MELIHAT AGRIBISNIS SEBAGAI PELUANG WIRAUSAHA
Slamet Widodo
Apa itu agribisnis? Seringkali kita mendengar istilah agribisnis, bahkan di kampus kita sendiri terdapat sebuah program studi yang bernama agribisnis. Salah satu langkah yang paling mudah dalam memahami sebuah istilah adalah dengan menggunakan pendekatan bahasa atau harfiah. Soekartawi (1993) mengemukakan bahwa agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha komersial dalam dunia perdagangan. Pertanian sendiri mempunyai dua pengertian, yaitu pertanian dalam arti sempit dan pertanian dalam arti luas. Dalam arti sempit, pertanian menunjuk pada kegiatan pertanian rakyat berupa cocok tanam atau melakukan budidaya tanaman pangan atau tanaman semusim seperti padi, jagung, kedele, ubi kayu, dan sebagainya. Sedangkan pertanian dalam arti luas meliputi pertanian dalam arti sempit, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Banyak pendapat tentang batasan dan ruang lingkup agribisnis, tergantung pada unit dan tujuan analisis. Secara tradisional, oleh Biere (1988) agribisnis diartikan sebagai aktivitasaktivitas di luar pintu gerbang usahatani (beyond the farm gate, offfarm) yang meliputi kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi usahatani, kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan beserta perdagangannya, dan kegiatan yang menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti misalnya perbankan, angkutan, asuransi atau penyimpanan. Dalam agribisnis, segala aktivitas pertanian didasarkan pada prinsip ekonomi sehingga agribisnis menurut Downey dan Erickson (1987) terdiri dari tiga sektor secara ekonomi saling berkaitan. Ketiga sektor agribisnis tersebut
1
adalah (a) the input supply sector, (b) the farm production sector, dan (c) the product marketing sector. Keterkaitan antara ketiga sektor tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. The input supply sector atau sektor pemasok input pertanian merupakan sektor yang memberikan pasokan bahan dan peralatan pertanian untuk beroperasinya the farm production sector (Beierlein. dkk., 1986). Sektor ini memasok pakan ternak atau ikan, benih, pupuk, bahan bakar minyak, pestisida, alat, mesin pertanian, dan sebagainya. Istilah yang seringkali digunakan adalah saprodi (sarana produksi) atau saprotan (sarana produksi pertanian).
Gambar 1. Keterkaitan Input, Budidaya dan Pemasaran dalam Agribisnis The farm production sector atau sektor budidaya pertanian merupakan sektor yang mengubah input pertanian menjadi output atau komoditas primer hasil pertanian. Sektor ini meliputi pertanian dalam arti luas, yaitu budidaya tanaman, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Komoditas primer yang dihasilkan oleh sektor ini adalah bahan pangan (padi, jagung, kedele, dan sebagainya), daging,
2
ikan, telur, susu, sayur atau hortikultura, serat, dan kayu. The product marketing sector atau pemasaran hasil pertanian melibatkan individu atau perusahaan yang menangani dan mengolah komoditas primer hasil budidaya pertanian sampai ke konsumen akhir. Branson dan Norvel (1983) mendefinisikan pemasaran sebagai proses memenuhi kebutuhan manusia dengan menghadirkan produk kepada mereka dalam bentuk yang cocok serta pada tempat dan waktu yang tepat. Adanya perubahanperubahan dalam struktur produksi pertanian dan semakin meningkatnya kebutuhan koordinasi baik secara horizontal maupun vertikal dalam sektor agribisnis dipandang perlu untuk memperluas definisi tradisional di atas. Definisi yang lebih lengkap mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis yaitu Davis dan Goldberg (1987) sebagai berikut: "Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production activities on the farm; and storage, processing and distribution of commodities and items made from them". Definisi inilah yang sekarang sering digunakan dalam literatur manajemen agribisnis (Sonka dan Hudson 1989). Antara definisi yang diajukan oleh Davis dan Goldberg dengan pandangan tradisional mengenai sektor agribisnis terdapat perbedaan yang sangat penting. Perbedaan yang pertama adalah definisi Davis dan Goldberg secara eksplisit memasukkan subsektor produksi pertanian menjadi bagian dari sektor agribisnis. Perbedaan yang kedua, dalam definisi Davis dan Goldberg memasukkan pula konsumen sebagai bagian dari sektor agribisnis. Salah satu alasan yang penting untuk memasukkan konsumen dalam sektor agribisnis adalah pengakuan tentang adanya permintaan konsumen yang selalu meningkat terhadap produkproduk baru dan dampak yang ditimbulkannya pada produksi, pengolahan dan distribusi produk. Oleh karena itu, keberhasilan usaha dalam sektor agribisnis membutuhkan pemahaman tentang kebutuhan, kegunaan dan preferensi konsumen baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Peran agribisnis dalam perekonomian
3
Ditinjau dari struktur perekonomian nasional, sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam kontribusinya terhadap PDB. Pada saat krisis, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB mengalami peningkatan paling besar dibanding sektor lainnya. Dari segi penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2003 sektor pertanian mampu menyerap sekitar 46 persen, paling tinggi di antara sektorsektor lain (Yudhoyono, 2004). Disisi lain kita perlu mencermati menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dimana mulai tahun 19691973 atau Pelita I kontribusi sektor pertanian sebesar 33,69 %) sedangkan pada akhir tahun 2004 tercatat kontribusi sektor pertanian terhadap struktur perekonomian nasional sebesar 15,39% (Berita Resmi StatistikBPS, 2004). Peranan atau sumbangan agribisnis terhadap output nasional di berbagai negara diperlihatkan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa peranan sektor pertanian dalam perekonomian cenderung menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Hal ini mencerminkan suatu proses tranformasi struktural. Pada Tabel 1, India yang pendapatan per kapitanya paling rendah dibandingkan dengan negaranegara lain, sektor pertaniannya mempunyai sumbangan yang paling tinggi sebesar 27 persen terhadap GDP (Gross Domestic Product), sebaliknya Amerika Serikat yang mempunyai pendapatan per kapita paling tinggi, sektor pertaniannya mempunyai sumbangan yang paling kecil sebesar 1 persen terhadap GDP. Tabel 1. Pangsa agribisnis dalam GDP di beberapa negara Negara Pertanian
Filipina India Thailand Indonesia Malaysia Korea Selatan Chili Argentina Brasil Meksiko Amerika Serikat
21 27 11 20 13 8 9 11 8 9 1
Pangsa dalam GDP (%) Industri dan Agribisnis Jasa Pertanian
50 41 43 33 36 36 34 29 30 27 13
71 68 54 53 49 44 43 39 38 37 14
Pangsa Industri dan Jasa dalam Agribisnis (%)
70 60 79 63 73 82 79 73 79 75 91
4
Sumber: Pryor and Holt (2004).
Dari pengalaman negara maju maupun negara berkembang, nilai tambah (value added) terbesar dalam sektor agribisnis ternyata berada di bagian hulu dan hilir. Pada tabel 1 terlihat bahwa sumbangan relatif industri dan jasa pertanian jauh melampaui sumbangan relatif sektor pertanian dalam GDP. Salah satu hal yang menarik untuk disimak dalam tabel 1 adalah besarnya sumbangan relatif agribisnis Amerika Serikat dalam perekonomiannya. Walaupun sumbangan relatif sektor pertaniannya terhadap GDP hanya sebesar 1 persen, namun sumbangan relatif sektor agribisnisnya terhadap GDP adalah 14 kali lipat dari sumbangan sektor pertanian. Hal ini berarti bahwa pangsa industri dan jasa pertanian dalam agribisnis adalah sangat tinggi, yaitu sebesar 91 persen. Belajar dari pengalaman Amerika Serikat ini, negaranegara berkembang seperti Indonesia masih memiliki ruang gerak yang luas bagi pengembangan sektor agribisnis. Pada tabel 1 terlihat bahwa pangsa industri dan jasa pertanian dalam agribisnis di Indonesia masih sebesar 63 persen, terendah dibandingkan dengan negaranegara contoh lainnya. Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu, usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih dalam Pasaribu (1999), batasan agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsurunsur kegiatan : (1) prapanen, (2) panen, (3) pascapanen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang
5
akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional (Sumodiningrat, 2000). Perkembangan agribisnis di Indonesia sebagian besar telah mencakup subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem penunjang, sedangkan subsistem hilir masih belum berkembang secara maksimal. Industri pupuk dan alatalat pertanian telah berkembang dengan baik sejak Pelita I hingga saat ini. Telah banyak diperkenalkan bibit atau varietas unggul dalam berbagai komoditi untuk peningkatan produksi hasil pertanian. Demikian juga telah diperkenalkan teknikteknik bertani, beternak, berkebun, dan bertambak yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Subsistem penunjang yang bersifat fisik dan fiskal telah lama diperkenalkan kepada para petani. Jaringan irigasi telah banyak dibangun yang mampu mengairi jutaan hektar sawah dan lahan pertanian lainnya, untuk meningkatkan produksi pertanian. Demikian juga fasilitas kredit pertanian telah lama diterapkan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran berbagai komoditi pertanian. Meskipun sudah banyak yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya mengembangkan agribisnis, tetapi masih terdapat berbagai kendala, terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional serta kontinuitas produksi sesuai dengan permintaan pasar maupun untuk mampu mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian. Salah satu alternatif untuk menjaga kontinuitas dari kualitas produk adalah dengan mengembangkan kegiatan agribisnis disesuaikan dengan potensi sumber daya alam. Agribisnis masih menjanjikan Krisis ekonomi yang melanda bangsa kita tidak serta merta menjadikan sektor agribisnis menjadi terpuruk. Agribisnis masih menjadi sektor primadona dan layak untuk dikembangkan. Ketika berbicara agribisnis secara tidak langsung kita akan berbicara menganai kebutuhan pokoki manusia. Diakui atau tidak agribisnis dapat diidentikkan dengan kebutuhan pangan. Salah satu produk
6
agribisnis adalah bahan makanan, suatau kebutuhan mendasar bagi manusia. Oleh karenanya agribisnis merupakan sektor yang terus senantiasa menjadi kebutuhan bagi manusia di seluruh dunia ini. Indonesia dengan jumlah penduduk hampir 250 juta jiwa merupakan pasar yang sangat prospektif bagi usaha di bidang agribisnis. Mengandalkan pasar dalam negeri saja, usaha agribisnis sudah mampu memberikan keuntungan yang sangat menjanjikan, apalagi jika mampu mengakses pasar luar negeri. Posisi geografis Indonesia yang sangat strategis berada di tengah jalur perdagangan internasional sangat menguntungkan. Benua Asia merupakan benua terpadat penduduknya di dunia. Dua negara dengan potensi pasar yang cukup besar yaitu China dan India bisa menjadi peluang dalam pemasaran produk agribisnis yang kita hasilkan. Namun demikian, dibalik peluang tersebut ancaman juga senantiasa menghadang. Persaingan dengan negaranegara di Asia terlebih di era perdagangan bebas saat ini juga menjadi permasalahan pelik yang perlu untuk diperhatikan. Seperti kita ketahui bersama, produk agribisnis impor dengan sangat mudah membanjiri negara kita. Lihat saja di pasar modern, pasar tradisional hingga lapak pedagang kaki lima, produk impor semakin merajalela. Kita dengan mudah menjumpai Apel Fuji dibandingkan Apel Manalagi. Bahkan untuk membuat tempe dan tahu, makanan tradisional asli Indonesia saja kedelainya berasal dari impor. Pada era perdagangan bebas ini mau tidak mau kita harus siap dengan persaingan terbuka dengan negara lain, pun demikian peluang pasar juga semakin terbuka lebar, tak ubahnya seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Selain strategis pada sisi pasar, Indonesia juga terletak pada daerah tropis dengan potensi sumber daya alam berlimpah. Potesi pertanian cocok tanam masih bisa diandalkan disamping potensi laut yang sangat luas dan masih belum tergarap dengan baik. Sebagian besar lahan kita termasuk dalam lahan subur dan siap dikembangkan menjadi lahan produktif untuk aneka jenis tanaman pangan dan perkebunan. Hutan kita mampu memberikan hasil berupa kayukayu terbaiknya untuk mendukung berbagai jenis industri. Pengelolaan sumber daya alam yang
7
berlimpah tentu saja harus dengan cara yang bijaksana sehingga mampu meminimalisir dampak lingkungan. Potensi kelautan Indonesia juga masih belum dimanfaatkan dengan maksimal. Justru angka pencurian ikan di Indonesia masih cukup tinggi, sehingga sudah selayaknya kita sendiri yang harus memanfaatkannya untuk sebesarbesar kesejahteraan rakyat. Belajar dari pesantren Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang sangat mengakar di masyarakat. Sebagai lembaga yang telah mengakar dan telah menjadi bagian sosiokultural masyarakat, pesantren memiliki peluang sebagai salah satu penggerak ekonomi. Sebagian besar pesantren berada di daerah pedesaan sehingga potensi pertanian menjadi salah satu alternatif kegiatan pemberdayaan ekonomi pesantren. Konsep pengembangan pertanian yang dilakukan di pesantren sudah seharusnya menggunakan pendekatan agribisnis. Sebagai suatu sistem, agribisnis akan memberikan nilai tambah melalui kegiatankegiatan subsistem yang ada di dalamnya. Madura memiliki pondok pesantren dengan jumlah yang besar dan tersebar hingga pelosok pedesaan. Jumlah yang cukup banyak tersebut memberikan suatu potensi yang sangat menjanjikan apabila dikembangkan nantinya. Pengembangan agribisnis pesantren haruslah sesuai dengan sosiokultural masyarakat setempat. Agribisnis pesantren telah banyak dikembangkan oleh beberapa pondok pesantren modern. Bahkan, Departemen Pertanian telah memiliki program pengembangan agribisnis pada kelembagaan yang mengakar pada masyarakat, salah satunya adalah lembaga agama. Lembaga tradisional yang telah lama ada dapat dijadikan sebagai motor penggerak dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat utamanya masyarakat pedesaan. Pondok Pesantren AnNafi’iyah berada di Desa Kampak Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan. Jarak dari ibu kota Kabupaten Bangkalan sekitar 22
8
kilometer. Pondok pesantren ini memiliki luas areal lahan 4 hektar yang berada pada ketinggian 200 meter diatas permukaan laut, suatu topografi yang cukup tinggi untuk ukuran Pulau Madura. Lokasi yang mendukung tersebut menjadikan Pondok Pesantren AnNafi’iyah memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan usaha produktif terutama di bidang agribisnis. Pondok pesantren AnNafi’iyah mempunyai beberapa bidang usaha agribisnis, yaitu peternakan dan industri pengolahan hasil pertanian. Semua bidang usaha tersebut diusahakan dalam satu lokasi di areal pondok pesantren. Pertimbangan pemilihan lokasi lebih diutamakan pada ketersediaan lahan yang tidak produktif, sehingga perlu diambil langkahlangkah untuk memanfaatkan lahan tersebut. Selain itu pemilihan lokasi usaha di dalam areal pondok pesantren memberi keuntungan berupa kemudahan dalam pengelolaan serta membuka peluang bagi santri untuk terlibat langsung dalam hal teknis maupun manajemen usaha. Apabila ditinjau dari aspek biologis, pemilihan lokasi usaha yang berdekatan sangat menguntungkan. Limbah yang dihasilkan oleh masingmasing usaha dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai input produksi usaha lainnya. Apabila ditinjau lebih jauh, pemilihan lokasi usaha yang relatif berdekatan dalam satu lokasi memberikan manfaat berupa pemanfaatan limbah produksi. Limbah produksi pada satu bidang usaha akan dapat dimanfaatkan sebagai input untuk produksi usaha lainnya. Sebagai contoh, limbah yang dihasilkan oleh produksi tahu merupakan salah satu input yang sangat penting dalam usaha ternak kambing. Ampas tahu memiliki kandungan protein yang tinggi. Pemberian ampas tahu merupakan salah satu strategi dalam menghadapi musim kemarau panjang yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan hijauan pakan ternak. Penggunaan ampas tahu juga dapat mengurangi biaya produksi terutama untuk pembelian pakan konsentrat.
Usaha pembuatan tahu
Peternakan kambing Pakan ternak (ampas tahu)
9
Gambar 2. Hubungan antar usaha agribisnis di Ponpes AnNafi’iyah Lokasi yang berdekatan dengan pondok pesantren memberikan kemudahan bagi pengelola pondok pesantren untuk mengelola usaha yang dikembangkan. Tujuan pengembangan usaha agribisnis oleh pondok pesantren selain untuk menambah pemasukan finansial bagi pengembangan pondok pesantren juga sebagai sarana pendidikan dan pelatihan bagi santri yang ada. Pendidikan yang ditujukan pada santri tidak saja terbatas pada pendidikan agama serta pendidikan formal, namun juga pada pengembangan jiwa kewirausahaan. Pemberian bekal keterampilan dalam bidang agribisnis pada santri diharapkan mampu membentuk santri yang tangguh dalam menghadapi persaingan setelah lepas dari pondok pesantren. Terlebih saat ini persaingan kerja yang sangat ketat menuntut alumni pondok pesantren untuk dapat mandiri dan berwirausaha, terutama dalam bidang agribisnis. Dalam pelaksanaan usaha agribisnis, pihak pondok pesantren melibatkan santri terutama sebagai sarana pelatihan teknis bagi santri. Selain itu, bagi santri yang kurang mampu dapat bekerja paruh waktu untuk mendapatkan penghasilan berupa beasiswa. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan agribisnis pesantren cenderung positif. Masyarakat sekitar pondok menyatakan bahwa usaha produktif terutama di bidang agribisnis yang dikembangkan oleh pondok pesantren tidak bertentangan dengan nilai budaya Islam. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang sebagian besar berada di daerah pedesaan seharusnya mampu menjadi penggerak ekonomi pedesaan. Usaha produktif yang dikembangkan oleh pondok pesantren memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar pondok berupa peningkatan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. Pondok pesantren An Nafi’iyah mempunyai lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga tingkat lanjutan atas. Selama ini pendidikan formal yang
10
diselenggarakan oleh pondok pesantren telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Biaya yang relatif terjangkau menjadi salah satu alasan utama untuk memilih sekolah bagi anakanak mereka. Pertimbangan lain adalah lokasi yang dekat sehingga dapat mengurangi biaya transportasi. Masyarakat sekitar pondok memahami bahwa dengan adanya usaha produktif yang dikembangkan oleh pondok pesantren akan mampu menghasilkan pendapatan bagi pondok untuk mengelola berbagai kegiatan yang dijalankan. Peningkatan kualitas pendidikan juga sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar, mulai dari penambahan jumlah guru hingga pembangunan berbagai fasilitas pendidikan. Keuntungan lain yang diperoleh oleh masyarakat adalah terbukanya akses informasi dan teknologi dalam melaksanakan usahatani. Pengelolaan usaha agribisnis yang terbuka menjadikan masyarakat dapat mengakses segala informasi tentang usaha agribisnis yang dikembangkan. Terlebih kerjasama yang dijalin oleh pondok pesantren dan instansi terkait menjadikan pondok pesantren sebagai sumber informasi bagi petani dan peternak di sekitar pondok. Persepsi positif juga diberikan oleh pihak pemerintah daerah. Usaha produktif terutama di bidang agribisnis yang dikembangkan oleh pondok pesantren AnNafi’iyah merupakan salah satu upaya meningkatkan kemandirian pondok pesantren. Selain itu, pondok pesantren diharapkan akan mampu menjadi sarana diseminasi teknologi bagi petani di daerah pedesaan. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa usaha penggemukan kambing dengan periode 6 bulan memberikan keuntungan yang lebih besar ibandingkan dengan usaha pembibitan. B/C rasio usaha penggemukan lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pembibitan, masingmasing sebesar 1,53 dan 1,37. tingkat pengembalian atas modal (ROI) usaha penggemukan kambing mencapai 52,70 % sedangkan untuk usaha pembibitan sebesar 36,75 %. Berdasarkan indikatorindikator tersebut dapat diperoleh hasil bahwa kedua model usaha peternakan ini telah layak untuk dikembangkan.
11
Tabel 2. Analisis kelayakan usaha ternak kambing dalam setiap periode No 1
2
3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Biaya Tetap Sewa lahan Penyusutan kandang Penyusutan pejantan Penyusutan indukan betina Biaya Tidak Tetap Pembelian bakalan Pakan hijauan Pakan konsentrat Ampas tahu Obatobatan Upah tenaga kerja Penerimaan Penjualan hasil Pupuk kandang Biaya Total Penerimaan Total Keuntungan (NP) ROI B/C rasio BEP volume produksi BEP harga penjualan
Pembibitan
Penggemukan
200.000 100.000 150.000 1.050.000
150.000 150.000 0 0
0 3.600.000 1.350.000 750.000 400.000 4.000.000
10.000.000 2.700.000 1.350.000 900.000 250.000 3.000.000
15.000.000 1.000.000 11.700.000 16.000.000 4.300.000 36,75 % 1,37 47 195.000
27.500.000 750.000 18.500.000 28.250.000 9.750.000 52,70 % 1,53 34 370.000
Sumber; Data primer diolah. Keterangan : Periode usaha pembibitan selama 8 bulan, sedangkan usaha penggemukan selama 6 bulan.
Usaha penggemukan kambing memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha pembibitan. Periode usaha juga lebih cepat, usaha pembibitan membutuhkan waktu minimal 8 bulan, sedangkan usaha penggemukan hanya membutuhkan waktu 6 bulan. Resiko kegagalan lebih besar pada usaha pembibitan. Resiko terbesar adalah tingkat keberhasilan hidup anak dari lahir, sapih hingga menjadi bakalan sangat bervariasi dan tergantung dengan lingkungan. Selain itu persentase bunting dan jumlah ratarata anak per kelahiran turut menentukan keberhasilan usaha ini. Pemilihan induk dan pejantan yang unggul menjadi faktor utama yang menentukan keberhasilan usaha pembibitan. Pada usaha penggemukan, resiko kegagalan usaha terbesar adalah pada fluktuasi harga pasar. Namun dengan perencanaan yang matang, musim panen
12
dapat tepat dengan musim permintaan kambing yang tinggi. Selain itu, pemasaran dapat dilakukan langsung ke rumah pemotongan hewan atau pedagang daging kambing sehingga dapat memangkas rantai pemasaran. Usaha ini dapat lebih memberikan keuntungan dengan melakukan penjualan langsung berupa karkas. Untuk menekan biaya, usaha penggemukan memanfaatkan bibit hasil usaha pembibitan sebagai bakalan. Langkah ini dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan apabila mendatangkan bakalan dari luar. Selain itu seleksi atas bakalan dapat dilakukan dengan lebih baik. Usaha menekan biaya produksi dilakukan pula dengan menggunakan limbah industri tahu sebagai bahan pakan tambahan, sehingga mengurangi penggunaan pakan konsentrat. Ditinjau dari titik impas pengembalian modal (BEP), usaha pembibitan baru dapat mencapai titik impas apabila harga yang berlaku di pasar mencapai Rp.195.000,00 dan volume produksi mencapai 47 ekor. Tingkat BEP tersebut dapat dikatakan mudah untuk dicapai, harga normal bakalan kambing di pasaran berkisar antara Rp.200.000,00 hingga Rp.300.000,00. Ratarata jumlah anak setiap kelahiran (liter size) mencapai 1,6 hingga 1,8 sehingga untuk mencapai jumlah anak sebanyak 47 ekor hanya membutuhkan angka liter size sebesar 1,34 saja. Usaha penggemukan mencapai BEP pada tingkat harga sebesar Rp.370.000,00 dan volume produksi mencapai 37 ekor. Harga normal yang berlaku di pasar untuk kambing dewasa berkisar antara Rp.450.000,00 hingga Rp.750.000,00. Tingkat mortalitas untuk kambing bakalan hingga mencapai dewasa sangat rendah, sehingga pencapaian dapat dipastikan usaha penggemukan kambing dapat melampau BEP. Usaha pembuatan tahu juga telah layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Untuk setiap proses produksi, usaha ini mampu memberikan keuntungan sebesar Rp.255.810,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp.2.230.690,00 atau dengan kata lain tingkat pengembalian atas modal (ROI) sebesar 11,47 %. Usaha ini mempunyai B/C rasio sebesar 1,11 sehingga layak untuk diusahakan. Selain dari hasil produksi tahu, usaha ini mendapatkan hasil
13
sampingan berupa ampas tahu. Ampas tahu merupakan salah satu bahan pakan bagi hewan ternak yang mempunyai nilai gizi tinggi. Tabel 2. Analisis kelayakan usaha industri tahu dalam setiap proses produksi No 1
2
3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Biaya Tetap Sewa lahan Penyusutan bangunan Penyusutan peralatan Biaya Tidak Tetap Pembelian bahan baku utama Pembelian bahan baku penunjang Biaya listrik Bahan bakar Upah tenaga kerja Penerimaan Penjualan tahu Ampas tahu Biaya Total Penerimaan Total Keuntungan (NP) ROI B/C rasio BEP volume produksi BEP harga penjualan
Jumlah 1.850 4.965 6.125 2.000.000 58.750 5.000 54.000 100.000
11,47 % 1,11 46 46.473
2.304.000 182.500 2.230.690 2.486.500 255.810
Sumber ; Data primer diolah.
Daftar Pustaka Agricultural Marketing. Mc GrawHill Book Company, New York. Sonka, S.T. and Hudson, M.A., 1989, Why Agribusiness Anyway?. Agribusiness: An International Journal 5, 30514. Beierlein, James G., Kenneth C. Schneeberger, and Donald D. Osburn. 1986. Principles of Agribusiness Management. PrenticeHall, New Jersey. Biere, A.W., 1988. 'Involvement of agricultural economics in graduate agribusiness programs: an uncomfortable linkage'. Western Journal of Agricultural Economics 13, 128133.
14
Branson, Robert E. and Douglas G. Norvell. 1983. Introduction to Agricultural Marketing. Mc GrawHill Book Company, New York. Davis, J.H. and Goldberg, R., 1987, A Concept of Agribusiness. Graduate School of Business Administration. Harvard University. Cambridge. Downey, W. David and Steven P. Erickson. 1987. Agribusiness Management, Second Edition. Mc Graw Hill Book Company, New York. Pasaribu, M., 1999. Kebijakan dan Dukungan PSDPU dalam Pengembangan Agropolitan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana. Jakarta, 3 Agustus 1999. Soekartawi. 1993. Analisis Usahatani. Rajawali Press. Jakarta Sumodiningrat, Gunawan, 2000. Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan Pertanian. PT.Bina Rena Pariwisata. Jakarta. Yudhoyono, S.B. 2004. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran: Analisis EkonomiPolitik Kebijakan Fiskal. Ringkasan Disertasi. Sekolah Pasca SarjanaIPB. Bogor. Daftar Rujukan
Widodo, Slamet. 2007. Pengembangan Potensi Agribisnis Dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren; Kajian Ekonomi dan Sosiokultural. Laporan Penelitian Dosen Muda. LPPM Universitas Trunojoyo. Bangkalan.
15