e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016
PEMBELAJARAN MENGONVERSI TEKS EKSPOSISI KE DALAM BENTUK PUISI BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI KELAS X MIPA 1 SMA NEGERI 1 SINGARAJA A.A.Ayu Rahatri Ningrat, Gede Artawan, Made Sri Indriani Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mengetahui (1) perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter, (2) pelaksanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter, dan (3) evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. Subjek penelitian adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajar kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Objek penelitian ini adalah pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi berbasis pendidikan karakter. Metode pengumpulan data yang digunakan: observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data dianalisis melalui tiga tahapan: reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter terlihat dari beberapa komponen dalam RPP yang telah mengandung nilai karakter, (2) pelaksanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter telah dilaksanakan oleh guru dan sesuai dengan RPP. Nilai karakter muncul dalam kegiatan awal, inti dan penutup dengan porsi berbeda, dan (3) evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke bentuk puisi berbasis pendidikan karakter terlihat dari adanya penilaian sikap yang menilai sikap jujur, disiplin, tanggung jawab dan santun siswa, namun dalam pelaksanaannya di kelas, evaluasi sikap tidak dilaksanakan guru secara maksimal. Kata kunci: teks eksposisi, puisi, pendidikan karakter
Abstract This study used descriptive qualitative method which aimed at finding out (1) the learning arrangement of converting exposition text into form of poetry in character-based, (2) the learning execution of converting exposition text into form of poetry in character-based, and (3) the learning evaluation of converting exposition text into form of poetry in character-based. Subject of this study was the teacher of Bahasa Indonesia who taught the tenth grade students of MIPA program of SMA Negeri 1 Singaraja. The research object was the learning of converting exposition text into form of poetry in character-based. Data collection methods used were method of observation, documentation, and interview. Three steps were done in analyzing the data: data reduction, data display, and conclusion. The results of this study were (1) the learning arrangement of converting exposition text into form of poetry in character-based could be seen from the components of RPP that had contained character values. (2) The learning executions of converting exposition text into form of poetry in character-based had been done by the teacher and were appropriate to RPP. The character values appeared at the initial, core, and closing of activity in different portions. (3) The learning evaluation of converting exposition text into form of poetry in character-based could be seen from the assessment of attitude which assessed honesty, discipline, responsibility and politeness of students. In its implementation, the evaluation of the students’ attitude was not carried out intensely. Key Words: exposition text, poetry, character education
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan dan kemakmuran sebuah negara. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa negara-negara yang maju dan tingkat kesejahteraan rakyatnya tinggi adalah negara-negara yang masyarakatnya secara umum berada di garis terdepan dalam pengetahuan dan teknologi. Tanpa pendidikan yang baik, tanpa melakukan investasi besar-besaran dalam pendidikan, suatu negara tidak akan mencapai kemajuan yang berarti. Hal itu dikarenakan pendidikan akan terus berkembang dan semakin banyaknya orang berpendidikan, perbaikanperbaikan akan terus terjadi, berbeda dengan uang yang terus digunakan akan habis, semakin banyak yang berpendidikan semakin besar peluang peningkatan sebuah negara. Pendidikan (KBBI, 2011: 326) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. John Dewey (dalam Risal, Pengertian Pendidikan) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Pendidikan secara umum dipandang tentang pandai dan bodoh. Ukuran orang-orang disebut berpendidikan adalah meraih nilai yang tinggi selama bersekolah. Paradigma ini menyebabkan adanya upaya-upaya untuk mencapai nilai yang tinggi, menjawab ulangan dengan tepat, lulus dari sebuah tes, dan sejenisnya. Hal itu mendorong peraihan nilai tinggi itu dengan cara yang tidak baik, misalnya menyontek, menyuap, dan lain sebagainya. Seperti yang sekarang marak pada Ujian Nasional (UN) belakangan ini, adanya jual beli kunci jawaban soal UN. Apa jadinya bila seseorang itu cerdas namun mental dan perilakunya tidak cerdas? Pada hakikatnya, pendidikan, menurut al-Mandari (dalam Aunillah, 2011: 10) dilaksanakan bukan sekadar untuk mengejar nilai-nilai, melainkan memberikan pengarahan kepada setiap orang agar dapat bertindak dan bersikap benar sesuai dengan kaidah-kaidah dan spirit keilmuan yang dipelajari.
Kecerdasan seseorang harus didukung pula dengan karakter yang baik karena karakter inilah yang nantinya membantu seseorang untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Karakter (KBBI, 2011: 623) adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Diibaratkan kompetensi yang dimiliki seseorang adalah kereta api dan karakter adalah rel yang menjadi jalan agar kereta api tidak keluar jalur dan menimbulkan bencana dan kerugian. Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa (2011: 16) menyatakan bahwa kompetensi membuat seseorang bisa melakukan tugasnya dengan baik, namun karakterlah yang membuatnya bertekad mencapai yang terbaik dan selalu ingin lebih baik. Orang-orang dengan kompetensi tinggi tanpa disertai karakter yang baik dapat menjadi sumber masalah bagi lingkungannya karena dengan kompetensinya yang tinggi orang yang bersangkutan bisa dengan “cerdas” memanfaatkan kompetensinya untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan masyarakat luas. Perihal di atas menunjukkan dibutuhkannya pendidikan yang tidak hanya mengembangkan kompetensi tetapi juga membentuk karakter siswa. Watak (karakter) seseorang dapat dibentuk, artinya watak seseorang dapat berubah, kendati watak mengandung unsur bawaan (potensi internal), yang setiap orang dapat berbeda. Namun, watak amat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan, dan lainlain (Adisusilo, 2012:77). Zubaedi (2011: 1) menyatakan pentingnya manusia yang berkarakter, yaitu “Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah “membinatang”. Orangorang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Mengingat begitu urgennya karakter, maka institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menanamkannya melalui proses pembelajaran.” Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 karakter bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar maupun hingga perguruan tinggi. Pendidikan karakter sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Sejak zaman Bung Karno telah digempitakan pembangunan watak (karakter) bangsa. Pancasila sebagai falsafah bangsa dan dasar negara menjadi acuan dasar pembangunan bangsa dan pembangunan karakter bangsa (Prayitno dan Manullang, 2011: 16). Pendidikan karakter begitu mendesak diterapkan pada dunia yang terus mengalami degradasi moral seiring dengan canggihnya teknologi yang seakan-akan membuat dunia tanpa batas. Banyak orang yang tahu apa yang baik, mana yang patut dilakukan, akan tetapi yang dilakukan berbanding terbalik dengan apa yang diketahui. Ada kesenjangan antara yang diketahui dan yang dilakukan. Hal itu tentu sangat berbahaya karena tidak ada yang mengontrol dan dapat menimbulkan bencana. Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. (dalam Dokumen Kurikulum 2013, 2012:8). Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini. Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujudlah insan kamil (Aunillah, 2011: 19). Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan bisa menjadi salah satu sarana
pembudayaan dan pemanusiaan dalam arti membentuk karakter manusia yang saling menghargai, memiliki kemampuan intelektual dan moral yang seimbang. Brooks dan Goble (dalam Koesoema, 2011: 116) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalam pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar berharga bagi seluruh komunitas. Para siswa mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang mampu meningkatkan rasa percaya diri mereka. Pendidikan karakter bukanlah satu mata pelajaran yang berdiri sendiri, akan tetapi tergabung, melekat dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang akan dipilih kemudian diintegrasikan melalui proses pembelajaran di kelas. Selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum (Kemdiknas, 2011: 13). Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mulai diterapkan pemerintah pada tahun 2013 pada beberapa sekolah. Bila dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih mengedepankan pada keterampilan berbahasa (dan bersastra), maka dalam Kurikulum 2013 ini Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar (Patria. 2013). Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Bernalar adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan (dalam Akhadiah, 1988: 41). Dari studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan sisanya 95 persen hanya sampai
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 pada level menengah, yaitu memecahkan persoalan yang bersifat hapalan. Salah satu sekolah yang menerapkan pendidikan kurikulum 2013 adalah SMA Negeri 1 Singaraja. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA Negeri 1 Singaraja, peneliti menemukan bahwa SMA ini tergolong SMA yang menerapkan pendidikan karakter secara menyeluruh. Pendidikan karakter sudah menjadi bagian dari peningkatan kualitas sekolah. Terlihat dari visi SMA Negeri 1 Singaraja, yaitu "Unggul dalam Mutu, Berkarakter, Berwawasan Global" (Leading in quality, having character, having global insigths). Terdapat kata “berkarakter” yang menunjukkan bahwa karakter memang masalah yang penting bila ingin membentuk peserta didik yang cerdas, sehingga menjadi misi yang harus diwujudkan dalam pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan sekolah berkaitan dengan hal tersebut adalah workshop yang baru saja diadakan beberapa waktu lalu (22 Maret 2013), bertemakan “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi”. Workshop mengenai pendidikan karakter sudah dua kali dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singaraja. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah memang benar-benar ingin membentuk peserta didik yang intelektual serta berkarakter positif sehingga berguna bagi bangsa. Upaya sekolah dalam mengadakan workshop dan juga mengedepankan karakter dalam visi sekolah menunjukkan bahwa SMA Negeri 1 Singaraja memandang pentingnya pendidikan karakter dalam sekolah untuk membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas intelektual tetapi juga mengembangkan karakter positif peserta didik. Berdasarkan hal itu, penerapannya dalam kelas pun dituntut maksimal, sesuai dengan tujuan sekolah. Penerapan ini dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Salah satu contohnya, seperti yang dilakukan salah satu guru Bahasa Indonesia di kelas X, ketika di kelas, saat mulai jam pelajaran siswa menyampaikan salam pada guru, guru menemukan kelas masih kotor, guru mengintruksikan siswa agar memungut sampah dan membuang di tempatnya. Saat materi pembelajaran membahas tentang wacana yang berkaitan dengan korupsi, guru
langsung membahas keburukan dari korupsi, dan meminta pendapat siswa tentang korupsi yang terjadi di Indonesia. Nilai-nilai karakter ini diterapkan secara implisit, bukan dipaparkan secara eksplisit, hal itu dilakukan agar peserta didik menjadi terbiasa, kemudian setelah paham, terbiasa, akan menjadi kebiasaan. Hal-hal tersebut menjadi alasan mengapa peneliti memilih SMA Negeri 1 Singaraja sebagai sekolah yang diteliti. Penelitian ini semakin menarik jika dikaitkan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013. Dalam implementasinya, pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Pembelajaran Bahasa Indonesia disuguhkan pada peserta didik bertujuan untuk melatih peserta didik terampil berbahasa dengan menuangkan ide dan gagasanya secara kreatif dan kritis. Namun kenyataannya banyak guru terjebak dalam tatanan konsep sehingga pembelajaran cenderung membahas teori-teori bahasa. Sebagaimana yang dikemukakan Slamet (dalam Agusrida, 2015), bahwa pengajaran Bahasa Indonesia adalah pengajaran keterampilan berbahasa bukan pengajaran tentang kebahasaan. Teori-teori bahasa hanya sebagai pendukung atau penjelas dalam konteks, yaitu yang berkaitan dengan keterampilan tertentu yang tengah diajarkan. Teks yang diajarkan di kelas X, yaitu: (1) teks anekdot, (2) teks eksposisi, (3) teks laporan hasil observasi, (4) teks prosedur kompleks, dan (5) teks negosiasi. Peneliti memfokuskan pada teks eksposisi karena teks eksposisi adalah teks yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Teks eksposisi adalah teks yang memaparkan suatu fakta atau kejadian tertentu yang berisi paparan pikiran atau pendapat dengan harapan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan dan pandangan orang lain. Eksposisi (dalam Marahamin, 2001: 193) adalah menyingkapkan. Dalam hal wacana eksposisi yang disingkapkan adalah buah pikiran atau ide, perasaan atau pendapat penulisnya, untuk diketahui orang lain. Oleh karena itu terlebih dahulu haruslah ada suatu hal, suatu
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 buah pikiran, atau suatu isi hati, atau suatu pendapat yang akan diungkapkan. Manusia tidak akan pernah berhenti berpendapat, dia akan sering dihadapkan pada situasi berbicara maupun berpendapat di depan umum. Akan ada ide-ide yang harus diungkapkan. Ide-ide atau pandangan tersebut dapat diungkapkan dalam teks eksposisi. Dengan memahami teks eksposisi, peserta didik meningkatkan nalarnya untuk menyampaikan pandangan-pandangan atau ide-ide yang ia miliki. Namun apa mau dikata jika dalam penyampaian ide-ide tersebut bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak sopan, yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Karena itu melalui pembelajaran dengan penekanan bermuatan pendidikan karakter, peserta didik mampu menyampaikan teks eksposisi secara lisan maupun tertulis dengan santun, jujur, dan bertanggung jawab. Jadi teks eksposisi merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran untuk meningkatkan daya nalar (pengetahuan), keterampilan, dan sikap sesuai di kehidupan senyatanya. Dalam pembelajaran mengonversi teks eksposisi, sesuai dengan silabus Kurikulum 2013, dipaparkan bahwa teks eksposisi tersebut dapat dikonversi ke bentuk teks lain, seperti misalnya monolog, atau drama pendek, dan lain-lain. Namun teks eksposisi tersebut dapat pula dikonversikan ke dalam bentuk puisi terlebih dahulu sebelum diubah menjadi teks drama karena puisi dan drama memiliki kedekatan dan saling berkaitan. Seperti yang dikatakan Cok Sawitri (2011) bahwa, “Puisi dijadikan teks pertunjukan adalah tradisi yang cukup lama dikenal, merupakan pengembangan kreatif dari tradisi membaca puisi, kemudian dikenal pula tradisi deklamasi dan akhirnya munculah dramatisasi puisi; yang ditahun 70-an masih dilakukan dengan pola satu orang membaca utuh puisi itu lalu beberapa kata yang dianggap menyangatkan dalam puisi itu, yang dianggap memberi aksen dramatic dibacakan oleh beberapa orang lain secara serempak bahkan berulang-ulang.” Penulis memilih meneliti konversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi karena puisi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Puisi tidak lagi asing bagi peserta didik. Puisi sering digunakan sebagai sarana
mengungkapkan pikiran dan perasaan, entah sedih atau senang. Kutipan-kutipan puisi sering pula digunakan dan dibagikan (dalam media sosial misalnya) karena dianggap mampu mewakili perasaan atau pandangan orang-orang tentang suatu hal. Ketidakasingan puisi dengan peserta didik terlihat pula dari adanya lomba-lomba menulis puisi maupun membaca puisi yang diselenggarakan berbagai pihak untuk kategori pelajar yang tidak lagi sepi. Puisi juga merupakan bentuk yang lebih pendek dan padat, sehingga bagi sebagian peserta didik, hal ini lebih mudah dilakukan. Puisi merupakan karya sastra yang cukup unik karena menggunakan pilihan kata yang bisa ditafsirkan beraneka ragam (multi tafsir), sehingga untuk bisa memahami dan menulis sebuah puisi dibutuhkan kreativitas, banyak membaca, dan ketekunan. Banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke bentuk puisi. Dalam teks eksposisi, agar peserta didik mampu menghasilkan teks eksposisi, tentu harus ada yang dipikirkan dan yang ingin diungkapkan. Hal itu berkaitan dengan nilai karakter kreatif dan mandiri peserta didik. Kemudian untuk mendukung gagasan yang ingin diungkapkan, peserta didik harus mengumpulkan fakta-fakta dan memaparkan pendapatnya. Untuk mendapatkan informasi dan menyusun pendapat, peserta didik membaca buku atau mengumpulkan informasi dari sumber-sumber lain. Kegiatan tersebut menumbuhkan rasa ingin tahu, gemar membaca, dan mandiri peserta didik. Pendapat-pendapat yang diungkapkan tidak boleh menyinggung orang lain sehingga dipilihlah bahasa-bahasa yang sopan yang menunjukkan nilai santun dan tanggung jawab dalam menggunakan bahasa Indonesia. Saat mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi dikembangkan nilai kreatif peserta didik, mandiri, dan tanggung jawab. Dalam penulisan puisi berkembang nilai karakter kreatif karena peserta didik harus mampu merangkum teks eksposisi tersebut ke dalam bentuk puisi yang jauh lebih pendek dan padat tanpa menghilangkan makna dari isi teks eksposisi yang ada. Letak kaitan mengoversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi dengan pendidikan karakter adalah dengan peserta
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 didik mampu membuat teks eksposisi kemudian mengubahnya menjadi bentuk puisi dan mengaitkannya pada kehidupan sehari-hari dapat dikatakan peserta didik mampu menyaring dan menganalisis permasalahan yang ada dalam kehidupan, mengungkapkannya dalam teks eksposisi kemudian ke dalam bentuk puisi dan menemukan solusi ataupun opsi terhadap apa yang akan dilakukan sesuai dengan makna puisi yang ditemukan dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi peserta didik dalam berpendapat, dalam mengungkapkan gagasan/pemikiran dan mengembangkan kreativitasnya tidak menyinggung orang lain, bertanggung jawab, dan santun. Penelitian mengenai pendidikan karakter pernah dilakukan oleh Gede Sukalima Aksirnaka pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Upaya Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Puisi di Kelas X SMA Negeri 3 Singaraja.” Perbedaan penelitian yang dilakukan Sukalima dengan peneliti adalah pada subjek penelitian dan permasalahan yang diangkat. Subjek penelitian Sukalima adalah guru dan siswa sedangkan subjek peneliti adalah guru Bahasa Indonesia saja. Permasalahan yang dikaji oleh peneliti adalah mengenai pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter, yang mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Penelitian Sukalima membahas mengenai nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung pada puisi yang digunakan dalam pembelajaran puisi di kelas X SMA Negeri 3 Singaraja, upaya yang ditempuh dan kendala yang dialami oleh guru untuk menanamkan nilainilai karakter, dan kendala yang dihadapi oleh siswa untuk menggali nilai-nilai karakter dalam pembelajaran puisi di kelas X SMA Negeri 3 Singaraja. Penelitian mengenai pendidikan karakter juga pernah dilakukan oleh Imas Mastiah dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Menulis Argumentasi di MA Syamsul Huda Tegallinggah” pada tahun 2016. Penelitian mengenai pendidikan karakter juga pernah dilakukan oleh I Gusti Ayu Hari Widayani pada tahun 2014 dengan judul “Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berbasis Karakter di SMP Negeri 2 Singaraja” Penulis melakukan penelitian yang berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Penelitian ini berfokus pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. Subjek penelitian ini adalah Guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Penelitian mengenai konversi teks eksposisi ini belum pernah dilakukan. Melihat kajian tentang konversi teks eksposisi ini masih baru, penelitian ini penting untuk dilakukan. Inilah yang nantinya bisa memperkaya khazanah kajian tentang teks eksposisi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Mengonversi Teks Eksposisi ke dalam Bentuk Puisi Bermuatan Pendidikan Karakter di Kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif untuk menggambarkan atau mendeskripsikan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Subjek penelitian adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Objek penelitian adalah masalah yang hendak dikaji (Wendra, 2009: 45).Objek penelitian ini adalah pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu 1) metode observasi, 2) dokumentasi, dan 3) wawancara. Metode observasi atau metode pengamatan merupakan metode yang sangat tepat digunakan untuk mengamati tindakan dan benda-benda yang dibuat/digunakan oleh masyarakat (Suandi, 2008: 39).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi tanpa partisipasi.Artinya, peneliti tidak ikut secara aktif dalam aktivitas belajarmengajar. Peneliti cukup duduk di kelas bagian belakang sambil mengamati dan
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 mencatat proses belajar mengajar di kelas. Metode observasi ini akan peneliti gunakan untuk mencari data mengenai pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang bersumber pada tulisan, seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, dan lain sebagainya (Arikunto, 2005: 158). Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan dokumentasi yang terkait dengan perencanaan guru sebelum melaksanakan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. Metode wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara bebas. Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi atau data yang lebih akurat mengenai pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. Dengan kata lain, data yang diperoleh pada metode wawancara ini dapat melengkapi data yang diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi. Pemilihan instrumen adalah untuk mendukung penggunaan metode dalam pengumpulan data. Sesuai dengan metode observasi, instrumen penelitian (instrumen pengumpulan data) yang digunakan adalah lembar observasi. Pada saat melaksanakan observasi, hasil observasi dicatat dalam lembar observasi tersebut. Instrumen penelitian yang digunakan pada metode dokumentasi adalah kartu data. Kartu data tersebut akan digunakan untuk mencatat data mengenai perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi yang terdapat dalam rencana pembelajaran (RPP). Sesuai dengan metode wawancara, instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Proses wawancara ini dilakukan apabila peneliti menemukan permasalahan yang menonjol pada catatan observasi dan tidak dapat dipecahkan oleh peneliti sehingga perlu diadakan wawancara dengan guru. Analisis data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Tentunya data yang dianalisis adalah data yang dihasilkan dalam
melakukan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Data-data yang dicari terfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Data-data yang terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi akan dianalisis melalui langkah-langkah yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:337) seperti (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penyimpulan. Setelah data diklasifikasikan, tahapan selanjutnya adalah penyajian data. Pada tahap ini, data yang didapat dihubungkan dengan teori-teori relevan. Selain itu, seluruh data hasil observasi dan wawancara mengenai pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter akan dipaparkan atau dideskripsikan sesuai dengan temuan dilapangan. Tahap akhir dari analisis data adalah penarikan simpulan. Simpulan yang dibuat akan dapat memberikan jawaban atas masalah penelitian ini. Pada intinya pemaparan hasil penelitian secermat mungkin menggambarkan tentang apa yang dikaji, yaitu difokuskan tentang pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini mencakup (1) perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja, (2) pelaksanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja, dan (3) evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja. Hal tersebut diuraikan satu per satu di bawah ini. Pertama, perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja telah dilakukan oleh guru dengan mencantumkan nilai karakter yang ditentukan dalam RPP. Dalam pengembangan RPP nilai-nilai
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 karakter tidak ditulis terpisah. Penerapan nilai-nilai karakter ini langsung diintegrasikan ke dalam setiap kalimat yang guru pilih dalam membuat RPP. Hal ini sesuai dengan beberapa poin penyusunan RPP terintegrasi yang dilakukan dengan cara adaptasi terhadap RPP yang ada. Di dalam RPP yang guru buat terintegrasi nilai karakter religius, jujur, santun, disiplin, peduli, tanggung jawab, dan toleransi. Nilai karakter tersebut sesuai dengan KI karena dalam KI ini terdapat 4 kelompok yaitu: keagamaan, sosial, pengetahuan, dan penerapan pengetahuan. Keempat kelompok itu nanti jadi acuan KD dan setiap pembelajaran. Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus diperoleh oleh peserta didik. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada KI yang harus dikuasai peserta didik. Dalam perencanaan, nilai karakter paling banyak tampak pada KI dan langkah-langkah pembelajaran. Empat KI tersebut mengandung nilai karakter dalam porsi yang berbeda. Nilai karakter banyak tampak dalam kegiatan langkah-langkah pembelajaran karena langkah pembelajaran merupakan pengembangan empat komponen KI yaitu: keagamaan, sosial, pengetahuan, dan penerapan pengetahuan. Keempat komponen itu merupakan acuan dari KD dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran secara intregratif. Nilai karakter tidak tampak dalam materi pembelajaran. Materi pembelajaran dalam RPP yang guru tulis adalah struktur isi dan bahasa teks eksposisi dan langkah-langkah konversi eksposisi ke dalam bentuk lain. Nilai karakter tidak tampak dalam materi karena materi ini dipusatkan pada pengetahuan yang ingin dikuasai siswa dalam proses pembelajaran. Kedua, pelaksanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja telah dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan pendekatan saintifik. Dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilaksanakan oleh guru, nampak adanya nilai-nilai karakter yang terimplementasi pada langkah-langkah pembelajaran. Nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan nilai-nilai
yang termuat dalam RPP. Akan tetapi ada nilai-nilai karakter yang tidak tertulis dalam RPP ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun demikian, nilai-nilai karakter tersebut berhubungan dengan nilai karakter yang termuat dalam RPP. Nilai karakter tersebut adalah komunikatif/bersahabat, cinta tanah air, rasa ingin tahu, mandiri, dan peduli lingkungan. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran dibagi menjadi 3 komponen: pendahuluan, inti, dan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan nilai karakter banyak ditemukan dalam kegiatan orientasi. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan orientasi, siswa dipusatkan dalam materi dengan cara memberikan sesuatu yang menarik. dalam kegiatan orientasi itu guru memusatkan perhatian siswa dengan memberikan salam, menanyakan keadaan, membaca puisi yang berhubungan dengan pendidikan agar dalam pembelajaran siswa termotivasi belajar untuk hal-hal yang positif dan menumbuhkan nilai karakter peduli, cinta tanah air, dan semangat kebangsaan. Nilai karakter juga nampak dalam kegiatan motivasi, saat guru memberikan motivasi siswa dengan menjelaskan manfaat perlunya belajar mengenai ekonomi, politik, dan juga berani berbicara atau berpendapat di sebuah forum. Kegiatan motivasi ini dilakukan dengan harapan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Pada kegiatan inti nilai karakter paling banyak terlihat dalam kegiatan menalar dan mengomunikasikan. Dalam kegiatan menalar, siswa diminta mengolah informasi yang mereka peroleh dari kegiatan mengamati. Dalam kegiatan mengolah informasi, siswa diajak untuk mengembangkan sikap mandiri, jujur, dan tanggung jawab. Dalam kegiatan mengomunikasikan, siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Dalam kegiatan mengomunikasikan, siswa mengembangkan sikap jujur, tanggung jawab, dan toleransi. Dalam kegiatan penutup, nilai karakter muncul ketika guru menyimpulkan pembelajaran dengan menekankan pada siswa untuk mencintai bangsa Indonesia, memahami potensi diri dan potensi bangsa sehingga berguna bagi negara. Nilai karakter yang muncul adalah cinta tanah air dan semangat kebangsaan. Nilai karakter juga
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 muncul pada pengucapan salam penutup untuk mengakhiri pembelajaran, yaitu nilai religius. Dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran awal, inti, dan penutup, nilai karakter paling banyak muncul dalam kegiatan inti. Hal itu disebabkan karena dalam kegiatan inti, ada lima kegiatan yang dalam pelaksanaannya memuat banyak nilainilai karakter. Kegiatan pertama adalah mengamati. Dalam kegiatan mengamati, siswa membaca, menyimak, mendengar, melihat (tanpa atau dengan alat). Siswa diajak untuk mengembangkan sikap teliti dan kesungguhannya. Kegiatan kedua adalah menanya. Dalam kegiatan menanya siswa mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Dalam kegiatan menanya, siswa diajak untuk mengembangkan sikap toleran, kreatif, rasa ingin tahu, dan kemampuan berpikir kritis. Kegiatan ketiga adalah mengumpulkan informasi/eksperimen. Dalam kegiatan mengolah informasi siswa melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, wawancara dengan narasumber. Dalam kegiatan mengumpulkan informasi siswa mengembangkan sikap jujur, sopan, toleran, dan komunikatif. Kegiatan keempat adalah menalar. Dalam kegiatan menalar, siswa diminta mengolah informasi yang mereka peroleh dari kegiatan mengamati, dan mengolah informasi. Dalam kegiatan tersebut siswa diajak untuk mengembangkan sikap teliti, disiplin, jujur, taat aturan, dan kerja keras. Kegiatan kelima adalah mengomunikasikan. Dalam kegiatan mengomunikasikan, siswa menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Dalam kegiatan mengomunikasikan, siswa mengembangkan sikap jujur, teliti, dan toleransi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulistyowati (2012:128) bahwa pada dasarnya, kegiatan pembelajaran, selain menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan siswa mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Ketiga, evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja belum diterapkan secara maksimal oleh guru. Dari hasil wawancara dengan guru terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan evaluasi berdasarkan Kurikulum 2013 dikemukakan bahwa guru tidak mampu mengoptimalkan evaluasi khususnya penilaian sikap karena proses evaluasi yang terbilang baru untuk guru. Guru masih merasa bingung. Selain itu, banyaknya lembar penilaian dalam evaluasi dengan waktu pembelajaran yang terbatas menyebabkan guru tidak mampu melakukan penilaian dengan maksimal. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja sudah menerapkan pendidikan karakter. Penerapan pendidikan karakter dalam perencanaan yang disusun oleh guru yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter secara langsung dalam setiap kalimat yang digunakan guru. Adanya nilai karakter dalam RPP yang disusun oleh guru dapat dilihat dalam Kompetensi Inti (KI) 1 dan 2, Kompetensi Dasar (KD) khususnya KD 1.2 dan 2.5, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dalam setiap langkah-langkah pembelajaran, dan adanya penilaian sikap yang menekankan pada karakter toleransi, santun, disiplin, jujur, peduli, dan tanggung jawab. Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dimiliki oleh peserta didik pada setiap tingkat, kelas atau program. Ada 4 KI yang harus dikuasai peserta didik. KI 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa, KI 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial, KI 3 berkaitan dengan pengetahuan, dan KI 4 berkaitan dengan keterampilan. Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter, KI 1 dan 2 memuat langsung nilai karakter sesuai dengan yang ditentukan dalam kurikulum untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional (dalam Dokumen Kurikulum 2013), sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. KI 1 dan 2 telah ditentukan dalam kurikulum dan tidak dibuat secara pribadi oleh guru. Begitu pula dengan KD 1.2 dan 2.5 yang termuat dalam RPP. Penerapan nilai karakter seperti itu menunjukan bahwa ada upaya dari guru untuk menerapkan nilai-nilai karakter yang merupakan bagian dari pendidikan karakter sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hal itu sesuai dengan prinsip pengembangan RPP sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran telah menerapkan pendidikan karakter sesuai dengan RPP. Dalam pelaksanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja yang dilaksanakan oleh guru, nampak adanya nilai-nilai karakter yang terimplementasi pada langkah-langkah pembelajaran. Nilai-nilai karakter tersebut sejalan dengan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam RPP, namun ada nilai-nilai karakter yang muncul saat pelaksanaan yang tidak ada dalam RPP. Nilai karakter tersebut muncul secara alami dalam pelaksanaan pembelajaran namun tidak disadari oleh guru. Walau demikian nilai-nilai karakter yang muncul tersebut masih berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Nilai-nilai karakter yang muncul sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 yang menyebutkan dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan,
menghargai pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Sementara itu, evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja belum diterapkan oleh guru secara maksimal. Guru terlihat tidak melaksanakan kegiatan evaluasi pada siswa dalam hal ini evaluasi sikap, dengan lengkap. Dalam Lampiran Permendikbud No.104 tentang Pedoman Penilaian Hasil Belajar dipaparkan mengenai teknik dan instrumen penilaian sikap, yaitu bahwa ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik, antara lain melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan penilaian jurnal. Instrumen yang digunakan antara lain daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, yang hasil akhirnya dihitung berdasarkan modus. Nilai karakter dalam evaluasi dapat dilihat dari adanya lembar penilaian sikap yang harus guru isi pada setiap pertemuan dan lembar penilaian sikap yang mengukur tingkat kerja keras siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam RPP, guru mencantumkan keempat lembar tersebut namun penilaian sikap yang dilakukan oleh guru saat penelitian adalah mengisi jurnal penilaian sikap. Ketika di dalam kelas guru tidak bisa menilai siswa secara personal dalam proses pembelajaran karena keterbatasan waktu, guru memberi tanda pada siswa yang perilakunya paling menonjol, yaitu dalam artian perilaku positif dan negatif siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data yang sama ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Hari Widayani pada tahun 2014 dengan judul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Karakter di SMP Negeri 2 Singaraja”. Penelitian Widayani memaparkan bahwa evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis karakter yang guru laksanakan terlihat dari adanya penilaian sikap yang menilai sikap jujur, disiplin, tanggung jawab dan santun siswa. Tetapi, sayangnya evaluasi sikap ini belum diterapkan oleh guru. Guru terlihat tidak mengisi lembar pengamatan sikap siswa. Dari hasil wawancara dengan guru terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi berdasarkan Kurikulum 2013, hal itu
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 dikarenakan proses evaluasi yang terbilang baru untuk itu guru masih merasa bingung dan lembar pengamatan sikap yang belum guru terima dari staf sekolah karena masih belum dapat diprinkan. Begitu pula dengan penelitian Imas Mastiah yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Menulis Argumentasi di MA Syamsul Huda Tegallinggah” pada tahun 2016. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa penilaian pembelajaran menulis argumentasi di MA Syamsul Huda Tegalinggah belum mengimplementasikan pendidikan karakter. Fokus penilaian yang dilakukan oleh guru masih pada aspek kognitif siswa saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran menulis argumentasi di MA Syamsul Huda Tegalinggah belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru. Sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti dan penelitian yang relevan, peneliti mendapatkan hasil yang sama, yaitu evaluasi pembelajaran yang belum bisa dilaksanakan semaksimal mungkin, dalam hal ini khususnya penilaian sikap. Penilaian yang dilakukan guru yang begitu banyak dalam waktu yang terbatas sehingga guru tidak mampu melakukan evaluasi dengan maksimal. SIMPULAN Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan seperti disampaikan di bawah ini. Pertama, perencanaan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja telah dilakukan oleh guru dengan mencantumkan nilai karakter yang ditentukan dalam RPP. Di dalam RPP yang guru buat terintegrasi nilai karakter religius, jujur, santun, disiplin, peduli, tanggung jawab, dan toleransi. Nilai-nilai pendidikan karakter terintegrasi dalam komponen RPP, yaitu pada KI, KD dan Indikator, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dalam setiap langkah-langkah pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, khususnya pada penilaian sikap. Kedua, pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi
bermuatan pendidikan karakter di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja telah dilaksanakan oleh guru dengan menerapkan pendekatan saintifik. Dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik ada lima kegiatan yang dilakukan peserta didik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan yang tercantum dalam RPP. Ada beberapa tambahan nilai karakter yang muncul secara tidak disengaja dalam pelaksanaan pembelajaran, namun masih tetap berkaitan. Nilai karakter tersebut muncul secara alami dalam pelaksanaan pembelajaran namun tidak disadari oleh guru. Nilai karakter yang ditemukan dalam kegiatan mengamati dan mengumpulkan informasi adalah mandiri, jujur, dan tanggung jawab. Nilai karakter yang ditemukan dalam kegiatan kegiatan menanya adalah rasa ingin tahu, mandiri, dan santun. Nilai karakter yang ditemukan dalam kegiatan menalar adalah jujur, kreatif, mandiri, kerja keras, tanggung jawab, dan santun. Nilai karakter yang ditemukan dalam kegiatan mengomunikasikan adalah santun, peduli, jujur, tanggung jawab, dan toleransi. Dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran dan penutup ditemukan nilai karakter disipilin, peduli lingkungan, religius, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Ketiga, evaluasi pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi di kelas X MIPA 1 SMA Negeri 1 Singaraja belum diterapkan oleh guru secara maksimal. Teknik penilaian yang digunakan untuk menilai pembentukan karakter dilakukan dengan cara pengamatan (dengan lembar pengamatan), penilaian diri (lembar penilaian diri/kuisioner), dan penilaian antarteman (lembar penilaian antarteman) namun instrumen penilaian kompetensi sikap tidak dimaksimalkan oleh guru. Guru lebih menekankan pada penilaian aspek kompetensi. Instrumen penilaian sikap yang digunakan oleh guru saat pembelajaran hanya jurnal pengamatan yaitu mencatat perilaku siswa yang menonjol, baik yang berperilaku positif maupun negatif.
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 SARAN Sejalan dengan simpulan penelitian ini, dapat disarankan hal-hal berikut. Bagi guru, dalam pembelajaran hendaknya guru memperluas wawasan dan memahami betul mengenai konsep pembelajaran yang diajarkan. Guru hendaknya memuati materi pembelajaran dengan nilai karakter dan juga mengaplikasikan evaluasi bermuatan nilai karakter. Guru sebaiknya melakukan refleksi langsung setelah pembelajaran berlangsung agar penilaian lebih autentik. Guru hendaknya tidak meninggalkan nilai-nilai karakter yang diajarkan atau ditekankan dalam kelas agar peserta didik paham dan menumbuhkan kebiasaan yang positif. Bagi Wakil Kepala Sekolah Kurikulum, Wakil kepala sekolah yang menangani bidang kurikulum hendaknya mengatur jadwal mengajar guru-guru bidang studi sehingga masih ada waktu luang dalam merefleksi pembelajaran dan mendiskusikan permasalahan dalam pembelajaran dengan para guru. Bagi Sekolah, pada pembelajaran yang menekankan aspek keterampilan, jika memungkinkan sekolah hendaknya mengkondisikan ada dua guru dalam kelas yang bertugas untuk mengelola pembelajaran dan mengevaluasi agar pembelajaran berjalan dengan maksimal. Bagi Peneliti Lain, Penelitian ini masih terbatas karena hanya meneliti satu guru saja dan hanya mengungkapkan satu perubahan bentuk dari teks eksposisi, yaitu puisi. Oleh karena itu, peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk lain ataupun melakukan penelitian dengan jumlah guru yang lebih banyak dalam sebuah sekolah. Penelitian ini hanya mendeskripsikan pembelajaran mengonversi teks eksposisi ke dalam bentuk puisi dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam penelitian ini tidak ditemukan pemuatan nilai karakter dalam materi pembelajaran mengonversi teks eksposisi, oleh karena itu menarik kiranya bila dibuat penelitian mengenai pemuatan nilai karakter dalam materi pembelajaran, khususnya pembelajaran mengonversi teks eksposisi. Perlu pula dilakukan kajian kefektifan instrumen evaluasi kompetensi sikap.
DAFTAR PUSTAKA Adisusilo J.R., Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif.Jakarta: Rajawali Pers. Agusrida. 2015. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kajian Dalam Mata Diklat Penerapan Kurikulum 2013”. Tersedia pada http://bdkpadang.kemenag.go.id/inde x.php?option=com_content&view=art icle&id=674:agusridadsember&catid= 41:top-headlines&Itemid=158 (diakses tanggal 17 Juni 2016) Akhadiah, Sabarti dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Aksirnaka, Gede Sukalima. 2012. Upaya Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Puisi di Kelas X SMA Negeri 3 Singaraja. Tesis (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa. Universitas Pendidikan Ganesha. Aunillah, NurlaIsna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Koesoema A., Doni. 2011a. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger.Jakarta: Grasindo. Marahamin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya Mastias, Imas. 2016. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Menulis Argumentasi di Ma Syamsul Huda Tegalinggah.Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha.
e-Journal JPBSI Universitas Pendidikan Ganesha Volume : Vol: 4 No: 2 Tahun:2016 Patria, Bekti. 2013. “Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013”. Tersedia pada https://bektipatria.wordpress.com. Diakses pada 18 Juni 2016 Prayitno, dan Manullang, Belferik. 2011. Pendidikan Karakter dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: Grasindo. Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Risal, Muhammad. 2012. ”Pengertian Pendidikan”. www.artikelbagus.com. Diakses pada 27 Februari Sawitri, Cok. 2011. Selintas Mengenai Dramatisasi Puisi dan Fragmentasi Puisi.http://coksawitrisidemen.blogsp ot.co.id/2011/04/selintas-mengenaidramatisasi-puisi-dan.html. Diakses pada 13 Juni 2016 Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah: dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta: Grasindo. Widayani, I Gusti Ayu Hari. 2014. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Karakter di SMP Negeri 2 Singaraja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha. Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.