PEMBELAJARAN PENALARAN FORMAL MELALUI BAHAN AJAR MATEMATIKA SISWA SMA DENGAN MATERI ALJABAR
La Misu dan Kadir Jurusan PMIPA UNHALU Email:
[email protected] ABSTRAK: Sesuai Teori Piagiat, untuk tingkat umur siswa SMA sudah berada pada tingkat kemampuan penalaran Formal. Namun ketetapan umur tersebut masih fleksible tergantung keadaan lingkungan tempat pendidikan anak tersebut, maka kemampuan penalaran siswa tersebut berbeda-beda sesuai dengan tempat dan konsentrasi jurusan yang dipilih. Selanjutnya, Piagiet dan Inhelder menambahkan bahwa operasi formal diklasifikasi menjadi lima jenis dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi, yaitu: (a) Penalaran Proporsional, (b) Pengontrolan Variabel, (c) Penalaran Probabilistik, (d) Penalaran Korelasional, dan (e) Penalaran Kombinatorik. Berdasarkan hasil penelitian awal tentang kemampuan penalaran formal siswa SMA se Kota Kendari menunjukkan bahwa (1) Umumnya kemampuan penalaran formal siswa kelas eksakta sudah berada pada tahap korelasional, sedangkan kelas non-eksakta baru berada pada tahap proporsional, (2) Rata-rata kemampuan penalaran formal siswa di kelas eksakta lebih tinggi dibandingkan kelas non-eksakta, (3) Rata-rata kemampuan penalaran formal siswa kelas eksakta SMA-RSBI lebih tinggi dibandingkan kelas eksakta SMA-Reguler, (4) Rata-rata kemampuan penalaran formal siswa kelas Non-eksakta SMA-RSBI dan kelas Noneksakta SMA-Reguler relatif sama. Rendahnya kemampuan penalaran formal khususnya siswa di kelas III SMA Reguler sangat perlu diberikan pembelajaran keterampilan penalaran formal. Menurut S.G. Numedal (1991) bahwa secara umum ada dua model Pengajaran Keterampilan Penalaran yang diberikan kepada siswa, yaitu pemberian mata pelajaran penalaran secara terpisah/ berdiri sendiri, dan pelatihan keterampilan penalaran melalui topic/ materi pada suatu mata pelajaran tertentu. Di dalam tulisan ini diuraikan tentang pemberian keterampilan penalaran melalui suatu topic mata pelajaran tertentu yaitu mata pelajaran Aljabar pada siswa kelas III SMA. Kata kunci: Keterampilan Penalaran Formal, Topik Aljabar SMA
Menurut teori Piagiet bahwa setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual, yaitu: (a) Tingkat berpikir sensorimotor; usia anak diperkirakan 0-2 tahun, (b) Tingkat berpikir pra-operasional; usia anak diperkirakan 2-7 tahun, (c) Tingkat berpikir operasi konkrit; usia anak diperkirakan 7 12 tahun, dan (d) Tingkat berpikir operasi formal; usia anak diperkirakan 12 tahun ke atas. Sesuai Teori Piagiat ini, untuk tingkat umur siswa SMA sudah berada pada
tingkat kemampuan penalaran Formal. Namun ketetapan umur tersebut masih fleksible tergantung keadaan lingkungan tempat pendidikan anak maka kemampuan penalaran siswa tersebut berbeda-beda sesuai dengan tempat dan konsentrasi jurusan yang dipilih. Selanjutnya, Piagiet dan Inhelder menambahkan bahwa operasi formal diklasifikasi menjadi lima jenis dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi, yaitu: (a) Penalaran Propor-
264
265, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
sional, (b) Pengontrolan Variabel, (c) Penalaran Probabilistik, (d) Penalaran Korelasional, dan (e) Penalaran Kombinatorik. Berdasarkan teori ini Siswa kelas III SMU/SMK sudah berada pada tahap penalaran kombinatorik, namun kenyataannya belum semua siswa kelas III SMU/SMK berada pada tahap kombinatorik tersebut. Hal ini di dukung oleh
hasil penelian La Misu (2012) bahwa umumnya kemampuan penalaran formal siswa kelas III SMA Eksakta se Kota Kendari berada pada tahap Korelasional, sedang kemampuan penalaran formal siswa kelas III SMA Non-Eksakta se Kota Kendari berada pada tahap Proporsional. Lebih jelasnya seperti table berikut.
Tabel 1: Data Kemampuan Penalaran Formal siswa SMAN se Kota Kendari SMAN 1 Kendari SMAN 6 Kendari (RSBI) (Reguler) No. Tingkat Penalaran Kls III IPA Kls III IPS Kls III IPA Kls III IPS Jml % Jml % Jml % Jml % 1. Proporsional 16 53,3 10 41,7 16 48,5 3 10,0 2. Pengontrolan Variabel 7 23,3 4 16,7 7 21,2 5 16,7 3. Probabilistik 6 20,0 1 4,2 1 3,03 4 13,3 4. Korelasional 22 73,3 11 45,8 26 78,8 4 13,3 5. Kombinatorik 15 50,8 3 12,5 7 21,2 3 10,0 Jumlah siswa 30 24 33 30 Rata-Rata 3.52 1.15 2.73 1.24
Berdasarkan hasil rata-rata dari kemampuan penalaran formal tersebut bahwa rata-rata kemampuan penalaran formal kelas Eksakta lebih tinggi dari kelas Non-Eksakta, dan rata-rata kemampuan penalaran formal kelas Eksakta SMA (RSBI) lebih tinggi dari kelas Eksakta SMA (Reguler), serta rata-rata kemampuan penalaran formal siswa kelas Non-eksakta SMA-RSBI dan kelas Non-eksakta SMAReguler relatif sama. Rendahnya kemampuan penalaran formal khususnya siswa di kelas III SMA Reguler sangat perlu diberikan pembelajaran keterampilan penalaran formal. Menurut S.G. Numedal (1991) bahwa secara umum ada dua model Pengajaran Keterampilan Penalaran yang diberikan kepada siswa, yaitu pemberian mata pelajaran penalaran secara terpisah/ berdiri sendiri, dan pelatihan keterampilan penalaran melalui topic/ materi pada suatu mata pelajaran tertentu. Di dalam tulisan ini diteliti tentang pemberian keterampilan penalaran melalui suatu topic mata
pelajaran tertentu yaitu mata pelajaran Aljabar pada siswa kelas III SMA. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan suatu pengajaran keterampilan penalaran formal pada siswa SMA melalui topic/ materi mata pelajaran Aljabar. Proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung selama 1 bulan (5 kali pertemuan), selanjutnya dilakukan evaluasi kembali terhadap siswa SMA. Adapun permasalahan yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran ini adalah: Bagaimana bentuk pengajaran keterampilan penalaran formal siswa SMA melalui topic mata pelajaran Aljabar? KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Penalaran Menurut Encylopaedia Britanica, penalaran adalah suatu proses mental dan suatu konsep pada Cabang Filsafat yang menyandarkan diri pada proses berpikir. Sedangkan Bonheski (dalam Firman, 1996:40) menyatakan bahwa penalaran adalah cara berpikir yang berusaha
Misu dan Kadir, Pembelajaran Penalaran Formal, 266
memahami atau menurunkan objek yang belum diketahui. Objek yang dimaksud adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya telah dapat disepakati. Jika objek yang akan diketahui sudah dijelaskan maka kegiatan yang dilakukan bukan penalaran, tetapi hanya melihatnya dan menggambarkannya. Dan jika objek yang akan diketahui belum dijelaskan maka untuk menemukan sesuatu hal tentang objek tersebut tidak lain dengan cara bernalar. Selanjutnya, Surya Sumantri (1990:21) menyatakan bahwa penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kegiatan berpikir dalam penalaran tidak termasuk perasaan, misalnya: berintuisi. Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu untuk menemukan kebenaran. karakteristik tertentu tersebut adalah pola berpikir logis dan proses berpikirnya bersifat analitis. Pola berpikir logis berarti menggunakan suatu logika tertentu, sedang bersifat analitis adalah merupakan konsekwensi dari pola berpikir tertentu. Berdasarkan kedua pendapat di atas, disimpulkan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dengan logika ilmiah untuk menarik kesimpulan berupa pernyataan baru yang nilai kebenarannya telah disepakati. Sedangkan berpikir adalah suatu kegiatan mental yang menggunakan akal budi untuk menemukan pernayataan baru, tetapi tidak selalu menggunakan logika dan tidak bersifat analitis. 2. Keterampilan Penalaran Formal Kemampuan penalaran setiap individu adalah berjenjang berdasarkan tingkat perkembangan individu tersebut, dan perkembangan intelektual setiap individu disesuaikan dengan usia anak. Hal ini sesuai teori Piagiet (dalam Omrod, Jeanne Ellis,2012) bahwa setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual, yaitu: a. Tingkat berpikir sensorimotor; usia anak diperkirakan 0-2 tahun. Pada tingkatan ini anak bertindak langsung terhadap dunia luar tetapi belum mampu menciptakan gambaran internal perihal lingkungan. Pada akhir tingkatan ini aktivitas anak berkurang dan proses kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya bertambah. b. Tingkat berpikir pra-operasional; usia anak diperkirakan 2 - 7 tahun. Pada tingkatan ini anak mengembangkan konsep-konsep dasar seperti: waktu, ruang, massa, sebab akibat dan dilanjutkan dengan penggunaan lambing. Disamping itu, anak bersifat egoistic, kemampuan mempertimbangkan terbatas, dan urutan pikirannya kurang teratur atau kurang terorganisasi. c. Tingkat berpikir operasi konkrit; usia anak diperkirakan 7 - 12 tahun. Pada tingkatan ini anak mempunyai urutan pikiran yang lebih terorganisasi, sifat egoistisnya berkurang, sedang perkembangan kemampuan mempertimbangkan masih terbatas, dan proses mental maju terus. Namun masih ada keterbatasan dalam pendekatan abstrak atau imajinasi. d. Tingkat berpikir operasi formal; usia anak diperkirakan 12 tahun ke atas. Pada tingkatan ini anak telah menguasai operasi mental yang kompleks dan menyangkut konsep konkrit dan abstrak. Anak yang mencapai tahap ini telah mampu menyusun hipotesis. Dari keempat tahapan di atas, bila dihubungkan dengan usia dan perkembangan anak pada jenjang pendidikan formal, maka mahasiswa semester pertama sudah berada pada tahap operasi formal. Selanjutnya, pada operasi formal juga terdapat tahapan-tahapan dimulai dari
267, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
tingkatan yang rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Menurut Piagiet dan Inhelder (dalam Muh.Nur, 1991:5) bahwa operasi formal diklasifikasi menjadi lima jenis, yaitu: a. Penalaran Proporsional; Piagiet mendefinisikan Penalaran Proporsional sebagai suatu struktur kualitatif yang memungkinkan pemahaman systemsistem fisik kompleks yang mengandung banyak factor. Pemahaman sistem fisik kompleks adalah pemahaman yang berkaitan dengan proposisi atau rasio. Misalnya, diketahui perbandingan antar a dan b adalah 3, a dan c adalah 2. Berapa perbandingan a dan c? Untuk menjawab pertanyaan ini, proses berpikir anak berada pada penalaran proporsional. b. Pengontrolan Variabel; Menurut Piagiet, pemikiran formal dapat menetapkan dan mengontrol variable tertentu dari satu masalah. Contohnya, pada saat anak memahami konservasi gerak misalnya pendulum, yakni pendulum dapat bergerak dengan cepat atau lambat tergantung pada panjang tali. c. Penalaran Probabilistik; Muh.Nur (1991:7) mendefinisikan Penalaran Probabilistik sebagai suatu penalaran yang menggunakan informasi untuk memutuskan kemungkinan benar atau salah dari suatu kesimpulan. d. Penalaran Korelasional; Lawson mendefinisikan Penalaran Korelasional sebagai suatu pola berpikir yang digunakan seseorang untuk memutuskan kuatnya hubungan timbale balik antara dua variable. Penalaran korelasional melibatkan identifikasi dan verifikasi hubungan antara variable. e. Penalaran Kombinatorik; vantina (dalam Muh.Nur, 1991;7) mendefisikan Penalaran Kombinatorik adalah kemampuan untuk mempertimbangkan seluruh alternative yang mungkin pada
situasi tertentu. Individu yang melakukan operasi formal pada saat memecahkan suatu masalah akan menggunakan seluruh kombinasi/ factor yang mungkin ada kaitannya dengan masalah tersebut. METODE 1. Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas III SMAN 6 Kendari (Reguler), terdiri atas 1 kelas Eksakta dan 1 kelas Non-Eksakta. Dari kedua kelas di atas, kelas III Eksakta dijadikan tempat pelaksanaan pembelajaran keterampilan penalaran formal. 2. Instrumen Penelitian Untuk mengukur apakah anak sudah berada pada kelima tahap operasi formal adalah melalui tes yang disebut dengan Tes Kemampuan Penalaran Formal (TKPF). Tes ini adalah hasil adaptasi dari TOLF (Test of Logical Thinking) yang dikembangkan oleh Kenneth Tobin dan Willian Cupic sekitar tahun 1980 dan pertama dikembangkan di Indonesia oleh Muh Nur tahun 1991. Tes ini terdiri dari 10 butir soal dan mengukur lima aspek kemampuan penalaran formal di atas, yaitu butir 1dan 2 mengukur penalaran proporsional, butir 3 dan 4 mengukur pengotrolan variable, butir 5 dan 6 mengukur penalaran probabilistik, butir 7dan 8 mengukur penalaran korelasional, serta butir 9 dan 10 mengukur penalaran kombinatorik 3. Teknik Pengumpulan Data Sebelum dilaksanakan pembelajaran keterampilan penalaran kepada siswa, terlebih dahulu diberikan tes kemampuan penalaran formal (TKPF). Tes ini bertujuan untuk melihat lebih awal kemampuan penalaran formal siswa kelas III SMAN 6 Kendari sebelum mendapat pembelajaran. Selanjutnya, dilaksanakan
Misu dan Kadir, Pembelajaran Penalaran Formal, 268
pembelajaran keterampilan penalaran pada siswa kelas III Eksakta melalui topic Aljabar selama setengah semester. Setelah akhir tengah semester, siswa tersebut diteskan kembali tes kemampuan penalaran formal pada kelas eksperimen (Kelas III Eksakta) yakni untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran formal siswa setelah diberikan pembelajaran keterampilan penalaran formal. Sedangkan kelas lain melihat peningkatan kemampuan penalaran formal mahasiswa setelah diberikan pembelajaran tanpa pembelajaran keterampilan penalaran formal.
penyelesaian yang diberikan oleh guru. Bentuk contoh soal dari guru: - x + 4 ≥ 1 (pertidaksamaan linear) - x2 - x – 12 < 0 (pertidaksamaan kuadrat) -
(pertidaksamaan
bilangan pecah) Bentuk soal yang dilatihkan siswa - 3x – 4< x+6 - 2x2 + x -6> 0 -
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Di dalam penelitian ini baru menyelesaikan tahap penyusunan bentuk pengajaran keterampilan penalaran formal siswa kelas III SMA. Bentuk pengajaran keterampilan penalaran formal dalam tulisan ini adalah melalui topic/materi Aljabar dengan bentuk tes disesuaikan dengan 10 butir tes dalam TKPF di atas. Adapun bentuk-bentuk pengajarannya sebagai berikut. a. Penalaran Proporsional. Materi yang diajarkan: Pertidaksamaan Langkah-Langkah pembelajaran: 1). Guru menjelaskan pengertian tentang pertidaksamaan: linear, kuadrat, dan bilangan pecah, dan memberikan contoh dari masingmasing pertidaksamaan tersebut serta cara menentukan himpunan penyelesaian. 2). Siswa dilatih untuk menyelesaikan soal-soal pertidaksamaan dengan merubah bentukbentuk persamaan dari contoh yang diberikan oleh guru. Dengan dimikian, dalam menyelesaikan pertidaksamaan tersebut siswa membandingkan dengan bentuk
x4 > 0 x 1
x3 < 2x+1 x2
b. Pengontrolan Variabel. Materi yang diajarkan: Nilai Mutlak Langkah-Langkah pembelajaran: 1). Guru menjelaskan pengertian dan sifat-sifat Nilai Mutlak. 2). Siswa dilatih untuk menyelesaikan soal-soal Nilai Mutlak berdasarkan definisi dan sifat-sifat dari Nilai Mutlak Definisi Nilai Mutlak: │x│=
x, x 0 x, x 0 Sifat-sifat nilai mutlak: 1. │x│< a -a < x < a 2.
│x│ b
x b atau x b
Bentuk soal yang dilatihkan: Tentukan himpunan penyelesaian dari: - │x│ + 4 < 3 (menggunakan definisi nilai mutlak) - │x + 2│ ≥ 1 (menggunakan sifat-sifat nilai mutlak) - │x - 3│ > │x + 2│ (menggunakan definisi dan sifat nilai mutlak)
269, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
c. Penalaran Probabilistik. Materi yang diajarkan: Garis Lurus dan Grafik Persamaan Langkah-Langkah pembelajaran: 1). Guru menjelaskan pengertian garis lurus dan langkah-langkah menggambar grafik persamaan. 2). Siswa dilatih untuk menentukan bentuk persamaan garis lurus dan menggambar grafik persamaan dengan cara memilih yang benar diantara bentuk-bentuk persamaan 2).
Y
garis lurus dan grafik persamaan yang telah disiapkan. Bentuk soal yang dilatihkan: 1). Diantara bentuk-bentuk persamaan garis lurus berikut, mana yang benar? (a) y = 4(x-1) (c) y = 5 (e) y = 3 – 4x (b) y = 0x + 1 (d) y = 100x
f
0
Bentuk persamaan yang memenuhi grafik di atas adalah (a) y = ax2 +bx +c; a > 0, D > 0 (d) y = ax2 +bx +c; a > 0 (b) y = ax2 +bx +c; a > 0, D < 0 (e) y = ax2 +bx +c; D > 0 (c) y = ax2 +bx +c; a < 0, D > 0 d. Penalaran Korelasional. Materi yang diajarkan: Fungsi dan Grafiknya Langkah-Langkah pembelajaran: 1). Guru menjelaskan pengertian fungsi, jenis-jenis fungsi, dan cara menggambar grafik fungsi.
X
2). Siswa dilatih untuk mengaitkan hubungan antara pengertian fungsi dengan grafik fungsi atau sebaliknya, berdasarkan domain, kodomain, dan range. Bentuk soal yang dilatihkan: 1).
Diketahui
fungsi
f(x)
=
x 2 , x 2 x 1, x 2 Apakah f(x) suatu fungsi? Gambarkan grafiknya. 2) Suatu grafik berbentuk
Misu dan Kadir, Pembelajaran Penalaran Formal, 270
Y
f 2
º 1
0
4
X
Apakah grafik di atas merupakan fungsi? Tuliskan persamaannya. 3). Tentukan domain dan range dari fungsi f(x) = x 1 4). Tentukan domain dan range dari fungsi yang grafiknya sebagai berikut: Y f
-2
0
e. Penalaran Kombinatorik. Materi: Fungsi Trigonometri 1). Guru menjelaskan pengertian Sinus, Cosinus, dan Tangens beserta sifat-sifatnya. 2). Siswa dilatih untuk menentukan kemungkinan besarnya sudut yang terjadi bila nilai dari Sinus, Cosinus, dan Tangens diketahui, dan sebaliknya. Bentuk soal yang dilatihkan: 1) Tentukan harga x yang memenuhi bila: (a) Sin x = ½ (c) Tg x = 1 (b) Cos x = ½√2
X
2). Tentukan kemungkinan nilai sinus, cosinus, dan tangent yang terjadi dari: (a) Sin k(30)▫, bila k = 1,2,3, … ,n. (b) Cos k(60)▫, bila k = 1,2,3, … ,n. (c) Tg k(135)▫, bila k = 1,2,3, … ,n. 2. Pembahasan Penyusunan bahan ajar melalui penalaran formal pada suatu topic tertentu materinya merujuk pada bahan ajar dari buku pegangan siswa. Namun, contoh soal dan soal latihan disesuaikan dengan kelima
271, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
tahap penalaran formal menurut Piagiat dan Inhelder. Bentuk soal pertama (penalaran proporsional); Bentuk pembelajarannya, guru memberikan contoh dalam topic aljabar lengkap dengan penyelesaiannya. Siswa dilatih untuk menyelesaikan soal dengan merubah bentuk contoh soal yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa dapat membandingkan bentuk penyelesaian contoh soal yang telah diberikan oleh guru dengan penyelesaian soal yang dikerjakannya. Bila siswa terlatih dan mampu menyelesaikan bentuk soal tersebut maka tahap penalaran siswa sudah berada pada tahap proporsiaonal yang menurut Piagiet dan Inhelder. Bentuk soal kedua (penalaran pengontrolan variable); Bentuk pembelajarannya, guru menjelaskan beberapa definisi, teorema, dan sifat-sifat tertentu dalam suatu topic aljabar. Siswa dilatihkan untuk menyelesaikan soal-soal dalam topic aljabar berdasarkan pemahaman siswa terhadap definisi atau sifat-sifat suatu konsep tertentu. Bila siswa terlatih dan mampu menyelesaikan bentuk soal berdasarkan definisi dan sifat-sifat konsep atau variable tertentu maka tahap penalaran siswa sudah berada pada tahap pengontrolan variabel yang menurut Piagiet dan Inhelder. Bentuk soal ketiga (penalaran probabilistic); Bentuk pembelajarannya, guru memberikan pembelajaran kepada siswa tentang pengertian dari beberapa topic aljabar. Siswa dilatihkan untuk menentukan contoh positif dan contoh negative dari unsure-unsur aljabar tersebut berdasarkan hasil pemikirannya sendiri. Bila siswa terlatih dan mampu menentukan contoh positif dan contoh negative dari unsure-unsur aljabar tersebut berdasarkan hasil pemikirannya sendiri maka tahap penalaran siswa sudah berada pada tahap
probabilistik yang menurut Piagiet dan Inhelder. Bentuk soal keempat (penalaran korelasional); Bentuk pembelajarannya, guru memberikan pembelajaran kepada siswa untuk membolak balikan antara soal dan jawaban, Misalnya: (1) menggambar grafik suatu fungsi bila diketahui fungsi tertentu, dan sebaliknya menentukan suatu fungsi tertentu bila grafik fungsinya diketahui, (2) menentukan domain dan range berdasarkan persamaan fungsi dan berdasarkan grafik fungsi tertentu. Bila siswa terlatih dan mampu menghubungkan secara timbal balik antara menggambar grafik fungsi dan persamaan fungsi tertentu maka tahap penalaran siswa sudah berada pada tahap penalaran korelasional yang menurut Piagiet dan Inhelder. Bentuk soal kelima (penalaran kombinatorik); Bentuk pembelajarannya, guru memberikan pembelajaran kepada siswa pada topic tertentu, kemudian siswa dilatih untuk menentukan beberapa kemungkinan jawaban yang benar dari suatu persoalan berdasarkan hasil pemikirannya sendiri. Bila siswa terlatih dan mampu menentukan beberapa kemungkinan jawaban yang benar dari suatu persoalan berdasarkan hasil pemikirannya sendiri maka tahap penalaran siswa sudah berada pada tahap penalaran kombinatorik yang menurut Piagiet dan Inhelder. Akibat dari pelaksanaan pembelajaran penalaran formal ini selain dapat meningkatkan kemampuan penalaran formal siswa juga dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar matematikanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian La Misu (2006) bahwa hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Kalkulus I yang diberi pembelajaran keterampilan penalaran formal lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Namun, penulis belum mendalami kaitan
Misu dan Kadir, Pembelajaran Penalaran Formal, 272
antara tahap-tahap keterampilan penalaran formal menurut Peagiet dan Inhelder dengan tahap-tahap kognitif menurut Taxonomi Bloom. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa 1. Bentuk pengajaran keterampilan penalaran formal melalui topic/materi Aljabar adalah melatih siswa dengan
soal-soal dari materi Aljabar dengan mengikuti tahap-tahap operasi formal yang dikemukakan oleh Piagiet dan Inhelder. 2. Pengajaran keterampilan penalaran formal melalui materi Aljabar dapat mempercepat peningkatan kemampuan penalaran formal dan hasil belajar siswa kelas III SMAN 6 Kendari.
DAFTAR PUSTAKA Firman P., 1996, Hubungan Kemampuan Penalaran Formal dengan Prestasi Belajar Matematika siswa Kelas I SMA Pematang Siantar, Tesis PPS IKIP Malang. Herman Hudoyo, 1985, Strategi Belajar Mengajar Matematika, Depdikbud P2LPTK – Jakarta. La Misu, 2006, Pengembangan Keterampilan Penalaran Formal Mahasiswa Semester I Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unhalu, JURNAL: MIPMIPA, Edisi Februari 2006, Volume 5 nomor 1. La Misu, 2012, Analisis Kemampuan Penalaran Formal Serta Kaitannya dengan Pendidikan Karakter Siswa di dalam Kelas di SMAN se
Kota Kendari, JURNAL: MIPMIPA, Edisi Februari 2012, Volume 11 nomor 1. Mohammad Nur, 1991, Pengadaptasian Test of Logical Thinking (TOLF) dalam Seting Indonesia, Laporan Hasil Penelitian IKIP Surabaya. Numedal, Susan G., 1991, Developing Reasoning Skill in College Students, California State University. Ormrod, Jeanne Ellis. 2012, Human learning. United States of America: Pearson Educatio.