122
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
PENINGKATAN PENALARAN FORMAL MATEMATIS DAN SIKAP SISWA TERHADAP MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Oleh: Rahma Hayati Siregar, M.Pd1 Abstract This study aims to know about (1) The differences increase student’s formal reasoning which follows the problem based learning with regular learning. (2) Knowing the difference of the student’s attitude which follow problem based learning and the students wich follow regular learning (3) Knowing the interaction between learning with early mathematic skill of students to increase student’s formal reasoning. (4) Knowing the thoroughness students' learning with Problem Based Learning.(5) Knowing the answer pattern of the student to solve the problem in each learning.This study is a quasi-experiment research. The population of this study was class VIII student in Junior High School YPI Hikmatul Fadhilah Medan. The instrument used formal mathematic reasoning ability test, questionnaire attitude scales. The instrument has been declared eligible content validity, and reliability coefficients for formal reasoning test about 0.84. Data analysis was performed by descriptive and inferential analysis. Descriptive analysis is intended to describe the completeness of student learning. Inferential analysis of data performed by t test and analysis of variance (ANAVA) two lines. The results of the observation showed that: (1) there was the difference in increasing students formal reasoning which follow the problem based learning with regular learning,in the problem-based learning more increase on students’ formal reasoning than regulary (2) there was difference in the attitude of students in the problem based learning (3) there is interaction between early mathematics learning ability of students to increase students mathematical formal reasoning (4) formal mathematical reasoning abilities of students who earn a better problem-based learning is the percentage of 100% completeness. Based on the results of this study, the researchers suggest that problem-based learning can be an alternative for teachers of mathematics to be developed as an effective learning strategies to increase formal mathematical reasoning students and students' positive
1
Penulis adalah Dosen Jurusan Tadris/Pendidikan Matematika IAIN Padangsidimpuan
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
123
attitudes towards mathematics. (5) The pattern of problem based learning on students answers problem better than direct teaching. Based on the results of this study, the researchers suggest that problem based learning can be an alternative for teachers of mathematics to be develoved as an effective learning strategies to increase formal mathematical reasoning students and students positive attitude towards mathematics. Keywords:
Problem
Based
Learning, Formal
Reasoning,
Student
Attitudes
PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika salah satu mata pelajaran yang menjadi perhatian utama, dan dalam kenyataannya, matematika masih merupakan pelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa bahkan merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebahagian besar siswa. Matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi., kalau bukan sebagai mata pelajaran yang dibenci. 2 Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan, hasil akhir Ujian Nasional (UN) 2010 menyebutkan angka kelulusan mencapai 99,04 persen. Siswa yang lulus pada UN ulangan mencapai 138.596 siswa atau 92,15 persen. Sementara yang tidak lulus mencapai 11.814 siswa atau 7,85 persen. Peserta UN ulangan sendiri mencapai 150.410 anak didik. Nilai standar rata-rata UN utama adalah 7,29, tetapi untuk ujian ulangan turun menjadi 6,71. Mata pelajaran yang paling banyak diulang pada jurusan IPA ialah Matematika (27 persen) dan Fisika (22 persen), pada jurusan IPS adalah Sosiologi (19,72 persen) dan Ekonomi (17.72 persen), serta jurusan Bahasa adalah Matematika (30,99 persen) dan Bahasa Indonesia (19,28 persen). Dari keterangan di atas dapat dilihat mata pelajaran yang paling banyak diulang adalah pelajaran matematika. Matematika dipandang oleh sebagian besar siswa merupakan mata pelajaran yang sulit dipelajari. Hasil belajar matematika siswa sampai saat ini masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang tua siswa maupun oleh pakar pendidikan
Ruseffendi, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya (Semarang: IKIP Semarang Press, 2001), hlm. 15. 2
124
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
matematika sendiri. Hasil belajar matematika siswa YPI SMP Hikmatul Fadhilah Medan kelas VIII masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh oleh siswa pada ujian nasional setiap akhir tahun pelajaran, nilai mata pelajaran matematika masih jauh dari harapan dan di bawah standar internasional. Hal ini sesuai dengan laporan penelitian TIMSS mengemukakan bahwa rata-rata skor matematika siswa kelas II SLTP berada jauh di bawah rata-rata skor internasional.3 Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab fobia matematika diantaranya sistem pengajaran penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Proses pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal antara lain : bagaimana tingkat penalaran formal siswa, bakat, minat, motivasi, kemauan, kesiapan dan intelegensi siswa. 4 Dalam pembelajaran aspek pemahaman suatu konsep dan aplikasinya merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa. Jika konsep dasar diterima siswa secara salah, maka sukar untuk memperbaiki kembali, terutama jika sudah diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana siswa menggunakan penalaran formal matematika secara bulat dan utuh, sehingga jika diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika siswa tidak mengalami kesulitan. Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran matematika merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dipahami dan dilakukan melalui belajar matematika.5 Penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kegiatan berpikir dalam penalaran tidak termasuk perasaan. Tidak semua kegiatan berpikir menyadarkan pada penalaran, misalnya berintuisi.6 Di saat belajar
Jalal, Peranan PLS dan Pemuda dalam Mempersiapkan SDM yang Cerdas, Terampil, dan Mandiri, (Yogyakarta: Depdiknas, 2003). hlm.8. 4 Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, (Surabaya: Usaha Nasional, 1979). hlm. 89. 5 Depdiknas-Pusat Kurikulum-Balitbang, Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, (Jakarta: Depdiknas, 2002). hlm. 6. 6 Suriasumantri, J.S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1990). hlm. 46. 3
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
125
matematika, para siswa akan selalu dihadapkan dengan proses penalaran. Siswa akan merasa kesulitan menyelesaikan soal jika siswa hanya terbiasa menyelesaikan masalah dengan satu cara atau dengan rumus yang tersedia saja. Pembelajaran matematika hanya menekankan mengajarkan rumus dan langkah cara mengerjakan soal seharusnya diubah ke pembelajaran yang menekankan pada aspek penalaran siswa. Dengan pembelajaran yang menghubungkan matematika dengan masalah-masalah kehidupan sehari-hari dan membebaskan siswa mengajukan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri. Diharapkan dengan pembelajaran seperti ini maka siswa mampu menerapkan penalaran matematika dalam kehidupannya dan jika mengalami kelupaan pada saat mengerjakan soal maka nalarnya tetap jalan. Kemampuan penalaran formal mengidentifikasi linear operasi logis yaitu :penalaran proporsional, pengontrolan variabel, penalaran probalistik, penalaran korelasional dan penalaran kombinatorial.7 Kelima kemampuan penalaran formal tersebut mempunyai cara kerja yang tidak berbeda dengan penalaran matematika sekolah yang sering disebut dengan persamaan bersamar atau soal cerita. Penalaran sering ditemukan, misalnya: Dua minggu lalu, dua bunga yaitu mawar merah dan mawar putih, masing – masing diukur sebesar 8 inci dan 12 inci. Hari ini mereka berukuran 11 inci dan 15 inci. Bunga manakah yang pertumbuhanya lebih panjang? Salah satu jawabannya adalah keduanya tumbuh dengan kuantitas yang sama, yaitu 3 inci. Respon ini benar didasarkan pada logika penjumlahan. Cara kedua adalah membandingkan jumlah pertumbuhan dengan tinggi asal bunga. Berdasarkan pandangan perkalian ini ( kali lebih banyak), bunga mawar merah tumbuh lebih banyak. Kemampuan memahami perbedaan antara situasi-situasi ini merupakan indikasi dari penalaran proporsional. Karena itu untuk menumbuhkan penalaran formal pada siswa yaitu dengan menawarkan suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan penalaran siswa. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah karena dengan menggunakan pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluasluasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
Piaget, Inhelder, 1968. Psychology and Epistemology, (New York: The Viking Press, 1968). hlm. 8. 7
126
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan kreatif, keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesa, dan mempresentasikan penemuannya terhadap suatu situasi atau masalah yang dikumpainya kepada orang lain.8 Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan baik secara individu maupun secara kelompok. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ini dalam pembelajaran matematika melibatkan siswa untuk dapat berperan aktif dan kreatif dengan bimbingan guru, agar peningkatan kemampuan penalaran formal siswa dalam memahami matematika dapat terarah lebih baik. Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu upaya meningkatkan kemampuan penalaran formal siswa dalam pembelajaran matematika. Dan sikap siswa yang baik terhadap matematika dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa YPI SMP Hikmatul Fadhilah Medan kelas VIII yang terdiri dari 2 kelas dengan jumlah siswa keseluruhan 38 orang. Sampel yang ada diambil 2 kelompok terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan jumlah 38 orang siswa untuk menentukan perlakuan pada setiap kelompok secara undian dan diperoleh 19 orang siswa sebagai kelompok perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan 19 orang siswa pada kelompok perlakuan pembelajaran biasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen dalam bentuk eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan rancangan kelompok pretest-postest kontrol (Pretes Posttest Control Group design). Variabel penelitian ini terdiri atas dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran formal matematis siswa.
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002a), hlm. 17. 8
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
127
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis instrumen, yaitu tes dan non tes. Instrumen jenis tes melibatkan seperangkat tes penalaran formal matematis (soal berbentuk tes uraian). Sedangkan instrumen dalam bentuk non tes melibatkan skala sikap siswa. HASIL PENELITIAN 1.
Peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.
Untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa adalah dengan menghitung gain kedua kelas. Data hasil pengujian gain ternormalisasi terlihat bahwa rata-rata peningkatan kemampuan penalaran formal matematis di kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol yaitu 0,89 untuk kelas eksperimen dan 0,36 untuk kelas kontrol. Akan tetapi untuk mengetahui dengan pasti perbedaan peningkatan tersebut perlu diuji dengan uji statistik yaitu uji Mann-Whitney. Nilai signifikansi peningkatan adalah 0,00. Nilai signifikan tersebut lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak. Dengan kata lain peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran formal matematis yang mendapat pembelajaran biasa. 2.
Perbedaan sikap siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti dengan pembelajaran biasa.
Untuk melihat perbedaan sikap siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti dengan pembelajaran biasa dilakun dengan uji statistik yaitu uji Mann-Whitney. Asymtop signifikan sikap siswa lebih kecil dari signifikan 0,05, dengan demikian H0 ditolak atau HA diterima, disimpulkan bahwa sikap siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik (positif) dari siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
128
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
Interaksi antara faktor pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap peningkatan penalaran formal. Untuk mengetahui interaksi antara faktor pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap peningkatan penalaran formal digunakan uji anova dua jalur. Tetapi karena data kemampuan awal dan gainnya pada kelas eksperimen dan kontrol tidak normal tetapi homogen, maka digunakan uji Friedman Test. Bahwa untuk kemampuan awal dengan metode pembelajaran nilai F hitung sebesar 9,440 dan nilai signifikansi sebesar 0,01, maka tolak Ho dan terima Ha, yang berarti ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap peningkatan kemampuan penalaran formal matematis dapat diterima. Ini dapat dikatakan bahwa selisih antara peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang berkemampuan tinggi pada pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa berbeda secara signifikan daripada selisih antara peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang berkemampuan sedang dan rendah pada pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa. 3.
Ketuntasan Belajar Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar terhadap tes pengetahuan prosedural bahwa banyaknya siswa kelas kontrol yang tuntas belajar hanya 21,05% dari jumlah siswa. Banyaknya siswa yang tuntas untuk kelas eksperimen adalah 100% dari jumlah siswa. Persentase ketuntasan siswa kelas eksperimen jauh lebih besar daripada persentase ketuntasan siswa kelas kontrol dengan selisih sebesar 78,95%. Hal ini berarti kemampuan penalaran formal matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah yang didukung perangkat pembelajaran yang dikembangkan peneliti dapat meningkatkan kemampuan penalaran formal matematis siswa sehingga dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas belajar.
4.
Keragaman Pola Jawaban Terkait Tes Penalaran Formal Berdasarkan lembar jawaban postes siswa yang berhubungan dengan penalaran formal matematis, diperoleh gambaran secara umum bahwa hasil lembar jawaban siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Berikut akan disajikan keragaman pola jawaban siswa hasil tes penalaran formal yang 5.
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
129
dikategorikan kedalam sub indikator dari tes penalaran formal yaitu : proporsional, kombinatorik, probabilistik, korelasional dan pengontrolan variabel. Proporsional Sesuai dengan kisi – kisi dari tes penalaran formal yang terkait dengan proporsional, pola jawaban terlihat bahwa jawaban dari kelompok pembelajaran berbasis masalah lebih bervariasi dibandingkan dengan kelompok pembelajaran biasa. Soal nomor 3 yang menyangkut proporsional adalah hal membandingkan persoalan yang satu dengan yang lain, menentukan panjang sisi serta membandingkan panjang sisi – sisinya. Pola jawaban soal nomor 3 dari kelompok pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa sebagai berikut:
Gambar 1 Pola Jawaban siswa kelas eksperimen
Gambar 2 Pola Jawaban siswa kelas control Kombinatorik Tes penalaran formal yang menyangkut kombinatorik dengan pola jawaban sebagai berikut:
Gambar 3 Pola Jawaban siswa kelas eksperimen
130
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
Gambar 4 Pola Jawaban siswa kelas kontrol Probabilistik Probabilistik dalam tes penalaran formal dengan pola jawaban sebagai berikut::
Gambar 5 Pola Jawaban siswa kelas eksperime
Gambar 6 Pola Jawaban siswa kelas kontrol Korelasional Tes penalaran formal yang menyangkut ke dalam korelasional dengan pola jawaban butir sebagai berikut:
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
131
Gambar 7 Pola Jawaban siswa kelas eksperimen
Gambar 8 Pola Jawaban siswa kelas kontrol Pengontrolan Variabel Pengontrolan variabel dalam tes penalaran formal dengan pola jawaban sebagai berikut:
Gambar 9 Pola Jawaban siswa kelas eksperimen
132
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
Gambar 10 Pola Jawaban siswa kelas kontrol Dari keseluruhan pola jawaban siswa, diperoleh bahwa jawaban siswa pada kelompok dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada kelompok dengan pembelajaran biasa.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi dilakukan terhadap kemampuan penalaran formal dan interaksi dalam proses pembelajaran berdasarkan faktor pembelajaran. Selain itu, melihat sikap siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dan juga melihat ketuntasan hasil belajar siswa dengan pembelajaran berbasis masalah. 1. Faktor Pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan sebelumnya, terlihat bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa lebih tinggi dibanding dengan peembelajaran biasa. Hal ini sangat wajar jika memperhatikan perbedaan karakteristik kedua pembelajaran tersebut. Sebagaimana menurut Arends (2008) menyatakan pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya dan menjadi pelajar mandiri dan otonom. Seperti, dalam menentukan waktu dan jarak yang dibutuhkan untuk menempuh dari suatu tempat ke tempat lain, untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa dapat menghubungkan dengan ilmu fisika. Dalam menyelesaikan masalah siswa didorong bertindak aktif mencari jawaban atas masalah dengan keadaan dan situasi yang dihadapi melalui proses berpikir yang logis, kreatif dan sistematis. Dengan demikian siswa dapat menyadari bahwa
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
133
matematika dapat dihubungkan dengan berbagai ilmu dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2. Hasil Penelitian Tentang Peningkatan Kemampuan Penalaran Formal Matematis Siswa Pembelajaran berbasis masalah lebih berhasil meningkatkan kemampuan penalaran formal matematis siswa jika dibanding dengan pembelajaran biasa. Pada pembelajaran biasa rata – rata peningkatannya 28, 92% sedangkan pada pembelajaran berbasis masalah rata – rata peningkatannya 72,37% dari skor maximal. Pada pengujian yang dilakukan terhadap kemampuan penalaran formal matematis dengan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan pembelajaran biasa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata gain ternormalisasi pada pembelajaran berbasis masalah (0,889) lebih besar dibanding rata-rata gain ternormalisasi pada pembelajaran biasa (0,361), dimana mempunyai selisih sebesar 0,528. Demikian pula halnya pada pengujian yang dilakukan pada hipotesis menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada yang mengikui pembelajaran dengan pembelajaran biasa. Hal ini sangat memungkinkan akibat dari perbedaan proses pembelajaran yang dilakukan. Karakteristik pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada proses pembelajaran berpeluang menghasilkan peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa yang lebih tinggi daripada pembelajaran biasa. Jika kita perhatikan karakteristik pembelajaran dari kedua model tersebut adalah suatu hal yang wajar terjadinya perbedaan tersebut. Secara teoritis pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan pengajaran langsung yang apabila keunggulan-keunggulan ini dimaksimalkan dalam pelaksanaan dikelas sangat memungkinkan proses pembelajaran menjadi lebih baik. Tujuan pembelajaran berbasis masalah yaitu : membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir dan pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata, menjadi pelajar yang otonom dan mandiri. Pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep-konsep sesuai dengan kemampuan siswa dengan menganalisis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), dan merumuskan
134
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
kesimpulan serta menemukan solusi nyata dari suatu masalah. Siswa diberi kesempatan memahami dan meyelesaikan masalah dalam kelompok yang masingmasing beranggotakan empat sampai enam orang siswa, dimana kemampuan siswa dalam satu kelompok heterogen. Kelompok diskusi menjadikan siswa saling bekerjasama dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah.9 3. Interaksi Faktor Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Terhadap Peningkatan Kemampuan yang Ingin Dicapai Seperti dikemukakan sebelumnya gain ternormalisasi dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. Keseluruhan siswa kelas eksperimen memiliki gain 1,00 termasuk kedalam kriteria gain yang tinggi. Jika dibanding dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa yaitu: kelompok gain tinggi hanya 10, 52% dari jumlah siswa, kelompok gain sedang 31,57 % dan kelompok gain rendah 57, 89%. Berdasarkan hal tersebut dapat diidentifikasi bahwa siswa yang berkemampuan rendah memperoleh manfaat yang paling besar dalam pembelajaran berbasis masalah. Pengujian yang dilakukan terhadap interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal terhadap peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal terhadap peningkatan kemampuan penalaran formal matematis siswa. 4. Pencapaian Ketuntasan Tes Kemampuan Penalaran Formal Matematis Siswa
Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No.1321/c4/MN/2004 ketuntasan belajar merupakan pencapaian hasil belajar yang ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut. Seorang siswa (individual) disebut telah tuntas dalam belajar, bila siswa telah mencapai skor 65. Sedangkan suatu kelas dikatakan telah tuntas jika 80% siswa telah mencapai skor 65. Artinya jika belum tercapai ketuntasan maka perlu diadakan diagnostik dan remedial sebelum materi dilanjutkan.
Ibrahim, M. dan Nur, M.. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Surabaya: UNESA University Press, 2000), hlm.7. 9
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
135
Menurut Mulyasa (Sofyan, 2007) menyatakan belajar tuntas berasumsi bahwa didalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Kriteria ketuntasan belajar jika proporsi jawaban benar 65% dari skor maksimum. Hasil penelitian menunjukkan, pencapaian ketuntasan hasil pemahaman konsep terhadap ketuntasan belajar tercapai pada kelas eksperimen, yaitu terdapat 19 orang atau 100% dari jumlah siswa di kelas eksperimen yang tuntas belajar berdasarkan kriteria ketuntasan belajar kurikulum. Sedangkan pada kelas kontrol pencapaian ketuntasan hasil penalaran formal terhadap ketuntasan belajar terdapat 4 orang atau 21,022% dari jumlah siswa kelas kontrol yang tuntas berdasrkan kriteria ketuntasan belajar kurikulum. Dengan demikian ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Dengan demikian ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada ketuntasan hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 5. Pola dan Ragam Jawaban Siswa Tes penalarn formal matematis terdiri dari 6 butir tes, terdapat variasi dan keragaman sesuai dengan daya nalar masing-masing siswa. Pola jawaban siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah lebih sistematis dan mudah dipahami dibandingkan dengan hasil pola jawaban siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Penalaran formal siswa dalam aspek penalaran proporsional terdapat perbedaan yang lebih baik pada kelompok yang mengalami pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Soal yang berkaitan dengan penalaran proporsional yakni butir soal no 3 dan 4 keseluruhan menunjukkan bahwa penalaran formal siswa lebih baik dengan pembelajaran berbasis masalah dibanding dengan pembelajaran biasa. Penalaran proporsional dalam soal nomor 3 yaitu menentukan panjang sisi dan membandingkan panjang sisinya. Siswa dengan pembelajaran berbasis masalah mampu membuat proporsi dengan benar sesuai dengan pola jawaban yang tertera. Siswa dengan pembelajaran biasa juga mampu membuat proporsi tetapi tidak dengan sistematis.
136
Peningkatan Penalaran............Rahma Hayati Siregar
Penalaran formal siswa yang terkait dengan penalaran kombinatorik butir soal nomor 5, dimana pola jawaban siswa pada kelompok pembelajaran berbasis masalah dapat mengkombinasikan luas bangun dengan biaya yang dibutuhkan. Tetapi kelompok siswa pembelajaran biasa tidak sampai kepada penyelesaian akhir, yaitu mengetahui biaya yang dibutuhkan. Penalaran formal yang terkecil dengan penalaran probabilistik, kelompok pembelajaran berbasis masalah lebih dapat membandingkan peluang jarak yang terdekat yang akan ditempuh, kelompok pembelajaran biasa kurang bernalar, sehingga dari awal hingga akhir penyelesaian tidak benar. Penalaran korelasional yang merupakan bagian dari pada penalaran formal, yaitu terdapat pada soal nomor 6, yaitu menghubungkan luas trapesium dengan luas segitiga dengan menggunakan teorema pytagoras, pola jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih sistematis dan lebih memahami soal dilihat dari pola penyelesaiannya dibandingkan dengan kelompok siswa dengan pembelajaran biasa.. Pada pengontrolan variabel terdapat pada soal nomor 1, yaitu mencari nilai x untuk mengetahui panjang sisi segitiga. Siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah tuntas menyelesaikan soal tersebut, dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pembelajaran biasa, mendapatkan hasil yang sama tetapi langkah – langkah penyelesaiannya salah. Sehingga dapat disimpulkan pola jawaban dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. PENUTUP
1.
2.
3. 4.
Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti menyimpulkan : Terdapat perbedaan peningkatan penalaran formal antara siswa yang proses pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah, dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya mengikuti pembelajaran biasa. Terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika antara siswa yang proses pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah, dengan siswa yang pembelajarannya mengikuti pembelajaran biasa. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan penalaran formal matematika siswa. Ketuntasan belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah terhadap tes kemampuan penalaran formal 100%.
Logaritma Vol. III, No.01 Januari 2015
137
5. Pola jawaban siswa pada pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002. Depdiknas - Pusat Kurikulum - Balitbang, Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Jakarta: Depdiknas, 2002. Hennasari, L., Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Sikap Terhadap Matematika Melalui PBM Di SD Budisatrya Medan. 2010. Tidak diterbitkan
Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas, Surabaya : Usaha Nasional, 1979.
Hudojo,
Herman,
Ibrahim, M. dan Nur, M.. Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: UNESA University Press, 2000. Jalal, Peranan PLS dan Pemuda dalam Mempersiapkan SDM yang Cerdas, Terampil, dan Mandiri, Yogyakarta : Depdiknas, 2003. Novitasari, W. Penerapan Pemecahan Masalah dengan Pendekatan “What’s Another Way” Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Piaget, Inhelder, Psychology and Epistemology. New York: The Viking Press, 1968. Ruseffendi, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya, Semarang: IKIP Semarang Press, 2001. Surisumantri, J.S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan, 1990.