e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016)
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DI KELAS XI IBB SMA SARASWATI SINGARAJA Eni Nur Anita1, I Gd Artawan2, I Wyn Artika3 1,2,3Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Ancangan penelitian ini deskriptif kualitatif dengan subjek guru bahasa Indonesia kelas XI dan siswa. Objek penelitian berupa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen. Ada tiga metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data di analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPP guru terdiri atas komponenkomponen seperti: identitas RPP, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, media dan sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran. Ada beberapa kelemahan dalam RPP tersebut seperti: (1) materi pelajaran masih terlalu umum, (2) guru hanya menggunakan satu sumber belajar, (3) guru belum mencantumkan media yang digunakan. Namun demikian, secara umum pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah mengikuti langkah-langkah yang terdapat dalam RPP yang mencakup kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Ditemukan sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran seperti: (1) guru masih menyelipkan kegiatan mencatat materi pelajaran yang seharusnya dihindari dalam pendekatan saintific. (2) guru sama sekali tidak melaksanakan penilaian sikap. Pencantuman instrumen penilaian sikap dalam RPP ternyata hanya formalitas. Kata kunci: pembelajaran, menulis, cerpen Abstract This research aims to analyze the planning and implementation of writing short stories in senior high school XI IBB SMA Saraswati Singaraja. The sujects of this qualitative descriptive study were Indonesian teachers and students in class XI. The object of this research were planning and implementation in writing short stories. There were three methods of data collection used in this study, the methods observation, interview and documentation. Were analyzed data by using descriptive analysis techn. The results of this study indicated that teacher’s lesson plan include learning components such as: identity of the lesson plan, core competencies, basic competencies, indicators of achievement, learning objectives, instructional material, the allocation of time, learning methods, the steps of learning activities, media and learning resources, and evaluation of learning. There were some weakness in the lesson plan, such as: (1) matterial was still general, (2) the teacher used only one learning resource, (3) teacher had not specified media in used. However, in general the study conducted by already following the steps that contained in the lesson plan, the preliminary activities, main activities, and clossing. There were found several weakness in the implementation of learning such as: (1) the teacher still noted the activites that should be avoid in the saintific approach, (2) teachers did not implement the attitude asssessment. The inclusion of attitude assessment instruments in the lesson plan just a formality. Keywords: learning, writing, short stories
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) PENDAHULUAN Pembelajaran menulis adalah bagaimana menulis itu diajarkan dalam jenjang pendidikan. Pembelajaran menulis diajarkan dalam mata pelajaran bahasa indonesia diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas diberikan dalam pelajaran bahasa indonesia. Akan tetapi, masih banyak siswa khususnya di kalangan sekolah menengah atas belum terampil menulis. Jamaludin, (2003:45) dan Akhadiah, (1988:3) memiliki pendapat yang sama mengenai hambatan dalam menulis. Faktor-faktor yang menyebabkan hambatan menulis yakni: (1) siswa merasa belum mampu mengungkapkan dan menemukan ide, gagasan dan pikirannya yang akan ditulis, (2) rendahnya pemahaman siswa terhadap materi sekaligus dalam praktiknya, (3) kurang memadainya kemampuan kebahasaan yang dimiliki, (4) kurangnya pengetahuan tentang kaidah-kaidah dalam menulis, dan kurangnya kesadaran terhadap pentingnya menulis, dan (5) siswa tidak tahu bagaimana memulai dan menyusun untuk menulis. Kondisi ini diperkuat oleh pernyataan bahwa pembelajaran bahasa indonesia di sekolah-sekolah selama ini belum mencapai hasil yang diharapkan, apalagi disebut memuaskan. Faktor yang menyebabkan ketidakmampuan siswa di antaranya guru lebih banyak menekankan teori dan dalam proses belajar guru kurang bervariasi dalam memilih metode dan strategi pembelajaran, serta kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif saat belajar. Menurut kurikulum 2013 dalam pembelajaran menulis teks dapat diperinci ke dalam jenis-jenis, seperti deskrispsi, penceritaan, prosedur, laporan, ekplanasi, eksposisi, diskusi, surat, iklan, catatan harian, negosiasi, pantun, dongeng, anekdot, cerpen dan fiksi sejarah. Semua jenis teks itu dapat dikelompokkan ke dalam teks cerita, teks faktual, dan teks tanggapan. Pembelajaran cerpen masuk dalam kategori teks cerita naratif. Teks cerita naratif merupakan teks yang bersifat menguraikan atau menjelaskan dengan cara membuat suatu karangan
dalam bentuk kalimat. Teks naratif ini muncul dalam silabus kelas XI semester ganjil bagian memproduksi teks cerita pendek. Selain pembelajaran menulis umumnya, sastra juga perlu diajarkan dalam kegiatan menulis. B.P Situmorang (dalam Agus R. Sarjono, 2001) menyatakan tujuan pembelajaran sastra adalah menanamkan rasa peka terhadap hasil karya sastra sehinga peserta didik mendapatkan rasa keharuan yang diperoleh karena tujuan pengajaran sastra adalah menanamkan rasa cinta sastra. Pembelajaran sastra nampaknya kurang mendapat perhatian, khususnya dalam bidang menulis. Keterbatasan pemahaman siswa dalam pembelajaran sastra disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap sastra, yakni cenderung terbatas pada pengajaran teori dan membaca sastra semata. Melalui keterampilan menulis, siswa harus mempunyai ide untuk menuangkan dalam bentuk karya sastra. Salah satu jenis karya sastra yaitu berupa cerpen. Kebanyakan siswa dalam menulis cerpen mengalami kesulitan dalam memperoleh ide-ide yang cemerlang untuk bisa menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Dalam kurikulum SMA, kompetensi ini tercantum dalam kompetensi dasar dengan rumusan “memproduksi teks cerita pendek, pantun, cerita ulang, ekplanasi kompleks, dan ulasan/reviu film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan”. Alasan penelitian ini memilih bagian kompetensi dasar 4.2 yakni proses kegiatan pembelajaran memproduksi cerpen dianggap paling sulit. Dikatakan demikian, karena dalam kegiatan pembelajaran proses memproduksi cerpen ini siswa secara langsung diajak sekaligus dituntut untuk menulis. Melalui pembelajaran menulis cerpen diharapkan siswa mampu menulis dengan baik. Menulis cerpen sangat penting dilakukan oleh siswa karena dengan menulis cerpen siswa dapat mencurahkan ide atau pikiran, perasaan, maupun pengalaman yang di alaminya secara kreatif. Dalam menulis cerpen terdapat
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) kebebasan dalam berkarya. Namun, dalam menulis cerpen siswa tetap terikat oleh kaidah-kaidah kebahasaan. Di dalam menuliskan sebuah cerpen terdapat kendala-kendala yang sering di alami oleh siswa di antaranya: kesulitan menemukan tema dan kurang berkembangnya ide siswa ketika menulis, diksi yang digunakan monoton sehingga ide tidak bervariasi, dan bagian penutup cerpen mudah ditebak. Siswa mampu menulis cerpen dengan baik jika dalam proses belajar mengajar guru mampu menentukan langkah-langkah atau tema yang menarik di lingkungan sekitar siswa (Suroto, 1989: 18). Akhadiah (1988:1) menyatakan menulis memiliki beberapa keuntungan. Pertama, dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita. Kedua, melalui kegiatan menulis kita dapat mengembangkan berbagai gagasan. Ketiga, kegiatan menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Keempat, menulis mengajarkan kita berfikir kritis sehingga mampu mengorganisasikan gagasan secara sistematis. Melalui kegiatan menulis, siswa dapat mengomunikasikan pikirannya, dan melalui kegiatan berfikir, siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis. Bila apa yang dimaksudkan oleh penulis sama dengan yang dimaksudkan oleh pembaca, seseorang dapat dikatakan sudah terampil menulis. Persoalan-persoalan menulis yang telah diuraikan di atas, juga ditemukan di SMA Saraswati Singaraja. Persoalan yang ditemukan adalah pemahaman siswa mengenai menulis cerpen belum memadai. Hal ini dikarenakan siswa kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen. Itulah yang melatarbelakangi dan mendorong dilaksanakannya penelitian ini. Hal yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini yaitu perencanaan dan pelaksanaan dalam pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Kedua hal tersebut penting diadakan penelitian karena merupakan satu
kesatuan yang utuh tak bisa terlepaskan dalam pembelajaran khususnya menulis cerpen. Peneliti memilih kelas XI IBB sebagai subjek penelitian karena sesuai dengan silabus pada jenjang SMA yaitu, menyangkut materi pembelajaran menulis cerpen di kelas XI. Berdasarkan penelitian terdahulu dalam topik ini dilakukan oleh Mustari (2008) meneliti tentang pembelajaran menulis cerpen berbasis pendidikan karakter siswa. Subjek penelitiannya adalah kelas VII SMP Negeri 3 Selat dan objeknya pembelajaran menulis cerpen berbasis pendidikan karakter. Penelitian ini menggunakan ancangan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah pembelajaran menulis cerpen dengan meningkatkan pendidikan karakter yang tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Darmiasih (2012) meneliti tentang strategi guru dalam pembelajaran menulis cerpen berbasis catatan harian. Subjek penelitiannya adalah kelas IX SMP Negeri 4 Kubutambahan dan objeknya strategi guru dalam pembelajaran menulis cerpen berbasis catatan harian. Penelitian ini menggunakan ancangan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah penggunaan strategi yang inovatif untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang baik. Sehubungan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini tampaknya memiliki permasalahan dalam penelitian yakni: perencanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja dan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu, tujuan umum dan khusus. Pertama, dilihat dari segi tujuan umum. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui manfaat serta kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran menulis cerpen. Selain itu, untuk mengetahui pentingnya pembelajaran menulis khususnya cerpen. Kedua, dilihat dari segi tujuan khusus yakni mengkaji perencanaan dan
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini. Manfaat tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan praktis. Pertama, secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah khazanah ilmu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya tentang pembelajaran menulis cerpen dan secara khusus ingin memberikan sumbangan dalam kemajuan pembelajaran menulis cerpen, melalui dunia pendidikan. Kedua, secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan dampak secara langsung kepada komponen-komponen yang melaksanakan pembelajaran. Yang dimaksud komponen tersebut adalah guru yang melaksanakan pembelajaran serta seluruh siswa yang ikut dalam pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Manfaat praktis penelitian ini bagi guru bahasa indonesia hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman, model, panduan dan acuan dalam menyususn RPP dalam merancang pembelajaran menulis. Sehingga guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran dan perencanaan dengan lebih maksimal, serta guru mampu mengembangkan kreativitas dengan menggunakan media yang lebih kreatif dalam pembelajaran. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan hasil belajar siswa terkait dengan pembelajaran menulis cerpen. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan ancangan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara jelas mengenai perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Ancangan penelitian ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu, mengkaji pembelajaran menulis cerpen yang menyangkut perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Pendeskripsian data diuraikan dalam
bentuk narasi dan dideskripsikan dengan kata-kata. Subjek penelitian ini guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas dan siswa. Objek dalam penelitian ini adalah perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode observasi digunakan untuk mencari data yakni hanya mengamati dan menganalisis model pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi digunakan pada saat melaksanakan observasi dan mencatat dalam lembar observasi sekaligus mengamati pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja. Metode wawancara digunakan untuk untuk mendukung data dari hasil observasi mengenai pembelajaran menulis cerpen dalam proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk mananyakan hal-hal yang menarik selama pembelajaran berlangsung serta persoalan itu tidak dapat dipecahkan oleh peneliti. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data berupa RPP. Dari RPP tersebut, peneliti dapat mengetahui perencanaan guru dalam mengajar. Sesuai dengan pendapat Meleong dalam Sugiyono (2006:23) analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan atau menyampaikan hasil analisis data menggunakan uraian naratif ataupun penggambaran dengan menggunakan kata-kata (Meleong dalam Sugiyono, 2006:23). Analisis data kualitatif terdiri atas lima kegiatan yang berlangsung secara bersamaan. Kelima kegiatan itu adalah (1) identifikasi data, (2) mereduksi data, (3) klasifikasi data, (4) penyajian data, dan (5) penarikan simpulan.
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut ilmu pengajaran setiap guru diwajibkan membuat perencanaan pembelajaran sebelum mengajar di kelas. Hasil penyusunan perencanaan pembelajaran disebut dengan RPP. RPP bahkan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.65 Tahun 2013. Aturan ini berisikan komponen-komponen dalam penyusunan RPP seperti: mencantumkan identitas RPP, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, alat dan sumber belajar, serta evaluasi pembelajaran. Meski demikian, RPP yang disusun oleh guru masih belum sempurna. Kelemahankelemahan RPP yang dibuat oleh guru yaitu, (1) materi pelajaran masih terlalu umum, (2) guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan (3) guru belum mencantumkan media yang digunakan dalam RPP. Berkaitan dengan materi pelajaran, guru masih menyampaikan informasi atau materi terlalu umum. Materi yang dicantumkan hanya garis besarnya saja seperti: (1) persamaan dan perbedaan struktur isi dan ciri bahasa dua teks cerita pendek, dan (2) langkah-langkah penulisan teks cerita pendek (menggali pengalaman, menemukan topik, mengembangkan topik sesuai dengan struktur isi dan ciri bahasa). Oleh karena itu, materi perlu dijabarkan lagi dengan menjabarkan struktur cerita pendek dan langkah-langkah penulisan teks cerita pendek. Misalnya, struktur cerita pendek meliputi, abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Masingmasing struktur cerpen tersebut perlu diberikan penjelasan yang lebih rinci lagi. Menurut aturan yang berlaku seharusnya guru menjabarkan materi dalam RPP yang dibuat. Sehingga rumusan materi tersebut lebih luas seperti berikut. Struktur cerita pendek dan langkah-langkah penulisan teks cerita pendek. Misalnya, struktur cerita pendek meliputi, abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Masingmasing struktur cerpen tersebut perlu
diberikan penjelasan yang lebih rinci lagi. Orientasi berkaitan dengan waktu, tempat, suasana dan alur pada cerita tersebut. Komplikasi berisikan urutan dari kejadian yang dihubungkan dengan sebab dan akibat. Kemudian evaluasi merupakan struktur konflik yang terjadi serta mengarah pada puncak atau klimaks. Pada bagian ini sudah mulai muncul penyelesaian dari konflik yang muncul dalam cerpen. Selanjutnya, resolusi ini mengartikan si pengarang mengungkapkan solusi yang di alami tokoh atau pelaku. Struktur cerpen yang terakhir adalah koda. Pada bagian ini berisikan amanat berupa nilai atau pelajaran yang disiapkan penulis dalam cerita tersebut agar pembaca dapat mengambil pelajaran dari amanat tersebut. Berkaitan dengan sumber belajar, guru hanya mengandalkan satu sumber belajar yaitu buku paket Bahasa Indonesia Ekpresi Diri dan Akademik Kelas XI. Hal itu terjadi karena sangat sulit mencari buku yang sesuai dengan kurikulum 2013, sekolah ini hanya mendapat beberapa buku paket kiriman dari pemerintah. Tetapi untuk tambahan teori dalam mengajar guru mencari bahan tambahan melalui internet. Setelah ditelusuri tampaknya buku ini pengarangnya adalah Maryanto, dkk (2014) kota terbit Jakarta. Buku ini diterbitkan oleh pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sumber belajar bisa berupa sarana cetak, seperti buku, brosur, majalah, poster, lembar informasi lepas, peta, foto, dan lingkungan sekitar, baik alam, sistem ataupun budaya. Rupanya guru kurang menyadari betapa pentingnya keanekaragaman sumber belajar. Menurut Depdiknas (2004), dalam Pedoman Merancang Sumber Belajar menjelaskan sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik, (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) mengembangkan gairah siswa. (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional, (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya. (3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis, (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian. (4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar, (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit. (5) Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit, (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis. Fungsi sumber belajar menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa. Demikian pula halnya dengan media yang dianggap tidak penting oleh guru. Padahal media memiliki nilai penting sebagai berikut. AECT (Asosociation of Education and Communication Technology) atau Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan menjelaskan arti penting media yakni: (1) membangkitkan motivasi belajar siswa, (2) memberikan dan meningkatkan variasi dalam belajar, (3) memberikan struktur materi pelajaran, (4) memberikan inti informasi pelajaran, (5) merangsang siswa untuk berpikir dan beranalisis, dan (6) menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan. Bovee (1997) menjelaskan dalam media pembelajaran ini berupa buku, tape recorder, kaset, vidio, kamera, film, foto, gambar, grafik, radio dan televisi. Dengan kata lain, media pembelajaran merupakan bagian komponen sumber belajar yang mengandung materi yang dapat merangsang pemahaman siswa.
Proses pembelajaran berjalan mendekati aturan penulisan RPP. Secara umum sudah mendekati pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen mengacu pada langkah-langkah pembelajaran dalam RPP yang dibuat oleh guru. Langkah-langkah tersebut sudah sesuai dengan pendekatan scientific kurikulum 2013. Kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran tampak pada proses pembelajaran yaitu dari segi kegiatan pendahuluan yang berisikan ucapan salam, mengecek kehadiran siswa, menyampaikan apersepsi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti berisikan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah atau mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Kegiatan penutup berisikan guru menyimpulkan pembelajaran dengan cara bertanya jawab. Di luar perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ditemukan peristiwa sebagai berikut. Dalam RPP guru tidak mencantumkan materi secara terperinci. Dalam pembelajaran guru menyampaikan materi secara terperinci yang diambil dari buku paket pegangan guru. Adapun materi guru adalah sebagai berikut. (1) struktur teks cerpen terdiri dari beberapa tahapan yaitu : struktur teks abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Abstrak merupakan bagian awal dalam cerita atau ringkasan utama dari cerpen yang dikembangkan dalam rangkaian-rangkaian peristiwa. Orientasi pada bagian ini berkaitan dengan waktu, tempat, suasana dan alur pada cerita tersebut. Komplikasi berisikan urutan dari kejadian yang dihubungkan dengan sebab dan akibat. Pada bagian ini biasanya menunjukan watak dari tokoh cerpen tersebut serta mulai muncul permasalahan. Kemudian evaluasi merupakan struktur konflik yang terjadi serta mengarah pada puncak atau klimaks. Pada bagian ini sudah mulai muncul penyelesaian dari konflik yang muncul dalam cerpen. Bagian resolusi struktur bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) atau pelaku. Struktur cerpen yang terakhir adalah koda. Pada bagian ini berisikan amanat berupa nilai atau pelajaran yang disiapkan penulis dalam cerita tersebut agar pembaca dapat mengambil pelajaran dari amanat tersebut. Materi catatan guru yang selanjutnya adalah langkah-langkah dalam penulisan cerita pendek yaitu : (1) memilih topik atau tema. Tema merupakan sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema dalam cerpen sangatlah banyak, tidak usah bingung untuk mencari sebuah tema. Contoh tema tersebut yakni tema percintaan, misteri, pendidikan, persahabatan, sosial, dan lain sebagainya. (2) menentukan tokohtokohnya. Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita tersebut. (3) menentukan latar. Latar merupakan lingkungan tempat peristiwa atau cerita terjadi. (4) menentukan alur. Alur dapat diartikan sebagai kerangka dasar dari suatu cerita. (5) memilih gaya penceritaan atau sudut pandang. Untuk menulis cerpen, perlu adanya sudut pandang yang jelas. Sudut pandang ini terdiri dari 2 macam, yaitu sudut pandang pertama dan ketiga. (6) memilih diksi yang sesuai. Dengan adanya diksi atau pemilihan kata, sebuah cerpen akan jauh lebih menarik dan tidak berkesan biasa saja. Pemilihan kata yang sesuai juga dapat dijadikan tombak untuk memperoleh cerpen yang berkualitas. Pilihlah diksi dengan memperhatikan padu tidaknya antar kata dan kalimat. Jangan asal memilih diksi, karena diksi juga ikut berperan dalam suksesnya sebuah cerpen. (7) membuat kerangka karangan. (8) mulai menyusun cerpen dengan memperhatikan padu tidaknya antar kalimat. Hal ini juga berkaitan dengan diksi yang sesuai. Menyusun cerpen dengan diksi yang sesuai akan mempermudah penyusunan kata agar padu dengan kalimat sebelumnya. (9) memberi judul yang sesuai dengan cerpen yang telah dibuat. Selain perincian materi, pemberian penguatan juga dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Terkait dengan
pemberian penguatan, dalam proses pembelajaran penguatan yang diberikan oleh guru berupa penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal diuangkapkan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan dan persetujuan. Misalnya, sempurna, tepat sekali, bagus, betul, pintar, ya, dan sudah baik. Sedangkan penguatan nonverbal menggunakan isyarat berupa anggukan kepala, acungan jempol, mengerutkan kening, senyuman, menggelengkan kepala, dan bertepuk tangan (Zanuraini, dalam Aini : 2010). Guru memberikan penguatan dalam proses pembelajaran dengan tujuan sebagai berikut. (1) agar siswa aktif, percaya diri, dan berani mengajukan pertanyaan, (2) meningkatkan perhatian dalam belajar, (3) membangkitkan dan memelihara perilaku, dan (4) memelihara suasana belajar yang kondusif. Penguatan yang diberikan oleh guru sangat berarti atau bermakna bagi siswa. Mereka merasa lebih percaya diri, merasa dihargai, merasa diperhatikan, merasa berhasil dalam belajar, merasa terpuji dan tersanjung. Perasaan ini berdampak terhadap mental mereka. Siswa menjadi lebih berani mengemukakan pendapatnya, meningkat rasa ingin tahunya, dan lebih percaya diri. Dengan demikian diharapkan partisipasinya menjadi lebih baik pada kesempatan berikutnya. Kegiatan yang lain juga ditemukan pada saat guru mengkondisikan situasi kelas saat proses pembelajaran. Tidak hanya itu, guru juga dapat mengatasi siswa yang tidak aktif di kelas dan siswa yang malas-malasan mengikuti pelajaran dengan cara guru memberikan suatu penguatan. Penguatan yang dimaksud adalah berupa pujian ataupun hadiah yang akan diberikan oleh guru kepada siswa. Bagi siswa yang mau aktif menjawab ataupun bertanya, guru akan memberikan penguatan berupa acungan jempol dan memberikan satu poin nilai tambahan. Pada kegiatan menanya, guru selalu berusaha membuat suasana kelas santai tetapi tetap serius untuk mengikuti pelajaran. Caranya yaitu, siswa berani bertanya berkaitan dengan struktur cerpen
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) dan langkah-langkah dalam penulisan cerpen. Dengan cara belajar seperti ini ada beberapa siswa yang memanfaatkan situasi ini untuk malas-malasan tidak serius belajar bertanya. Hanya sebagian siswa yang berani mengajukan pertanyaan ketika guru memberikan kesempatan bertanya. Kutipan pertanyaan yang diajukan oleh guru “ada yang belum paham mengenai materi yang sudah dijelaskan?” Kegiatan menanya merupakan kegiatan yang paling sulit tingkatannya dalam proses pembelajaran. Ibu Desak Kadek Widiadnyani selaku guru bahasa indonesia yang mengajar di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja saat diwawancarai terkait dengan hal tersebut bahwa sangat sulit untuk membangkitkan semangat siswa dalam kegiatan bertanya. Siswa yang aktif mau bertanya dari jumlah keseluruhan siswa 19 orang dan 4 orang yang mau berani mengajukan pertanyaan. Empat orang siswa yang berani bertanya mereka memang selalu aktif berlombalomba bertanya di kelas. Dengan situasi seperti ini sebagian siswa yang belum berani bertanya, guru menggunakan cara memberikan penguatan dan nilai poin tambahan. Tujuannya adalah agar siswa yang belum aktif dalam bertanya bisa antusias berlomba-lomba mengajukan pertanyaan terkait dengan materi yang dibahas. Meski siswa yang bertanya sudah mengetahui jawabannya, tetapi guru tetap memberikan penguatan ataupun poin. Meskipun pertanyaan yang diajukan siswa kurang berbobot, namun maksud pertanyaan tepat pada inti materi yang dibahas guru akan meluruskan cara bertanya yang baik dan benar. Tujuannya adalah guru melatih siswa untuk berfikir dan berbicara di dalam kelas. Dalam kegiatan proses pelaksanaan pembelajaran guru juga sudah melaksanakan evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu aspek yang harus dilakukan guru untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang yang telah dipelajari. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui perkembangan siswa yang terjadi dalam proses pembelajaran. Terkait dengan evaluasi yang dilakukan guru yakni untuk mengetahui kemajuan
siswa saat belajar, dengan cara penilaian kompetensi sikap, penilaian pengetahuan, dan penilaian keterampilan. Penilaian kompetensi sikap yang dinilai adalah sikap religius, tanggung jawab, responsif, peduli, dan santun. Bagian penilaian sikap religius guru menyerahkan kepada guru agama, karena guru agama lebih mendalam pemahamannya terkait dengan sikap religius. Selanjutnya penilaian pengetahuan dan keterampilan dilakukan dengan memberikan tes dan unjuk kerja. Bagian penilaian keterampilan yang dinilai adalah keutuhan cerpen, vokal, ekpresi, gesture, penguasaan panggung dan pendengar. Tujuan guru memberikan tes adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa memahami materi yang yang sudah dikuasai oleh siswa. Sebelum mengakhiri proses pembelajaran guru terakhir memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan materi yang sudah diajarkan. Guru meminta siswa untuk menutup catatan dan menjawab pertanyaan yang diberikan. “anak-anak siapa yang bisa menyimpulkan materi kita hari ini?”, Linda salah satu siswa menjawab, struktur cerpen, perbedaan dan persamaan dari kedua cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” dan “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” beserta langkah-langkah penulisan cerpen. Kembali guru memberikan pertanyaan, “apa saja struktur pembangun cerpen?” Bayu menjawab, struktur cerpen yaitu, abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi dan koda. Pertanyaan terakhir yang diberikan oleh guru adalah menanyakan langkah-langkah penulisan cerpen. Dua orang siswa menjawab secara bergantian, pertama memilih tema atau topik, kedua menentukan tokoh-tokohnya, ketiga menentukan latar, keempat menentukan alur, kelima memilih gaya penceritaan atau sudut pandang, keenam memilih diksi yang sesuai, ketujuh membuat kerangka karangan, kedepalan mulai membuat cerpen dengan memperhatikan padu tidaknya kalimat, dan terakhir memberikan judul pada cerpen. Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen di kelas XI IBB SMA Saraswati Singaraja tidak berjalan dengan
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) baik karena minat siswa dalam mengikuti pelajaran masih kurang. Buku paket yang digunakan dalam mengajar oleh guru hanya satu sumber dan mencari tambahan teori di internet. Oleh karena itu, guru berusaha untuk kreatif dalam mengajar dan berusaha membangkitkan minat belajar siswa. Dengan cara belajar seperti ini siswa merasa tidak bosan mengikuti pelajaran menulis cerpen karena membaca dan menganalisis cerpen merupakan hal yang rumit dan membuat mata mengantuk. Selain itu, pada saat melaksanakan pembelajaran guru masih menyelipkan metode mencatat. Kegunaan metode mencatat yakni sebagai beikut. (1) mengetahui pokok-pokok persoalan yang diungkapkan oleh orang lain dengan cara mencatat hal-hal penting; (2) mempermudah pencarian sesuatu yang dicatat jika diperlukan pada waktu-waktu tertentu; dan (3) mempermudah memahami pokok-pokok (intinya) saja dari uraian yang panjang. Dalam kurikulum 2013 metode mencatat tidak diterapkan dalam pembelajaran. Namun dalam hal ini guru masih menerapkan metode mencatat dalam proses pembelajaran dengan alasan dengan mencatat siswa bisa selalu mengingat dan membaca catatannya. Dari penjabaran pembahasan tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan yaitu secara keseluruhan guru sudah memahami proses pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sudah mengikuti langkah-langkah dalam RPP yang dibuat. Langkah-langkah tersebut juga sudah sesuai dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan sajian analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang dijabarkan dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sebelum proses belajar mengajar berlangsung guru sudah membuat perencanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun oleh guru terdapat komponen-komponen seperti: identitas
RPP, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, alat dan sumber belajar, serta evaluasi pembelajaran. Meski demikian, dalam perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru masih terdapat beberapa kelemahan, yakni: (1) materi pelajaran bersifat umum, (2) guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan (3) guru belum mencantumkan media apa saja yang digunakan dalam RPP. Idealnya, perencanaan menjadi acuan dalam pelaksanaan pembelajaran. Tetapi, setelah di amati pembelajaran menulis cerpen tidak sepenuhnya sejalan dengan RPP. Hal itu tampak pada sejumlah fakta berikut ini: (1) dalam pelaksanaan pembelajaran guru masih menyelipkan proses mencatat, padahal sudah menerapkan pendekatan scientific. (2) guru belum mencantumkan media yang digunakan dalam mengajar namun, ketika proses belajar mengajar berlangsung guru menggunakan dua buah contoh cerpen dengan judul yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, saran-saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, materi pelajaran perlu diperinci, tujuannya agar memperdalam materi yang direncanakan oleh guru. Kedua, sumber belajar yang digunakan oleh guru seharusnya tidak berpatokan hanya satu sumber. Lebih banyak sumber belajar yang digunakan oleh guru dalam mengajar, lebih berkualitas pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran. Ketiga, penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat diperlukan untuk membangkitkan semangat belajar siswa, serta proses pembelajaran lebih bervariasi. Keempat, guru harus konsisten dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran.
e-Journal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol: 5 No: 3 Tahun:2016) DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Muchsin. 1998. Materi Dasar Pengajaran Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Akhadiah, S, Maidar, G.A dan Sakura, H.R. 1988. Pembinaan Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Darmiasih, Ni Putu. 2012. Strategi Guru dalam Pembelajaran Menulis Cerpen Berbasis Catatan Harian pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Kubutambahan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Undiksha: Singaraja. Depdiknas. 2004. Pedoman Merancang Sumber Belajar. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta: Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan. Mustari. 2008. Pembelajaran Cerpen Berbasis Pendidikan Karakter pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Selat. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Singaraja: Undiksha. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres. Saddhono, Kundaru. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia;Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suandi,
I Nengah. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Tarigan, Henri Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Zainurrahman. 2013. Menulis Dari Teori Hingga Praktik (Penawaran Racun Plagiarisme). Bandung: Alfabeta.