e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 1 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS TEKS DI KELAS X SMA NEGERI 1 SINGARAJA Pt. Suryani, I Wyn. Wendra, I Ngh. Suandi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, dan (3) penilaian hasil dan penilaian proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja. Subjek penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Singaraja. Objek penelitian ini adalah (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3) penilaian hasil dan penilaian proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa kelas X.IA5 dan X.IA6 SMA Negeri 1 Singaraja. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu metode dokumentasi, observasi, dan wawancara (tidak terstruktur). Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan memanfaatkan pedoman observasi, pedoman pengamatan RPP, dan pedoman penilaian. Data dianalisis dengan menggunakan model analisis deskriptifkualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) Perencanaan pembelajaran sebagian besar sudah sesuai silabus dan sesuai lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Ada beberapa rincian masih perlu diperbaiki, khususnya pada beberapa rincian Indikator, KD, Tujuan, Materi, Penilaian, dan Langkah-langkah Pembelajaran. (2) Pelaksanaan pembelajaran sebagian besar sudah dilaksanakan sesuai isi skenario pembelajaran. Empat tahapan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks cenderung sudah tampak dalam pelaksanaan pembelajaran. Metode discovery learning dan pendekatan saintifik masih perlu diaplikasikan secara tepat, khususnya dalam penyampaian keutuhan materi dan penyesuaian pertanyaan dari siswa. (3) Penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja cenderung sudah sesuai dengan pedoman pengamatan penilaian Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II: 4-5 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Namun, teknis penilaian hasil dan pelaksanaan penilaian masih cenderung belum terlaksana secara utuh. Kata kunci: pembelajaran, berbasis teks, Kurikulum 2013
Abstract This research aimed at determining (1) the planning of learning, (2) the implementation of the learning process, and (3) assessment of the results and the process of learning the Indonesian language text based on class X SMA Negeri 1 Singaraja. The subjects were Indonesian teacher at SMAN 1 Singaraja. The objects of this study are (1) ) the planning of learning, (2) the implementation of the learning process, and (3) assessment of the results and the process of learning the Indonesian
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 2 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
language text based in the classroom X.IA5 and X.IA6 SMA Negeri 1 Singaraja. The data collection methods used are documentation, observation, and interviews (unstructured). The research instruments used in this study are the observation, observation RPP guidelines, and assessment guidelines. The data were analyzed by using descriptive-qualitative analysis model. The results of this study were (1) Planning learning already contains most of the components and details of the contents of the corresponding components of the lesson plan syllabus and guidelines for the translation of the corresponding RPP component attachment Permendikbud No. IV. 81A in 2013 on the Implementation of the General Education Curriculum Guidelines. (2) The implementation of most of the learning has been implemented according to the contents of the learning scenario based on Permendikbud No. IV. 81A in 2013. Application discovery learning methods and scientific approach as well as the four stages of learning the Indonesian language text-based tend to be seen in the implementation of learning. (3) Assessment process and assessment of learning outcomes Indonesian text based on Class X students of SMA Negeri 1 Singaraja tends observations are in accordance with the valuation guidelines Permendikbud, No.66 In 2013, Chapter II: 4-5 of Educational Assessment Standards. However, the technical assessment of the results tend to note again that the assessment could be carried out in accordance allocation of time in learning. Keywords: learning, text -based, Curriculum 2013
PENDAHULUAN Kurikulum 2013 sudah berlangsung di beberapa sekolah dasar hingga sekolah menengah selama satu semester. Salah satu jenjang pendidikan yang dimaksudkan yakni jenjang Sekolah Menengah Atas. Seperti pada jenjang SD, Kompetensi peserta didik di SMA juga tidak terlepas dari berbagai peraturan pendidikan secara nasional. Seperti diketahui, Permendikbud No.54 Tahun 2013 adalah peraturan yang mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Kompetensi Lulusan didefinisikan sebagai kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tercapai atau tidak tercapainya kompetensi lulusan tersebut berkenaan dengan proses pembelajaran yang melibatkan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran. Hal itu tercermin dalam kutipan Bab I Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014, khususnya jenjang SMA/SMK yang telah
menggunakan Kurikulum 2013, sepatutnya diarahkan untuk menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Pembelajaran berbasis teks adalah pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar, asas, pangkal, dan tumpuan (Sufanti, 2013). Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks menjadi sangat penting untuk diterapkan di sekolah-sekolah karena pembelajaran tersebut berdasarkan empat prinsip yang mungkin sering terabaikan. Prinsip-prinsip itu meliputi (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa yang digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia (Kemendikbud, 2013b:v). Selama ini, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis KTSP, masih ditemukan pembelajaran
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 3 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
yang menerapkan pendekatan teks secara setengah-setengah. Mahsun (2013) bahkan menyatakan dengan mencermati Kompetensi Dasar, maka penyusunan kurikulum bahasa Indonesia pada KTSP dapat dikatakan masih dilakukan dengan setengah berlandaskan pendekatan struktural dan setengahnya lagi berlandaskan pada pendekatan teks. Terlebih lagi, dalam KTSP, pembelajaran bahasa Indonesia juga masih diajarkan untuk mencapai kompetensi keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara) secara terpisah. Pembelajaran bahasa Indonesia untuk jenjang Pendidikan Menengah Kelas X disusun dengan berbasis teks, baik lisan maupun tulis, dengan menempatkan bahasa Indonesia sebagai wahana untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran. Siswa diharapkan mampu menggunakan dan memproduksi berbagai teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya dalam Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013a). Untuk itu dalam pengajarkan bahasa Indonesia dengan menggunakan buku bahasa Indonesia, guru hendaknya menempuh empat tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pembangunan konteks, (2) tahap pemodelan teks, (3) tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan (4) tahap pembuatan teks secara mandiri (Kemendikbud, 2013b: vi). Dalam prawacana pembelajaran teks (Kemendikbud, 2013b) tersebut juga dinyatakan bahwa tahapan pertama berkenaan dengan tahap pembangunan konteks yang dilanjutkan dengan pemodelan. Pembangunan konteks dimaksudkan sebagai langkah awal yang dilakukan oleh guru bersama siswa untuk mengarahkan pemikiran ke dalam pokok persoalan yang akan dibahas pada setiap pelajaran. Tahapan kedua berkenaan dengan tahap pemodelan. Tahap pemodelan adalah tahap yang berisi pembahasan teks yang disajikan sebagai model pembelajaran. Pembahasan yang dimaksud diarahkan kepada semua aspek kebahasaan yang menjadi sarana
pembentuk teks itu secara keseluruhan. Tahapan ketiga berkenaan dengan pembangunan teks secara bersamasama. Pada tahapan ini semua siswa dan guru sebagai fasilitator menyusun kembali teks seperti yang ditunjukkan pada model. Tugas-tugas yang dilakukan berkaitan dengan semua aspek kebahasaan yang sesuai dengan ciri-ciri yang dituntut dalam jenis teks yang dimaksud. Tahapan terakhir, yaitu tahapan kegiatan belajar mandiri. Pada tahap ini, siswa diharapkan dapat mengaktualisasikan diri dengan menggunakan dan mengkreasikan teks sesuai dengan jenis dan ciri-ciri seperti yang ditunjukkan pada pemodelan teks Penelitian terkait perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berjudul “Implementasi Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 1 Singaraja” pernah dilakukan oleh Ni Putu Ariantini (2014). Penelitian terkait perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penelitian lain, yakni berjudul “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Pendekatan Saintifik (Problem Based Learning) sesuai Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 2 Amlapura”. Sementara itu, penelitian terkait komponen perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembelajaran berbicara di Kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja juga pernah diteliti oleh Ni Made Yuliani Warlina (2013). Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam beberapa masalah penelitian yaitu terkait aspek perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Walaupun demikian, penelitian terkait masalah (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian proses serta penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di Kelas X tergolong ke dalam penelitian baru. Oleh sebab itu, peneliti berencana meneliti ketiga masalah tersebut sebagai masalah dalam penelitian ini. Peneliti memutuskan untuk mengadakan penelitian di SMA Negeri 1
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 4 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
Singaraja karena beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut yakni SMA Negeri 1 Singaraja adalah salah satu sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 sejak semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Hal itu terbukti melalui hasil wawancara dengan seorang guru, Dra. Ni Made Halustini. Beliau menyatakan bahwa semua siswa di kelas yang ia ajar memiliki folder hasil belajar atau portofolio pelajaran bahasa Indonesia sejak semester ganjil 2013/2014. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, dinyatakan pula bahwa guru cenderung menggunakan buku paket bahasa Indonesia (wajib) daripada LKS Kurikulum 2013. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti tertarik meneliti pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks (sesuai Kurikulum 2013) melalui penelitian ini. Berdasarkan hal yang telah disampaikan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja, (2) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja, dan (3) penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja . Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan konfirmasi terhadap keberlangsungan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah berlangsung selama ini. Pembelajaran tersebut khususnya pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah sepatutnya dilaksanakan berbasis teks (Kurikulum 2013) pada tahun ajaran 2013/2014 semester genap di Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja. Secara praktis, hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk beberapa pihak. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi sekolah dalam upaya lebih menyempurnakan
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di kelas X. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam pengajaran bahasa Indonesia berbasis teks, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun penilaian pembelajaran. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai inspirasi dan referensi untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih luas dan mendalam terhadap pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks erat kaitannya dengan pelaksanaan Kurikulum 2013. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif-kualitatif. Peneliti kualitatif harus bersifat ‘perspetif emic’ artinya memperoleh data bukan ‘sebagai mana seharusnya’, tidak berdasarkan pada yang dipikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, dirasakan, dialami, dan dipikirkan oleh partisipan atau sumber data (Sugiyono, 2008). Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas X SMA Negeri 1 Singaraja. Subjek yang digunakan yakni guru pengajar siswa kelas X.IA5 dan X.IA6, yakni Dra. Ni Made Halustini. Subjek penelitian ini ditentukan dengan teknik sampling bertujuan (sampling purposive), yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Secara umum, objek penelitian ini berupa pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di kelas X SMA Negeri 1 Singaraja. Secara lebih khusus, objek penelitian ini yakni (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3) penilaian hasil dan penilaian proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di kelas X.IA5 dan X.IA6 SMA Negeri 1 Singaraja. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara (tidak terstruktur). Metode dokumentasi digunakan untuk memeroleh data berupa perencanaan pelaksanaan pembelajaran
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 5 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
(RPP) dan hasil karya (tugas) siswa kelas X.IA5 dan X.IA6 SMA Negeri 1 Singaraja. Metode observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian hasil dan penilaian proses pembelajaran berbasis teks dalam pembelajaran. Metode wawancara tidak terstruktur digunakan untuk memperoleh informasi atau data yang lebih akurat (yang tidak diperoleh melalui metode observasi dan dokumentasi) mengenai pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks (sesuai Kurikulum 2013). Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2008). Selain itu, instrumen lain yang peneliti gunakan adalah pedoman pengamatan RPP untuk metode dokumentasi; pedoman observasi, pedoman pengamatan gambaran kemungkinan penilaian dan kamera digital berkapasitas video untuk metode observasi; catatan lapangan berupa buku catatan untuk metode wawancara tidak terstruktur. Kegiatan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Datadata yang terkumpul dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara (wawancara tidak terstruktur) akan dianalisis melalui langkah-langkah, seperti (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penyimpulan. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen. Miles dan Hubermen (dalam Sugiyono, 2008: 337) menyatakan aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas hingga data jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan penelitian ini mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil dan penilaian proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja. Perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja dapat diketahui dari rencana pelaksanaan pembelajaraan (RPP) guru. Sebagian besar komponen dan isi rincian komponen RPP sudah memuat komponen dan isi rincian komponen RPP sesuai silabus dan sesuai pedoman penjabaran komponen RPP lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Rincian Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sudah sesuai dengan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia SMA kelas X semester genap Kurikulum 2013. Di samping itu, rincian dalam Identitas, Indikator, Tujuan, Materi, dan Metode Pembelajaran, Media, alat, dan sumber belajar, Langkah-Langkah Pembelajaran, serta rincian dalam Penilaian juga sebagian besar sudah sesuai dengan pedoman penjabaran komponen RPP lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Beberapa hal yang masih kurang dalam RPP yakni perincian Indikator masih sulit dicapai karena memuat lebih dari satu bentuk perilaku yang ingin diukur. Sanjaya (2012:58) menyatakan salah satu petunjuk dalam merumuskan indikator yakni sebaiknnya setiap indikator hanya mengandung satu bentuk perilaku. Perincian Kompetensi Dasar dan Indikator belum dituliskan serangkai pada setiap pertemuan dalam RPP dua kali pertemuan. Padahal, dalam format komponen RPP lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013 diterakan komponen Kompetensi Dasar dan Indikator menjadi satu kesatuan dalam komponen poin B dalam RPP.
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 6 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
Satu dari tiga tujuan pembelajaran belum menggunakan kata kerja operasional. Seperti diketahui, kata kerja operasional itu penting sekali untuk dimunculkan dalam tujuan agar aspek yang ingin diukur menjadi jelas. Materi pembelajaran belum terperinci sehingga kedalaman materi sulit diketahui oleh pembaca RPP. Di samping itu, rincian materi akan sangat berperan dalam menguji kesahihan penilaian. Bahan pelajaran memegang peranan penting untuk dideskripsikan secara terinci karena hal itu dapat dimanfaatkan untuk menguji kesahihan isi alat penilaian itu sendiri (Nurgiyantoro, 2001:50). Metode lain seperti project based learning dan problem based learning juga masih bisa direncanakan dalam RPP seperti yang disarankan dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMA/SMK Bahasa Indonesia untuk pengajaran sesuai Kurikulum 2013. Hakikat Project Based Learning dan Problem Based Learning sama-sama mendasarkan pembelajaran terkait permasalahan dunia nyata yang harus dicarikan solusi oleh siswa. Demi kesempurnaan, media, alat, dan sumber belajar sebenarnya masih bisa ditambahkan lagi agar lebih beragam dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam pembelajaran. Media bisa ditambahkan dengan penggunaan powerpoint contoh surat penawaran. Alat pembelajaran bisa ditambahkan dengan LCD dan sumber belajar bisa berupa artikel dari internet dan sumber relevan lainnya. Pencantuman diksi ‘materi’ dalam kegiatan pendahuluan dapat mengindikasikan bahwa guru akan menyampaikan materi pembelajaran dalam kegiatan pendahuluan. Sementara itu, terkait rincian komponen penilaian, pedoman konvensi angka dan kunci jawaban tidak ada melengkapi pedoman pengeskoran dalam RPP. Padahal, penentuan patokan (konvensi angka) bisa dengan Penghitungan Persentase untuk Skala Lima E sampai A (sangat baik, baik,
cukup, kurang, dan gagal). Nurgiantoro (2001: 397) menyatakan jika kita akan mengubah skor mentah ke nilai jadi, masalah pertama yang timbul adalah standar, norma, acuan, kriteria, pendekatan manakah yang akan dipergunakan? Nurgiantoro (2001) juga menambahkan, untuk itu pihak guru haruslah menguasai teknik penyusunan dan penilaian alat evaluasi, serta penafsiran terhadap hasil penilaian yang diperoleh, baik berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Demikianlah beberapa hal yang masih kurang dalam RPP penelitian. Walaupun demikian, ada lebih banyak halhal yang sudah sesuai dengan pedoman penjabaran komponen RPP lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Pelaksanaan pembelajaran sebagian besar sudah dilaksanakan sesuai isi skenario pembelajaran sesuai lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Pengaplikasian metode discovery learning dan pendekatan saintifik serta empat tahapan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks cenderung sudah tampak dalam pelaksanaan pembelajaran. Yang belum terlaksana secara maksimal yakni guru menjelaskan materi pelajaran secara rinci dalam kegiatan pendahuluan sehingga hakikat metode discovery learning pun tidak berlangsung dengan sesuai. Seharusnya materi dijelaskan tidak secara utuh karena siswalah yang akan menggali materi lebih banyak. Dalam teori discovery learning dinyatakan materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final, akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi sesuatu yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) sesuatu yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Dalam hal mengamati, siswa lebih banyak mengamati penjelasan materi pelajaran yang disampaikan (ceramah) oleh guru. Dalam Standar Proses
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 7 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
(Kurikulum 2013) dinyatakan aplikasi kegiatan mengamati yakni guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Dalam Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013g: 144) bahkan dinyatakan salah satu aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi. Dalam hal menanya, siswa belum mampu menyiapkan pertanyaan untuk dirinya sendiri saat guru mempersilakan siswa bertanya. Justru siswa bertanya ketika siswa menghadapi kendala saat pengerjaan tugas. Dalam penelitian terkait kegiatan menanya ini, sesungguhnya guru sudah sudah memancing pertanyaan dari siswa dengan mengatakan “Ada pertanyaan?” (siswa diam), guru melanjutkan bertanya, “Baik, ada pertanyaan?, Baik Tidak!, Bisa dipahami, Nak? Bisa? Kemudian siswa menjawab “Bisa”. Ketika guru bertanya seperti itu, siswa pun menjawab pertanyaan guru dengan suara yang tidak tegas dan tidak kompak. Terkesan ada keragu-raguan dalam jawaban siswa. Hal itu semakin dikuatkan dalam pengerjaan tugas siswa mulai banyak bertanya tentang tugasnya. Dalam pelatihan implementasi Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013g:138) dinyatakan “Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.” Pada penelitian sejenis karya Ariantini (2014) dinyatakan bahwa pertanyaan diajukan oleh guru
untuk mendorong rasa percaya diri siswa dalam merespons pernyataan guru. “Guru memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan peristiwa alam yang ada dalam teks untuk mendorong siswa menunjukkan perilaku percaya dirinya dalam memberikan respons (dalam artikel Ariantini, 2014: 8). Dalam Standar Proses (Kurikulum 2013) bahkan dinyatakan aplikasi kegiatan menanya “Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam”. Dalam hal mengumpulkan informasi, informasi yang diperoleh siswa masih terbatas bila tidak diimbangi dengan adanya materi yang disiapkan sebelum pembelajaran di kelas. Siswa mengumpulkan informasi dengan cara bertanya pada guru, mengamati contoh surat dalam buku paket dan LKS, mengamati contoh surat yang telah dibawa siswa, dan mengecek catatan yang telah dibuat siswa. Dalam Standar Proses yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan inti bahkan dinyatakan tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam hal mengasosiasikan, materi pembelajaran atau temuan siswa terkait jawaban atas masalah masih kurang diolah. Siswa cenderung mengikuti saja penggunaan bahasa yang ditemukannya dalam sumber. Dalam Permendikbud No. 81A Tahun 2013 halaman 35-37 dinyatakan kegiatan mengasosiasikan atau mengolah informasi pembelajaran
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 8 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
berupa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengamati maupun hasil dari kegiatan mengumpulkan informasi. Pengelolaan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Dalam hal mengomunikasikan hasil pembelajaran, waktu pembelajaran cenderung tidak mencukupi untuk melakukan kegiatan pengomunikasikan hasil untuk seluruh siswa sehingga tugas mempresentasikan hasil secara lisan menjadi tugas yang dikumpulkan dan yang dinilai adalah tugas berbentuk tulis. Permendikbud No. 81A Tahun 2013 halaman 35-37 menyatakan kegiatan menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Sekalipun hasil pekerjaan siswa bisa disampaikan secara lisan, tertulis, atau media tertentu, tetap saja kesesuaian isi perencanaan tetap menjadi acuan utama dalam pelaksanaan pembelajaran. Di sisi lain, bila pelaksanaan pembelajaran dikaitkan dengan tahapan pembelajaran berbasis teks, sudah tampak ada tahap pembangunan konteks saat guru mengupayakan pemberian apersepsi, menyampaikan KD, dan tujuan pembelajaran. Kegiatan pemodelan diupayakan oleh guru dengan melibatkan contoh surat penawaran barang. Namun, contoh teks masih perlu diupayakan agar sesuai dengan konteks situasi (kontekstual) siswa. Dalam penelitian sejenis (dalam artikel Bintari, 2014: 9) dinyatakan “Kendala yang dihadapi guru adalah contoh-contoh yang disajikan dalam buku pegangan siswa tidak kontekstual sehingga menyulitkan siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan”. Sementara itu, tahapan pembuatan teks secara bersama-sama dan secara individu juga sudah tampak dalam pertemuan pertama dan pertemuan
kedua dalam penelitian. Keempat tahapan tersebut penting untuk diperhatikan sekaligus dilaksanakan mengingat dalam prawacana pembelajaran teks (Kemendikbud, 2013b: vi) dinyatakan bahwa untuk mengajarkan bahasa Indonesia dengan menggunakan buku bahasa Indonesia, guru hendaknya menempuh empat tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pembangunan konteks, (2) tahap pemodelan teks, (3) tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan (4) tahap pembuatan teks secara mandiri. Hanya saja pemberian tugas secara individu pada pertemuan kedua berakibat pada penyampaian hasil atau pengomunikasian hasil dari presentasi berubah menjadi tugas yang dikumpulkan dan dikoreksi oleh guru. Dalam kegiatan penutup pertemuan kedua, guru juga belum mendapatkan skor tugas secara langsung setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Bila dikaitkan dengan penelitian sejenis karya Ni Made Yuliani Warlina (2013), ternyata penilaian secara langsung juga tidak bisa dilaksanakan secara langsung dalam pembelajaran. Pada kegiatan akhir guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pembelajaran berakhir (Warlina, 2013). Padahal, salah satu tujuan dan fungsi penilaian yakni untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan. Penilaian yang dilakukan sewaktu kegiatan pengajaran masih berlangsung, penilaian yang dikenal sebagai tes formatif, hasilnya dapat digunakan untuk mempertimbangkan apakah suatu (bahan) pelajaran dapat diteruskan atau perlu diulang (Nurgiyantoro, 2001:16). Dengan demikian, bila nilai yang diperoleh siswa tidak diketahui dalam pembelajaran melainkan di luar jam pembelajaran, kesesuaian kegiatan umpan balik dan kegiatan tindak lanjut sedikit banyaknya pasti juga akan terpengaruhi dalam kegiatan penutup pembelajaran. Hal itu terjadi disebabkan oleh belum adanya pertimbangan atau pemprediksian secara pasti terhadap skor yang diperoleh siswa.
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 9 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
Penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja cenderung sudah sesuai dengan pedoman pengamatan penilaian Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II: 4-5 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Namun, teknis penilaian hasil cenderung perlu diperhatikan lagi agar penilaian bisa dilaksanakan secara utuh atau dengan kata lain sesuai alokasi waktu dalam pembelajaran. Hal itu bertentangan dengan yang termuat dalam teori yang menyatakan, tujuan evaluasi merupakan bagian yang sangat penting karena merupakan pijakan dalam merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya (Warlina, 2013). Terkait penilaian terhadap proses pembelajaran, sudah tepat bila guru menilai kompetensi sikap siswa. Hanya saja, pedoman pengamatan belum digunakan oleh guru padahal pedoman itu sudah direncanakan dan sudah dilampirkan dalam lampiran RPP. Dalam penelitian sejenis dinyatakan bahwa hambatan perencanaan pembelajaran terletak pada tidak adanya pedoman yang pasti mengenai pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam perencanaan pembelajaran (dalam artikel Ariantini, 2014: 9). Ariantini dalam hasil penelitiannya juga menyatakan “Guru mengamati sikap siswa dengan menggunakan metode nontes—sesuai dengan Permen No. 81A Tahun 2013”. Dalam Standar Penilaian Pendidikan Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II bahkan dinyatakan “Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati”. Terkait penilaian terhadap hasil pembelajaran, sudah tepat bila guru melakukan penilaian kompetensi pengetahuan dengan menggunakan instrumen penugasan. Dalam Standar Penilaian Pendidikan Permendikbud, No.
66 Tahun 2013, Bab II dinyatakan dalam penilaian kompetensi pengetahuan, pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Di samping itu, sudah tepat bila guru melakukan penilaian kompetensi keterampilan dengan menggunakan penilaian kinerja dengan menyesuaikan format penulisan dalam portofolio. Dalam Standar Penilaian Pendidikan Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II juga dinyatakan dalam penilaian kompetensi keterampilan, pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Format pembuatan tugas siswa dalam portofolio yaitu nomor, tanggal, topik, kegiatan, rangkuman atau isi, nilai, dan paraf. Di samping kesesuaian terhadap penilaian hasil, ada pula beberapa kekurangan lain dalam melakukan penilaian hasil. Penilaian hasil tidak selalu langsung dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Guru memberikan penilaian terhadap hasil pembelajaran setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Bila dikaitkan dengan penelitian sejenis karya Ni Made Yuliani Warlina (2013), ternyata penilaian secara langsung juga tidak bisa dilaksanakan secara langsung dalam pembelajaran. Pada kegiatan akhir guru tidak melakukan evaluasi langsung setelah pembelajaran berakhir (Warlina, 2013). Dengan kata lain, penilaian tidak selalu bisa diselesaikan dalam pembelajaran dalam kelas. Oleh sebab itu, sudah saatnya guru membuat perencanaan yang diimbangi dengan upaya pelaksanaan yang betul-betul sesuai dalam pembelajaran di kelas. Peneliti mengamati sekalipun dalam RPP tidak dicantumkan konvensi makna angka dan kunci jawaban, saat proses pemberian nilai ternyata guru bisa mengimbangi kekurangan tersebut dengan melakukan penilaian di luar jam pembelajaran. Hasil penilaian guru
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 10 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
menunjukkan rata-rata nilai siswa adalah berada pada kategori baik, namun masih berada di bawah KKM 8,00. Oleh sebab itu, siswa yang bersangkutan harusnya diberikan remidial. Dalam prinsip-prinsip pengembangan RPP bahkan dicantumkan pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian remidial pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik. Guru memberikan nilai dengan mengacu pada penggunaan konvensi nilai skala lima yakni dari E sampai A. A kategori baik sekali, B kategori baik, C kategori cukup, D kategori kurang, dan E kategori gagal. Setelah diproses ternyata rata-rata siswa memperoleh nilai baik namun masih berada di bawah KKM, 8,00.
Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata hal itu sudah sesuai dengan proses penghitungan berikut ini. Dalam Tabulasi Skor Distribusi Tunggal diketahui bahwa skor yang diperoleh siswa cukup beragam. Dari 34 siswa yang ada di kelas X.IA 5, terdapat 5 siswa mendapat skor 7,1; 20 siswa mendapat skor 7,9; dan 9 siswa lainnya mendapat skor 8,6. Sementara itu, dari 34 siswa yang ada di kelas X.IA 6, terdapat 9 siswa mendapat skor 7,1; 21 siswa mendapat skor 7,9; 3 siswa mendapat 8,6; dan hanya 1 siswa mendapat skor 9,2. Bila data tersebut dijabarkan dengan mengadaptasi contoh penulisan tabulasi skor distribusi tunggal dan bergolong dalam buku Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra karya Nurgiantoro (2001), skor-skor siswa dalam penelitian tergambarkan sebagai berikut.
Tabel 1. Tabulasi Skor Distribusi Tunggal Nomor Skor Cacahan Frekuensi (f) urut 1 9,2 I 1 2 8,6 IIII IIII II 12 IIII IIII IIII IIII IIII 41 3 7,9 IIII IIII IIII I 4 7,1 IIII IIII IIII 14 Jumlah (=N) = 68 Tabel 2. Tabulasi Skor Distribusi Bergolong Nomor Kelas Titik Frekuensi Cacahan urut Interval tengah (f) 1 9,6 – 10,0 9,8 2 9,1 – 9,5 9,3 I 1 3 8,6 – 9,0 8,8 IIII IIII II 12 4 8,1 – 8,5 8,3 7,6 – 8,0 IIII IIII IIII IIII IIII 41 5 7,8 IIII IIII IIII I 6 7,1 – 7,5 7,3 IIII IIII IIII 14 Jumlah (=N) = 68 Bila data dalam bentuk tabulasi skor distribusi bergolong di atas dikaitkan dengan penggunaan konvensi angka skala lima yakni dari E-A, akan diperoleh hasil sebagai berikut.
Hasilnya adalah 1 siswa mendapat skor 9,2 mendapat nilai A kategori baik sekali, 12 siswa mendapat skor 8,6 mendapat nilai A kategori baik sekali, 41 siswa mendapat skor 7,9 mendapat nilai B kategori baik, dan 14 siswa lainnya
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 11 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
mendapat skor 7,1 mendapat nilai C kategori cukup. Jadi, mayoritas siswa mendapat nilai kategori baik. Di samping itu, bila dinyatakan dalam bentuk rata-rata, rata-rata kelas diketahui sebesar 7,87 yang juga ada dalam kategori baik. Oleh sebab itu sudah tepat kalau rata-rata nilai siswa adalah nilai kategori baik, namun masih berada di bawah KKM 8,00. Oleh sebab itu, siswa yang bersangkutan harusnya diberikan remidial. Penelitian ini terbatas pada penelitian pembelajaran bahasa Indonesia materi teks negosiasi untuk kelas X. Dalam pembelajaran tersebut sesungguhnya ada lima jenis teks yang diajarkan untuk dua semester jenjang SMA kelas X. Namun, dalam penelitian ini, empat jenis teks lainnya, yaitu teks eksposisi, teks laporan hasil observasi, teks anekdot, dan teks prosedur kompleks masih luput dalam penelitian ini. Untuk itu, peneliti lain diharapkan meneliti aspek yang masih luput tersebut, khususnya terkait teks eksposisi, teks laporan hasil observasi, teks anekdot, dan teks prosedur kompleks. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai penelitian ini. Pertama, perencanaan pembelajaran sebagian besar sudah memuat komponen dan isi rincian komponen RPP sesuai silabus dan sesuai penjabaran komponen RPP lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Namun, ada beberapa rincian masih perlu diperbaiki, khususnya pada rincian Indikator, KD, Tujuan, Materi, Penilaian, dan Langkahlangkah Pembelajaran. Kedua, pelaksanaan pembelajaran sebagian besar sudah dilaksanakan sesuai isi skenario pembelajaran sesuai lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Empat tahapan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks cenderung sudah tampak dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun,
metode discovery learning dan pendekatan saintifik masih belum teraplikasikan secara tepat sesuai teori, khususnya dalam penyampaian keutuhan materi dan penyesuaian pertanyaan dari siswa. Ketiga, penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada siswa Kelas X SMA Negeri 1 Singaraja cenderung sudah sesuai dengan pedoman pengamatan penilaian Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II: 4-5 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Namun, teknis penilaian hasil dan pelaksanaan penilaian cenderung belum terlaksana secara utuh sesuai yang direncanakan dalam RPP. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Saran untuk guru, yaitu pemahaman terhadap perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran berbasis teks sangat penting untuk dikuasai guru. Oleh sebab itu, guru perlu memahami lagi isi lampiran IV Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran dan Permendikbud, No. 66 Tahun 2013, Bab II: 4-5 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Secara lebih mengkhusus, guru perlu memahami isi komponen-komponen RPP yang meliputi KD yang dirinci serangkai dengan Indikator, kata kerja operasional dan unsur ABCD dalam tujuan pembelajaran, hakikat metode discovery learning, penjabaran aspek kebahasaan dalam langkah-langkah kagiatan pembelajan, dan pedoman pengeskoran dalam penilaian yang belum menyertakan konvensi makna angka dan kunci jawaban. Terkait pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks harus didukung dengan pengajaran teks yang melibatkan contoh teks yang senantiasa kontekstual
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 12 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
sehingga dapat dikembangkan, dimaknai, dan dipahami oleh siswa. Tahapan pembelajaran berdasarkan pendekatan ilmiah sesuai amanat Kurikulum 2013 yang terdiri atas kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan hasil juga harus senantiasa diupayakan untuk dilaksanakan dalam mengiringi tahapan pembelajaran berbasis teks yang terdiri atas kegiatan membangun konteks, pemodelan teks, pembuatan teks secara bersama-sama, dan pembuatan teks secara mandiri. Yang paling menonjol yakni guru perlu mengupayakan agar kegiatan menanya bisa maksimal dilaksanakan dalam kegiatan menanya. Selain itu, guru juga disarankan agar senantiasa melaksanakan empat kegiatan tahapan pembelajaran berbasis teks dalam setiap kali pertemuan di kelas. Terkait penilaian dalam pembelajaran, guru perlu merencanakan kegiatan mengomunikasikan hasil agar sesuai dengan alokasi waktu supaya dalam pelaksanaannya nanti guru bisa melakukan penilaian secara langsung terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kelas. Hal itu penting diperhatikan supaya pemberian umpan balik dan tindak lanjut setiap akhir pembelajaran juga bisa sesuai dengan isi perencanaan dalam RPP, khususnya dalam komponen penilaian. Yang tidak bisa dilupakan lainnya, yakni penilaian terhadap sikap terkait KI-1 dan KI-2 juga perlu diupayakan untuk dievaluasi agar evaluasi terhadap sikap dan nilai-nilai karakter siswa dapat diketahui secara tepat dengan alat ukur yang tepat. Penelitian terhadap pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks ini dapat dikatakan sebagai penelitian baru. Penelitian ini peneliti lakukan serangkaian dengan kemunculan Kurikulum 2013 yang masih hangat diperdebatkan dan diperbincangan di ruang publik. Kurikulum 2013 ini juga tidak sertamerta dapat dihindarkan dari keberagaman interpretasi kaum intelektual seperti yang dialami oleh guru belakangan ini. Oleh sebab itu,
semakin banyak dan beragam penelitian atau kajian terhadap Kurikulum 2013, khususnya terkait pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks tentunya akan semakin utuh pula konsep ideal Kurikulum 2013 dapat diaplikasikan oleh guru. Terkait hal itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian sejenis terkait pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, utamanya demi mendapatkan keidealan penerapan tahapan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, khususnya meneliti aspek yang masih luput dalam penelitian ini, yakni teks eksposisi, teks laporan hasil observasi, teks anekdot, dan teks prosedur kompleks. DAFTAR PUSTAKA Ariantini, Ni Putu. 2014. “Implementasi Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 1 Singaraja”. Tesis (Tidak Diterbitkan). Program Studi Pendidikan Bahasa Progam Pascasarjana: Universitas Pendididkan Ganesha Singaraja. Bintari, Ni Luh Gede Riwan Putri. 2014. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Pendekatan Saintifik (Problem Based Learning) sesuai Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 2 Amlapura”. Tesis (Tidak Diterbitkan). Program Studi Pendidikan Bahasa Progam Pascasarjana: Universitas Pendididkan Ganesha Singaraja. Kemendikbud. 2013a. Buku Guru: Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik untuk Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. _______. 2013b. Buku Siswa: Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik untuk Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. _______. 2013c. Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
e-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sasstra Indonesia, Undiksha 13 Volume : Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber http://bsnpindonesia.org/id/). _______. 2013d. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber http://bsnpindonesia.org/id/). _______. 2013e. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber http://bsnpindonesia.org/id/). _______. 2013g. “Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013”. Naskah (tidak diterbitkan). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. _______. 2013h. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sumber http://bsnpindonesia.org/id/). Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Sanjaya, H. Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran Cetakan ke-5. Jakarta: Kencana. Sufanti, Main. 2013. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks: Belajar Dari Ohio Amerika Serikat”. http://publikasiilmiah.ums.ac.id diakses 16 Januari 2014.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Warlina, Ni Made Yuliani. 2013. “Problematika dalam Pembelajaran Berbicara di Kelas VIII-2 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja”. Skrinpsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia: Universitas Pendididkan Ganesha Singaraja. http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikelkurikulum-mahsun diakses pada 11 Desember 2013. http://perangkat-rppsilabus.blogspot.com/2013/07/silabu s-kurikulum-2013-sma.html diakses 29 November 2013.