e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
PENGINTEGRASIAN SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN TEKS ULASAN FILM/DRAMA DI KELAS XI MIPA SMA NEGERI 3 SINGARAJA H. Hasanah1, I G Nurjaya2, M Astika3 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis (1) pengintegrasian sikap spiritual dan sosial dalam perencanaan pembelajaran, (2) pengintegrasian sikap spiritual dan sosial dalam pelaksanaan pembelajaran, dan (3) hambatan yang dihadapi guru dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sosial dalam pembelajaran teks ulasan film/drama. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru bahasa Indonesia di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja. Objek penelitian adalah pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran teks ulasan film/drama. Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif dengan menggunakan prosedur, (1) identifikasi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pengintegrasian sikap spiritual dan sosial dalam perencanaan pembelajaran terletak pada komponen tujuan, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian hasil belajar, (2) pengintegrasian sikap spiritual dan sosial dalam pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan cara interaksi guru dengan siswa, dan interaksi siswa dengan siswa, (3) hambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sosial, yaitu (a) kesulitan menentukan indikator sikap spiritual dan sosial, (b) kesulitan mengatur waktu, dan (c) kesulitan menghadapi karakter siswa yang berbedabeda. Kata kunci : pengintegrasian, sikap, spiritual, sosial, pembelajaran
ABSTRACT The aim of this study is to analyze (1) the integration of spiritual and social attitudes in learning plan, (2) integration of spiritual and social attitudes in the implementation of learning, and (3) teacher’ obstacles in the implementation of spiritual and social attitudes in learning of film / drama review text. This research used descriptive qualitative design. The subject of the research was Indonesian teacher in class XI MIPA at SMA Negeri 3 Singaraja. The data was collected by using documentation, observation, and interview method. The data analyzed using descriptive technique which used several procedures, namely (1) identification, (2) presentation, and (3) conclusion. The results of the research show that (1) the integration of spiritual and social attitudes in learning plan focuses on the objective component, learning procedures, and evaluation of the learning outcomes, (2) the integration of spiritual and social attitudes in the implementation of learning through the interaction between teacher-students and among the students.(3) the obstacles facing by the teacher in the implementation of spiritual and social attitudes are (a) difficulty in determining indicators of spiritual and social attitudes, (b) difficulty in managing time, and (c) difficulty in dealing with students diversity. Keywords
: integration, attitude, spiritual, social, learning
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari sikap sangatlah penting peranannya. Dengan adanya sikap, manusia dapat mengatur dirinya sendiri dan bersosialisasi dengan sesamanya. Hal ini senada dengan pendapat Muhbin (2013) yang menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap mampu mendorong manusia untuk berorientasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena itu, sikap sangatlah penting diterapkan dalam kehidupan agar diri mampu membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Sejalan dengan itu, Widayatun (2009) juga mengatakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Di dalam kehidupan manusia sikap selalu mengalami perbedaan dan perkembangan. Peranan pendidikan dalam pembentukan sikap sangatlah penting. Ellis (dalam Purwanto, 2011: 142) menyatakan, “Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan ialah: kematangan, keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan sosial, kehidupan sekolah, bioskop, guru, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar”. Sikap dapat didefenisikan suatu predisposisi atau kecendrungan untuk melakukan suatu respon dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu maupun objek tertentu. Sikap ini akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Dalam arti sempit sikap adalah pandangan atau kecendrungan mental. Akan tetapi, dalam kenyataanya, sikap yang positif perlahan-lahan mulai menghilang seiring perkembangan zaman. Pembangunan jati diri bangsa Indonesia, seperti penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Melalui
pandangan filosofinya, Koentjaraningrat (dalam Abidin, 2012) menyatakan bahwa telah menemukan adanya berbagai sikap mental negatif yang dimiliki sebagian anak bangsa. Beberapa sikap mental negatif tersebut di antaranya adalah sikap mental merendahkan mutu dan sikap mental menerabas”. Melihat pentingnya penanaman sikap positif khususnya terhadap anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa, pemerintah pun tidak hanya diam. Sebagai upaya untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang bermartabat baik, pemerintah mengaplikasikan penanaman sikap tersebut dalam pendidikan. Zubaedi (2011) menyatakan bahwa situasii dan kondisi bangsa yang sedang memprihatinkan telah mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Mengenai hal ini secara konstitusional sesungguhnya sudah tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional. Salah satu sistem pendidikan yang dapat dijadikan media untuk menanamkan pendidikan karakter adalah kurikulum. Adapun kurikulum yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2013. Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan Pasal 35, yaitu kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada peradaban dunia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismawati (2015: 252) bahwa, “Kurikulum 2013 bertujuan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
agar dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, inovatif, dan kreatif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan”. Dengan diterapkannya kurikulum 2013, diharapkan mampu memberikan perubahan positif terhadap pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam kurikulum 2013 terdapat kompetensi inti. Priyatni (2014) mengungkapkan bahwa kompetensi inti merupakan operasionalisasi atau jabaran lebih lanjut dari SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu. Kompetensi inti dibagi menjadi tiga, yaitu kompetensi inti sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Prastowo (2015: 118) menyebutkan, “Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetesi Lulusan yang harus dimiliki seorang siswa pada setiap tingkat kelas atau program”. Di samping itu, kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran berbagai kompetensi dasar dari sejumlah mata pelajaran yang relevan. Dalam hal ini mata pelajaran diposisikan sebagai sumber kompetensi. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap spiritual (KI-1), sikap sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sikap sosial dikembangkan secara tidak langsung, yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (KI-3) dan keterampilan (KI-4). Kompetensi inti sikap dijabarkan lagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual dan sikap sosial. Suryanto (2000: 154) mengatakan, “Posisi sikap, minat, sistem nilai, dan juga apresiasi (afektif) seseorang terhadap sesuatu fenomena kognitif sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu”. Ada orang yang beranggapan bahwa sikap bukan
untuk diajarkan, seperti halnya matematika, fisika, ilmu sosial, dan sebagainya. Akan tetapi kompetensi sikap tersebut bisa dibentuk. Kompetensi sikap dalam kurikulum 2013 dibagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2). Sikap spiritual adalah sikap yang berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, sedangkan sikap sosial berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, lalu sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. Kosasih (2014) menegaskan bahwa dalam kurikulum 2013, guru diharapkan mampu memunculkan KI-1 dan KI-2 melalui KI-3 dan KI-4 dalam pembelajaran secara tidak langsung. Dengan begitu, kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dapat dipenuhi oleh peserta didik. Sikap spiritual adalah sikap yang berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Zubaedi (2011) mengatakan bahwa spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang. Kata spiritual berarti berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Dimensi spiritual meliputi aspek-aspek: 1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan; 2) menemukan arti dan tujuan hidup; 3)menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri; 4) mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi. Sikap sosial berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Dalam pengukuran terhadap sikap sosial siswa, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai hal apa saja yang merupakan ciri-ciri dari sikap sosial
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
tersebut. Menurut Suwito (dalam Ariantini, 2015) ada delapan indikator ciri-ciri sikap sosial positif, yaitu 1) sopan atau menghormati orang lain, 2) gotong royong, 3) suka menolong, 4) kesediaan berkorban untuk orang lain, 5) toleransi atau gotong royong, 6) adil, 7) suka bergaul, dan 8) mengutamakan musyawarah. Selain itu, Muhbin (2003) menyatakan bahwa indikator sikap sosial yang merupakan harapan dari tujuan pendidikan nasional menyangkut tertib, sadar hukum, kerja sama dan dapat berkompetensi, toleransi, menghargai hak orang lain, dan dapat berkompromi. Pendapat lain dikemukakan oleh Mudjijono (dalam Umbara, 2011) yang menyatakan bahwa dimensi sikap sosial terdiri atas indikator toleransi atau tenggang rasa, kerja sama atau gotong royong, dan tanggung jawab. Melihat pentingnya menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran, itu artinya ketika siswa belajar pengetahuan dan keterampilan, guru harus mampu menghubungkan dengan pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial. Pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial ini tidak secara langsung diajarkan oleh guru, tetapi melalui setiap aktivitas belajar seperti interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, pemilihan materi pelajaran, dan lainlain. Abidin (2012) juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang harus dilakukan siswa. Melalui aktivitas tersebutlah pendidikan karakter dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Priyatni (2014: 21) bahwa, “Penanaman sikap positif sebagai bentuk pengimplementasian Kompetensi Inti-1 dan Kompetensi Inti-2. KI untuk ranah sikap tidak untuk diajarkan, tetapi diintegrasikan dan ditumbuhkembangkan ketika pembelajaran aspek pengetahuan dan keterampilan dilaksanakan”. Dengan demikian, guru harus pandai-pandai dan memiliki cara untuk mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial dalam setiap pembelajaran agar siswa mampu memahami, memaknai serta melaksanakan kompetensi inti satu (KI-1) dan kompetensi inti dua (KI-2) setiap mata pelajaran.
Salah satu mata pelajaran yang sangat penting yang dapat dijadikan media pembentukan karakter bangsa adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. “Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan melalui penciptaan pembelajaran bahasa Indonesia yang berlandaskan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan” (Abidin, 2012: 59). Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam kurikulum sekolah. Menurut silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas XI SMA/SMK/MA semester genap, terdapat dua materi mengenai teks. Pembelajaran teks ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik memperoleh wawasan pengetahuan yang lebih luas agar terampil berpikir kritis dan kreatif serta mampu bertindak efektif menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan nyata sebagaimana tercermin dalam teks. Salah materi teks yang ada adalah teks ulasan film/drama. Priyatni (2014: 158) menyatakan, “Teks ulasan film/drama adalah teks yang berisi penilaian atau komentar atau tanggapan terhadap karya film/drama”. Melalui pembahasan pengalaman tokoh dalam film dan drama, peserta didik diharapkan dapat mengambil hikmahnya sebagai motivasi dalam meraih cita-cita dan memperkuat kepribadiannya. Pembelajaran teks ulasan ini juga dimaksudkan untuk menanamkan sikap posisif dalam diri peserta didik bahwa keberadaan bahasa Indonesia merupakan cerminan sikap dan jati diri bangsa Indonesia di lingkungan pergaulan dunia global. Berdasarkan hasil observasi awal peneliti dengan salah satu guru bahasa Indonesia kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja, yaitu Ibu Sukartiyah, S.Pd. Beliau menyatakan bahwa implimentasi sikap spiritual dan sikap sosial memang tidak diajarkan secara khusus, melainkan harus dimunculkan di setiap aktivitas pembelajaran. Pembentukan sikap spiritual bukan hanya diterapkan di saat berdoa saja, tetapi bisa melalui pemilihan materi
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
pelajaran. Pembentukan sikap sosial diterapkan ketika siswa belajar kelompok. Ketika belajar kelompok siswa diajarkan untuk saling bekerja sama, disiplin, tanggung jawab, mau menghargai pendapat teman dan lain-lain. Penelitian yang membahas tentang kompetensi sikap sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pertama adalah penelitian milik Ni Putu Ariantini (2014) dengan judul “Implementasi Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 1 Singaraja”. Selain itu, Ni Kadek Nova Wahyu Wintari (2015) dengan judul “Pengintegrasian Sikap Sosial (KI 2) Menurut Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Teks Cerpen di Kelas VII A SMP Negeri 1 Negara”. Penelitian ketiga, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewa Putu Yugista (2015) yang berjudul “Sistem Penilaian Kompetensi Sikap Berdasarkan Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Ubud”. Dari ketiga penelitian tersebut, telah membuktikan bahwa terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Akan tetapi, subjek dan objek dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan. Dengan demikian, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengintegrasian Sikap Spiritual (KI 1) dan Sikap Sosial (KI 2) dalam Pembelajaran Teks Ulasan Film/Drama di Kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja”. Penelitian ini memfokuskan pada perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan juga hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam perencanaan pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja, (2) engintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja, dan (3) hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam
mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja. Penelitian ini memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI SMA Negeri 3 Singaraja. Manfaat praktisnya, antara lain (1) Bagi guru, hasil penelitian ini memberikan manfaat yang besar bagi guru Bahasa Indonesia dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial pada pembelajaran. Baik itu pada perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. (2) Bagi siswa, siswa mendapat pengalaman langsung dalam proses belajar mengajar yang berkaitan dengan pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial khususnya dalam pembelajaran teks ulasan/drama. (3) Bagi peneliti lain, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian sejenis guna mewujudkan tujuan yang diidealkan dalam ranah pendidikan. METODE PENELITIAN Penelitian ini membahas tentang pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan film/drama. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan tentang cara guru mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan film/drama. Karena berupaya mendapatkan deskripsi dan penjelasan mengenai fakta-fakta aktual dari sifat suatu populasi, maka penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan penelitian deskriptif dipilih karena rancangan penelitian ini mampu menggambarkan secara keseluruhan data-data yang berkaitan dengan pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) menurut kurikulum 2013 dalam pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Guna mendapatkan data yang relevan, maka dalam pencarian data peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data berupa pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) pada perencanaan pembelajaran (RPP) teks ulasan film/drama dengan bantuan instrumen kartu data. Metode observasi digunakan untuk mendapatkan data berupa pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran teks ulasan film/drama yang dilakukan oleh guru kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja. Teknik observasi yang dilakukan peneliti berupa kegiatan observasi partisipatif pasif. Pada metode ini digunakan instrumen catatan lapangan. Sementara itu, metode wawancara digunakan untuk mengetahui hambatanhambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) menurut kurikulum 2013 dalam pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja. Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Adapun instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini berupa (1) pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam perencanaan pembelajaran teks ulasan film/drama, (2) pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran teks ulasan film/drama, dan (3) hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan film/drama. Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran (Marzuki, 2012). Kompetensi sikap merupakan salah satu wadah yang digunakan untuk menanamkan pendidikan
karakter harus diintegrasikan di dalam proses pembelajaran mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi hasil belajar. Dari analisis data tentang pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam perencanaan pembelajaran teks ulasan film/drama di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja menunjukan bahwa pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial terletak pada komponen tujuan pembelajaran, langkahlangkah pembelajaran, dan penilaian hasil belajar yang terdapat pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sementara itu, pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam pelaksanaan pembelajaran, ditunjukan dengan adanya interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa. Interaksi guru dengan siswa dilakukan dengan cara guru memberikan penguatan, motivasi, teguran, larangan, dan arahan kepada siswa penguatan kepada siswa agar menunjukkan sikap spiritual dan sosial saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran teks ulasan film/drama meliputi hambatan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Hambatan dalam perencanaa, yaitu tidak adanya pedoman yang pasti tentang indikator pencapaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial sehingga guru kesulitan dalam menentukan indikator sikap spiritual dan sikap sosial. Sementara itu, hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu guru kesulitan mengatur waktu sehingga guru terbatas dalam melakukan penilaian sikap. Selain itu, guru juga kesulitan menghadapi karakter siswa yang berbedabeda. Siswa yang berkarakter rajin dan mau mengikuti pembelajaran, guru tidak ada masalah. Akan tetapi, guru mengalami sedikit kesulitan dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial kepada siswa yang berkarakter nakal, malas, apalagi pemalu. Pada RPP, kompetensi sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) telah diintegrasikan ke dalam tujuan pembelajaran, langkah-langkah
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Marzuki (2012) yang menyatakan bahwa penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan pada komponen tujuan pembelajaran, pendekatan atau metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan bagian penilaian hasil belajar. Dalam menentukan tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran harus jelas dan dapat diukur. Guru mengintegrasikan unsur pengetahuan yang harus dicapai siswa dengan unsur sikap spiritual dan sikap sosial yang harus ditunjukkan oleh siswa dalam penguasaan pengetahuan mengenai teks ulasan film/drama. Guru juga telah mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) pada langkah-langkah pembelajaran. Menurut Kurinasih dan Berlin (2014) komponen langkah-langkah pembelajaran RPP berbasis kurikulum 2013 dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup. Pada komponen langkah-langkah pembelajaran, guru telah mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Marzuki (2012:10) menyatakan, “Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan mengembangkan karakter”. Pada komponen penilaian, penilaian yang dilakukan oleh guru meliputi penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian hasil belajar berbasis kurikulum 2013 terdiri dari penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan (Kurinasih dan Berlin, 2014). Dalam komponen penilaian yang terdapat pada RPP teks ulasan film/drama, guru membuat instrumen penilaian yang berupa lembar pengamatan sikap dan rubrik penilaian sikap yang di dalamnya terdapat beberapa indikator sikap spiritual dan sikap sosial.
Mudjijono (dalam Umbara, 2011) menyatakan bahwa guru mengamati sikap siswa di kelas dengan berpedoman pada lembar pengamatan sikap dan rubrik penilaian sikap yang telah dirancang sebelumnya. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial dengan cara interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa. Pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dilakukan di setiap aktivitas pembelajaran. Hal ini sesuai pandangan Zubaedi (2011: 263) yang menyatakan, “ Apa pun aktivitas pembelajaran yang diupayakan guru, aktivitas-aktivitas pembelajaran tersebut haruslah mampu memfasilitasi pembentukan dan pengembangan peserta didik berkarakter. Berdasarkan hasil observasi, guru telah melakukan kegiatan pendahuluan dengan baik. Seperti biasa, guru membuka pelajaran dengan salam dan dilanjutkan mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, barulah guru mulai membangun konteks pembelajaran dengan melakukan interaksi dengan siswa. Jika kegiatan pendahuluan sudah mampu bagus dan mampu menarik perhatian siswa, otomatis siswa akan menjadi lebih siap mengikuti pembelajaran pada kegiatan inti. Dalam membangun konteks pembelajaran inilah guru mulai menanamkan nilai-nilai sikap spiritual dan sikap sosial. Guru membangun konteks pembelajaran dengan cara memberikan motivasi, atau dorongan, arahan, larangan, dan peringatan kepada siswa. Marzuki (2012:13) menyatakan, “Pendidikan karakter disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik”. Dengan demikian, jika penanaman sikap spiritual dan sikap sosial dilakukan di awal pembelajaran diharapkan siswa dapat lebih siap mengikuti proses pembelajaran. Setelah pendahuluan, terdapat kegiatan inti pelajaran. Pada kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pada kegiatan inti ini guru bahasa Indonesia di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja menggunakan model pembelajaran saintifik dengan pendekatan 5M. Abidin (2012) menyatakan bahwa setiap model pembelajaran pastilah berisi sintak pembelajaran. Masing-masing sintak ini akan berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pada saat berkegiatan inilah, nilai-nilai karakter tecermin. Siswa secara tidak sadar akan menunjukan karakternya. Di sisi lain, siswa pun secara tidak sadar akan membina diri untuk berkarakter lebih baik. Dengan demikian, melalui pengamatan yang cermat guru bisa menilai karakter siswa. Pada kegiatan inti, sikap spiritual dikembangkan dengan cara bersyukur dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan pendapat Lubis dan Wijayanti (dalam Asmarawati, 2016: 63) bahwa, “Iman seseorang dapat menjadi kontrol sikap bagi orang itu sendiri”. Selain sikap spiritual, penanaman sikap sosial pada kegiatan inti pembelajaran dilakukan pada kegiatan 5M dan kegiatan kerja kelompok. Fadillah (2014) menyatakan bahwa kegiatan inti adalah kegiatan yang paling penting dan paling utama dalam proses pembelajaran karena materi pembelajaran akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan demikian, pada kegiatan ini siswa harus berkonsentrasi mengikuti pelajaran. Sikap sosial yang dikembangkan oleh guru adalah sikap jujur, tanggung jawab, peduli, santun, toleransi, gotong royong, dan percaya diri. Dengan demikian, melalui interaksi dengan siswa, guru menanamkan sikap spiritual dan sikap sosial. Ketika ada siswa yang berani berpendapat, guru memberikan penguatan. Ketika ada siswa yang perilakunya kurang baik, guru memberikan teguran. Ketika berbicara dalam konteks pembelajaran, guru selalu menegaskan agar siswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ariantini (2014) menegaskan bahwa pemberian arahan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar saat menyampaikan informasi baik lisan maupun tulisan itu sebagai bentuk sikap menghargai
dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Dalam mengerjakan tugas, guru selalu mengingatkan agar siswa jujur, percaya diri, dan bertanggung jawab. Selain itu, guru juga mengajarkan agar siswa saling berinteraksi dengan teman yang lain. Ketika ada teman yang presentasi, guru selalu meminta yang lain peduli dengan cara memberikan masukan. Dalam memilih teman kelompok juga, guru mengajarkan agar siswa selalu tolerensi. Pada kegiatan inilah, perilaku guru dicontoh oleh siswa. Marzuki (2012) mengungkapkan bahwa perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. Dalam kegiatan tersebut, guru berperan sebagai fasilitator dan siswa berperan sebagai penerima pesan. Setelah kegiatan inti, sikap spiritual dan sikap sosial juga ditampakkan oleh guru pada kegiatan penutup. Kurinasih dan Berlin (2014: 57) berpendapat, “kegiatan penutup ditujukan untuk validasi terhadap konsep atau prinsip yang telah dikonstruksi oleh siswa”. Dalam mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan film/drama guru juga mengalami hambatan. Hambatan tersebut dialami oleh guru pada saat menyusun perencanaan dan melaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, hambatan yang dihadapi guru ketika mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) pada perencanaan pembelajaran adalah kesulitan menentukan indikator. Priyatni (2014: 44) menyatakan, “Indikator adalah tingkah laku operasional yang dapat diamati dan diukur”. Dalam hal ini, guru menjelaskan bahwa kesulitan dalam menentukan indikator pencapaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial karena tidak ada acuan yang pasti sehingga sikap siswa tersebut sulit diukur dan diamati. Selain pada perencanaan pembelajaran, beberapa hambatan juga dirasakan oleh guru ketika mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran teks ulasan film/drama. Yang menjadi hambatan guru dalam mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran adalah waktu dan karakter siswa yang berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wintari (2015) bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru dalam mengintegrasikan sikap sosial (KI-2) menurut Kurikulum 2013 pada pembelajaran teks cerpen, yaitu guru kesulitan menghadapi siswa yang memiliki karakter yang berbeda dan guru masih sulit mengatur waktu untuk sikap sosial siswa pada saat guru memberikan remidi individual. Ariantini (2014) menyatakan bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan pengintegrasian sikap spiritual dan sikap sosial dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, yaitu guru mengalami kesulitan dalam menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda. Banyak karakter siswa di dalam kelas. Ada yang nakal, pintar, baik, aktif, pemalu, dan pemalas. Siswa yang berkarakter baik, tidak ada masalah. Akan tetapi, guru mengalami sedikit kesulitan dalam mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap sosial kepada siswa yang berkarakter nakal, malas, apalagi pemalu. PENUTUP Ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pada perencanaan pembelajaran teks ulasan film/drama, guru mengintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) ke dalam komponen tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Pengintegrasian sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pelaksanaan pembelajaran teks ulasan film/drama terwujud dalam interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa. Interaksi guru dengan siswa saat kegiatan pembelajaran ditunjukkan dengan cara memberikan arahan, motivasi, teguran, nasihat, dan penguatan. Hambatan yang dihadapi oleh guru ketika mngintegrasikan sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2) dalam pembelajaran teks ulasan, yaitu pertama guru kesulitan
menentukan indikator pencapaian kompetensi karena tidak adanya acuan yang pasti. Selain itu, guru masih kesulitan menghadapi siswa yang memiliki karakter berbeda-beda dan guru masih kesulitan dalam mengatur waktu. Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, peneliti dapat menyampaikan beberapa saran. Pertama, guru mata pelajaran bahasa Indonesia agar selalu dapat mempertahankan dan meningkatkan pembelajaran yang lebih baik yaitu pembelajaran yang menyeimbangkan antara kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua, siswa hendaknya mampu menunjukkan perilaku sikap spiritual dan sikap sosial ketika berinteraksi dengan guru maupun dengan siswa yang lain dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, peniliti lain dapat menggunakan artikel ini sebagai acuan ketika melakukan penelitian yang serupa yang akan bermanfaat bagi pembelajaran di sekolah dan pendidikan secara umum. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama. Ariantini, Ni Putu. 2014. Implimentasi Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sikap sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas VII SMP Negeri 1 Singaraja. Tesis. Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Asmarawati, Endah. 2016. Proses Integrasi Sikap Sosial dan Spiritual dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas Vii SMP Negeri di Kecamatan Purwodadi. Tersedia pada www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ s2math/article/download/8014/583 (Diakses tanggal 9 Juni 2017). Ismawati, Esti. 2015. Telaah Kurikulum dan Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: Ombak. Kurinasih, Imas dan Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Undiksha Volume : Vol: 7 No: 2 Tahun:2017
Konsep dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.. Marzuki. 2012. Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di Sekolah. Tersedia pada journal.uny.ac.id/index.php/jpka/artic le/viewFile/1450/1237. (diakses tanggal 8 Juni 2017). Muhbin, S. 2003. Psikologi Belajar.Ciputat: Logos Wacana Ilmu. Prastowo, Andi. 2015. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu Implementasi Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta: Prenadamedia Group. Priyatni, Endah Tri. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Purwanto, Ngamlim. 2011. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suryanto dan Djihan Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidkan
Di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adi Cita. Umbara, Sang Putu. 2011. Pengaruh Penerapan Assesment Proyek terhadap Prestasi Belajar IPS Ditinjau dari Sikap Sosial. Tesis. Singaraja. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Widayatun, T, R. 2009. Ilmu Perilaku M.A.104. Jakarta: CV Agung Seto. Wintari, Ni Kadek Nova Wahyu. 2015. Pengintegrasian Sikap Sosial (KI2) Menurut Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran Teks Cerpen Di Kelas VII A SMP Negeri 1 Negara. Skripsi (tidak dierbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS Undiksha. Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.