TIPE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS X IPS SMA NEGERI 1 CIAWI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Fitri Hera Febriana 1112013000011
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
ABSTRAK FITRI HERA FEBRIANA (1112013000011). “Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilaksanakan di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Tipe pembelajaran bahasa dapat berupa pembelajaran bahasa yang mengarah pada sikap positif, adapula tipe pembelajaran bahasa yang mengarah pada sikap negatif terhadap bahasa Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori tipe pembelajaran bahasa yang dikemukakan oleh Made Iwan Indrawan Jendra yang terdiri atas tipe pembelajaran integratif dan tipe pembelajaran instrumental. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memaparkan keadaan objek penelitian apa adanya tanpa memanipulasi data. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah penyebaran angket, pengamatan atau observasi langsung di dalam kelas, dan melakukan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi yaitu tipe integratif. Tipe tersebut lebih dominan muncul di kelas X IPS. Tipe ini muncul karena adanya sikap positif siswa terhadap bahasa Indonesia. Tipe integratif merupakan tipe pembelajaran bahasa yang di dalamnya siswa tidak sekadar belajar bahasa tetapi segala yang mereka pelajari di sekolah untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Hal tersebut ditunjukkan dengan 10 butir pernyataan yang disajikan dalam angket siswa sebanyak 67% siswa memunculkan sikap yang mengarah pada sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, diperkuat berdasarkan hasil observasi yang menunjukkan sebanyak tujuh kegiatan guru juga memunculkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Kata kunci : Tipe Pembelajaran Bahasa, Sikap Bahasa, Pembelajaran Bahasa Indonesia
i
ABSTRACT FITRI HERA FEBRIANA (1112013000011). “The Type of Indonesian Language Learning of Social Class X in SMA Negeri 1 Ciawi,”. Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Educational Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. Advisor: Dr. Nuryani, M.A. This study aimed to describe type of Indonesian language learning which was implemented in SMA Negeri 1 Ciawi, Social Class X. Type of language learning can be a language learning which leads to a positive attitude, besides also type of language learning that leads to negative attitudes towards Indonesian. The theory used was the type of language learning theory brought up by Made Iwan Indrawan Jendra which was consisted of integrative and instrumental learning type. The method used in this research was descriptive qualitative method that aimed to describe the condition of the object of research without any data manipulation. The technique used to collect the data was questionnaire, observation or direct observation in the classroom, and interview. The results showed that the type of Indonesian language learning that took place at SMA Negeri 1 Ciawi, Social Class X is integrative type. This type was dominantly appeared in Social Class X. This type arised because of the students’ positive attitude towards Indonesian language. Integrative type was a type of language learning in which students did not just learn the language, but also applying everything they learned at school in everyday life. This was shown by the 10-point statements presented in the questionnaire which as much 67% students led into an attitude that leads on a positive attitude towards Indonesian. In addition, it was also strengthened by the result of observations which shown that seven teachers' activities also led to a positive attitude towards Indonesian.
Keywords: Type of Language Learning, Language Attitude, Indonesia Language Learning.
ii
KATA PENGANTAR Ucapan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa penulis panjatkan pula kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta para sahabat dan pengikutnya yang saleh dan salehah hingga akhir zaman. Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga sampaikan rasa syukur serta tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dengan kasih dan sayang kepada semua pihak, khususnya kepada : 1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dr. Makyun Subuki, M.Hum. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu membantu, mengarahkan, dan memberikan semangat.
3.
Dr. Nuryani, M.A. sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.
4.
Dr. Elvi Susanti, M.Pd. dan Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A, M.Pd. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi penulis serta sudah meluangkan waktu agar skripsi penulis menjadi lebih baik lagi.
5.
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
7.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Ciawi, Ibu Mamah Salamah yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
8.
Seluruh staf, guru, serta siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
9.
Guru Bahasa Indonesia, Ibu Wida Widia, S.Pd. M.Pd. yang telah meluangkan waktunya membantu penulis dan memberikan banyak cerita tentang pembelajaran serta cara pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga penulis dapat mengumpulkan data penelitian.
10. Teristimewa untuk orang tua penulis Ayahanda Hermawan dan Ibunda Fani Yulianti tercinta yang telah memberikan banyak motivasi ,kasih sayang dan curahan perhatian baik berupa moril maupun materil serta do’a yang selalu teriring setiap saat untuk Ananda dalam mengahadapi segala hal. Terima kasih mamah dan bapak. 11. Untuk semua keluarga yang tiada henti-hentinya mendukung saya, terutama adik dan nenek saya. Terima kasih bantuan dan doanya yang telah membantu pembuatan skripsi ini. 12. Untuk Ibu Neneng dan Firman El Yusra, S.Si. yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Teruntuk teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2012 khususnya mahasiswa PBSI kelas A (Ami Septiani, Intan Ramadyla, Syarifah Aliya Eneng Intan Lestari, Ikhwanatud Dakiroh, S.Pd., Eka Putri Hanifah, S.Pd.) yang telah memberikan masukan dan pendapatnya terkait penyusunan skripsi penulis. Tak lupa juga semangat dan dukungan yang tiada hentihentinya diberikan kepada penulis. 14. Teman-teman PPKT MTs Negeri 3 Jakarta (Iqlima, Mia, Izet, Herawati, S.Pd., Nenda Muslihah, S.Pd., Ariani, dan Tiara, S.Pd.) yang selalu memberikan semangat dan memberikan masukan kepada penulis terkait penyelesaian skripsi ini.
iv
15. Teman-teman seperjuangan, Eli karlina, S.Pd. dan teman-teman SMA (Raesita Meilani, S.E., Verawati Wardan, Amd. Keb., dan Wangsit Aria, Amd. Akhirnya saya bisa menyusul kalian teman-teman) yang tiada hentinya memberikan semangat serta dukungan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kalian semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan dengan pahala yang berlipat. Penulis mengakui dan menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat, serta sistematika penulisannya. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi perbaikan agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan di kemudian hari. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta, 5 Desember 2016 Penulis,
Fitri Hera Febriana
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJI REFERENSI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ................................................................................................
i
ABSTRACT ..............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
iii
DAFTAR ISI .............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................
6
C. Pembatasan Masalah ......................................................................
6
D. Rumusan Masalah ..........................................................................
7
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
7
F.
Manfaat Penelitian .........................................................................
7
BAB II KAJIAN TEORETIS ..................................................................
9
A. Hakikat Sosiolinguistik ..................................................................
9
B. Tipe Pembelajaran Bahasa..............................................................
10
1.
Teori Robert Gardner dan Wallace Lambert.............................
10
2.
Teori Made Iwan Indrawan Jendra...........................................
12
C. Ragam Bahasa Indonesia................................................................
17
D. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar ..........................................
19
E. Pembelajaran Bahasa Indonesia......................................................
20
F.
Penelitian Relevan..........................................................................
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...............................................
26
vi
A. Jenis Penelitian...............................................................................
26
B. Metode Penelitian...........................................................................
27
C. Subjek Penelitian............................................................................
28
D. Objek Penelitian.............................................................................
28
E. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................
28
F.
Sumber Data .................................................................................
28
G. Instrumen Penelitian ......................................................................
28
H. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
30
I.
Teknik Analisis Data .....................................................................
32
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...............................
34
A. Sejarah SMA Negeri 1 Ciawi .........................................................
34
1. Profil Sekolah..........................................................................
34
2. Tujuan Sekolah........................................................................
34
3. Visi..........................................................................................
35
4. Misi .........................................................................................
35
5. Program Pembiasaan ...............................................................
35
6. Kegiatan Ekstrakulikuler .........................................................
35
7.
Fasilitas ...................................................................................
36
8. Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Ciawi ................................
37
B. Deskripsi Hasil Penelitian ..............................................................
37
1.
Angket Siswa...........................................................................
39
2.
Hasil Observasi Guru...............................................................
62
C. Analisis Hasil Penelitian.................................................................
72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN..........................................................
79
A. Simpulan........................................................................................
79
B. Saran..............................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Instrumen Angket Siswa.............................................................
29
Tabel 3.2 Instrumen Observasi Guru..........................................................
29
Tabel 4.1 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
39
Tabel 4.2 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
42
Tabel 4.3 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
44
Tabel 4.4 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
46
Tabel 4.5 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
49
Tabel 4.6 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
51
Tabel 4.7 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
53
Tabel 4.8 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
55
Tabel 4.9 Pernyataan Angket Siswa ...........................................................
58
Tabel 4.10 Pernyataan Angket Siswa .........................................................
60
Tabel 4.11 Data Persentase Keseluruhan Item Angket Siswa .....................
72
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan. Belajar pula mengharuskan adanya proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Perubahan tersebut mencakup dalam hal kecakapan, pengetahuan, maupun tingkah laku. Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi. Belajar bahasa merupakan proses penguasaan terhadap bahasa yang sedang dipelajari. Dalam belajar bahasa, pelajar tidak hanya belajar pengetahuan mengenai suatu bahasa. Pelajar juga harus mampu menguasai keterampilan berbahasa. Penguasaan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi yang santun sesuai dengan bahasa yang dipelajari. Belajar bahasa yang ideal adalah siswa mempelajari bahasa yang sedang dipelajari kemudian menerapkannya dalam keseharian. Tanpa penerapan dalam kehidupan sehari-hari kemampuan yang dimiliki pelajar tidak akan berkembang. Pembelajaran bahasa seharusnya diarahkan pada penguasaan berbahasa. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang baik dan benar. Secara umum, belajar bahasa tidak terbatas pada belajar bahasa pertama (bahasa ibu) termasuk pula belajar bahasa kedua (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan lain sebagainya). Terutama, di sekolah siswa belajar beberapa bahasa di antaranya bahasa Indonesia, bahasa asing, maupun bahasa daerah. Semua bahasa tersebut penting dipelajari di sekolah, tetapi harus sesuai dengan porsinya masing-masing. Terlepas dari itu, terkadang siswa berlebihan memandang suatu bahasa lebih penting dari bahasa lainnya. Maka dari itu, sebagai bangsa Indonesia seharusnya siswa memberikan perhatian lebih terhadap pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran bahasa di sekolah. Hal tersebut sepatutnya dilakukan karena mengingat
1
2
wilayah yang kita tempati adalah negara Indonesia, juga bahasa resmi yang digunakan secara nasional adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dikukuhkan sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, semenjak itu bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa persatuan. Selain sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Hal tersebust dibuktikan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tercantum pada Bab XV pasal 36 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.1 Bahasa negara sebagai bahasa nasional dimaksudkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sudah resmi menjadi bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Bahasa Indonesia telah diajarkan sejak SD sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Sebenarnya
tujuan
pembelajaran
Bahasa
Indonesia
untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa siswa agar terampil berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Pada nyatanya, pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah belum optimal atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal itu dibuktikan dengan potret aktivitas sehari-hari tentang pemakaian dan penggunaan bahasa yang jauh dari jati diri sebagai bangsa Indonesia khususnya pelajar atau siswa. Belajar bahasa Indonesia tentu bukan sekadar belajar mengenai pola dan kaidah semata. Siswa dituntut untuk mempelajari cara berbahasa untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa yang baik dan benar sesuai dengan
budaya
Indonesia.
Siswa
dapat
membiasakan
diri
untuk
mengemukakan ide atau gagasannya sesuai dengan kondisi tertentu. Kegiatan berbahasa itulah yang seharusnya dilakukan siswa dalam belajar bahasa Indonesia di sekolah.
1
Alek A. dan H. Achmad H.P., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 16.
3
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menuntut siswa untuk berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Terlebih lagi dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat komponen keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Keterampilan tersebut terdiri atas keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Tentunya, keempat keterampilan itu saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan begitu, siswa harus terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar secara nyata dengan diiringi perbuatan atau tindakan. Namun, kondisi pembelajaran bahasa Indonesia saat ini semakin memprihatinkan dan mengalami penurunan.
Hal tersebut dilansir Syarif
Yunus dalam artikelnya yang dimuat Kompasiana. Ia menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sekarang ini hanya mengarah pada penguasaan materi pelajaran semata, tanpa menghiraukan kompetensi berbahasa.2 Di sekolah-sekolah terlihat guru lebih dominan mengambil alih kegiatan belajar di dalam kelas. Fenomena tersebut diperkuat dengan bukti bahwa guru tidak memberikan ruang pada siswa untuk memberdayakan kompetensi berbahasa. Target yang dituju dalam pembelajaran bahasa Indonesia hanya sekadar untuk memenuhi kurikulum. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah juga terkesan monoton dan membosankan. Guru tidak mengintegrasikan pembelajaran bahasa Indonesia dengan pemanfaatan media maupun kreativitasnya. Selain itu, kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia dihadapkan pada suatu tantangan dari maraknya kegiatan berbahasa masyarakat di luar kelas. Kondisi tersebut tentu berpengaruh pada siswa yang mengakibatkan Indonesia di tingkat pembelajaran di sekolah.
penurunan bahasa
Itulah realita kondisi
pembelajaran bahasa Indonesia pada saat ini. Realita yang dipaparkan di atas, terlihat pula pada salah satu sekolah negeri yang berada di Bogor, yakni SMA Negeri 1 Ciawi. 2
SMA Negeri 1
Syarif Yunus, Pembelajaran Bahasa Indonesia Ke mana Arahnya?, http://Kompasiana.com, diunduh pada tanggal 22 September 2016 pukul 13.15 WIB
dalam
4
Ciawi merupakan sekolah yang berada di lingkungan masyarakat yang menggunakan dua bahasa sekaligus. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda (bahasa ibu) untuk berinteraksi. Penggunaan dua bahasa sekaligus akan terjadi tumpang tindih terhadap pemakaian dua sistem bahasa dalam berkomunikasi. Tentunya dalam suatu peristiwa, pemilihan bahasa yang dipakai pun akhirnya menjadi jalan pintas yang diambil apakah menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Sunda. Di samping itu, pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa SMA Negeri 1 Ciawi terbatas hanya untuk memenuhi mata pelajaran atau bahkan untuk memenuhi nilai standar KKM yang ditetapkan sekolah. Sebagian besar siswa tidak menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, peneliti melihat siswa SMA Negeri 1 Ciawi belajar bahasa Indonesia sebatas mengerti pada saat pembelajaran dan ketika di luar pembelajaran mereka melupakan begitu saja. Siswa memiliki gengsi apabila dapat menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris atau bahasa Jerman. Mereka lebih senang mendengarkan lagu berbahasa Inggris dibandingkan lagu bahasa Indonesia. Contoh lain, sebagian besar siswa menganggap remeh dan tidak peduli terhadap bahasa Indonesia. Hal tersebut terlihat ketika pembelajaran beberapa siswa sering mengantuk, tidak antusias, tidak memperhatikan penjelasan guru, dan tidak bersemangat mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Pada akhirnya menyebabkan siswa tidak memiliki kesadaran dan pemahaman tentang betapa pentingnya keterampilan berbahasa dan tata bahasa yang telah dipelajari. Sementara itu, sebagian besar siswa SMA Negeri 1 Ciawi berasal dari suku Sunda. Hal ini berakibat pula pada penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah. Gejala yang terlihat pada siswa SMA Negeri 1 Ciawi antara lain pemakaian bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan. Mereka menggunakan variasi bahasa yang marak digunakan pada masyarakat berbahasa di luar sekolah. Bahkan mereka menggunakan bahasa Sunda sebagai alat untuk berinteraksi. Tanpa disadari adanya peristiwa tersebut dapat menimbulkan sikap bahasa yang mengarah
5
pada sikap negatif siswa terhadap bahasa Indonesia. Walaupun demikian, siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciawi masih menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Kondisi pembelajaran bahasa yang positif ditandai dengan siswa menggunaan bahasa Indonesia sesuai kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Selain itu, pembelajaran bahasa yang dipelajari di sekolah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga sering membaca buku, koran, atau majalah untuk menambah pengetahuannya mengenai perkembangan bahasa Indonesia maupun budaya Indonesia. Kondisi pembelajaran bahasa yang negatif dapat ditemui pada era globalisasi saat ini. Contohnya saja, masih banyak sikap siswa yang kurang tertarik belajar bahasa Indonesia. Belajar bahasa Indonesia wajib dipelajari hanya sekadar sebagai mata pelajaran. Siswa juga tidak memahami secara mendalam mengenai apa yang sudah dipelajarinya. Siswa pun tidak menerapkan pembelajaran yang sudah ia dapatkan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan seperti dikatakan oleh Liliana Muliastuti3 yang menemui fakta di sebuah sekolah Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK) istilah pengganti untuk “sekolah internasional” di Jakarta anak-anak WNI sendiri tidak dapat berbahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena sebagian kalangan menengah dengan sengaja mengarahkan anak-anaknya untuk belajar bahasa Inggris sejak dini, sehingga pada akhirnya bahasa Indonesia mereka kesampingkan. Tentu fenomena itu merupakan kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang mengarah pada sikap negatif. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan juga ditemukan di sekolah lain, bahkan mungkin juga ditemukan di sekolah negeri yang sebenarnya adalah sekolah pemerintah. Sekolah seperti ini seharusnya mengutamakan siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari terutama ketika pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa 3
Liliana Muliastuti, Pamor Bahasa Indonesia, dalam Koran Jakarta yang diterbitkan pada 7 April 2016, diunduh pada tanggal 22 September 2016 pukul 13.12 WIB
6
nasional yang perlu dijunjung tinggi oleh generasi muda, khususnya pelajar. Selain itu, siswa juga harus memiliki kesadaran dan pemahaman yang cukup tentang pentingnya keterampilan berbahasa dan tata bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah maupun aturan dalam bahasa Indonesia. Hal itu akan memunculkan pertanyaan mengenai tipe pembelajaran bahasa seperti apakah yang berlangsung di sekolah-sekolah negeri? Terutama di SMA Negeri 1 Ciawi khususnya kelas X IPS? Pada dasarnya siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciawi tinggal di lingkungan masyarakat yang menggunakan dua bahasa sekaligus ketikas berinteraksi. Berdasarkan fenomena yang dipaparkan tersebut, peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian terhadap siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciawi untuk menjawab pertanyaan di atas. Penelitian ini berjudul, “Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi.” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang semakin hari semakin menurun.
2.
Siswa cenderung bersikap remeh dan tidak peduli terhadap bahasa Indonesia.
3.
Di lingkungan sekolah, siswa tidak memperhatikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4.
Siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciawi cenderung menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
5.
Sikap bahasa negatif siswa terhadap bahasa Indonesia.
6.
Tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang mengarah pada sikap positif atau negatif siswa di sekolah-sekolah negeri.
C. Pembatasan Masalah Penelitian ini membatasi masalah pada penemuan tipe pembelajaran Bahasa integratif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi.
7
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: bagaimana tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis. 1.
Adapun manfaat teoretis sebagai berikut: a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan terhadap ilmu yang berkaitan dengan sosiolinguistik terutama dalam masalah tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang berlangsung di sekolah.
b. 2.
Penelitian ini memberikan ilmu baru kepada peneliti.
Manfaat praktis dari penelitian ini sebagai berikut: a.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khususnya bagi mahasiswa mengenai tipe pembelajaran Bahasa Indonesia.
b.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menemukan tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi, sehingga mengetahui tipe pembelajaran bahasa Indonesia seperti apa yang terdapat di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi.
c.
Secara Akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan saran sehingga menemukan tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat mengarahkan pada sikap positif yang dimiliki oleh siswa.
d.
Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan sehingga membantu peneliti lain dalam melakukan penelitian serupa mengenai tipe pembelajaran bahasa Indonesia atau melakukan penelitian lanjutan mengenai cara seperti apa yang dapat ditempuh
8
dalam pembelajaran bahasa Indonesia agar tipe pembelajaran bahasa Indonesia lebih mengarah kepada sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia.
BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Sosiolinguistik Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik adalah bidang antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa di dalam masyarakat.1 Bram dan Dickey menyatakan bahwa sosiolinguistik mengkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah masyarakat. Dalam hal ini, sosiolinguistik menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturanaturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi.2 Abdul Chaer3 juga menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat, bahasan yang dibicarakan dalam sosiolinguistik ini mencakup pemakai dan pemakaian bahasa, tempat dan tata tingkat bahasa, dan pelbagai akibat adanya dua kontak bahasa dan ragam serta waktu pemakaian ragam bahasa itu. Istilah sosiolinguistik menekankan tentang pengkajian bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat. Hymes mengemukakan: The term sosiolinguistics to the correlations between language and societies particular linguistics and social phenomena,4 artinya istilah sosiolinguistik untuk menghubungkan antara bahasa dan masyarakat serta bahasa dan fenomena yang ada dalam masyarakat. Selain itu, Hudson menjelaskan perbedaan antara sosiolinguistik dan sosiologi bahasa. Sosiolingusitics is the study of language in relation to society, whereas the sociology of language is the study of society in relation to language.5
1
Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 2. 2 Fathur Rokhman, Sosiolinguistik: Suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa dalam Mayarakat Multikultural, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 2. 3 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 16. 4 Ronald Wardhaugh, An Introduction to Sosiolinguistics, (United Kingdom: WileyBlackwell, 2010), h. 12. 5 Ibid., h. 12.
9
10
Dari kutipan di atas, jelas sekali perbedaan antara sosiolinguistik dan sosiologi bahasa, bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa dalam masyarakat sedangkan sosiologi bahasa lebih menekankan pada masyarakat yang dikaitkan dengan bahasa yang digunakannya. Fishman juga berpendapat bahwa sosiolinguistik didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasawan dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat bahasa.6 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa dalam masyarakat seperti variasi-variasi bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat, termasuk sikap bahasa yang dikaji di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian sosiolinguistik yang di dalamnya membahas tipe pembelajaran bahasa. Berikut akan peneliti paparkan teori mengenai tipe pembelajaran bahasa yang dikemukakan oleh Robert Gardner dan Made Iwan Indrawan Jendra. B. Tipe Pembelajaran Bahasa 1.
Teori Robert Gardner dan Wallace Lambert Dalam bukunya, William menyebutkan bahwa pengaruh sikap dalam motivasi dan kemahiran mempelajari suatu bahasa telah diselidiki oleh sejumlah peneliti. Terutama penelitian yang dilakukan oleh Robert Gardner dan Wallace Lambert terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Penelitian mereka terkait dengan penemuan dua macam yaitu integratif dan instrumental.7 a.
Pembelajar yang memiliki motivasi integratif sangat tertarik dalam kelompok pembelajar bahasa kedua. Dia ingin mempelajari bahasa tersebut agar dapat berkomunikasi dengan baik atau memuaskan serta mengakrabkan diri untuk lebih dekat atau menggabungkan dirinya dengan budaya bahasa yang sedang dipelajari.
6
Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, (Flores: Nusa Indah, 1985), h.
92. 7
William T. Littlewood, Foreign Second Language Leraning, (New York: Cambridge University Press, 2005), h. 56.
11
b.
Pembelajar yang memiliki motivasi instrumental lebih tertarik mengenai bagaimana bahasa yang dipelajari tersebut dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu seperti mendapatkan kualifikasi atau untuk meningkatkan prospek kerja. Gardner dan Lambert melakukan penelitian terhadap pembelajar
bahasa Inggris peserta didik Prancis di wilayah Amerika Utara. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan bahwa pembelajar memiliki orientasi integratif yang tinggi kemungkinan untuk mencapai kemahiran dalam berbahasa Inggris. Hal tersebut sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa pembelajar dengan motivasi integratif ingin lebih bersosialisasi dan senang mengadopsi pola berbicara yang baru didapatkan dari kelompok lain. Namun, Gardner dan Lambert memiliki hasil yang berbeda ketika melakukan penelitian terhadap pembelajar bahasa Inggris di Pilipina. Mereka menemukan bahwa pembelajar memiliki motivasi instrumental yang berhubungan baik dengan kesuksesan mereka dalam pembelajaran bahasa kedua. Yasmeen Lukmani menemukan hasil yang sama ketka melakukan penelitian terhadap pembelajar bahasa Inggris di India. Lain halnya dengan yang dikemukakan oleh Douglas Brown, ia menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Gardner dan Lambert terhadap kesuksesan pembelajar dalam pembelajar bahasa membagi dua tipe dasar sikap yang diidentifikasi sebagai orientasi instrumental dan integratif pada motivasi.8 Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Gardner dan Lambert dalam bukunya bahwa motivasi pelajar dalam belajar bahasa ditentukan oleh sikapnya dan kesiapan untuk mengidentifikasi serta orientasinya terhadap proses pembelajaran bahasa baik bahasa kedua maupun bahasa asing. Ada dua orientasi yang membentuk siswa dalam belajar bahasa di antaranya instrumental yang mencerminkan nilai praktis dan keuntungan belajar bahasa baru sedangkan integratif 8
H. Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi Kelima, (Jakarta: Pearson Education, 2008), h. 185.
12
mencerminkan ketulusan dan ketertarikan pribadi di masyarakat dan budaya yang diwakili oleh kelompok lain.9 Dalam konteks ini, integratif dan instrumental bukanlah benar-benar tipe motivasi tetapi lebih tepatnya adalah orientasi. Pembelajar bahasa dengan orientasi integratif menggambarkan pembelajar yang ingin menyatukan diri ke dalam budaya kelompok bahasa kedua dan terlibat langsung dalam perhubungan sosial dalam kelompok itu. Sedangkan pembelajar bahasa dengan orientasi instrumental menunjuk pada pemerolehan bahasa untuk mencapai tujuan seperti meningkatkan karier, membaca materi-materi teknis, atau untuk kepentingan akademis saja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang pembelajar bahasa mungkin termotivasi untuk belajar dalam konteks karier atau pencapaian akademis, adapula pembelajar lain dengan orientasi sosial agar berhasil dalam mempelajari bahasa yang dipelajarinya. 2.
Teori Made Iwan Indrawan Jendra Made Iwan Indrawan Jendra mengatakan bahwa sikap pelajar terhadap bahasa yang dipelajari telah diteliti berkali-kali oleh guru bahasa dan psikologis. Sebagian peneliti sepakat bahwa sikap yang menguntungkan terhadap target akan mempengaruhi hasil yang lebih positif dalam belajar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam konteks pembelajaran bahasa, terdapat dua tipe pembelajaran bahasa yang terkait dengan sikap bahasa. Menurut Kamus Linguistik, sikap bahasa (language attitude) merupakan posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain.10 Jendra juga mengungkapkan bahwa sikap bahasa adalah keadaan jiwa atau perasaan seseorang terhadap bahasanya sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa yang dimaksud Jendra adalah sikap bahasa yang dimiliki oleh penutur bahasa terhadap bahasa tempat
9 Robert C. Gardner and Wallace E. Lambert , Attitudes and Motivation in Second-Language Learning, (Rowley: Newbury House Publishers, 1972), h. 132. 10 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 221.
13
asalnya, di lingkungan masyarakatnya sendiri, dan bagaimana pula sikapnya jika penutur bahasa itu berbicara dengan orang lain, baik di dalam maupun di luar daerah masyarakat bahasanya.11 Proses terbentuknya sikap bahasa tidak jauh dari proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sebagaimana halnya dengan sikap, maka sikap bahasa juga merupakan peristiwa yang tidak dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa dapat diamati antara lain dari perilaku berbahasa atau perilaku tutur. Namun, tidak setiap perilaku tutur dapat mencerminkan sikap bahasa. Begitu juga sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya tercermin dalam perilaku tutur. Sikap bahasa cenderung mengacu pada bahasa sebagai sistem (langue) sedangkan perilaku tutur cenderung merujuk pada pemakaian bahasa secara konkret (parole).12 Adapula pendapat yang mengemukakan definisi sikap bahasa dalam buku M. Asfandi Adul bahwa sikap bahasa adalah sikap berbahasa seseorang dalam masyarakat untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Sikap berbahasa ini berhubungan dengan watak dan kepribadian seseorang.13 Beberapa masyarakat Indonesia bahkan pelajar yang statusnya sebagai siswa memiliki rasa gengsi kemudian senang menggunakan kata-kata asing dalam berbagai pembicaraan, padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang yang fasih berbahasa asing. Pemakaian bahasa tersebut bukanlah contoh yang baik karena tidak memiliki kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap bahasa adalah tata keyakinan atau perasaan seseorang terhadap bahasa. Sikap bahasa merupakan keadaan jiwa seseorang untuk memberikan respon positif atau negatif mengenai bahasa dan objek bahasanya.
11
Pascaundhiksa, Modul Sosiolinguistik, dalam http://pascaundhiksa.ac.id, diunduh pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 14.00, h. 186. 12 Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal, (Surakarta: Henary Offset Solo, 1985), h. 88. 13 M. Asfandi Adul, Bahasa Indonesia Baku dan Fungsi Guru dalam Pembinaan bahasa Indonesia, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), h. 105.
14
Sikap bahasa meliputi sikap positif juga negatif. Begitu pula dengan tipe pembelajaran bahasa yang muncul terkait sikap bahasa ada tipe pembelajaran yang mengarah pada sikap positif dan adapula tipe pembelajaran yang mengarah pada sikap negatif. Dalam bukunya, Made Iwan Indrawan Jendra menyebutkan terdapat dua jenis sikap yang berperan dalam pembelajaran bahasa yaitu tipe pembelajaran bahasa integratif dan tipe pembelajaran bahasa instrumental.14 a.
Tipe pembelajaran bahasa integratif Tipe ini merupakan sebuah sikap yang dimiliki pembelajar bahasa yang ditandai dengan perilaku dari pelajar untuk ikut menggabungkan dirinya pada bahasa yang sedang ia pelajari. Hal itu dimaksudkan bahwa pelajar tidak sekadar belajar bahasa tetapi untuk mengetahui, memahami, dan menyesuaikan diri dengan budaya bahasa yang dipelajari. Adanya tipe pembelajaran ini akan menumbuhkan sikap positif yang dimiliki pembelajar bahasa terhadap bahasa yang dipelajarinya. Tipe pembelajaran ini berkaitan dengan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut ditandai dengan penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan. Hal-hal yang menunjukkan tipe pembelajaran bahasa seseorang yang berkaitan dengan sikap positif terhadap bahasa sebagai berikut: 1) Memakai bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan. 2) Memakai bahasa Indonesia tanpa dicampur dengan bahasa asing. Walaupun lawan bicara mengerti maksud pembicaraan yang disampaikan, namun alangkah baiknya penggunaan bahasa disesuaikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan aturan yang ada. Dengan demikian, menunjukkan bahwa kita bangga dengan bahasa yang kita miliki.
14
Made Iwan Indrawan Jendra, Sosiolinguistics: The Study of (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 112.
Societies’ Language,
15
3) Memakai
bahasa
Indonesia
sesuai
dengan
keperluan.15
Maksudnya penggunaan bahasa lain juga diperlukan, namun harus sesuai dengan porsinya masing-masing. Oleh sebab itu, bahasa daerah atau bahasa asing pun diperlukan untuk keperluan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan lain selain bahasa Indonesia tidak dipandang sebagai cerminan memiliki sikap kebangsaan yang rendah. 4) Menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, pembelajaran yang terkait dengan bahasa Indonesia yang sudah dipelajari sebaiknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tidak dilupakan begitu saja. 5) Berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran atau majalah. 6) Menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. 7) Melestarikan bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. 8) Berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah bahasa Indonesia. b.
Tipe pembelajaran bahasa instrumental Tipe pembelajaran bahasa instrumental adalah sikap yang dimiliki pembelajar bahasa di mana pembelajar belajar bahasa untuk memenuhi kebutuhan materi saja, tetapi tidak ikut menggabungkan diri terhadap bahasa yang ia pelajari. Tipe pembelajaran bahasa ini dimaksudkan bahwa pembelajar belajar bahasa hanya sekadar memenuhi kebutuhan materi.
Pembelajar tidak berusaha untuk
memahami dan menjadi bagian dari budaya bahasa yang bersangkutan. 15
Pascaundhiksa, Modul Sosiolinguistik, dalam http://pascaundhiksa.ac.id, diunduh pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 14.00, h. 188.
16
Adanya tipe ini akan memunculkan sikap negatif pembelajar terhadap bahasa yang dipelajari. Dengan demikian, pembelajar mempelajari bahasa hanya untuk kewajiban dan tidak memiliki pemahaman yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terjadi karena pembelajar kurang tertarik untuk mempelajari bahasa bersangkutan secara mendalam. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tipe pembelajaran ini berkaitan dengan sikap negatif terhadap bahasa Indonesia. Dalam hal ini, orang mudah beralih pada bahasa yang bukan miliknya. Fenomena sikap negatif ini masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal-hal yang menunjukkan tipe pembelajaran bahasa seseorang yang berkaitan dengan
sikap negatif terhadap
bahasa sebagai berikut: 1) Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik. 2) Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing. Namun, tidak pernah merasa malu apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. 3) Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia. Hal itu terlihat dengan tidak mau mempelajari bahasa Indonesia karena merasa telah menguasai bahasa tersebut. 4) Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai dari yang lain karena telah menguasai bahasa asing dengan fasih. Padahal penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.16 5) Banyak orang Indonesia mempelajari bahasa Indonesia karena sekadar untuk memenuhi mata pelajaran di sekolah saja. 6) Banyak orang Indonesia menggunakan bahasa asing pada reklame atau papan nama toko.
16
Ibid., h. 190.
17
7) Banyak orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan tidak memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 8) Banyak orang Indonesia yang tidak menerapkan pembelajaran bahasa yang sudah mereka dapatkan dalam kehidupan seharihari. Hal-hal di atas merupakan ciri-ciri dari tipe pembelajaran bahasa integratif dan tipe pembelajaran instrumental. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, peneliti akan kembangkan sebagai acuan dalam membuat angket yang akan disebarkan pada siswa. Dengan demikian, peneliti menggunakan teori Made Iwan Indrawan Jendra mengenai tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang telah peneliti paparkan di atas sebagai landasan dalam menganalisis tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul di kelas X IPS. Teori tersebut meliputi tipe pembelajaran integratif dan tipe pembelajaran instrumental. Pemilihan teori tersebut disesuaikan dengan fokus penelitian ini yang meneliti tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Dengan demikian, penelitian ini merujuk pada teori tipe pembelajaran bahasa yang dikemukakan oleh Made Iwan Indrawan Jendra. C. Ragam Bahasa Indonesia Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antarmanusia. Dalam berbagai situasi, bahasa dimanfaatkan untuk menyampaikan ide pembicaraan kepada pendengar atau penulis kepada pembaca.17 Tentu saja, dipilih salah satu dari sejumlah variasi pemakaian bahasa pada tiap-tiap situasi komunikasi. Setiap situasi tersebut memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakan.
17
Sugihastuti, Rona Bahasa dan Sastra Indonesia: Tanggapan Penutur dan Pembacanya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 121.
18
Istilah yang digunakan salah satu dari sekitar variasi pemakaian bahasa disebut ragam bahasa.18 Pemilihan terhadap salah satu ragam bahasa dipengaruhi oleh faktor kebutuhan penutur atau penulis terhadap alat komunikasi yang sesuai dengan situasi. Misalnya, tidak tepat bila komunikasi di pasar menggunakan ragam bahasa yang digunakan dalam rapat dinas. Dengan demikian, terdapat berbagai variasi pemakaian bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya. Jadi, dapat peneliti simpulkan bahwa ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang dapat dilihat dari segi pembicara, situasi, maupun topik pembicaraan. 1.
Macam-macam Ragam Bahasa Mengingat fungsi dan situasi yang berbeda-beda dalam setiap komunikasi antarmanusia, terdapat bermacam-macam ragam bahasa. Pertama, dilihat dari segi pembicara/penulis, dapat dirinci sebagai berikut. a.
Ragam daerah lebih dikenal dengan nama logat atau dialek. Ragam ini seperti dialek Jawa, dialek Bali, dan sebagainya. ragam ini tercipta karena pengaruh kuat bahasa ibu pembicara.
b.
Ragam bahasa ditinjau dari segi pendidikan pembicara dapat dibedakan menjadi ragam cendekiawan dan ragam noncendekiawan. Pembedaan ini dilihat berdasarkan tingkat pendidikan formal dan nonformal pembicara.
c.
Ragam bahasa ditinjau dari segi sikap pembicara bergantung kepada sikap terhadap lawan komunikasi. Ragam ini dipengaruhi oleh pokok pembicaraan, tujuan dna arah pembicaraan, sikap pembicaraan, dan sebagainya. Segi-segi tersebut yang membedakan ragam ini menjadi ragam resmi dan nonresmi.19 Ragam resmi ini digunakan pada situasi formal di dalam kelas, di dalam seminar, di dalam forum rapat, di kantor, atau acara-acara resmi lainnya. Bahasa formal digunakan konteks pemakaian pada umumnya adalah konteks resmi atau bahasa
18 19
Ibid., h. 122. Ibid., h. 127.
19
baku,
aneka
pemenggalan
bentuk-bentuk
kebahasaan
tidak
dimungkinkan. Demikian pula, pemakaian unsur-unsur kedaerahan juga harus sepenuhnya ditanggalkan dan ditinggalkan.20 Sementara itu, ragam nonresmi digunakan pada situasi nonformal di kantin, percakapan pribadi dengan teman, di pasar, dan sebagainya. Penggunaan bahasa dalam konteks santai atau nonformal, konteks pemakaian kebahasaan yang digunakan
yaitu bentuk-bentuk
kebahasaan yang standar atau cenderung tidak baku. Kedua, dilihat dari segi pemakaian dapat dirinci sebagai berikut. a.
Ragam bahasa ditinjau dari segi pokok persoalan berhubungan dengan lingkungan yang dipilih dan dikuasai, bergantung pada luasnya pergaulan, pendidikan, profesi, dan sebagainya. Pemilihan ragam ini menyangkut hal pemilihan kata, ungkapan khusus, dan kalimat khusus.
b.
Ragam bahasa ditinjau dari segi sarananya dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam tertulis. Dilihat dari sejarahnya, ragam lisanlah yang lebih dahulu ada daripada ragam tulisan. Penggunaan ragam tersebut disesuaikan
dengan
keperluan
dan
latar
belakang
yang
mendasarinya. Hal ini juga berhubungan dengan fungsi dan situasi pemakainya. c.
Ragam bahasa dalam pemakaiannya, sering terjadi percampuran unsur (kosakata) daerah maupun asing. Antara bahasa daerah dan bahasa
Indonesia
terjadi
kontak
aktif
yang
mempengaruhi
perkembangan kosakata, demikian juga pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia.21 D. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan fungsi dan situasinya. Bahasa Indonesia yang baik 20
Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Erlangga, 2010), h.
21
Ibid., h. 129.
13.
20
dan benar dapat diartikan sebagai ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah atau aturan yang benar atau berlaku.22 Berbahasa Indonesia yang baik dan benar harus diperhatikan situasi pemakaian dan ragam bahasa yang digunakan. Dalam situasi resmi digunakan bahasa baku; dan sebaliknya, dalam situasi tidak resmi tidak seharusnya digunakan bahasa baku. Dengan demikian, dapat peneliti simpulkan bahwa yang dimaksud pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar berarti penggunaan
bahasa
Indonesia
yang
sesuai
dengan
situasi
berikut
pemakaiannya yang sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kaidah tersebut harus sesuai dengan EYD atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah PUEBI. Berdasarkan Peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pengganti istilah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).23 Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dipergunakan bagi instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. PUEBI ini meliputi pemakaian huruf seperti huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, hruf miring, dan huruf tebal; penulisan kata dasar, kata berimbuhan, bentuk ulang, gabungan kata, pemenggalan kata, kata depan, dan sebagainya; pemakaian tanda baca; penulisan unsur serapan; pembentukan istilah; aspek tata bahasa; dan aspek semantik. E. Pembelajaran Bahasa Indonesia Belajar dapat dikatakan sebagai kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan itu bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di
22
Ibid., h. 130. TIM Grasindo, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan Istilah, (Jakarta: Grasindo, 2016), h. 2. 23
21
lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.24 Dengan demikian, belajar memiliki peranan yang penting dalam mempertahankan kehidupan kelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu karena belajar. Dalam setiap proses pendidikan peserta didik merupakan komponen masukan yang memiliki kedudukan sentral. Tidak ada proses pendidikan yang berlangsung tanpa kehadiran peserta didik. Untuk melakukan tugasnya dengan baik, pengajar perlu memiliki pengetahuan mengenai siapa peserta didik tersebut dan bagaimana karakteristiknya. Rubin dan Oxford dalam Cyr mengemukakan bahwa tipe-tipe pembelajar yang baik adalah peserta didik yang mampu mengikuti apa yang dijelaskan pengajar serta mempunyai kebiasaan baik selama masa persiapan, pelaksanaan, dan pasca pengajaran.25 Belajar juga merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis meliputi aktivitas yang berkaitan dengan proses mental misalnya, aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, menganalisis, mengungkapkan, dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis meliputi aktivitas yang berkaitan dengan proses penerapan atau praktik misalnya melakukan eksperimen, latihan, kegiatan praktik, membuat hasil karya atau produk, apresiasi dan sebagainya.26 Begitu juga dalam pembelajaran bahasa tentu berkaitan erat dengan aktivitas psikologis di mana siswa belajar memahami, menyimak, maupun mengungkapkan ide atau pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan dengan cermat dan sopan sesuai kaidah yang dipelajari dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, siswa juga melakukan aktivitas fisiologis berkaitan dengan
menghasilkan suatu karya,
mengapresiasi,
dan
menerapkan
pembelajaran yang sudah didapatkan yang berhubungan dengan empat 24
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 87. 25 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Rosdakarya, 2011), h. 127. 26 Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer : Mengembangkan Profesionalisme Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 85.
22
komponen keterampilan dalam berbahasa seperti membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Tujuan pembajaran bahasa adalah untuk mengetahui hasil pembelajaran itu,
mengetahui
kekurangan-kekurangan
dalam
metode
dna
teknik
pembelajaran untuk kemudian mengatasinya, demi tercapainya hasil pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu, materi yang dikaji meliputi metode yang digunakan dalam suatu kegiatan belajar-mengajar terhadap hasil belajar, perbandingan hasil belajar melalui dua metode belajar yang berbeda, pengaruh suatu aspek terhadap hasil belajar, hubungan (korelasi) antara dua hasil kegiatan belajar, dan sebagainya.27 Pembelajaran pada hakikatnya merupakan interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan perbedaan
tersebut,
kegiatan
pembelajaran dapat
dilakukan
dengan
menggunakan berbagai pola pembelajaran sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.28 Dalam bukunya, Muhibbin Syah juga mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya yang dilakukan seseorang (misal guru) agar orang lain (dalam hal ini murid) melakukan belajar. Pembelajaran mirip dengan proses mengajar dalam arti di satu sisi guru mengajarkan atau menyajikan materi sedangkan murid belajar atau menyerap materi yang disampaikan oleh guru.29 Dalam pembelajaran, siswa melakukan kegiatan belajar yang mengarah pada proses perubahan sikap.
Dengan
belajar, siswa memperoleh pengetahuan dan bertambah pula keterampilannya. Pembelajaran bahasa merupakan proses pemerolehan bahasa yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan kemampuan berbahasa seseorang baik secara lisan maupun tulisan terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Keberhasilan dalam belajar termasuk belajar bahasa ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu di antaranya:
27
Abdul Chaer, kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 153. 28 Rusman, Op. Cit., h. 93. 29 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 215.
23
(1) kualitas guru (2) kurikulum (3) bahan ajar (4) minat dan motivasi siswa (5) tingkat intelegensi siswa (6) sarana dan fasilitas belajar (7) lingkungan sekolah (8) perhatian orang tua (keluarga) (9) latar belakang sosial budaya, dan (10) lingkungan tempat tinggal. F. Penelitian Relevan Penelitian yang pernah diteliti sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1.
Penelitian dengan judul “Sikap Bahasa Masyarakat Urban terhadap Bahasa Indonesia (Menemukan Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Wilayah Rural dan Urban)” yang diteliti oleh Nuryani dalam artikel atau prosiding Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap bahasa masyarakat urban dan menemukan tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul pada sekolah wilayah rural dan urban. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu angket, wawancara, dan observasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Garvin dan Mathiot sebagai landasan dalam pembuatan angket dan teori tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Made Iwan Indrawan Jendra. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat sikap bahasa negatif yang dominan dimiliki oleh masyarakat urban berdasarkan hasil angket sebanyak 80%. Berdasarkan sikap bahasa yang dominan tersebut maka
24
tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul di sekolah wilayah rural yaitu tipe pembelajaran bahasa instrumen.30 2.
Skripsi yang diteliti oleh Nurul Rahmadini mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Sikap Bahasa Siswa Kelas XI IPA SMA An-Najah terhadap Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA An-Najah terhadap bahasa Indonesia. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan metode angket dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan persentase untuk menghitung data angket yang disebar kepada responden. Hasil dari penelitian ini bahwa siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik atau dapat dikatakan sikap terhadap bahasa Indonesia positif. Hal tersebut diperkuat dari data wawancara dengan guru maupun siswa. Mereka menggunakan bahasa Indonesia untuk bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, berdiskusi dengan teman, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.31
3.
Penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini adalah jurnal Laili Apriana, Karomani, dan Wini Tarmini Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dengan judul “Sikap Bahasa Siswa Kelas VII SMP Darma Bangsa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujun untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswa SMP Darma Bangsa dna implikasinya terhadap pembelajaran Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian ini mengacu pada teori Garvin dan
Mathiot. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap bahasa siswa
30 Nuryani, “Sikap Bahasa Masyarakat Urban terhadap Bahasa Indonesia (Menemukan Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Wilayah Rural dan Urban)”, (Repository Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) 31 Nurul Rahmadini, “Sikap Bahasa Indonesia Siwa kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor”, (Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016)
25
SMP Darma Bangsa terhadap bahasa Indonesia tergolong sangat baik atau positif. Hal itu dibuktikan dengan berupaya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, implikasi sikap bahasa tersebut terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia yaitu tumbuhnya rasa tanggung jawab dan kemauan siswa untuk membina dan mengembangkan bahasanya sendiri melalui pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.32 Persamaan dari ketiga penelitian yang telah dipaparkan di atas dengan penelitian ini adalah penggunaan teknik pengumpulan data dan metode penelitian. Ketiga penelitian di atas dan penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket, observasi, dan wawancara. Selain itu, penggunaan metode penelitian yang sama digunakan pada ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yakni menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Perbedaan dengan ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan dalam penelitian. Untuk penelitian pertama, teori yang digunakan yaitu teori sikap bahasa Garvin dan Mathiot serta teori tipe pembelajaran yang dikemukakan Made Iwan Indrawan Jendra. Penelitian kedua menggunakan teori yang dikemukakan oleh Made Iwan Indrawan jendra mengenai empat faktor yang mempengaruhi sikap bahasa. Penelitian ketiga sama-sama menggunakan teori Garvin dan Mathiot sama seperti penelitian pertama, hanya saja pada penelitian ini ditambah dengan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Untuk
penelitian ini berbeda dengan ketiga penelitian sebelumnya yang membahas sikap bahasa. Penelitian ini lebih menekankan tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul dengan menggunakan teori tipe pembelajaran yang dikemukakan oleh Made Iwan Indrawan Jendra.
32
Laili Apriana dkk, “Sikap Bahasa Siswa SMP Darma Bangsa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia”, (Jurnal Kata (Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, 2012)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah kerangka kerja untuk melaksanakan penelitian yang bersistem, cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian yang membahas konsep teoretis berbagai metode.1 Metodologi ini merupakan prosedur penelitian yang dikembangkan secara sistematis untuk menghasilkan penelitian tertentu. Dalam metodologi penelitian berisi jenis metode dan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan metode tertentu.2 A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mengatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.3 Sementara itu, Sugiyono berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah di mana peneliti merupakan instrumen kunci.4 Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara, observasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, dan persepsinya.5 Nusa Putra mengatakan bahwa penelitian kualitatif mewajibkan para peneliti membuat catatan kualitatif.6 Hal itu berarti semua hasil pengumpulan data yang peneliti lakukan harus dicatat oleh peneliti.
1
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 22. 2 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 43. 3 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 3. 4 Imam Gunawan, Metode Peneltian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 83. 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 94. 6 Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 79.
26
27
Putra dan Dwilestari mejelaskan bahwa catatan kualitatif itu terdiri dari catatan lapangan, catatan pribadi, catatan metodologis, dan catatan teoritis. Dalam penelitian ini, peneliti akan membuat catatan lapangan.
Catatan
tersebut dibuat pada saat peneliti melakukan pengamatann secara langsung terhadap objek penelitian. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.7 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan dan menggambarkan serta memetakan fakta-fakta berdasarkan cara pandang atau kerangka berpikir tertentu.8 Selain itu, penelitian deskriptif bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan
suatu
fenomena
atau
kenyataan
sosial
dengan
mendekripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif sesungguhnya diarahkan pada pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.9 Dalam hal ini, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun data terkait masalah yang diteliti. Pada dasarnya, metode ini dimaksudkan untuk memperoleh data berupa kata atau perbuatan. Kemudian digambarkan dan diinterpretasikan secara apa adanya tanpa memanipulasi atau melakukan suatu perubahan. Dalam penggunaan metode deskriptif ini, langkah-langkah yang ditempuh meliputi pendeskripsian masalah penelitian, menentukan prosedur penelitian, dan terakhir mengumpulkan serta menganalisis data. Metode ini digunakan 7
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2006),
h. 72. 8
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Putaka Setia, 2011), h. 100. Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14. 9
28
dengan tujuan untuk mengetahui tipe pembelajaran Bahasa Indonesia yang muncul di kelas X di SMA Negeri 1 Ciawi secara apa adanya. C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Guru yang menjadi subjek penelitian ini adalah guru yang mengajar Bahasa Indonesia di kelas X IPS. D. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah tipe pembelajaran bahasa yang berlangsung di kelas X IPS. Tipe pembelajaran bahasa dapat diamati melalui proses pembelajaran bahasa dan pernyataan dalam angket yang diberikan kepada siswa kelas X IPS sehingga ditemukan tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul pada kelas X tersebut. E. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Ciawi yang beralamat di Jalan Banjarsari Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2016. F. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berupa orang yaitu seluruh siswa kelas X IPS dan guru Bahasa Indonesia. Siswa kelas X IPS terdiri atas empat kelas, seluruh siswa tersebut menjadi responden untuk mengisi angket yang peneliti berikan mengenai tipe pembelajaran Bahasa Indonesia. G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dalam angket penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti melakukan observasi langsung dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk memperkuat data. Instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan angket yang berisi pernyataan-pernyataan yang diberikan kepada subjek penelitian, yaitu siswasiswi kelas X IPS yang peneliti pilih untuk dijadikan sampel. Selain angket, peneliti juga melakukan observasi langsung ke dalam kelas untuk
29
mendapatkan informasi yang akurat terkait tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang muncul di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Tabel 3.1 Sebaran Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Angket Siswa Indikator Tipe Pembelajaran Bahasa Positif Memakai bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan. Memakai bahasa Indonesia tanpa dicampur dengan bahasa asing. Memakai bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan. Menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Melestarikan bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian, baik di dalam maupun di luar sekolah. Berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Jumlah soal Sumber : Made Iwan Indrawan Jendra (2010 : 112)
Deskriptor Tipe Pembelajaran Nomor Soal Jumlah 9,10
2
4
1
1
1
7
1
6,8
2
3
1
5
1
2
1 10
30
Tabel 3.2 Sebaran Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Observasi Guru Indikator Tipe Pembelajaran Bahasa Positif Memakai bahasa sesuai dengan kaidah dan situasi kebahasaan. Memakai bahasa Indonesia tanpa dicampur dengan bahasa asing. Memakai bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan. Menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Melestarikan bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam keseharian, baik di dalam maupun di luar sekolah. Berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Jumlah soal
Deskriptor Tipe Pembelajaran Nomor Soal Jumlah 1
1
2
1
3,4
2
5,6
2
7
1
8
1
9
1
10
1 10
Sumber : Made Iwan Indrawan Jendra (2010 : 112) H. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data. Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, di antaranya angket, observasi, dan wawancara. 1.
Angket Angket merupakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden. Daftar pertanyaan tersebut disusun secara sistematis. Tujuannya agar peneliti mendapatkan data yang relevan terkait dengan
31
tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari responden terkait dengan sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia. Angket yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket tertutup. Angket tertutup yaitu semua pilihan jawaban dari pertanyaan telah ditentukan oleh peneliti. Angket disajikan dengan serangkaian alternatif dan responden cukup memberi tanda silang, melingkar, ataupun mencentang pada jawaban yang dianggapnya sesuai dengan keadaan dirinya.10 Angket tersebut diberi dua alternatif jawaban dengan menggunakan ya atau tidak. Hasil dari angket yang disebar kepada responden akan diberi skor oleh peneliti dengan menggunakan Skala Kategori Sederhana. Skala Kategori Sederhana ini disebut juga skala dikotomi. Peneliti hanya menawarkan dua pilihan jawaban yang harus dipilih salah satunya. Pilihan tersebut adalah “ya” dan “tidak”. Skala ini digunakan peneliti karena lebih sederhana dan memudahkan dalam menghitung hasil skor responden.11 2.
Observasi Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik observasi. Observasi dilakukan sebagai upaya dari peneliti untuk mengumpulkan data dan informasi. Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.12 Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data terkait dengan tipe pembelajaran bahasa yang ditemukan sesuai hasil angket yang peneliti
10
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 100. 11 Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, Metodologi Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2014), h. 115. 12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 196.
32
dapatkan. Terdapat tiga cara utama dalam melakukan observasi yaitu, pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, dan pengamatan partisipatif. Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan tanpa perantara terhadap objek yang teliti.13 Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati secara langsung. Hal tersebut dilakukan dengan mengamati secara langsung proses pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kelas dengan mengisi lembar pengamatan guru untuk mendapatkan informasi terkait penemuan tipe pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPS. 3.
Wawancara Selain angket, selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi dengan melakukan tanya jawab. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan data secara mendalam dengan berpegang pada lembar pengamatan guru. Wawancara ini dilakukan kepada guru Bahasa Indonesia kelas X untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas.
I.
Teknik Analisis Data Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas, maka akan dihasilkan data kualitatif. Hasil penelitian yang berupa data kualitatif akan dianalisis dengan menggunakan model Miles dan Hiberman. Model ini disebut juga dengan model interaktif. Model ini terdiri dari tiga hal utama, yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan/verifikasi.14 Mereduksi data berarti merangkum atau memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. Peneliti mengumpulkan data dengan menelaah semua data yang peneliti dapatkan berdasarkan angket, observasi, dan wawancara. Setelah dibaca dan dipelajari, selanjutnya peneliti memilih angket yang layak
13 14
h. 246.
Hadeli, Metode Penelitian kependidikan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 85. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2009),
33
untuk diolah. Data yang telah direduksi akan memudahkan peneliti untuk melakukan langkah selanjutnya. Setelah data direduksi, peneliti melakukan penyajian data. Penyajian tersebut dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan maupun tabel hasil frekuensi angket tiap responden. Penyajian data pada penelitian kualitatif pada umumnya menghasilkan teks naratif yang menceritakan hasil temuan berdasarkan teori yang digunakan. Tahap akhir yaitu penarikan kesimpulan berupa deskripsi atau uraian mengenai penemuan tipe pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan penyajian data yang telah peneliti lakukan. Data yang diperoleh dari angket, kemudian akan peneliti hitung dengan menggunakan rumus distribusi persentase sebagai berikut :
p=
15
100%
f
= frekuensi yang sedang dicari persentasenya.
N
= Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu).
p
= angka persentase.15
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 43.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah SMA Negeri 1 Ciawi 1.
Profil Sekolah SMA Negeri 1 Ciawi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, berasal dari SMA Negeri 2 Bogor Filial di Ciawi. Sekolah ini berdiri di atas tanah seluas 5920 m2 dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Mulai dibangun pada tahun 1975 yang terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang kantor termasuk ruang Kepala Sekolah dan Guru, ruang Tata Usaha dan kamar mandi, diprakarsai oleh Camat Kecamatan Ciawi yaitu T. Badru Kamal (sekarang Drs. H. T. Badru Kamal, MM menjabat sebagai Wali Kota Depok), juga diprakarsai oleh Kepala SMP Negeri 1 Ciawi yaitu E. Sukadja beserta jajarannya serta didukung oleh masyarakat ciawi. Pada tanggal 10 Oktober 1980 diadakan peresmian penunggalan dari SMA Negeri 2 Filial di Ciawi menjadi SMA Negeri 1 Ciawi atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0207/O/1980 tanggal 30 Juli 1980. Saat ini SMA Negeri 1 Ciawi berada di bawah pimpinan Ibu Mamah Maryamah, S.Pd. MM.
2.
Tujuan Sekolah a.
Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan berkarakter.
b.
Mewujudkan peningkatan kualitas lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang seimbang, serta meningkatkan jumlah lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
c.
Terlaksananya pelayanan pembelajaran berbasis TIK.
d.
Tersedia dan terjangkaunya pembelajaran yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan era global.
e.
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia baik tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pembiasaan.
34
35
f.
Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
g. 3.
Terjaminnya pendidikan berwawasan lingkungan.
Visi Unggul dalam prestasi, profesional, dan mandiri yang dilandasi iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berwawasan lingkungan.
4.
Misi SMA Negeri 1 Ciawi memiliki misi sebagai berikut: a.
Meningkatkan pelayanan pembelajaran yang berkarakter.
b.
Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang terampil, kreatif, dan inovatif serta berakhlak mulia.
c.
Meningkatkan pelayanan pembelajaran berbasis TIK.
d.
Melaksanakan pembelajaran yang bermutu.
e.
Memupuk kemampuan peserta didik untuk meningkatkan bakat dan minat.
5.
6.
f.
Meningkatkan Akhlak mulia dan perilaku agamis.
g.
Keterlaksanaan pendidikan yang berwawasan lingkungan.
Program pembiasaan a.
Tadarus Al-Qur’an.
b.
Literasi.
c.
Jum’at bersih (jumsih).
d.
Shalat Jum’at.
e.
Keputrian.
Kegiatan Ekstrakulikuler a.
Kesenian 1) Seni tari, 2) Seni teater,
36
3) Angklung, 4) Degung, dan 5) Paduan suara. b.
Pramuka.
c.
Palang Merah Remaja (PMR).
d.
Paskibra.
e.
UKS
f.
English Club.
g.
Olahraga dan Kesehatan 1) Basket, 2) Futsal, 3) Volley, 4) Pencak Silat, 5) Taekwondo, 6) BKC, dan 7) Kateda.
7.
Fasilitas a.
Ruang kelas dilengkapi dengan LCD dan CCTV,
b.
Perpustakaan,
c.
Mushola,
d.
Ruang kesenian,
e.
Toilet,
f.
Laboratoriom biologi,
g.
Laboratorium kimia,
h.
Laboratorium komputer,
i.
UKS,
j.
Sanggar pramuka,
k.
Kantin dan Koperasi,
l.
Ruang paskibra,
m. Ruang Osis,
37
8.
n.
Ruang Multimedia,
o.
Lapangan upacara dan lapangan olahraga.
Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Ciawi STRUKTUR ORGANISASI SMA NEGERI 1 CIAWI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Kepala Sekolah
: Mamah Maryamah, S.Pd, M.M.
Komite Sekolah
: Drs. Maman Mulyatna
Kepala Tata Usaha
: Hj. Nia Kurniasih
Wk. Kurikulum
: Lukman Hidayat, S.Pd.
Wk. Kesiswaan
: Ade Niar Diana Rita, S.Pd.
Wk. Sarana dan prasarana
: Soleh, S.Pd.
Wk. Humas
: Drs. H. E. Iskandar
Pembina OSIS
: Wawan Karyawan, S.Pd. dan Ahmad Nuryamin
B. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimulai dengan menyebarkan angket. Penelitian dilanjutkan dengan observasi kelas terkait proses pembelajaran maupun pengamatan terhadap guru Bahasa Indonesia. Observasi atau pengamatan tersebut dilakukan ketika pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung di kelas X IPS. Angket yang disebar terdiri atas 10 butir pernyataan yang terkait dengan tipe pembelajaran bahasa Indonesia. Angket tersebut peneliti bagikan kepada seluruh responden yaitu siswa-siswi kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Jumlah seluruh siswa kelas X IPS yang terdiri atas empat kelas berjumlah 159 siswa. Pernyataan yang dimuat dalam angket tersebut merupakan data penelitian yang selanjutnya akan diolah sehingga peneliti mengetahui jumlah responden yang peneliti ajukan pada setiap butir pernyataan. Selain penyebaran angket dan observasi langsung di dalam kelas, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia kelas X IPS SMA
38
Negeri 1 Ciawi. Temuan data penelitian melalui obsevasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penggunaan bahasa Indonesia oleh guru Bahasa Indonesia selama proses pembelajaran berlangsung di kelas X IPS. Wawancara tersebut juga dilakukan untuk memperkuat data hasil angket siswa dan hasil pengamatan peneliti selama observasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tipe pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPS. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang peneliti uraikan pada Bab sebelumnya, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan angket, observasi, dan wawancara. Angket yang digunakan disusun sesuai dengan fokus penelitian ini yaitu tipe pembelajaran bahasa Indonesia. Angket tersebut disusun menjadi 10 butir pernyataan positif. Selanjutnya,
teknik
pengolahan
data
yang
menggunakan rumus statistik distribusi persentase.
digunakan
peneliti
Data penelitian yang
diperoleh selama penelitian ditabulasikan. Setelah ditabulasikan dihitung frekuensinya kemudian dicari persentase untuk setiap butir pernyataan. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam mengolah data ini adalah mereduksi data. Data disebarkan kepada seluruh siswa kelas X IPS yang berjumlah 159 siswa. Dari data yang disebar itu, peneliti menelaah kembali dan memilih 150 angket yang diambil untuk diolah. Langkah berikutnya adalah menyajikan data. Data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
Frekuensi tersebut
disajikan dalam bentuk persentase, sehingga dapat diketahui hasil keseluruhan jawaban pada tiap butir pernyataan. Dengan demikian, setiap pernyataan yang tertera pada angket dibuat tabel frekuensi dan persentasenya.
39
Data yang telah peneliti kumpulkan diolah menjadi tabel distribusi persentase dengan menggunakan rumus berikut :
p=
1.
100%
f
= frekuensi yang sedang dicari persentasenya.
N
= Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu).
p
= angka persentase.
Angket Siswa Peneliti menyebarkan angket yang terdiri dari 10 butir pernyataan kepada 150 siswa kelas X IPS. Angket tersebut merupakan data penelitian yang memuat ciri positif tipe pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pilihan ya atau tidak. Hasil angket yang disebar kepada siswa, peneliti sajikan dalam bentuk tabel yang masing-masing berisi setiap pernyataan sebagai berikut :
Data Persentase Item Pernyataan tentang Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi Tabel 4.1 Saya menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah. No.
1.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
93
62%
Tidak
57
38%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.1, sebanyak 62% siswa menggunakan bahasa
40
Indonesia dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 62%.
Jumlah siswa yang menggunakan bahasa lain dalam kesehariannya sebanyak 38% atau 57 siswa. Sebagian besar siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari karena beberapa alasan. Menurut beberapa siswa,
“Saya menggunakan bahasa Indonesia karena saya merupakan warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia, lahir di Indonesia, bahasa yang digunakan tentunya harus bahasa Indonesia juga”.1 Walaupun di Indonesia terdiri dari beberapa suku daerah, mereka menganggap bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan bahasa negara. Di samping itu, meskipun latar belakang siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi rata-rata berasal dari suku Sunda, orang tua mereka membiasakan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dalam lingkungan rumah. Alasan lainnya yang diungkapkan oleh siswa, “Komunikasi menggunakan bahasa Indonesia terutama kepada yang lebih tua atau sebaya terdengar lebih sopan dibanding menggunakan bahasa daerah khususnya bahasa Sunda”.2 Terlebih lagi banyak di antara mereka tidak bisa berbahasa daerah sesuai dengan sukunya masing-masing. Hal itu disebabkan orang tua mereka tidak mengajarkan dan membiasakan menggunakan bahasa daerah. Mereka juga tidak mengerti dan memahami bahasa
daerah
menggunakan
dengan bahasa
baik. Indonesia
Pada di
akhirnya, lingkungan
mereka sekolah.
memilih Siswa
berpendapat bahasa Indonesia itu lebih mudah dipahami oleh lawan bicara. Begitu juga di lingkungan sekolah mereka terbiasa menggunakan bahasa Indonesia karena di sekolah terdapat mata pelajaran Bahasa
1 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 2 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
41
Indonesia yang menuntut mereka belajar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Berbeda halnya dengan siswa yang lebih memilih menggunakan bahasa daerah sebanyak 38% yang berarti 57 siswa. Sebanyak 57 siswa tersebut lebih memilih menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah. Hal itu disebabkan karena sebagian besar keluarga mereka berasal dari suku Sunda sehingga mereka terbiasa menggunakan bahasa Sunda. Akhirnya, di sekolah mereka lebih sering menggunakan bahasa Sunda, terutama dengan teman sesama daerah asal untuk lebih mengakrabkan diri. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa sedari kecil sudah tinggal di lingkungan masyarakat bersuku Sunda. Menurut penuturan mereka, berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda itu mudah dimengerti dan dipahami, terlebih orang tua mereka lebih sering mengajak berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda untuk tetap melestarikan bahasa daerah. Siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah bukan berarti mereka bersikap tidak peduli dengan bahasa Indonesia. Mereka tetap berusaha menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi khususnya saat pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, mereka lebih dominan menggunakan bahasa Sunda karena ada lawan bicaranya sehingga mereka terbiasa menggunakan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa lain sebenarnya diperlukan seperti penggunaan bahasa Sunda. Penggunaan bahasa lain digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi. Di samping itu, penggunaan bahasa Sunda yang mereka lakukan untuk melestarikan bahasa daerah yang dimiliki. Hal tersebut diperkuat dengan pemaparan guru Bahasa Indonesia yang membenarkan, “Banyak siswa kelas X IPS memang menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari khususnya di lingkungan
42
sekolah”.3 Siswa telah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia karena adanya dorongan dari guru untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, walaupun penggunaan bahasa Indonesia yang mereka lakukan berlogat sunda. Akan tetapi, penggunaan bahasa Indonesia yang siswa gunakan terkadang tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia. Di samping itu, siswa juga lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan rumah karena orang tua mereka tidak semua berasal dari suku Sunda, ada juga beberapa yang berasal dari Jakarta sehingga siswa lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dibanding bahasa Sunda. Adapula yang sedari kecil diajarkan oleh orang tuanya berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia akhirnya terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, meskipun latar belakang orang tua mereka berasal dari suku Sunda. Tabel 4.2 Saya berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia. No.
2.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
133
88,7%
Tidak
17
11,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa lebih banyak siswa yang berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.2, sebanyak 88,7% siswa berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan 3
100% = 88,7%.
Hanya 17 siswa yang tidak
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
43
berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Siswa yang menjawab tidak berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan alasan tidak ada waktu untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, tidak ada keinginan atau motivasi dari diri mereka untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia. beberapa dari siswa mengatakan, “Saya menggunakan bahasa Indonesia sesuai yang saya ketahui saja”.4 Kaidah kebahasaannya cenderung mereka abaikan. Adapula yang beralasan tidak ingin mendalami bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia terlalu kompleks atau rumit sehingga sulit untuk dipahami.
Beberapa di antara mereka juga lebih suka
mendalami bahasa lain yang menurut mereka lebih mudah untuk dipelajari. Dengan demikian, tidak ada usaha dari diri mereka untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Sementara itu,
sebanyak
133 siswa berusaha memperbaiki
penggunaan bahasa Indonesia dengan alasan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Salah seorang siswa mengungkapkan, “Saya menyadari kemampuan dalam menggunakan bahasa Indonesia masih kurang dan belum sesuai dengan kaidah, sehingga saya mencoba berusaha untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan mempelajari kaidah bahasa Indonesia”.5 Dalam hal ini, berarti terdapat usaha dan motivasi yang dilakukan oleh siswa kelas X IPS untuk memperbaiki dan meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia menjadi lebih baik lagi. Adapula yang beralasan bahwa ingin mendalami bahasa Indonesia karena ingin menjadi ahli bahasa. Siswa lainnya beranggapan sebagai warga negara Indonesia yang cinta tanah air sudah seharusnya dapat berbahasa Indonesia dengan 4 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 5 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
44
baik dan benar sesuai kaidah kebahasaan. Hal itu menunjukkan adanya kesadaran dalam diri siswa akan adanya kaidah dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil angket terkait pernyataan tersebut, peneliti juga melakukan wawancara langsung terhadap guru Bahasa Indonesia untuk memperkuat data di atas. Beliau mengatakan, “Sebagian besar siswa memang memiliki motivasi yang tinggi dalam memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang terkadang dilakukan”.6 Beberapa dari mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia gaul atau sebatas yang mereka ketahui saja dalam keseharian seperti kata kembaliin dan kata kumpulin yang tidak sesuai dengan kaidah. Dengan adanya motivasi, akhirnya siswa pun belajar untuk memperbaikinya dengan mempelajari kaidah kebahasaan. Terkadang guru Bahasa Indonesia yang memperbaiki kesalahan tersebut atau teman lainnya juga ikut mengingatkan dan memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh teman lainnya. Tabel 4.3 Saya menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya. No.
3.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
40
26,7%
Tidak
110
73,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak yang tidak menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.3, sebanyak 73,3% siswa tidak menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan 6
100% = 73,3%.
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
45
Hanya 40 siswa yang menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya. Dari 40 siswa tersebut juga tidak sepenuhnya menguasai aturan-aturan dalam bahasa Indonesia, baik dalam ragam tulis maupun ragam lisan. Kebanyakan siswa hanya mengusai bahasa Indonesia yang mereka ketahui dan gunakan dalam kehidupan seharihari. Beberapa siswa mengatakan, “Saya menyadari belum terlalu menguasai bahasa Indonesia karena terkadang masih melakukan kesalahan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan aturan-aturannya”.7 Dengan menyadari hal tersebut, ada suatu dorongan baik dalam diri mereka sendiri atau dorongan dari guru untuk selalu meningkatkan penguasaan terhadap aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Berbeda halnya dengan 40 siswa menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturannya, sebanyak 110 siswa menjawab tidak mengusai aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Menurut penuturan siswa, “Walaupun sudah menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, tetapi saya tidak menguasai aturan-aturan yang ada dalam bahasa Indonesia”.8 Sebenarnya mereka mengetahui aturan-aturan dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak menerapkannya dalam keseharian. Terlebih lagi mereka terbiasa menggunakan bahasa Sunda sehingga aturan-aturan dalam bahasa Indonesia cenderung dilupakan dan diabaikan begitu saja. Di samping itu, tidak ada keinginan dari mereka untuk meningkatkan pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan mempelajari aturanaturannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa yang tidak mengusai bahasa Indonesia juga tidak memiliki upaya untuk berusaha memperbaiki atau mempelajari pengetahuan terkait aturan-aturan dalam bahasa Indonesia.
7 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 8 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
46
Berdasarkan hasil angket di atas, peneliti memperkuat data tersebut dengan mewawancarai guru Bahasa Indonesia. Menurut penuturan beliau, “Kebanyakan siswa memang belum menguasai aturan-aturan dalam bahasa Indonesia”.9 Hal itu terjadi karena mereka mengenal bahasa Indonesia di sekolah saja. Selain itu, kurangnya motivasi dari mereka untuk memperdalam bahasa Indonesia yang berhubungan dengan aturan-aturannya. Mereka hanya belajar dan tahu pada saat pembelajaran. Setelah itu mereka lupakan begitu saja. Akan tetapi, ada beberapa siswa yang menguasai, itupun tidak sepenuhnya dikuasai karena terkadang mereka tidak menerapkan aturan-aturan yang telah mereka ketahui dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Dengan demikian, kebanyakan dari mereka masih dalam tahap belajar untuk lebih menguasai aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Tabel 4.4 Saya menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. No.
4.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
82
54,7%
Tidak
68
45,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.4, sebanyak 54,7% siswa menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan 9
100% = 54,7%. Siswa yang menggunakan bahasa
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
47
Sunda atau bahasa Indonesia nonformal selama pembelajaran bahasa Indonesia sebanyak 45,3 % atau 68 siswa. Rata-rata siswa yang menggunakan bahasa Indonesia secara formal karena dituntut oleh guru mereka untuk sebisa mungkin membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Hal itu dimulai dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada saat pembelajaran bahasa Indonesia. Pada akhirnya, ada kemauan dari mereka untuk mencoba dan membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Selain itu, di antara mereka berpendapat, “Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan waktu yang tepat untuk belajar bahasa Indonesia sehingga akan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara formal”.10 Lama-kelamaan kebiasaan tersebut tidak hanya dilakukan saat pembelajaran
bahasa Indonesia
saja,
siswa pun
akan
terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia secara formal ketika pembelajaran lain berlangsung. Namun, beberapa di antara mereka masih ada yang melakukan kesalahan dengan tidak sengaja menggunakan bahasa Indonesia nonformal maupun bahasa Sunda ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Sementara itu berbeda alasan dengan siswa yang menjawab tidak, mereka belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara formal ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal itu terjadi karena faktor lingkungan, di mana mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa Sunda di lingkungan rumah sehingga terbawa hingga ke sekolah. Meskipun ada beberapa teman dan guru yang mnegingatkan untuk lebih membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara formal, tetapi tetap saja sulit. Menurut siswa, “Penggunakan bahasa Indonesia secara formal itu terkesan canggung dan kaku. Berbeda dengan menggunakan bahasa
10
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
48
Sunda sebagai bahasa daerah yang cenderung lebih akrab”.11 Di antara mereka juga mengaku kurang aktif berkomunikasi di kelas sehingga tidak menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia nonformal yang juga dianggap lebih akrab.
Sebenarnya
mereka
berusaha
untuk
membiasakan
diri
menggunakan bahasa Indonesia secara formal ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung, namun terkadang terpancing oleh teman yang lebih menggunakan bahasa Sunda dan akhirnya mereka mengikuti temannya itu dengan berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda. Berdasarkan hasil angket terkait pernyataan di atas diketahui bahwa siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran bahasa Indonesia. Hal tersebut diperkuat oleh pemaparan guru mereka. Beliau mengutarakan, “Saya selalu menganjurkan siswa untuk membiasakan menggunakan bahasa Indonesia secara formal”.12 Hal itu memang sudah menjadi sebuah keharusan menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran bahasa Indonesia atau pembelajaran lainnya di sekolah ini. Namun, hal tersebut dimulai dari pembelajaran bahasa Indonesia terlebih dahulu sehingga dalam pembelajaran lainnya siswa akan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Di samping itu, sebelumnya sudah ada kontrak belajar yang salah satu isinya menyebutkan bahwa siswa harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar di sini termasuk bahasa Indonesia yang formal sesuai dengan kaidah, meskipun pada nyatanya bahasa Indonesia yang digunakan siswa masih belum sepenuhnya baik atau terkadang masih melakukan kesalahan. Namun, hal tersebut dikatakan wajar karena mereka masih dalam tahap
11 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 12 Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.00 WIB
49
belajar. Apabila masih terdapat kesalahan, beliau akan ingatkan dan perbaiki agar lebih meningkat lagi ke depannya. Tabel 4.5 Saya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. No.
5.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
136
90,7%
Tidak
14
9,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti telah menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.5, sebanyak 90,7% siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 90,7%. Hanya 14 siswa yang merasa belum
menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik.
Siswa berpendapat, “Bahasa Indonesia yang digunakannya belum sesuai dengan kaidah atau aturan dalam bahasa Indonesia”.13 Mereka belum sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dalam keseharian karena lebih sering menggunakan bahasa Sunda. Maka dari itu, mereka menyadari belum menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. Di antara mereka juga berpendapat bahwa tidak ada keterkaitan antara bahasa Indonesia yang digunakan dengan identitas diri atau identitas bangsa. Tidak hanya dengan bahasa saja yang dapat membuktikan kita telah menjaga jati diri bangsa dengan baik, melainkan dapat ditunjukkan dengan hal lain yang berkaitan dengan kesadaran 13
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
50
hukum atau lain sebagainya untuk membuktikan bahwa kita telah menjaga identitas diri atau identitas bangsa dengan baik. Sebanyak 136 siswa lain merasa dirinya telah berusaha dengan kemampuan mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Dengan begitu, dapat mencerminkan bahwa mereka juga telah mampu menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik pula. Beberapa siswa mengatakan, “Sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjunjung tinggi bahasa Indonesia dengan cara menggunakan bahasa Indonesia dengan baik”.14 Hal tersebut merupakan ciri menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik pula. Terutama bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan maupun bahasa negara yang telah disahkan dalam Sumpah
Pemuda.
Bahasa
Indonesia
juga
harus
dijaga
demi
keberlangsungan bahasa tersebut sebagai bahasa nasional di negara ini. Oleh karena itu, siswa merasa bahasa Indonesia itu penting untuk dijaga keberadaannya dengan dibarengi upaya untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia ke arah yang lebih baik. Hasil angket di atas diperkuat oleh pemaparan guru Bahasa Indonesia yang membenarkan sebagian besar dari mereka sudah mengerti apabila menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, berarti telah menjaga identitas atau jati diri
bangsa dengan baik pula. Beliau
mengatakan, “Saya selalu memberikan nasehat di sela-sela pembelajaran bahwa cerminan sebagai pemuda-pemudi bangsa Indonesia yang cinta tanah air adalah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang telah diresmikan dalam sumpah pemuda”.15 Dengan begitu, sedikit demi sedikit mereka terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Walaupun bahasa yang mereka gunakan terkadang belum
14 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 15 Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
51
sesuai dengan kaidah kebahasaan, mereka tetap berusaha untuk meningkatkan kemampuannya ke arah yang lebih baik lagi. Tabel 4.6 Saya berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia. No.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
145
96,7%
5
3,3%
150
100%
Ya 6.
Tidak Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui lebih banyak siswa yang berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia.
Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah
dipaparkan pada tabel 4.6, sebanyak 96,7% siswa berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 96,7%.
Sebanyak lima siswa mengakui tidak berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh salah seorang siswa yang mengutarakan alasannya bahwa tidak berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbahasa Indonesia karena tidak ada motivasi atau dorongan dari dalam dirinya untuk berusaha mengingkatkan pengetahuan dan keterampilan ke arah yang lebih baik lagi. Walaupun mereka tahu belum menguasai aturnaturannya dengan baik. Pendapat yang berbeda juga diungkapkan beberapa siswa, “Kami segan mempelajari lebih dalam lagi terkait pengetahuan
dan
keterampilan
berbahasa
Indonesia”.16
hal
itu
diungkapkan siswa karena mereka telah merasa cukup dengan
16
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
52
pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang dimiliki sekarang sehingga tidak ada usaha untuk meningkatkannya. Berbeda halnya dengan 145 siswa yang menjawab ya, karena dari hari ke hari ada suatu keinginan dan kemauan dalam diri mereka untuk berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Terlebih lagi mereka ingin mendalami bahasa Indonesia terkait aturan-aturan beserta kaidahnya. Banyak cara yang dilakukan oleh mereka untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia di antaranya dengan membaca buku-buku ataupun bertanya langsung kepada orang yang ahli dalam bidangnya seperti guru bahasa Indonesia. Selain itu, data tersebut diperkuat oleh guru Bahasa Indonesia yang memaparkan, “Sebagian besar kelas X IPS setiap harinya ada usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Mereka cenderung lebih aktif dan banyak bertanya baik dalam hal materi maupun kaidah atau aturan-aturan yang belum mereka ketahui”.17 Hal itu menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin ada peningkatan ke arah yang lebih baik terkait pengetahuan maupun keterampilan dalam berbahasa. Guru mereka pun menjelaskan materi kelas X dalam kurikulum 2013 berbasis teks. Setiap teks dibahas mengenai kaidah kebahasaan tentang teks tersebut. Secara tidak langsung dengan adanya pembahasan tersebut akan menambah pengetahuan siswa untuk mengetahui dan meningkatkan kaidah kebahasaan maupun kosakata yang mereka miliki terkait bahasa Indonesia.
17
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
53
Tabel 4.7 Saya menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. No.
1.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
112
74,7%
Tidak
38
25,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak menerapkan pembelajaran bahasa Indoensia yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.7, sebanyak 74,7% siswa menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 74,7%. Siswa yang
tidak menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari hanya 25,3% atau sebanyak 38 siswa.
Siswa yang menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari beralasan bahwa segala hal yang sudah dipelajari di sekolah merupakan bahan pembelajaran dan pembiasaan bagi ke depannya. Menurut penuturan siswa, “Jika telah mendapatkan materi yang dipelajari di sekolah sesampainya di rumah diingat kembali pembelajaran yang sudah diajarkan untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari”.18 Misalnya, guru bahasa Indonesia memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang formal kemudian diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Adapula pengalaman beberapa siswa yang terkadang secara tidak sengaja menggunakan bahasa Indonesia nonformal maupun bahasa 18
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
54
Sunda ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Kemudian mereka ditegur oleh guru bahasa Indonesia dan diingatkan bahwa bahasa tersebut kurang pantas diucapkan saat pembelajaran bahasa Indonesia. Pada akhirnya mereka telaah kembali dan membiasakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada kesempatan berikutnya. Contoh lain yang dipaparkan siswa terkait penerapan pembelajaran bahasa Indonesia yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti beberapa siswa mengajarkan adiknya yang memerlukan bantuan dalam mengerjakan tugas bahasa Indonesia mengenai penyusunan kalimat bahasa Indonesia yang sesuai dengan struktur dalam bahasa Indonesia. Ada juga yang mempraktikkan membuat puisi atau cerita pendek dalam keseharian berdasarkan materi pelajaran yang telah didapatkan di sekolah. Selain itu, penggunaan akhiran –in yang sangat kental diucapkan oleh siswa, sekarang sudah tidak digunakan lagi karena mereka telah mengatahui bahwa akhiran tersebut tidak ada dalam kaidah bahasa Indonesia. Akhirnya mereka terbiasa mengucapkan penggunaan akhiran –kan dalam kata kumpulkan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa materi pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Rata-rata siswa yang menjawab tidak menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dengan alasan tidak memperhatikan penjelasan guru saat pembelajaran berlangsung. Salah seorang siswa juga mengatakan, “Saya kesulitan memahami pelajaran bahasa Indonesia sehingga tidak menerapkannya dalam keseharian”.19 Ada juga yang memilih tidak menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari karena belum menguasai aturan maupun kaidah dalam bahasa Indonesia dengan baik. Namun, alasan utama mereka tidak menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia karena yang sudah dipelajari 19
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
55
di sekolah dilupakan begitu saja hanya sebatas belajar pada saat pembelajaran berlangsung demi memenuhi tuntutan atau kewajiban saja. Berdasarkan hasil angket terkait pernyataan di atas, peneliti mendapat penjelasan langsung dari guru mereka. Menurut penuturan guru Bahasa Indonesia, “Pembelajaran bahasa Indonesia yang cenderung lebih diterapkan oleh siswa kelas X IPS yaitu penggunaan akhiran –in yang tidak sesuai dengan kaidah berhasil mereka hindari”.20 Akhirnya, mereka mengetahui dan memahami bahwa akhiran –in dalam bahasa Indonesia itu tidak ada dan tidak sesuai dengan kaidah. Kini, mereka terbiasa menggunakan akhiran –kan yang memang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal lain yang biasa mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti pengucapan kosakata yang seharusnya tidak mereka ucapkan ketika pembelajaran, sudah mulai dihindari. Hanya beberapa saja yang masih melakukan kesalahan tersebut karena terpancing oleh temannya. Tabel 4.8 Saya berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. No.
1.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
106
70,7%
Tidak
44
29,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa lebih banyak siswa yang menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.8, sebanyak 70,7% siswa berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan 20
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
56
membaca buku, koran, atau majalah. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 70,7%.
Hanya 44 siswa yang tidak
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku, koran, atau majalah, melainkan lebih senang bertanya langsung pada teman atau orang yang ahli dalam bidangnya seperti guru bahasa Indonesia. Siswa yang menjawab berusaha meningkatkan pengetahuan terkait bahasa Indonesia menuturkan, “Meskipun telah mengetahui aturan-aturan maupun kaidah kebahasaan, belajar itu tidak hanya sebatas untuk mengetahui tetapi lebih dari itu”.21 Siswa lain pun menuturkan bahwa mereka memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terkait bahasa Indonesia. Terlebih lagi melalui buku, koran, atau majalah banyak sekali informasiinformasi yang didapatkan. Di samping itu, bahasa yang digunakan dalam buku, koran, atau majalah merupakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta sudah sesuai dengan kaidah kebahasaan. Mereka dapat mengetahui dan menambah wawasan terkait bahasa Indonesia baik dari segi kosakata maupun dari segi lainnya yang tidak biasa digunakan untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan seharihari. Di samping itu, mereka lebih senang mencari tahu terkait bahasa Indonesia yang belum mereka ketahui dengan membaca buku, koran, atau majalah. Menurut mereka, mencari tahu secara langsung dengan membaca buku, koran, majalah atau artikel-artikel lebih mudah diingat dibanding bertanya langsung kepada orang yang lebih tahu. Salah satu siswa juga berpendapat bahwa dengan adanya program literasi yang diadakan oleh sekolah yang dilakukan sebelum pembelajaran dimulai merupakan salah satu wujud untuk meningkatkan minat membaca siswa terutama dalam menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia maupun informasi lainnya.
21
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
57
Hanya 44 siswa merasa lebih senang mencari tahu yang mereka belum ketahui dengan bertanya langsung pada teman atau guru yang lebih tahu. Hal itu dikarenakan mereka malas membaca buku, koran, atau pun majalah. Beberapa siswa menuturkan, “Lebih cepat dan praktis bertanya langsung pada teman atau guru sehingga tidak perlu repot-repot mencari tahu dengan membaca buku, koran, atau media cetak lainnya”.22 Sebenarnya ada keinginan dari diri mereka untuk meningkatkan pengetahuan terkait bahasa Indonesia, tetapi tidak ada usaha untuk mencari tahu secara langsung dengan membaca. Mereka menginginkan sesuatu dengan cara yang praktis sehingga dengan praktis pula apa yang sudah didapatkannya hilang atau terlupakan begitu saja. Hasil angket di atas masih berkaitan dengan pernyataan sebelumnya bahwa kebanyakan siswa kelas X IPS berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Usaha tersebut diupayakan oleh mereka dengan menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan cara membaca buku, koran, ataupun majalah. Hal ini diperkuat oleh pemaparan guru, “Tingginya keinginan dari dalam diri mereka yang ingin selalu meningkatkan pengetahuan dengan berbagai macam cara”.23 Di samping itu, semua siswa memang diharuskan menambah pengetahuan mereka dengan membaca buku, koran, atau majalah. Dengan membaca buku maka mereka akan mengetahui informasi apa saja tidak hanya terkait bahasa Indonesia saja. Akan tetapi, mereka lebih senang membaca buku baik buku fiksi ataupun nonfiksi. Terutama sekolah membuat program literasi yang mengharuskan siswa membaca buku setiap hari sebelum masuk pembelajaran pertama. Secara tidak langsung, banyak siswa yang gemar membaca akan lebih giat lagi membaca buku karena menambah pengetahuan mereka terkait bahasa
22 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 23 Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
58
Indonesia. Sementara itu, siswa yang tidak gemar atau malas membaca akan termotivasi untuk lebih giat lagi membaca. Tabel 4.9 Setiap menggunakan bahasa Indonesia, saya memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. No.
1.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
76
50,7%
Tidak
74
49,3%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.9, sebanyak 50,7% siswa setiap menggunakan bahasa Indonesia memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% = 50,7%.
Sedangkan jumlah siswa yang
belum memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 49,3% atau 74 siswa. Aturan-aturan ini tidak hanya berkaitan dengan ejaan atau tata tulis, melainkan juga berkaitan dengan sikap dan perilaku. Alasan siswa yang sudah memperhatikan aturan ketika menggunakan bahasa
Indonesia
adalah lawan bicara yang kita ajak bicara akan mengerti dan mudah memahami maksud yang disampaikan. Menurut penuturan siswa, “Pengetahuan yang sudah saya dapatkan mengenai aturan-aturan dalam bahasa Indonesia langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar terbiasa”.24 Selain itu, siswa juga memberikan contoh kepada teman yang
24
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
59
lain agar temannya ikut terbiasa mengikuti aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut siswa, “Apabila masih ada kesalahan yang tidak sengaja dilakukan segera diperbaiki agar sesuai dengan aturan”.25 Untuk itu, sebelum menggunakan bahasa Indonesia ketika menyampaikan pesan atau berkomunikasi sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan aturan dalam bahasa Indonesia atau belum. Salah satu siswa berpendapat bahwa dirinya memperhatikan aturan ketika menggunakan bahasa Indonesia karena orang lain yang menjadi lawan bicara kita tentu akan memberikan penilaian mengenai dirinya baik dari cara berbicara maupun bahasa yang digunakannya. Dengan demikian, menggunakan bahasa Indonesia dengan memperhatikan aturan yang baik dan benar sangat diperlukan. Sebanyak 74 siswa tidak memperhatikan aturan ketika menggunakan bahasa Indonesia dengan alasan lupa akan aturan-aturan yang sudah mereka pelajari. Hal ini berkaitan dengan pernyataan sebelumnya tentang penguasaan aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Mereka masih belum menguasai aturan dalam bahasa Indonesia sehingga membiarkan begitu saja ketika menggunakan bahasa Indonesia tanpa memperhatikan aturan yang ada. Hal lain yang membuat mereka tidak memperhatikan aturan adalah terkadang mereka dengan spontan menggunakan bahasa Indonesia nonformal. Mereka juga beranggapan yang terpenting lawan bicaranya dapat mengerti apa yang dimaksud oleh mereka. Berdasarkan hasil angket terkait pernyataan di atas, tidak jauh berbeda antara banyaknya siswa yang memperhatikan aturan atau tidak ketika menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut dibenarkan oleh guru mereka pada saat melakukan wawancara dengan beliau. Menurut guru Bahasa Indonesia, “Banyak siswa yang sudah memperhatikan aturan bahasa Indonesia ketika menggunakan bahasa Indonesia. Akan 25
Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
60
tetapi, sebatas dalam pembelajaran di kelas saja”.26 Di luar itu hanya sedikit siswa yang memperhatikan aturan tersebut karena kembali berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Sunda. Walaupun demikian, beliau melihat siswa yang memperhatikan aturan bahasa Indonesia karena apa yang sudah mereka dapatkan selama pembelajaran di kelas sebisa mungkin mereka terapkan. Walaupun demikian, masih ada usaha dari
mereka
untuk
menggunakan
bahasa
Indonesia
dengan
memperhatikan aturan-aturan yang sudah mereka ketahui. Tabel 4.10 Ketika menulis istilah bahasa Indonesia yang saya tidak ketahui, saya selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia. No.
1.
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Ya
77
51,3%
Tidak
73
48,7%
150
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa siswa lebih banyak mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia ketika menulis istilah bahasa Indonesia yang tidak mereka ketahui. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah dipaparkan pada tabel 4.10, sebanyak 51,3% siswa ketika menulis istilah bahasa Indonesia yang tidak ketahuinya, selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan
100% =
51,3%. Jumlah siswa yang tidak mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia ketika menulis istilah yang tidak diketahui sebanyak 73 siswa.
Rata-rata siswa yang mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan alasan memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia. Alasan lain bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sumber 26
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
61
terpercaya. Mereka beranggapan bila melihat sumber lain seperti internet mengenai istilah yang belum mereka ketahui terkadang memberikan informasi yang berbeda apalagi terdapat berbagai situs yang belum diketahui kebenarannya sehingga menimbulkan kebingungan ataupun salah penafsiran. Menurut pemaparan siswa, “Saya tidak saja mengacu pada Kamus dalam kegiatan menulis melainkan ketika membaca buku ataupun mendapati istilah yang belum saya dengar atau ketahui segera mencari tahu dengan membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia”.27 Hal tersebut secara tidak langsung menambah pengetahuan mereka terkait bahasa Indonesia. Selain itu, guru Bahasa Indonesia juga menganjurkan kepada mereka untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia bila mendapati istilah yang belum mereka ketahui. Sementara itu, siswa lain yang tidak selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih condong mencari tahu dengan bertanya pada teman atau orang yang ahlinya seperti guru Bahasa Indonesia maupun internet. Dengan bertanya langsung ataupun mencari tahu di internet terasa lebih mudah dan cepat dijangkau. Terlebih lagi alasan utama mereka tidak memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia. Adapula yang memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia tetapi jarang mengacu pada Kamus karena malas untuk membaca dan membukanya. Beberapa siswa berpendapat, “Dengan melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya membuang-buang waktu dan terlalu ribet harus membuka Kamus terlebih dahulu kemudian mencari berdasarkan urutan abjadnya”.28 Bahkan salah satu siswa ada yang berpendapat bahwa dirinya mengetahui Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi belum pernah membuka Kamus tersebut. Dengan demikian, mereka cenderung tidak mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. 27 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB 28 Wawancara pribadi dengan siswa kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November 2016 pukul 12.00 WIB
62
Berdasarkan pemaparan hasil angket di atas, peneliti perkuat dengan mendapat
penjelasan
langsung
dari
guru
bersangkutan.
Beliau
mengatakan, “Siswa lebih banyak mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia ketika menulis maupun menemui istilah yang mereka belum ketahui”.29 Hal itu karena adanya anjuran dari beliau untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia ketika pembelajaran bahasa Indonesia dan tidak semua siswa memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia. Beberapa siswa juga belum benyak yang mengetahui bagaimana cara menggunakan Kamus tersebut. Untuk itu, beliau mengajak siswa ke perpustakaan untuk membaca atau mencari tahu istilah yang mereka belum ketahui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Akhirnya siswa yang belum tahu menjadi tahu seperti apa bentuk Kamus tersebut dan bagaimana cara menggunakannya.
Kebanyakan siswa mengacu pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia karena mereka memiliki rasa ingin tahu dan ingin mencari tahu secara langsung. Dengan begitu, mereka akan selalu ingat apa yang telah mereka cari tahu sendiri. 2.
Hasil Observasi Guru Selain menyebar angket, peneliti juga melakukan observasi langsung terhadap guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPS. Subjek yang diteliti hanya satu guru Bahasa Indonesia saja. Hal itu karena guru bahasa Indonesia yang bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. mengajar di seluruh kelas X IPS yang terdiri atas empat rombel. Lembar observasi di dalam kelas terdiri dari 10 butir kegiatan yang berkaitan
dengan
guru
selama
pembelajaran
bahasa
Indonesia
berlangsung. Peneliti melakukan observasi terhadap guru bahasa Indonesia sesuai dengan lembar pengamatan yang telah dibuat untuk mengamati guru. Pernyataan yang ada dalam lembar pengamatan itu terkait dengan ciri tipe pembelajaran bahasa yang mengarah pada sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Berdasarkan sepuluh butir kegiatan 29
Wawancara pribadi dengan guru Bahasa Indonesia bernama Wida Widia, S.Pd. M.Pd. di SMA Negeri 1 Ciawi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.30 WIB
63
yang terdapat dalam lembar pengamatan, didapatkan hasil yang akan peneliti sajikan berikut ini. Kegiatan 1. Menggunakan bahasa Indonesia secara formal sesuai kaidah kebahasaan selama mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan
pengamatan
peneliti,
guru
bahasa
Indonesia
telah
menggunakan bahasa Indonesia secara formal sesuai kaidah kebahasaan selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung di kelas X IPS. Hal tersebut terlihat dari empat kelas X IPS yang peneliti observasi, guru tersebut menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Peneliti melihat guru tersebut dengan semaksimal mungkin menggunakan bahasa Indonesia formal yang sudah ia kuasai sesuai kaidah kebahasaan selama mengajar. Hal tersebut dilakukan beliau untuk membiasakan dirinya menggunakan bahasa Indonesia formal sehingga siswanya pun akan mengikuti beliau menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Pengamatan peneliti tersebut diperkuat dengan wawancara langsung kepada guru bahasa Indonesia. Menurut penuturannya, beliau adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sudah seharusnya menggunakan bahasa Indonesia formal yang sesuai dengan kaidah selama pembelajaran berlangsung. Penggunaan bahasa Indonesia formal selama pembelajaran bahasa Indonesia sangat penting dilakukan untuk memberikan contoh kepada siswanya agar mereka juga terbiasa. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia secara formal akan terbawa oleh siswa tidak hanya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia saja, akan tetapi saat mata pelajaran lain. Terutama dalam forum-forum diskusi ataupun kerja kelompok.
64
Kegiatan 2. Menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Berdasarkan pengamatan peneliti saat pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung, guru Bahasa Indonesia belum sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Terkadang dengan tidak sengaja, beliau mengucapkan kosakata dalam bahasa Sunda dicampur dengan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena latar belakang beliau yang berasal dari suku Sunda juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun, ketika menjelaskan materi di dalam kelas beliau sudah menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Hanya dalam situasi dan kondisi tertentu saja ketika di dalam kelas. Peneliti juga melakukan wawancara kepada guru bersangkutan terkait kebenaran terhadap pengamatan peneliti. Hasilnya adalah guru tersebut membenarkan bahwa dirinya belum menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Alasannya, faktor lingkungan yang turut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa daerah khususnya bahasa Sunda. Alasan lain yang dipaparkan beliau bahwa suaminya berasal dari luar daerah yaitu daerah Mamuju, jadi mau tidak mau kosakata beliau bertambah dengan mempelajari bahasa Mamuju. Hal itu secara tidak langsung beliau harus menyesuaikan diri sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menggunakan bahasa Sunda, bahasa Mamuju, dan bahasa Indonesia. Jadi, secara spontan saja terkadang beliau mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Sunda maupun bahasa Mamuju. Dengan demikian, dapat disimpulkan beliau belum menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Beliau mengutarakan bahwa dirinya masih dalam tahap belajar untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara utuh.
65
Kegiatan 3. Menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan. Berdasarkan pengamatan peneliti, penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan. Artinya, penggunaan bahasa lain seperti bahasa Sunda juga digunakan oleh beliau dalam situasi dan kondisi tertentu saja. Misalnya, pada saat bergurau dengan siswa terkadang beliau menggunakan bahasa Sunda untuk mengakrabkan
diri.
Namun,
selebihnya
beliau
lebih
banyak
menggunakan bahasa Indonesia terutama dalam memberikan penjelasan atau materi pada siswa. Peneliti juga melakukan wawancara langsung terkait dengan kegiatan tersebut. Menurut pendapat beliau, penggunaan bahasa lain seperti bahasa daerah selain bahasa Indonesia juga diperlukan. Apalagi beliau tinggal di daerah yang ruang lingkupnya berasal dari suku Sunda. Akan tetapi, penggunaan bahasa tersebut sesuai dengan porsinya masingmasing atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, di lingkungan rumah apabila masyarakat sekitar atau tetangga beliau bertanya menggunakan bahasa Sunda, beliau juga menjawab pertanyaan tersebut menggunakan bahasa Sunda. Jadi, bergantung pada situasi dan kondisi serta lawan bicara yang mengajak atau diajak berkomunikasi. Tentunya penggunaan bahasa daerah seperti bahasa Sunda digunakan untuk lebih mengakrabkan diri dengan orang lain yang bersuku sama. Kegiatan 4. Lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa lain ketika mengajar. Kegiatan ini terkait juga dengan
kegiatan sebelumnya mengenai
penggunaan bahasa Indonesia secara utuh. Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa guru Bahasa Indonesia lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa lain ketika mengajar. Meskipun latar belakang beliau dan siswanya sebagian besar berasal dari suku Sunda,
66
namun beliau menyadari bahwa menggunakan bahasa Indonesia itu penting. Terutama beliau mengampu pelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan pun sudah tentu bahasa Indonesia.
Peneliti
melihat dengan kegiatan yang dilakukan guru lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia ketika di dalam kelas, siswa pun akan mencontoh hal tersebut. Pengamatan tersebut diperkuat dengan paparan guru bersangkutan terkait hal tersebut. Beliau menegaskan memang sudah sepatutnya sebagai seorang guru Bahasa Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia ketika mengajar terutama bahasa Indonesia secara formal. Di samping itu, untuk memberikan contoh kepada siswa agar mereka membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia saat pembelajaran bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa lain yang digunakan siswa lama-kelamaan akan berkurang dan akhirnya terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Kegiatan 5. Memberikan arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengamatan peneliti di setiap kelas IPS, guru Bahasa Indonesia selalu memberikan arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut terlihat di sela-sela pembelajaran bahasa Indonesia, beliau mengarahkan siswanya untuk menggunakan bahasa Indonesia tidak hanya pembelajaran bahasa Indonesia saja. Akan tetapi, penggunaan bahasa Indonesia harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun terkadang masih ada beberapa siswa yang menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Indonesia nonformal dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu disebabkan karena kurangnya keinginan dari siswa untuk menerapkan arahan yang diberikan oleh guru mereka. Selain itu, nyamannya siswa menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Indonesia nonformal sesuai yang mereka ketahui dan biasa dilakukan. Mereka mendengarkan arahan tersebut hanya pada saat
67
pembelajaran, kemudian hari berikutnya mereka menghiraukan dan melupakan arahan guru begitu saja. Peneliti memperkuat pengamatan tersebut dengan menanyakan langsung kepada guru bersangkutan. Beliau membenarkan bahwa ia memang selalu memberikan arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dilakukan di sela-sela pembelajaran
bahasa
Indonesia.
Menurutnya,
bahasa
Indonesia
merupakan bahasa negara yang berarti bahasa nasional. Maka dari itu, penting bagi kita sebagai warga negara Indonesia untuk menggunakan dan menjaga bahasa Indonesia. Arahan yang diberikan kepada siswa dilakukan oleh beliau dengan memberikan contoh terlebih dahulu. Beliau membiasakan menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran berlangsung. Pada awalnya, siswa menertawakan beliau karena menggunakan bahasa Indonesia formal yang terkesan kaku dan canggung. Namun, sedikit demi sedikit mereka mengikuti beliau dan terbiasa
menggunakan
bahasa
Indonesia
secara
formal
ketika
pembelajaran bahasa Indonesia. Walaupun penggunaan bahasa Sunda masih terjadi di kalangan siswa, tetapi sedikit dan pada situasi tertentu saja. Kegiatan 6. Mendorong siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Kegiatan ini terkait juga dengan kegiatan sebelumnya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat pembelajaran bahasa Indonesia, kurangnya dorongan yang guru berikan kepada siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Peneliti melihat kebanyakan siswa mengandalkan guru mereka untuk mengetahui kaidah bahasa Indonesia. Akhirnya, tidak ada usaha dari diri mereka ataupun dorongan dari guru untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Mereka sekadar mengetahui apa yang sudah diketahuinya saja
68
terkait bahasa Indonesia. Namun, ada beberapa siswa yang berusaha mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari buku yang mereka miliki atau mencarinya di internet. Itupun karena keinginan siswa yang ingin mencari tahu lebih dalam lagi mengenai kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut peneliti perkuat dengan mengkonfirmasi guru Bahasa Indonesia. Beliau mengatakan telah berusaha mendorong siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesai dari berbagai sumber. Akan tetapi, siswa enggan mencari tahu langsung dengan alasan tidak ada waktu atau tidak ada uang untuk membeli buku sumber atau referensi lain. Kemudian beliau menyarankan siswa untuk pergi ke perpustakaan karena di sana banyak sumber yang dapat mereka manfaatkan seperti koran, majalah, atau buku lain terkait kaidah bahasa Indonesia. Namun, beliau hanya sesekali memberikan dorongan tersebut kepada siswa saat ada materi bahasa Indonesia mengenai kaidah bahasa dalam teks tertentu. Akhirnya, siswa pun hanya pada saat tertentu pula mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Pada kenyataannya, kebanyakan siswa mengetahui langsung dari guru mereka. Dengan demikian, guru Bahasa Indonesia masih kurang memberikan dorongan kepada siswa terlebih banyak siswa yang mengabaikan dorongan tersebut. Dalam hal ini, beliau akan berusaha selalu memberikan dorongan kepada siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber setiap kali pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Kegiatan 7. Menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung, guru Bahasa Indonesia tidak terlihat secara langsung menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Walaupun demikian, saat selesai menjelaskan materi dan memberikan tugas pada siswa, peneliti melihat
69
guru tersebut membaca buku. Dari empat kelas yang peneliti amati, kebiasaan tersebut memang dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia. Selanjutnya
untuk
memperkuat
pengamatan
tersebut,
peneliti
menanyakan langsung kepada guru yang bersangkutan. Menurut penturan beliau, setelah menjelaskan materi dan memberikan tugas pada siswa, beliau memang selalu membaca buku. Hal tersebut dilakukan untuk menambah pengetahuannya terkait bahasa Indonesia baik materi ataupun kaidah kebahasaan. Beliau juga menuturkan, meskipun jam pulang sekolah dalam kurikulum 2013 itu sampai sore, beliau tetap menyempatkan untuk menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, majalah, maupun menjelajahi internet. Dalam hal ini tidak hanya materi pelajaran atau kaidah kebahasaan yang belum dipahaminya, tetapi berkaitan juga dengan informasi-informasi lain yang berhubungan dengan bahasa Indonesia. Menurutnya, tidak hanya siswa saja yang harus belajar, namun beliau sebagai guru tentunya harus meningkatkan kualitasnya dalam pengajaran dengan selalu menambah pengetahuan terkait bidang yang diampunya. Kegiatan 8. Menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama pembelajaran bahasa Indonesia, peneliti melihat guru Bahasa Indonesia belum menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Sebenarnya guru tersebut sudah menguasai bahasa Indonesia sesuai kaidah atau aturan yang berlaku, akan tetapi belum sepenuhnya khususnya dalam ragam lisan. Beliau terkadang lupa dan secara tidak sengaja mengeluarkan kosakata yang tidak sesuai dengan kaidah atau aturan yang ada. Namun, peneliti melihat terdapat usaha dari beliau untuk mempelajari lebih dalam terkait kaidah atau aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
70
Pemaparan di atas, peneliti perkuat dengan melakukan wawancara kepada guru Bahasa Indonesia.
Beliau memaparkan bahwa saat ini
masih belum menguasai bahasa Indonesia sepenuhnya baik kaidah maupun aturannya. Penguasan terhadap kaidah atau aturan dalam bahasa Indonesia khususnya ragam lisan masih tahap belajar. Beliau masih harus menggali informasi atau menambah pengetahuannya terkait bahasa Indonesia bahkan meminta penilaian kepada guru Bahasa Indonesia yang lain terhadap kemampuannya dalam menggunaan bahasa Indonesia. Kegiatan 9. Menggunakan bahasa Indonesia di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Kegiatan ini berkaitan juga dengan kegiatan sebelumnya mengenai guru lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia ketika mengajar. Selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung, peneliti melihat cenderung guru lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, penggunaan bahasa Indonesia tidak saja digunakan pada saat proses pembelajaran. Ketika berkomunikasi dengan siswa, guru lain, bahkan dengan peneliti pun beliau menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut dilakukan sebagai cerminan seorang guru Bahasa Indonesia yang menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Beliau juga menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia tidak sebatas digunakan di dalam kelas atau sekolah saja tetapi digunakan juga di luar lingkungan sekolah. Pengamatan tersebut didukung oleh pendapat guru tersebut bahwa penggunaan bahasa Indonesia tidak saja digunakan di dalam lingkungan sekolah,
namun
di
luar
lingkungan
sekolah
juga
diperlukan.
Bagaimanapun juga bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar atau bahasa nasional. Beliau memaparkan jika pulang ke rumah mertuanya yang berada di Sulawesi, tidak mungkin menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Mamuju. Beliau dengan keluarga suaminya memilih menggunakan bahasa Indonesia untuk memahami dan memudahkan
71
berkomunikasi. Dengan demikian, itulah pentingnya bahasa Indonesia karena memiliki fungsi sebagai bahasa yang menjembatani berbagai suku daerah yang ada di negara ini. Kegiatan 10. Memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan siswa. Berdasarkan pengamatan peneliti selama pembelajaran berlangsung, guru bersangkutan
selalu
memperbaiki
kesalahan
penggunaan
bahasa
Indonesia yang dilakukan oleh siswa. Hal tersebut terlihat masih ada beberapa siswa dengan tidak sengaja mengucapkan kosakata dalam bahasa Sunda ataupun bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah. Kemudian guru tersebut mendengar dan memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah. Peneliti juga mengamati tidak hanya guru yang memperbaiki, akan tetapi temanteman yang lain berusaha mengingatkan dan memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh temannya itu. Pengamatan peneliti di atas dibenarkan oleh guru Bahasa Indonesia pada saat melakukan wawancara dengan beliau. Beliau memperjelas bahwa dirinya memang selalu memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan siswa. Terlebih beliau memiliki pendengaran yang sangat tajam sehingga siswa berbicara sepelan apapun akan terdengar olehnya. Tindakan yang dilakukan beliau adalah menegur dan memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa siswa. Hal itu dilakukan untuk menanamkan pada diri siswa agar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan penggunaan bahasa lain atau bahasa Indonesia yang tidak baik sebaiknya sebisa mungkin dihindari. Apabila tidak ditegur dan diperbaiki, siswa akan terbiasa mengucapkan penggunaan bahasa lain atau bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah. Di samping itu juga untuk mencegah agar siswa tidak mengulangi kembali kesalahannya tersebut.
72
C. Analisis Hasil Penelitian Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi Pada bahasan sebelumnya, peneliti telah menyajikan data setiap item pernyataan yang terdapat dalam angket siswa terkait tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS beserta analisis deskripsinya. Selanjutnya, berdasarkan hasil yang didapat dari analisis setiap item pernyataan tersebut, peneliti menyajikan data keseluruhan angket dalam bentuk tabel di bawah ini untuk mengetahui jumlah persentase alternatif jawaban ya dan tidak dari 10 pernyataan sebagai berikut. Tabel 4.11 Data Persentase Keseluruhan Item Pernyataan Angket Siswa tentang Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi
No. 1.
2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Pernyataan Saya menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Saya berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia. Saya menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya. Saya menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung. Saya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. Saya berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia. Saya menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Saya berusaha menambah pengetahuan
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Ya
93
Tidak
57 133
Ya
Persentase Alternatif Jawaban “Ya” dan “Tidak”
17
Tidak Ya Tidak Ya
40 110 82
Tidak
68
Ya
136
Tidak Ya Tidak Ya
14 145 5 112
Tidak
38
Ya
106
Ya = 67% Tidak = 33%
73
9.
10.
terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Setiap menggunakan bahasa Indonesia, saya memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ketika menulis istilah bahasa Indonesia yang saya tidak ketahui, saya selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Tidak
44
Ya
76
Tidak
74
Ya
77
Tidak
73
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa alternatif jawaban ya dalam setiap item pernyataan lebih banyak dibanding alternatif jawaban tidak. Hal itu dapat dilihat dari hasil persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.11, sebanyak 67% siswa lebih banyak menjawab item pernyataan terkait tipe pembelajaran bahasa Indonesia dengan jawaban ya sedangkan 33% siswa menjawab tidak. Hasil persentase tersebut diperoleh dari perhitungan keseluruhan jumlah alternatif jawaban ya dari pernyataan pertama sampai pernyataan terakhir
x 100% = 66,7 %
dibulatkan menjadi 67%.
Perhitungan untuk alternatif jawaban tidak diperoleh dari 33,3 % dibulatkan menjadi 33%.
x 100% =
Selain angket siswa, penelitian ini dilanjutkan dengan melihat proses
pembelajaran bahasa Indonesia yang berlangsung di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Peneliti melakukan observasi langsung ke setiap kelas X IPS dengan mengamati kegiatan guru Bahasa Indonesia sesuai dengan lembar observasi. Lembar observasi tersebut terdapat 10 butir kegiatan guru yang terkait dengan tipe pembelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan tehadap kegiatan guru di kelas, sebanyak tujuh butir kegiatan guru yang dilakukan dengan baik oleh guru Bahasa Indonesia kelas X IPS. Selain itu, peneliti memperkuat data tersebut dengan melakukan wawancara langsung kepada siswa maupun guru yang bersangkutan. Berdasarkan keseluruhan perhitungan angket siswa dan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap guru Bahasa Indonesia, terdapat dua tipe pembelajaran bahasa seperti yang dikemukakan oleh Made Iwan Jendra yang
74
ditemukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Namun, kedua tipe tersebut berbeda kemunculannya. Dua tipe pembelajaran yang ditemukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas X IPS adalah tipe integratif dan tipe instrumen. Tipe integratif muncul akibat adanya sikap positif siswa terhadap bahasa Indonesia. Namun, penelitian yang peneliti lakukan ini cenderung ditemukan sikap positif siswa kelas X IPS sehingga dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia juga ditemukan sikap integratif lebih dominan dibanding sikap negatifnya. Tipe integratif ditemui lebih dominan di kelas X IPS karena pembelajar bahasa tidak hanya mempelajari bahasa Indonesia hanya sebagai sebuah kewajiban, melainkan untuk memahami dan mengetahui budaya bahasa yang bersangkutan. Dalam hal ini terlihat pada sebagian besar siswa memiliki ciriciri tipe pembelajaran integratif seperti yang telah dikemukakan pada teori. Ciri-ciri tersebut meliputi penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah yang dilakukan oleh siswa. Penggunaan bahasa Sunda lebih sedikit digunakan siswa pada saat tertentu saja karena tidak semua siswa mengerti dan memahami bahasa Sunda. Akhirnya, mereka memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang terasa lebih sopan dan mudah dipahami. Bahasa Indonesia pun merupakan bahasa persatuan yang menjembatani berbagai suku daerah di Indonesia. Siswa kelas X IPS merasa bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik berarti telah menjaga jati diri atau identitas bangsa dengan baik pula. Menurut mereka, bahasa Indonesia harus dijaga demi keberlangsungan bahasa Indonesia itu sendiri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya usaha dari siswa untuk memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika menggunakan bahasa Indonesia. Di samping usaha yang mereka lakukan itu, kebanyakan siswa menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah mereka pelajari di sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran yang dilakukan siswa tidak hanya berkaitan dengan materi, akan tetapi berkaitan juga dengan kaidah-kaidah maupun aturan dalam bahasa Indonesia.
75
Ciri lain yang menunjukkan adanya tipe pembelajaran bahasa integratif tercermin pada sikap siswa kelas X IPS yang menggunakan bahasa Indonesia secara formal ketika pembelajaran berlangsung. Sebisa mungkin mereka belajar untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara formal. Terlebih lagi guru Bahasa Indonesia selalu mengingatkan dan memberikan contoh kepada mereka terkait penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar selama pembelajaran bahasa Indonesia. Usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia juga dilakukan oleh siswa kelas X IPS. Kebanyakan siswa memiliki keinginan dan kemauan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia yang mereka miliki ke arah yang lebih baik lagi untuk ke depannya. Usaha yang mereka lakukan untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara menambah wawasan terkait bhaasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Namun, kebanyakan siswa lebih senang membaca buku dan beberapa saja yang membaca koran. Menurut mereka, dengan membaca buku atau koran dapat menambah pengetahuan mereka terkait kaidah kebahasaan juga kosakata yang mereka miliki. Ciri lain yang turut menjadi bukti adanya tipe pembelajaran bahasa integratif, sebagian besar siswa kelas X IPS dengan semaksimal mungkin menggunakan bahasa Indonesia dengan formal selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Meskipun penggunaan bahasa Indonesia yang mereka gunakan kental dengan logat khas suku mereka khususnya suku Sunda. Apabila menemui istilah yang mereka tidak ketahui ketika menulis, siswa lebih bnayak mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Mereka
beranggapan hal itu penting dilakukan karena terkadang masih melakukan kesalahan yang tidak disengaja sehingga dari hari ke hari harus ada peningkatan ke arah yang lebih baik lagi. Tidak hanya pada saat menulis saja, akan tetapi dalam hal membaca buku fiksi atau nonfiksi mereka memilih mencari tahu langsung dengan mengacu pada
Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Mereka mengutarakan bila melihat sumber lain terutama teknologi yang canggih seperti internet terkadang informasi yang diberikan kurang
76
akurat dan belum tentu kebenarannya sehingga akan menimbulkan kebingungan dan salah penafsiran. Hal tersebut diperkuat dengan hasil observasi terhadap guru Bahasa Indonesia yang mengajar kelas X IPS. Guru bersangkutan menunjukkan adanya ciri-ciri tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang beliau lakukan di antaranya kegiatan dalam memberikan materi selalu menggunakan bahasa Indonesia secara formal sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku selama pembelajaran berlangsung. Selama mengajar guru tersebut juga lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dibanding bahasa lain. Alasannya, walaupun beliau berlatang belakang suku Sunda sebisa mungkin memberikan contoh yang baik bagi siswa dengan menggunakan bahasa Indonesia khususnya mata pelajaran yang diampu adalah Bahasa Indonesia. Pentingnya menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dilakukan oleh guru untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan terkait kaidah atau aturan bahasa Indonesia melalui berbagai sumber. Sementara itu, penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya digunakan pada saat jam pelajaran saja, akan tetapi di luar pembelajaran guru Bahasa Indonesia tetap menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal itu dikarenakan
bahasa
Indonesia
merupakan
bahasa
nasional
yang
menjembatani semua suku daerah yang ada di Indonesia. Tentunya, tidak semua orang mampu menguasai bahasa daerah. Untuk itu, adanya bahasa Indonesia akan membantu komunikasi antar masayarakat yang berbeda suku daerah. Namun, penggunaan bahasa Indonesia yang digunakan oleh beliau sesuai dengan situasi dan kondisi. Maksudnya, penggunaan bahasa lain juga diperlukan khususnya bahasa Sunda yang digunakan beliau pada situasi dan kondisi tertentu saja. Misalnya, ketika berkomunikasi dengan guru lain yang bersuku sama untuk lebih mengakrabkan diri. Ciri menonjol lain yang dilakukan guru Bahasa Indonesia sebagai cerminan sikap positif adalah memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan siswa. Di mana beberapa siswa terkadang dengan tidak sengaja mengucapkan kosakata bahasa Sunda atau bahasa Indonesia
77
tidka sesuai dengan kaidah seperti hujan deres, kebaean, alung-alung, dan asaan. Kemudian dengan tegas guru bersangkutan memperbaikinya dengan menegur secara halus dan memberikan kata perbaikan yang tepat seperti hujan deras, kebaikan, lempar-lempar, dan perasaan. Akhirnya, siswa yang melakukan kesalahan merasa malu dan mengulangi kata yang tepat agar mudah diingat. Arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari juga diberikan oleh guru Bahasa Indonesia. Hal itu dilakukan untuk membiasakan mereka menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Namun, masih saja ada beberapa siswa yang menghiraukan arahan guru tersebut. Awalnya siswa mendengarkan pada saat pembelajaran, akan tetapi hari berikutnya dilupakanj begitu saja. Maka dari itu, berdasarkan tipe ini sebagian besar siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi cenderung aktif, semangat, dan antusias dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut didukung oleh kegiatan guru Bahasa Indonesia selama proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Dengan begitu, tipe pembelajaran integratif lebih dominan ditemukan pada pembelajaran bahasa Indonesia kelas X IPS sesuai dengan ciri-ciri tipe pembelajaran yang dipaparkan berdasarkan hasil angket maupun hasil obervasi di atas. Berbeda halnya dengan tipe pembelajaran bahasa instrumen yang ditemukan sebagai reaksi sikap negatif siswa terhadap bahasa Indonesia. Tipe instrumen ini diartyikan bahwa pembelajar bahasa hanya belajar bahasa, tetapi tidak memiliki pemahaman untuk diterapkan dalam kehidupan seharihari. Tipe ini tidak begitu dominan pada siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi. Hal tersebut terlihat adanya ciri-ciri tipe pembelajaran yang mengarah pada sikap negatif di antaranya siswa kelas X IPS sebagian besar belum menguasai turan-aturan terkait bahasa Indonesia. Alasannya, mereka tidak ada keinginan untuk meningkatkan pengetahuan terkait aturan bahasa Indonesia. Mereka juga tidak ingin mendalami bahasa Indonesia. Mereka hanya sekadar belajar dan mengatahui aturan bahasa Indonesia ketika pembelajaran saja. Beberapa siswa yang menguasai aturan dalam bahasa
78
Indonesia pun tidak sepenuhnya mereka kuasai. Walaupun demikian, ada keinginan dan dorongan dari dalam diri mereka untuk meningkatkan penguasaan terhadap aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Selain itu, ciri tipe pembelajaran yang mengarah pada sikap negatif juga terlihat pada penggunaan bahasa Indonesia yang belum utuh dilakukan oleh guru Bahasa Indonesia. Walaupun demikian, beliau masih dalam tahap belajar untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Begitu juga dengan dorongan yang beliau berikan kepada siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber masih kurang terlihat. Hanya sesekali saja memberikan dorongan tersebut ketika ada materi mengenai kaidah dalam teks tertentu. Akhirnya, siswa juga pada saat tertentu saja mempelajari kaidah bahasa dari berbagai sumber. Penguasaan guru terhadap kaidah maupun aturan yang ada dalam bahasa Indonesia masih kurang terlihat. Sebenarnya guru tersebut sudah menguasai kaidah atau aturan bahasa Indonesia. Akan tetapi, belum sepenuhnya dikuasai khususnya dalam ragam lisan. Menurut penuturannya, beliau masih harus menggali informasi atau menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia bahkan tak jarang meminta penilaian pada guru bahasa Indonesia yang lain terhadap kemampuannya dalam berbahasa Indonesia terkait kaidah maupun aturan-aturan dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang ditemukan di kelas X IPS yaitu tipe integratif dan tipe instrumen. Akan tetapi, tipe integratif lebih dominan ditemukan pada pembelajaran Bahasa Indonesia kelas X IPS.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan angket siswa dan guru, terdapat dua tipe pembelajaran bahasa Indonesia yang ditemukan di kelas X IPS SMA Negeri 1 Ciawi yaitu tipe integratif dan tipe instrumental. Tipe integratif muncul karena adanya sikap positif siswa terhadap bahasa Indonesia. Tipe integratif merupakan tipe pembelajaran bahasa yang di dalamnya siswa tidak sekadar belajar bahasa tetapi segala yang mereka pelajari di sekolah untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tipe instrumental muncul akibat adanya sikap negatif siswa. Tipe instrumental merupakan tipe pembelajaran bahasa yang di dalamnya siswa hanya sekadar memenuhi materi saja. Akan tetapi, tipe integratif lebih dominan muncul. Hal tersebut terlihat pada 10 butir pernyataan yang disajikan dalam angket siswa sebanyak 67% siswa memunculkan sikap yang mengarah pada sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Hanya 33% siswa yang memunculkan sikap negatif terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diperkuat dengan tujuh kegiatan guru yang memunculkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: a.
Penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai kaidah atau aturan kebahasaan harus lebih ditingkatkan kembali pada siswa, terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia agar mereka terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik berarti menunjukkan kecintaan terhadap tanah air.
b.
Sebaiknya guru melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong siswa untuk mempelajari kaidah dan aturan dalam bahasa Indonesia dari
79
80
berbagai sumber. Hal tersebut sangat diperlukan untuk menambah penguasaan bahasa Indonesia yang dimiliki siswa. c.
Sebaiknya guru lebih meningkatkan lagi penggunaan bahasa Indonesia secara utuh khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia agar memberikan contoh yang baik kepada siswa.
d.
Diperlukan penelitian selanjutnya terkait tipe pembelajaran bahasa Indonesia secara lebih mendalam untuk dilakukan upaya-upaya peningkatan ke arah yang lebih baik lagi.
e.
Penelitian selanjutnya yang terkait dengan tipe pembelajaran bahasa Indonesia dapat menjadikan instrumen penelitian ini sebagai acuan atau patokan dalam penelitiannya disesuaikan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA A., Alek dan H. Achmad H.P. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana, 2010. Adul, M. Asfandi. Bahasa Indonesia Baku dan Fungsi Guru dalam Pembinaan bahasa Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983. Brown, H. Douglas. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi Kelima, Jakarta: Pearson Education, 2008. Chaer, Abdul dan Agustina Leoni. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Chaer, Abdul. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. . Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Gardner, Robert C. and Lambert, Wallacer E.. Attitudes and Motivation in Second-Language Learning. Rowley: Newbury House Publishers, 1972. Grasindo, TIM. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Pembentukan Istilah. Jakarta: Grasindo, 2016. Gunawan, Imam. Metode Peneltian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Hadeli. Metode Penelitian kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching, 2006. Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga, 2009. Indrawan, Rully dan Yaniawati, Poppy. Metodologi Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama, 2014. Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosdakarya, 2011. Jendra, Made Iwan Indrawan. Sosiolinguistics: The Study of Societies’ Language. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
81
82
Kridalaksana, Harimurti. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah, 1985. . Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. Laili Apriana dkk, Sikap Bahasa Siswa SMP Darma Bangsa dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, 2012. Littlewood, William T.. Foreign Second Language Leraning. New York: Cambridge University Press, 2005. Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Putaka Setia, 2011. Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991. Muliastuti, Liliana. Pamor Bahasa Indonesia. Dalam Koran Jakarta yang diterbitkan pada 7 April 2016. Diunduh pada tanggal 22 September 2016 pukul 13.12 WIB Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2012. Nurul Rahmadini, Sikap Bahasa Indonesia Siwa kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor. Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Nuryani. Sikap Bahasa Masyarakat Urban terhadap Bahasa Indonesia (Menemukan Tipe Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Wilayah Rural dan Urban). Artikel Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Pascaundhiksa. Modul Sosiolinguistik. Dalam http://pascaundhiksa.ac.id. Diunduh pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 14.00 WIB Putra, Nusa. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2010.
83
Rokhman, Fathur. Sosiolinguistik: Suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa dalam Mayarakat Multikultural. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013. Rusman. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer : Mengembangkan Profesionalisme Abad 21. Bandung: Alfabeta, 2013. Saebani, Beni Ahmad. Metode Penelitian. Bandung : Pustaka Setia, 2008. Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal. Metodologi Penelitian Sosial. Ciputat: UIN Jakarta Press, 2006. Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2004. Sugihastuti. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia: Tanggapan Penutur dan Pembacanya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta, 2011. . Metode Penelitian Bandung:Alfabeta, 2009. Sukmadinata, Nana Syaodih. Rosdakarya, 2006.
Kuantitatif,
Metode
Penelitian
Kualitatif,
dan
Pendidikan.
R&D.
Bandung:
Suwito. Sosiolinguistik Pengantar Awal. Surakarta: Henary Offset Solo, 1985. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Wardhaugh, Ronald. An Introduction to Sosiolinguistics. United Kingdom: WileyBlackwell, 2010. Yunus, Syarif. Pembelajaran Bahasa Indonesia Ke mana Arahnya?. Dalam http://Kompasiana.com. Diunduh pada tanggal 22 September 2016 pukul 13.15 WIB
BIODATA RESPONDEN Nama :
Sekolah
:
Kelas :
Hari/Tanggal :
KUESIONER TIPE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang peneliti ajukan. Anda dapat menjawab sesuai dengan keadaan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar dan salah karena setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda. Anda dapat menjawab pernyataan di bawah ini dengan memilih salah satu item dengan memberi tanda ceklis (√) sesuai pendapat dan keyakinan diri Anda.
Peneliti mengharapkan kejujuran dan kebenaran dalam mengisi
kuesioner ini.
No. 1. 2.
Pernyataan Saya menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah. Saya berusaha memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mempelajari kaidah bahasa Indonesia.
3.
Saya menguasai bahasa Indonesia dengan segala aturan-aturannya.
4.
Saya menggunakan bahasa Indonesia secara formal selama pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Saya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik berarti menjaga identitas atau jati diri bangsa dengan baik. Saya berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia. Saya menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Saya berusaha menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Setiap menggunakan bahasa Indonesia, saya memperhatikan aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ketika menulis istilah bahasa Indonesia yang saya tidak ketahui, saya selalu mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ya
Tidak
Instrumen Observasi Guru No.
Kegiatan
1. 2.
Menggunakan bahasa Indonesia secara formal sesuai kaidah kebahasaan selama mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menggunakan bahasa Indonesia secara utuh.
3.
Menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan.
4.
Lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa lain ketika mengajar. Memberikan arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Mendorong siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Menambah pengetahuan terkait bahasa Indonesia dengan membaca buku, koran, atau majalah. Menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku. Menggunakan bahasa Indonesia di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan siswa.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Ya (+)
Tidak (-)
DAFTAR HASIL WAWANCARA GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI 1 CIAWI Narasumber
: Wida Widia, S.Pd. M.Pd.
Bidang Studi : Bahasa Indonesia Hari/Tanggal : Jum’at, 25 November 2016 1.
Bagaimana antusias siswa-siswi dalam belajar bahasa Indonesia terutama di kelas X IPS ? Jawaban : Antusias siswa-siswi kelas X IPS cukup berantusias karena yang saya lihat mereka cukup berperan aktif ketika membacakan hikayat ataupun anekdot. Kebetulan di kelas X sedang belajar hikayat atau anekdot. Jadi, antusiasnya dengan cara mereka berperan aktif di dalam kelas.
2.
Dalam pembelajaran di kelas, apakah siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia? Jawaban : Kadang-kadang. Ketika sudah masuk pembelajaran di kelas X IPS, saya selalu mengingatkan mereka dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tetapi, saya menerapkan jangan dahulu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya menyarankan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dahulu, baru setelah itu menerapkan kepada mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Jika saya tidak mengingatkan mereka, mereka secara spontan akan menggunakan bahasa daerah atau bahasa sehari-harinya sendiri.
3.
Apakah siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia, baik di dalam kelas maupun di luar kelas ? Jawaban : Tidak juga, tergantung lawan bicara yang diajak bicara. Namun, sebagian besar mereka menggunakan bahasa Indonesia nonformal ketika di luar kelas, terlebih lagi banyak di antara mereka yang berasal dari suku Sunda.
4.
Apakah Ibu sebagai guru Bahasa Indonesia selalu memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh siswa? Jawaban : Ya, tentu. Ibu selalu memperbaiki kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dilakukan siswa. Mungkin siswa itu selalu bilang bahwa pendengaran ibu terlalu tajam. Ketika mereka menggunakan bahasa seharihari mereka dengan pelan, saya mendengar saja kemudian saya tegur dan perbaiki bahasa tersebut. Misalnya, ada siswa yang berbicara asaan kemudian saya perbaiki yang betul itu kata perasaan. Selanjutnya, saya jelaskan bahwa jangan berbicara bahasa seperti itu agar tidak terbiasa.
5.
Ketika pembelajaran di kelas, apakah Ibu memberikan arahan kepada siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana caranya? Jawaban : Iya saya selalu memberikan arahan kepada siswa ketika memasuki kelas. Saya menjelaskan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara maka penting bagi kita untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam sehari-hari. Nanti akan terbiasa, saya pun selalu menerapkan seperti itu dan mencontohkannya terlebih dahulu. Walaupun siswa menertawakan saya, tetapi lama-kelamaan mereka mengikuti dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
6.
Jika ada hal yang belum dipahami atau diketahui yang berkaitan dengan bahasa Indonesia, apakah ibu mencari tahu dan menambah pengetahuan dengan membaca buku, koran, atau majalah? Jawaban : Ya jelas saya selalu menyempatkan untuk menambah pengetahuan. Tidak hanya dengan membaca buku, kadang saya juga browsing di internet.
7.
Ketika pembelajaran bahasa Indonesia, apakah ibu mendorong siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber? Bagaimana caranya? Jawaban : Iya saya mendorong siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia dari berbagai sumber. Caranya, saya menganjurkan mereka untuk ke perpustakaan untuk membaca buku yang berkaitan dengan bahasa
Indonesia. Jika mereka malas, saya menganjurkan pergunakan handphone untuk hal positif terutama mencari tahu dan mempelajari kaidah bahasa Indonesia. 8.
Menurut ibu, perlukah menggunakan bahasa Indonesia secara formal sesuai kaidah bahasa Indonesia selama mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia? Jawaban : Ya perlu. Saya memberikan contoh kepada siswa agar siswa terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Tidak hanya dalam pelajaran bahasa Indonesia saja, dalam pelajaran lain pun mereka akan terbiasa.
9.
Menurut ibu, apakah ibu sudah menggunakan bahasa Indonesia secara utuh? Jawaban : Belum. Saya masih dalam tahap belajar. Apalagi saya menikah dengan orang Sulawesi, kosakata saya bertambah. Jadi, terkadang secara spontan berbicara menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa lain.
10.
Tentunya menggunakan bahasa Indonesia itu harus sesuai dengan keperluan dan bahasa lain pun diperlukan tetapi sesuai dengan kondisi dan situasi. Bagaimana dengan ibu sendiri? Jawaban : Ya, saya menggunakan bahasa Indonesia melihat situasi dan kondisi. Bahasa lain pun diperlukan, terutama saya tinggal di daerah Sunda. Misalnya di lingkungan rumah saya menggunakan bahasa Sunda ketika tetangga saya menjawab pertanyaan dari tetangga saya. Jadi, penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa lain pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
11.
Ketika pembelajaran di dalam kelas, ibu lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa lain. Mengapa demikian? Jawaban : Ya, tentu. Saya sebagai guru Bahasa Indonesia harus memberikan contoh kepada siswa agar siswa mengikuti dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
12.
Apakah ibu sudah menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia?
BIOGRAFI PENULIS FITRI HERA FEBRIANA, lahir di Bekasi, 06 Februari 1995. Menuntaskan pendidikan dasar di SDN Muarajaya. Kemudian, menuntut ilmu di SMP Negeri 1 Ciawi. Setelah itu, melanjutkan pendidikannya ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Ciawi.
Di tahun 2012, dia melanjutkan pendidikannya di
perguruan tinggi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Anak pertama dari pasangan Hermawan dan Fani Yulianti ini sejak kecil tinggal bersama orang tuanya di Kampung Suka Maju Kabupaten Bogor. Kemudian sejak melanjutkan pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia kost dan tinggal di Ciputat. Dia merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adiknya bernama Maulana Ramadhan. Sejak kuliah semester 2, dia menambah pengalamannya dengan mengajar bimbel dan privat di sekitar kampus.
Dia
pernah mengajar bimbel di LP3i Course Center yang terletak di Kampung Utan pada tahun 2013. Lalu pindah ke LP3i Course Center di Pondok Pinang dan mengajar privat di lembaga AB sampai tahun 2014. Selain itu, ia menambah pengalamannya sebagai tutor matematika di tempat bimbel Shinkenjuku hingga saat ini.