Pembangunan Industri Kreatif dalam Mendukung Pariwisata Aceh1 Dr. Nazamuddin, SE. MA Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Darussalam -‐ Banda Aceh
[email protected]
1. Pendahuluan Industri Kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreatifitas, keahlian dan bakat individu menjadi suatu produk yang dapat dijual sehingga meningkatkan kesejahteraan bagi pelaksana dan orang-‐orang yang terlibat (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional). Industri kreatif sangat erat terkait dengan kegiatan industri lainnya. Ada tiga kelompok industri penunjang industri kreatif, yaitu Industri Perangkat Lunak dan Content Multimedia, Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Industri Kerajinan dan Barang Seni. Pemerintah serius mengangkat industri kreatif, dibuktikan dengan dibentuknya Badan Ekonomi Kreatif melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif. Bidang ekonomi kreatif diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi diharapkan menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia. 2. Pengertian Industri Kreatif
Industri dewasa ini telah menjadi bagian dari minat para ekonom, statistisi, ahli budaya dan pembuat kebijakan publik. Potensi dan peran industri kreatif diakui semakin besar dalam mendorong keberagaman budaya melalui pasar (UNESCO 2016). Industri kreatif bukan saja bidang minat para seniman terlatih atau perusahaan, melainkan menjadi minat setiap orang, tidak juga terbatas pada satu sektor dan hanya diminati di negara-‐negara maju. Dunia dewasa ini sedang berada pada tahap transformasi ke arah ekonomi dan budaya kreatif (John Hartley 2015). Keterkaitan antara kepentingan komersial dan budaya inilah yang menjadi kekhasan industri kreatif. Kemajuan teknologi seperti internet, e-‐commerce, arsip elektronik yang memudahkan pertukaran, perdagangan dan konsumsi barang dan jasa budaya telah menjadikan peran industri kreatif dalam perekonomian semakin besar. Jika ditelusuri perkembangan tahap-‐tahap perekonomian modern, maka dapat disimpulkan bahwa di belahan dunia manapun terjadi pergeseran dari era pertanian ke era industri, kemudian dari era industri ke era informasi, hingga dewasa ini dari era informasi ke era kreativitas. “Era kreatif ditandai dengan berkembangnya industri kreatif yang menggunakan ide dan keterampilan individu sebagai modal utama. Jadi, industri kreatif tak lagi sepenuhnya
1 Makalah disampaikan pada Kegiatan Syareh Budaya Pekan Kebudayaan Aceh Barat 2016, Meulaboh, 29 Agustus 2016.
1
mengandalkan modal besar dan mesin produksi. Menurut John Howkins, dalam bukunya The Creative Economy, orang-‐orang yang memiliki ide akan lebih kuat dibandingkan orang-‐orang yang bekerja dengan mesin produksi, atau bahkan pemilik mesin itu sendiri.” (Amelia 2016) Definisi industri kreatif sering kali merujuk pada UK Department for Culture, Media, and Sport (DCMS) Task Force 1998, lembaga yang mengelola industri kreatif di Inggris, kemudian Departemen Perindustrian RI mendefinisikan industri kreatif sebagai “industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut” (Amelia 2016). Menurut Wikipedia (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Industri_kreatif), industri kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya atau juga Ekonomi Kreatif. Kreativitas manusia adalah modal manusia (human capital) yang semakin penting karena merupakan faktor produksi ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan kreativitas dan inovasi. Pemerintah membagi industri kreatif ke dalam kelompok-‐kelompok berikut (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Industri_kreatif): 1) Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan. Kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha) 5 digit; 73100; 2) Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (Town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior). Kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha) 5 digit; 73100; 3) Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-‐barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan; 4) Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah
2
yang relatif kecil (bukan produksi massal); 5) Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan; 6) Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen; 7) Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya manajemen produksi film, penulisan skrip, tata sinematografi, tata artistik, tata suara, penyuntingan gambar, sinetron, dan eksibisi film; 8) Permainan Interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-‐ mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi; 9) Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara; 10) Seni Pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan; 11) Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-‐foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film; 12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya; 13) Televisi dan Radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi; 14) Riset dan Pengembangan: kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru,
3
alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen;
15) Kuliner: kegiatan kreatif ini termasuk baru, ke depan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif.
3. Kontribusi Industri Kreatif dalam Perekonomian
Industri kreatif biasanya merupakan bagian dari industri pengolahan yang menurut ukurannya berdasarkan jumlah tenaga kerja biasanya terdiri dari industri rumah tangga (mempekerjakan 1-‐4 orang), industri kecil (mempekerjakan 5-‐19 orang) dan industri sedang (mempekerjakan 20-‐99 orang). Dari sudut proses, industri kreatif dapat merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, baik secara mekanis, kimiawi dengan mesin ataupun dengan tangan. Menurut data Studi Pemetaan Industri Kreatif 2007 dari Departemen Perdagangan RI, peran industri kreatif pada ekonomi Indonesia cukup signifikan. Besar kontribusi industri kreatif pada PDB tahun 2002-‐2006 rata-‐rata sebesar 6,3 persen dan mampu menyerap 5,4 juta tenaga kerja. Diperkirakan industri kreatif Indonesia akan mampu menyaingi Korea Selatan pada tahun 2019 (Amelia 2016). Pada tahun 2015, kontribusi industri kreatif di Indoneisa telah naik menjadi 7,05 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB), menyumbang Rp 642 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari usaha kuliner sebanyak 32,4 persen, mode 27,9 persen, dan kerajinan 14,88 persen. Industri kreatif juga merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, dengan kontribusi secara nasional sebesar 10,7 persen atau 11,8 juta orang. Rata-‐rata kontribusi terbesar berasal dari bisnis mode sebanyak 32,3 persen, kuliner 31,5 persen, dan kerajinan 25,8 persen (https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02). Industri Kreatif memiliki pangsa 9,7% dari total industri (2013), penyumpang PDB ketujuh terbesar (Bank Indonesia 2014). Dari waktu ke waktu kontribusinya dalam perekonomian nasional meningkat terus. Peran sektor industri kreatif di Indonesia akan semakin besar, baik ditinjau dari jumlah unit usaha, maupun penyerapan tenaga kerja, serta sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedikitnya ada 16 subsektor yang akan terus berkembang selama 2015 -‐ 2019, yakni seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio, aplikasi game, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, periklanan, musik, penerbitan, fotografi, desain produk, fashion, film animasi dan video, kriya, dan kuliner. Dari subsektor yang ada, sedikitnya ada tiga bidang yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan, yakni teknologi informasi sebesar 8,81 persen, periklanan 8,05 persen, dan arsitektur 7,53 persen (https://m.tempo.co/read/news/2016/03/02). Target pemerintah dalam pembangunan ekonomi kreatif 2015-‐2019 adalah kontribusi PDB sebesar 12 persen, serapan tenaga kerja 13 juta orang, dan kontribusi ekspor sebesar 10 persen (BPS).
4
Industri kreatif berbasis komputer Dengan jumlah penduduk yang besar dan berusia muda produktif, Indonesia adalah pasar yang besar untuk produk berbasis internet. Salah satu contoh adalah permainan daring (online gaming). Perusahan-‐perusahaan yang bergerak di bidang ini semakin banyak dan umumnya digeluti oleh generasi muda. Industri kreatif ini berkembang pesar dan memberi peluang pendapatan bagi banyak orang-‐orang muda. Industri permainan daring melibatkan banyak pelaku bisnis ikutannya seperti penjual (gaming vendors), pengembang permainan (gaming developers), pemilik konten (content owners), penyedia layanan (service providers), dan juga pemilik modal (investors) (Anonymous 2010). Industri permainan daring di Indonesia selalu mempunyai isi yang kreatif dan membangun mitra yang luas. Orientasi pasar menentukan keberhasilan bisnis daring. Oleh karena itu, orientasi pasar internasional mestinya dimiliki oleh setiap pelaku bisnis kreatif, karena orientasi pasar menentukan inovasi (Chan 2016) Industri kreatif bidang kerajinan Industri kreatif bidang kerajinan biasanya adalah penyumbang besar dalam Produk Domestik Bruto. Pengusaha industri kreatif biasanya laki-‐laki berusia muda. Mereka mempekerjakan jumlah pekerja sangat beragam, dari hanya 2 orang hingga ratusan orang (Sudrajati Ratnaningtyas 2016). Industri kreatif hijau Kampanye ekonomi hijau (green economy) sering memunculkan ide-‐ide ekonomi kreatif dan inovasi. Sebagai contoh di Yogyakarta, produksi yang menggunakan bahan ramah lingkungan memainkan peran penting dalam memunculkan kreatifitas dan inovasi. Modal sosial yang memang sudah ada dapat dimanfaatkan semakin optimal. (Muafi 2015). Industri hiburan Industri hiburan juga sering disebut sebagai industri kreatif karena hiburan pada dasarnya adalah juga kreativitas. Produk artistik dan kreatif dan layak secara komersial dapat disediakan oleh industri kreatif demikian (Lim 2014). Oleh karena itu, penting dalam hal ini melindungi hak cipta (intellectual property) sehingga terdapat insentif untuk orang-‐orang yang kreatif memperoleh manfaat ekonomi dari kreativitasnya. Dengan demikian, banyak orang akan memberi kontribusi dalam pembentukan PDB melalui ekonomi kreatif. Perempuan dan Industri kreatif Perempuan juga memainkan peran penting dalam industri kreatif. Di Jawa Barat, misalnya, kemunculan UKM dalam bisnis kreatif diinisiasi oleh para wirausaha perempuan (Elvy Maria Manurung n.d.). Industri-‐industri tersebut bahkan membuat inovasi luar biasa dan differensiasi produk, yang penting dari sudut pemasaran dan sustanabilitas bisnis.
5
4. Kendala dan Rekomendasi Untuk Pengengembangan Industri Kreatif di Aceh
Pada umumnya kendala yang dihadapi oleh industri kreatif, dan ini berlaku juga di Aceh, adalah sebagai berikut: 1) kurangnya pengembangan sumberdaya manusia; 2) kurang pengembangan dan inovasi; 3) kurang penerapan teknologi; 4) terbatasnya pemasaran; dan 5) kebijakan yang kurang mendukung. Biasanya keahlian dalam industri kreatif diperoleh secara turun temurun. Jarang sekali keahlian atau ketrampilan berkembang karena latar belakang pendidikan vokasional. Terdapat kesan bahwa pendidikan vokasional melalui SMK, Politeknik, dan Akademi Komunitas terlepas dari unit-‐unit industri kreatif lokal yang berbasis keluarga dan tenaga kerja lokal. Industri kreatif sering berkembang sendiri dan sangat terbatasi oleh kapasitas sumberdaya manusia. Maka, industri kreatif seringkali sulit menjangkau skala ekonomi yang memadai dan menembus pasar ekspor yang luas. Kebijakan yang direkomendasikan dalam hal ini adalah pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat rencana strategis pengembangan industri kreatif yang di dalamnya dimasukkan rencana tentang keterkaitan antara satuan pendidikan vokasional dengan pelaku-‐pelaku industri kreatif. Pengembangan produk adalah kunci merebut pasar. Banyak produk industri kreatif di Aceh yang tidak monoton dalam hal desain dan diversifikasi produk. Produk kerajinan, penganan, pertunjukan, dan desain tidak berkembang cepat, produk yang sama diproduksi bertahun-‐ tahun sehingga pasarnya jenuh. Maka, tidak mengherankan jika penjualan tidak berkembang cepat. Pelaku-‐pelaku industri kreatif direkomendasikan untuk mempekerjakan tenaga kerja yang tidak saja terampil memproduksi, tapi juga yang punya ketrampilan pengembangan dan pemasaran. Lebih baik lagi jika pemerintah daerah memberi dukungan melalui pendampingan tenaga. Keterbatasan pengetahuan dan keterbatasn modal biasanya menghambat kreativitas. Produk yang monoton dan kualitas yang kurang bagus juga disebabkan oleh kurangnya penggunaan alat-‐alat produksi modern. Pemerintah daerah dapat membuat proyek rintisan (pilot project) sebagai contoh/model dan juga memberi dukungan alat disertai tenaga operasional alat secara selektif pada unit-‐unit industri kreatif yang mempunyai prospek berkembang bagus. Terbatasnya pemasaran sangat terkait dengan kendala-‐kendala sebagaimana dikemukakan di atas. Peningkatan skala produksi, penggunaan alat, dan tenaga pemasaran adalah kunci untuk perluasan pasar produk-‐produk industri kreatif Aceh. Secara selektif pemerintah daerah dapat memberi dukungan pemasaran kepada unit-‐unit produksi industri kreatif yang mempunyai manajemen bagus agar mereka dapat memperluas jangkauan pasarnya. Kebijakan di bidang industri pengolahan sering hanya terbatas pada industri besar dan menengah (misal pabrik kelapa sawit dan pengolahan kayu), tapi jarang sekali insentif dan regulasi dibuat untuk meningkatkan industri kreatif yang umumnya industri keluarga dan usaha kecil. Pemerintah daerah dapat melakukannya dengan membuat peraturan daerah (qanun) tentang industri kreatif dan mengalokasikan anggaran untuk pengembangannya.
6
5. Industri Kreatif dan Pengembangan Pariwisata
Data PBB tahun 2003 menunjukkan 50% dari belanja konsumen di Negara G7 adalah belanja untuk produk-‐produk hasil industri kreatif. Pertumbuhan yang sangat menjanjikan sejalan dengan pertumbuhan industri pariwisata dunia. Industri pariwisata terbukti tetap tumbuh di atas rata-‐rata pertumbuhan industri lain, bahkan ketika diterpa gelombang krisis sekalipun. Pariwisata dan industri kreatif memang menunjukkan tren yang positif baik dalam peran maupun kontribusi di masa mendatang (www.kompasiana.com/madeguna/pariwisata-‐dan-‐ ekonomi-‐kreatif-‐memang-‐berjodoh_550ac31ba333119d712e3b12). Karena industri kreatif berkembang seiring perkembangan teknologi transportasi dan internet serta komunikasi, maka industri ini akan berkembang pesat mengikuti perkembangan pesat dalam perjalanan wisata dan penggunaan internet. Semakin ramai kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Aceh, maka besar pula peluang memasarkan produk-‐produk industri kreatif Aceh dan pada saat yang sama memperkenalkan budaya Aceh. Perkembangan teknologi digital dan internet mendorong perkembangan tidak saja pengenalan produk-‐produk industri kreatif Aceh, tapi juga membantu modernisasi dan perluasan pasar produk-‐produk yang dihasilkan. Maka, peluang besar ini mempunyai dampak positif bermata banyak; meningkatkan kunjungan wisata ke Aceh, memperkenalkan budaya Aceh, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebuah studi di Yogyakarta (Prihatno and Hasan 2016) mengungkapkan bahwa pemasaran industri kreatif mempunyai daya tarik potensial untuk wisatawan domestik dan internasional. Terdapat dampak positif dari kehadiran industri kreatif terhadap pekerjaan, kesempatan usah, dan perbaikan pendapatan masyarakat. Pariwisata berkembang dipengaruhi oleh tiga faktor utama (Tripple A): Attraction (daya tarik, meliputi daya tarik alam dan budaya); Accessibility (Aksesibilitas, meliputi transportasi dan infrastruktur pendukung seperti bandara); dan Amenities (akomodasi, restoran, agen perjalanan dan layanan pendukung lainnya). Ketiga faktor tersebut dipunyai Aceh dalam kualitas yang semakin baik. Pariwisata dapat berkembang pesat dengan terus meningkatkan faktor tiga A ini. Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa pada tahun 2013 penerimaan devisa dari industri pariwisata Indonesia mencapai 8.802 juta dollar AS dan dari industri kreatif mencapai 118.968 milyar rupiah. Maka, penerimaan dari industri kreatif lebih besar daripada industri pariwisata. Jelas dari data bahwa terdapat hubungan timbal balik antara industri kreatif dan pariwisata. Namun seringkali pembangunan pariwisata dan industri kreatif tidak terintegrasi. Demikian juga pembangunan kebudayaan semestinya dikaitkan dengan pembangunan ekonomi, dalam hal ini ekonomi kreatif sehingga potensi ekonomi dapat digali lebih optimal demi kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh dan juga Pemerintah kabupaten/kota membuat perencanaan pengembangan ekonomi atau industri kreatif ke dalam perencanaan terintegrasi dengan pembangunan ekonomi, budaya dan sosial ke dalam rencana menengah dan rencana tahunannya.
7
Referensi Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta: Bank Indonesia, 2014. Sudrajati Ratnaningtyas, Nur Lawiyah. “The Growth of Leather-‐Based Creative Industry SMEs in Garut District, West Java Province, Indonesia.” The Journal of Developing Areas, suppl. Special Issue on Kuala Lumpur Conference 50, no. 5 (2016): 171-‐183. Muafi, Muafi. “Green IT empowerment, Social Capital, Creativity and Innovation: A Case Study of Creative City, Bantul, Yogyakarta, Indonesia.” Journal of Industrial Engineering and Management 8, no. 3 (2015): 719-‐737. Lim, Benny. “An Education in Entertainment -‐ Possible Trends in Southeast Asia.” Journal of Arts and Humanities 3, no. 2 (Feb. 2014): 73-‐77. Elvy Maria Manurung, Inge Barlian. “From Small to Significant: Innovation Process in Small-‐ Medium Creative Businesses.” International Journal of Innovation. Anonymous. “Research and Markets: Forecast of the Internet Online Gaming Industry in Indonesia 2010-‐2014.” M2 Presswire, June 2010. Chan, Arianis. “The Influence of Market Orientation Towards Innovation and Business Performance at Companies in the Creative Industries in the Bandung City.” Review of Integrative Business and Economics Research 5, no. 2 (2016): 186-‐195. John Hartley, Wen Wen, and Henry Siling Li. “Creative Economy and Culture: Challenge, Changes and Futures for the Creative Industries.” ProtoView (Ringgold Inc.) 2, no. 43 (Nov 2015). UNESCO. Understanding Creative Industries (Cultural Statistics for Public-‐Policy Making. August 2016. http://portal.unesco.org/culture. Amelia, Rifki. Career News. 2016. http://careernews.id/issues/view/2577-‐ Jadi_Apa_Itu_Industri_Kreatif.
8