PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS
HANNA MILA HASIANNA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Hanna Mila Hasianna NIM H34090125
ABSTRAK HANNA MILA HASIANNA. Pembelajaran Kepemimpinan Agribisnis. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Wirausaha
Kewirausahaan dan kepemimpinan adalah hal yang saling berhubungan. Untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang sukses diperlukan pembelajaran mengenai kepemimpinan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pembelajaran mengenai kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan 6 wirausaha yang bergerak dalam sektor agribisnis. Pengalaman pembelajaran wirausaha kemudian dieksplorasi dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi dan dibangun dengan teorisasi induktif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis dipelajari melalui: ada tidaknya cita-cita menjadi pemimpin, banyaknya pengalaman organisasi, pengalaman dari dalam dan luar lingkungan bisnis, serta pengaruh keluarga. Penelitian ini merupakan salah satu dari sedikit penelitian yang memperlihatkan proses pembelajaran kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis. Kata kunci: metode fenomenologi, pembelajaran kepemimpinan, wirausaha agribisnis
ABSTRACT HANNA MILA HASIANNA. Learning to Lead Entrepreneurial Agribusiness Context. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Entrepreneurship and leadership are connected to each other. Leadership learning is needed to be a succesful entrepreneur. The purpose of this study is to explore the leadership learning in the entrepreneur agribusiness by the entrepreneur’s perspective. The data is collected by using indepth interview method to six entrepreneurs in agribusiness. This entrepreneurship learning experience will be then explored using phenomenological qualitative method and built with inductive theory. The result of this study shows that agribusiness entrepreneur leadership can be learned from the possibility to lead, experience in organization and business environment, and family influence. This study is one of a few studies that shows entrepreneur leadership learning process from enterpreneur’s prespective. Keywords: agribusiness entrepreneur, leadership learning, phenomenological method .
PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS
HANNA MILA HASIANNA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis : Hanna Mila Hasianna : H34090125
Disetujui oleh
Ir Lukman M. Baga, MA.Ec Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini mengambil tema mengenai kepemimpinan bisnis yang dilaksanakan selama bulan Februari 2013, dengan judul Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Lukman M Baga. MA.Ec sebagai pembimbing serta Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA yang telah memberikan banyak ide dalam awal pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev yang senantiasa membimbing penulis sebagai wali akademik. Selain itu, penghargaan penulis juga sampaikan kepada Bapak JS, Bapak SM, Ibu EL, Bapak AF, Ibu OS dan Bapak GG yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama dan seluruh keluarga atas dukungan dan doa yang diberikan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada lembaga LAZ-Alhurriyyah IPB, Persatuan Orangtua Mahasiswa IPB, Angkatan ke-13 IPB (ASTAGA), seluruh donator Karya Salemba Empat, dan Perusahaan Gas Negara atas kesediannya sebagai donator beasiswa selama masa perkuliahan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih dan sukses selalu untuk teman-teman Agribisnis 46 khususnya teman satu bimbingan, saudara-saudara di LAWALATA IPB serta penghuni Wisma AshShohwa. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013 Hanna Mila Hasianna
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan
5
Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha
6
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kewirausahaan dan Wirausaha
9 9 9
Karakteristik Wirausaha
11
Kepemimpinan
12
Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
14 15
Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Pengumpulan Data
16
Pengolahan dan Analisis Data
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Gambaran Umum Responden
19
Karakteristik Usaha Responden
21
Jenis Usaha
21
Jumlah Karyawan
22
Sosio Demografi
23
Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
24 36 36
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
37
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian 2 Jumlah karyawan milik responden
15 23
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia tidak dapat menghindar dari adanya liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi menyebabkan produk-produk dalam negeri bersaing dalam kompetisi yang tinggi dengan banyaknya produk-produk dari luar pasar domestik. Hambatan yang semakin kecil dalam perdagangan dan investasi akan meningkatkan arus barang, jasa, dan modal di dalam negeri. Oleh sebab itu, Indonesia harus mulai meningkatkan kemampuan profesional sumber daya manusia (SDM) terutama dalam sektor agribisnis (Daryanto A dan Daryanto HKS 1999). Indonesia juga menghadapi tantangan lain yaitu dalam menghadapi jumlah pengangguran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2013 mencapai 7 244 956 jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan dari bulan Januari 2013 sebanyak 0.18%. Keadaan ini diharapkan dapat terus terjadi sehingga bukan hanya dapat meminimalkan jumlah angkatan kerja yang menganggur tetapi juga dapat membantu memperbaiki perekonomian negara. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan SDM dan mengurangi jumlah pengangguran adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha. Wirausaha di berbagai bidang industri membantu perekonomian dengan menyediakan pekerjaan dan memproduksi barang dan jasa bagi konsumen di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi, dan kemajuan perekonomian akan datang dari para wirausaha, orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Longenecker et al. 2001). Keberadaan wirausaha dapat menyerap penggunaan sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang baru sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak. Wirausaha adalah pelaku perubahan yang mentransformasikan sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat dan seringkali hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan industrial (Winardi 2008). Pertumbuhan industrial inilah yang akhirnya memengaruhi tumbuh kembangnya sebuah negara. Menurut Ciputra, pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), untuk membangun ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan populasi. Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia melonjak tajam dari 0.2% menjadi 1.56% dari jumlah penduduk1. Salah satu bidang wirausaha yang telah berkontribusi besar pada negara yaitu pada sektor agribisnis. Usaha pada sektor agribisnis memiliki banyak potensi dan kontribusi untuk negara, baik dari jumlah penyerapan tenaga kerja maupun Produk Domestik Bruto (PDB). Sampai saat ini belum ada data yang menggambarkan jumlah usaha maupun pekerja dalam bidang agribisnis secara keseluruhan. Namun, potensi dari agribisnis dapat terlihat dari besarnya data di sektor pertanian. Menurut (BPS) tahun 2013 tercatat bahwa 14.8% PDB Indonesia didapatkan dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Menurut 1
http://archive.bisnis.com/articles/jumlah-wirausaha-ri-naik-jadi-1-56-percent [diakses 2013 Mar 23]
2
data dari Departemen Pertanian tahun 2012, menunjukkan jumlah perusahaan pertanian sebanyak 7 229 usaha meliputi 65 perusahaan di subsektor tanaman pangan, 322 perusahaan hortikultura, 1 877 perusahaan perkebunan, 2 408 perusahaan peternakan, 1 791 perusahaan perikanan, dan 799 perusahaan kehutanan2. Pengembangan usaha agribisnis skala kecil sangat penting dan strategis. Saat ini terdapat lebih dari 32 juta usaha kecil dengan volume usaha kurang dari 2 miliar rupiah per tahun dan 90% diantaranya adalah usaha kecil dengan volume usaha kurang dari 50 juta rupiah per tahun. Sebanyak 21.3 juta unit usaha dari 90% usaha kecil adalah usaha rumah tangga yang bergerak di sektor pertanian. Apabila disertakan dengan keluarganya, maka jumlah pengusaha kecil dengan anggota rumah tangganya dapat mencapai 80% dari total penduduk Indonesia (Saragih 2010). Oleh sebab itu, sangat diperlukan wirausaha agribisnis dalam upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memanfaatkan peluang usaha agribisnis yang masih terbuka lebar. Wirausaha agribisnis adalah wirausaha yang bekerja baik pada sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata maupun kehutanan. Wirausaha ini tidak hanya dibatasi pada subsistem budidaya, namun dapat mencakup usaha dalam subsitem penyediaan bahan baku sampai pengolahan hasil pertanian. Burhanuddin (2010) menyebutkan bahwa wirausaha (entrepreneur) diartikan sebagai inovator dan penggerak pembangunan3. Bahkan, seorang wirausaha adalah katalis yang agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Didukung dengan potensi pertanian yang sangat besar, maka wirausaha agribisnis memiliki posisi yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi. Seorang wirausaha dituntut untuk dapat menerapkan berbagai strategi dalam menjalankan usahanya dan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Salah satu karakter wirausaha yang akan berpengaruh terhadap pengambilan strategi maupun kebijakan usaha agribisnis adalah kepemimpinan. Sosok wirausaha tidak dapat dilepaskan dari sosok pemimpin karena untuk dapat menjadi wirausaha yang baik seseorang harus memiliki kepemimpinan yang baik pula. Jika seseorang mampu memimpin berlangsungnya usaha maka seseorang tersebut dapat memiliki peluang menjadi seorang wirausaha yang sukses. Pada dasarnya kepemimpinan merupakan dorongan untuk selalu berbuat lebih, sehingga kepemimpinan dalam diri seorang wirausaha agribisnis akan sangat memengaruhi tindakan yang selalu berbuat lebih banyak dibandingkan dengan orang pada umumnya. Kepemimpinan memiliki pengaruh besar dan penting dalam kesiapan organisasi bisnis menghadapi perubahan serta mencapai keberhasilan usaha. Selain itu, kepemimpinan juga akan menunjukkan bagaimana cara seseorang dalam membawa lingkungannya untuk meraih tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan seorang wirausaha akan menunjukkan kemana usaha akan dijalankan dan menentukan seberapa lama usaha tersebut akan berjalan dalam menghadapi permasalahan. Sebagai usaha yang banyak berdiri pada skala usaha kecil, peran kepemimpinan wirausaha agribisnis memiliki posisi penting. Meskipun hanya bergerak dalam lingkup yang kecil, wirausaha agribisnis telah mampu membuka lapangan pekerjaan serta menyumbang pendapatan bagi negara. 2
http: //ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/246-updating direktori-perusahaan-pertanian.html [diakses 2013 Des 11] 3 http:// burhan.staff.ipb.ac.id/ [diakses 2013 Mei 24]
3
Kepemimpinan diperlukan dalam mengembangkan sistem agribisnis untuk mengintegrasikannya sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga mampu menghadapi dan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan (Maarif 1999). Menjadi seorang pemimpin juga merupakan transisi peran yang penting pada wirausaha untuk bersedia dan mampu merangkul orang-orang disekitarnya serta perlu terus melakukan proses pengembangan. Dibalik pentingnya arti kepemimpinan pada sosok wirausaha, kepemimpinan sering menjadi salah satu penyebab besarnya kegagalan dalam usaha. Seperti yang dikutip dari Departemen Agribisnis (2004), beberapa hal yang menjadi faktor penentu kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis diantaranya: 1) tidak adanya strategi yang jelas, 2) diterapkan atau tidaknya good coorporate governance, 3) kecukupan pendanaan, 4) adanya rencana bisnis, 5) adanya kerjasama yang baik antar staf dalam bisnis tersebut, 6) masalah kepemimpinan atau pelaksanaan, dan 7) masalah waktu yang tepat. Usaha kelompok kecil seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, usaha kecil menengah sampai usaha skala besar pun sering mengalamai kegagalan usaha karena kurangnya sikap kepemimpinan yang baik pada wirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena moral hazard maupun tidak adanya pembelajaran yang berkelanjutan yang dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memimpin usaha agribisnis. Seorang pemimpin harus terus belajar karena lingkungan akan selalu berubah. Pemimpin harus dapat menyadari perubahan yang terjadi di lingkungan maupun dalam perilaku yang ada di sekitarnya. Pembelajaran yang dilakukan harus mengikuti kedinamisan lingkungan baik dalam hal teknis maupun sikap kepemimpinan. Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan peluang suksesnya sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja serta solidaritas antara pemimpin dengan karyawan. Pentingnya melakukan pembelajaran mengenai kepemimpinan sering tidak disadari oleh wirausaha itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan pembahasan maupun penelitian mengenai pembelajaran kepemimpinan jarang dilakukan. Penelitian mengenai kepemimpinan yang sering dilakukan berkisar antara teori kepemimpinan dan karakteristiknya dan dihubungkan dengan pekerja atau orang lain. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam tentang pandangan dan pengalaman yang membentuk kepemimpinan itu sendiri dari perspektif pemimpin (Kempster dan Cope 2010). Melihat hal tersebut, penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana wirausaha di sektor agribisnis belajar untuk memimpin usaha mereka.
Perumusan Masalah Usaha pada sektor agribisnis memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan usaha di sektor lain terutama jika dikaitkan dengan karakteristik komoditi pertanian yang voluminous, bulky, perishable, penawaran produk kecil, ketidakseragaman, dan ketergantungan pada alam. Sektor agribisnis didominasi oleh petani kecil yang masih sulit untuk berkembang secara keseluruhan. Banyaknya tantangan yang terdapat pada sektor agribisnis tersebut, menimbulkan kebutuhan akan sosok wirausaha yang dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan sektor agribisnis dan bertahan dalam era liberalisasi.
4
Kepemimpinan menjadi salah satu karakteristik yang berpengaruh terhadap wirausaha. Kemampuan memimpin sangat penting bagi seorang wirausaha karena salah satu peran wirausaha adalah memimpin pegawainya mencapai visi misi perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan (Astamoen 2005). Penelitianpenelitian mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan yang telah dilakukan lebih banyak mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian yang membedakan antara keduanya. Penelitian yang telah banyak dilakukan sebelumnya lebih melihat mengenai perilaku yang pemimpin lakukan namun tidak mengidentifikasi siapa mereka dan mengkajinya sebagai proses sosial yang berpengaruh dalam konteks tertentu, sehingga dalam penelitian-penelitian tersebut kurang menekankan terhadap individu tertentu dan lebih mengarah pada interaksi antar individu dalam lingkungan tertentu. Namun pada kenyataannya, pembelajaran kepemimpinan wirausaha juga sangat menarik untuk dipelajari. Kepemimpinan seorang wirausaha akan mengalami proses yang berbeda dengan kepemimpinan yang dilakukan seorang manajer dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi lain, terutama apabila dikaitkan dengan pentingnya posisi wirausaha agribisnis dalam kemajuan ekonomi. Selama seorang wirausaha menduduki kursi kepemilikan dan kepemimpinan sebuah usaha Ia harus selalu belajar mengenai bagaimana dapat memimpin usahanya dengan baik. Pembelajaran mengenai kepemimpinan oleh wirausaha agribisnis harus dilakukan secara berkelanjutan. Selain untuk meningkatkan peluang suksesnya sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja dan solidaritas antara pemimpin dengan karyawan. Proses belajar seorang wirausaha agribisnis terhadap kepemimpinan dapat dilakukan secara sadar maupun tidak, bergantung pada bagaimana wirausaha agribisnis tersebut memandang arti dari kepemimpinan itu sendiri. Namun, bagi wirausaha sukses yang telah mencapai keberhasilan usaha selama jangka waktu tertentu tentu melakukan pembelajaran kepemimpinan dilakukan secara terus menerus baik sadar maupun tidak. Masih terdapat banyak ruang untuk dilakukannya penelitian untuk mengembangkan dan menyoroti pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis di Indonesia. Manfaat yang sangat besar dapat diperoleh dengan melakukan penelitian bagaimana wirausaha dapat tumbuh menjadi pemimpin, baik untuk memotivasi calon wirausaha agribisnis maupun mengembangkan potensi kepemimpinan wirausaha agribisnis.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi pengalaman yang membentuk pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis dan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian tentang kepemimpinan pada masa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini dapat
5
digunakan sebagai acuan wirausaha agribisnis yang baru dan berkembang untuk dapat meningkatkan jiwa kepemimpinan wirausahanya.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini secara keseluruhan adalah mengeksplorasi pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis. Penelitian ini tidak mengkaji bagaimana wirausaha agribisnis tersebut menjalankan fungsi kepemimpinannya. Penelitian ini hanya melakukan analisis sederhana dengan mendeskripsikan hasil indepth interview yang dilakukan dengan responden. Penelitian ini hanya dihubungkan dengan wirausaha agribisnis. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian atau pembentukan terhadap teori apapun dan hanya membandingkan dengan teori yang telah ada. Penelitian ini dilakukan untuk melihat proses pembelajaran kepemimpinan wirausaha dari perspektif pemimpin secara mendalam. Pada pembahasannya, penelitian ini tidak menguji validitas jawaban dari para responden dan tidak melahirkan model maupun teori mengenai kepemimpinan.
TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan Penelitian berupa hal-hal umum antara hubungan konsep kepemimpinan dengan kewirausahaan telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang menghubungkan karakter wirausaha dengan kepemimpinan, seperti yang terdapat dalam Wiryasaputra (2004) dalam Suryana dan Bayu (2010) menyatakan bahwa ada 10 sikap dasar (karakter) wirausaha yaitu visioner, bersikap positif, percaya diri, asli, berpusat pada tujuan, tahan uji, siap menghadapi risiko, kreatif menangkap peluang, menjadi pesaing yang baik dan pemimpin yang demokratis. Meredith (2005) juga menyatakan bahwa ciri-ciri dan karakteristik dari wirausaha memiliki kesamaan antara percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan (Suryana dan Bayu 2010). Wirausaha yang sukses tidak hanya membutuhkan kualitas hidup seperti yang dijelaskan di atas, namun juga memiliki kemampuan keterampilan manajerial, keterampilan konseptual, keterampilan memahami, berkomunikasi, berelasi dan keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan. Keterampilan-keterampilan tersebut tidak lain adalah keterampilan dalam sikap kepemimpinan. Singkatnya, Peren (2000) menyatakan “bahwa pada tingkat akal sehat dapat dianggap bahwa seorang wirausaha melakukan kegiatan pemimpin dan seorang pemimpin membutuhkan bakat wirausaha” (Kempster and Cope 2010). Banyak ilmuwan yang meneliti dan mengemukakan berbagai kualitas unggul dan sifat-sifat utama yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Misalnya Ia harus memiliki inteligensi tinggi, mampu mengambil kebijaksanaan yang tepat, mempunyai rasa humor, mampu memikul tanggung jawab dan seterusnya. Namun,
6
sifat-sifat tersebut merupakan gambaran pemimpin ideal yang diharapkan dan diinginkan, sedangkan pada nyatanya sifat-sifat unggul tersebut jarang ditemukan terdapat pada seseorang secara komplit. R.F Tredgold dalam bukunya Human Relation in Modern Industry menyatakan bahwa kualitas-kualitas unggul tersebut justru banyak tidak dimiliki oleh pemimpin yang paling sukses sekalipun. Berbagai kalangan telah mencoba meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan maupun pendidikan mengenai kewirausahaan. Pelatihan dan pendidikan baik secara formal maupun nonformal dilakukan untuk melatih pimpinan perusahaan maupun pada kalangan karyawan. Namun, hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Hal ini disebabkan pemikiran yang ada bahwa wirausaha cukup memiliki semangat dan kemampuan teknis saja. Pada kenyataannya 2 hal ini tidak mencukupi karena hal lain yang dibutuhkan yaitu kedisiplinan dan kepemimpinan. Oleh karena itu, disamping memiliki kemampuan dan keahlian, seorang wirausaha juga memiliki kualitas memimpin yang tinggi (Susanto 2002). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Buswari et al. (2004) pada Industri Keramik di Kota Malang menunjukkan bahwa kelompok pengusaha dengan nilai pribadi wirausaha yang menggunakan strategi proaktif memiliki kinerja yang lebih baik dari kelompok pengusaha dengan nilai pribadi konservatif yang menggunakan strategi reaktif. Hal ini memberikan arti bahwa pengusaha seharusnya berani mengambil risiko, memiliki kemampuan dan kerja keras, menghasilkan produktivitas lebih tinggi, tingkat keuntungan relatif lebih besar, biaya produksi relatif rendah dan lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan atau dengan kata lain, pengusaha juga harus memiliki kemampuan dan dorongan seperti pemimpin.
Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin merupakan ciri bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya, dan tidak dimiliki orang lain sehingga dia disebut sebagai born leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh sebab itu, sifat-sifat kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya juga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Pribadi pemimpin born leader dianggap memiliki kepribadian yang unik dengan teknik dan cara-cara memimpin yang istimewa sehingga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Maka dari itu, tidak diperlukan teori dan ilmu kepemimpinan dan pemimpin tidak memerlukan pelatihan dan pendidikan sebelumnya. Namun, pandangan seperti itu pada zaman modern ini telah banyak ditinggalkan. Saat ini banyak usaha yang beroperasi secara kooperatif dan membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan. Saat ini tumbuh ilmu kepemimpinan, yang pemimpin dipersiapkan, dilatih, dan dibentuk secara berencana serta sistematis. Pemimpin diberikan pelatihan dan pendidikan khusus membiasakan diri bertingkah laku menurut pola-pola tertentu sehingga dapat membawa kelompok yang dipimpinnya ke tujuan yang ingin dicapai. Kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja (Moeljono 2003). Pelatihan dan pendidikan sebagai cara mendidik telah diterapkan oleh Santra (2009) dalam penelitiannya mengenai apakah competency based training (CBT) dapat membangun kompetensi yang dibutuhkan dalam berwirausaha. Santra
7
menggunakan metode ex post pacto untuk membandingkan perubahan kompetensi mahasiswa yang diberikan dan tidak diberikan CBT. Hasilnya, implementasi model CBT dalam mata kuliah kewirausahaan menjadikan mahasiswa menguasai kompetensi personal, situasi strategik, dan bisnis. Penguasaan terhadap ketiga kompetensi ini akan memengaruhi kualitas rencana bisnis dan kualitas usaha riil. Seperti yang diungkapkan Bernman (2005) dalam penelitian Santra (2009) tersebut membagi kompetensi menjadi 2 yaitu: (1) Unit kompetensi yaitu sekelompok tugas yang menjadikan sebuah pekerjaan dan (2) Elemen kompetensi yaitu tugas yang dikerjakan dalam setiap fungsi pekerjaan tersebut. Pada penelitian tersebut juga (Munaishece dan Paputungan 2003), setiap kompetensi dapat dicapai melalui beberapa jalur pendidikan dan pengembangan; pengalaman hidup, pendidikan formal, on the job training, otodidak, serta program pelatihan dan pengembangan. Menurut Santra (2009), kegiatan-kegiatan tersebut dapat menghasilkan kemampuan dan peningkatan kompetensi seseorang melalui proses metode pengajar maupun para wirausaha yang telah berhasil. Penelitian serupa mengenai pendidikan kewirausahaan juga dilakukan oleh Setianingsih et al. pada mahasiswa Pascasarjana Universitas Jember angkatan 2010/2011 mengenai pengaruh mata kuliah kewirausahaan terhadap minat berwirausaha. Hasil penelitian ini yaitu bahwa implementasi mata kuliah kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap variabel minat berwirausaha. Pemahaman terhadap mata kuliah kewirausahaan memicu mahasiswa untuk menerapkannya sehingga dapat menumbuhkan minat berwirausaha. Salah satu rekomendasi strategi pengembangan UKM di Bantul yang dilakukan oleh Sriyana (2010) yaitu pengembangan sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produknya sehingga dapat tetap eksis. Oleh karena itu, dalam pengembangan usaha kecil dan menengah pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi, dan pengetahuan serta keterampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan, dan kerja sama usaha. Selain itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktikkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. Kewirausahaan agribisnis berpengaruh terhadap identifikasi peluang, menciptakan inovasi, dan menumbuhkembangkan perusahaan. Hasil studi AGRIMASS menunjukkan bahwa pemimpin atau manajer agribisnis di Amerika Serikat, Kanada dan Australia sepakat tentang pentingnya karakteristik-karakteristik kunci dalam kategori antarpersonal. Karakteristik-karakteristik kunci tersebut adalah motivasi diri, sikap yang positif terhadap pekerjaan, bekerja tanpa supervisi, moral yang tinggi, standar etika, kemampuan bekerja secara tim, percaya diri dan loyalitas kepada perusahaan. Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan ciriciri pemimpin yang memiliki jiwa wirausaha yang dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang makin bersaing (Daryanto 2007). Studi tersebut juga menghasilkan wacana bahwa dalam pengembangan kurikulum dalam bidang manajemen agribisnis harus
8
memasukkan komponen-komponen manajemen fungsional seperti pemasaran, akutansi dan keuangan, manajemen, dan lain-lain kepada mahasiswa sebagai calon manajer agribisnis di masa yang akan datang. Proses pembentukan karakter seorang wirausaha seperti dikutip dalam Suryana dan Bayu (2010) bahwa karakter tidak bisa dikembangkan di (dalam) kesenangan dan ketenteraman. Hanya melalui pengalaman percobaan dan penderitaan jiwa yang dapat diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami dan sukses dicapai. Proses membangun karakter memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instan. Unsur pokok dalam pengembangan kewirausahaan adalah kemauan (percaya diri, kerja sama, dan hormat), kemampuan (komunikasi dan profesional) dan kesempatan (bekerja keras dan mau belajar). Hal tersebut akhirnya dapat memperkenalkan apa, siapa, untuk apa, dan bagaimana caranya wirausaha dan kewirausahaan itu. Selain itu, sifat-sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri karena sifat ini berbeda-beda setiap orang. Perbaikan dapat dilakukan dengan menentukan kadar kemampuan kepemimpinan dan tidak meniru secara buta seorang pemimpin lain. Situasi untuk meningkatkan kepemimpinan dapat ditemui dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam pergaulan pemimpin dengan karyawan. Wirausaha adalah individu-individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan mereka sendiri. Cara yang baik untuk mempraktikkan keterampilan kepemimpinan adalah dengan menyadari adanya peluang untuk menunjukkan kemampuan kita memimpin dalam kegiatan sehari-hari. Salah satu kemampuan wirausaha yang dapat berhasil dalam mengelola keberlangsungan bisnisnya yaitu apabila pemilik usaha dan karyawan memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam menjalankan usaha. Untuk memperoleh kesuksesan dalam bisnis, tidak cukup hanya bermodalkan ambisi, tujuan serta dorongan dan jiwa bersaing saja tetapi masih dibutuhkan adanya kemampuan teknik, manajerial, dan pengalaman untuk menciptakan aktivitas yang sesuai bagi perjalanan bisnis. Terlebih untuk bisnis yang bersifat teknis dan rumit diperlukan keterampilan yang lebih spesifik, yang hanya bisa diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Penelitian terdahulu belum banyak yang mempelajari mengenai proses pembelajaran kepemimpinan pada wirausaha terutama wirausaha agribisnis. Gupta (2004) menyatakan banyak penelitian berusaha untuk mendefinisikan atribut dari kepemimpinan kewirausahaan, namun tidak menyelidiki bahkan menjawab apakah kemampuan kepemimpinan dapat dipelajari atau didapatkan dari waktu ke waktu (Kempster dan Cope 2010). Penelitian mengenai bagaimana seorang pemimpin dapat memimpin dilakukan oleh Kempster (2006) dalam Leadership Learning Through Lived Experience: A Process of Apprenticeship. Penelitian tersebut menggunakan responden sebanyak 6 orang untuk mengetahui pengaruh praktik dalam pekerjaan terhadap kepemimpinan. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa kepemimpinan wirausaha dapat dipelajari dengan interaksi sosial dalam praktik pekerjaan. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan menurut Stogdil dalam Chemers (2000) bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin melalui pemikiran kombinasi sifat-sifat saja tetapi juga karakteristik aktivitas dan yang berhubungan dengan pengikut serta pencapaian tujuan organisasi, termasuk mengenali peranan kultur dalam keluarga dan masyarakat.
9
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kewirausahaan dan Wirausaha Objek dari penelitian ini adalah wirausaha agribisnis. Wirausaha identik dengan keberanian akan risiko. Seperti yang diungkapkan oleh Zimmerer et al. (2008) bahwa wirausaha adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi berbagai peluang penting dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan sumber daya-sumber daya itu. Selain itu, Susanto (2002) juga menyatakan bahwa wirausaha adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif, kemauan untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih dan keinginan berprestasi yang sangat tinggi, bersikap optimis, dan kepercayaan terhadap masa depan. Wirausaha merupakan pihak yang bebas dan mampu hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usaha. Seperti halnya Longenecker et al. (2001) menyatakan bahwa wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang besar, Winardi (2008) mendefinisikan wirausaha sebagai pelaku perubahan yang mentransformasikan sumber daya -sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat dan seringkali hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan industrial. Secara keseluruhan, Hubeis (1997) menyatakan pengusaha harus melakukan pengembangan usaha melalui kiat-kiat dalam mengindra dan mengidentifikasi peluang bisnis dan mengarah pada penciptaan pasar, pengorganisasian dan penggerakkan berbagai sumber daya untuk mengoperasionalkan berbagai peluang bisnis dan mendayagunakan potensi sumber daya manusia yang ada di lingkungan perusahaan dengan menerapkan azas kebersamaan dan etika bisnis yang sehat. Seorang wirausaha akan selalu mencari peluang untuk berkreasi dengan sumber daya di sekitarnya untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya. Pengertian tersebut menyimpulkan bahwa wirausaha adalah seseorang yang berani mengambil risiko serta inovatif dalam menerima tanggung jawab, mendirikan dan mengelola usahanya sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Wirausaha bukan hanya memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, namun juga sumber daya manusia. Niat untuk membangun wirausaha sebetulnya dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: 1. Ingin membuka lapangan pekerjaan. 2. Ingin mendapatkan penghasilan yang lebih baik. 3. Ingin mengekspresikan kemampuan diri. 4. Ingin mendapatkan kebebasan. Longenecker et al. (2001) mengelompokkan wirausaha menjadi 3 kategori yaitu founders (pendiri perusahaan), general managers, dan franchisee. Founders atau pendiri perusahaan dipertimbangkan sebagai wirausaha murni. Pendiri perusahaan dapat berupa investor, pekerja, atau pelaku usaha sendiri. Ketika
10
bertindak seorang diri atau bagian dari suatu grup, pendiri perusahaan membawa perusahaan menjadi nyata dengan melakukan survei di pasar, mencari dana, dan memberikan fasilitas yang diperlukan. General managers yaitu anggota generasi kedua atau wirausaha lain yang bertindak sebagai administrator bisnis yang membeli atau mendanai suatu perusahaan. Lain hal dengan franchisee, yaitu wirausaha yang memiliki keterbatasan dalam tingkat kebebasannya karena tuntutan yang diberikan dalam hubungan kontrak kerja dengan organisasi yang bergerak di bidang franchisee. Smith dalam Longenecker et al. (2001) menggolongkan wirausaha menjadi wirausaha artisan dan wirausaha oportunistis. Wirausaha artisan adalah wirausaha yang menjalankan bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan sedikit pengetahuan bisnis. Sebaliknya, wirausaha oportunistis adalah wirausaha yang memulai suatu bisnis dengan keahlian manajemen yang rumit dan pengetahuan teknis. Adapun kewirausahaan diartikan sebagai kemauan kuat untuk berkarya dengan semangat mandiri, maupun membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil risiko, kreatif dan inovatif, tekun, teliti dan produktif, berkarya dengan semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat (Hubeis 1997). Menurutnya, kewirausahaan dapat ditimbulkan dari berbagai latar belakang pendidikan, lingkungan keluarga dan pengalaman kerja, yang dicirikan oleh adanya sentuhan/jiwa kewirausahaan, latar belakang dan ciri-ciri wirausaha (lingkungan keluarga, pendidikan, kepribadian, umur dan sejarah pekerjaan), motivasi serta peranan model dan sistem pendukung (kerangka kerja pendukung moral dan profesional). Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, menanggung risiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Suryana (2003) memberikan 6 konsep penting kewirausahaan, yaitu: 1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Sanusi 1994). 2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker 1959). 3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang memperbaiki kehidupan (Zimmerer 1996). 4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan usaha (Prawiro 1997). 5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberi nilai lebih. 6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Pada proses pengembangan kewirausahaan secara nyata, seorang wirausaha akan menemui berbagai permasalahan pada bidang usaha teknologi produksi,
11
letak perusahaan, bentuk perusahaan, pemasaran hasil produksi, pembelajaran dan lain-lain. Penanganan dari hal yang dikemukakan dapat ditangani dengan pendekatan cara tradisional (magang dengan kerja purna waktu kepada pengusaha yang sukses/maju, magang dari strata pekerja hingga pimpinan di lingkungan keluarga pengusaha yang dilengkapi dengan dukungan permodalan dan magang di lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan alih profesi) dan cara modern (pola inkubator, pola waralaba, pola kemitraan, pola PUMK, pola penumbuhan kewirausahaan dan pola terpadu) (Hubeis 1997). Karakteristik Wirausaha Karakter mengandung pengertian: (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif, (2) reputasi seseorang, (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Karakter dalam kamus Poerwadarminta diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter wirausaha dapat digolongkan ke dalam 5 golongan besar yaitu motivasi, orientasi ke depan, memiliki jaringan usaha yang luas, memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggap dan kreatif menghadapi perubahan (Suryana dan Bayu 2010). Zimmerer et al. (2008) menyebutkan bahwa karakteristik wirausaha yaitu hasrat akan tanggung jawab, lebih menyukai risiko menengah, meyakini kemampuannya untuk sukses, hasrat untuk mendapatkan umpan balik yang sifatnya segera, tingkat energi yang tinggi, orientasi masa depan, keterampilan organisasi, menilai prestasi lebih tinggi daripada uang, komitmen yang tinggi, toleransi terhadap ambiguitas, dan fleksibilitas. Sikap mental harus dimiliki oleh seorang pengusaha agribisnis. Sikap mental yang harus dipersiapkan jika seseorang akan melakukan kegiatan agribisnis antara lain percaya diri, memiliki motivasi, berani untuk mencoba, tidak mudah putus asa, sadar terhadap proses pembelajaran, toleran terhadap ketidakpastian, inovatif, dan kepemimpinan yang bijaksana. Selain hal tersebut, Longenecker et al. (2001) menyebutkan karakteristik wirausaha yang terdiri atas kebutuhan akan keberhasilan, keinginan untuk mengambil risiko, percaya diri, dan keinginan kuat untuk berbisnis. Winardi (2008) menyebutkan karakteristik tipikal wirausaha antara lain mencakup: 1. Lokus pengendalian internal Para wirausaha beranggapan bahwa mereka berkemampuan untuk mengendalikan nasib mereka sendiri, mereka mampu mengarahkan diri mereka dan menyukai otonomi. 2. Tingkat energi tinggi Para wirausaha merupakan manusia yang persisten, yang bersedia bekerja keras, dan mereka bersedia untuk berupaya ekstra untuk meraih keberhasilan. 3. Kebutuhan tinggi akan prestasi Para wirausaha termotivasi untuk bertindak secara individual untuk melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan yang menantang. 4. Toleransi terhadap ambiguitas Para wirausaha merupakan manusia yang bersedia menerima risiko, mereka menoleransi situasi-situasi yang menunjukkan tingkat ketidakpastian tinggi.
12
5. Kepercayaan diri Para wirausaha merasa diri kompeten dan mereka yakin akan diri mereka sendiri dan mereka bersedia mengambil keputusan-keputusan. 6. Berorientasi pada tindakan Para wirausaha berupaya agar mereka bertindak mendahului munculnya masalah-masalah, mereka ingin menyelesaikan tugas-tugas mereka secepat mungkin dan mereka tidak bersedia menghamburkan waktu yang berharga. Seorang wirausaha tidak selalu dapat menjalani usahanya dengan lancar. Terdapat beberapa ciri wirausaha yang berhasil dan gagal dalam menjalani usaha. Ciri-ciri para wirausaha yang berhasil menurut Hornaday (1982) dalam Winardi (2008) yaitu: 1. Kepercayaan pada diri sendiri. 2. Penuh energi dan bekerja dengan cermat. 3. Kemampuan menerima risiko yang diperhitungkan. 4. Memiliki kreativitas. 5. Memiliki fleksibilitas. 6. Memiliki reaksi positif terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi. 7. Memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan. 8. Memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang-orang Ciri wirausaha yang berhasil menurut Hubeis (1997) sekurang-kurangnya dapat dicirikan dari hal seperti motivasi untuk maju (driving force), kekuatan mental (mental ability), kemampuan menjalin hubungan antar manusia (human relation ability), kemampuan berkomunikasi (communication ability) dan pengetahuan teknis (technical knowledge). Menurut Zimmerer et al., faktor penyebab gagalnya wirausaha dalam menjalankan usaha baru yaitu: 1. Tidak kompeten dalam manajerial. 2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan. 3. Kurang mampu mengendalikan keuangan. 4. Gagal dalam perencanaan sebagai titik awal dari suatu kegiatan. 5. Lokasi yang kurang memadai. 6. Kurangnya pengawasan peralatan yang berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. 7. Sikap yang kurang bersungguh-sungguh dalam berusaha. 8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan, proses, atau fungsi yang digunakan dalam memengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Fahmi (2011) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin, yaitu tradisi/warisan, kekuatan pribadi baik karena alasan fisik maupun kecakapan, pengangkatan atasan, dan pemilihan. Pada penyebab-penyebab tersebut, posisi yang paling riskan adalah tradisi/warisan. Hal ini disebabkan kepemimpinan yang didapatkan bukan karena hasil pengayaan diri sendiri namun karena hubungan darah atau keturunan. Kartono (2006)
13
menyebutkan terdapat 3 teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin, yaitu: 1. Teori genetis menyatakan sebagai berikut: Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya. Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimana pun juga, yang khusus. Menurut filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis. 2. Teori sosial, menyatakan sebagai berikut: Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja. Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri. 3. Teori ekologis atau sintesis Menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pimpinan apabila sejak lahirnya Ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakatbakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya. Bagi sebagian besar, kepemimpinan adalah suatu sikap yang terlihat dalam ancangan wirausaha terhadap pencapaian tugas-tugasnya. Pemimpin biasanya bersedia menerima tantangan yang mengandung risiko maupun peluang yang besar. Seorang pemimpin mengerti tugas keseluruhan yang harus dicapai dan sering memutuskan cara baru yang inovatif untuk mencapainya. Suryana dan Bayu (2010) membagi fungsi yang harus disampaikan seorang pemimpin usaha diantaranya: 1. Koordinasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjalin koordinasi yang baik antar kegiatan dan antar organisasi. 2. Pengarahan, yaitu seorang pemimpin harus mampu memberikan pengarahan yang benar supaya tidak terjadi penyimpangan dan keterlambatan terhadap strategi dan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan. 3. Komunikasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi baik terhadap atasan maupun bawahan. 4. Pelayanan, yaitu seorang pemimpin harus rendah hati dan mampu memberi pelayanan yang baik dan memuaskan. Prinsip umum dari kepemimpinan yang baik adalah semakin besar perhatian pemimpin pada karyawan semakin keras mereka bekerja untuk pemimpin tersebut. Karakter yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha pada jiwa kepemimpinan wirausaha yaitu: 1. Keberanian untuk bertindak Keberanian adalah hakikat wirausaha. Keberanian seseorang dalam wirausaha yang senantiasa dihadang oleh risiko merupakan wujud dari keberanian menembus ketidakpastian usaha. Oleh sebab itu, wirausaha membutuhkan perhitungan yang cermat, hati-hati, dan bersifat antisipatif terhadap segala kemungkinan timbulnya risiko yang mungkin terjadi. 2. Membangun tim yang baik Pada upaya mewujudkan komitmen perusahaan mutlak diperlukan langkah semua karyawan yang dikendalikan oleh pemimpin perusahaan.
14
3.
4.
5.
6.
7.
Kebersamaan karyawan dalam intern perusahaan mencerminkan keterlibatan dan kontribusi tenaga dan pikiran seluruh karyawan dengan membentuk tim yang baik sehingga target perusahaan dapat diwujudkan bersama. Menjadi pendengar yang baik Berpikir dan berjiwa besar merupakan ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan, optimis baik dalam pikiran mereka sendiri maupun orang lain. Untuk berpikir besar kita harus menggunakan bahasa yang menghasilkan citra atau gambar mental positif dan besar. Berani mengambil risiko Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko menempatkan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Seorang wirausaha yang berani menanggung risiko ialah orang yang selalu ingin menjadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik. Having mentor Kemampuan seorang pemimpin wirausaha dan karyawan mungkin ada batas dan kekurangannya, oleh karena itu perlu untuk menggunakan mentor atau orang yang akan membimbing dan membina untuk mengembangkan usaha baik dalam bidang teknis maupun manajemen usaha. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dan merespon adanya perubahan dan perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang senantiasa berubah. Pikiran yang terbuka Seorang wirausaha yang terbuka terhadap ide baru inilah merupakan wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan. Pikiran yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk pembaruan, bisa lebih cepat berkembang dalam lapangan industri, tidak lepas dari suatu latar belakang, pendidikan dan pengalaman perjalanan yang banyak. Adanya kepercayaan Kepercayaan diri merupakan suatu panduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan dalam praktik. Sikap dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan.
Kerangka Pemikiran Operasional Wirausaha menjadi sosok yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan sosial. Salah satu karakteristik yang penting pada wirausaha yaitu kepemimpinan. Ilmu dalam bidang kewirausahaan di Indonesia khususnya telah banyak mengkaji tentang hubungan kewirausahaan dan kepemimpinan. Namun, selama ini penelitian-penelitian yang ada masih terbatas pada hubungan antar individu dan tidak menjelaskan tentang sosok individu tertentu. Salah satu hubungan antara kepemimpinan dengan kewirausahaan yang masih sedikit dilihat yaitu bagaimana
15
seorang wirausaha belajar untuk memimpin. Pembelajaran menjadi hal yang penting dilakukan oleh seorang wirausaha dalam memimpin usahanya. Alasan itulah yang kemudian menarik untuk dikaji sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana seorang wirausaha agribisnis belajar untuk memimpin. Objek ada penelitian ini yaitu 6 orang wirausaha di Kota Bogor. Indepth interview yang dilakukan pada responden ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pandangan dan sejarah wirausaha melalui pengalaman hidupnya sebelum dan saat memimpin usahanya. Hasil wawancara di lapangan akan di analisis dengan metode fenomenologi dengan menggunakan analisis teori induktif. Interpretasi data dilakukan dengan merangkum data yang didapat di lapangan, mereduksi data yang diperlukan dengan memisahkan dari subyektif peneliti, dan mengelompokkan data berdasarkan tema yang ditentukan. Pengelompokkan jawaban yang telah didapatkan dibagi menjadi 3 jenis penjabaran hasil, informasi deskriptif mengenai pandangan dan pengalaman dari wirausaha agribisnis, perbandingan antara wirausaha agribisnis dan menyimpulkan dengan mencocokkan dengan teori yang telah ada. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran operasional penelitian ini. Kepemimpinan sebagai karakteristik utama wirausaha agribisnis
Proses pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis
Aspirasi sebagai pemimpin usaha
Pengalaman organisasi sebelumnya
Pembelajaran kepemimpinan dalam bisnis dan lingkungan bisnis
Pengaruh keluarga
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor merupakan daerah yang sangat potensial untuk dilakukannya usaha agribisnis, baik dari hulu sampai hilir sehingga dapat banyak ditemukan wirausaha agribisnis untuk dijadikan responden. Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Maret 2013.
16
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari objek penelitian. Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara yang didapatkan dengan melakukan wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada panduan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya serta observasi secara langsung di tempat usaha.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan wirausaha agribisnis sebagai responden. Langkahlangkah yang dilakukan dalam pengambilan data yaitu: 1. Observasi lapangan Langkah ini dilakukan untuk melakukan pengamatan awal dengan mengamati lingkungan responden dan tindakan responden, tanpa melakukan wawancara. Sifat pengamatan awal ini hanya mendapatkan gambaran global tentang lingkungan fisik dan sosial subjek penelitian. 2. Wawancara Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk menggali pengalaman dan pandangan responden mengenai kepemimpinan bisnis. Wawancara yang akan dilakukan yaitu wawancara mendalam (indepth interview) yang bersifat terbuka. Panduan wawancara menggunakan interview guide agar pokok-pokok pembicaraan tidak keluar dari konteks yang diharapkan. Pemurnian hasil dari wawancara dilakukan dengan tidak menggunakan serta melupakan pengertian dan teori tentang kepemimpinan dan berusaha mencatat dan merekam kalimat dari objek secara langsung. Hal ini bertujuan agar jawaban yang keluar dari responden tidak terpengaruh pandangan apapun dari peneliti. Responden dalam penelitian ini berjumlah 6 orang. Pemilihan responden dilakukan secara purposive. Metode ini dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian responden dengan karakteristik yang diinginkan. Karakteristik responden yaitu: 1. Masing-masing wirausaha harus bergerak dalam minimal 1 bidang usaha pada subsistem agribisnis dan mempunyai banyak pengalaman dalam bidang kewirausahaan. 2. Masing-masing wirausaha telah berwirausaha lebih dari 5 tahun mencapai pertumbuhan yang sukses 3. Masing-masing wirausaha minimal mempunyai 5 orang karyawan. Pemilihan jumlah dan karakteristik responden ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu hasil penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, pemenuhan kecukupan dalam menggunakan metode fenomenologi, serta
17
kemudahan dalam mengambil data. Setelah mendaftar sejumlah wirausaha agribisnis dengan kriteria di atas, peneliti mulai melakukan pendekatan dengan calon responden baik melalui pesan pendek maupun bertemu secara langsung. Calon responden yang memberikan sambutan positif kemudian ditemui oleh peneliti untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan secara langsung maksud penelitian dan dampak dari penelitian ini. Hal ini dilakukan agar responden dapat mengerti tujuan peneliti dan memberikan persetujuan untuk menjadi responden. Beberapa calon responden yang memenuhi semua kriteria dan memberikan tanggapan positif terhadap peneliti dapat langsung memberikan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. Peneliti juga melakukan pendekatan dengan responden dengan melakukan kegiatan bersama dan memperluas bahan perbincangan yang bertujuan mendapatkan kepercayaan dan memberikan kenyamanan pada responden dalam menceritakan pengalaman-pengalamannya. Pertemuan dengan responden dilakukan dengan pengulangan sebagai penegasan terhadap jawabanjawaban yang telah diucapkan sebelumnya dengan durasi wawancara berkisar 6090 menit. Data sekunder didapatkan dari literatur-literatur, studi pustaka, internet dan tulisan yang berkaitan dengan pembelajaran kepemimpinan. Pemilihan mengenai penelitian dan teori-teori yang berhubungan dengan kepemimpinan dan kewirausahaan ini disesuaikan setelah data terkumpul untuk membandingkan dengan hasil yang didapatkan di lapangan.
Pengolahan dan Analisis Data Metode Fenomenologi Pembelajaran mengenai kepemimpinan yang dialami oleh seorang wirausaha agribisnis tidak dapat lepas dari pengalaman-pengalaman yang dialami selama hidupnya. Pengalaman yang dialami oleh wirausaha agribisnis dapat membentuk perspektif dan perilaku yang secara terus menerus diadopsi oleh wirausaha tersebut. Penelitian ini mengeksplorasi dan menjabarkan pengalamanpengalaman yang dialami oleh wirausaha agribisnis tersebut sebagai suatu fenomena menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif untuk menggali pengalaman dari subyek penelitian memiliki nilai tersendiri. Hal ini disebabkan dalam bisnis khususnya pengalaman merupakan realitas yang terbentuk secara sosial melalui interaksi individu dan lingkungannya yang diciptakan oleh manusia dan merupakan wacana simbolik yang dibentuk oleh individunya. Selain itu, tidak semua nilai, perilaku, dan interaksi antara aktor sosial dengan lingkungannya dapat dikuantifikasi, termasuk persepsi yang terbentuk dari pengalaman dan budaya. Jika pemakaian angka digunakan untuk mengkuantifikasi maka dapat menghasilkan sesuatu yang menyesatkan dan tidak dapat menggambarkan kondisi riil yang sebenarnya (Chariri 2009). Upaya mengeksplorasi persepsi dan pengalaman subjektif responden terhadap pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis ini dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi. Metode fenomenologi merupakan metode yang diperkenalkan oleh Edmund Husserl (1859-1938). Metode ini adalah metode yang mendeskripsikan pengalaman yang dialami oleh responden sebagai subyek,
18
bukan menjelaskan atau menganalisisnya. Penelitian sosial yang dibangun dengan perspektif fenomenologi ini tidak untuk menguji hipotesis meskipun pada akhirnya penelitian yang bersangkutan menghasilkan hipotesis yang secara tidak langsung diuji oleh peneliti. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengarahkan pada terbangunnya model teoritis yang berdasar pada pembentukan makna berdasarkan pengalaman dalam kehidupan sosial dari aktor yang menjalani dunia yang bersangkutan (Nindito 2005). Pengolahan dan Analisis Data Analisis data digunakan sesuai dengan teorisasi induktif yaitu peneliti memfokuskan perhatiannya pada data di lapangan sehingga segala sesuatu tentang teori yang berhubungan dengan penelitian menjadi tidak penting. Pada penelitian kualitatif, pengolahan data dilakukan serempak dengan pengumpulan data. Adapun langkah analisis data dilakukan menurut Chariri (2009) dengan cara berikut: 1. Data Reduction Data reduction ini adalah tahap mengurangi data yang tidak berhubungan dengan penelitian sehingga data yang terpilih dapat diproses lagi ke langkah selanjutnya. Pada penelitian kualitatif, data yang diperoleh dapat berupa simbol, statement, kejadian, dan lainnya. Oleh sebab itu timbul masalah karena data masih mentah dan jumlahnya sangat banyak kemudian data diorganisir kedalam format yang memungkinkan dianalisis. Data reduction yang mencakup kegiatan berikut ini: a. Organisasi Data Data hasil wawancara ditulis dengan lengkap dan dikelompokkan dengan format menurut beberapa kriteria, yaitu pengalaman berwirausaha, jumlah karyawan, dan jenis usaha yang dilakukan. Narasi yang sudah diorganisir dikelompokkan ke dalam tema tertentu dengan menggunakan kode. Pengelompokkan tema tersebut koheren dengan tujuan penelitian dan keyakinan yang dibuat oleh peneliti yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran kepemimpinan dalam berwirausaha. b. Coding Data Data yang diperoleh dari langkah di atas, kemudian dikelompokkan ke dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola temuan. Coding dilakukan sesuai dengan kerangka teoritis yang dikembangkan sebelumnya. Coding memungkinkan peneliti untuk mengkaitkan data dengan masalah penelitian. 2. Pemahaman Dari hasil coding, data hasil wawancara dipotong dan dimasukkan ke dalam folder khusus sesuai dengan tema/pattern yang ada. Hasil observasi dan analisis dokumen dapat dimasukkan ke dalam folder yang sama untuk mendukung pemahaman atas data hasil wawancara. Data kemudian dicari maknanya namun harus berpegang pada koherensi antara temuan wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
19
3.
Interpretasi Hasil interpretasi dilakukan dengan mengaitkan temuan penelitian dengan berbagai teori mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan yang telah dibuat sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden Responden pada penelitian ini berjumlah 6 orang. Masing-masing responden yaitu JS, SM, OS, AF, EL, dan GG . Gambaran lebih jelas mengenai responden dijelaskan pada profil masing-masing reponden dibawah ini. 1. JS Pengalaman usaha JS dimulai dengan menjual batik yang didapatkan dari daerah asalnya yaitu Pekalongan. Usaha batik pada awalnya dilakukan menggunakan modal sendiri. Saat permintaan batik semakin meningkat, Beliau menggunakan peluang dana hibah dan mulai membuka dengan skala usaha yang lebih besar. Namun, usaha batik yang dijalani tidak dapat menghadapi persaingan sehingga dengan sisa dana yang ada Beliau mengambil keputusan untuk menghentikan usaha batik dan pada tahun 2008 menekuni usaha budidaya pepaya. Selain melakukan budidaya pepaya, mulai dari pengadaan benih sampai pemasaran dalam bentuk segar, JS juga menjadi konsultan tanaman dan kini sedang memulai usaha penyulingan minyak nilam. Hal yang melatarbelakangi JS memulai bisnis adalah keinginan sendiri. Baik orang tua maupun keluarga tidak mengarahkannya untuk menjadi seorang wirausaha, bahkan cenderung melarang. Namun, keinginan JS untuk berwirausaha yang kuat akhirnya mendapat dukungan dari keluarganya karena melihat usahanya semakin berkembang. JS tidak pernah memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama (kurang dari 2 tahun). Kini JS memiliki karyawan sebanyak 6 orang yang terpisah di beberapa lokasi kebun. 2. SM SM adalah seorang supplier kayu sekaligus pembudidaya tanaman jabon. Usaha ini sudah dilakukannya selama 5 tahun. Jumlah karyawan tetap yang dimilikinya berjumlah 8 orang dan karyawan tidak tetap berjumlah 2 orang. Pengalaman bekerja Beliau mencapai 13 tahun dengan duduk di lebih dari 8 perusahaan. Selama masa kerja tersebut, Beliau sering menduduki jabatan seorang manajer. Keinginan untuk berhenti dari perusahaan sudah lama Beliau rasakan, namun kebutuhan perusahaan akan tenaga dan kemampuannya menyebabkan Beliau baru bisa berhenti dari perusahaan pada tahun 2007. Sejak saat itu SM banyak mencoba membuka usaha. Beliau pernah mencoba membudidayakan pepaya dan membuka usaha pengolahan kayu. Namun kini hanya usaha Jabon dan suplai kayu inilah yang tetap dijalaninya.
20
Orang tua SM tidak memiliki latar belakang sebagai seorang wirausaha melainkan petani. Keluarganya pun tidak mendorong Beliau untuk menjadi seorang pengusaha. Keinginan berwirausaha diakuinya hanya berasal dari keinginan memiliki jaminan atas kelangsungan kerjanya. Meskipun pengalaman berwirausaha SM terbilang baru, namun Ia mengakui banyak mengambil pelajaran bagaimana memimpin usaha dari pengalaman saatnya bekerja. 3. OS Keputusan untuk berwirausaha dipilih oleh OS disebabkan tuntutan dari kebutuhan sehari-hari. Awalnya usaha keripik singkong hanya dipasarkan ke warung-warung sekitar rumah dengan sistem konsinyasi. Namun seiring berkembangnya usaha, Beliau sering mengikuti pelatihan mengenai pembuatan keripik singkong agar produknya semakin berkualitas. Kini selain keripik singkong Beliau juga memproduksi keripik pisang dan pangsit singkong. Untuk rutinitas produksi dan pemasaran, OS dibantu oleh 10 orang karyawan. Karyawan-karyawan tersebut merupakan tetangga-tetangga di sekitar rumahnya. Umur usaha yang dijalani OS dan suaminya ini sudah berusia 13 tahun. Dengan pengalaman pendidikan terbatas, OS belum pernah merasakan kerja menjadi karyawan. Untuk mendapatkan bahan baku singkong secara kontinyu, OS mengandalkan budidaya tanaman singkong yang dilakukan oleh suaminya serta beberapa pasokan dari tetangga yang melakukan budidaya singkong. 4. AF AF telah menjalani usaha budidaya domba sejak Ia dan teman-teman timnya duduk di bangku kuliah. Usaha ini dimulai dari percobaan menjual domba saat hari raya kurban. Merasa telah memiliki pengalaman dan link usaha, AF dan teman-temannya mencoba memperluas usaha ini saat mereka lulus kuliah pada tahun 2005. Pasar dari usaha ini yaitu restoran-restoran, katering akikah maupun konsumen akhir saat hari raya kurban. Untuk membantu usaha ini, AF memiliki 15 karyawan tetap dan 15 karyawan tidak tetap. Domba yang dibudidayakan juga digunakan sebagai bibit serta kotorannya digunakan sebagai sumber penghasilan baru. Rumput sebagai bahan pakan domba pun mulai dibudidayakan sendiri untuk menjamin kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan. Sejak lulus kuliah sampai saat ini, AF belum pernah bekerja di tempat lain. Meskipun dari latar belakang keluarganya tidak ada dorongan untuk berwirausaha, AF tidak pernah mendapat pertentangan dari keluarga untuk mencoba usaha sendiri. Ayahnya sebagai kepala pimpinan sebuah kantor juga tidak pernah secara diktator membentuk kepribadian kepemimpinan dari AF. Pengaruh terbesar AF diakuinya berasal dari teman-teman kuliah yang kini menjadi tim dalam usahanya. 5. EL Usaha pengolahan cokelat dilakukan dengan fokus oleh EL sejak tahun 2007. Sebelumnya pada tahun 2004 EL sudah sering mencoba membuat dan memasarkan coklat-coklat buatannya ke warung-warung maupun supermarket kecil di sekitar rumah. Namun, usahanya saat itu masih
21
terbilang sangat kecil karena suami EL masih bekerja sehingga mengandalkan gaji rutin suami sebagai pemenuh kehidupan sehari-hari. Saat EL dan suami memutuskan sudah tidak ingin lagi bekerja di kantor, barulah usaha ini dijalani dengan tekun. Usaha EL ini memiliki 5 orang karyawan di bagian produksi dan 3 orang karyawan di bagian pemasaran. EL merupakan anak bungsu dalam keluarga, sehingga selama tinggal bersama keluarga dan kuliah, Beliau mengaku tidak pernah diikutkan dalam proses pengambilan keputusan maupun pemberian tugas-tugas yang melatih jiwa kepemimpinannya. Ia pun awalnya sama sekali tidak bercita-cita untuk memiliki sebuah usaha dan hanya fokus mencari kerja di sebuah kantor. Namun, ketidakcocokan karakter yang dialami EL menyebabkan Ia hanya menjadi pegawai selama 3 tahun dan akhirnya memutuskan untuk berwirausaha. 6. GG Kegiatan berwirausaha dirasakan oleh GG semenjak duduk di bangku kuliah S1. Dorongan itu semakin kuat saat Ia dan teman-temannya mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk memproduksi boneka horta yang saat itu pertama kali ada di Indonesia pada tahun 2007. Awalnya, usaha ini dilaksanakan dalam sebuah tim yang berjumlah 7 orang. Namun, saat lulus dari kuliah, satu persatu anggota tim memutuskan untuk beralih profesi. GG tidak pernah terpikir untuk bekerja dalam sebuah perusahaan sehingga Ia yang melanjutkan usaha ini seorang diri. Hal ini juga disebabkan latar belakang orang tua GG yang seorang pekerja sehingga tidak menginginkan dirinya menjalani hal yang serupa. Usaha GG kini semakin berkembang dengan semakin banyaknya distributor yang bekerja sama untuk memasarkan boneka horta. Bagian produksi usaha ini dilakukan oleh 25 orang karyawan. Selain mendirikan sebuah toko untuk usaha boneka horta ini, Ia juga membuka usaha kursus stir mobil dan mendirikan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan koperasi. Profil responden lebih ringkas dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik Usaha Responden Jenis Usaha Wirausaha agribisnis adalah wirausaha yang bergerak dalam sistem usaha agribisnis. Agribisnis sendiri memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan bisnis pertanian pada umumnya. Agribisnis adalah suatu sistem terintegrasi dari berbagai subsistem, yakni subsistem hulu, subsistem produksi/on farm sampai dengan subsistem hilir. Responden pada penelitian ini tidak semuanya menjalani usaha agribisnis secara terintegrasi. Hal ini disebabkan, usaha agribisnis cukup sulit ditemukan karena belum tingginya kesadaran dari wirausaha bidang pertanian untuk melakukan semua subsistem agribisnis dalam usahanya secara terintegrasi disamping biaya yang cukup besar. Sistem agribisnis dibagi menjadi 4 subsistem yang saling terkait, yakni subsistem pengadaan input, subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran serta subsistem kelembagaan. Responden dalam penelitian
22
Tabel 1 Profil respondena JS OS SM
AF
EL
GG
L 25 S1
L 46 S1
P 45 SMA
L 31 S1
P 37 S1
L 28 S2
5
5
13
7
6
6
>5
>5
>5
>5
>5
>5
0
>10
0
0
4
0
5
8
10
>15
8
>25
Budidaya pepaya, konsultan jabon
Budidaya jabon, supplier kayu
Keripik singkong, keripik pisang, pangsit
Nama Lengkap Jenis Kelamin Umur (tahun) Pendidikan terakhir Umur usaha saat ini (tahun) Pengalaman usaha (tahun) Pengalaman kerja (tahun) Jumlah karyawan (orang)
Jenis usaha
a
Peternakan Rumah Coklat domba caping
Sumber: Data primer (2013)
ini memiliki jenis usaha yang berbeda-beda. Sebanyak 3 orang responden melakukan kegiatan usahanya mulai dari subsistem penyediaan bahan baku, yaitu budidaya pepaya yang oleh JS, budidaya singkong oleh OS dan pembesaran domba oleh AF. Namun, hanya 2 orang responden yang melakukan sampai subsistem pengolahan yaitu OS yang mengelola hasil singkongnya menjadi panganan keripik singkong dan AF yang mengolah daging domba menjadi panganan untuk akikah sedangkan SM memiliki usaha pada subsistem budidaya yaitu budidaya tanaman jabon dan pada subsistem hilir yaitu pemasaran kayu. EL sebagai pengolah cokelat dan GG dalam pengolahan serbuk kayu mengandalkan penyediaan bahan bakunya dari pihak lain. Keenam responden melakukan subsistem pemasaran dari produk yang dihasilkannya sendiri-sendiri baik ke distributor maupun langsung ke konsumen. Usaha agribisnis juga dapat dibedakan menjadi agribisnis pangan dan agribisnis nonpangan. Pada penelitian ini, sebanyak 4 orang dari 6 orang responden melakukan kegiatannya di bidang agribisnis pangan sedangkan 2 sisanya melaksanakan usaha di bidang agribisnis nonpangan dalam hal ini yaitu kayu-kayuan. Jumlah Karyawan Karyawan merupakan aset penting yang dimiliki oleh sebuah usaha. Tidak ada kriteria minimal jumlah karyawan yang harus dimiliki agar disebut sebagai wirausaha. Namun, penggolongan jumlah karyawan banyak digunakan sebagai ukuran besar kecilnya usaha yang sedang dijalankan. Seperti pembagian skala usaha yang ditentukan oleh BPS. Menurut BPS, usaha kecil adalah usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 5 sampai 19 orang sedangkan usaha
23
menengah merupakan usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 20 sampai 99 orang. Untuk memastikan bahwa responden adalah seorang pemimpin, baik pemimpin dalam arti pemilik usaha dan juga seseorang yang memiliki pengikut maka responden yang digunakan dalam penelitian ini haruslah memiliki karyawan. Jumlah karyawan pada tiap responden dapat dilihat pada Gambar 2.
30
Jumlah karyawan (orang)
25 20 15 10 10
8
8
6
0 Jibril
Sasmito
Onasih
Afnaan
Eli
Gigin
Gambar 2 Jumlah karyawan milik responden Sumber: Data primer (2013)
Sosio Demografi Faktor sosio demografi yang menjadi perbandingan antarresponden yakni jenis kelamin, tingkatan pendidikan, pekerjaan orang tua, serta pengalaman dan umur usaha. Responden pada penelitian ini, sebanyak 4 orang (67%) laki-laki sedangkan 2 orang (33%) perempuan. Tingkat pendidikan responden cukup beragam, yakni 1 orang (17%) responden lulusan SMA/sederajat, 4 orang (67%) lulusan S1 dan 1 orang (17%) responden lulusan S2. Penelitian yang dilakukan oleh Suharti dan Sirine (2011) menyatakan bahwa latar belakang pekerjaan orang tua dan pengalaman berwirausaha akan berpengaruh terhadap niat kewirausahaan. Masing-masing responden memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda, namun jika dikelompokkan sebanyak 4 orang responden (67%) memiliki keluarga yang memiliki latar belakang sebagai pekerja/pegawai, sedangkan 2 dari responden masing-masing orang tuanya bekerja sendiri baik dengan menjadi petani ataupun membuka warung kecilkecilan. Salah satu kriteria wirausaha agribisnis yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu minimal telah menjadi wirausaha selama 5 tahun. Pengalaman berwirausaha ini dapat ditinjau dari banyaknya jenis usaha yang dilakukan dan lama usaha. Perbedaan lama berwirausaha dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti pengalaman bekerja sebelumnya, umur responden, dan variasi usaha yang pernah ditekuni. Dilihat dari umur usaha yang kini sedang ditekuni, dari 6 orang responden dengan 6 usaha yang berbeda, sebanyak 1 orang responden telah menjalankan usaha lebih dari 10 tahun, 3 orang responden telah menjalankan
24
usaha antara 5-10 tahun, dan 2 orang responden menjalankan usaha kurang dari 5 tahun.
Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis Pengolahan data hasil wawancara keenam responden dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi. Hal ini dilakukan untuk dapat menggambarkan secara jelas pandangan mengenai pengalaman hidup responden mengenai kepemimpinan bisnis yang telah dijalankan. Proses pengolahan data (reduksi data dan pemahaman data) menghasilkan 4 tema dominan yang didapatkan dari pengelompokkan data hasil di lapangan serta melihat dari literatur penelitian sebelumnya. Empat tema dominan yang menjadi pembahasan pada penelitian ini meliputi: 1. Apakah kepemimpinan sebagai suatu identitas yang dicita-citakan? 2. Pengalaman organisasi sebelumnya 3. Pembelajaran kepemimpinan dalam bisnis dan lingkungan 4. Pengaruh keluarga Apakah kepemimpinan sebagai suatu identitas yang dicita-citakan? a) Pandangan terhadap Kepemimpinan Pemahaman mengenai kepemimpinan merupakan dasar bagi seorang pemimpin. Meskipun pada dasarnya jarang sekali ditemukan pengertian yang sama mengenai kepemimpinan. Hal ini disebabkan definisi mengenai kepemimpinan sangat bergantung pada siapa yang mendefinisikan dan apakah yang menjadi tujuan dari penjabaran definisi tersebut. Pada awal perbincangan mengenai pembelajaran kepemimpinan dalam bisnis, peneliti terlebih dahulu menanyakan pandangan para responden mengenai kepemimpinan. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 6 responden dari berbagai tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin memberikan pandangan yang hampir serupa. Mereka berpandangan hampir sama bahwa pemimpin adalah sosok yang bertanggung jawab mengambil keputusan, menentukan arah berjalan perusahaan (visi dan misi), menentukan pembagian kerja serta mengarahkan karyawan. 1.
JS : “Ada 2 arti (kepemimpinan), baik secara luas atau sempit. Dalam arti luas, kepemimpinan bisnis sangat penting baik dalam pengambilan keputusan kemudian untuk kestabilan perusahaan itu sendiri. Itu semua didasari kepemimpinan bisnis. Dalam arti sempitnya, dalam setiap keputusan yang diambil akan sangat berpengaruh dalam keberlangsungan kita ke depan. Pemimpin akan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang ada dalam usaha itu terlepas dari solidaritas tim kerja, pemimpin yang akan menentukan akan kemana usaha itu berjalan, sebesar apa usaha itu akan berjalan dan dengan cara apa usaha akan dijalankan…… Akan dibutuhkan sebuah kepemimpinan, baik secara kolektif dalam sebuah tim manajemen atau dalam seorang personal.” Pandangan tersebut menegaskan bahwa bagi JS kepemimpinan juga sangat berperan terhadap stabilitas tim. Seperti yang diungkapkan Danim (2004) bahwa pemimpin bukan hanya menentukan dalam menetapkan keputusan namun juga
25
memengaruhi kelompoknya. Itu sebabnya, sering kali keberhasilan kelompok lebih dinilai keberhasilan pemimpin dan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Thoyib (2005) menyatakan bahwa hal yang akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan yaitu kepemimpinan, budaya organisasi, dan strategi organisasi. Perilaku kepemimpinan yang diungkapkan JS dapat tercermin melalui tindakannya terhadap teman 1 tim dalam manajemen yang sedang dibangunnya. Menurut teman 1 timnya selama berinteraksi dengan JS, JS mampu menciptakan rasa nyaman ketika berkomunikasi dan cukup memberikan motivasi dalam bekerja. Selain itu, penggambaran kepemimpinan dari pandangan lain diungkapkan oleh OS melalui sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin. Menurut OS, dalam bekerja, seorang pemimpin harus memiliki sifat tidak boleh putus asa, hatihati dan selalu mengingatkan karyawan. Peran pemimpin ini akan memengaruhi keberlangsungan usaha karena apabila pemimpin sudah tidak dapat bertahan dan menyerah pada permasalahan yang dihadapi usaha maka akan memengaruhi pergerakan yang akan diambil perusahaan. OS : “Pemimpin harus sabar…. pokoknya harus sabar. Kalau sudah tidak laku-laku tidak boleh putus harapan...” Begitu pula dengan interaksi pemimpin dengan karyawan yang bersikap mengarahkan sehingga akan memperkecil risiko-risiko yang akan dihadapi karena kelalaian. AF : “Memimpin itu adalah bagaimana menjadi bawahan….pemimpin itu harus lebih banyak pengalaman dibandingkan bawahannya karena pemimpin itu (memiliki) tanggung jawab yang lebih kepada mengambil keputusan. Kalau Ia pernah menjalankan (tugas) yang ada di bawahnya, (pemimpin) itu akan mengetahui bagaimana mengambil keputusan.” Bagi AF, dengan dapat memosisikan diri menjadi bawahan maka pemimpin dapat memberikan sesuatu yang layak bagi bawahannya baik dalam materi maupun nonmateri. Pada pengertian yang disebutkan AF tersebut sejalan dengan yang disebutkan oleh Danim (2004) bahwa untuk dapat menciptakan produktivitas kelompok maka yang diperlukan dalam kepemimpinan yaitu kemampuan teknis, motif berprestasi dalam dunia kerja, dan keterampilan administratif atau kemampuan memerintah. Kemampuan teknis berarti pemimpin harus dapat melakukan hal-hal yang diperintahkannya sehingga dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan karena ketidakpahaman. Motif berprestasi dapat mendorong pemimpin untuk berbuat lebih dan mengeluarkan banyak hal baru sedangkan kemampuan memerintah dapat mengajak karyawan untuk dapat melakukan tugastugas yang ada dengan baik. EL memiliki cara pandang berbeda dalam mengartikan kepemimpinan. EL : “Kepemimpinan itu Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani….”. Konsep kepemimpinan ini dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai konsep seorang guru. Namun, akhirnya konsep ini ditransformasikan secara luas kedalam konsep kepemimpinan. Apabila ditransformasikan ke dalam konsep kepemimpinan, makna dari konsep tersebut yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada berarti
26
sebagai pemimpin pada top level management mana pun harus memberikan contoh teladan yang baik. Ing Madya Mangun Karsa yaitu siapa pun pemimpin itu adalah middle manager yang berarti harus memerhatikan, memelihara dan menjaga kehendak dan keperluan atasan dan bawahan secara seimbang. Konsep kedua ini juga berarti dalam memosisikan diri sebagai pemimpin, pemimpin juga dapat memosisikan diri sebagai teman bagi karyawan untuk memotivasi maupun mendorong semangat kerja karyawan. Selanjutnya Tut Wuri Handayani berarti pemimpin dapat berdiri di belakang bawahan untuk mengasuh dan memberikan arahan serta rasa aman bagi bawahan. Konsep terakhir ini senada dengan pendapat AF mengenai kepemimpinan sebagai bawahan. Meskipun EL mengaku sudah memiliki waktu yang sangat terbatas dengan karyawan di bagian produksi, dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, EL memiliki interaksi yang dekat dengan karyawannya. Kekeluargaan yang dibangun EL dengan karyawan terlihat saat Beliau meluangkan waktu dan bercengkrama dengan karyawan-karyawannya. Kepemimpinan EL juga terlihat tegas saat menegur dan membimbing karyawannya yang berbuat salah. Hal ini menunjukkan EL dapat dengan mudah memosisikan diri menjadi karakter pemimpin yang dijabarkan diatas. Selain hal di atas, pemimpin juga diartikan responden sebagai pembuat perencana dalam bisnis. GG : “Pemimpin bisnis adalah bagaimana kita mampu membuat strategi, membuat perencanaan, mengaplikasikan sesuatu sampai ke kontroling sehingga menjadi bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain, … mengelola keseluruhan itu … yang punya visi dan misi.” SM : “Dia bisa membuat program…, pembagian kerja…, anggaran…. sebagai pendidik.., pelindung…., juru bicara karyawan….” Kepemimpinan sendiri memiliki banyak pengertian di berbagai kalangan akademisi. Kepemimpinan yang diungkapkan oleh Gibson et al. (2006) dalam Wijayanti adalah suatu usaha untuk memengaruhi dan memotivasi individu untuk mencapai tujuan. Individu yang berperan banyak memengaruhi orang lain disebut pemimpin. Selanjutnya Yukl (2005) menyatakan kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan. Perbedaanperbedaan pemahaman mengenai kepemimpinan yang ada tidak akan dibahas ataupun dianalisis dalam penelitian ini karena ruang lingkup penelitian ini hanya untuk mengungkapkan mengenai pandangan subjektif para responden. Namun, dengan adanya pandangan yang beragam dari para responden tetap mengarah pada satu kesimpulan yang sama mengenai kepemimpinan. b) Aspirasi menjadi Pemimpin Kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu cenderung akan memengaruhi perilaku yang dilakukannya. Responden dapat menceritakan dengan baik perilaku-perilaku kepemimpinan yang dilakukan dalam usahanya. Namun, ketika perbincangan dilakukan lebih lanjut, tidak semua responden merasa dirinya sebagai pemimpin usaha. Meskipun semua responden dapat menjelaskan apa dan bagaimana peran dari pemimpin, hanya 4 dari 6 responden yang merasakan
27
dirinya menduduki posisi sebagai pemimpin. Bagi SM dan AF, mereka tidak menganggap dirinya sebagai pemimpin dalam usahanya. SM : “Tadinya tidak ingin menjadi pemimpin tapi karena kita yang punya, kita yang mengatur, …… Karena memang pekerjaan Saya, kebetulan Saya yang tangani, Saya cari orang dan mau tidak mau orang itu kerja sama Saya…. Saya tidak bilang Saya pemimpin, orang yang mengakui begitu saja…. Lain waktu Saya kerja dulu ya Saya merasa menjadi pemimpin…”. SM dengan jelas menyatakan bahwa kepemimpinan yang dirasakannya lebih besar ketika Ia memimpin dalam sebuah tim saat bekerja di perusahaan. Ketika masih menduduki posisi manajer dalam perusahaannya, Ia mendapatkan surat keputusan mengenai wewenang memimpin karyawan dan baginya itulah yang menandakan dirinya menduduki posisi sebagai pemimpin perusahaan. Meskipun Ia mengatakan tidak merasa dirinya sebagai pemimpin, pribadi kepemimpinan yang dipahaminya terlihat secara nyata. Pengakuan dari orang-orang di sekitarnya khususnya karyawan yang kini bekerja padanya memberikan status pemimpin. Seperti yang diungkapkan oleh Danim (2004:56) bahwa kepemimpinan dapat ditunjukkan dengan perbuatan yang dilakukan individu untuk mengoordinasikan dan memberikan arahan pada kelompok yang tergabung di dalam wadah tertentu. AF : “Kami berempat tidak pernah merasa begitu.. kita kekeluargaan … Dari masalah semuanya di sharing bersama. Jadi tidak ada merasa Saya atau kami lebih tinggi dari yang lain.. bahkan kalau Saya pribadi Saya merasa kurang dibanding yang lain….dari mungkin pengambilan keputusan, Saya tidak bisa dominan, lebih bersama-sama.” Pada hal ini terlihat bahwa kepemimpinan yang dirasakan oleh AF tidak dapat berpihak pada salah satu orang tertentu dalam tim. Tim yang memiliki wewenang dalam kepemilikan perusahaan tidak membebankan pengambilan keputusan pada seseorang saja. Pengambilan keputusan yang selalu diambil melalui musyawarah menyebabkan Beliau tidak merasakan bahwa dirinya memiliki posisi pemimpin dalam usaha. Beliau juga menyatakan bahwa selama ini tidak ada penempatan posisi secara tertulis bahwa siapa pemimpin maupun bawahan dalam tim mereka. Menarik jika dilihat secara jauh bahwa dalam hal ini SM dan AF menganggap bahwa akan lebih merasakan adanya status kepemimpinan jika disahkan dalam bentuk formal atau kata lain ditetapkan sebagai pemimpin formal dalam organisasi. Sementara bagi mereka, memimpin usaha yang didirikannya tidak secara resmi membuatnya sebagai pemimpin. Meskipun SM dan AF telah dapat dimasukkan dalam wirausaha profesional, mereka tidak pernah memimpikan menjadi seorang pemimpin usaha. AF : “…. tidak pernah terpikir. Mengalir saja. ….” Berbeda dengan 4 responden lainnya mengakui bahwa mereka merupakan pemimpin usaha dan mengakui bahwa memiliki usaha merupakan cita-cita yang diharapkannya. Bagi JS, keinginan untuk memiliki usaha mulai ada sejak memulai usaha batik saat masih kuliah, namun keinginan itu tidak diiringi dengan pemahaman mengenai kewirausahaan maupun kepemimpinan dan baru terasa saat ini.
28
JS : “Kalau Saya dulu memang ingin menjalankan saja usaha batik itu dulu. Karena omset dan pengetahuan Saya belum besar, baik mengenai kepemimpinan dan penguatan jaringan masih kurang, Saya hanya hadapi bagaimana caranya dari Rp10 000 menjadi Rp20 000, minimal untuk membesarkan usaha Saya dulu. Nanti kalau usaha besar baru Saya bisa mempekerjakan orang lagi… Jadi awalnya masih belum ada kepikiran karena usahanya masih kecil” Keinginan JS untuk membuka usaha lebih besar didukung dengan keputusannya untuk mencoba mengambil kesempatan usaha mengikuti program kewirausahaan yang ada di kampus. Ketika usaha mulai berjalan dan ternyata mengalami penurunan, jiwa kepemimpinan usahanya baru dirasakan oleh JS. JS : “Pemindahan bisnis Saya dari batik ke pepaya itu. Hal itu salah satu yang (menegaskan) inilah pentingnya adanya keputusan strategis dimana ketika ada dalam ambang ketidakstabilan dalam usaha pemimpin harus mengetahui…… Pemimpin harus bisa memutuskan secara cepat….dan banyak orang yang bilang (solusi) apa (yang diberikan)…tapi keputusan-keputusan inilah yang harus diambil oleh pemimpin…” Semakin banyak keputusan yang harus diambil oleh JS dalam menjalankan usahanya, Ia semakin merasakan posisinya sebagai pemimpin usaha. Ia juga mengakui bahwa berbagai kegiatan wirausaha yang dilakukannya membuatnya bercita-cita menjadi seorang wirausaha sukses. Pendapat mengenai posisi menjadi pemimpin digambarkan oleh GG dalam bentuk moral dan tanggung jawab. GG : “Karena banyak orang yang sekarang hidup dari sini….. Dari hal itu dipicu untuk bagaimana kita membuat rencana-rencana ke depan dan terobosan-terobosan baru supaya bisa terus memberikan manfaat untuk mereka. Jadi mereka tidak harus tibatiba berhenti…. Dari moral itu terpacu terus.. “ Bagi GG, dengan memiliki karyawan yang pendapatannya bergantung pada usaha tersebut, akan mendorong Beliau untuk mencari cara agar usahanya dapat terus berjalan. Sikap inilah yang untuknya menunjukkan tanggung jawabnya sebagai pemimpin usaha dan terpacu untuk terus menjadi wirausaha. Hal yang sama juga dirasakan oleh EL. Awalnya, Ia hanya menginginkan menjadi pimpinan sebuah perusahaan tempatnya bekerja. Namun, pada saat Ia memutuskan untuk membuka usaha dan memiliki karyawan, alasan yang membuatnya merasakan menjadi pemimpin usaha tidak berbeda dengan GG. EL : “Dari awal-awal sebatas ingin jadi pimpinan kantor, inginnya seperti itu…. Ketika usaha, sudah ada yang kerja, usaha ini tidak boleh main-main, kalau usaha ini tutup yang kerja bagaimana. Dari hal itu jadi termotivasi yah… ya Saya sudah pasti merasa menjadi pemimpin..” Motivasi OS menjalani usaha disebabkan oleh kebutuhan untuk hidup sehari-hari.
29
OS : “Iya karena kalau Saya sifatnya berhenti dari usaha ini kan buat sehari-hari makan dari mana. Benar-benar Saya (usaha ini)..”. OS tidak memiliki keinginan yang besar untuk menjadi pemimpin usaha, Beliau hanya ingin memiliki pekerjaan untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Hal ini relevan dengan salah satu alasan seseorang berwirausaha menurut Winardi (2008) yaitu keinginan mendapatkan penghasilan. Mayoritas dari responden dapat merasakan identitas dirinya sebagai pemimpin usaha, namun hanya 3 dari mereka yang bercita-cita menjadi pemimpin bisnis. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kempster (2006) bahwa keinginan akan membentuk pembelajaran kepemimpinan. Kesimpulan ini tidak memasukkan keseluruhan dari penelitian mengenai wirausaha, khususnya pada wirausaha agribisnis dalam penelitian ini. Identitas responden tidak meninggikan aspirasi ke arah cita-cita sebagai pemimpin, namun tetap dapat membentuk pembelajaran kepemimpinan dari responden. Responden memiliki cara belajar yang berbeda dari pandangannya mengenai kepemimpinan. Melihat pandangan mengenai pembelajaran kepemimpinan yang diungkapkan SM menarik untuk melihat bagaimana pengaruh dari pengalaman sebelumnya dan interaksi sosial yang membentuk kepemimpinan mereka. Pengalaman Organisasi Sebanyak 2 dari 6 responden memiliki pengalaman bekerja dalam suatu perusahaan, sedangkan 4 lainnya tidak memiliki atau memiliki pengalaman sangat terbatas (kurang dari 2 tahun) bekerja di organisasi ataupun perusahaan tertentu. Pada penelitian ini, responden memiliki latar belakang pengalaman pekerjaan yang berbeda dengan alasan yang berbeda pula. JS, OS, AF, dan GG tidak pernah memiliki pengalaman bekerja menjadi karyawan sama sekali atau dalam waktu yang cukup lama. JS pernah 1 kali bekerja atau magang dalam suatu perusahaan, namun Ia merasa tidak cocok dengan sistem yang terdapat dalam perusahaan dan memutuskan untuk melanjutkan usaha yang telah dibuatnya. Rutinitas yang ada dalam sebuah sistem perusahaan membuatnya merasa lelah dan tidak ingin melanjutkan bekerja sehingga hanya bertahan dalam hitungan bulan. OS setelah menyelesaikan sekolahnya hanya mengandalkan usaha yang dibuka secara kecil-kecilan sampai kini menjadi salah satu UMKM yang cukup besar sebagai pembuat keripik. Berbeda dengan AF dan GG, mereka sudah membuat usaha semenjak masih duduk di bangku kuliah. Keberlanjutan usaha yang dirintis semenjak kuliah hingga kini membuat mereka tidak pernah berpikir untuk bekerja pada perusahaan lain mana pun. 2.
GG : “Tidak. Sebenarnya Saya bisa kerja dimana saja, di kantoran oke, di lapangan juga, hanya sampai sekarang belum pernah .. Saya tidak terpikirkan untuk kerja..tidak mau. Meneruskan yang ada saja.” AF : “….. biasanya kalau sudah kuliah kita mau kerja kemana yang benar itu kalau sudah kuliah mau menambah cabang dimana….. Nanti kalau sudah kuliah kita sudah bikin cabang lagi….” Menjadi seorang karyawan dalam suatu perusahaan memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda dengan menjadi seorang wirausaha, terutama wirausaha agribisnis yang menghadapi risiko dan tantangan yang sangat besar.
30
Minoritas dari responden yang memiliki pengalaman bekerja menjadi karyawan suatu organisasi. Terdapat faktor penolakan dalam diri responden untuk tetap berada dalam organisasi tersebut. SM : “Dulu pernah melihat bos memecat teman. Yang sudah lama itu kerjanya… tanpa mengetahui apa-apa tiba-tiba tidak dibutuhkan oleh perusahaan Dia dipecat…. Dulu berawal dari ketakutan sampai kapan kita akan diperlukan sama perusahaan. Dari hal itu berpikir bahwa kalau nanti sewaktu-waktu dipecat perusahaan, akan bagaimana, mau berbuat apa. Maka dari itu kita mempersiapkan dulu sebelum dipecat lebih baik keluar dulu karena mental setelah dipecat beda dengan mengundurkan diri. Karena secara mental, kalau ketika dipecat kita tidak siap. Kalau kita keluar kita bisa mempersiapkan dulu. Maka dari itu ketika siap, Saya keluar, walau akhirnya sempat kembali lagi karena perusahaan membutuhkan.” Bekerja untuk orang lain dapat menghambat dalam pengembangan diri. EL : “... karakter kita tidak cocok kerja sama orang. Selain karena kadang-kadang kita punya ide yang terhambat untuk dikembangkan… kerja sama orang lain terkait dengan sistem….” Oleh karena itu Beliau memutuskan untuk berhenti bekerja dan membuka usaha. Tindakan untuk keluar dari pekerjaan dan membuka sebuah usaha dapat merupakan reaksi introspeksi dan koreksi yang terjadi dari adanya hambatan (Moeljono 2003). Introspeksi biasa menjadi reaksi dari hambatan yang cenderung negatif dan koreksi menjadi reaksi ke perilaku positif. Pada kasus yang dialami oleh SM dan EL, analisis terhadap kelemahan yang dianggap menghambat mereka dalam melakukan suatu tindakan yaitu bekerja dalam sebuah sistem yang tidak diinginkannya, memberikan reaksi koreksi dengan cara membuka usaha baru. Sikap dan perilaku ini erat hubungannya dengan kedewasaan emosi seseorang yang sadar bahwa dirinya penuh dengan kekurangan. Perilaku ini yang sesuai serta dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Pada penelitian ini, responden yang memutuskan untuk berhenti bekerja dan memutuskan untuk berwirausaha disebabkan karena mereka menginginkan kepastian dalam lama bekerja serta bisa lebih mengekspresikan dirinya. Namun, bekerja juga dapat memberikan banyak pengalaman dan memberikan dampak pembelajaran pada kepemimpinan. SM : “Ada dari perusahaan…. Rasa berani. Dia memang (terkadang) suka memukul. Saya belajar dari Dia, dari kesalahan-kesalahan Dia. Orang biasanya belajarnya dari meniru ya, Dia memimpinnya juga tegas……. walau perangainya tidak baik, Saya belajar dari dia. Dari cara Dia, tidak Saya ambil semua yang baiknya Saya ambil, yang jeleknya Saya jadikan pelajaran.” EL : “…. bisa dipelajari dari kerja….” EL dan SM termasuk dalam mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi di kampus. Hal ini cukup memberikan pengalaman dan pelajaran mengenai organisasi maupun kepemimpinan.
31
EL : “Dari SMA kayaknya. SMA Saya ikut-ikut organisasi, terus kuliah juga, yang jelas tuh saya suka bandel, tidak mau nurut sama orang…” SM : “Saya banyak belajar dari Lawalata. Cara membawa tim, mengatur adik kelas, jarang orang lain dapatkan….” Penelitian yang dilakukan oleh Kempster (2006) menyatakan bahwa magang pada suatu pekerjaan akan berpengaruh terhadap pembelajaran kepemimpinan. Namun, hal ini bertentangan dengan pendapat yang disampaikan oleh EL dan AF. EL : “Sayang sekali tidak mengetahui (berwirausaha) dari awal…. padahal seharusnya dijadikan pilihan (pekerjaan) semenjak awal… Kalau Saya lihat orang yang usahanya yang udah bagus, itu karena mulainya juga cepat”. AF : “… saya awalnya hanya mengikuti alur saja, tapi akan lebih bagus kalau dimulai dengan niat..” Responden lain seperti AF dan GG meskipun belum memiliki pengalaman bekerja dengan orang lain, namun mereka telah memiliki banyak pengalaman berwirausaha. Variasi dari pengalaman itulah yang mereka sebutkan banyak memberikan pembelajaran dalam kepemimpinan. Panigoro (2013) menyatakan bahwa pemimpin yang baik adalah orang yang memiliki pengalaman dipimpin. Hal ini juga senada seperti yang diungkapkan oleh Siswountomo (2013) bahwa pengalaman menjadi anak buah akan diperlukan dalam membentuk karakter pemimpin yang baik sehingga akan mengetahui tingkat mendasar dan tidak menjadi pemimpin yang otoriter. Pembahasan mengenai pembelajaran kepemimpinan melalui organisasi yang pernah dijalani oleh responden penelitian ini memberikan hasil bahwa pengalaman organisasi yang pernah dialami oleh responden memiliki pengaruh positif terhadap pembelajaran kepemimpinan wirausaha responden. Namun disamping itu, pihak yang banyak melakukan magang ditempat lain pun menganggap bahwa dengan memulai berwirausaha dari awal akan banyak membantu dalam pengembangan usaha. Selain pengalaman dari berbagai organisasi sebelumnya, hal yang umum dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran bagi responden yaitu dengan pengalaman dalam bisnis dan lingkungan dari bisnis itu sendiri. Pengalaman Pembelajaran Kepemimpinan dalam Usaha a) Pengaruh Pengalaman dalam Bisnis Mayoritas responden merasa memiliki identitas sebagai pemimpin dalam usahanya, kecuali SM dan AF. Disamping itu, SM dan EL yang telah mengalami pengalaman bekerja pada perusahaan dalam waktu yang cukup lama telah mengambil pembelajaran mengenai kepemimpinan. Salah satu cara yang menarik untuk dilakukan untuk mengkaji mengenai pembelajaran mengenai kepemimpinan yaitu bagaimana pengalaman selama menjalani bisnis memberikan dampak pada pengembangan kepemimpinan. AF tidak menganggap dirinya sebagai seorang pemimpin namun Ia tetap menggali ilmu dan belajar untuk memajukan usahanya. 3.
AF : “… yang paling berperan adalah diri sendiri yaitu pengalaman… ketika Saya sudah ada di posisi sekarang, yang akan lebih bagus
32
jikalau kita punya niat ke arah itu, ya sudah ditempuh jalannya gimana.. kalau Saya kan dulu menjalankan saja, mengalir saja… Tapi kalau sudah sampai di sini kan kalau diniatkan bisa lebih baik lagi. Saya tidak ingin jadi pengusaha, tapi ternyata jiwa dagangnya yang keluar, niat dan memperbanyak pengalaman baik mencoba maupun dari orang lain…” OS : “….dengan karyawan dan hubungan (memasarkan) saya belajar sendiri.. awalnya saya menitipkan dagangan…saya mencoba terus” (sambil memeragakan menjual barang) EL : “Belajar dari mengalir saja, dari pengalaman juga iya… dari sharing-sharing dengan pengusaha juga… ya intinya pengalaman karena semakin banyak usia semakin banyak memberi pelajarannya…” GG : “... sharing pengalaman-pengalaman dengan teman-teman, jalanjalan ke tempat teman… ” SM : “… justru itu yang membentuk kita, dari pengalaman…” JS : “… banyak pelajaran dari kehidupan ini yang bisa kita ambil…” Pengalaman dapat menjadi pembelajaran bagi hidup. Namun, pengalaman ini tidak sebatas hanya pengalaman diri sendiri. Bagi mayoritas responden, pengalaman yang juga sangat berpengaruh terhadap pembelajaran kepemimpinan mereka adalah pengalaman dari orang lain maupun pemimpin lain. Banyaknya pelajaran yang diambil saat berdiskusi dengan para pengusaha menyebabkan EL dan OS rajin untuk mengikuti organisasi bisnis. Saat ini EL dan OS tergabung dalam organisasi bisnis yang didirikan oleh sebuah universitas sehingga mereka bisa banyak mendapatkan peluang berbagi pengalaman dan pelatihan mengenai kewirausahaan. Salah satu cara yang dilakukan oleh beberapa responden dalam meningkatkan kemampuan berwirausaha ataupun kepemimpinan yaitu mengikuti berbagai pelatihan maupun seminar mengenai kepemimpinan maupun kewirausahaan. Saat ini media pembelajaran mengenai kewirausahaan dan kepemimpinan sering dialihkan kepada lembaga pelatihan dan pendidikan. Lembaga pelatihan dan pendidikan baik formal maupun nonformal mulai banyak bermunculan untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan maupun kewirausahaan berbagai kalangan, mulai dari anak kecil, pegawai kantor, manajer perusahaan sampai dengan wirausaha. Pelatihan berupa praktik teknis dapat membantu perkembangan usaha responden. OS : “Awal mulanya hanya modal sedikit, tapi alhamdulillah dengan dapat pembinaan dari IPB mengenai cara-cara produksi dan pelabelan bisa menambah ilmu dan menambah wawasan…”. OS banyak mengikuti pelatihan mengenai cara-cara memproduksi yang diberikan secara gratis oleh IPB. Selain itu dengan bergabungnya Beliau dengan Inkubator Bisnis IPB memberikan peluang baginya untuk meningkatkan kemampuan teknis dalam proses produksi. Namun, selama ini pelatihan yang dirasakannya hanya berkisar pengelolaan produksi dan manajemen keuangan, sedangkan untuk melatih kepemimpinan dalam hal bernegosiasi dengan karyawan
33
maupun pelanggan, cara-cara mengambil keputusan belum pernah diberikan selama pelatihan. OS : “….dengan karyawan dan hubungan (memasarkan) saya belajar sendiri.. “ b) Pengaruh Pelatihan dan Pendidikan Formal Pelatihan dan pengembangan yang diterima responden merupakan tambahan dari bentukan lingkungan yang diterima. GG : “Jiwa kepemimpinan dan jiwa kewirausahaan itu sebenarnya udah ada di dasar setiap orang, …. tapi sebenarnya bisa ditumbuhkan, bisa dilatihkan, bisa diciptakan…. lingkungannya yang membuat saya bisa mandiri, kalau pelatihan dan pengembangan untuk polesan saja. Lebih ke internal dan lingkungan saja.…” JS : “…. tidak bisa menilai (antara pengalaman dan pelatihan) yang paling berpengaruh…. Itu berpengaruh atau tidak yang menilai yang saya pimpin…. saya langsung mengaplikasikan ilmu baru yang saya dapat…. ” GG : “Pelatihan didapat setelah tahun 2007,..pernah pelatihan bisnis selama setahun itu yang paling kerasa. Yang lainnya tidak terlalu penting….. terkadang cuma menghabiskan uang negara saja. Ada efek tapi gak terlalu besar… gak terlalu terasa…. Bukan masalah lama atau tidaknya…” Beberapa responden juga pernah mendapatkan pendidikan formal di bangku kuliah mengenai kepemimpinan dan manajemen. Pendidikan tersebut dapat memberikan dampak terhadap pembelajaran kepemimpinan responden. GG : “Sebenarnya yang kita pelajari di kampus itu masuk…. Bisa. Itu kan seharusnya dasar, tapi tidak semua orang berpikir ke situ….” SM : “..bisa dipelajari lewat formal, tapi harus ada praktiknya juga….” JS : “justru karena saya mengambil (mata kuliah) itu, saya jadi begini…” Pengalaman yang diingatnya mengenai seminar mengenai kepemimpinan yang diikutinya dirasakan tidak berdampak secara langsung karena hanya menjadi penambah dan pengoreksi sikap kepemimpinan yang telah diterapkannya. Moeljono (2003) menyatakan bahwa yang penting adalah beyond leadership, yaitu ketika kepemimpinan sebagai pengetahuan, ilmu, dan nilai diterapkan di dalam praktik. Menurutnya, saat ini banyak lembaga yang mengadakan seminar maupun pelatihan mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan namun kurang dapat dimaknai isinya dan hanya formalitas saja. Ia menyatakan bahwa untuk mendapatkan esensi dari seminar maupun pelatihan yang diikuti harus benarbenar diniatkan dan memang ditujukan untuk melahirkan seorang wirausaha yang baik. EL awalnya tidak terpikirkan akan menjadi seorang pengusaha. Oleh sebab itu, Beliau bisa dibilang tidak pernah mengikuti pelatihan dan pendidikan mengenai kewirausahaan selama masa kuliah. Namun, ketika pandangan
34
mengenai kewirausahaan mulai berubah, EL pun giat mengikuti berbagai seminar maupun pelatihan kewirausahaan dari mulai tingkat kota sampai provinsi. Selain seminar mengenai kewirausahaan, kegiatan yang banyak mendorong EL untuk menambah motivasi yaitu adalah dengan berdiskusi dan mendengar cerita dari teman-teman pengusahanya. EL : “Berbeda berbicara dengan sesama pengusaha dengan orang lain, motivasinya beda… Saya senang berbicara sama orang yang punya usaha baik besar atau kecil karena nanti secara mental berbeda…secara motivasi lebih kuat..” Meskipun EL belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai seminar dan pelatihan khusus untuk kepemimpinan, ketika ditanyakan apakah pelatihan yang diberikan memberikan pengaruh dalam pembelajarannya memimpin, Ia mengatakan: EL : “Ada. Kan kita belajar dan mendapat informasi, cara menangani karyawan dengan sharing dengan orang lain, dari pelatihan dan yang harus banyak diikuti itu naluri juga.. Belajar dari pengalaman karena semakin lama manusia bisa semakin matang berpikirnya…” Pada hal ini berarti yang dibutuhkan bukan hanya pelatihan namun juga naluri dan belajar melalui pengalaman. AF berpendapat bahwa untuk dapat belajar dan berlatih mengenai kepemimpinan maka yang paling dibutuhkan adalah belajar dari yang ahli (pengusaha) dan tetap diimbangi dengan praktik di lapangan. Ia tidak pernah mengikuti pelatihan maupun pendidikan mengenai kewirausahaan maupun kepemimpinan karena menurutnya kepemimpinan tidak dapat diajarkan melalui pendidikan dan pelatihan formal. Padahal apabila dilihat lebih dalam, sosok AF merupakan sosok yang tidak asing berperan sebagai motivator dalam acara-acara seminar kewirausahaan. Baginya, pembelajaran yang diperlukannya sekarang bukan melalui pelatihan atau pembelajaran formal lainnya namun menggali pengalaman diri sendiri termasuk pengalaman idolanya Rasulullah SAW. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan TH bahwa dalam mengembangkan kepemimpinan dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang dapat didelegasikan kepada lembaga pelatihan, namun juga organisasi itu sendiri yang memberikan kesempatan dalam pengembangan karir. Lembaga pendidikan menjadi salah satu alat yang digunakan oleh responden dalam meningkatkan keahlian memimpin. Lembaga-lembaga pendidikan nonformal dalam Wibawa (2011) memiliki 5 peran penting, yaitu: 1. Membangkitkan kesadaran masyarakat, yaitu untuk menyadarkan masyarakat tentang struktur dan strategi perubahan sosial serta dimensi multikultural sebagai modal partisipasi dan bertindak secara efektif. 2. Menyampaikan informasi, yaitu memberikan informasi yang relevan mengenai masalah yang sedang dihadapi. 3. Mengonfrontasi yaitu peran yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang ada setelah adanya pertimbangan bahwa kalau kondisi yang ada sekarang terjadi tetap dibiarkan maka keadaan akan dapat semakin memburuk.
35
4. Pelatihan yakni peran spesifik yang secara mendasar berfokus pada pengajaran masyarakat cara untuk melakukan sesuatu. 5. Pendidikan kepemimpinan, yaitu peran pendidikan yang melahirkan kepribadian dan kecerdasan akal budi bagi warga untuk belajar agar berani dalam hal pengambilan keputusan yang menentukan hajat hidup orang banyak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Umar (2011) menyatakan bahwa ada pengaruh hasil outbound training terhadap peningkatan karakter kepemimpinan pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Mayoritas responden (83%) pernah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan mengenai kewirausahaan maupun kepemimpinan, namun efek yang diterima dari seminar maupun pelatihan bagi responden memiliki dampak yang berbeda. Namun dari percakapan yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh responden bukan hanya pelatihan mengenai kepemimpinan, namun juga memperbanyak pengalaman dengan praktik dan latihan, serta berkomunikasi secara mendalam dengan sesama pengusaha untuk menggali pengalaman dari sumber lain. Pengalaman yang dikumpulkan oleh responden dapat memengaruhi pembelajaran mengenai kepemimpinan sehingga akan menarik jika melihat lebih jauh pengalaman mengenai kepemimpinan dengan faktor utama pembentuk karakter, yaitu lingkungan keluarga. Pengaruh Lingkungan Keluarga Lingkungan terdekat manusia adalah keluarga. Keluarga memiliki banyak peluang untuk memengaruhi seseorang. Keenam responden tidak merasakan pengaruh untuk berwirausaha secara langsung dari kedua orang tua. Latar belakang orang tua responden mayoritas adalah sebagai pegawai.
4.
JS : “Orang tua Saya dua-duanya pegawai negeri. Dengan kondisi orang tua Saya yang hanya pegawai biasa, Saya sering melihat mereka diperlakukan tidak benar. Kadang suka dijailin dan dizholimi oleh orang yang pangkatnya lebih tinggi. Hal ini sempat memberikan pikiran dendam pada Saya untuk memimpin dan menghancurkan orang tersebut dalam instansi tersebut. Namun, ada pikiran baik bahwa Saya tidak bisa menjadi seperti orang tua Saya untuk dapat naik menjadi pemimpin. Jadi caranya Saya harus menjadi seorang pemimpin sendiri dimana Saya menjadi wirausaha, memiliki pekerja dan tidak melakukan hal itu. Jadi sejak itu Saya bekerja keras untuk dapat menjadi wirausaha dan pemimpin…” AF : “Kalau leadership, Bapak saya pimpinan. Tapi orang tua tidak diktator, paling mengarahkan. Kita mau bagaimana, nanti ngasih pertimbangan….. Tidak ada dorongan berwirausaha …” GG : “Keinginan sendiri, biar bisa punya uang buat jajan. Orang tua tidak mengarahkan sendiri…...” ON : “Kalau dari orang tua mah tidak ada, paling dibilangin kalau lulus sekolah harus kerja apa, tapi kalau usaha ini pikiran saya sendiri..”
36
Penelitian yang dilakukan oleh Suhati dan Sirine (2011) menyatakan bahwa dalam lingkungan keluarga khususnya orang tua yang memiliki latar belakang sebagai wirausaha maka akan memengaruhi motivasi kewirausahaan pada mahasiswa. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk perilaku dari anak baik secara positif maupun negatif. Dorongan untuk menjadi pemimpin usaha karena pengaruh dari orang tua secara tidak langsung juga dirasakan oleh GG. Orang tua GG yang juga bekerja sebagai pegawai memberikan gambaran akan sulitnya bekerja untuk orang lain sehingga GG memutuskan untuk tetap berwirausaha dan mengembangkan usahanya untuk orang tuanya. GG : “Orang tua tau gak enaknya jadi ya secara gak langsung diarahkan buat gak jadi pekerja….. Orang tua tidak pernah melarang, saya jualan tidak pernah dilarang… biarkan saja..” Terkait pengalaman bersama keluarga yang dapat membentuk kepemimpinan, hanya 2 orang responden yang dapat mengingat dan menceritakan kembali yaitu EL dan SM. EL mengatakan, meskipun Ia tidak pernah dididik untuk menjadi wirausaha, Ia ingat bagaimana orang tua selalu mengajarkan mengenai kreativitas dan keberanian yang harus dimilikinya karena 2 hal tersebut adalah hal penting untuk menjadi pemimpin. EL : “Ayah Saya kreatif. Dia banyak membuat berbagai macam barang dan mengajarkan Saya untuk kreatif. Dia juga mengajarkan untuk berani menghadapi orang-orang yang mengganggu Saya dan Saya sadar itulah yang membentuk jiwa kepemimpinan saya.” SM juga mengalami hal yang hampir serupa. Meskipun Ia tidak didorong secara langsung untuk menjadi seorang pemimpin namun kegiatan semasa kecil diarahkan oleh ayahnya untuk dapat memimpin dan mengatur pekerja. SM : “Saya pernah disuruh Bapak mengawasi yang panen..” Penelitian yang dilakukan oleh Kempster dan Cope (2010) memperlihatkan bahwa keluarga menjadi kerangka simbolik yang sangat kuat dalam membimbing pengertian kepemimpinan sebagai model peran signifikan kewirausahaan. Motivasi berwirausaha yang diberikan oleh keluarga responden berbeda-beda. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas wirausaha agribisnis tidak mendapat dukungan secara langsung yang dapat memberinya pelajaran mengenai kepemimpinan bisnis. Namun, hal tersebut tidak menghambat para responden untuk dapat melatih kepemimpinan mereka dalam berwirausaha.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Studi ini membahas mengenai pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis dengan menggunakan 4 tema dominan. Bagi responden,
37
pengalaman dalam bisnis memberikan pengaruh paling besar terhadap pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis. Tidak ada pengaruh besar yang dirasakan oleh responden dari pelatihan mengenai kewirausahaan yang didapatkan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pembelajaran mengenai kepemimpinan didapatkan responden tanpa melalui bekerja menjadi pegawai sebelumnya serta pendidikan langsung dari orang tua.
Saran Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu : 1. Seorang wirausaha sebaiknya menyadari kedudukan sebagai pemimpin yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan keinginan dan motivasi dalam belajar mengenai kepemimpinan. 2. Pelatihan dan pengembangan kepemimpinan yang dilakukan berbagai organisasi harus dilakukan lebih serius agar berdampak positif terhadap peserta pelatihan. 3. Program pelatihan dan pengembangan kepemimpinan harus disertai dengan latihan atau praktik agar dapat diserap dengan baik oleh peserta pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA Astamoen PM. 2005. Entrepreneurship. Jakarta (ID): Penerbit Alfabeta [BPS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan tahun 2004 – 2012. Jakarta (ID): BPS [BPS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan 2004 – 2012. Jakarta (ID): BPS Buswari, Thoyib, Yuniarinto. 2004. Hubungan nilai-nilai pribadi pengusaha, strategi bisnis terhadap kinerja industrri keramik di Kota Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen. 2(3): 549-569 Chariri A. 2009. Landasan filsafat dan metode penelitian kualitatif. Disampaikan pada Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akutansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli – 1 Agustus 2009. [diunduh 2012 Des 5]. Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id /577/1/FILSAFAT__DAN_METODE_PENELITIAN_KUALITATIF.pdf Chemers MM. 2000. Leadership research and teory: A functional integration: Group Dynamic. (4)1: 27-43.doi: 10.1037//1089-2699.4.1.27 Danim. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Daryanto A dan Daryanto HKS. 1999 Februari. Model kepemimpinan dan profil pemimpin agribisnis di masa depan. Agrimedia. (5)1:6-11 Daryanto A. Februari 2007. Dituntut, jiwa wirausaha dalam agribisnis. Trobos: 56-57
38
Departemen Agribisnis FEM IPB. 2004. Business criteria sustainability. [Internet]. [diunduh 2013 Mar 12]: 1-14. Tersedia pada: http://burhan.st aff.ipb.ac.id/files/2011/01/BUSINESS-CRITERIA-SUSTAINABILITY.pdf Fahmi I. 2011. Manajemen Teori, Kasus, dan Solusi. Dimas H, editor. Bandung (ID): Alfabeta Hubeis M. 1997. Strategi peningkatan kewirausahaan [komunikasi singkat]. Bul Teknol dan Industri Pangan. 8(2):71-73 ITB News. 2013. Arifin Panigoro dan Susilo Siswountomo berikan seminar kepemimpinan bagi mahasiswa ITB. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 13]. Tersedia pada : www.itb.ac.id/news/itb_berita_3837.pdf Kartono. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada Kempster S and Cope J. 2010. Learning to lead in the entrepreneurial context. International Journal of Entrepreneurial Behaviour and Research. 16(1): 5-34 Kempster S. 2006. Leadership Learning Through Lived Experience: A Process of apprenticeship?. Journal of Management and Organization. 12:4-22 Longenecker J G, Moore C W, Petty J W. 2001. Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil . Jakarta (ID): Salemba Empat Maarif MS. 1999 Februari. Kepemimpinan : Kunci keberhasilan pengembangan agribisnis dan agroindustri dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Agrimedia. 5: 2-5 Moeljono D. 2003. Beyond Leadership : 12 Konsep Kepemimpinan. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo Nindito S. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang konstruksi makna dan realitas dalam ilmu sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi. 2(1): 79-94 Santra I Ketut. 2009. Adopsi model competency based training dalam kewirausahaan. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 11(2): 109-115 Saragih B. 2010. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor (ID): IPB Press Setianingsih dkk. [tahun tidak diketahui]. Implementasi mata kuliah kewirausahaan terhadap minat berwirausaha (Studi pada mahasiswa pascasarjana Universitas Jember). [Internet]. [diunduh 2013 Mar 6]: 83-97. Tersedia pada http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/segmen/article/view /34/89 Sriyana J. 2010. Strategi pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM): Studi kasus di Kabupaten Bantul. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif [Internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Yogyakarta (ID). hlm 79-103; [diunduh 2013 Maret 11]. Tersedia pada: http://dppm.uii.ac.id/dokumen/dikti/files/DPPM-UII_09._79-03_STRATE GI_PENGEMBANGAN_USAHA_KECIL_DAN_MENENGAH_(UKM).p df Suhati, Sirine. 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap niat kewirausahaan (Entrepreneurial Intention) (Studi terhadap mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 13(2):124-134 Suryana, Bayu. 2010. Kewirausahaan: Pendekatan Karakteristik Wirausahawan Sukses. Jakarta (ID): Prenada Media Group
39
Susanto Adi. 2002. Kewiraswastaan. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia Thoyib A. 2005. Hubungan kepemimpinan, budaya, strategi, dan kinerja: Pendekatan konsep. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 7(1): 60-73 Umar T. 2011. Pengaruh outbond training terhadap peningkatan rasa percaya diri kepemimpinan dan kerjasama tim (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tunas Pembangunan Surakarta). Jurnal Ilmiah Spirit. 11(3):59-69 Wibawa L. 2011. Peranan pendidikan nonformal dalam pendidikan dan latihan kepemimpinan. Proceeding Seminar Nasional Jurusan PLS FIP UNY [Internet]. [diunduh 2013 Maret 9]. Tersedia pada: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Peranan%20Pendidikan%20Nonfor mal%20dalam%20Pendidikan%20dan%20Latihan%20Kepemimpinan.pdf Wijayanti. [tahun tidak diketahui]. Empowerment dalam transformational leadership untuk mendukung performance karyawan. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 11]: 1-15. Tersedia pada ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ segmen/article/view/23/85 Winardi J. 2008. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group Yukl G. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta (ID): PT Indeks. Ed ke-5 Zimmerer et al. 2008. Manajemen Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Deny AK dan Dewi F, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Essential of Entrepreneurship and Small Business.
40
41
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Hanna Mila Hasianna. Penulis dilahirkan dari pasangan ayah Lodewyk Simamora (alm) dan ibu Media Karkita Widjawati di Bekasi pada tanggal 6 Januari 1991. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bekasi dan melanjutkan kuliah di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kepecintaalaman LAWALATA IPB dengan menduduki posisi sebagai Sekretaris Umum pada tahun 2010-2012 dan organisasi kewirausahaan Century IPB sebagai staf divisi akademik. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan, diantaranya Seminar Climate Change tahun 2010, Jambore Antar Fakultas dan TPB X tahun 2011, seminar Ekspedisi Lawalata tahun 2011, Save Our Situ 2011-2012, Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional tahun 2012 dan Lawalata Mendunia tahun 2012. Penulis pernah mengikuti berbagai macam kegiatan penelitian maupun kewirausahaan. Kegiatan penelitian yang pernah dilakukan penulis yaitu Studi Pelestarian Kakatua Seram (Cacatua mollucensis) di Taman Nasional Manusela Maluku Tengah tahun 2010, Studi Etnofitomedika Suku Dayak Kanayatn di Desa Selange, Kecamatan Meranti, Kalimantan Barat tahun 2012 serta Studi Pelestarian Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Suaka Margasatwa Cikepuh, Jawa Barat pada tahun 2012 yang didukung melalui program PKM-P dari Dikti. Selanjutnya, kegiatan kewirausahaan yang pernah diikuti penulis yaitu menjadi salah satu penerima dana Program Kewirausahaan Mahasiswa CDA IPB tahun 2012 dan menjadi juara II dalam lomba Sharia Economic Business Competition pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam kegiatan sosial yang didirikan oleh Paguyuban Karya Salemba Empat IPB sebagai pengajar untuk anak-anak sekolah dasar.