IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan/ Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Disusun oleh: Nur Chahyadi 3105164
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009 i
ABSTRAK PENELITIAN Nur Chahyadi (NIM. 3105164), Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung (2) Kelebihan dan kekurangan dari pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif lapangan dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data-data yang telah peneliti kumpulkan, baik data hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi selama mengadakan penelitian di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, dengan obyek penelitian tentang “Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung”. Pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah salah satu program unggulan di Pesantren Daarut Tauhiid, dengan jangka waktu yang cukup singkat yaitu 6 bulan, para santri dididik agar menjadi sosok santri yang memiliki kebeningan hati (qolbun salim), kemandirian, bertanggungjawab dan bermental wirausaha, berjiwa kepemimpinan, mampu membangun opini massa dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, dibagi menjadi tiga tahapan/marhalah, yang mana pada marhalah pertama santri dididik untuk memiliki mental baik dan kuat (BAKU), pada marhalah ke dua, santri diberi materi-materi pembelajaran tentang pengetahuan Islam, manajemen qolbu, dan wirausaha, dan pada marhalah ketiga, para santri diarahkan untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat pada marhalah satu dan dua, dengan praktek magang, praktek wirausaha dan praktek pengabdian masyarakat (PPM). Di dalam pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini didapati beberapa kelebihan dan kekurangan yang harus diperbaiki terus menerus. Diantara kelebihannya, yaitu merupakan model pendidikan pesantren yang tidak ditemukan di pesantren lainnya (berciri khas Daarut Tauhiid). Adapun kekurangan yang didapati, yaitu materi pelajaran yang kurang komprehensif, proses pembelajaran dengan metode yang kurang bervariasi, hingga masalah kedisiplinan santri. Akhirnya, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menerapkan model pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha dan menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan pesantren lainnya yang hendak menerapkan model pendidikan serupa.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 7 (tujuh) eks Hal
: Naskah Skripsi A. n. Sdr. Nur Chahyadi
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Setelah saya mengadakan koreksi perbaikan seperlunya maka bersama ini saya kirimkan naskan skripsi saudara: Nama
: Nur Chahyadi
NIM
: 3105164
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dengan Judul : Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera dimunaqasahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Semarang, 11 Desember 2009 Pembimbing I
pembimbing II
Musthafa Rahman, M.Ag.
Ismail SM, M. Ag
NIP. 150276925
NIP. 150282135
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Tanggal
Drs. Mat Solikhin, M.Ag. Ketua
Fahrurrozi, M.Ag. Sekretaris
Drs. Fatah Syukur, M.Ag. Anggota
DR. H. Hamdani, M.Ag. Anggota
iv
Tanda Tangan
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 9 Desember 2009 Deklarator,
Nur Chahyadi NIM : 3105164
v
MOTTO
إﻳﺎ ك ﻧﻌﺒﺪ و إﻳﺎ ك ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (al Fatihah:5)1 Jadikan Allah no.1 dalam hidupmu (Nur Chahyadi)
1
R.H.A. Soenarjo (Ketua), Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur'an, al Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta:Indah Press, 1994), h. 5-6.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini, semoga doa-doa orang yang saya sebutkan disini selalu menyertai saya. Yang pertama, Ayah dan Ibuku tersayang, Bpk. Musthafa Rahman M.Ag dan Bpk. Ismail SM, M.Ag pembimbing skripsi penulis, teman-temanku Syekhudin, Mashuri, Bambang, Amin, Kustanto, Umaz, Maftuhah.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kehadirat beliau Nabi Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya. Skripsi yang berjudul "Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung", ditulis untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis sampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Ikhrom, M.Ag, selaku wali studi penulis yang banyak memberikan masukan dan motivasi secara langsung maupun tak langsung pada penulis dalam studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Musthofa Rahman, M.Ag dan Bapak Ismail SM, M.Ag selaku pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan mengoreksi naskah skripsi penulis ditengah kesibukannya. 4. K.H Abdullah Gymnastiar, guru penulis yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis tentang hakekat ma'rifatullah 5. Ayah dan Ibuku tercinta, yang telah memberikan curahan perhatian dan biaya kepada penulis dalam menyelesaikan studinya. 6. Ust. Roni Abdul Fattah, yang telah banyak memudahkan penulis dalam mencari data-data berkenaan dengan penelitian penulis, jazakallahu khairan katsiron viii
7. Kakak dan adikku tersayang Nadhir Zacky al Falah yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini khususnya teman-teman DKM Daarut Tauhiid. Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan terimakasih dan iringan doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan kalian semua dengan sebaik-baik balasan. Penulis
menyadari
bahwa
penulisan
skripsi
ini
belum
mencapaii
kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 18 Desember 2009 Penulis,
Nur Chahyadi NIM: 3105164
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................... i HALAMAN ABSTRAK PENELITIAN ............................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iii HALAMAN PENGESAHAN................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... v HALAMAN MOTTO ............................................................................ vi HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... vii HALAMAN KATA PENGANTAR ..................................................... viii HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................... x HALAMAN GAMBAR ........................................................................ xiii HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ................................................... xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................. 1 B. Penegasan Istilah ......................................................... 4 C. Rumusan Masalah ....................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ........................................................ 6 E. Kegunaan Penelitian ................................................... 6 F. Kajian Pustaka............................................................. 7 G. Metode Penelitian ....................................................... 8 H. Sistimatika Pembahasan ............................................. 11
BAB II
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK DAN WIRAUSAHA A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha ............................................................ 13 x
B. Unsur
dan
Karakteristik
Pendidikan
Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ................................. 19 C. Akhlak sebagai Jiwa Wirausaha .................................. 25
BAB III
PELAKSANAAN PESANTREN
MODEL BERBASIS
PENDIDIKAN AKHLAK
PLUS
WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid .................................. 47 B. Pelaksanaan Program Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha (APW) Daarut Tauhiid .......... 58 1. Latar Belakang
Adanya Model Pendidikan
Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha ............ 58 2. Tujuan Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus
Wirausaha ..................................................... 59
3. Materi Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha ........................................................ 59 4. Keadaan Guru/ Asaatidz ......................................... 61 5. Sarana dan Prasarana............................................... 62 6. Proses
Pembelajaran
Pendidikan
Pesantren
Berbasis Akhlak plus Wirausaha ............................ 64 7. Implementasi Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha ........................................... 64
BAB IV
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN MODEL AKHLAK
PENDIDIKAN PLUS
PESANTREN
WIRAUSAHA
DAARUT TAUHIID BANDUNG
xi
DI
BERBASIS PESANTREN
A. Kelebihan Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung ........................................................ 70 B. Kekurangan Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung ..........................................................
BAB V
PENUTUP A. Simpulan ...................................................................... 75 B. Saran ............................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
HALAMAN GAMBAR
1. Gambar Denah Lokasi Pesantren Daarut Tauhiid...............................50
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Foto Kegiatan Penelitian Lampiran 2: Pedoman wawancara Lampiran 3: Trasnkip Wawancara
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pondok Pesantren merupakan lembaga dan wahana pendidikan agama sekaligus sebagai komunitas santri yang “ngaji“ ilmu agama Islam. Pondok Pesantren sebagai lembaga tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia1, sebab keberadaanya mulai dikenal di bumi Nusantara pada periode abad ke 13 – 17 M, dan di Jawa pada abad ke 15 – 16 M.2 Pondok pesantren pertama kali didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Magribi, yang wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 H, bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M.3 Menurut Ronald Alan Lukens Bull, Syekh Maulana Malik Ibrahim mendirikan Pondok pesantren di Jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam di Jawa.4 Namun dapat dihitung bahwa sedikitnya pondok pesantren telah ada sejak 300–400 tahun lampau. Usianya yang panjang ini kiranya sudah cukup alasan untuk menyatakan bahwa pondok pesantren telah menjadi milik budaya bangsa dalam bidang pendidikan, dan telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.5 Tradisi pondok pesantren paling tidak memiliki lima elemen dasar, yakni pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai.6 Menurut Martin van Bruinessen, salah satu tradisi agung (great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam, yang bertujuan untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang 1
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadiana, 1997), h. 3. 2 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 6. 3 Wahjortomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 70. 4 Ronald Alan Lukens Bull, A Peaceful Jihad: Javanese Education and Religion Identity Construction, ( Michigan:Arizona State University, 1997), h. 70 5 Mastuhu. Dinamika….., h. 7. 6 Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 44.
2
ditulis berabad-abad yang lalu.7 Proses belajar mengajarnya dilakukan melalui struktur, metode dan literatur tradisional, baik berupa pendidikan formal di sekolah atau madrasah dengan jenjang yang bertingkat, ataupun pemberian pengajaran dengan sistem halaqah dalam bentuk wetonan atau sorogan. Ciri utama dari pengajaran tradisional ini adalah cara pemberian ajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiah atas suatu kitab (teks) tertentu.8 Dalam perkembangannya dari dulu sampai sekarang, model pendidikan pesantren pun mengalami banyak perubahan, antara satu pesantren dengan pesantren lainnya berbeda-beda. Kita lihat adanya pada zaman sekarang model pendidikan pesantren salaf, pesantren khalaf dan yang baru-baru ini pesantren virtual, mana yang lebih baik? semuanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam kaitannya dengan judul proposal penelitian diatas, penulis ingin meneliti lebih jauh model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini, manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing dan bertahan dalam kehidupannya Latar belakang utama penulis mengajukan penelitian dengan judul ”Implementasi Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung” adalah karena penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai model dan implementasi pendidikan pesantren yang penulis anggap lain dari model pendidikan pesantren pada umumnya, yang mana menurut informasi yang penulis dapatkan, model pendidikan di Pesantren Daarut Tauhiid ini tujuannya adalah menghasilkan sosok santri yang mampu : 1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim) 2. Mandiri dan Bertanggungjawab 3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership) 4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship) 7
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1995),
8
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2001), h. 55.
h. 17.
3
5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari Untuk mencapai tujuan tersebut, Pesantren Daarut Tauhiid membuat suatu program pendidikan sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang berakhlakul karimah dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena dalam mengahadapi derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi, ekonomi, dan bisnis, tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam menghadapinya. Penulis juga ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan model pendidikan ini, dengan harapan nantinya dapat menjadi pertimbangan ketika
ada
lembaga
pendidikan
lain
yang
hendak
meniru
atau
mengembangkan model pendidikan yang serupa. Adanya program ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur bagi seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang lain. Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah penting yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.9 Latar belakang lain disusunnya skipsi ini adalah karena penulis prihatin melihat banyaknya perguruan tinggi yang meluluskan para sarjana setiap tahunnya, tetapi tidak bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah pengangguran tetapi malah menambah daftar pengangguran (pengangguran terpelajar). Secara subyektif penulis juga merasa prihatin terhadap sebagian sikap para lulusan perguruan tinggi yang penulis temui, yang sibuk untuk mencari lapangan kerja yang semakin hari semakin sulit, tetapi tidak pernah sibuk memikirkan bagaimana membuat lapangan kerja. Melihat fenomena ini penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang pendidikan pesantren berbasis kewirausahaan di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, bagaimana pendidikan disana bisa menanamkan akhlak plus mental berusaha serta mental pantang menjadi beban bagi orang lain pada santrisantrinya. 9
Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53.
4
Adapun secara implisit latar belakang lain yang mengganjal di hati penulis yaitu, apakah model pendidikan pesantren ini dapat menjadi solusi dalam mengatasi problematika pengangguran?, khususnya dalam skala mikro di lingkungan pesantren Daarut Tauhiid Bandung, yang nanti kedepannya mungkin model pendidikan ini dapat diterapkan dalam pendidikan formal dengan berbagai jenjang.
B. Penegasan Istilah Agar memberikan pemahaman yang tepat serta untuk menghindari kesalahan pemahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk mengemukakan makna dan maksud kata-kata dalam judul tersebut, serta memberikan batasan-batasan istilah agar dapat dipahami secara konkret dan lebih operasional. Adapun penjelasan dari istilah tersebut adalah : 1. Implementasi Implementasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pelaksanaan.10 Pelaksanaan di sini jika dikaitkan dengan judul proposal diatas ialah pelaksanaan model pendidikan akhlak plus wirausaha pada santri pesantren Daarut Tauhiid 2. Pendidikan Pesantren Dalam buku yang berjudul ”Tradisi Pesantren”, Zarmakhsyari Dhofier menjelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah pendidikan yang tidak semata-mata untuk memperkaya murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati yang didalamnya diajarkan kitab-kitab klasik dan ilmu agama. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka
10
240
Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h.
5
bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian pada Tuhan.11 dari situ penulis akan meneliti apakah pendidikan pesantren Daarut Tauhid sama dengan pendidikan pesantren pada umumnya. 3. Akhlak Plus Wirausaha Ialah salah satu model pendidikan yang diterapkan pada santri mukim di pesantren Daarut Tauhid Bandung12. Program santri akhlak plus wirausaha ini adalah program seperti kursus, yang mana santri menempuh program ini selama 6 bulan dan diwisuda serta mendapatkan sertifikat kelulusan setelah dinyatakan lulus. 4. Pesantren Daarut Tauhiid Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, yang mengajarkan ilmu-ilmu keIslaman, dipimpin oleh kiai sebagai pemangku/ pemilik Ponpes dan dibantu oleh ustadz/ guru yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman kepada santri, melalui metode dan teknik yang khas.13 Dalam kaitannya dengan judul penelitian ini, pesantren yang dimaksud ialah Pesantren Daarut Tauhiid yang terletak di jalan Gegerkalong Girang, Bandung.
C. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis berusaha merumuskan pokok-pokok permasalahan yang relevan dengan judul skripsi ini. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid? 2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid?
11
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 21. 12 Tim MQ Publishing, loc.cit., 13 A.Halim, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 247.
6
D. Tujuan Penelitian Dewasa ini pandangan masyarakat umum terhadap dunia pesantren dapat dibedakan menjadi 2 macam, pertama masyarakat yang menyangsikan eksistensi dan relevansinya lembaga pesantren untuk menyongsong masa depan. Kedua, masyarakat yang menaruh perhatian dan sekaligus harapan bahwa pesantren merupakan alternatif model pendidikan Islam masa depan.14 Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid. 2. Untuk mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan dari pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di Pesantren Daarut Tauhid.
E. Kegunaan Penelitian Harapan penulis disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi lembaga pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan berbasis akhlak dan wirausaha. 2. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan model pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga pendidikan atau pesantren lain yang ingin menerapkan model pendidikan ini dengan lebih mengembangkan atau meminimalisir kekurangankekurangannya. 3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti model pendidikan ini secara lebih luas. 4. Sebagai bahan pustaka bagi fakultas tarbiyah berupa penelitian pengembangan pendidikan
14
Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
7
F. Kajian Pustaka Sebagai sebuah pesantren yang umurnya masih sangat muda, pesantren Daarut Tauhiid telah menjadi pesantren yang telah diakui eksistensinya, baik dalam skala regional, nasional, maupun internasional. Sebutan sebagai pesantren virtual sangat melekat pada pesantren ini, berbagai penelitian mengenai pesantren ini telah banyak dilakukan, beberapa literatur yang ada korelasinya dengan tema penelitian yang dikaji dalam skripsi ini yaitu: 1. Tesis berbahasa Inggris oleh Zaki Nur’aeni mahasiswa program doktor Universitas Syarif Hidayatullah
yang berjudul ”Daarut Tauhiid :
Modernizing a Pesantren Tradition” yang mana isi dalam pesantren ini ialah tentang profil pesantren daarut tauhid yang makin melejit karena kemodernannya. Dalam tesis ini dibahas mengenai pendiri dan pengasuh pondok pesantren ini, kemodernannya dalam hal pemanfaatan teknologi, kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan di pondok pesantren ini, serta sikap plural
dan
multikultural
masyarakat
dan
santrinya
serta
model
pendidikannya yang menerapkan konsep learning by doing.15 2. Skripsi Saudara Asep Cuwantoro yang berjudul Stigma Terorisme dan Masa Depan Pendidikan Pesantren, yang mana obyek penelitiannya di Pesantren Ngruki, Solo, yang diasuh oleh K.H. Abu Bakar Ba’asyir. Dalam skiripsi ini si peneliti meneliti salah satu pesantren yang diklaim sebagai lembaga pendidikan yang mencetak para teroris. Selain menampilkan profil Pondok Pesantren Ngruki, Solo, si peneliti juga memaparkan model pendidikan Pondok Pesantren ini, apakah sama dengan model pendidikan pesantren pada umumnya atau tidak, lalu dikaitkan dengan terorisme dan klaim yang disandarkan pada pondok pesantren tersebut.16 3. Skripsi Saudari Fitriyatun Khasanah (3103120) yang berjudul ” Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis Dalam Meningkatkan Life Skill Santri 15
Zaki Nur’aeni, Daarut Tauhid: Modernizing Pesantren Tradition, (Studi Islamika vol 12, no 3, 2005). h. 475-513. 16 Asep Cuwantoro, Stigma Terorisme dan Masa Depan Pesantren, Skripsi Fakultas Tarbiyah, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007).
8
Pondok
Pesantren”,
yang
didalamnya
membahas
tentang
model
pendidikan pesantren yang tergolong baru, yaitu bagaimana sebuah pesantren menerapkan bagi santri-santrinya model pendidikan yang mempunyai visi ke depan agar nanti lulusannya dapat mempunyai life skill sehingga dapat berguna nantinya bagi masyarakat banyak pada umumnya atau minimal dapat menjadi modal untuk mencari penghidupan bagi santri sendiri pada khususnya. Adapun model pendidikan yang diterapkan ialah model pendidikan pesantren berbasis pertanian dan penanaman Life Skill.17 Penulis tahu bahwa penelitian tentang pesantren Daarut Tauhiid bukan hal yang baru lagi, tetapi penelitian yang khusus meneliti bagaimana implementasi model pendidikan berbasis kewirausahaan plus akhlak ini dan bagaimana kelebihan dan kekurangan model pendidikan ini setahu penulis belum secara serius diteliti. Untuk itu, dengan keyakinan ini penulis memberanikan diri mengajukan proposal penelitian berjudul ”Implementasi Model Pendidikan Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung ”.
G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber primer maupun sekunder, yaitu 1. Sumber Data a. Primer Data primer dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata, tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai dan dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam video/ audio tape, pengambilan foto/ film.18 Dalam penelitian ini penulis hendak mengambil data dari subyek penelitian (setting alamiah) yaitu data yang diperoleh dari Pesantren Daarut Tauhiid Bandung 17
Fitriyatun Khasanah (3103120), Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis dalam Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren, (Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang). 18 Sunadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ( Jakarta: Rajawali, 1994), cet 8, h. 84-85
9
b. Sekunder Penulis ambil dari buku yang diterbitkan oleh Tim MQ Publishing dengan judul Welcome to Daarut Tauhiid : Berwisata rohani, melapangkan hati, sebagai buku utama, karena didalamnya banyak memuat hal-hal yang berkaitan dengan pesantren Daarut Tauhiid. Dan data yang lain penulis ambil dari buku-buku yang berkaitan dengan pesantren dan kewirausahaan, majalah, koran dan lain-lain yang berhubungan dengan pesantren Daarut Tauhiid atau pesantren secara umum 2. Fokus dan Ruang Lingkup Dalam kaitannya dengan dengan judul proposal diatas fokus penelitian yang akan dikaji penulis ialah mengenai implementasi model pendidikan pesantren berbasis kewirausahaan plus akhlak di pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Sedangkan ruang lingkup yang diteliti : a. Santri Akhlak plus Wirausaha angkatan 12 b. Materi dan Kurikulum c. Implementasi pembelajaran d. Pondok 3. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis hendak menggunakan pendekatan fenomenologis yaitu berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap manusia dalam situasi tertentu19. Dalam meneliti subjek yang hendak diteliti penulis akan masuk ke dalam pondok pesantren Daarut Tauhiid, dan berusaha menyatu dengan elemen-elemen yang hendak diteliti 4. Instrument/ Tehnik Pengumpulan Data a. Observasi Metode observasi adalah metode yang dilakukan melalui pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan 19
Lexi J Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,2001), h. 9.
10
menggunakan seluruh alat indera20. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan observasi partisipan (peneliti berperan serta untuk mendekati subjek penelitian). b. Wawancara Metode ini identik dengan interview yang secara sederhana dapat diartikan sebagai dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini penulis menggunakan jenis wawancara tidak berstruktur, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dengan wawancara terpimpin. Tehnisnya adalah pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.21 Penulis akan mewancarai, pengasuh pondok pesantren, pengajar serta santri yang mengikuti model pendidikan ahklak plus wirausaha ini c. Dokumentasi Dokumentasi artinya barang-barang tertulis. Maksudnya peneliti menyelidiki dokumen-dokumen dan sebagainya sebagai sumber data yang dibutuhkan.
Dalam
metode
ini
yang
penulis
gunakan
untuk
mengumpulkan data adalah dokumentasi yang berhubungan dengan kelembagaan, administrasi, desain kurikulum, struktur organisasi, kegiatan santri dan sebagainya yang terkait dengan pesantren Daarut Tauhid ini. 5. Tehnik Analisis Data Penulis hendak menggunakan tehnik analisis deskriptif, proses analisis dilakukan secara interaktif (berkelanjutan) dari mulai penetapan masalah, pengumpulan data maupun setelah data dikumpulkan. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah penulis melakukan analisis terhadap data yang terhimpun dengan menggunakan metode ini. Metode analisis ini penulis gunakan untuk menyampaikan hasil penelitian yang
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta), cet 12, h. 132 21 Ibid, h. 132
11
diwujudkan bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.22
H. Sistematika Pembahasan Skripsi ini ditulis dalam lima bab. Antara bab yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan kesemuanya itu merupakan satu pokok pembahasan. Adapun susunan penulisannya adalah sebagai berikut: Bab pertama, pada bagian ini penulis akan membahas tentang latar belakang penelitian. Yaitu penulis menerangkan apa alasan penulis memberikan judul skripsi ini. Lalu didalamnya ada rumusan masalah mengenai hal-hal yang hendak diteliti penulis, penegasan istilah yang fungsinya menerangkan judul skripsi yang dimaksud, kajian pustaka, metode penelitian atau cara yang akan dilakukan penulis/ peneliti dalam mengumpulkan data, dan yang terakhir sistematika penulisan. Selanjutnya pada bab kedua mengenai model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha, karakteristik pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha, dan akhlak sebagai jiwa wirausaha. Di dalamnya penulis akan menjelaskan tentang
beberapa kajian teoritis mengenai
pengertian pesantren, apa itu pendidikan pesantren berbaisis akhlak dan wirausaha, karekteristiknya dan bagaimana hendaknya akhlak menjadi jiwa wirausaha. Pada bab ketiga, penulis akan membahas mengenai pelaksanaan model pendidikan akhlak plus wirausaha. Pada bab ini pembahasannya akan meliputi profil pesantren yang akan diteliti, dalam kaitannya disini ialah pesantren Daarut Tauhid Bandung, didalamnya akan dibahas tentang sejarah berdirinya, letak geografisnya, visi dan misi, kondisi santri, guru dan staf, sarana dan prasarana yang dimiliki serta akan dipaparkan pula bagaimana implementasi model pendidikan berbasis akhlak dan wirausaha di pesantren Daarut Tauhid ini. 22
Nana Sudjana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 64
12
Pada bab keempat, mengenai hasil analisis penelitian. Penulis akan menganalisis bagaimana pelaksanaan model pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhid Bandung serta menganalisi kelebihan dan kekurangan model pendidikan tersebut. Intinya pada bab ini penulis hendak menjawab rumusan masalah yang terdapat pada bab pertama. Pada bab kelima, penulis akan memberikan kesimpulan hasil penelitian, saran-saran dan penutup. Sekian.
13
BAB II
MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA
A. Pengertian Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha Untuk mengetahui arti pondok pesantren, perlu diketahui lebih dahulu pengertian pendidikan secara umum. Sebab, pondok pesantren adalah merupakan salah satu bentuk dari lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan yang bernafaskan Islam. Definisi pendidikan umumnya sangat bervariasi, oleh para ahli, pendidikan didefinisikan tidak sama. Pendidikan menurut Syekh Musthafa al Ghulayani adalah: Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa1 Sedangkan pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.2 Berbeda lagi dengan al Syaibani, yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.3 Berdasarkan 3 pengertian pendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan yang diterapkan di pesantren juga ada kesamaan dengan prinsip pengertian pendidikan yang telah dijelaskan di atas. Namum demikian, pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan 1
Muhammad Musthafa al Ghulayani, Idhatun Nashihin, (Beirut: al Maktabah al Ahliyah, 1949), h. 185. 2 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarnya, 2003),cet. ke-12., h. 11. 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 399.
14
sistem pendidikan nasional. Menurut Nurcholis Madjid, dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indegenous). Sebab, lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan HinduBudha.4 Lebih lanjut beliau menjelaskan: Seandainya negeri kita ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, UGM, UNDIP ataupun yang lain, tetapi mungkin namanya ”Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan yang semula berorientasi keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren itu tidaklah begitu terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurangkurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana hal nya sekolahsekolah keagamaan di Barat yang kemudian tumbuh menjadi universitasuniversitas tersebut.5 Adapun definisi pondok pesantren sendiri terdapat berbagai variasinya, antara lain pondok pesantren didefinisikan sebagai lembaga keagamaan yang memberikan
pendidikan
dan
pengajaran
serta
mengembangkan
dan
menyebarkan ilmu agama Islam.6 Secara harfiah, kata pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”.7 Pesantren sendiri pun menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
4 Sehigga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia. Lihat: Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 3. 5 Ibid, h. 4. 6 M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 80 7 Ahmad Syafi’i Noer, Pesantren: Asal-usul dan Pertumbuhan Kelembagaan, dalam buku “ Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, karya Abuddin Nata (ed), (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h. 89
15
Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA., mengatakan bahwa pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya Pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologi asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama dan Islam.8 Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Lebih lanjut beliau mengutip dari pendapat Profesor Johns dalam ”Islam in South Asia”, bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Sedang menurut C.C Berg, bahwa istilah santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata Shastri berasal dari akar kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.9 Pondok pesantren bukan saja merupakan sub culture yang unik dan penting untuk diteliti lebih dalam, tetapi juga suatu lembaga pendidikan yang yang mampu bertahan dan terus berkembang hingga saat ini, namun juga paling sedikit diketahui umum atau paling kurang memperoleh perhatian pemerintah atau kalangan pendidik. Sejarah pendidikan Nasional lebih mengenal Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswanya, atau KH. Ahmad 8
Lebih lanjut diterangkan: pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruangan belajar. Disinilah para santri tinggal selama beberapa tahun belajar langsung dari kyai dalam hal ilmu agama. Meskipun dewasa ini pondok pesantren telah tumbuh dan berkembang secara bervariasi. 9 M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 82 atau lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), h. 99.
16
Dahlan dengan Muhammadiyah-nya, dan hampir tidak pernah mengungkapkan pola pendidikan di pondok-pondok pesantren yang sudah berpuluh tahun ada di tengah masyarakat pedesaan Indonesia. Padahal, jutaan penduduk desa telah memasuki proses pendidikan melalui puluhan ribu pondok-pondok pesantren yang tersebar di pulau Jawa, bahkan sejak jauh sebelum Gerakan Perjuangan Nasional untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian, fungsi pendidikan pondok pesantren tidak tercerabut dari akar kulturnya. Yaitu memiliki fungsi sebagai (1) lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al diin) dan nilai-nilai Islam (Islamic values), (2) Lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial (social control), dan (3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).10 Dewasa ini pesantren telah memasuki era baru dengan munculnya pesantren-pesantren modern, dimana berbagai keterampilan telah memasuki pesantren, mata pelajaran yang dipelajari pun bukan hanya agama saja, tetapi juga
mencangkup
pelajaran
umum
lainnya,
seperti
bahasa
Inggris,
11
Matematikan, Sosiologi, Anthropologi, dan sebagainya. Adapun
jika
berbicara
tentang
tujuan
pendidikan
pesantren,
mengambil pendapat mastuhu, yaitu: Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat (’Izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju ialah kepribadian Muhsin,12 bukan sekedar muslim.13 10
Ibid, h. 6. Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 771. 12 Dalam nomenklatur Islam dikenal istilah-istilah: mukmin, muslim dan muhsin, yang berbeda secara gradual. Mukmin: sekedar beriman kepada Allah dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tetapi belum tentu mengamalkannya. Muslim: beriman, mengamalkan secara konsekuen dan selalu merasa dekat dengan Allah dan Rasulnya. Muhsin: memiliki perilaku yang lebih 11
17
Apa yang telah dikemukakan oleh Mastuhu tentang tujuan pendidikan pesantren tersebut diatas jika dikontekskan dengan konteks keIndonesiaan (Tujuan Pendidikan Nasional) maka belum mencangkup secara keseluruhan, artinya peran pesantren yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam masih belum terasa jelas peranannya dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu maka kita perlu melihat bagaimana tujuan pendidikan pesantren jika dalam konteks tujuan pendidikan Nasional. Mengacu kepada tuntutan makro serta mikro pendidikan Nasional Indonesia, maka pendidikan pondok pesantren harus memadukan tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan pesantren agar menghasilkan sosok santri yang memiliki beberapa kompetensi lulusan seperti yang dikemukakan M.M Billah sebagaimana dikutip oleh Pupuh Faturrahman yaitu menciptakan sosok santri yang memiliki: 1. Religious Skillfull People, yaitu insan yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas mandiri, tetapi sekaligus mempunyai iman yang teguh, dan utuh sehingga religius dalam sikap dan perilaku, yang akan mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam berbagai sektor pembangunan. 2. Religious Community Leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri dan akan menjadi penggerak yang dinamis di dalam transformasi sosial budaya (madani) dan sekaligus menjadi benteng terhadap ekses negatif pembangunan dan mampu membawakan aspirasi masyarakat, dan melakukan pengendalian sosial (social control). 3. Religious Intelectual, yang mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah sosial. Dalam dimensi sosialnya, pondok pesantren dapat menempatkan posisinya pada
lembaga
kegiatan
pembelajaran
masyarakat
yang
berfungsi
menyampaikan teknologi baru yang cocok buat masyarakat sekitar dan mendalam dari pada muslim. Pengabdiaannya kepada Tuhan dilakukan semata-mata karena rasa cinta kepadanya, tanpa ada rasa kepentingan dan takut, dan rasa cinta itu sudah mendarah daging merupakan bagian dari biological menchanism. Lihat: Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan: Suatu Kajian Tentang Unsur-Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 54. 13 Ibid, h. 55-56.
18
memberikan pelayanan sosial dan keagamaan, sekaligus pula memfungsikan sebagai laboratorium sosial, dimana pondok pesantren
melakukan
eksperimentasi pengembangan masyarakat, sehingga tercipta keterpaduan hubungan antara pondok pesantren dengan masyarakat secara baik dan harmonis, saling menguntungkan dan saling mengisi.14 Akhirnya tujuan pendidikan pondok pesantren dapat didefinisikan kepada; memelihara dan mengembangkan fitrah peserta didik (santri) untuk taat dan patuh kepada Allah SWT, mempersiapkannya agar memiliki kepribadian muslim, membekali mereka dengan berbagai ilmu pengetahuan untuk mencapai hidup yang sempurna, menjadi anggota masyarakat yang baik dan bahagia lahir dan batin, dunia dan akherat. Model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah model pendidikan pesantren yang berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan diatas. Model pendidikan pesantren yang tidak menutup dari perkembangan zaman (globalisasi), yang mana pada zaman sekarang ini, manusia dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu jika mau bersaing dan bertahan dalam kehidupannya. Model dan implementasi pendidikan pesantren ini lain dari model pendidikan pesantren pada umumnya, yang mana model pendidikan di Pesantren ini tujuannya adalah menghasilkan sosok santri yang mampu : 1. Memiliki Kebeningan Hati (Qolbum Salim) 2. Mandiri dan Bertanggungjawab 3. Berjiwa Kepemimpinan (Leadership) 4. Bermental Wirausaha (Entreperneurship) 5. Mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutlah suatu program pendidikan sebagai usaha dalam membentuk generasi muda yang berakhlakul karimah dan mempunyai kemampuan berwirausaha. Karena dalam mengahadapi derasnya laju kemajuan, baik itu kemajuan teknologi, ekonomi, dan bisnis, 14
Pupuh Faturrahman, Pengembangan Pondok Pesantren: Analisis Terhadap Keunggulan Sistem Pendidikan Terpadu, Lektur Seri XVI/ 202, h. 322-323.
19
tentu dibutuhkan suatu keahlian yang praktis dalam menghadapinya. Model pendidikan ini diharapkan mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur bagi seorang Muslim, sehingga ia mampu hidup tanpa tergantung pada orang lain. Minimal ia dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban siapapun dan kehadirannya akan menjadi manfaat bagi umat, demi tegaknya syiar Islam yang kokoh, baik itu akhlaknya, pondasi iman yang kuat, dan yang tidak kalah penting, yaitu kekuatan dibidang ekonomi dan kemandirian yang nyata.15
B. Unsur dan Karakteristik Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan.16 Unsur-unsur yang melekat pada lembaga pendidikan pesantren menurut Zamaksyari Dofier ada 5, yaitu kiai, pondok, masjid, santri,dan pengajaran kitab-kitab klasik. Namun, berdasarkan kenyataannya, sekarang unsur-unsur pokok lembaga pendidikan pesantren tidak hanya terdapat lima unsur an sich, dapat ditemukan di lembaga pendidikan pesantren sekarang yaitu
kyai,
pondok,
masjid,
santri,
pengajaran
ilmu-ilmu
agama,
madrasah,/pengajian, lembaga ekonomi, perpustakaan, tempat keterampilan (pendidikan vokasional). Yang mana penambahan dan pengurangan unsur-
15
Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 52-53. 16 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101...
20
unsur pesantren ini menunjukkan tentang tipologi dan modernisasi sebuah pesantren. 17 Dewasa ini, banyak sekali ditemukan pendidikan pesantren yang mempunyai spesifikasinya masing-masing. Asep muhyiddin18 dalam semiloka perencanaan strategi yayasan Daarut Tauhiid yang bertajuk ”Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial” membagi pendidikan pesantren menjadi 5 tipologi yaitu; yang pertama, pesantren salafi, dengan ciri khas kitab-kitab klasik, metode yang digunakan masih tradisional (wetonan, sorogan, halaqah dan hafalan) yang mana pesantren model ini
berfungsi
sebagai lembaga pendidikan yang mentransmisi ilmu-ilmu Islam, pemelihara tradisi-tradisi Islam, dan pencetak para ulama. Yang kedua, Pesantren Khalafi, yaitu pesantren yang terbuka dan modern. Pesantren yang tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik saja tetapi juga pelajaran umum. Pesantren yang berbasis kebahasaan, vokasional, madrasah atau sekolah dengan ijazah formal. Yang ketiga, pesantren campuran; yaitu kombinasi antara kedua unsur tadi. Yang keempat, Pesantren konsentrasi ilmu-ilmu agama; Pesantren al Qur’an, Pesantren Tahfidz, Pesantren Hadist, Pesantren Fiqh, Pesantren Bahasa dan lain-lain. Yang kelima, pesantren berbasis pengembangan usaha; Pesantren Pertanian, Pesantren Keterampilan, Pesantren agrobisnis, Pesantren Kelautan dan lain-lain. Dan yang keenam, Pesantren berbasis budaya.19 Adapun Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, dalam bukunya ”Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia”,
membagi pola
pendidikan pesantren menjadi 5 pola berdasarkan karakteristiknya yaitu: a. Pola I Pesantren pola I yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam sebelum zaman pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Ciri-ciri pola I adalah pertama, pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan, 17
Asep Muhyiddin, “Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial” dalam semiloko perencanaan strategi Yayasan Daarut Tauhiid Bandung. 18 Dekan Fakultas Dakwah Komunikasi UIN Bandung 19 Asep Muhyiddin, op.cit.
21
wetonan, dan hafalan dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Ketiga, tidak memakai sistem klasikal, pengetahuan seseorang diukur dari sejumlah kitab-kitab yang telah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru. Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meninggikan moral, melatih, dan mempertinggi semangat menghargai nilai-nilai spiritual, dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para santri untuk hidup dan bersih hati. Sebagian dari pesantren pola I ini ada yang lebih mengkhususkan diri kepada satu bidang tertentu, misalnya keahlian Fiqh, Hadits, Bahasa Arab, Tasawuf, ataupun lainnya. Oleh karena itulah sering seorang santri pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya yang menjadi pola spesifik pesantren yang dituju.20 b. Pola II Pesantren pola II adalah merupakan pengembangan daari pesantren pola I. Kalau pola I inti pelajaran adalah pengkajian kitab-kitab klasik dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, dan hafalan, sedangkan pada pesantren pola II ini l ebih luas dari pada itu. Pada pesantren pola II, inti pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik yang diajukan dalam berbentuk klasikal dan non klasikal. Disamping itu, diajarakan ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian. Pada bentuk klasikal, tingkat pendidikan dibagi kepada jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyyah) 6 tahun, jenjang pendidikan atas (tsanawiyah) 3 tahun, dan jenjang pendidikan atas (aliyah) 3 tahun. Diluar waktu pengajaran klasikal di pesantren pola II ini diprogramkan pula sistem non klasikal, yakni membaca kitab-kitab klasik dengan metode sorogean atau wetonan. Pimpinan pesantren telah mengatur jadwal pengkajian tersebut lengkap dengan waktu, kitab yang akan dibaca dan ustadz yang akan mengajarkannya. Para santri bebas memilih kitab apa yang diikutinya untuk dibaca.21
20
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 28 21 Ibid, h. 29.
22
Selain dari materi pelajaran ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, di pesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan berorganisasi, olahraga, dan lain-lain. c. Pola III Pesantren pola III adalah pesantren yang didalamnya program keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Ditanamkan sikap positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri. Selain dari itu dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III ini adalah penanaman berbagai aspek pendidikan, seperti kemasyarakatan, keterampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan dan sebagian dari pesantren pola III telah melaksanakan program pengembangan masyarakat.22 Struktur kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan memodifikasi mata pelajaran agama, dan ada pula yang memakai kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu agama pada pesantren pola III ini tidak mesti bersumber dari kitab-kitab klasik. d. Pola IV Pesantren pola IV, adalah pesantren yang mengutamakan pengajaran ilmu-ilmu keterampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat melaksanakan berbagai keterampilan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, praktik di laboraturim, bengkel, kebun/ lapangan.23 e. Pola V Pesantren pola V, adalah pesantren yang mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan yang tergolong formal dan non formal. Pesantren ini juga dapat dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren yang telah
disebutkan
diatas.
Kelengkapannya
itu
keanerakagaman bentuk pendidikan yang dikelolanya. 22 23
Ibid, h. 29. Ibid, h. 30.
ditinjau
dari
segi
23
Di pesantren ini ditemukan madrasah, sekolah, perguruan tinggi, pengkajian kitab-kitab klasik, majelis taklim, dan pendidikan keterampilan. Pengajian kitab-kitab klasik di pesantren ini dijadikan sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti pelajaran di madrasah, sekolah dan perguruan tinggi. Sementara itu ada santri yang secara khusus mengikuti pengajian kitab-kitab klasik saja.24 Berdasarkan karakteristik diatas pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha menurut tipologi asep muyiddin adalah salah satu model pendidikan pesantren yang berbasis pengembangan usaha, dan merupakan pola pendidikan pesantren menurut Prof. Dr. Haidar Putra Dualaydengan karakteristik model pendidikan pesantren pola IV, ciri-ciri lainnya ialah lebih menekankan akhlak dan keterampilan wirausaha kepada santri-santrinya disamping juga mengajarkan ilmu-ilmu agama (seperti fiqh ibadah, muamalah, dan sebagainya) masa pendidikannya yang cukup singkat, metode pembelajaran yang sarat fasilitas dan teknologi modern, lebih menekankan pada kemampuan vokasional tetapi tetap dalam bingkai akhlak dan manajemen qolbu adalah ciri utama model pendidikan ini, dengan materi kurikulum yang telah disesuaikan.25 Pada dasarnya, pesantren hanya mengajarkan ilmu dengan sumber kajian atau mata pelajarannya kitab-kitab yang ditulis atau berbahasa Arab. Sumber-sumber tersebut mencakup Al Qur’an, beserta tajwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, al hadits dan mushthalahah al hadits, bahasa Arab dengan seperangkat ilmu alatnya, seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’ dan ’arudh, tarikh, manthiq dan tasawuf. Sumbersumber kajian ini biasa disebut sebagai ”kitab-kitab kuning”.26 Adapun sistem pendidikan yang digunakan untuk pengajaran kitabkitab kuning adalah dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, hafalan dan halaqah. 24
Ibid., h. 30. Asep Muhyiddin, loc.cit. 26 M. Sulthon Masyhud, dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 89. 25
24
Istilah sorogan berasal dari kata sorog (jawa) yang berarti menyodorkan. Sebab setiap santri secara bergilir menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau badal (pembantunya). Dalam bentuknya yang asli, cara belajar pada pondok pesantren dilukiskan oleh H. Aboebakar Aceh sebagaimana dikutip oleh M. Ridwan Nasir mengatakan; Guru atau kyai biasanya duduk di atas sepotong sajadah atau sepotong kulit kambing atau kulit biri-biri, dengan sebuah atau dua buah bantal dan beberapa jilid kitab disampingnya yang diperlukan, sedang murid-muridnya duduk mengelilinginya, ada yang bersimpul, ada yang bertopang dagu, bahkan ada yang sampai bertelungkup setengah berbaring, sesuka-sukanya mendengar sambil melihat lembaran kitab-kitab dibacakan gurunya. Sepotong pensil murid-muridnya itu minuliskan catatan-catatan dalam kitabnya mengenai arti atau keterangan yang lain. Sesudah guru membaca kitab-kitab Arab yang gundul tidak berbaris itu, menterjemahkan dan memberikan keterangan yang perlu, maka dipersilahkan salah seorang murid membaca kembali matan, lafadz yang sudah diterangkannya itu. Dengan demikianmurid-murid itu terlatih dalam pempinan gurunya tidak saja dalam mengartikan naskah-naskah Arab itu, tetapi juga dalam membaca bahasa Arab itu dengan mempergunakan pengetahuan ilmu bahasanya atau Nahwu. Demikian ini dilakukan bergilir-gilir dari pagi sampai petang, yang diikuti oleh murid-murid yang berkepentingan sampai kitab ini tamat dibacanya.27 Adapun metode bandongan adalah sistem pengajaran secara kolektif yang diajarkan secara kolektif yang dilaksanakan di pesantren, dimana seorang santri mendatangi seorang kyai/ ustadz yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab Islam tertentu yang berbahasa Arab. Setiap santri menyimak dan memperhatikan kitabnya masing-masing dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok dari
27
H. M. Ridlwan Nasir, op.cit., h. 112.
25
sistem bandongan ini disebut halaqah, yang berarti sekelompok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang kyai/ ustadz.”28 Dalam
sistem
bandongan
biasanya
seorang
kyai/
ustadz
menggunakan bahasa daerah setempat dan langsung menterjemahkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya.29 Sedangkan metode halaqah artinya diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempercayakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab. Santri yakin bahwa kiai tidak akan mengajarkan halhal yang salah, dan mereka juga yakin bahwa isi kitab yang dipelajari adalah benar.30 Ketiga metode pengajaran tersebut biasanya diberlakukan hampir di seluruh pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Namun selain dari ketiga metode tersebut, sekarang banyak dijumpai pesantren-pesantren (pesantren khalaf) yang memakai metode pengajaran yang modern didukung pula dengan media pembelajaran yang modern.
C. Ahklak sebagai Jiwa Wirausaha Akhlak berasal dari Bahasa Arab, jama’ dari kata “khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat”. Kata tersebut memiliki persesuain dengan kata “khalqun berarti kejadian serta erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta.31 Akhlak menurut al-Ghazali adalah gerakan dalam jiwa yang suci bersumber pada perbuatan yang memberikan kemudahan tanpa membutuhkan pemikiran. Jika perbuatan yang bersumber darinya baik maka dinamakan
28 Ismail SM, “Signifikasi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat Madani” dalam Ismail SM dan Abdul Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 200. 29 Mastuhu, op.cit., h. 61 30 Ibid, h. 61 31 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, (Bandung: Diponegoro,1996), h. 11
26
akhlak baik. Apabila perbuatan tersebut bersumber pada perbuatan jelek maka dinamakan akhlak buruk.32 Akhlak menurut Daud Ali adalah “keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan mungkin baik mungkin buruk”.33 Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitab Mukhtashar Minhaj al-Qashidin. Sebagaimana dikutip oleh Farid bahwa “Akhlak merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa yang bisa menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.34 Dari beberapa definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa Akhlak merupakan keadaan yang melekat pada jiwa manusia tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang melahirkan perbuatan baik maupun buruk. Dapat dikatakan sebagai percerminan akhlak apabila dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya tanpa dipikirkan terlebih dahulu karena telah menjadi suatu kebiasaan.35 Jenis-jenis akhlak dibagi menjadi beberapa bagian, yang pertama, akhlak terhadap Allah,36 yang kedua, akhlak terhadap sesama,37 yang ketiga akhlak kepada diri sendiri38 dan yang keempat, akhlak kepada alam.39 Tentang wirausaha, di dalam banyak literatur, antara istilah wiraswasta dengan wirausaha sering berganti tempat, alias artinya dianggap sama. Memang ada sebagian ahli membedakan pengertian kedua istilah tersebut,
32
Abu Hamid al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz VII-IX, (Beirut: Daarul Fikr,1980), h. 96. maksud dari tanpa membutuhkan pikiran yaitu segala gerakan anggota badan adalah buah yang terguris di dalam hati, segala amal perbuatan adalah hasil budi pekerti. Lih: Ismail Ya'kub, Ihya al Ghazali, Jilid 3, (Semarang: CV.Faizan, 1978), Cet. 2, h. 608. 33 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 345 34 Farid bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2002), h. 16 35 Muhammad Daud Ali, op.cit., h. 348. 36 Meliputi: mengimani dengan baik dan benar, membenarkan segala firmannya, mentaati perintah dan menjauhi larangannya, mencintainya, senantiasa mengingatnya, senantiasa memujinya, mengesakannya, mensyukuri nikmatnya dan bertawakal padanya. 37 Meliputi: mengikuti jejak rasul, menghormati keberadaan rasul, menghormati para ulama, mentaati ulil amri. 38 Meliputi: menjaga mata, telinga, lisan, hati, kemaluan (farji), tangan, dan kaki 39 Meliputi: menyayangi binatang, menyayangi tumbuh-tumbuhan dan lain-lain
27
Tetapi pembedaan itu tidaklah terlalu signifikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia juga tidak membedakan arti kedua istilah tersebut.40 Adapun wirausaha dalam bahasa Indonesia merupakan gabungan dari kata wira dan usaha, wira diartikan gagah, berani, perkasa. Sedangkan usaha diartikan sebagai bisnis, sehingga istilah wirausaha dapat diartikan sebagai orang yang berani atau perkasa dalam usaha/ bisnis.41 Istilah wiraswasta berasal dari dua kata, yakni ‘wira’ dan ‘swasta’. Wira memiliki arti berani, utama, atau perkasa. Sedangkan swasta ternyata juga berasal dari dua kata, yakni ‘swa’ dan ‘sta’. Swa artinya sendiri, dan sta, berarti berdiri. Jadi, swasta bisa dimaknai berdiri di atas kekuatan sendiri. Disini yang perlu diperjelas adalah makna ‘kekuatan sendiri’. Makna dari ‘kekuatan sendiri’ bukanlah kegiatan usaha yang dilaksanakan secara sendirian, melainkan lebih mengacu kepada sikap mental yang tidak bergantung pada orang lain. Dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, ia lebih mengandalkan pada kekuatan sendiri daripada minta bantuan orang lain. Jadi, pengertian ‘menggunakan kekuatan sendiri’ bisa dikenakan pada usaha sendiri maupun bekerja sebagai karyawan.42 Istilah wirausaha atau wiraswasta juga merupakan terjemahan dari kata entrepreneur. Entrepreneur sendiri berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan pengertian ‘go-between’ atau ‘perantara’ ini adalah pada saat Marcopolo yang mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia hanya membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak. Dia setuju menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha 40
"Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009. 41 Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 2. 42 Ibid, h. 3
28
tersebut. Dalam kontrak ini dinyatakan bahwa si pengusaha memberi pinjaman dagang kepada Marcopolo. Dari penjualan barang tersebut, Marcopolo mendapat bagian 25%, termasuk asuransi. Sedangkan pengusaha memperoleh keuntungan lebih dari 75%. Segala macam resiko dari perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang, dalam hal ini Marcopolo.43 Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan sebagai usaha, dalam hal contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal orang lain, dan memperoleh bagian (yang lebih kecil daripada pemilik modal) dari usaha tersebut. Di sini, segala resiko usaha tersebut menjadi tanggungan wiraswastawan. Pemilik modal tidak menanggung resiko apapun. Sekitar
abad
lima
belas,
pengertian
entrepreneur
mengalami
pergeseran. Saat itu istilah entrepreneur dipakai untuk melukiskan seseorang yang memimpin proyek produksi. Berbeda dengan zamannya Marcopolo, orang ini tidak menanggung resiko apapun. Tetapi ia bertanggungjawab menyediakan sumber-sumber yang diperlukan. Entrepreneur pada masa ini berbentuk klerikal, yakni orang yang bertanggungjawab dalam pekerjaan arsitek, seperti untuk pekerjaan bangunan istana. Jika kita ikuti perkembangan makna pengertian entrepreneur, memang mengalami perubahan-perubahan. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph Schumpeter pada tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan, karena lebih luas. Menurut Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang (businessman) atau seorang manager, ia adalah orang yang unik yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produkproduk inovatif dan tekhnologi baru ke dalam perekonomian.44 Pandangan tentang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager, mendapat dukungan dari beberapa ahli, dalam buku yang 43
"Pengertian wirausaha dan Wiraswasta" , http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009. 44 "Pengertian wirausaha dan Wiraswasta", http://www. E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, tanggal akses 17 Oktober 2009.
29
berjudul entrepreneurship spirit teknopreneurship karya Arman Hakim Nasution dkk, dijelaskan bahwa entrepreuneur bukanlah sekedar pedagang, namun bermakna jauh lebih dalam, yaitu berkenaan dengan mental manusia, rasa percaya diri, efisiensi waktu, kreativitas, ketabahan, keuletan, kesungguhan dan moralitas dalam menjalankan usaha mandiri. Tujuan akhirnya adalah untuk mempersiapkan setiap individu maupun masyarakat agar dapat hidup layak sebagai manusia.45 Adapun K.H Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) juga mengatakan “Wirausaha tidak identik dengan bisnis, melainkan keterampilan mengolah potensi yang ada sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak, dalilnya khairunnas anfauhum linnas.”46 Berbeda dengan zaman dulu, orang senang kalau menjadi karyawan dan pegawai (ambtenar). Tapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan wawasan masyarakat, mereka sudah mulai menyadari keuntungan menjadi entrepreneur. Ditambah lagi dengan banyaknya bermunculan pengusaha baru yang sukses dengan usahanya, ini semakin memotivasi masyarakat untuk menjadi entrepreneur.47 Seorang entrepreneur atau wirausahawan dalam menjalankan sesuatu selalu dengan pertimbangan yang matang dan tidak asal-asalan, itulah yang membedakan entrepreneur sejati dengan entrepreneur asal jadi. Sehingga dapat diketahui ciri-ciri seorang entrepreneur sejati ialah ia memiliki jiwa wirausaha. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a. Percaya Diri Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap 45
Arman Hakim Nasution, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 3. 46 Hasil Wawancara dengan Aa Gym, tanggal 1 Nov 2009 47 Yopi Hendra, Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan pada materi wirausaha santri APW 12, tanggal 14 Oktober 2009, h. 1.
30
dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimis, individualitas, dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan.48 b. Berorientasi pada tugas dan hasil Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik, dan berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Untuk memulai diperlukan niat dan tekad yang kuat, serta karsa yang besar. Sekali sukses atau berprestasi, maka sukses berikutnya akan menyusul, sehingga usahanya semakin maju dan semakin berkembang.49 c. Keberanian mengambil resiko Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif.50 Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk mencapai kesuksesan. Dengan demikian, keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik. Artinya, wirausaha menyukai tantangan yang sukar namun dapat dicapai. Wirausaha menghindari situasi resiko yang rendah karena tidak ada tantangan dan menjauhi situasi resiko yang tinggi karena ingin berhasil. 48
Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat. 49 Ibid. 50 Ibid
31
d. Kepemimpinan Seorang
wirausaha
yang
berhasil
selalu
memiliki
sifat
kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda lebih dulu dan lebih menonjol. Dengan menggunakan kemampuan kreativitas dan keinovasian, ia selalu menampilkan barang dan jasa-jasa yang dihasilkannya dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada di pasar.51 e. Berorientasi ke masa depan Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan pandangan ke masa depan. Karena ia memiliki pandangan yang jauh ke masa depan, maka selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya. Kuncinya pada kemampuan untuk menciptkan sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang sudah ada sekarang. Meskipun dengan resiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan, membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada sekarang. Oleh sebab itu, ia selalu mempersiapkannya dengan mencari suatu peluang.52 f. Kreatif inovatif Kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru (thinking new things) dan keinovasian adalah melakukan sesuatu yang baru (doing new things). Kreatifitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan mencari peluang.53 Keinovasian diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan kreatifitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk mempertinggi dan meningkatkan taraf hidup. Oleh karena itu kewirausahaan adalah “thinking and doing new things or old thinks in new
51
Ibid. Ibid. 53 Ibid. 52
32
ways” Kewirausahaan adalah berpikir dan bertindak dengan sesuatu yang baru atau berpikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.54 Jiwa wirausaha yang kuat dan sempurna harus dibingkai dengan akhlak yang mulia, sehingga orientasi orang mempunyai jiwa ini bukan hanya mencari keuntungan dunia, namun juga keuntungan akheratnya. Akhlak sebagai jiwa wirausaha adalah unsur yang paling penting untuk mencapai keuntungan dunia dan akherat. Sehingga dengan akhlak ini nantinya akan didapati seorang yang punya rasa percaya diri dan yakin untuk mencapai keberhasilan, tetapi tidak membuatnya diatas langit (sombong) dan tetap bertawakal kepada Allah. Akan pula didapati seseorang yang memiliki jiwa wirausaha yang berorientasi pada tugas dan hasil, namun ketika hasilnya tidak sesuai dengan yang dia inginkan, dia tidak akan stress, karena akhlak mengajarinya berprasangka baik kepada Allah.55 Ketika mempunyai jiwa berani dalam mengambil resiko, ia akan berani jika resiko yang dia ambil tidak melanggar aturan Allah, jika ia kreatif dan inovatif
ia akan
menggunakaan kekreatifan dan keinovatifannya sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dan jika ia mempunyai jiwa berorientasi pada masa depan, maka ia akan berorientasi bagaimana masa depannya bisa banyak berguna bagi mahluk-mahluk Allah. Intinya orang yang menjadikan akhlak sebagai jiwa wirausaha akan selalu berusaha untuk selalu mengedepankan akhlak dalam segala usahanya. Akhlak dalam membangun jiwa wirausaha terdapat beberapa jenis, seperti yang telah disinggung pada uraian sebelumnya, yang pertama akhlak kepada Allah; bentuk perbuatan yang termasuk akhlak terhadap Allah tentulah sangat kompleks, sekompleks apa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Hadits, karena dari keduanyalah akhlak kepada-Nya itu bersumber. Namun demikian untuk memudahkan pemahaman kita, bentuk perbuatan yang termasuk akhlak
54 55
Ibid. Kahar Mashur, op.cit., h. 30.
33
kepada Allah itu dikelompokkan dalam pokok-pokok yang lebih sederhana, meliputi; 1. Mengimani dengan baik dan benar Adapun cara yang harus ditempuh agar dapat mengenali-Nya dengan baik dan benar, tidak lain adalah dengan cara membaca ayat-ayatNya. Oleh karena itu, bersama dengan niat untuk berakhlak kepada Allah juga harus dibarengi dengan peningkatan terhadap pengenalan Allah. Sehingga manusia lebih pandai memposisikan diri di hadapan-Nya dan lebih berakhlakul karimah kepada-Nya.56 2. Membenarkan segala firman-Nya Dengan membenarkan segala yang difirmankan oleh Allah, berarti kita telah mempersiapkan diri kita menjadi manusia yang hidup secara benar. Hidup meniti kebenaran yang diajarkan oleh Allah berarti kita telah memposisikan diri sebagai penghamba-Nya. Itulah wujud akhlakul karimah kepada Allah.57 3. Mentaati perintah dan menjauhi segala larangan-Nya Ketaatan dalam mejalankan segala perintah dan segala larangan Allah bukanlah ketaatan yang berlaku secara temporal, melainkan berlaku secara konstan selama hayat masih dikandung badan.58 4. Mencintai-Nya Berbahagialah orang yang telah mampu mencintai Allah dengan sebenar-benarnya cinta. Karena dengan modal cinta itu manusia akan mempersembahkan hidupnya hanya karena cintanya kepada Allah.59 5. Senantiasa mengingat-Nya Mengingat Allah dengan dzikir sebanyak-banyaknya mengisyaratkan agar setiap saat kita senantiasa mengingatnya selama akal kita dalam
56
M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Ahklak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 200), h. 45. 57 Ibid, h. 58 Said Hawa, Mensucikan Jiwa, (Robbani Press,1998), h. 360. 59 Ibid, h. 335.
34
keadaan sadar, kita hendaknya terus menerus mengingatnya kapan saja dan dimana saja.60
⌧ ⌧ ⌧ Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyakbanyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".” (Ali Imron: 41)61 6. Senantiasa memuji-Nya Memuji Allah adalah suatu keharusan bagi setiap hamba-Nya yang baik. Dan Perwujudan hamba yang baik adalah hamba yang berakhlakul karimah kepada-Nya. Maka seorang hamba yang berakhlakul karimah kepada-Nya niscaya gemar memuji-Nya.62 7. Meng-Esakan-Nya Salah satu pokok akhlakul karimah kepada Allah yang harus kita tegakkan adalah meng-Esakan Allah. Mengakui ke-Maha Esaan-Nya dan mengaktualisasikan pengakuan itu dalam kehidupan sehari-hari.63 8. Berprasangka Baik Kepada Allah
60
Kahar Mashur, Membina Moral dan Ahklak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1987), h. 44. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan: nabi Zakaria diperintahkan untuk banyak berdzikir, bertakbir dan bertasbih di waktu senja dan pagi, Lihat: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 63. 62 Hasan Basri, Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 114. 63 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 58. 61
35
Manusia tidak luput dari kebiasaan berprasangka terhadap segala hal yang dihadapinya. Prasangka baik terhadap sesuatu dan prasangka yang tidak baik akan berkembang menjadi perasaan benci. Sehingga tidak jarang kita menyukai atau membenci sesuatu hanya berdasarkan prasangka belaka tanpa terlebih dahulu meneliti hal yang sebenarnya.64 9. Mensyukuri Nikmat-Nya Bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan adalah suatu bentuk akhlakul karimah yang harus ditegakkan dalam rangka mengabdikan diri secara total kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah :
☺ ⌧ ☺
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat-nikmat Allah, jika kalian benar-benar menghambakan diri secara total kepadaNya.” (QS. an-Nahl:114)65 10. Tawakal Kepada-Nya Tawakal kepada Allah berarti berserah diri kepada-Nya. Yang kedua, akhlak terhadap sesama; akhlak kepada sesama pada dasarnya bertolak pada keluhuran budi dalam menempakan diri kita dan menempatkan diri orang lain pada posisi yang tepat. Ia merupakan refleksi dari totalitas kita dalam menghambakan diri kepada Allah sehingga akhlak yang terhadap sesama manusia semata-mata didasari oleh akhlak yang kita persembahkan kepada-Nya. Adapun bentuk akhlak terhadap sesama adalah: 64
Kahar Mashur, op.cit., h. 30. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah swt menyuruh hamba-hambanya yang mukmin agar memakan makanan dari rezeki yang halal yang diberikan Allah kepadanya dan bersyukur kepadanya sebagai pemberi nikmat dan pemberi rezeki yang Maha Esa dan tiada bersekutu. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 650. 65
36
1. Mengikuti jejak Rasulullah Mengikuti jejak Rasuullah berarti menempatkan kedudukan beliau sebagai manusia pilihan Allah, membenarkan kerasulannya, membenarkan risalah yang dibawanya, mentaati segala perintahnya dan menjauhi larangannya.66 2. Menghormati keberadaan para Nabi dan rasul Kita harus mengimani para Nabi dan Rasul sebelum Rasululllah tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, artinya mereka Semua adalah sama manusia pilihan Allah dan sama-sama mengajarkan risalah tauhid Allah Swt.67 3. Menghormati para ulama Peran ulama sangatlah besar bagi sekalian umat Islam. Berkat jasa merekalah ajaran Islam terus lestari hingga kita dan pada masa-masa mendatang. Tanpa jasa mereka, niscaya al-Qur’an dan al-Hadits tidak akan kita ketahui, maka hormatilah para ulama.68 4. Berbakti kepada orang tua Salah satu pokok akhlak kepada sesama manusia adalah berbakti kepada kedua orang tua.69 Hal ini diperintahkan secara langsung oleh Allah dalam surat al-Isra’ ayat 23;
⌧ ☺ ⌧
☺
⌧ ☺
☺
66
☺ ☺
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1996), h. 145. M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 95. 68 Kahar Mashur, op.cit., h. 294. 69 Ibid, h. 168. 67
37
Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. al-Isra’: 23)70 5. Mentaati ulil amri Kata ulil amri menurut bahasa berarti orang yang mengurus urusan kita, orang yang berkewajiban memimpin kita atau pihak yang berkewajiban memerintah kita. Termasuk didalamnya pemerintah, pemimpin, imam, guru, pengurus organisasi dan suami.71
Yang ketiga, akhlak pada diri sendiri; pada prinsipnya akhlak kepada diri sendiri merupakan kontrol diri yang harus dilakukan demi keselamatan diri sendiri baik berupa perintah atau kewajiban yang erat hubungannya dengan individu maupun larangan yang harus dihindari. Seseorang yang melanggar perintah Allah dengan melakukan kemaksiatan dengan cara mempergunakan anggota badan, berarti dia mendzalimi diri sendiri dan itu akan berdampak negatif bagi dirinya. Maka peliharalah seluruh anggota badanmu dari kemaksiatan tersebut. Adapun anggota badan tersebut ialah: 1. Mata Melihat hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan yang sangat besar dan sangat berbahaya bagi keberagamaan kita, merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut merupakan indikasi keinginan gejolak nafsu birahi. Memandang barang haram, 70
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 427. Dijelaskan bahwa kamu hendaklah berbuat baik dan hormat terhadap ke dua ibu bapakmu. Janganlah sekali-kali memperdengarkan kata yang kasar dan tidak sopan bahakan kata “ah” atau “uf”. Jangan membentak mereka, tetapi hendaklah mengucapkan kata-kata yang normal, sopan dan lemah lembut dihadapan mereka. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32. 71 M. Nipan Abdul Halim, op.cit., h. 105.
38
lama-kelamaan akan menyebabkan munculnya anggapan bahwa hal itu adalah biasa. Di samping itu, menimbulkan khayalan dan keinginan dalam pikiran dan hati.72 Maka jagalah mata dari memandang empat macam a. Memandang wanita yang bukan muhrim b. Melihat gambar-gambar dan sejenisnya yang dapat menimbulkan nafsu sahwat c. Memandang sesama muslim dengan pandangan meremehkan, sinis, penuh kebencian, dan kesombongan d. Berusaha melihat serta mengetahui aib orang lain maupun cacatnya karena bertujuan mencela serta menghinanya.73 Rasulullah Saw bersabda:
ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺷﻴﺌﺎ ﺃﺷﺒﻪ ﺑﺎ ﻟﻠﻤﻢ ﳑﺎ ﻗﺎﻝ: ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺎ ﺑﺲ ﻗﺎﻝ ..ﺯﻧﺎ ﺍﻟﻌﲔ ﺍﻟﻨﻈﺮ.... :ﺃﺑﻮﻫﺮﻳﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ Diceritakan dari Ibnu Abbas, ia berkata : saya tidak ragu (saya tidak melihat adanya ketidakjelasan) tentang dosa kecil, seperti yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Saw bersabda : … Zinanya mata adalah memandang (hal yang diharamkan)… (HR. Bukhari).74 2. Telinga Sesungguhnya
diciptakan
telinga
oleh
Allah
Swt
untuk
mendengarkan ayat Allah, sunnah Rasulullah juga sebagai alat pendengaran menuntut ilmu.75 Apabila digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna menjadi bahaya sehingga 72 Abdul Aziz al Ghazali, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 98. 73 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizibah al Bukhari, al Ja’fi, Shohih Bukhari, Juz VII, (Beirut Libanon: Daarul Kitab al Ilmiah, 1992), h. 168. 74 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 54. 75 Ibid, h. 88
39
penyebab keberuntungan berubah menjadi penyebab kebinasaan dan sebagai puncak kerugian.76 3. Lisan Lisan diciptakan untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitabNya dan memberi petunjuk kepada makhluk-Nya agar tat kepadaNya.77 Secara khusus, lisan merupakan proyektor hati. Setiap kata yang terucap akan membahas di dalam hati dan akan tergores di dalam benak dengan demikian hatipun akhirnya berkecenderungan melakukan penyimpangan. Demikian pula bila lisan mengobral kata yang tidak berguna, maka hatipun menjadi pekat dan akhirnya mematikan hati.78 4. Hati Menundukkan pandangan adalah jalan untuk menjaga hati, karena hati awalnya bebas dari penyakit tapi kemudian pancaindera mengotorinya dengan masukan-masukan yang diberikan. Pandangan mata adalah perangkat yang memasukkan data-data penglihatan ke dalam hati dan mengukir gambar-gambar dilihatnya ke dalam dan hati menjadi sibuk memikirkannya.79 Gambaran yang terlintas dalam hati adalah lebih sukar dilepas, itu merupakan permulaan dari kebaikan atau kejahatan. Karena dari itulah munculnya kehendak, angan-angan dan kemajuan yang keras. Orang yang dikuasai oleh bayangan dalam hati dan pikiran, hawa nafsunya akan mendominasi hingga mudah terjerat dalam kemaksiatan dam kekejian lebih-lebih bila bayangan itu terlintas secara berulang-ulang dalam hati hingga akhirnya menjadi angan yang batil.80 Rasulullah Saw bersabda:
76
Muhammad Nawawi al Jawi, Maraqil Ubudiyah, (Semarang: Toha Putra, t.th), h. 63. Ibid, h. 208. 78 Imam al Ghazali, Teosofi al Qur’an, Terj. Lukman Hakim, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 123. 79 Abdul Aziz al Ghazuli, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 44. 80 Ibnu Qayyim al Jauzi, Terapi Penyakit Hati, terj. Salim Bazemool, (Solo: Pustaka Mantiq, 1995), h. 273. 77
40
ﲰﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ: ﲰﻌﺖ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺑﺸﲑ ﻳﻘﻮﻝ:ﻋﻦ ﻋﺎﻣﺮﻗﺎﻝ ﺇﻥ ﰲ ﺍﳉﺴﺪ ﻣﻀـﻐﺔ ﺇﺫﺍ ﺻـﻠﺤﺖ.......:ﺻﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻳﻘﻮﻝ ﺃﻻﻭﻫﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ, ﻭﺇﺫ ﻓﺴﺪﺕ ﻓﺴﺪ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﻪ,ﺻﻠﺢ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﻪ ()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨـــــــــــــــــــﺎﺭﻱ Diceritakan dari Amir, dia berkata : bahwa saya mendengar dari Nu’man bin Basyir yang mengatakan bahwa : saya mendengar dari Rasulullah Saw telah bersabda : …Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya, sedangkan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati. (HR. Bukhari).81 5. Kemaluan (farji) Peliharalah farji (kemaluan)mu dari segla perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti zina, liwath, lesbian, mengeluarkan mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haidh dan bersetubuh dengan hewan.82 Allah SWT berfirman:
☺ ⌧ Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istriistri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu’minun : 5-6)83
81
Abdul Aziz al Ghazuli, op.cit., h.35 Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim, Sulam at Taufiq, (Surabaya: al Hidayah, t.th), h. 76. 83 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 526. 82
41
Tidaklah anda berhasil menjaga farjimu, melainkan terlebih dahulu harus menjaga mata dari memandang hal-hal yang menimbulkan naiknya nafsu syahwat. Menjaga hati dari memikirkan hal-hal yang merangsang. Hal yang demikian mudah menimbulkan nafsu syahwat dan membuat farjimu mengikuti kemauanmu.84 6. Tangan Peliharalah kedua tanganmu dari memukuli tanpa alasan dan menerima harta haram serta janganlah mempergunakannya untuk menyakiti
makhluk
Allah
SWT,
menganggu
seseorang
atau
menghianati amanat dan menuliskan sesuatu yang tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua lesan. Maka jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan. 7. Kaki Adapun langkah perbuatan, maka setiap manusia harus menjaga agar tidak melangkahkan kakinya kecuali kepada hal-hal yang membawa pahala. Kalau dalam perhitungan langkah-langkahnya tidak membawa pahala, maka duduk lebih baik daripada berjalan bolehlah melangkahkan kaki untuk perbuatan yang mubah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Bila manusia salah menentukan langkah kakinya maka akan mengakibatkan keburukan.85 Seperti firman Allah :
☺ ☺ Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
84 85
Muhammad Nawawi al Jawi, op.cit., h. 285. Ibnu Qayyim al Jauzi, op.cit., h. 285.
42
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan katakata yang baik. (QS. Al-Furqan : 63)86 Dari penjelasan tentang akhlak terhadap diri sendiri yang menekankan pada pengendalian diri yang harus dilaksanakan demi keselamatan diri dengan menjaga anggota tubuh yang dimungkinkan dapat melakukan perbuatan baik maupun buruk. Maka dapat peneliti jelaskan bahwa dalam diri manusia dianugerahi Allah jasmani dan rohani sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah serta berbuat kebaikan. Jika anggota tubuh itu dipergunakan sebagaimana mestinya dengan tidak melakukan sesuatu yang tidak berguna serta dapat memilahnya berarti perbuatan tersebut cerminan akhlak baik. Tetapi jika anggota tubuh itu dipergunakan kepada perbuatan yang tidak berguna tanpa alasan yang positif serta cenderung dikuasai oleh nafsu yang menjurus kepada maksiat berarti perbuatan tersebut merupakan perilaku yang tidak baik dan cerminan akhlak buruk.
Yang keempat, akhlak terhadap alam; manusia tidak lepas dari alam, maka hendaknya manusia berbuat baik terhadap alam. Adapun bentuk Akhlak terhadap alam adalah : 1. Menyayangi binatang Sebagian dari binatang merupakan karunia Allah yang boleh kita makan dagingnya, tetapi kita harus menyembelihnya terlebih dahulu. Jangan sampai kita menghambat kematiannya atau menyiksanya sedikit
86
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994), h. 568. Ayat-ayat ini melukiskan sifat-sifat dan cara hidup yang hendaknya dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang mukmin yang akan memperoleh derajat dan martabat tinggi di sisi Allah. Mereka itu disifatkan oleh Allah bahwa mereka berjalan diatas bumi dengan rendah hati, jauh dari sifat sombong atau mengesankan seakan-akan memandang rendah terhadap sesamanya, dan jika dalam perjalanan, mereka diganggu oleh orangorang yang jahil dengan kata-kata atau perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan dalam hati mereka, maka mereka tidak akan membalas tindakan itu dengan tindakan serupa, tetapi bahkan kan membalasnya dengan kata-kata yang sedap dan manis serta perbuatan yang mendidik dan membimbing. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 32.
43
demi sedikit. Berbuatlah sesuatu yang membuat binatang itu senang.87 Firman Allah dalam surat al-An’am ayat 38;
⌧ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (QS. al-An’am: 38)88 2. Menyayangi tumbuh-tumbuhan Tumbuhan yang menghijau di muka bumi ini sungguh memberikan kemanfaatan yang besar bagi kehidupan manusia. Sebagian dari buahbuahannya
memberikan
manfaat
untuk
kita
makan,
kayunya
memberikan manfaat untuk kita jadikan aneka macam bangunan dan kita jadikan sebagian obat-obatan dari daun dan akar-akarnya. Semua itu wajib kita pelihara dan kita syukuri.
Lalu muncul Pertanyaan, bagaimana menumbuhkan mental atau jiwa wirausaha? Ada dua pendapat para ahli mengenai tumbuhnya jiwa wirausaha dalam diri seseorang. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa jiwa wirausaha muncul dan tumbuh dari faktor keturunan, artinya kalau orang 87
Hamzah Ya’qub, op.cit., h. 17. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, op.cit., h. 192. Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa semua mahluk yang melata diatas tanah atau terbang di udara, mereka semuanya merupakan umat yang sama dengan manusia dalam hajat kebutuhannya kepada rahmat karunia Allah dan jaminannya, dan Allah tidak melalaikan sesuatu pun dalam al kitab mengenai rezeki dan pemeliharaannya atau mencakup segala hajat kebutuhannya. Dan kesemuanya mahluk Allah itu akan dibangkitkan untuk dihadapkan kepada Allah untuk menerima dan merasakan keadilannya. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005). 88
44
tuanya pengusaha maka anaknya pun akan memiliki bakat menjadi seorang pengusaha.
Pendapat
ditumbuhkembangkan
yang
kedua,
dengan
bahwa
pendidikan
jiwa
wirausaha
dapat
dan
pelatihan
yang
berkesinambungan. Terlepas dari kedua pandangan tersebut, bagaimana menumbuhkan jiwa wirausaha, penulis mengambil pendapat andrianto dalam modul mental wirausaha santri APW angkatan ke 12 dijelaskan bahwa jiwa wirausaha dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara, yaitu: a. Melalui Komitmen Pribadi Jiwa wirausaha ditandai dengan adanya komitmen pribadi untuk dapat mandiri, mencapai sesuatu yang diinginkan, menghindari ketergantungan pada orang lain, agar lebih produktif dan untuk memaksimalkan potensi diri Anda dapat memprogram ulang diri anda untuk sukses melalui deklarasi tertulis, bahwa pikiran perasaan, ucapan dan tindakan anda akan selalu diperbaiki kearah yang lebih baik (buat 1 deklarasi setiap hari selama 1 bulan).89 b. Melalui Lingkungan dan Pergaulan yang Kondusif Dorongan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dapat berasal dari lingkungan pergaulan teman, keluarga, sahabat, karena mereka dapat berdiskusi tentang ide wirausaha, masalah yang dihadapi dan cara-cara mengatasinya. Sehingga mempunyai semangat, kemampuan dan pikiran untuk menaklukan cara berfikir lamban dan malas. c. Melalui pendidikan dan pelatihan Keberanian untuk membentuk jiwa wirausaha juga didorong oleh guru atau dosen di sekolah atau lembaga pelatihan. Mereka memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik sehingga membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha. d. Melalui/ karena keadaan terpaksa
89
Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, Disampaikan pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat.
45
Banyak orang yang sukses karena dipaksa oleh keadaan. Mungkin pada awalnya tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi karena usahanya yang keras, tidak gampang menyerah dan berputus asa, sehingga akhirnya menjadi wirausaha yang sukses.90 Nabi Muhammad Saw adalah seorang wirausahawan yang sangat ulet, jujur, amanah, terpercaya dan professional. Bahkan kredibilitas dan intregitas pribadinya sebagai usahawan mendapati pengakuan bukan hanya
kaum
muslimin sendiri, namun orang Yahudi dan Nasrani, hal itu dikarenakan beliau memenejemen usahanya dengan professional.91 Sebagai agama yang menekankan dengan kuat tentang pentingnya pemberdayaan umat, maka islam memandang bahwa berwirausaha merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadist yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu, diantaranya;
⌧ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah” (QS. Al Jumuah: 10).92 Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat disebut sebagai “commercial 90
Ibid. "Menciptakan Wirausahawan Islami", http://www. Moslemyouth.multiply.com/journal/item/29, tanggal akses 20 Oktober 2009. 92 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al Qur’an, al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Indah Press, 1994). Ayat ini menganjurkan sesudah shalat (jum’at) untuk berkeliaran diatas bumi untuk mencari rezeki karunia Allah, tetapi pada akhir ayat mengingatkan supaya banyak berdzikir, dan jangan sampai perlombaan mencari rezeki dunia ini menghalangi dzikrullah, sebab dzikrullah itulah terletak keuntungan dan kejayaan, kebahagiaan yang besar. Lih: Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005), edisi revisi, h. 138. 91
46
theology” (teologi perdagangan). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenyataan bahwa hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan, karena Allah adalah “Saudagar Sempurna. Ia (Alllah) memasukkan seluruh alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segala diperhitungkan, tiap amalan dihitung, ia telah membuat sebuah pembukuan, neraca-neraca, dan tuntunanNya telah menjadi arahan mutlak bagi pebisnis yang jujur. Pengembangan kewirausahaan akan memberikan kontribusi yang besar bagi perluasan lapangan kerja dan meminimalisir pengangguran, meningkatkan kekuatan ekonomi Negara dalam sektor riil. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa kita, bahwa UKM hingga marketing yang berlandaskan syariah pun yang paling tahan menghadapi goncangan yang bersifat multidimensional dan dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim, akan semakin banyak keteladanan dalam masyarakat, karena para usahawan yang sebenarnya memiliki pribadi yang unggul, berani independent dan hidup memberdayakan orang.93
93
Ibid, h. 2.
47
47
BAB III PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG
A. Profil Pesantren Daarut Tauhiid Sebagai sebuah pesantren, Daarut Tauhid memang terbilang masih muda. Tapi atas karunia Allah, Daarut Tauhiid berkembang begitu pesat. Daarut Tauhiid diharapkan dapat menjadi tempat bagi setiap orang untuk meningkatkan keyakinan kepada Allah Swt, Inilah dasar filosofis pemilihan nama Daarut Tauhiid.1 Dengan Allah sebagai tujuan hidup, pesantren Daarut Tauhiid mencoba mengembangkan sistem pesantren alternatif, pesantren yang tidak sekedar bericirikan asrama santri, pesantren yang menekankan pada perubahan diri dan pesantren yang berusaha membangun tata nilai yang aplikatif. Dengan visi ahli dzikir2, ahli fikir3 dan ahli ikhtiar4, pesantren Daarut Tauhiid mencoba untuk menggabungkan ketiga potensi ini untuk menjadikan Daarut Tauhiid menjadi pesantren yang diridhoi Allah, sebagai pusat keilmuan dan selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar. Visi tersebut hendak diwujudkan dengan beberapa misi, yang pertama, menjadikan konsep manajemen qalbu sebagai konsep perubahan sikap, penyejuk hati, penggelora semangat; pendidikan dan pelatihan serta pembinaan, kedua, 1
Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 14. 2 AHLI DZIKIR : Menjadikan Allah sebagai tumpuan kerinduan, harapan, pertolongan dan tujuan dalam beramal shaleh, sehingga apapun yang terjadi tidak akan mengurangi keyakinan dan selalu ridha pada ketentuan-Nya. 3 AHLI FIKIR Mengoptimalkan kemampuan berfikir, bertafakur dan bertadabbur dalam menggali hakekat kebenaran, mengungkap hikmah yang tersembunyi, potensi diri dan lingkungan sehingga diharapkan muncul sikap yang arif, efektif dan tepat dalam mengatasi berbagai tantangan dan masalah 4 AHLI IKHTIAR Mengoptimalkan daya upaya dan ikhtiar yang diridhoi Allah, sehingga diharapkan akan muncul manusia-manusia unggul yang selalu berkarya dengan diiringi sikap amar ma’ruf nahi mungkar
48
mengarahkan aktifitas organisasi menuju pesantren kota; lingkungan barokah, Bandung bermartabat, Ketiga, Memajukan perekonomian Daarut Tauhiid dengan menumbuhkankembangkan jiwa entrepreneurship, produk dan jasa, Keempat, mencetak SDM yang siap berkarya dengan etos kerja yang optimal; menjadi pusat pendidikan dan pelatihan serta pembinaan. Pesantren Daarut Tauhiid mempunyai konsep pesantren dengan miniatur realita kehidupan. Pesantren Daarut Tauhiid lebih menekankan aktivitasnya untuk mewujudkan ajaran Islam yang membumi, yang tidak sekedar bahasa teori, namum justru lebih ditekankan pada bukti dan karya nyata, dimana manfaatnya langsung dapat dirasakan umat. Dengan ini diharapakan keindahan ajaran Islam, manajemen Islami, profesionalisme Islami dan solusi Islami atas aneka permasalahan aktual umat dalam kehidupan nyata bisa langsung dlihat, dirasakan dan dikaji bersama. Disamping menjalankan program-program kepesantrenan, Daarut Tauhiid juga dirancang sarat dengan aktivitas pendidikan, pelatihan, manajemen diri, seni budaya, perekonomian hingga teknologi. Bidang perekonomian bahkan mendapatkan perhatian tersendiri, karena dari sisi inilah antara lain yang menopang perkembangan Daarut Tauhiid selama ini. Menjadi pesantren virtual yang tidak memiliki batas dengan masyarakat sekitarnya juga merupakan konsep masa depan Daarut Tauhiid. Pesantren berupaya menjadi bengkel akhlak bagi generasi muda, menjadi motivator umat, bank SDM dan pensinergi aneka kemampuan umat melalui programprogram kegiatan yang dilaksanakan lewat media TV, radio, media cetak, dan pengajian-pengajian. Sejarah pesantren Daarut Tauhiid (DT) berawal pada tahun 1987. Ketika seorang pemuda bernama Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) merintis usaha wiraswasta dalam wadah KMIW (Kelompok Mahasiswa Islam Wiraswasta) yang dengan sebagian hasil usahanya digunakan untuk menopang kegiatan pengajian rutin yang dipimpimnya. Setelah selanjutnya menyadari akan keterbatasan pengetahuan, akhirnya Aa Gym memutuskan untuk menambah ilmu khususnya ilmu agama Islam di
49
berbagai pesantren diantaranya K.H. Djunaedi di Garut dan K.H. Khoer Affandi di Tasikmalaya. Diawali dengan perjuangan yang cukup berat, Alhamdulillah Aa Gym dengan ketekunan sedikit demi sedikit hasilnya dapat dinilai. Sejak tahun 1989, wirausaha yang dirintis Aa Gym ini semakin hari semakin berkembang seiring dengan semakin banyaknya jama’ah yang dating ke pengajian rutin asuhannya, sehingga tempat yang ada yaitu di rumah Aa Gym sendirir tidak memungkinkan lagi. Untuk memfasilitasinya, maka pada tanggal 04 September 19990 berdirilah secara resmi Yayasan Daarut Tauhid (DT) yang beralamat di Jalan Gegerkalong Girang No. 38 Bandung. Saat-saat penuh tantangan bagi DT dalam merintis da’wah adalah ketika menempati lokasi baru tersebut. Lokasi baru ini semula adalah sebuah rumah kontrakan sederhana dengan 20 kamar yang sebelumnya dipakai
sebagai
tempat ponsokan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung. Bagai musafir kehausan di tengah padang, hari demi hari pengajian di lokasi baru ini semakin banyak dihadiri khalayak yang rindu akan siraman penyejuk qalbu. Di tahun 1993 DT terus berupaya mengembangkan organisasinya dengan melakukan
pembebasan
tanah
dan
bangunan
yang
diikuti
dengan
pembangunan sebuah masjid permanen berlantai tiga. Masjid DT sering disebut masjid seribu tangan, sebab dibangun secara gotong royong oleh ribuan masyarakat sekitar dan jama’ah DT. Untuk menopang laju dan gerak dakwah islamiyah di DT, tahun selanjutnya (1994) berdiri Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN DT). Tahun 1995 Aa Gym dapat membebaskan tanah gedung pesantren atas bantuan Bapak Palgunadi T. Setyawan dari Astra Mitra Ventura. Ketika itu Aa Gym berkesempatan untuk memberikan ceramah di PT. Astra Mitra Ventura, saat itu pula Pak Pal merasa tertarik untuk ikut andil dalam pengembangan Pesantren Daarut Tauhiid. Menjelang akhir 1997, sarana dakwah dan perekonomian menjadi semakin lengkap denga didirikannya gedung KOPONTREN-DT berlantai empat persis
50
diseberang masjid. Gedung yang cukup representatif ini dipergunakan untuk kantor beberapa unit usaha. Bersamaan dengan berkembangnya aktivitas perekonomian, aktivitas pendidikan pun ikut aktif dengan berbagai programnya, diantaranya adalah dengan dimulainya program Pendidikan Santri Beasiswa tahun 1995, dibukanya lembaga Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) DT pada tanggal 7 Desember 1997. Diantara pragramnya adalah kerjasama pendidikan dan pelatihan Manajemen Qalbu (MQ) untuk para eksekutif, staff dan karyawan berbagai perusahaan swasta. Diantara perusahaan yang pernah mengikuti pelatihan MQ ini adalah Bank Muamalat Indonesia Cabang Bandung, PT Telkom Divre III Jabar, PT Telkom Corporate Office, PT Kereta Api Indonesia (KAI), Bank Indonessia, Bank Bukopin, PLN Persero dan perusahaan lainnya.. Berdasarkan data, perkembangan DT Bandung dapat digambarkan sebagai berikut : luas tanah 22.202 M2 dan luas bangunan masjid 587.50 M2.5 Letak Geografis Pesantren Daarut Tauhiid terletak di kawasan Gegerkalong Girang Bandung Utara, Jawa Barat. Bila memasuki kota Kembang dari arah Purwakarta, Subang, dan Lembang, akan melalui jalan setiabudi, tepat selepas kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), berbeloklah ke kanan, disitulah terletak jalan Gegerkalong Girang.6 Namun bila kota Bandung dijadikan patokan, maka tinggal memilih jalur yang menuju kearah Lembang atau terminal Ledeng, jaraknya 7 kilometer kearah utara dari pusat kota. Sebelum melewati kawasan kampus UPI berbeloklah ke kiri dan sekitar 500 meter setelah memasuki jalan Gegerkalong Girang itulah atmosfir khas pesantren Daarut Tauhiid dapat dirasakan. Letaknya cukup strategis karena berada diantara kawasan kota dan 5
Pesantren Daarut Tauhid, Buku Panduan Santi Mukim, (Bandung: Daarut Tauhiid,
2008) 6
Tim MQ Publishing, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan Hati (Bandung: MQ Publishing, 2003), h. 4.
51
pegunungan (jalan yang dilalui sebelum ke Lembang). Selain itu pesantren Daarut Tauhiid adalah pesantren yang tidak menutup diri dari masyarakat, keadaan pesantren langsung menyatu dengan rumah-rumah penduduk, sehingga bagi orang yang baru pertama kali datang ke Daarut Tauhiid mungkin akan sedikit bingung mencari mana letak pesantrennya.
Konsep Budaya Daarut Tauhiid Selain konsep manajemen qolbu, Daarut Tauhiid mempunyai konsep budaya, yang mana konsep ini merupakan format dakwah yang diciptakan Aa gym agar para santri-santrinya lebih mudah menghafal dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, konsep tersebut yaitu; Rumus 7 T (Kiat Membentuk Pribadi Sukses) 1) Tenang 2) Terencana
52
3) Terampil 4) Tertib 5) Tekun 6) Tegar 7) Tawadhu Prinsip Kerjasama 1) Adil 2) Transparent 3) Saling menguntungkan Rumus 5 S (Kiat Membentuk Pribadi Simpatik) 1) Senyum 2) Salam 3) Sapa 4) Sopan 5) Santun Budaya Tertib Teratur 1) Pahami prosedur, aturan dan resiko sebelum berbuat 2) Adakan perencanaan yang matang 3) Tidak berbuat sebelum chek dan recheck 4) Untuk aman dan sukses, selalu lakukan sesuai prosedur dan aturan 5) Hindari pelanggaran sekecil apapun Lima Kiat Praktis Mengatasi Persoalan Hidup 1) Siap 2) Ridho 3) Jangan mempersulit diri 4) Evaluasi diri 5) Hanya Allah satu-satunya penolong
53
3 B+RS (Budaya Kepemilikan) 1) Barakah 2) Bersahaja 3) Bersih 4) Rapi 5) Serasi 3 S (Manajemen Konflik) 1) Semangat bersaudara 2) Semangat mencari solusi 3 A (Seni Bergaul dengan Bening Hati) 1) Aku aman bagimu 2) Aku menyenangkan bagimu 3) Aku bermanfaat bagimu 3 M untuk merubah diri 1) Mulai dari sendiri 2) Mulai dari hal yang kecil 3) Mulai saat ini Lima Pantangan di DT (Daarut Tauhiid) 1) Pantang sia-sia 2) Pantang mengeluh 3) Pantang menjadi beban 4) Pantang berkhianat 5) Pantang kotor hati Kredibilitas 1) Jujur artinya harus terbukti kejujurannya 2) Cakap/ professional
54
3) Inovatif 4) Istiqomah Lima Obat Penentram Jiwa 1) Cinta al Qur’an 2) Shalat Tahajud 3) Bergabung dengan orang-orang sholeh 4) Walaupun lapar tetapi tidak mengisi perut dengan makanan sampai kenyang 5) Dzikir malam 5 M (Manajemen Produksi) 1) Mutu terjamin halah 2) Murah harganya 3) Mudah didapat (diperoleh) 4) Mutakhir (teknologi) 5) Multi manfaat dunia akherat Konsep Untung 1) Bila jadi amal sholeh 2) Bila jadi ilmu 3) Bila bermanfaat 4) Bila menambah silaturahmi 5) Bila menguntungkan orang lain Konsep Rapih (Bebaskomiba) 1) Berantakan rapikan 2) Basah keringkan 3) Kotor bersihkan 4) Miring luruskan 5) Bahaya amankan
TSP (Budaya Kebersihan)
55
1) Tahan dari buang sampah sembarangan 2) Simpan sampah pada tempatnya 3) Pungut sampah, insya Allah sedekah Dewasa 1) Diam aktif 2) Empati 3) Wara’ 4) Amanah 5) Suri Tauladan 6) Adil Rahasia Sosialisasi 1) Suri Tauladan 2) Media yang aman 3) Pendidikan yang unggul 4) Lingkungan yang kondusif 7 sasaran manajemen qalbu, meredam penyakit hati (TENGIL) 1) Takabur 2) Egois 3) Norak/ Pamer 4) Galak 5) Iri Dengki 6) Licik 7 B (Kiat Meraih Hidup Sukses) 1) Beribadah dengan benar dan istiqomah 2) Berakhlak baik 3) Belajar tiada henti 4) Bekerja keras, cerdas dan ikhlas 5) Bersahaja dalam hidup 6) Bantu sesama
56
7) Bersihkan hati selalu 2B2L 1. Bijak melihat kekurangan orang lain 2. Berani mengakui kelebihan orang lain 3. Lupakan kebaikan diri pada orang lain 4. Lihat kebaikan orang lain pada diri kita 6 Cinta (Peningkatan Ruhiah) 1) Cinta masjid 2) Cinta shalat 3) Cinta shaum 4) Cinta Qur’an 5) Cinta shadaqah 6) Cinta dzikir 5 ‘at (Ma’rifatullah) 1) Tekad yang kuat 2) Perbanyak tobat 3) Jauhi maksiat 4) Tingkatkan taat 5) Tebarkan manfaat Program Unggulan Sebagai pesantren yang mempunyai konsep sebagai miniatur realita kehidupan, pusat aktivitas keislaman dan pesantren virtual. Daarut Tauhiid mempunyai berbagai macam program unggulan diantaranya 1) Training Manajemen Qolbu (Daarut Tauhiid Training Center) 2) MQ untuk instansi/ perusahaan 3) MQ bunda 4) MQ umum 5) In House Training (Daarut Tauhiid Training Center) 6) Pesantren kilat (sanlat) Liburan Prestatif (Pusat pelatihan anak & remaja)
57
7) Sanlat khas DT Super Camp (Pelatihan anak & remaja) 8) Santri Siap Guna (SSG), Santri Dauroh Qolbiyah, Dauroh Qur’aniyah, Dauroh Akhir Tahun (lifeskill), Dauroh Ramadhan, Dirosah Islamiyah, Program Akhlak plus Wirausaha (Pendidikan), Program Pesantren Mahasiswa (PPM) 9) Dana Produktif Ummat dan Sosial (DPU) 10) Klinik Kesehatan (K-Pe Sehat) dan konsultasi 11) MQ on air (MQ FM 102.7 FM) 12) Pengajian rutin kamis malam dan ahad pagi (Dewan Kemakmuran Masjid) 13) Keluarga mahiswa Daarut Tauhiid (Gamada) 14) Majlis Ta’lim Manajemen Qolbu 15) Pelatihan Baby sitter (muslimah center) 16) Bazaar Pengajian (Persaudaraan Pengusaha Muslim) 17) Kelompok bimbingan haji (KBIH) 18) Koperasi pondok pesantren (Kopontren) 19) Baituk mal wa tamwil (BMT) 20) SMM DT 21) Cottage dan Café Daarul Jannah 22) MQ Guest House 23) Dan lain-lain Struktur organisasi Secara struktural pembina
yayasan DT adalah AA GYM dan H.
Engkos koeswara (ayah AA) dengan dibantu dewan asaatidz yang diketuai H. Abdul Wahab, LC.7 Sedang kesekretariatan DT membawahi: Bagian Adkeu, HUMAS, Litbang dan kelembagaan, TK Kahs DT, Klinik DT. Untuk merealisasikan program-programnya, yayasan DT membentuk Dompet Peduli Umat (DPU), cabang DT serta Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), Daarut Tauhiid Training Center (DTTC) yang mengelola 7
File Profil Daarut Tahiid, (Bandung: 24 Oktober 2009)
58
Pelatihan MQ, Pesantren (yang menangani program pendidikan santri), Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), serta Muslimah Center, yang menangani Pesantren khusus akhwat/ wanita. Untuk
struktur
organisasi
bidang yang menangani
pesantren
(pendidikan program santri akhlak plus wirausaha) dapat dilihat dalam lampiran-lampiran.
B. Pelaksanaan Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlak plus Wirausaha Daarut Tauhiid 1.
Latar Belakang Adanya Model Pendidikan Pesantren Berbasis Akhlakplus Wirausaha Latar belakang adanya pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha adalah berawal dari keinginan pimpinan pondok pesantren (Aa Gym) pada tahun 2001 beliau sedang membumingkan program bagaimana agar setiap muslim memiliki kemampuan leadership dan wirausaha (entrepreneurship). Beliau ingin merubah paradigma (pola pikir) masyarakat terutama kawula muda tentang apa itu wirausaha wirausaha. Beliau ingin merubah pola pikir bahwa wirausaha itu bisnis dagang dan jualan.8 Akhirnya diterjemahkan keinginan itu oleh para asaatidz dan tim dengan mengadakan rapat membahas bagaimana menjual program pada umat yang mana tujuannya ketika santri mengikuti pendidikan ini diharapkan, yang pertama, santri mempunyai akhlak yang baik; akhlak yang baik pada Allah, Rasul, manusia dan sesama mahkluk, semuanya diajarkan lewat materi tauhid dan akhlak lewat bingkai metode Manajemen Qolbu (MQ).9
8
Hasil wawancara denga PJ. Santri Mukim, Abu Azizah Roni Abdul Fatah, S.Th. Bandung: 14 Oktober 2009 9 Ibid.
59
Yang kedua, diharapkan santri memiliki jiwa kemandirian ( tidak menjadi beban orang lain) ditanamkan pada santri rasa malu menjadi beban orang lain. Dan yang ketiga, santri bisa memberikan manfaat sebanyak mungkin bagi orang lain. Sehingga nantinya ketika santri sudah memiliki akhlak yang baik lalu terjun ke dunia bisnis dengan baik dan ketika nanti Allah mentakdirkan santri ini memiliki kekayaan, berhasil dan sukses, orang lain bisa merasakan manfaat dari kesuksesannya itu.10 2. Tujuan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha a. Tujuan Umum Membentuk pribadi santri yang memiliki pemahaman agama Islam dengan baik dan benar yang dibangun di atas pemahaman al Qur’an dan as Sunnah sebagai sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat, memiliki jiwa kemandirian, mampu mengoreksi dan memperbaiki diri untuk menuju ridho ilahi, Allah ‘azza wa jalla. b. Khusus Menghasilkan sosok santri yang memiliki: Kebeningan Hati (Qolbun Salim) Kemandirian, bertanggung jawab dan Bermental Wirausaha Berjiwa Kepemimpinan Mampu membangun opini massa Mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan seharihari. 3. Materi pendidikan ahklak plus wirausaha A. MATERI KELAS MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) 1.
Akhlaq, terdiri dari :
a.
Manajemen Qalbu (Mengenal Hati, Mengenal Penyakit Hati, Mengobati Penyakit Hati, Bagaimana Agar Hati Selalu Hidup, dsb)
10
Ibid.
60
b.
Konsep-konsep DT lainnya, meliputi 5 S, 7B, dan lain-lain
2.
Tilawah Quran, terdiri dari :
a.
Al-qur’an, (Pra Tahsin ) & (Tahsin)
3.
Aqidah, terdiri dari :
a.
Ma’rifatulloh (Mengenal Allah)
b.
Ma’rifaturrosul (Megenal Rosul)
4.
Fikh Ibadah a. Fiqh Ibadah (Thaharoh, Shalat, Zakat, Shaum dan Haji)
MKDK (Mata Kulaih Dasar Kejuruan) 1.
Leadership/Kepemimpinan
2.
Entrepreneurship/Wirausaha
3.
Ekonomi Syariah
4.
Live Skill
Materi IntraKurikuler 1.
Kajian Al hikam
2.
MQ On Air
3.
Tausyiah
4.
Majlis Ma’rifatulloh (Kamis Malam dan Minggu Siang)
5.
Praktikum Wirausaha
6.
Praktik Pembekalan
Materi Pembiasaan 1.
Sholat Fardu berjamaah dimasjid
2.
Sholat Tahajud
3.
Shaum Sunah Senin dan Kamis
4.
Sholat Dhuha
5.
Tadrus dan Talaqqi Al Qur-an
6.
Dzikir pagi dan Petang ( Al Ma’tsurot )
Materi Pendukung 1.
Olah Raga Bela Diri
2.
Kebersamaan
3.
Opsih
61
4.
Muhasabah/perenungan diri
5.
Aktivitas dialam terbuka
6.
Malam Bina Iman Dan Taqwa (MABIT)
7.
Rihlah Ilmiyah / Studi Banding
8.
Buka Shaum bersama
9.
Semua kegiatan keseharian yang berdasarkan aktivitas, dengan dibimbing oleh mudabbir/fasilitator
4. Keadaan Guru/ Asaatidz Para pengajar/ atau asaatidz mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Rata-rata para asaatidz berpendidikan minimal strata 1, ada yang memang dari pendidikan dan ada yang dari umum.adapun jumlah asaatidz dalam pendidikan ini tidak diketahui secara pasti, karena pendidikan ini seperti diklat (tapi panjang) sehingga tidak seperti sekolah formal yang memiliki guru tetap. Adapun para asaatidz (selain Aa gym) yang mengajar pada program ini yaitu; 1. Ust. Roni Abdul Fatah 2. Bp. Dudung Abdul Ghaniy 3. Ust. Mulyadi al Fadhil 4. Ust. Ahmad Suja’i 5. Abdurrahman Yuri (Adeda) 6. Ust. Maman 7. Ust. Sholahuddin 8. Ust. Mardais 9. Bp. Leonardo al Ghazi 10. Bpk. Yopi Hendra 11. Bpk. Andrianto 12. Ust. Nashirul Haq dan lain-lain
62
5. Sarana dan Prasarana a. Daarul Ilmi Adalah salah satu bangunan di lingkungan Daarut Tauhiid yang pada awalnya bangunan ini hanya berupa saung sederhanq. Gedung ini dibangun hanya dalam waktu 40 hari (selama Aa Gym pergi melaksanakan ibadah Haji pada bulan april 1999). Hingga saat ini selain digunakan untuk pelatihan manajemen qalbu dan tempat pembelajaran santri mukim APW, juga dibuka untuk masyarakat umum yang ingin menggunakan aula tersebut, dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. b. Daarul Hajj Aula yang letaknya berada persis di sebelah aula Daarul Ilmu ini merupakan hadiah dari santri untuk Aa Gym ketika beliau melaksanakan ibadah Haji tahun 2002. Aula ini digunakan untuk pelatihan-pelatihan, seminar, bedah buku, dan acara-acara lainnya yang diselenggarakan oleh Daarut Tauhiid. Keberadaan aula ini sangat menunjang terlaksananya berbagai kegiatan Daarut Tauhiid, dan merupakan aula yang sering digunakan santri mukim APW dalam pembelajaran materi manajemen qolbu. c. Aula Daarul Hidayah Aula ini letaknya di bawah serambi utama masjid Daarut tauhiid, selain tempatnya cukup representatif, aula ini juga dilengkapi sarana multimedia, seperti: televisi yang dihubungkan langsung dengan serambi utama masjid lewat kamera (handy cam/CCTV yang terpasang di serambi utama masjid). Aula ini yang paling sering digunakan santri mukim APW dalam pembelajaran. d. Aula kantor pesantren lantai 3 Aula yang berada di lantai 3 gedung Kopontren ini selain untuk ruang pertemuan para santri karya Daarut Tauhiid juga digunakan untuk pembelajaran santri mukim APW. Kelebihan ruang ini adalah
63
dilengkapi panggung dan juga bebas dari kebisingan yang datang dari luar, karena letaknya di lantai 3 gedung dan tersembunyi. e. Asrama Santri Asrama santri ini dipisahkan menjadi 2, yaitu asrama ikhwan dan asrama akhwat, seiring dengan perkembangannya, asrama santri sering berpindah tempat. Yang mana pada saat santri mukim APW letak asrama ikhwan di sebelah rumah salah satu asaatidz DT, sedangkan akhwat di belakang kantor sekretariat pesantren. Adapun untuk tahun ini pembangunan asrama santri 6 lantai sedang digarap. f. Kelas SMK Boarding School Daarut Tauhiid Adalah kelas milik SMK yang digunkan santri untuk melaksanakan ujian sebelum masuk ke marhalah 3, terletak di sentral V di gedung SMK lantai 3. g. Masjid Daarut Tauhiid Masjid Daarut Tauhiid adalah tempat yang paling sering digunakan santri, yaitu untuk melaksanakan kegiatan ibadah fardhu, maupun sunnah, adapun pada hari senin dan kamis, santri sering menghabiskan waktu di masjid ini untuk berbuka puasa bersama dan mengikuti pengajian Aa gym dan para asaatidz Daarut Tauhiid. h. Perpustakaan Daarut Tauhiid Perpustakaan Daarut Tauhiid adalah salah satu sarana bagi santri yang hendak menambah ilmu. Perpustakaan ini memiliki memiliki sekitar 10000 Eksemplar Buku, VCD sekitar 300 Buah dan Kaset 125 Buah, kini pun dalam usianya hampir 2 tahun, memiliki anggota 665 orang (terdiri atas Civitas DT, dan masyarakat umum/ mahasiswa ). i. SMM Daarut Tauhiid Tempat santri biasanya membeli kebutuhan sehari-harinya.(bersifat fasilitas saja) j. BMT (baitul mal wa ta’mil) Daarut Tauhiid Tempat santri menabungkan uangnya. Dan berbagai macam sarana dan prasarana lainnya.
64
6. Proses pembelajaran pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha Dalam pengamatan peneliti, pembelajaran umumnya dilaksanakan pukul 09.00 WIB, sebelum pembelajaran santri diharuskan untuk shalat dhuha terlebih dahulu lalu membaca asmaul husna secara klasikal sambil menunggu kedatangan ustadz, dan dalam pembelajarannya para santri selalu didampingi mudabbir. Proses pembelajaran seperti layaknya proses belajar mengajar pada umumnya, ada tujuan, ada guru yang menyampaikan, ada santri, ada materi, metode, kurikulum, sarana dan prasarana dan evaluasi. Dalam proses pembelajaran, masing-masing ustadz memiliki metode tersendiri. Dan cukup variatif. ada yang menggunakan berbagai metoden dalam 1 materi, namun ada pula yang setiap materi metode yang digunakan selalu sama. Dalam proses pembelajaran, para ustadz selalu memanfaatkan media pembelajaran modern seperti LCD dan laptop, dalam rangka efektifitas dan efisiensitas pembelajaran Para santri biasa belajar di aula-aula yang terdapat di lingkungan Daarut Tauhiid, selain representatif, aula-aula yang ada sangat nyaman, sehingga santri jarang yang merasakan kepanasan atau yang lainnya. Secara keseluruhan proses pembelajaran dalam pendidikan akhlak plus wirausaha ini sudah baik. Cuma ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan. 7. Implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha Pendidikan pesantren akhlak plus wirausaha ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan. Pendidikan ini adalah salah satu program unggulan pesantren Daarut Tauhiid. Santri yang ikut pendidikan ini sering disebut santri mukim akhlak plus wirausaha atau santri APW. Dengan ciri santri memakai syal warna orange, tujuannya supaya santri lebih mudah dikenali. pendidikan ini dibagi menjadi 3 marhalah/ tingkatan :
65
a. Tahapan/ marhalah, satu pembangunan karakter. Pada marhalah satu ini (santri APW 12 dengan latar belakang yang berbeda-beda berjumlah 52 orang yang telah lolos seleksi) mengikuti pembekalan awal dengan pengkondisian kelas, pembukaan marhalah 1, pengenalan tata nilai dan budaya Daarut Tauhiid, kontrak marhalah satu, penjelasan tata tertib dan lain-lain. Selama 1 minggu (11-17 Agustus 2009) santri dibekali beberapa materi, mulai dari materi keagamaan, materi adab, pendidikan baris-berbaris (PBB), manajemen diri, dan manajemen camping. Setelah itu selama 3 hari mulai tanggal 18-20 Agustus, para santri berangkat ke Bumi Perkemahan Cikole untuk melaksanakan camping dan solo bivouac. Disana selama 3 hari 2 malam, santri diajarkan beberapa materi kepanduan dan kemiliteran dan materi solo bivouac. Selain itu terdapat pula materi bina mental untuk menumbuhkan dan menguatkan mental rohani mereka sebelum mereka menempuh pendidikan selama 6 bulan lamanya. Selain materi bintal para santri juga diwajibkan memperkuat ruhaninya dengan melakukan qiyamul lail di alam bebas sekaligus untuk melatih mereka untuk mentadaburi kekuasaan Allah lewat alam Di tempat camping para santri dibagi menjadi beberapa regu (1 regu: 5-6 orang) mereka diberi tenda sebagai tempat istirahat (bivak alam regu). Adapun pada malam terakhir para santri diperintahkan untuk bermalam di atas gunung tanpa berkelompok, tetapi secara individu, dengan bermalam di atas gunung sendirian (Setelah sebelumnya dibekali materi solo bivak) para santri diberi kesempatan untuk melakukan perenungan dan dzikir kepada Allah. Tujuan marhalah satu ini adalah untuk mengenalkan tata nilai dan budaya pesantren Daarut Tauhiid melalui orientasi dan pembentukan karakter BAKU (baik dan kuat) melalui diklatsar agar santri memiliki kesiapan (kognisi, sikap mental, fisik, sosial) untuk mengikuti pembelajaran selama 6 bulan dalam program APW.
66
b. Tahapan/ Marhalah dua, Pembekalan Teori Pada tahap/marhalah dua, santri mendapatkan materi yang diarahkan kepada pembentukan akhlak dan mental wirausaha yang Berjiwakan leadership dengan tata nilai manajemen qolbu, di dalamnya juga dimasukkan kajian tentang tsaqofah islamiyah, fiqh ibadah, ekonomi syariah dan lain-lain. (jadwal terlampir) Pada tahapan ini santri mendapat berbagai materi selama 3 bulan lamanya. Ada 3 materi yang harus diikuti selama 3 bulan selain materi inti, yaitu materi pembiasaan, materi intra kurikuler dan materi pendukung. Adapun sebelum pembelajaran, para santri diwajibkan untuk membaca asmaul husna bersama-sama dan dzikir-dzikir yang disunnahkan
sembari
menunggu
kedatangan
ustadz.
Dalam
pembelajaran, materi inti disampaikan oleh para asaatidz baik dari Daarut Tauhiid sendiri maupun Asaatidz dari luar. Pembelajaran dilakukan di dalam ruangan/ aula, seperti aula daarul hidayah, aula daarul ilmi, aula daarul hajj, yang mana suasana dan keadaannya sangat representatif. Dalam
proses
pembelajaran,
para
asaatidz
kebanyakan
menggunakan metode ta’lim (ceramah), metode ta’lim billu’bah (simulasi/games), halaqah (mentoring), Nadwah (diskusi/dialog), Praktikum (disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan). Selain itu para asaatidz juga menggunakan media pembelajaran yang cukup modern, seperti laptop, LCD, dan wireless. Sehingga dengan variasi metode didukung media pembelajaran yang modern para santri dapat lebih cepat menangkap dan memahami materi yang diajarkan. Pemberian tugas dan meresume materi pembelajaran juga dilakukan para asaatidz agar para santri tidak hanya menjadikan para ustadz sebagai sumber pembelajaran/ ilmu (teacher oriented). Para santri dipersilahkan menggunakan fasilitas internet untuk mencari kajian materi yang ditugaskan.
67
Selain pembelajaran yang telah terjadwal, para santri juga memiliki jadwal pembelajaran hasil kesepakatan para santri. Yaitu latihan muhadarah (ceramah) yang dilakukan di asrama secara bergiliran. Para santri dengan dibimbing mudabbir (pendamping) membagi tugas para santri dalam pembelajaran ini, siapa yang menjadi MC, pembaca sari tilawah, pemateri, doa dan sebagainya. Di dalamnya juga diadakan sesi tanya jawab atas materi yang telah disampaikan. Lalu nantinya mudabbir memberikan kesimpulan atas materi-materi yang telah disampaikan. Muhadarah ini dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu hari jumat malam bada isya, dan ahad sore ba’da ashar.11 Setelah 3 bulan mengikuti marhalah dua, sebelum naik ke marhalah tiga, para santri diwajibkan mengikuti ujian atas materi-materi yang telah disampaikan dari awal sampai akhir. Bentuk ujian ialah tes lesan dan tertulis (untuk tes tertulis contoh/ sampel soal ujian terlampir). Baru setelah dinyatakan lulus, santri bisa naik ke marhalah tiga. c. Tahapan/ Marhalah Tiga, Aplikasi Ilmu Pada
tahap/marhalah
tiga,
santri
dibagi
menjadi
tiga
kelompok/kafilah: yaitu kafilah ikhtiar, kafilah khidmat dan kafilah da’wah, pada marhalah ini santri dituntut mengaplikasikan semua ilmu yang pernah didapat dan dipelajarinya pada marhalah satu dan dua. Dengan waktu sekitar 2 bulan, marhalah ini dibuka dengan magang, yaitu para santri diberi kesempatan magang pada lembaga bagian/ sub bagian Daarut Tauhiid seperti: cottage daarul jannah, Daarut Tauhiid Training Centre (DTTC), MQ TV, MQ FM, dan lainlain selama 3 minggu. Para santri diberi kebebasan memilih dimana ia akan magang sesuai bakat dan minatnya dengan memberikan angket H1 minggu sebelum kegiatan magang dilaksanakan. Setelah magang, menginjak ke tahapan ke dua marhalah tiga, yaitu aplikasi ilmu yang didapatkan pada marhalah satu dan dua. Pada 11
Hasil Observasi di Asrama Santri, tanggal 18-19 Oktober 2009.
68
tahapan ini santri di nol kan (dalam artian tidak membawa uang sepeserpun) dengan keadaan seperti itu santri dituntut untuk mempraktekkan ilmu yang didapat, dibebaskan mereka berikhtiar bagaimana caranya santri dengan posisi seperti itu mendapatkan uang tanpa mengesampingkan akhlak dan ibadahnya tetap terjaga (baik itu ibadah wajib, dhuha, tahajud, tilawah al Qur’an dan sebagainya). Mereka dituntut mencari pekerjaan apapun itu tanpa uang sepesepun mereka ditarget 1 hari harus mendapat sejumlah uang 25 ribu untuk setoran wajib (jika lebih, untuk dirinya pribadi dan jika kurang berarti santri berhutang) Pada malam harinya, di review setelah seharian santri berikhtiar, sehingga nantinya para santri bisa mengambil hikmah apa yang didapat, seperti timbul keyakinan dalam diri santri bahwa Allah itu menetapkan rezeki manusia itu berbeda-beda, walaupun sama-sama mereka berikhtiar tetapi hasilnya pasti beda-beda. Sehingga dengan itu santri makin bertauhid kepada Allah, yakin kepada janji dan jaminan Allah. Pada tahapan ini sebagian santri ada yang berkhidmat di asrama, mencucikan pakaian, mencuci piring, memasak untuk santri kelompok ikhtiar, nanti selama 1 minggu dirolling/ diganti, kelompok ikhtiar menjadi kelompok khidmat dan sebaliknya. Dalam berikhtiar, para santri seperti yang disebutkan diatas, ditarget mendapat minimal 25 ribu rupiah/ hari, yang nantinya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum para santri (sehingga uang para santri masih utuh) dan sebagian untuk bekal ketika nanti marhalah da’wah di tempattempat yang telah ditentukan. Yang terakhir, santri masuk ke marhalah dakwah atau PPM (Praktek Pengabdian Masyarakat) selama 3 minggu. Disini santri dikirim ke daerah tertentu yang rawan ketertinggalan dan kristenisasi untuk berdakwah. Dengan bekal ilmu yang didapat pada marhalah 1 dan 2, serta bekal finansial dari marhalah ikhtiar, santri berdakwah pada masyarakat. Bentuk dakwahnya pun bermacam-macam, seperti bakti
69
sosial, majelis ta’lim, TPA, kegiatan kebersihan dan lain-lain. Harapannya setelah kegiatan ini para santri mempunyai kepekaan untuk berbagi kepada orang lain. Selesai semua itu, para santri diberi waktu selama satu minggu untuk membuat tugas akhir (laporan pertanggungjawaban) atas kegiatan yang dilakukan pada marhalah 3 untuk disidangkan. Bagi yang lulus akan diwisuda (langsung oleh Aa Gym), mendapat sertifikat, transkip nilai dan grafik ibadah dari mulai awal sampai akhir. Dalam wisuda ini nantinya orang tua santri diundang sekaligus sebagai sarana silaturahmi orang tua dengan keluarga besar pesantren Daarut Tauhiid.12 Seperti itulah proses pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha yang dilaksanakan di Daarut Tauhiid, sehingga dengan model pendidikan seperti ini nantinya tercipta santri yang sesuai dengan tujuan pendidikan akhlak plus wirausaha ini.
12
Hasil Wawancara, loc.,cit.
70
BAB IV KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID
A. Kelebihan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid Dari penelitian yang penulis lakukan selama 1 bulan dan dari beberapa informasi serta hasil observasi, dokumentasi dan wawancara, dalam pelaksanaan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, penulis menganalisis beberapa kelebihan pelaksanaan model pendidikan pesantren berbasis wirausaha ini. Meliputi; 1. Pertama, penulis menemukan kelebihan dalam model pendidikan ini, yaitu model pendidikan ini tidak ditemukan di pesantren selain Daarut Tauhid (berciri khas Daarut Tauhiid) dengan jangka waktu pendidikan 6 bulan, para santri mendapatkan berbagai macam keilmuan, mulai dari keagamaan, manajemen qalbu sampai ketrampilan wirausaha. dalam hal tahapan pendidikannya pun sangat tepat karena yang pertama santri dikuatkan dahulu mentalnya, lalu diberi materi keilmuan dan terakhir aplikasi keilmuannya dalam kehidupan nyata (bersifat konstektual). 2. Mengenai penerimaan santri yang mengikuti pendidikan akhlak plus wirausaha ini, penulis juga menemukan beberapa kelebihan mengenai aturan-aturan yang yang harus dipatuhi calon santri yaitu adanya MoU atau nota kesepakatan antara santri, orang tua santri dan penanggung jawab program untuk melaksanakan dan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan pesantren, yang mana hal ini dilakukan untuk mengukur keseriusan santri dalam mengikuti pendidikan ini. Setelah itu juga terdapat pre test atau tes awal dan placement tes atau tes penempatan berupa tes kemampuan wawasan dan tahsin Qur’an yang berguna nantinya sebagai acuan untuk penempatan santri.
71
3. Ketika dalam proses pembelajaran, adanya peran serta mentoring/ mudabbir yang selalu mendampingi dan mengawasi santri selalu dilakukan. Seperti membangunkan santri yang dalam proses pembelajaran tertidur atau yang memberikan teguran santri ketika cuek terhadap materi yang
diberikan.
Dalam
proses
pembelajaran
penggunaan
media
pembelajaran yang modern menjadi nilai tambah tersendiri, karena selain pembelajaran
dapat
lebih
efektif,
santri
pun
sepertinya
lebih
memperhatikan jikalau materi yang diterangkan dirancang dengan audio visual yang menarik. 4. Selain itu menurut pengamatan penulis, pendidikan akhlak plus wirausaha ini dalam materi tertentu selalu disampaikan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya, tenaga professional dan merupakan trainertrainer yang cukup diakui, memiliki banyak pengalaman sehingga membuat santri termotivasi dalam mengikuti apa yang disampaikan. 5. Fasilitas berupa tempat belajar yang nyaman dan representatif, perpustakaan yang lengkap turut menjadi kelebihan model pendidikan ini. 6. Adanya materi intra, materi pembiasaan dan materi pendukung menurut pengamatan penulis menjadikan santri lebih fres dan menjadi lebih semangat karena dalam materi pendukung, pembiasaan dan intra sangat melatih kekuatan ruhiah, kemampuan afektif dan psikomotorik mereka, seperti rihlah ilmiyah dan mabit di masjid yang terletak di pegunungan, juga tadabur alam. Materi-materi dasar umum dan dasar kejuruan yang diberikan pun cukup aplikatif, dipilih dan disesuaikan dengan latar belakang santri yang berbeda-beda serta dipilihkan materi yang kiranya diperlukan dan dekat dengan keseharian mereka. B. Kekurangan implementasi model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha di pesantren Daarut Tauhiid Diantara kelebihan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, penulis juga menganalisis dan mengidentifikasi kekurangan yang terdapat dalam pendidikan pesantren ini. Diantara kekurangan yang penulis temukan
72
diantaranya kebanyakan bersifat tekhnis selain tentu ada yang bersifat non tekhnis. Kekurangan tersebut yaitu: 1. Dalam materi fiqh, idealnya dalam sebuah lembaga pendidikan bernama pesantren terdiri dari beberapa jenis ilmu fiqh, dari fiqh ibadah, muamalah, siyasah, munakahat dan sebagainya. Di dalam pendidikan akhlak plus wirausaha ini hanya diajarkan tentang fiqh ibadah an sich. Yang mana tentunya masih banyak kekurangan dalam hal ini. 2. Dalam pembelajarannya, menurut pengamatan penulis, santri kurang dilibatkan dalam aktifitas pembelajaran. Pola pembelajaran yang dilakukan seakan satu arah, ustadz menjelaskan, lalu santri mendengarkan dan mencatat. Walaupun ada dialog diakhir pembelajaran, menurut penulis itu masih sangat kurang. Pola pembelajarannya tidak pernah berangkat dari sebuah masalah, sehingga daya kritis santri dan semangat santri untuk mencari dan menggali hukum-hukumnya melalui kemampuannya sendiri sangat kurang. 3. Menurut
pengamatan
penulis,
pada
marhalah
dua,
adanya
ketidakseimbangan jumlah materi yang diajarkan, dengan durasi waktu yang telah ditetapkan, artinya terkadang seperti dipaksakan, karena materi masih banyak, waktunya terbatas, maka seperti dipaksakan materi ini pada santri, padahal materi sebelumnya santri belum tentu sudah mengerti. Dengan pertimbangan lebih baik tahu sedikit tapi faham dari pada tahu banyak tapi tidak faham sedikitpun, harusnya jadi pertimbangan. 4. Dalam pembelajaran seringnya penulis amati santri yang terlambat datang, atau asaatidz yang terlambat datang, serta ruangan pembelajaran yang seolah-olah
tidak
ada
koordinasi,
pindah
kesana-kesini
tanpa
pemberitahuan, sehingga membingungkan santri dan juga asaatidz. hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi pemahaman santri akan makna kedisiplinan dan manajemen islami yang profesional yang diterapkan di pesantren.
73
5. Mengenai metode, dalam materi tertentu, ustadz selalu memakai metode yang sama dalam pembelajarannya, sehingga yang pada mulanya santri bersemangat kini mulai bosan. Contoh: terlalu lama menggunakan metode ceramah. Memang diantara kelebihan metode ceramah yaitu ustadz mudah menguasai kelas, guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar, dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar dan mudah dilaksanakan. Namum perlu dipertimbangkan pula kekurangannya yaitu membuat siswa pasif, mengandung unsur paksaan kepada siswa (siswa seperti dijejali materi), membendung daya kritis siswa, kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata), dan bila terlalu lama menggunakan metode ini akan cepat menimbulkan kebosanan. 6. Diskusi dan tanya jawab hanya dikuasai oleh santri yang vokal, Karena santri ada yang cenderung malu jikalau harus bicara di depan forum. (mungkin bisa dicoba dengan metode-metode seperti active learning dan sebagainya). 7. Dalam pembelajaran materi tertentu, ustadz jarang memberikan contoh konkret terkait materi yang diajarkan (karena dengan latar belakang yang berbeda, santri ada yang lebih mudah menerima/ faham jika dimulai dari kasus atau kejadian) maksudnya bisa dicoba dengan menggunakan metode problem solving. 8. Belum adanya tes perbuatan/praktek, yang mana pada materi tertentu perlu adanya tes praktek/perbuatan, misal praktek shalat sesuai dengan sunnah rasul (jikalau memang diperlukan, terkait dengan madzhab). 9. Mengenai fasilitas, banyak fasilitas milik pesantren yang jarang sekali dimanfaatkan oleh santri, seperti perpustakaan (untuk menambah ilmu). Kurangnya kesadaran santri untuk menggunakan fasilitas yang ada di sekitar pesantren hanya untuk hal-hal yang bermanfaat saja. seperti internet, dan lain-lain. 10. Kurangnya penghargaan santri atas kebebasan yang diberikan penanggung jawab program untuk membawa hp. Sehingga saat pembelajaran ada santri yang sibuk smsan atau mengakses internet tanpa pengawasan.
74
11. Adanya asrama santri nyaman tetapi jauh dari masjid membuat santri agak malas-malasan untuk shalat berjamaah di masjid secara berjamaah. 12. Yang terakhir, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya,
pesantren
telah
mengalami
transformasi
yang
memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan.1 Merujuk pada keterangan diatas, penulis menemui kekurangan model pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha yang cukup substansial, yaitu hilangnya salah satu fungsi lembaga pendidikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddiin), menurut pengamatan penulis, didalam pelaksanaannya, pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini lebih mengutamakan kecakapan vokasional (keterampilan) dibandingkan dengan kecakapan keagamaan. Pada pembelajaran keagamaannya, santri hanya sekedar tahu, bukan untuk mengkaji dan mendalami. Dan terkait dengan model pendidikan pesantren ini yang seperti diklat (tetapi panjang, sekitar 6 bulan) akan sangat sulit menjadikan model pendidikan pesantren ini untuk mengembalikan makna lembaga pendidikan pesantren yang sebenarnya yaitu menciptakan kader ulama.
1
Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), h.101.
75
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Dari hasil penelitian tentang implementasi pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini, dapat penulis simpulkan bahwa; 1. Pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha ini berawal dari pemikiran pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa gym) yang ingin merubah paradigma masyarakat utamanya kawula muda tentang wirausaha. Beliau juga ingin agar setiap muslim mempunyai akhlak yang baik, kemampuan leadership dan entrepreunership yang bagus. dengan dalil atau dasar pemikiran: khoirunnas anfauhum linnnas, sebaik-baik diantara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi sesama. Dapat diketahui pula pendidikan akhlak plus wirausaha merupakan salah satu program unggulan yang ada di DT, dengan 3 tahapan/marhalah: marhalah 1, marhalah 2 dan marhalah 3. Tahapan/ marhalah satu tujuannya adalah pembangunan karakter. pada marhalah ini santri mengikuti kegiatan dan beberapa materi lapangan yang mengarahkannya kepada pembentukan karakter baik dan karakter kuat. Disusul Tahap/marhalah dua, yaitu pembekalan keilmuan, pada tahapan ini santri mendapatkan materi yang diarahkan kepada pembentukan mental wirausaha
yang berjiwakan
leadership dengan tata nilai manajemen qolbu. Dan yang terakhir tahap/marhalah tiga, pada tahapan ini santri berlatih mengaplikasikan semua ilmu yang pernah dipelajari pada tahap/marhalah satu dan dua. Pada tahap/marhalah ini santri dibagi menjadi tiga kelompok/kafilah: a. Kafilah Da’wah dan Sosial, Kafilah ini memiliki tugas berda’wah di tempat/desa binaan yang sudah ditentukan oleh panitia b. Kafilah Ikhtiar, Kafilah ini bertanggung jawab menghidupi dan mencukupi semua kebutuhan hidup dan biaya da’wah seluruh santri , dan c. Kafilah Khidmat, Kafilah ini bertanggung jawab untuk melayani semua kebutuhan yang diperlukan oleh dua kafilah tersebut, dan bertanggung
76
jawab atas pengelolaan serta pendistribusian hasil yang didapatkan oleh tim ikhtiar untuk kesejahteraan semua santri. Dengan pendidikan 3 tahapan ini diharapkan santri dapat memiliki kemampuan seperti tujuan pendidikan pesantren berbasis akhlak plus wirausaha ini. Adapun pendidikan berbasis akhlak plus wirausaha ini berawal dari pemikiran
pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa Gym) yang
ingin merubah paradigma masyarakat, utamanya kawula muda tentang makna wirausaha. Beliau juga ingin agar setiap muslim memiliki akhlak yang baik, kemampuan leadership dan entrepreneurship yang bagus, dengan dalil atau dasar pemikiran: khoirunnas anfauhum linnas, sebaik-baik diantara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi sesame.
2. Tidak ada gading yang tak retak, diantara kelebihan yang dimiliki model pendidikan akhlak plus wirausaha, yaitu mulai dari proses penerimaan santri yang
selektif,
proses
pembelajarannya
yang
mengunakan
media
pembelajaran modern, fasilitas dan tenaga pengajar yang professional, terdapat pula kekurangan-kekurangan yang didapati dalam pelaksanaan program pendidikan ini yang perlu diperbaiki terus menerus. Kekurangan tersebut meliputi efektifitas metode pembelajaran yang digunakan, materi yang kurang komprehensif, kurangnya variasi pembelajaran, fasilitas perpustakaan yang kurang dimanfaatkan dan juga belum tercapainya makna pesantren sebagai pencetak para ulama (tafaqquh fiddiin), karena sangat sulit menciptakan pesantren pencetak para ulama dengan model pendidikan yang cukup singkat (seperti diklat) selama 6 bulan..
B. Saran-saran Untuk Pesantren 1.
Lebih membuka jaringan/ link untuk bekerja sama dengan pondok pesantren lain demi kemajuan pesantren, semisal bekerja sama dalam hal materi/ pertukaran asaatidz dengan pesantren modern lainnya.
77
2. Diadakannya semacam workshop/ pelatihan untuk para asaatidz dalam mempelajari berbagai macam metode pengajaran, seperti active learning dan sebagainya. Sehingga diharapkan para asaatidz dapat menerapkan berbagai macam metode tersebut dalam penyampaian materi sehingga santri tidak mengalami kebosanan tetapi tujuan pembelajaran tetap tercapai. 3. Diperketat dan dipertegasnya kembali aturan-aturan yang telah disepakati, terutama di asrama santri. 4. Pengoptimalan kembali peran mudabbir dalam membimbing dan mendampingi santri selama proses pembelajaran maupun saat di asrama, mudabbir harus dapat menjadi sahabat bagi santri dan menjadi pemberi solusi dalam permasalahan santri, serta menjadi penghubung antara para santri dengan para asaatidz.
Daftar Pustaka Abdul Halim, M. Nipan, Menghias Diri dengan Ahklak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 200. Adrianto, Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 12, disampaikan pada kegiatan santri APW angkatan 12 di Aula Daarul Hidayah, Bandung, Jawa Barat. Al Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, juz VII-IX, Beirut: Daarul Fikr,1980. Al Ghazali, Imam, Teosofi al Qur’an, Terj. Lukman Hakim, Surabaya: Risalah Gusti, 1996. Al Ghazuli, Abdul Aziz, Menahan Pandangan Menjaga Hati, terj. Abdul Hayyie al Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2003. Al Ghulayani, Muhammad Musthafa, Idhatun Nashihin, Beirut: al Maktabah al Ahliyah, 1949. Al Ja’fi, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizibah al Bukhari, Shohih Bukhari, Juz VII, Beirut Libanon: Daarul Kitab al Ilmiah, 1992. Al Jauzi, Ibnu Qayyim, Terapi Penyakit Hati, terj. Salim Bazemool, Solo: Pustaka Mantiq, 1995. Al Syaibani, Omar Muhammad al Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Anuz, Farid bin Gasim, Bengkel Akhlak, Jakarta: Darul Falah, 2002. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005. Basri, Hasan, Keluarga Sakinah: Tinjauan Psikologi dan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan, 1995.
Cuwantoro, Asep, Stigma Terorisme dan Masa Depan Pesantren, Skripsi Fakultas Tarbiyah, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2007. Daarut Tauhid, Pesantren, Buku Panduan Santi Mukim, (Bandung: Daarut Tauhiid, 2008. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai, Jakarta: LP3ES, 1982. Faturrahman, Pupuh, Pengembangan Pondok Pesantren: Analisis Terhadap Keunggulan Sistem Pendidikan Terpadu, Lektur Seri XVI/ 202, h. 322323. File Profil Daarut Tahiid, (Bandung: 24 Oktober 2009) Halim, A, Rr. Suhartini, M Chorul Arif dan A. Sunarto AS. Manajemen Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005. Hasil Observasi di Asrama Santri, tanggal 18-19 Oktober 2009. Hasil wawancara denga PJ. Santri Mukim, Abu Azizah Roni Abdul Fatah, S.Th. Bandung: 14 Oktober 2009. Hasil Wawancara dengan Aa Gym, tanggal 1 Nov 2009 Hawa, Said, Mensucikan Jiwa, Robbani Press,1998. Hendra, Yopi, Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 12, disampaikan pada materi wirausaha santri APW 12, tanggal 14 Oktober 2009. Hidayatullah, Tim Penyusun IAIN Syarif, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992. http://www.E-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=183, “ Pengertian Wiruausaha dan Wiraswasta” tanggal akses 17 Oktober 2009. http://www.Moslemyouth.multiply.com/journal/item/29, “Menciptakan wirausaha Islami “tanggal akses 20 Oktober 2009. Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994.
Khasanah, Fitriyatun (3103120), Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis dalam Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren, Semarang, Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Lukens Bull, Ronald Alan, A Peaceful Jihad: Javanese Education and Religion Identity Construction, Michigan:Arizona State University, 1997. MA,
Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Surabaya: Karya Harapan, 2005.
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren: sebuah Potret Perjalanan.Jakarta: Paramadiana, 1997. Mashur, Kahar Membina Moral dan Ahklak, Jakarta: Kalam Mulia, 1987. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994. Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Moelong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosda Karya,2001. Muhammad bin Hasyim, Abdullah bin Husain bin Thahir bin, Sulam at Taufiq, Surabaya: al Hidayah, t.th. Muhyiddin, Asep, “Dialektika Pesantren, Perubahan Zaman dan Transformasi Sosial” dalam semiloko perencanaan strategi yayasan daarut tauhiid bandung. Nasir, M. Ridwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Nasution, Arman Hakim, Bustanul Arifin Nur dan Mohk. Suef, Entrepreneurship Membangun Spirit Teknopreneurship, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007. Nata, Abudin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2001. Nawawi al Jawi, Muhammad, Maraqil Ubudiyah, Semarang: Toha Putra, t.th Nur’aeni, Zaki, Daarut Tauhid: Modernizing Pesantren Tradition, Studi Islamika vol 12, no 3, 2005.
Pentafsir al Qur’an, Yayasan Penyelenggara Penterjemah, al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Indah Press, 1994. Publishing, Tim MQ, Welcome To Daarut Tauhiid: Berwisata Rohani, Melapangkan Hati, Bandung: MQ Publishing, 2003. Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarnya, 2003. SM, Ismail Dan Abdul Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Sudjana, Nana dan Ibrahim. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989. Suryabrata, Sunadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali, 1994. Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan: Mengurai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS, 2001. Wahjortomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Jakarta: Gema Insani Press, 1997. Ya'kub, Ismail Ihya al Ghazali, Jilid 3, Semarang: CV.Faizan, 1978 Ya’qub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung: Diponegoro,1996.
Lampiran-Lampiran GAMBAR KEGIATAN PENELITIAN
Gambar 1. Suasana Masjid Daarut Tauhiid
Gambar 2. Peneliti mewancarai pimpinan pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa Gym)
Gambar 3. Santri sedang mengikuti simulasi bagaimana bersifat egois ( materi manajemen qolbu)
Gambar 4. Santri sedang melakukan Tanya jawab dalam proses pembelajaran.
Gambar 5. Para Santri sedang melakukan ibadah rutinitasnya yaitu shalat Dhuha
Gambar 6. Para Santri sedang mengikuti ujian kenaikan ke marhalah 3
Gambar 7. Santri yang indisipliner ( memakai syal kuning)
Gambar 8. Fasilitas perpustakaan milik pesantren Daarut Tauhiid
Gambar 9. Suasana muhadharah di asrama santri ikhwan
Gambar 10. Suasana santri ketika mengikuti pembelajaran di aula darul hidayah
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pemimpin Pondok 1. Tujuan apa yang ingin diwujudkan dari sini? 2. Apa visi dan misi dari pondok pesantren ini? 3. Apa yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya? 4. Fasilitas apa saja yang dimiliki pesantren ini? 5. Bagaimana model pendidikan pesantren berbasis APW? 6. Apa maksud diadakannya model pendidikan ini?
Dengan Pengasuh/ Pengajar 1. Bagaimana cara pengajar memotivasi santri agar mempunyai akhlak yang baik dan mempunyai mental wirausaha? 2. Pendekatan apa saja yang digunakan? 3. Apakah ada strategi tertentu dalam mendidik santri agar memiliki akhlak yang Qolbun Salim dan jiwa kewirausahaan? 4. Dalam penerapan strategi yang digunakan, apakah ada matrei khusus tentang akhlak dan wirausaha yang diberikan kepada santri? 5. Apa dan Bagaimana metode yang digunakan dalam menerapkan akhlakul karimah dan jiwa wirausaha pada santri? 6. Bagaimana pengajar menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan tingkah laku santri? 7. Bagaimana aturan dan sangsi yang diterapkan dalam pendidikan APW ini?
Dengan Santri 1. Sudah berapa lama anda disini? 2. Motivasi apa yang mendorong anada untuk mengikuti pendidikan ini? 3. Apa yang anda rasakan ketika mengikuti kegiatan yang ada di pesantren ini? 4. Apakah ada perubahan yang anda rasakan setelah berada di pesantren ini? 5. Apa yang anda harapkan setelah mengikuti pendidikan di pesantren ini?
6. Setelah mengikuti kegiatan ini adakah niat untuk berwirausaha? 7. Menurut anda, apa yang kurang dari program pendiikan APW ini? Dan bagaimana perbaikan yang anda inginkan?
TRANSKIP WAWANCARA
A. Wawancara dengan Penanggung Jawab Program Santri Akhlak Plus Wirausaha (Ust. Roni Abdul Fatah) 14 Oktober 2009.
1. Bagaimana sejarah adanya program santri akhlak plus wirausaha dan siapa founding fathernya? Jawab: ya, terima kasih. Latar belakang adanya program santri akhlak plus wirausaha adalah berawal dari pimpinan pondok pesantren yaitu Aa gym, beliau ingin merubah paradigma masyarakat, khususnya kawula muda tentang wirausaha, yang menganggap wirausaha itu dagang saja dan jualan. Ketika itu pada tahun 2001 beliau mengiinkan agar setiap muslim memiliki jiwa leadership dan entrepreneurship, akhirnya semua tim asaatidz menanggapi keinginan itu dan saat itu tercetuslah ide santri akhlak plus wirausaha.
2. Dari hasil observasi kami, kenapa model pendidikan ini sepertinya tidak ada pemisahan umur (yang tua dicampur dengan yang muda)? Jawab: untuk materi tertentu kami pisahkan, karena latar belakang mereka yang berbeda-beda, seperti contoh semisal dalam belajar al Qur’an, ada pra tahsin, tahsin, program hafidz dan lain-lain, itu ya, jadi kita pisahakan bukan berdasar umur, tapi kemampuan. karena yang mengikuti program ini minimal SMA, jadi walaupun dalam materi tertentu mereka digabung, mereka bisa menyesuaikan dan malah makin menambah wawasan.
3. Tentang strategi pembelajarannya ustadz, ada tidak, strategi khusus yang digunakan, agar santri tertanam pada jiwanya akhlak dan mental wirausaha? Jawab: ya, yang pertama program ini mempunyai 3 tingkatan/ marhalah, yang mana pada marhalah pertama santri disiapkan mentalnya, dibentuk sehingga memiliki mental yang baik dan kuat (BAKU). Pada marhalah
dua diberikan teori-teori dan pengetahuan keislaman, akhlak dan wirausaha. Dan pada marhalah tiga dibuat agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat pada marhalah satu dan dua, lewat praktek wirausaha dan pengabdian masyarakat.
4. Pertanyaan terakhir ustadz, kenapa pesantren Daarut Tauhiid berbeda dengan pesantren lainnya? Salah satunya, banyak program yang tidak ditemukan di pesantren lain, seperti daurah qolbiyah, daurah qur’aniyah, santri APW, sanlat dsb, dan tidak adanya kajian mendalam tentang kitabkitab klasik (kitab kuning)? Jawab: yang pertama Daarut Tauhiid tidak atau belum seperti pesantren yang lain, yang mana paradigma masyarakat, orang yang masuk pesantren pasti bisa ilmu-ilmu agama, misal bahasa arab, nahwu shorof dan sebagainya. Disini bukan tidak ingin, tapi sedang berproses. Karena awal berdirinya DT dari kumpulan orang-orang yang bukan background agama yang kuat. Bukan tidak ingin, mereka ingin, tapi kemampuan terbatas, sehingga pada awal-awal berdirinya pesantren ini, lebih fokus ke wirausaha dahulu, tetapi perbaikan tetap kami lakukan.
B. Wawancara dengan salah satu santri Akhlak plus Wirausaha angkatan 12 (Andi Kurniawan, asal lampung, umur 25 tahun.) 19 Oktober 2009.
1. Motivasi apa yang mendasari kang andi ikut program santri akhlak plus wirausaha ini? Jawab: ya, kalo motivasi, yang pertama menuntut ilmu pastinya, kalau di pesantren DT kan terkenal tauhidnya, maka saya ingin belajar tauhid disini dan tentunya wirausaha, karena saya ikut pendidikan akhlak plus wirausaha, selain itu ingin tambah wawasan, tambah ilmu, ilmu mengenal Allah dan rasulnya.
2. Apa yang kang andi rasakan setelah 2 bulan mengikuti pendidikan ini? Jawab: ya, pertama tambah ilmu, tambah wawasan juga bertambahnya motivasi pada diri saya untuk bertaqorrub ilallah dan termotivasi untuk mengembangkan wirausaha.
3. Apa perubahan yang bisa langsung dirasakan kang andi? Jawab: kalau dampak langsungnya mungkin tentang kedisiplinan dan manajemen waktu, karena sebelum mengikuti pendidikan ini hidup saya seperti air yang mengalir saja.
4. Apa harapan kang andi setelah nanti selesai mengikuti pendidikan santri akhlak plus wirausaha ini? Jawab: yang pertama, bertambahnya ilmu saya, bertambah taqorrub saya pada Allah dan menjadi wirausaha yang sukses.
5. Pertanyaan yang terakhir, kira-kira menurut kang andi, adakah kekurangan pendidikan akhlak plus wirausaha ini? dan apa saran kang andi untuk perbaikan angakatan selanjutnya? Jawab: yang pertama dari segi waktu ya, pada awal-awal tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan, artinya kurang disiplin, ketika KBM pun terkadang juga molor, ustadznya yang terlambat datang atau sebaliknya. Harapannya untuk masalah waktu agar diperhatikan. dan untuk peraturannya sendiri khususnya di asrama, saya kira terlalu longgar dan kurang tegas.
C. Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid (Aa Gym) 1 November 2009.
1. Kenapa pesantren Daarut Tauhiid berbeda dengan pesantren lainnya a’, kalau kita kaji dari makna pesantren, maka akan didapati pesantren adalah tempat pencetak ulama, nah, apakah pendidikan pesantren akhlak plus wirausaha ini yang paling lama jangka waktunya sekitar 6 bulan ini bisa mencetak para ulama? Jawab: sebenarnya tidak niat berbeda dengan yang lain, cuma kemampuannya baru seperti ini, pesantren ini pun tidak dipimpin seorang ulama, baru sedang belajar, bagaimana mungkin berani mencetak para ulama.
2. Lalu bagaimana dengan makna pesantren itu sendiri a’? Jawab: kita belajar terus menerus untuk memperbaiki, mudah-mudahan ada saatnya untuk menjadi lebih baik.
3. Tentang santri APW a’, sebenarnya cikal bakal adanya program santri akhlak plus wirausaha ini seperti apa a’? Jawab: Rasulullah pun seorang entrepreneur, kita lihat sebelum diangkat menjadi nabi, beliau seorang pedagang. Jiwa entrepreneur itu ialah jiwa orang yang kreatif membuat manfaat, sehingga kalau disebut wirusaha tidak identik dengan bisnis, tapi keterampilan mengolah potensi yang ada sehingga dia bisa memberikan manfaat yang besar, dalilnya khoirunnas anfauhum linnas, sebaik-baiknya kalian adalah yang bermanfaat bagi banyak manusia.