31
BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 5.1
Profil Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan di Pesantren Wirausaha
Agrobisnis Abdurrahman bin Auf (Perwira Aba) berbentuk pendidikan nonformal yang mengajarkan keterampilan berwirausaha dalam bidang agribisnis secara optimal kepada peserta didiknya, yaitu santri-santri Perwira Aba. Pendidikan nonformal menurut pasal 26 ayat (2) dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menekankan pada pengembangan potensi peserta didik dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (Hasbullah, 2006). Hal ini dapat dilihat berdasarkan konsep pendidikan Perwira Aba yang mengacu pada tiga pilar dalam pembentukan pribadi peserta didiknya yaitu profesional dalam pembuatan keputusan, mandiri dalam menentukan sikap, dan berkepribadian Islam. Dari tiga pilar tersebut, jelas bahwa Perwira Aba merupakan lembaga pendidikan nonformal yang menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam agribisnis, dan penekanan dalam pengembangan sikap serta kepribadian profesional seperti yang tertuang di undang-undang. Penyusunan konsep pendidikan wirausaha agribisnis yang mengacu tiga pilar dalam pembentukan pribadi peserta didik (santri) di Perwira Aba berdasarkan pada pemahaman tentang hakikat pendidikan Islam sebagaimana yang disebutkan Daulay (2007). Pendidikan Islam pada dasarnya untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani. Hakikat pendidikan Islam di Perwira Aba tercermin dari tujuan-tujuan pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan. Tujuan pendidikan ini pada intinya adalah untuk membentuk pribadi komprehensif dan mandiri sebagai pengusaha sukses yang berkepribadian Islam. Untuk mendukung hal itu, dalam proses pendidikan peserta didik di Perwira Aba diberikan gelar Taruna Pengusaha Profetik yang berarti calon pengusaha profesional dan mempunyai etika Islam.
32
Peserta didik di sebuah pondok pesantren biasa disebut dengan santri. Seperti yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991). Di Perwira Aba penyebutan kata “santri” yang biasa digunakan di pesantren-pesantren pada umumnya, diganti dengan “SanMa (Santri Mandiri)”. Dari penyebutan tersebut diharapkan agar santri yang dididik benar-benar mandiri secara ekonomi dan religi. Santri di Perwira Aba menurut Madjid (1990) termasuk santri mukim, karena semua santri di pesantren ini menetap di pondok pesantren dan mempunyai waktu di pondok 24 jam. Kurikulum dalam pendidikan wirausaha agribisnis ini disusun berdasarkan kebutuhan riil di lapangan. Proses penyusunan kurikulum melibatkan pihak pesantren, pihak akademisi, kalangan praktisi, dan Dinas Pertanian. Kurikulum pendidikan pesantren ini selalu berubah setiap tahunnya, karena dalam penyusunan kurikulum melibatkan semua pihak di pesantren termasuk santrinya. Dari penyusunan ini dapat diketahui bahwa sistem pendidikan yang diterapkan pesantren ini adalah konsep pendidikan orang dewasa. Dalam pendidikan orang dewasa, peserta didik merupakan subjek bukan objek. Jarvis (1983) dalam Mugniesyah (2006) mengemukakan peranan peserta didik dalam kurikulum pendidikan orang dewasa. Peserta didik merupakan partisipan aktif dalam menentukan tujuan dan kebutuhan dalam proses belajar mengajar. Pendidikan orang dewasa menekankan pada kemandirian orang dewasa. Sistem pendidikan dalam pendidikan orang dewasa didefinisikan Darkenwald dan Merriam (1982) dalam Mugniesyah (2006) bukan hanya sebagai pendidikan dewasa yang menyiapkan orang untuk hidup, tetapi lebih kepada membantu orang dewasa untuk hidup lebih berhasil. Karenanya pendidikan orang dewasa dimaksudkan untuk membantu orang dewasa dalam meningkatkan kompetensi. Sistem pendidikan di Perwira Aba pun juga lebih mengarah pada sistem pendidikan orang dewasa. Misalnya, sistem asrama yang mewajibkan para santri untuk menetap 24 jam di pesantren selama masa pendidikan. Hal tersebut bertujuan untuk melatih kemandirian santri. Selain sistem pendidikan, tujuan, metode, dan materi pendidikan di Perwira Aba lebih banyak mengacu pada model pendidikan orang dewasa yang dibahas pada sub-bab berikut.
33
5.2
Sistem Pendidikan Penerapan sistem pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba terdiri
dari enam sistem pendidikan yang mencerminkan ciri khas sebagai pesantren dan prinsip-prinsip belajar mengajar dalam pendidikan orang dewasa. Sistem pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang optimal dan mendidik santri-santrinya untuk mandiri. Pertama, sistem asrama merupakan cerminan sistem pendidikan dengan ciri khas sebagai pesantren. Hal ini terkait dengan pengertian pesantren sebagaimana yang disebutkan Depag RI (2003) dan Tuanaya et al (2007). Pesantren atau yang dikenal dengan pondok oleh Depag RI (2003), berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti tempat menginap (asrama). Tuanaya et al (2007) mendefinisikan pesantren sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Dengan demikian, sistem asrama merupakan sistem dimana peserta didik (santri) tinggal selama 24 jam di tempat menginap (asrama) dengan pengawasan langsung dari pesantren
tersebut.
Sistem
asrama
di
Perwira
Aba
berfungsi
untuk
mempraktekkan kehidupan santri yang sesuai dengan syariat Islam, membina ukhuwah Islamiyah dengan orang lain, menumbuhkan jiwa kemandirian pada santri, memudahkan pesantren dalam mengawasi perilaku santri-santrinya, dan menanamkan budaya pesantren secara intensif. Kedua, sistem kedisplinan juga merupakan bentuk penerapan sistem pendidikan khas pesantren. Dalam sistem kedisplinan, santri-santri sudah mempunyai jadwal kegiatan sehari-hari yang memaksimalkan 24 jam. Alokasi waktu efektif dalam pembelajaran wirausaha agribisnis di Perwira Aba adalah enam hari dalam satu minggu yaitu hari senin sampai sabtu. Sedangkan hari minggu, merupakan waktu libur untuk santri-santrinya. Meskipun hari libur, para santri Perwira Aba juga mempunyai jadwal untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh serta mengembangkan kapasitas santri sebagai dai dan pengusaha. Kegiatan dimulai dari pukul 03.00 dan diakhiri pada pukul 21.00. Kegiatan-kegiatan di Perwira Aba disusun dengan menyeimbangkan antara kebutuhan ukhrowi maupun duniawi. Kegiatan-kegiatan
34
yang diadakan, merupakan kegiatan dengan mencirikan sebuah pesantren. Misalnya, kegiatan sholat berjama’ah dan hafalan-hafalan ayat dan hadis pilihan. Fungsi sistem kedisiplinan dalam pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba adalah untuk menguatkan mental disiplin santri, menanamkan keteraturan, kekompakan, ketepatan, dan ketaatan sehingga waktu 24 jam termanfaatkan secara optimal dan efektif. Penerapan sistem kedisiplinan menggunakan lima pendekatan, yaitu pelatihan olahraga, menyusun kegiatan yang terjadwal, mengadakan outbound training, menetapkan aturan yang jelas dan tegas, dan melakukan aktivitas secara bersama-sama. Ketiga, Sistem Belajar Santri Mandiri (SIBESA) yang mencerminkan sistem pendidikan dengan prinsip-prinsip belajar mengajar dalam pendidikan orang dewasa menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006), yaitu prinsip belajar aktif (Active Learning). Dalam prinsip belajar aktif, peserta didik akan belajar lebih cepat dan efektif jika mereka dilibatkan dalam proses belajar secara efektif atau “learning by doing”. Demikian pula dengan SIBESA, merupakan sistem pendidikan yang mengarahkan para santri untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, seperti diskusi, praktek langsung, dan sebagainya. Fungsi SIBESA dalam pendidikan di Perwira Aba adalah untuk merangsang keberanian para santri dalam mengemukakan pendapat, melatih respon para santri terhadap suatu keadaan, melatih santri dalam pembuatan keputusan, dan menumbuhkan kreativitas serta inovasi dalam berbagai keadaan. Keempat, sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment), merupakan bentuk sistem pendidikan dengan prinsip pendidikan orang dewasa yaitu prinsip imbalan (reward) menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006). Sistem penghargaan dan hukuman di Perwira Aba merupakan suatu sistem yang mendidik kedisiplinan para santri dalam melaksanakan semua tugas-tugas yang diberikan dengan cara membuat berbagai aturan berupa penghargaan terhadap yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar. Reward atau hadiah juga diberikan kepada santri yang berprestasi selama mengikuti program dan kegiatan selama di pesantren.
35
Sanksi diberikan kepada santri yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku terdiri dari: a) Teguran dan atau peringatan lisan b) Teguran dan atau peringatan tertulis c) Hukuman bersifat mendidik yang ditetapkan oleh komisi disiplin d) Hukuman akhir berupa skorsing/drop out Jenis-jenis pelanggaran yang dapat menyebabkan jatuhnya sanksi: a. Pelanggaran peraturan tata tertib ke-Pesantren-an b. Pelanggaran terhadap syariat Islam c. Plagiasi berupa pengakuan karya orang lain sebagai miliknya d. Pelanggaran tata tertib perkuliahan dan ujian Kelima, sistem beregu adalah sistem pendidikan yang dilakukan secara kelompok (regu) dengan bimbingan langsung dari pendidik Perwira Aba. Fungsi sistem beregu adalah untuk membina persaudaraan dan kerjasama, membina kepemimpinan dan rasa tanggung jawab, dan menumbuhkan semangat kompetisi. Sistem beregu dilaksanakan dalam kegiatan keamanan dan ketertiban, kebersihan, proses pendidikan. Keenam, sistem praktek dan teori merupakan salah satu bentuk sistem pendidikan dengan prinsip pembelajaran (pendidikan) orang dewasa menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006), yaitu prinsip praktek dan penguatan (practice and improvement). Kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam bentuk teori secara klasikal dan praktek langsung di kelas, laboratorium atau di lapangan. Pembelajaran teori mempunyai proporsi 30%, sedangkan
prakteknya
70%.
Praktek
untuk
pelajaran
manajemen
dan
kewirausahaan berupa studi kasus, penugasan-penugasan, dan kegiatan-kegiatan bisnis yang dilakukan santri. Pelajaran agama, praktek berupa pelaksanaan ibadah harian, diskusi dan latihan ceramah atau khotbah.
5.3
Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan di Perwira Aba tidak jauh berbeda dengan hakikat
pendidikan Islam menurut Daulay (2007) dan tujuan pendidikan pesantren menurut
Mastuhu
(1994)
yang
menekankan
pada
pembentukan
dan
36
pengembangan pribadi muslim. Kepribadian muslim sebagaimana disebutkan Mastuhu (1994) merupakan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti halnya seorang Rasul, mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam keyakinan, menyebarkan agama Islam ke tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Tujuan pendidikan pesantren yang disebutkan Mastuhu (1994) secara eksplisit tertuang pada tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan di Perwira Aba. Tujuan umum pendidikan Perwira Aba terdiri dari dua tujuan. Pertama, menyiapkan generasi muda Islam yang memiliki kemampuan berwirausaha, mandiri dan berkepribadian Islam sehinggga selalu dapat menciptakan peluang usaha sekaligus mengembangkan dan menerapkannya dalam rangka berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang mandiri. Kedua, mengembangkan, menyebarluaskan, dan membudayakan kesadaran untuk mandiri melalui wirausaha (entrepreneurship) di tengah-tengah umat (masyarakat) dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Tujuan khusus pendidikan Perwira Aba terdiri dari tiga tujuan, yaitu menyiapkan calon-calon pengusaha muda yang profesional dan mandiri sekaligus memiliki kepribadian Islam yang tinggi, meningkatkan dan memajukan serta memandirikan usaha yang dimiliki oleh para alumni Perwira Aba, membangun jaringan usaha antar alumni Perwira Aba, dan para pengusaha lainnya yang memiliki komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan umat.
5.4
Metode Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba membutuhkan metode
pendidikan yang tepat untuk mendukung kegiatan belajar mengajarnya. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren ini terdiri dari delapan metode pendidikan dengan pendekatan metode berbasis pesantren dan prinsip pendidikan orang dewasa. Metode-metode pendidikan yang diterapkan meliputi metode reguler, training (pelatihan), hafalan, praktek intensif, sertifikasi, magang usaha, pentahapan, dan metode karya akhir.
37
Metode regular merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan kurikulum dan jadwal tertentu yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajarnya. Kurikulum sebelumnya sudah dibuat bersama dengan para santri. Metode ini lebih banyak mengajarkan teori-teori di dalam kelas. Metode training adalah metode pembelajaran melalui pelatihan (training) yang diberikan oleh dosen tamu, para praktisi bisnis, kunjungan lapangan dan temu tokoh. Materi yang diberikan dengan metode training adalah pemasaran, leadership, motivasi bisnis, manajemen dan pengalaman bisnis praktis. Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks (materi pelajaran) tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Penerapan metode ini digunakan dalam menghafal Al-Quran, AlHadis, pada ayat dan hadis pilihan. Metode praktek intensif adalah cara untuk melatih para santri praktek usaha secara riil setelah mendapat teori di kelas. Metode ini berlaku untuk semua jenis mata kuliah yang diajarkan baik mata kuliah kewirausahaan maupun keagamaan. Santri dituntut untuk dapat mencapai target yang ditetapkan. Selain berwirausaha, santri juga ditugaskan untuk berdakwah ke masyarakat. Metode sertifikasi adalah pemberian sertifikat (bukti) bagi santri yang telah lulus praktek sesuai dengan keterampilan yang diujikan. Metode sertifikasi ini merupakan bentuk penghargaan (reward) pesantren kepada para santri dan sebagai bukti tertulis yang menerangkan santri tersebut berhasil menyelesaikan prakteknya. Metode magang usaha merupakan cara pembelajaran yang menempatkan para santri di masyarakat untuk menerapkan ilmu yang didapatkan dari pesantren. Pada proses magang di dunia industri atau usaha, para santri magang ditempatkan bukan sebagai karyawan, tetapi untuk proses belajar menguasai sebuah usaha mulai hulu hingga hilir. Selama masa magang, para santri diwajibkan untuk tinggal di masjid sebagai penjaga dan pengurus masjid (marbot). Hal ini untuk mengamalkan ilmu agama yang mereka miliki. Para santri selain berwirausaha, juga dituntut untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitarnya. Salah satunya dengan mengajarkan pemuda-pemudi atau anak-anak mengaji.
38
Metode pendidikan dengan menggunakan sistem pentahapan. Sistem tersebut merupakan sistem pendidikan dengan mempertimbangkan efisiensi waktu pendidikan, guna mencapai hasil yang optimal. Sistem pentahapan pendidikan selama satu tahun dibagi menjadi tiga fase: a. Tahap pertama, merupakan tahap pengondisian dan penanaman karakter dasar kewirausahaan serta kepribadian Islam. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah matrikulasi santri baru. Kegiatan ini termasuk kedalam rangkaian seleksi santri, waktu yang digunakan sangat singkat yaitu antara dua sampai tiga minggu. b. Tahap kedua, adalah tahap pembentukan karakter dasar kewirausahaan dan kepribadian Islam melalui pendidikan keterampilan, pembiasaaan bisnis dan kemampuan usaha, pengetahuan kewirausahaan, ibadah dan kemampuan dakwah. c. Tahap ketiga, adalah tahap penerapan atau implementasi dan aksi. Bentuk kegiatannya adalah santri memiliki tiga tugas pokok, yaitu dakwah, bisnis, dan kegiatan sosial. Metode karya akhir adalah metode dimana setiap santri diharuskan membuat sebuah karya tulis tentang wawasan bisnis dan berbagai tema yang berhububugan dengan wacana kewirausahaan kotemporer serta rencana usaha purnabakti sesuai dengan bidang keahlian yang dipilihnya, sebagai syarat kelulusan.
5.5
Materi Pembelajaran Materi yang diterapkan di pesantren ini berdasarkan kurikulum pendidikan
yang mencerminkan tiga pilar pembentukan pribadi pesantren. Materi-materi di Perwira Aba menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran santri-santrinya. Karena dalam penyusunan kurikulumnya didasarkan pada kebutuhan riil di lapangan dan dalam proses penyusunannya semua pihak terlihat baik pesantren, akademisi (santri), dan lembaga pendidikan nasional. Materi pembelajaran di Perwira Aba terbagi menjadi tiga, yaitu materi kepribadian Islam, profesionalitas, dan kemandirian.
39
Materi kepribadian Islam, merupakan materi yang terkait dengan pembinaan dan pembelajaran agama Islam bertujuan untuk membentuk pribadi Islami. Materi dalam kepribadian Islam terdiri bina nasfsiyah Islam yang menerangkan tentang pembinaan diri (dalam bahasa arabnya adalah “nafsi”), bina aqliyah Islam tentang pembinaan akal santri (dalam bahasa arabnya “aqlu”). Materi lainnya adalah hukum Islam yang lebih banyak mengajarkan hukum dalam berniaga (berwirausaha). Serta materi hafalan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an, hadis pilihan, materi terjemahan Al-Qur’an. Materi terakhir dalam kepribadian Islam adalah tahsin, yaitu materi dalam membaca Al-Qur’an seperti ilmu tajwid. Materi profesionalitas
profesionalitas, santri
dalam
merupakan berwirausaha.
materi-materi Materi
ini
yang
mencakup
bertujuan
untuk
mengembangkan softskill santri di bidang wirausaha agribisnis. Agribisnis yang diajarkan Perwira Aba adalah peternakan dan pertanian. Materi yang terakhir adalah materi terkait kemandirian meliputi materi kewirausahaan, proposal studi kelayakan usaha, praktek wirausaha, marketing, studi banding, temu tokoh, dan training (pelatihan)
5.6
Fasilitas Pendidikan Sarana-sarana essensial dalam pendidikan pesantren merupakan ciri khas
sebuah pondok pesantren, antara lain: masjid/surau, asrama santri, rumah asatidz, rumah kyai, gedung belajar, dan lain-lain. Sedangkan alat-alat pendidikan merupakan alat-alat yang menunjang proses belajar mengajar di pesantren seperti bangku, papan tulis, dan lapangan praktek (Mastuhu, 1994). Perwira Aba sudah memperlihatkan adanya sarana-sarana yang merupakan ciri khas pondok pesantren yaitu asrama santri, masjid, gedung belajar, dan lainnya. Sedangkan sarana dan prasarana yang menunjang dalam pembelajaran di Perwira Aba meliputi: ruang kelas, ruang perpustakaan, meja kursi santri, white board, LCD, laptop, komputer, flip chart, sound system, modul, laboratorium komputer, service HP, laboratorium peternakan, laboratorium terapi kesehatan, gerobak usaha atau gerai usaha, dan sarana olah raga.