, dilengkapi dengan prasarana lingkungan, yang merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan agar memungkinkan lingkungan perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, serta sarana lingkungan yang merupakan fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya (RUU RI Nomor 4 Tahun 1992). Transportasi Ortuzar (1994) menyatakan faktor yang mempengaruhi alat transportasi antara lain : a. Karakteristik pelaku perjalanan meliputi ketersediaan kendaraan, kondisi rumah tangga, pendapatan, kepadatan penduduk. b. Karakteristik perjalanan terdiri dari maksud perjalanan dan kapan perjalanan dilakukan.
25
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
c.
Karakteristik fasilitas transportasi mencakup aspek biaya parkir, kenyamanan dan kecocokan, dapat dipercaya dan teratur, keamanan.
Bangkitan Pergerakan Bangkitan pergerakan merupakan pendekatan untuk mendapatkan jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh suatu daerah, dan jumlah pergerakan yang tertarik ke daerah tujuan dlam suatu wilayah kajian, dipengaruhi oleh struktur rumah tangga, pendapata, sosial ekonomi (Ortuzar, 1994). Berdasarkan tujuan pergerakan berbasis rumah (household) yang sering digunakan adalah dengan tujuan ke tempat kerja, pendidikan, rekreasi, kepentingan sosial serta belanja (Bruton, 1985). Aktivitas Transportasi Aktivitas transportasi merupakan gabungan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, dinyatakan dengan jarak, biaya gabungan dan perbedaan kepentingan antara waktu dan biaya secara terpisah, akhirnya terfokus dalam jarak, waktu tempuh atau biaya (Tamin, 1997). Blunden dan Black (1984) menerangkan bahwa aktivitas transportasi merupakan konsep yang menghubungkan secara fungsional lokasi ke ruangan dari aktivitas penggunaan lahan dengan pelayanan yang disediakan oleh sistem transportasi, sehingga menjelaskan seberapa cocok aktivitas penggunaan lahan ditempatkan dalam hubungannya dengan zone tertentu, dan seberapa mudah atau sulitnya mencapai kegiatan tersebut. Aktivitas transportasi untuk daerah perkotaan dilihat dari beberapa aspek antara lain berapa jarak ke tempat kerja, sekolah, belanja, rekreasi, kegiatan sosial, dan lainnya serta bagaimana kondisi fasilitas sistem jaringan dan angkutan umum yang ada (Black, 1991). Untuk mengukur tingkat kemudahan aksesbilitas yang dikembangkan Hansen (1959) dalam Tamin (1997) adalah : n
K i A j / t ij j1
dimana : Ki = aksesbilitas zona i ke zona lainnya j Aj = ukuran aktivitas pada setiap zona j tij = ukuran waktu atau biaya dari zona i ke zona j
METODE PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan menggunakan sarana kuesioner dan wawancara (in-depthh interview) sebagai alat ukur dengan satuan rumah tangga (household). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sistem sampel acak yang distratifikasi (stratified random sampling), yaitu dengan tipe rumah yang sama dikelompokkan menjadi satu strata. Pada strata yang sama diambil sampel secara acak mengikuti kaidah statistik dengan menggunakan bantuan tabel bilangan acak, sehingga masing-masing strata terwakili dengan sampel tersebut. Data yang kumpulkan dalam penelitian meliputi karakteristik responden yaitu jumlah penghuni rumah, aktivitas rutin, pendidikan terakhir kepala keluarga, pendapatan keluarga, kepemilikan mobil, serta karakteristik transportasi terdiri kondisi jalan, tingkat kemudahan mempeoleh angkutan umum, moda yang digunakan, jarak dan waktu tempuh untuk aktivitas sehari-hari. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan prinsip persamaan regresi linier berganda untuk mendapatkan model bangkitan perjalanan dan tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi. Pemodelan yang menggunakan data lapangan supaya diperoleh hasil yang valid diperlukan uji validitas, dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan teknik “Product Moment Perasori” (Azwar, 2001) yang rumusnya sebagai berikut: XY
N XY X . Y
N . X Y N Y 2
2
2
Y
2
Dimana : rxy = nilai korelasi masing-masing pertanyaan N = banyaknya subyek C = skor jawaban salah satu pertanyaan Y = skor total jawaban pertanyaan Agar diperoleh hasil jawaban yang relatif konsisten jika pertanyaan diulangi dengan responden yang sama diperlukan uji reliabilitas, pelaksanaannya dengan pembelahan cara genap ganjil, kemudian dihitung dengan formula ”Spearman Brown” sebagai berikut :
S B XX1
2 1.2 1 1.2
dimana : rxx1 = koefisien reliabilitas ”Spearman Brown” r12 = koefisien korelasi antara kedua belahan
26
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan data tentang pekerjaan responden, diklasifikasikan menjadi 5 kategori dengan prosentase seperti ditampilkan dalam Tabel 1, yang didominasi oleh warga dengan pekerjaan pegawai swasta (52,13%), sedang kondisi prosentase penghasilan keluarga yang diklasifikasi menjadi 5 kelompok dapat diamati pada Tabel 2. Tabel 1. Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Pegawai Pemerintah Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiunan Buruh Jumlah
% 33,23 47,13 12,61 2,53 4,50 100
Sumber : Hasil Pengolahan Keluarga Tabel 2. Penghasilan Keluarga Penghasilan Keluarga/bulan < Rp 300.000,Rp 300.000,- s/d Rp 500.000,Rp 500.000,- s/d Rp 1.500.000,Rp 1.500.000,- s/d Rp 2.000.000,> Rp 2.000.000 Jumlah
% 6,81 34,16 22,47 21,14 15,42 100
Sumber : Hasil Pengolahan Keluarga Jumlah Penghuni Rumah Dari analisis data dengan responden satuan rumah tangga (household), diketahui bahwa untuk rumah tipe T100 rata-rata dihuni (5,84 orang/rumah), yang terdiri dari kepala rumah tangga, ibu, anak dan pembantu rumah tangga. Untuk tipe T70 dihuni rata-rata oleh (5,73 orang/rumah), dengan struktur anggota keluarga yang serupa dengan tipe T100. Sedang tiga tipe lainnya rata-rata tingkat huniannya masing-masing T45 = (4,54), T36 = (4,85) dan T21 adalah (4,62 orang/rumah). Kepemilikan Kendaraan Kendaraan pribadi yang banyak dimanfaatkan sebagai sarana transportasi di perumahan Perumnas Made adalah sepeda, sepeda motor dan mobil, dengan rata-rata tingkat kepemilikan kendaraan tiap rumah adalah : sepeda (1,12) dikarenakan lokasi perumahan adalah datar dengan harga sepeda yang terjangkau untuk ukuran warga dari masing-masing strata, moda transportasi sepeda motor (1,61) dan mobil sebesar (0,68 kendaraan/rumah). Kepemilikan sepeda motor ternyata tidak dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya tipe rumah maupun penghasilan keluarga, pada umumnya pemilik terbanyak adalah penghuni yang menempati rumah tipe T36 sampai T70, karena dipandang sepeda motor merupakan moda transportasi yang praktis, dengan mobilitas tinggi dan harga relatif terjangkau. Hampir setiap rumah mempunyai kendaraan bermotor, hal ini menunjukkan bahwa kendaraan pribadi merupakan sarana penting dalam menunjang aktivitas keluarga, karena sarana transportasi umum belum memadahi untuk menunjang mobilitas warga perumahan, sehingga jumlah kendaraan meningkat dengan pesat seiring bertambahnya perumahan baru. Perkembangan jaringan jalan sangat lamban baik penambahan ruas jalan baru maupun peningkatan kapasitas, yang berdampak pada semakin padatnya lalu lintas di ruas jalan perkotaan dan pinggiran kota. Moda Transportasi Penggunaan moda transportasi dalam kesehariannya disesuaikan dengan kemampuan, fungsi moda, jarak perjalanan, serta ketersediaan moda transportasi. Warga menggunakan moda jalan kaki (3,02 %)dan sepeda (5,29%) untuk transportasi di dalam lingkungan perumahan dengan jarak relatif dekat, guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti berbelanja, bekerja, ke tempat ibadah, dan olahraga yang berada di lingkungan perumahan atau sekitarnya. Moda sepeda motor digunakan sebagai sarana transportasi keluarga (47,21%) karena rata-rata pemilikan sepeda motor mencapai (1,61 kend/rumah), sedang yang digunakan untuk bekerja menempuh jarak rata-rata 8,02 km, dengan kecepatan 20,71 km/jm, digunakan untuk ke sekolah jarak tempuh rata-rata 9,25 km dengan waktu perjalanan rata-rata 13,50 menit, serta penggunaan untuk berbelanja menempuh jarak 5,75 km dan memerlukan waktu 9,40 menit. Prosentase moda sepeda motor menduduki posisi nomor satu setelah kendaraan umum yakni mencapai 47,21 %, hal ini dikarenakan trayek kendaraan umum hanya ada pada waktu pagi dan siang hari saja. Itupun dalam jumlah yang sangat terbatas, hanya 4 kendaraan angkutan kota, selebihnya menggunakan becak. Mobil pribadi (15,26%) sebagai moda transportasi untuk kegiatan sehari-hari seperti sekolah, bekerja, belanja. Bahkan ada yang memanfaatkan mobil pribadi untuk antar jemput ke tempat kerja dan sekolahan, dengan sistem pembayaran
27
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
berlangganan. Pemakaian mobil pribadi untuk kerja rata-rata menempuh jarak 10,35 km yang ditempuh selama 21,30 menit, hal ini dikarenakan pada waktu berangkat menuju tempat kerja bertepatan dengan jam ramainya lalu lintas (kondisi puncak). Sedang peruntukan mobil pribadi untuk sekolah menempuh jarak rata-rata 9,45 km dengan waktu tempuh 19,15 menit. (29,22%) warga menggunakan angkutan umum sebagai moda transportasi dalam aktivitas seharihari, terutama untuk kegiatan sekolah dan belanja. Persepsi warga terhadap tingkat kemudahan untuk mendapatkan angkutan umum dipengaruhi jarak dari sampai tempat adanya angkutan umum dan waktu tunggu. Jarak rata-rata dari rumah warga sampai lokasi adanya angkutan umum adalah 316,50 meter, memerlukan waktu tunggu selama 25,50 menit, sehingga tingkat kemudahan mendapatkan angkutan umum dikategorikan antara sedang sulit. Waktu tunggu mendapatkan angkutan umum merupakan indikasi kinerja pelayanan yang akan mepengaruhi alternatif warga dalam menentukan pilihannya, rata-rata angkutan umum melayani dengan kecepatan 32,16 km/jam, untuk ke tempat kerja menempuh jarak rata-rata 10,35 km, yang memerlukan waktu perjalanan 42,6 menit, sedang untuk ke sekolah 9,45 km dan waktu tempuhnya 38,50 menit. Pemodelan Menurut Sudjana (1992) pemilihan perubah bebas didasarkan pada kaidah statistik sebagaimana ketentuan berikut : apabila peubah bebas digunakan dalam persamaan secara sendirisendiri, maka koefisien korelasi peubah bebas tersebut dengan peubah tidak bebas menunjukkan kuatnya hubungan antara kedua peubah, sehingga peubah bebas dengan koefisien korelasi lebih besar yang harus dipilih. Jika peubah bebas terdiri dari dua atau lebih digunakan bersama dalam persamaan regresi berganda, yang harus dipertimbangkan dalam penentuan peubah dalam persamaan regresi akan lebih komplek. Banyaknya peubah bebas dalam persamaan regresi belum tentu meningkatkan keakuratan prediksi yang ditunjukkan dengan nilai determinasi, tetapi jumlah peubah bebas yang sedikit juga beum tentu dapat menjelaskan peubah tidak bebas. Untuk memperoleh nilai determinasi yang paling tinggi dalam persamaan regresi dilakukan dengan cara menambahkan atau mengurangi peubah bebas dalam suatu persamaan hingga diperoleh nilai determinasi terbesar.
Dalam memodelkan, setelah melalui tahapan secara sistematis dengan mendapatkan nilai determinasi yang cukup besar, maka faktor yang berpengaruh adalah digunakan peubah sebagai berikut : Y1 = Bangkitan perjalanan (kali/hr) Y2 = Tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi, kategori: 1=sangat sulit, 2=sulit, 3=sedang, 4=mudah, 5=sangat mudah X1 = Jumlah keluarga, kategori 1: (1 orang); 2: (2 orang); 3: (3 orang); 4: (4 orang); 5: (5 orang) X2 = Pendidikan terakhir kepala keluarga, kategori 1: (SLTA ke bawah); 2: (Diploma – Sarjana); 3: (Pasca Sarjana) X3 = Pendapatan keluarga (ribuan Rp), kategori 1: (< 500); 2: (500 - 1.500); 3: (> 1.500) X4 = Kepemilikan mobil (buah/rumah) X5 = Kondisi jalan, kategori : 1=sangat rusak, 2=rusak, 3=sedang, 4=baik, 5=sangat baik X6 = Tingkat kemudahan memperoleh angkutan umum, kategori : 1=sangat sulit, 2=sulit, 3=sedang, 4=mudah, 5=sangat mudah Dari hasil pengolahan data, model yang sesuai adalah : Y1 = 0,78812 + 0,82242 X1 + 0,24412 X2 + 0,87702 X3 + 0,69986 X4 ......(1) Y2 = 2,3212 + 0,2168 X3 + 0,1786 X4 + 0,09263 X5 + 0,11217 X6 ......(2) Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 masing-masing telah memenuhi kriteria, karena peubah mempunyai nilai rxy untuk uji validitas dan nilai rxx1 dalam uji reabilitas yang semuanya lebih besar dari angka kritik nilai ttabel sesuai kaidah statistik yang dapat diamati pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Validitas (rxy) dan Uji Reabilitas (rxx1) Peubah X1 X2 X3 X4 X5 X6
rxy 0,571 0,652 0,661 0,791 0,291 0,501
rxx1 0,798 0,882 0,867 0,841 0,572 0,891
rtab 2,55 2,55 2,55 2,55 2,55 2,55
Keterangan Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
28
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Uji Signifikansi Peubah Individu Dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% dari tabel titik distribusi t, diperoleh nilai ttabel = 2,012, yang berarti lebih kecil nilai thitung hasil regresi, model bangkitan perjalanan dengan nilai X1=(7,121), X2=(5,491), X3=(4,751), X4=(3,984), dan model tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi adalah X3=(11,762), X4=(6,743), X5=(7,112), dan X6=(16,712). Kondisi ini dapat diartikan bahwa peubah X 1, X2, X3, X4, X5 dan X6 secara individu signifikan memberikan kontribusi dalam model yang didesain. Uji Signifikansi Peubah Simultan Dengan derajat kepercayaan 95% diperoleh nilai Ftabel = 2,62, dan nilai Fhitung1 = (33,816), dan Fhitung2 = (26,1241) yang berarti nilai Ftabel< (nilai Fhitung1 dan Fhitung2) maka pebah simultan adalah signifikan, yang berarti secara bersama-sama peubah X1, X2, X3, X4, berpengaruh dalam memprediksi Y1, serta X3, X4, X5 dan X6 berpengaruh dalam memprediksi Y2, dan model dapat digunakan. Koefisien Determinasi Dari analisis data, diperoleh nilai determinasi R12=72,32%, dan R22=82,13%. Berarti peubah X1, X2, X3, X4, secara kooperatif mampu menjelaskan dengan signifikan sebesar 72,32% terhadap nilai peubah tidak bebas (Y1). Sisanya sebesar 27,68% dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk dalam pemodelan ini, sedang peubah lain tersebut tidak lolos dalam uji statistik pada tahap sebelumnya. Hal ini identik untuk model tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi, dengan peubah X3, X4, X5, X6secara kooperatif mampu menjelaskan dengan signifikan sebesar 82,13% terhadap nilai peubah tidak bebas Y2. Aplikasi Model Model hasil regresi jika diaplikasikan pada saat studi dilaksanakan, dengan cara memasukkan peubah yang berpengaruh dari hasil olahan data, maka bangkitan yang ditimbulkan adalah 13.756 perjalanan/hari, atau rata-rata setiap rumah memberikan kontribusi perjalanan sebesar 5,32 kali/hari, dengan distribusi perjalanan ke kantor (31,21%), sekolah (34,12%), belanja (29,34%) dan keperluan sosial, wisata dan yang lainnya (5,33%). Lokasi aktivitas harian warga sebagian besar terdapat di perkotaan (arah ke pusat kota), sehingga bangkitan yang ditimbulkan cukup
signifikan untuk menyumbangkan kemacetan lalu lintas. Tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi dengan menggunakan model hasil regresi dengan masukan peubah bebas hasil olahan data mendapat nilai 2,98 masuk dalam kategori mudah-sedang, indikasinya warga tidak mendapat kesulitan yang berarti untuk melakukan aktivitas. Apabila kondisi jalan yang ada diperbaiki sampai kategori baik, maka tingkat kemudahan menjadi mudah-sedang dengan nilai 3,16. Usaha jalan ditingkatkan lagi menjadi sangat baik memberikan kontribusi sehingga nilainya 3,21. Langkah penambahan moda angkutan umum agar mudah diperoleh, akan merubah tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi dengan kategori mudah-sedang yang bernilai 3,32. KESIMPULAN 1. Jenis pekerjaan yang dominan adalah pegawai swasta (47,24%), dengan tingkat penghasilan keluarga antara Rp 300.000,- s/d Rp 500.000,sebesar (34,16%), disusul (22,47%) keluarga dengan berpenghasilan total Rp 500.001,- s/d Rp 1.500.000,-. 2. Kepemilikan moda transportasi terdiri dari moda sepeda adalah (1,12 kend/rumah), sepeda motor (1,61 kend./rumah) dan mobil sebesar (0,68 kend./rumah), kepemilikannya tidak dipengaruhi tipe rumah yang digunakan dan penghasilan keluarga, dengan pemilik terbanyak adalah penghuni yang menempati rumah tipe T36 sampai T70. 3. Penggunaan sarana transportasi keluarga paling diminati adalah sepeda motor (47,21 %), disusul oleh angkutan kota (29,22 %) dan pilihan terakhirnya ada pada mobil pribadi (15,26 %) dengan jarak dari rumah ke sekolah 9,25 km yang memerlukan waktu perjalanan rata-rata 13,5 menit. 4. Model bangkitan perjalanan hasil regresi persamaan (1) sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah keluarga dalam rumah tangga (X1), dan pendapatan keluarga (X3), untuk model tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi persamaan (2) faktor yang dominan berpengaruh adalah pendapatan keluarga (X3), kemudian tingkat kepemilikan mobil (X4). 5. Implikasi bangkitan yang ditimbulkan sesuai model mencapai 11342 perjalanan/hari, atau rata-rata kontribusi bangkitan setiap rumah sebesar 5,03 kali/hari.
29
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
6. Nilai tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi saat studi dilaksanakan adalah 2,98, yang termasuk kategori mudahsedang, kondisi ini berpengaruh secara nyata terhadap nilai jual rumah, sehingga dapat menjadi indikator bagi calon pembeli untuk menentukan pilihan, dan dapat dijadikan tolok ukur bagi pengembang dalam mensiasati fasilitas produknya.
The Instutution of Highways and Transportation. 1987. Roads and Traffic in Urban Areas. The Department of Transport USA Yamin, Sofyan & Heri Kurniawan. 2009. SPSS Complete (Teknik Analisis Statistik Terlengkap Dengan Software SPSS). Penerbit Salemba Infotek Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Edisi ke 3. PustakaPelajar. Yogyakarta. Black, John. (1991). Urban Transport Planning.Croom Helm. London. Blunden & Black. (1984). The Land Use / Transport System (2nd). Pergamon Press. Australia. Bruton, MJ. (1985). Introduction to Transportation Planning.Hutchinson & Co (Publisher) Ltd. London. Ghozali, H. Imam, Prof Dr M. Com. Akt. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Ghozali, H. Imam, Prof Dr M. Com.Akt. 2009. Analisis Multivariate Lanjutan Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang Khisty, C. Jotin dan B. Kent Lall. 2003. DasarDasar Rekayasa Transportasi Jilid 2, Alih Bahasa : Ir. Julian Gressando, M.Sc. Penerbit Erlangga Jakarta. Miro, Fidel SE, MSTr. 2005. Perencanaan Transportasi Untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Penerbit Erlangga Jakarta. Ortuzar, J.D. (1994). Modelling Transport (2nd). John Wiley and Sons, Chichester. England. Sudjana.(1992). MetodeStatistika.Edisike 5.Tarsito.Bandung. Sugiyono, Prof Dr. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta Bandung Sugiyono, Prof Dr. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta Bandung Tamin, O.Z. (1997). PerencanaandanPemodelanTransportasi.P enerbit ITB. Bandung.
30
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
PERANCANGAN RETRIBUSI PARKIR BERLANGGANAN DENGAN PPI 8255 MENGGUNAKAN PROGRAM QUICK BASIC Suhariyanto 1 1)
Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi antrian dan kemacetan saat mobil mau parkir di tempat-tempat yang padat kendaraan. Lokasi penelitian di kota Lamongan, dengan kondisi makin maraknya tempat hiburan yang di bangun oleh pemkot Lamongan dengan sarana parkir yang luas namun dengan volume antrian yang lama atau tinggi. Dalam penelitian ini, kami mencoba membuat alat yang bias memberikan alternatif dan bisa menghemat waktu dan juga tenaga. Alat yang kami buat merupakan rancangan dengan menggunakan PPI 8255 dengan kontrol bahasa program Quick Basic dengan dibantu alat pendeteksi. Dengan perancangan alat ini ternyata bisa membantu antrian kendaraan, sehingga yang dulunya kendaraan yang mau parkir membutuhkan waktu antri yang lama, dengan adanya alat ini antrian tersebut tidak ada lagi. Kata Kunci : PPI 8255, Quick Basic, Parkir Berlangganan I. Pendahuluan Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menuntut semua kegiatan pekerjaan dan permasalahan dilaksanakan secara efektif dan efisien , termasuk mempermudah segala kegiatan. Hal ini dapat diketahui dari pesatnya kemajuan teknologi informasi dan transformasi yang cenderung mengalami peningkatan dewasa ini. Salah satunya tentu didukung oleh teknologi komputer yang terus mengalami riset dari masa ke masa. Komunikasi data yang paling efektif dan efisien adalah dengan digunakannya komputer. Efisiensi dan kecepatan adalah faktor utama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman sekarang. Di kota-kota besar dan kota-kota metropolis tentunya sering kita jumpai pusat perbelanjaan seperti supermarket, mall, dan lainlain. Disisi lain, selain peningkatan mutu pelayanan pelanggan dalam hal marketing, juga perlu adanya peningkatan mutu pelayanan dalam hal fasilitas lainnya. Kendaraan yang hilir mudik masuk pertokoan yang menjadi sasaran penulisan skripsi ini dan akan kami bahas selengkapnya. Di sebagian pusat perbelanjaan, bagi pelanggan-pelanggan dan para pemilik stan toko yang ingin memarkirkan kendaraannya khususnya mobil pasti akan disediakan lahan tertentu agar pelanggan dapat nyaman berbelanja dan tidak parkir disembarang tempat. Pada saat
pengendara mau keluar dari tempat parkir, pengendara harus membayar uang retribusi parkir dan melewati sebuah gerbang pembuka. Sistem pembayaran dengan uang retribusi yang kami rasa kurang praktis dalam hal efisiensi waktu, dimana semua menuntut serba instant. Terobosan kami disini akan menjawab semuanya. Perancangan retribusi parkir berlangganan dengan menggunakan PPI 8255 merupakan sebuah alat yang mengandalkan sinyal infra merah. Gambarannya, setiap kendaraan memiliki transmitter dengan frekwensi yang berbeda. Isyarat sinyal dalam pembahasan kali ini adalah sebagai pengganti sistem retribusi tersebut yang tentunya pemilik transmitter harus terdaftar sebagai langganan parkir di tempat tersebut. II. Kajian Pustaka 2.1 Rangkaian Dasar Gerbang NOT Gerbang NOT, inverter atau rangkaian pembuat komplemen, yang digambarkan pada gambar 2.1 adalah gerbang dengan satu sinyal masukan dan satu sinyal keluaran, dan keadaan keluarannya selalu berlawanan dengan keadaan masukannya.
Gambar 2.1. Gerbang NOT
31
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Tabel 2.1. Tabel kebenaran NOT
Inverter diperlukan dalam suatu rangkaian jika gerbang sebelumnya menghasilkan keluaran yang polaritasnya tidak sesuai. 2.2 Encoder Encoder merupakan rangkaian logika yang berfungsi mengubah data yang ada pada inputnya menjadi kode-kode biner pada outputnya. Contoh : encoder oktal ke biner atau disebut juga encoder 8 ke 3 berfungsi mengubah data bilangan oktal pada inputnya menjadi kode biner 3-bit pada outputnya Sebuah rangkaian Encoder menterjemahkan keaktifan salah satu inputnya menjadi urutan bit-bit biner. Encoder terdiri dari beberapa input line, hanya salah satu dari inputinput tersebut diaktifkan pada waktu tertentu, yang selanjutnya akan menghasilkan kode output N-bit. Gambar 2.2 menunjukkan blok diagram dari sebuah encode
Gambar 2.2. Diagram encoder 2.3 Pembangkit Pulsa Pembangkit pulsa adalah suatu rangkaian yang menghasilkan keluaran dengan amplitudo berubah terhadap waktu. Kebanyakan sistem digital membutuhkan rangkaian pewaktu yang mengeluarkan rentetan antar langkah suatu urutan, dan semua operasi dilakukan selama orde pulsa tegangan pendek (pulsa clock). Pulsa clock yang umum berbentuk seperti gambar 2.3
Di antara pulsa-pulsa clock, level tegangan adalah logika 0 (low). Pada sisi naik pulsa clock, tegangan naik secara mendadak ke logika 1 (high). Jangka waktu untuk naik ini disebut waktu naik (rise time), yang besarnya beberapa nano detik. Tegangan bertahan pada logika 1. Selama jangka waktu yang disebut lebar pulsa (pulse width) kemudian kembali ke logika 0 dalam jangka waktu yang disebut waktu turun. Multivibrator astabil dapat menghasilkan aliranaliran pulsa yang kontinu, berbentuk segi empat yang dapat berada pada dua keadaan, akan tatapi keadaan kedua pulsa-pulsa yang dihasilkan tidak berada pada keadaan stabil, seperti terlihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4. Pembangkit pulsa Saat rangkaian pertama kali dicatu dengan Vcc, output dari flip-flop tinggi (1) akan menyebabkan transistor pembuangan internal terhubung singkat sehingga kapasitor C membuang muatannya melalui Rb, sehingga tegangan dari kapasitor mencapai 1/3 Vcc, kemudian flip-flop reset. Inverter internal IC 555 menyebabkan output pada pin 3 tinggi saat output flip-flop rendah. Output flip-flop yang rendah menyebabkan transistor pembuangan internal terbuka (off). Sekarang kapasitor C mengisi muatannya melalui Ra dan Rb. Ketika tegangan kapasitor mencapai 2/3 Vcc, flip-flop set dan outputnya tinggi, inverter internal menyebabkan output dari IC 555 menjadi rendah, output flip-flop yang tinggi menyebabkan transistor pembuangan terhubung singkat kembali. Begitu selanjutnya sehingga siklus on-off output pada IC 555 terus berulang. 2.4 Pemancar Infra Merah Intensitas sinar inframerah yang dihasilkan LED akan bervariasi menurut tegangan LF
Gambar 2.3. Pulsa clock yang umum
32
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
yang jatuh padanya. LED dihubung pararel untuk memperoleh kuat pancaran sinyal yang dihasilkan oleh pemancar sinyal yang kemudian dikuatkan oleh Q1 dan Q2 sebelum akhirnya dipancarkan oleh LED infra merah.
Gambar 2.5 Pemancar infra merah 2.5 Decoder Decoder adalah suatu rangkaian logika kombinasional yang mampu mengubah masukan kode biner n-bit ke msaluran keluaran sedimikian rupa sehingga setiap saluran keluaran hanya satu yang akan aktif dari beberapa kemungkinan kombinasi masukan.Gambar 2.6 memperlihatkan diagram dari decoder dengan masukan n=2 dan keluaran m=4 (decoder 2 ke 4).
keadaan aktf keluarannya, decoder dapat dibedakan atas “non inverted output” dan “inverted output”( http://library.usu.ac.id/download/fmipa/fisika -bisman.pdf ). 2.6 Penerima Infra Merah (Receiver) Dalam perencanan penerima infra merah digunakan fototransistor. Fototransistor beroperasi sama dengan transistor biasa , bukan mensuplai arus basis eksternal untuk menjalankan transistor, melainkan fotodiode yang ada di antara basis dan kolektor sebagai sumber arus. Arus fotodiode dalam keadaan gelap juga diamplifikasi oleh HFE, yang berati bahwa arus kebocoran fototransistor lebih besar daripada transistor silikon konvesional. Kalau fototransistor dipakai untuk mendeteksi tingkatan cahaya berintensitas rendah, pengaruh arus dalam keadaan gelap dapat dikurangi dengan cara mempertahankan arus bias yang ringan pada sambungan kolektor basis.
Gambar 2.7. Rangkaian fototransistor pada penerima infra merah
Gambar 2.6. Decoder 2 ke 4 Setiap n masukan dapat berisi logika 1 atau 0. Untuk setiap kombinasi masukan ini hanya satu dari m keluaran yang akan aktif (berlogika 1), sedangkan keluaran yang lain adalah berlogika 0. Beberapa decoder didesain untuk menghasilkan keluaran low pada keadaan aktif, dimana hanya keluaran low yang dipilih akan aktif sementara keluaran yang lain adalah berlogika 1. Dari
2.7 Rangkaian Pengunci (Bistable) Rangkaian bistable adalah rangkaian yang mempunyai dua kemungkinan keadaan mantap atau stabil dan yang bisa disulut ke dalam salah satu dari keadaan- keadan ini dengan pemberian pulsa berlangsung pendek yang tepat. Sekali disulut, bistable mempertahankan infomasi sesudah perintah masukan berhenti. Bistable disebut juga flipflop atau pengunci (latch) adalah unsur bangunan dari rangkaian logika beruntun misalnya pencacah, pembagi dan register geser dan juga banyak dipakai dalam memori komputer. 33
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
2.8 Decade Counter IC 4017 Pencacah dekoder atau dalam istilah lain Decade Counter prinsip kerjanya dimulai dengan transisi rendah (LOW) atau logika 0 ke transisi tinggi (HIGH) atau logika 1 pada jalan masuk CLOCK (CK), sementara jalan masuk CLOCK ENABLE (CKE) sedang mengalami transisi rendah (LOW), ataupun dimulai dengan transisi HIGH ke LOW pada jalan masuk pada jalan masuk CLOCK ENABLE (CKE) sementara jalan masuk CLOCK adalah HIGH., berikut tabel kebenaran dari Decade Counter IC 4017 : 2.9 Interface PPI 8255 ( Programmable Peripheral Interface 8255 ) merupakan komponen interface yang dapat digunakan untuk keperluan input dan output. IC ini mempunyai 24 bit I/O yang dikelompokkan menjadi 3 buah port yang masing-masing mempunyai 8 bit dengan nama masingmasing PORT A, PORT B dan PORT C. D0 sampai dengan D7 merupakan jalur data yang digunakan untuk mentransfer data, memprogram 8255 dan membaca status 8255. Proses baca atau menulis pada PPI8255 dikendalikan melalui pin WR ( Write ) dan RD ( Read ). Mode input atau output PPI8255 diatur dengan mengisi data pada Register Control Word PPI 8255. Alamat PORT A, PORT B, PORT C dan Control Word dibedakan berdasarkan logika di alamat A0 dan A1. Perintah untuk membaca atau menulis ke port dilakukan dengan memberikan logika 0 atau 1 pada pin WR dan RD. PPI 8255 dapat difungsikan atau tidak dengan cara memberi logika 0 atau 1 pada pin CS / Chip Select [4]. 3. Metodologi 3.1. Metodologi a. Studi literatur perencanaan alat yang terdiri dari dip switch, bilateral switch, decade counter 4017, pemancar inframerah, penerima inframerah, gerbang NOT, bistable 555, PPI 8255, dan motor.
b. Perencanaan pembuatan peralatan sesuai dengan kriteria-kriteria yang diinginkan. c. Pengujian dan hasil uji dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter alat yang dibuat, kemudian disesuaikan dengan kriteria perecanaan. 3.2. Diagram Alir Penelitian START
INPUT : Validasi pembuka gerbang
IF INP (&H 301) = x THEN y
LOCATE 8,18 : “ Jenis Mobil “LOCATE 9,18 : “ Nomor polisi “LOCATE 10,18 : “ Validasi hingga : Akhir Juli “OUT & H
300, 1
Apakah memenuhi Validasi ? ( Pintu membuka ? )
Pintu membuka
Selesai
Gambar 2.8. Diagram Alir Penelitian 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Analisa Blok Transmitter Pada blok transmiter, setelah dilakukan pengujian dengan receiver inframerah. Sinyal yang dihasilkan adalah berupa sinyal yang terputus-putus sekian milidetik dengan pembuktian nyala LED dari receiver yang berkedip-kedip. 4.2 Analisa Blok Receiver
34
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Pada blok receiver, sinyal putus-putus tersebut yang telah ditangkap oleh photo transistor (receiver infrared) sebelum masuk ke interface perlu dikunci terlebih dahulu oleh Bistable 555 yang telah diatur waktunya sebesar 3,63 detik setelah melewati gerbang NOT tentunya. Setelah dicek dengan AVOmeter pada output Bistable 555 yaitu pada probe merah (positif) kita colokkan pada output bistable 555 sedangkan probe hitam (negatif) kita colokkan pada ground, nilainya sudah tetap dan tidak berubah-ubah seperti halya sebelum masuk ke input rangkaian bistable (menuju ke HIGH/bergerak ke kanan). Dan tentunya nilai HIGH adalah syarat mutlak agar interface bisa membaca output dari bistable sehingga dapat diinisialisasikan sebagai sinyal masukan. 4.3 Analisa Interface (PPI 8255) Berikut adalah beberapa tahap pengujian dari Pheriperal Progammable Interface 8255, antara lain : 1. Penginisialan kata kendali (Control Word) Pada tahap ini diperlukan agar kita terlebih dahulu dapat menentukan bagian port mana yang berfungsi sebagai input maupun output 2. Penentuan alamat port (adressing port) dan kontrol register (register control) Pada tahap ini, masing-masing port dan kontrol register bisa ditentukan , misalnya : Port A : $300H atau &H300 Port B : $301H atau &H301 Port C : $302H atau &H302 Reg. Control : $303H atau &H303 3. Penentuan input ataupun output pada port Pada tahap ini kita harus mana yang bekerja sebagai input atau output. Misalnya , apabila kita menggunakan kontrol word 80h maka semua port akan berfungsi sebagai keluaran/ouput. Jika memkai kontrol word 8Bh maka port A sebagai output sedangkan port B dan port C sebagai input.
4. Pemrograman Interface Dalam pemrograman sebenarnya semua program komputer bisa kita terapkan disini, tetapi dalam hal ini kita menggunakan bahasa program yang dijalankan pada DOS yaitu Quick Basic. Secara garis besar jalannya program adalah sebagai berikut : 100 101
CLS OUT&H303,&H80 (kata kendali → register kontrol)
102 103
OUT&H303,0 OUT&H300,&H1 (port A0) 104 END Apabila program dijalankan maka pada PA0 apabila dipasang lampu indikator LED maka akan HIGH/nyala. Dan jika menginginkan LED LOW/mati maka port &H1berubah menjadi 0. 100 CLS 101 OUT&H303,&H80 (kata kendali → register kontrol) 102 OUT&H303,0 103 OUT&H300,&H1 (port A0) 104 OUT&H300,0 (kembali ke 0) 105 END Adapun tegangan output dari port-port adalah 4 Volt, sehingga dalam pengaplikasian pada peralatan perlu disesuaikan tegangannya. 4.4 Penggunaan Dip Switch pada Interface Dip Switch dalam pelaksanaan disini yaitu berfungsi untuk mengirimkan kode dalam bentuk biner. Kode berupa biner tersebut dikirimkan ke port input . Berikut adalah contoh kontrol word 8Bh (1000 1011 ) dalam penggunaan dip swich ON 8 7 6 5 4 3 2 1 OFF Saklar 1 ke alamat PB0 Saklar 2 ke alamat PB1 Saklar 3 ke alamat PB2 Saklar 4 ke alamat PB3 Saklar 5 ke alamat PB4 Saklar 6 ke alamat PB5 Saklar 7 ke alamat PB6 Saklar 8 ke alamat PB7 Jika dip switch nomor 1 di-ON-kan , maka alamat port yang dituju adalah : Port B0 = (&H1) = 0000 0001 Jika dip switch nomor 2 di-ON-kan , maka alamat port yang dituju adalah : Port B1 = (&H2) = 0000 0010 Jika dip switch nomor 1 dan 2 di-ONkan , maka alamat port yang dituju : Port B 0 & Port B1 = (&H3) = 0000 0011
35
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Jika dip switch nomor 3 dan 4 di-ONkan , maka alamat port yang dituju : Port B 2 & Port B3 = (&H12) = 0000 1100 Jika dip switch nomor 3,4 dan 5 di-ONkan , maka alamat port yang dituju : Port B2, Port B3, Port B4 = (&H28) = 0001 1100 Sehingga agar port dapat bekerja sesuai yang diinginkan maka adress/alamat yang ditujukan ke port juga harus jelas.Adapun listing program untuk input/output kita menggunakan kata kendali Control Word 8Bh , yaitu : 100 CLS 101 OUT&H303,&H8B 102 OUT&H303,0 103 OUT&H300&H2 (output PB1 led menyala) 104 INP(&H301) = 255 THEN 105 ELSE 107 105 PRINT “Lampu Padam“ 106 GOTO 108 107 PRINT “Lampu menyala“ 108 END Pada pengujian yang sebenarnya, program penginisialisasi port berfungsi sebagai input dari sinyal infra merah yang masuk dan output sebagai penggerak motor pada pintu gerbang. Jika validasi sudah terpenuhi , maka apabila ada sinyal yang masuk , pintu langsung terbuka secara otomatis 4.5 Analisa Motor DC Pada output interface dihubungkan dengan salah satu kutub motor DC, sedangkan kutub yang lain terhubung ke ground. Sehingga apabila ada sinyal HIGH masuk menuju ke motor, motor tersebut bisa berputar.
jumlah dip switch menjadi lebih dari 8 bit dan penambahan listing programnya 2. Keandalan dari perencanaan retribusi parkir ini adalah dalam pembuatan tidak memerlukan biaya yang relatif mahal dan bisa menggunakan program yang paling dasar yaitu Quick Basic yang beroperasi pada DOS. 5.2. Saran Dalam perancangan retribusi parkir berlangganan masih diperlukan pengembangan pada sistem blok transmitter yang masih menggunakan manual pada pengkodean dip switchnya. Penulis menyarankan agar pada blok tersebut diganti dengan menggunakan sistem digital .
DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, Freddy, (2003). Sistem Digital Konsep dan Aplikasi, Jakarta : Penerbit Gava Media Rizkiawan, Rizal, (1997). Tutorial Perancangan Hardware, jilid III. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo Zam, Zamida,(2002). Mudah Menguasai Elektronika, cetakan Oktober 2002, Surabaya : Penerbit Indah (anggota IKAPI) Triwiyanto. Petunjuk Praktikum Interfacing Berbasis PC
5. Kesimpulan & Saran 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pengujian pada rangkaian isyarat sinyal pembuka ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada perencanaan retribusi parkir berlangganan dengan PPI 8255 menggunakan Quick Basic ini apabila diinginkan lebih dari 256 kendaraan, maka perlu peambahan
36
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE PROMETHEE II Ahmad Jalaluddin1 1)
Dosen Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstrak Banyaknya industri kecil menengah di Lamongan merupakan suatu potensi daerah yang cukup besar dan seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk dikembangkan, seiring perkembangan teknologi diperlukan sebuah sistem yang mampu memudahkan pihak dinas untuk melakukan pengambilan sebuah keputusan dalam memilih industri yang akan di kembangkan. Promethee yang merupakan salah satu metode penentuan urutan atau prioritas dalam analisis multikriteria sangat tepat untuk digunakan karena dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan outrangking. Sehingga diperoleh solusi atau hasil dari beberapa alternatif untuk diambil sebuah keputusan. Hasil perangkingan menunjukkan bahwa Promethee I yang berdasarkan pada nilai leaving flow dan enter flow (Perangkingan Parsial) sedangkan Promethee II yang didasarkan pada nilai net flow (Perangkingan Lengkap). Kata kunci : Promethee,leaving flow, enter flow,net flow. 1. PENDAHULUAN Bertolak titik dari krisis pada tahun 1998 yang terjadi di Indonesia, maka semakin sadar bahwa pertumbuhan ekonomi dan perkembangan suatu bangsa tidak hanya tergantung pada kesetabilan politik bangsa itu sendiri, melainkan sebagian besar terletak pada bagaimana kemampuan dan kemauan serta semangat sumber daya manusianya sebagai aset utama dan terbesar dalam mengembangkan potensi masing-masing daerah. Banyaknya industri di Kabupaten Lamongan merupakan suatu potensi besar yang harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk dibina dan dikembangkan, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi pemerintah serta menjadikan pertumbuhan ekonomi daerah berjalan dengan baik. Industri yang ada di Lamongan dimasa yang akan datang mempunyai peluang dan tantangan yang cukup besar dalam persaingan pasar, sehingga perlu dibina dan dikembangkan agar mampu
mempertahankan hasil cipta yang khas daerah serta mampu menciptakan penemuan baru. Disisi lain perkembangan teknologi dewasa saat ini telah memberikan signal bahwa sudah saatnya lembaga pemerintahan atau instansi beralih dari sistem yang bersifat manual ke sistem yang terintegrasi dengan komputer, karena perkembangan teknologi informasi telah berkembang dari pengolahan data elektronik (PDE) ke sistem informasi manajemen (SIM) dan berlanjut pada sistem pendukung keputusan (SPK). 2. DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan. Sistem Pendukung Keputusan atau Decision Support System adalah Management Information System yang dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan yang menyangkut area permasalahan tertentu oleh individu tertentu atau sekelompok individu. SPK merupakan sistem pengambilan keputusan terhadap permasalahan atau pekerjaan yang sifatnya semi terstruktur.
37
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. SPK digunakan untuk membantu mempercepat dan mempermudah proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk membantu pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan dari hasil pengolahan informasi-informasi yang tersedia melalui model-model pengambil keputusan. 2.2 Metode PROMETHEE 2.2.1 Dasar Promethee Promethee adalah salah satu metode penentuan urutan atau prioritas dalam analisis multikriteria atau MCDM (Multi Criterion Decision Making). Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan outrangking. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan dan kestabilan. Semua parameter yang dinyatakan mempunyai pengaruh nyata menurut pandangan ekonomi (Brans et.,1986). Data dasar untuk evaluasi dengan methode promethee disajikan pada tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Data Dasar analisis Promethee A1
(.) (a1)
f2 (.) f2 (a1)
… ……….
…… ……….
fk(.) fk (a1)
a2
(a2)
f2 (a2)
……
……
fk (a2)
…..
……
…….
….
….
…….
ai
(ai)
f2 (ai)
fk (ai)
…..
…….
…….
…….
an
(an)
f2 (an)
fk (an)
2.2.2 Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria, f : K → Я (Real Word ) dan tujuan berupa prosedur optimasi untuk setiap alternatif a ε K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif tersebut untuk setiap kriteria. Pada saat dua alternatif dibandingkan, a, b ε K, harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya. Penyampaian Intensitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga: - P (a,b) = 0,berarti tidak ada beda (indefferent) antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a lebih baik dari b. - P (a,b) ≈ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b. - P (a,b) = 1, kuat preferensi dari a lebih baik dari b. - P (a,b) ≈ 1, berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b. Dalam metode ini fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang berbeda antara dua evaluasi , sehingga : P (a,b) = P (f (a) – f(b)) Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai kriteria yang lebih baik ditentukan nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan nilai preferensi atas masing–masing alternatif yang akan dipilih. 2.2.3
Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Aplikasi
Dalam metode Promethee ada enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, maka digunakan fungsi selisih kriteria nilai kriteria 38
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
alternatif H (d) dimana hal ini mempunyai hubungan langsung pada preferensia. Keenam fungsi kriteria tersebut meliputi :
3. Kriteria dengan Preferensi Linier d / p. jika p d p H d 1 jika.d p.atau.d p
1. Kriteria Biasa (Usual Criterion) Kriteria ini menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang 0 jika.d 0 H d lebih rendah dari p , preferensi dari 1 jika.d 0 keputusan meningkat secara d f a f 1 pembuat dimana d = selisih nilai kriteria linier dengan nilai d, jika nilai d lebih Pada kasus ini , tidak ada beda antar besar dibandingkan dengan nilai p, maka a dan b jika f (a) = f(b): apabila nilai kriteria terjadi preferensi mutlak. Fungsi H(d) pada masing-masing alternatif memiliki nilai untuk preferensi ini disajikan pada berbeda, sehingga pembuat keputusan gambar 2.4. membuat preferensi mutlak untuk alternatif H(d) memiliki nilai yang lebih baik Fungsi H(d) 1 untuk preferensi ini disajikan pada gambar berikut ini : -p
0
d
p
H(d)
Gambar 2.4. Preferensi Kriteria dengan Preferensi Linier
1
d
0
4. Kriteria Level (Level Criterion)
Gambar 2.2. Preferensi Usual Criterion 2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion) 0 jika q d q H d 1 jika.d q.atau .d q
Kriteria ini memiliki alternatif preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H (d) dari masingmasing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak, jika pembuat meputusan menggunakan kriteria ini, maka decision maker tersebut harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat dijelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria. Fungsi H(d) untuk preferensi ini disajikan pada gambar 2.3. H(d) 1
-q
0
q
d
Gambar 2.3. Preferensi Quasi Criterion
0 jika d q H d 0.5 jika.q d p 1 jika. p d
Dalam kasus ini kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p ditentukan secara simultan. Jika d berada diantara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0.5). Fungsi H(d) untuk preferensi ini disajikan pada gambar 2.5. H(d) 1 0.5 -p
-q
0
q
p
d
Gambar 2.5. Preferensi Kriteria Level 5. Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang tidak Berbeda 0 jika d q H d (d q ) /( p q ) jika.q d p 1 jika. p d
Dalam kasus ini pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi secara 39
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan q dan p. Dua parameter tersebut telah ditentukan. Fungsi H(d) untuk preferensi ini disajikan pada gambar 2.6. H(d)
3.Kriteria Preferensi Linier (Criterin with linier preference)
P
4. Kriteria Level (Level Criterion)
q.p
5.Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda.
q.p
1
-p -q 0
q
d
p
Gambar 2.6. Kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda. 6. Kriteria Gaussian H(d)= 1-exp {-d /2 } Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai , dimana dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistik. Fungsi H(d) untuk preferensi ini disajikan pada gambar 2.7.
6. Kriteria Gaussian (Gausian Criterion)
H(d) 1
0
d
2
H(d) 1
0
Perangkingan yang digunakan dalam metode promethee meliputi tiga bentuk antara lain : a. Leaving flow Untuk setiap nilai node a dalam grafik nilai outrangking ditentukan berdasarkan leaving flow dengan persamaan :
d
Gambar 2.7. Preferensi Kriteria Gaussian Untuk lebih jelasnya bisa dilihat sebagaimana tabel 2.2. dibawah ini: Tabel 2.2. Tipe Fungsi Preferensi Kriteria. Kriteria
2.1.1.Arah dalam grafik nilai outrangking.
Tipe Preferensi
Parameter
1.Kriteria Umum (Usual Criterion)
-
2. Kriteria Quansi (Quansi Criterion)
Q
Leaving flow adalah jumlah dari node yang memiliki arah menjauh dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outrangking. b. Entering Flow Sedangkan secara simetris dapat ditentukan nilai entering flow dengan persamaan:
Entering flow diukur berdasarkan karakter outrangking dari a. c. Net Flow Sehingga pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh dengan persamaan : 40
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
Ø (a)= Ø+ (a) – Ø-(a) Semakin besar nilai leaving flow dan semakin kecil entering flow maka alternatif tersebut memiliki kemungkinan dipilih yang semakin besar. Perangkingan dalam promethee I dilakukan secara parsial, yaitu didasarkan pada nilai leaving flow dan entering flow. Sedangkan promethee II termasuk perangkingan kompleks karena didasarkan pada nilai net flow masing-masing alternatif yaitu alternatif dengan nilai net flow lebih tinggi menempati satu rangking yang lebih baik. 2.2.5 Langkah – langkah perhitungan dengan metode promethee adalah sebagai berikut : 1. Menentukan beberapa alternatif yang ada dalam lingkup masalah dan akan di pilih sebagai solusi. 2. Menentukan beberapa kriteria yang akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan. 3. Menentukan dominasi kriteria, ini didasarkan pada karakteristik tujuan dari setiap kriteria. 4. Menentukan tipe preferensi untuk setiap kriteria yang paling cocok didasarkan pada data dan pertimbangan di lapangan. tipe preferensi ini berjumlah 6. 5. Memberikan nilai parameter untuk setiap kriteria berdasarkan preferensi yang telah dipilih. 6. Memberi nilai kriteria atau skor alternatif untuk masing-masing alternatif yang akan dilakukan proses pemilihan. 7. Membandingkan nilai kriteria untuk setia alternatif dengan mempertimbangkan dominasi kriteria dan preferensi yang telah dipilih serta nilai parameter yang diberikan. 8. Perangkingan dalam Promethee: Dalam metode promethee ada 2 macam perangkingan yang disandarkan pada hasil berhitungan, antara lain : a. Perangkingan Parsial yang didasarkan pada nilai Leaving Flow dan Enter Flow b. Perangkingan lengkap atau complete yang didasarkan pada nilai Net Flow.
3. ANALISA SISTEM
3.1. Disain Database atau ER-Diagram Sistem ini menggunakan database sebagai media penyimpanan data. Rancangan database tersebut disajikan dua tahap seperti berikut: 3.1.1 Conceptual Data Model ( CDM) Rancangan CDM merupakan rancangan dasar dari setiap tabel yang akan dibuat dalam database. Rancangan CDM untuk SPK pemilihan industri potensial disajikan seperti gambar 3.12. jenis_alternatif
User id_user
I <M> username VA15 ttl VA10 alamat VA100 email VA15 password VA15 level I
kode_jenis_alternatif VA5 <M> nama_jenis_alternatif VA15
mempunyai3
kode_Jenis_Alternatif
pempunyai2
mempunyai1
id_user
kreteria id_kriteria I <M> kode_kreteria A5 nama_kreteria VA25 kode_dominasi A1 kode_preferensi A1 nilai_q F nilai_p F nilai_x F
Alternatif
memiliki1 memiliki
id_kriteria
id_alternatif I <M> kode_alternatif A5 nama_alternatif VA20 Pimpinan VA15 Alamat_Alternatif VA30 kecamatan VA25 Bentuk_Badan_Usaha VA5 No_telp N12 Tgl_Ijin D id_alternatif
nilai_kriteria id_nilai_kriteria I <M> bobot I id_nilai_kriteria
promethee id_promethee1 I <M> Kordinat_X F4 Kordinat_Y F4 Kordinat_XY F4 id_promethee
TRangking id_rangking I <M> kode_alternatif A5 Level_Flow F Enter_Flow F Net_Flow F id_rangking
Gambar 3.2 Rancangan Conceptual Data Model 3.2.2. Physical Data Model Rancangan PDM merupakan rancangan secara nyata dari tabel yang akan dibuat dalam sebuah database. Rancangan PDM untuk SPK pemilihan dan pengembangan industri potensial di sajikan seperti gambar 3.3. 41
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
jenis_alternatif
User id_user username ttl alamat email password level
FK_%REFERENCE%
kode_jenis_alternatif varchar(5) nama_jenis_alternatif varchar(15)
int varchar(15) varchar(10) varchar(100) varchar(15) varchar(15) int
FK_%REFERENCE%
FK_%REFERENCE%
kriteria yang hasilnya dicocokkan dengan dominasi kriteria dan tipe preferensi yang dipakai. b. Hasil dari perhitungan diletakkan di (A1) dan (A2) dan seterusnya untuk semua alternatif, sebagai contoh : Untuk K1(.) d = 8 -13 = 5 Berdasarkan kaidah Min d -p 0 p diperoleh P1( A1,A2) = 0 p=3 P2( A1,A2) = 1 H(d) Untuk K1(.) d = 24-12 = 12 1 Berdasarkan kaidah Max d diperoleh -p -q 0 q p q P1( A1,A2) = 0 = 12 p = 24 P2( A1,A2) = 0 H(d) Untuk K1(.) 1 d = 5-8 = -3 0.5 d Berdasarkan kaidah Max -p -q 0 q p diperoleh q=2 , p P1( A1,A2) = 0 =4 P2( A1,A2) = 0.5 H(d)
kreteria id_kriteria kode_jenis_alternatif kode_kreteria nama_kreteria kode_dominasi kode_preferensi nilai_q nilai_p nilai_x
int varchar(5) char(5) varchar(25) char(1) char(1) float float float
1
Alternatif id_alternatif FK_%REFERENCE%kode_jenis_alternatif kode_alternatif nama_alternatif Pimpinan FK_%REFERENCE% Alamat_Alternatif kecamatan Bentuk_Badan_Usaha No_telp Tgl_Ijin
int varchar(5) char(5) varchar(20) varchar(15) varchar(30) varchar(25) varchar(5) numeric(12,0) date
nilai_kriteria id_nilai_kriteria id_kriteria id_alternatif bobot
int int int int
TRangking promethee id_promethee1 Kordinat_X Kordinat_Y Kordinat_XY
int float(4) float(4) float(4)
id_rangking kode_jenis_alternatif kode_alternatif Level_Flow Enter_Flow Net_Flow
int varchar(5) char(5) float float float
Gambar 3.3. Physical Data Mode 3.2.3 Menentukan nilai parameter berdasarkan pemilihan tipe preferensi. Penentuan nilai parameter didasarkan pada tipe preferensi yang dipilih, mengenai nilainya sendiri didasarkan pada kebiasaan, sehingga diperlukan orang yang berpengalaman dibidangnya.
c. Menjumlahkan P1 dan P2 untuk setiap kriteria serta membaginya dengan jumlah alternatif. P1(A1,A2) = 1/jml UKM(KP1+ KP2+ KP3+ KP4+....+KP16) P2(A2,A1) = 1/jml UKM(KP1+ KP2+ KP3+ KP4+…+KP16) Untuk (A1,A2) = 1/ jml UKM -15 (0+0+0+0.864+0)= 0 Untuk (A2,A1) =1/5 (0.5+0+0.6+0+0.393) = 0.125 Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada tabel hasil perhitungan dari tiap matriknya sebagaimana sebagai Berikut :
langkah-langkah yang dipakai adalah sebagai berikut : a. Membandingkan nilai kriteria untuk masing-masing alternatif, dan melakukan perhitungan selisih nilai 42
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
c. Form view proses perhitungan. Form ini digunakan untuk melihat data alternatif, untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar 4.3.
Gambar 4.3. Form view proses perhitungan. d. Form view perangkingan complete atau lengkap.
4. Implementasi Program. Dalam penentuan Lokasi pendirian UKM. Dalam methode promethee hal yang harus diperhatikan adalah penentuan dominasi kriteria dan penentuan tipe preferensi serta nilai parameternya yang didasarkan pada tipe preferensi yang dipilih.
Form ini digunakan untuk melihat hasil perangkingan secara parsial yang didasarkan pada nilai net flow terbesar. untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar 4.4.
b. Form pemrosesan data. Form ini digunakan untuk melakukan perhitungan nilai kriteria dengan menggunakan metode promethee sehingga akan didapatkan hasil yang optimal. untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar 4.2. dibawah ini. Kesimpulan Hasil analisa data dan uji coba yang telah di lakukan terhadap perhitungan-perhitungan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Gambar 4.2. Form untuk pemrosesan data 43
Jurnal Teknika
ISSN : 2085 - 0859
Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Volume 2 No.2 Tahun 201
1. Dalam proses pemilihan alternatif industri potensial yang akan dipilih dan dikembangkan, Dinas perindustrian dan perdagangan harus mempertimbangkan kriteria-kriteria yang akan di jadikan sebuah acuan untuk tiap-tiap alternatif, sehingga kriteria yang di jadikan pedoman bisa bersifat proposional. 2.
Penentuan dominasi kritetia akan mempangaruhi hasil perhitungan dalam promethee, maka dalam menentukanya harus sesuai dengan tujuan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA [1] Novayanti, 2006 , Aplikasi metode Promethee untuk Pemilihan suplier terbaik , Teknik Industri, UTM. [2] Suryadi K ,M.A. Ramadhani, 2003, Sistem pendukung keputusan “ suatu wacana Struktural Idealisasi dan implementasi Konsep Pengambilan keputusan” , PT Remaja Rosdakarya, bandung [3] Yuspitarini, Selvia 2005 , Aplikasi metode Promethee untuk penentuan Lokasi tempat Pembuangan Akhir Sampah, Teknik Industri.ITS
44