PEMBAHASAN
Persiapan Panen Secara sistematis sebelum melangkah pada tahap pelaksanaan, proses perencanaan harus dilakukan secara detil. Kegiatan mencakup penetapan seksi panen, penetapan luas hanca kerja pemanen dan penetapan luas hanca kerja per mandoran. Persiapan panen merupakan penyiapan areal yang akan di panen. Persiapan panen berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja dan alat-alat panen yang diperlukan. Kegiatan awal lainnya dalam persiapan panen adalah pembuatan atau peningkatan mutu jalan, karena jalan merupakan faktor penunjang yang penting dalam pengangkutan hasil dari kebun ke PKS. Akses jalan yang perlu disiapkan untuk proses panen antara lain jalan penghubung (jalan utama), jalan produksi, pasar pikul, piringan, gawangan tanaman, pemasangan titi panen, pemeliharaan jalan dan pemeliharaan tempat penampungan hasil (Sunarko, 2009).
Sistem Panen Sistem panen yang digunakan di Perkebunan Pantai Bonati adalah sistem Block Harvesting System, yaitu sistem panen yang penyelesaian kegiatan panennya setiap hari kerja terkonsentrasi pada satu seksi tetap per kebun atau per divisi berdasarkan interval yang telah ditentukan. Sistem BHS ini diperkuat dengan sistem pelaksanaan panen dengan hanca giring tetap. Hanca giring tetap adalah pemanen diberikan hanca per baris tanaman dan digiring bersama-sama pada hanca yang sama pada rotasi berikutnya. Perkebunan Pantai Bonati menggunakan sistem panen hanca giring tetap. Pada sistem ini diharapkan buah cepat keluar sehingga mempercepat proses pengangkutan dan dapat meminimalkan kehilangan hasil produksi akibat buah tinggal. Adapun kelebihan hanca giring tetap ini adalah : mudah dalam pembagian hanca harian, mudah dalam pengawasan pekerjaan, pencatatan hasil pekerjaan dan pencatatan pekerja yang melakukan kesalahan dapat dengan mudah dilakukan, Mandor aktif melakukan pengawasan dan distribusi buah cukup teratur karena umumnya dimulai pada seksi yang sama. Kekurangan dari sistem hanca
42
ini adalah sulit mengganti pemanen yang tidak masuk kerja. Denah pelaksanaan panen di Perkebunan Pantai Bonati dapat dilihat pada Gambar 9.
M.1+TK
A.
A.
M.2+TK M.3+TK M.4+TK
A.
- Kemandoran 1,2,3,4 memasuki satu blok bersamaansecara serentak dengan start awal yang searah. Tidak di benarkan setiap - kemandoran bergerak dengan arah yang berbedabeda.
Gambar 9. Denah Pelaksanaan Panen Perkebunan Pantai Bonati Untuk mengatasi kekurangan pada sistem hanca giring tetap, maka Perkebunan Pantai Bonati membentuk Kelompok Kecil Pemanen (KKP) dengan anggota 3 – 4 orang. KKP ini bertujuan apabila terdapat salah satu pemanen yang tidak masuk dalam kelompok tersebut, maka anggota kelompok tersebut yang mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan hanca anggota yang tidak masuk. Dalam satu kemandoran di Divisi I Perkebunan Pantai Bonati terdapat 3 – 4 KKP, tetapi seiring dengan berjalannya waktu KKP ini sudah jarang digunakan. Untuk mengatasi ketinggalan hanca perusahaan mewajibkan kemandoran panen lain yang berada didepan untuk melakukan penyisiran (membantu) hanca panen yang ketinggalan, maka sistem panen hanca giring tetap akan diubah menjadi hanca giring atas komando dari Mandor Panen dengan tujuan untuk mengatasi rotasi terlambat. Dalam operasionalnya pelaksanaan BHS dapat dikelompokkan menjadi : BHS non DOL (non division of labour) dan BHS by DOL (division of labour), BHS by DOL terdiri dari : BHS DOL-2, yaitu BHS yang menggunakan dua orang pemanen yang terdiri dari tenaga potong buah dan pengutip brondolan serta BHS DOL-3, yaitu BHS yang menggunakan tiga orang pemanen yang terdiri dari tenaga potong buah, pengutip brondolan dan pengangkut buah ke TPH. Block harvesting System yang diterapkan di Perkebunan Pantai Bonati adalah BHS DOL-2. Berdasarkan pembagian sistem panen tersebut maka dilakukan pengamatan untuk mengetahui pengaruh dari sistem panen DOL-3 terhadap hasil
43
panen dari kegiatan potong buah (janjang) dan kegiatan kutip brondolan (kg) serta pengaruhnya terhadap rotasi panen. Perbandingan hasil panen dan rotasi panen yang dihasilkan dari sistem panen DOL-2 dan DOL-3 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perbandingan Hasil Panen dan Rotasi Panen yang Dihasilkan dari Sistem Panen DOL-2 dan DOL-3 Parameter Hasil Panen
Sistem Panen DOL-2 DOL-3 9914 9064
Rekapitulasi data kutip brondolan dari 46 orang tenaga pemberondol (kg) Rekapitulasi data potong buah dari 46 4519 3999 tenaga potong buah (janjang) Rotasi panen normal (%) 94 96 Sumber : Kantor Divisi I Pekebunan Pantai Bonati 2011 Keterangan : tn) uji t - student tidak berbeda nyata pada taraf 5%. n ulangan dalam hari. Rotasi panen normal 6/7 (rotasi < 9 hari)
n (hari)
Uji t
3
tn)
3
tn)
Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa hasil panen yang dihasilkan dari kutip brondolan dan potong buah pada perbandingan dua sistem panen DOL-2 dan DOL-3 tidak berbeda nyata hasil uji t-student pada taraf 5 %, walaupun dari hasil rata-rata ada perbedaan hasil dari kedua sistem panen. Begitu juga untuk rotasi panen tidak terjadi perubahan yang berarti dimana rotasi panen normal (< 9 hari) yang diharapkan tidak tercapai. Artinya sistem panen BHS DOL-3 tidak memberikan perubahan atau pengaruh terhadap hasil panen dan rotasi panen. Perubahan sistem panen BHS DOL-2 menjadi BHS DOL-3 dilakukan selama satu bulan. Perubahan sistem panen ini juga diikuti dengan perubahan basis panen, komposisi pemanen dan luas hanca panen tetapi tanpa merubah budget panen dan premi panen yang ditetapkan perusahaan. Rata-rata jumlah tenaga potong buah dan pengutip brondolan disetiap kemandoran di Perkebunan Pantai Bonati adalah 14 orang. Pada sistem panen BHS DOL-2 pada setiap kemandoran tim pemanen terdiri dari 2 orang pemanen, berarti setiap kemandoran terdiri dari 14 tim panen. Pada sistem panen BHS DOL-3 pada setiap kemandoran tim pemanen terdiri dari 3 orang pemanen, berarti setiap kemandoran terdiri dari 7 tim panen. Perubahan komposisi tim pemanen juga diikuti dengan perubahan luas hanca panen. Pada
44
sistem panen DOL-2 luas hanca setiap tim panen rata-rata 4.5 ha/HK, sedangkan pada sistem panen BHS DOL-3 luas rata-rata hanca pemanen menjadi 9 ha/HK. Perubahan juga terjadi pada basis borong pemanen, dengan cara penggabungan dua basis borong dari sistem panen BHS DOL-2, sedangkan untuk budget dan premi panen tidak ada perubahan, karena jumlah pemanen yang digunakan sama dan premi panen tetap. Komposisi premi panen untuk tim panen adalah 50 % : 50 %, yaitu 50 % untuk tenaga potong buah dan 50 % untuk pengangkut buah ke TPH. Premi panen untuk pengutip brondolan tetap. Masalah utama pada sistem panen BHS DOL-3 ini adalah belum ditetapkannya premi panen baru, komposisi panen dan tenaga pengutip brondolan yang sering ketinggalan. Premi panen baru perlu ditetapkan karena setiap pekerjaan memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Berdasarkan pengamatan di lapangan pekerjaan mengangkut buah ke TPH lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan potong buah. Komposisi tim panen juga perlu diperbaiki agar setiap tim panen terjadi kekompakan. Permasalahan lainnya adalah pengutip brondolan yang sering ketinggalan karena luas hanca dan basis borong yang bertambah dan pekerjaan kutip brondolan membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan potong buah dan mengangkut buah ke TPH. Untuk itu perlu adanya perumusan untuk pembagian premi yang lebih baik yang didasarkan pada spesialisasi (tingkat kesulitan) pekerjaan, setiap tim pemanen terdiri dari orangorang yang kompak dan perlu penambahan tenaga pengutip brondolan. Berikut beberapa hal yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan Block Harvesting System. 1. Penyelesaian hanca panen harus blok per blok secara menyambung kearah Collection Road atau searah dengan Main Road ( timur – barat atau sebaliknya ). 2. Seluruh mandoran panen dalam divisi harus melakukan potong buah pada seksi yang sama pada setiap harinya ( 3 mandoran menjadi satu “ geng “ ). 3. Dalam satu harinya diupayakan 1 seksi selesai pada hari itu juga. 4. Tata batas hanca pemanen dan mandoran harus jelas. 5. Kegiatan panen dan pengutipan brondolan harus dimulai dan diakhiri dengan arah yang sama. 6. Hanca pemanen dan mandor bersifat tetap.
45
Penetapan Seksi Panen Luas areal yang akan di panen atau seksi panen merupakan pengelompokan blok-blok areal tanaman menghasilkan dengan fungsi utama sebagai kerangka kerja yang harus diselesaikan dalam satu hari panen, sehingga aspek kemampuan penyelesaian menjadi hal terpenting dalam penetapan seksi panen Contoh perhitungan : Divisi I Perkebunan Pantai Bonati dengan luas areal TM 987 ha, dengan estimasi produksi 25 ton/ha/tahun, maka untuk pembagian areal tersebut dalam enam seksi dapat dihitung sebagai berikut : 1. Penetapan luas area produksi per seksi per rotasi panen (ha/seksi/rotasi) 987 ha
luas rata-rata per seksi :
luas rata-rata per 5 jam kerja :
koefisien penambah luas area :
luas rata-rata seksi panen hari biasa : 164.5 ha + 7.83 ha = 172.33 ha luas rata-rata seksi panen hari jumat : 117.5 ha + 7.83 ha = 125.33 ha
= 164.5 ha/seksi
6 seksi 5 jam
x 164.5 ha = 117.5 ha
7 jam 164.5 ha −117.5 ha 6 seksi
= 7.83 ha
2. Penetapan rencana produksi per seksi per rotasi panen (ton/ha/seksi/rotasi) 25 ton /ha
produksi rata-rata per rotasi panen :
estimasi produksi rata-rata per seksi panen: hari biasa (7 jam kerja) : 0.52 ton/ha x 172.33 ha = 89.61 ton hari jumat (5 jam kerja): 0.52 ton/ha x 125.33 ha = 65.17 ton
48 rotasi /tahun
= 0.52 ton/ha/rotasi
Untuk mengetahui luas seksi panen Divisi I Kebun Pantai Bonati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Seksi Panen Divisi I Perkebunan Pantai Bonati Seksi Panen A B C D E F
Luas ..............(ha)................ 184 164 180 179 140 142
Sumber : Kantor Divisi I Perkebunan Pantai Bonati 2011
46
Berdasarkan data pada Tabel 8, dilakukan perbandingan dengan luas areal aktual dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan antara luas areal yang ditetapkan tanpa mempertimbangkan faktor lain dengan luas areal aktual yang mempertimbangkan faktor lain. Perbandingan antara luas areal perhitungan dengan luas areal aktual dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Luas Areal Perhitungan dengan Luas Areal Aktual Seksi X Y
A B C D E F Total .......................................................(ha)................................................................ 172.33 172.33 172.33 172.33 172.33 172.33 987 184 162 180 179 140 142 987
Keterangan : X = luas area yang ditetapkan tanpa mempertimbangkan faktor lain (ha) Y = luas area aktual (dengan mempertimbangkan faktor lain) (ha) Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa luas areal seksi panen aktual dengan luas areal seksi panen berdasarkan perhitungan bebeda, hal ini menunjukkan bahwa dalam penentuan luas areal seksi panen perlu mempertimbangkan faktorfaktor lain. Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi topografi dan posisi blok terhadap blok yang lain. Oleh karena itu, keselarasan dan estimasi produksi dalam setiap seksi harus direncanakan sebaik mungkin. Pada pelaksanaannya BHS menggunakan metode hanca giring tetap sehingga jumlah tenaga kerja relatif tetap.
Penetapan Luas Hanca Pemanen Penetapan luas hanca pemanen terlebih dahulu ditentukan jumlag tenaga kerja panen dengan pertimbangan : Estimasi produksi (ton/ha) per seksi panen per rotasi Hasil panen pemanen (kg/HK) yang diinginkan Hectar coverage (ha/HK) optimum yang dapat diselesaikan oleh pemanen Homogenitas tanaman Kondisi topografi Cara Penetapan tenaga kerja panen di Perkebunan Pantai Bonati dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 10.
47
Tabel 10. Penetapan Tenaga Kerja Panen Divisi I Divisi
Tahun Tanam
Luas
Produktivitas
...(ha)... ...(ton/ha/rotasi)... I
Total
Kapasitas Pemanen ...(kg/HK)...
Jumlah TK Panen ...(orang)...
Hanca ....(ha)....
1996
254
0.58
2700
35
4.7
1997
511
0.51
2600
32
5
1998
222
0.47
2500
31
5
987
0.52
2 600
33
4.9
Sumber : Kantor Besar Perkebunan Pantai Bonati Perhitungan penetapan tenaga kerja panen dengan rumus : TK panen = Luas rata-rata per seksi x produktivitas (ton/ha/rotasi) x 1000 Kapasitas pemanen Luas rata-rata per seksi = 987 ha : 6 seksi = 164.5 ha/seksi TK Panen = 164.5 ha x 0.52 ton/ha/rotasi x 1000 = 33 orang 2 600 kg/HK Penetapan tenaga kerja panen di Perkebunan Pantai Bonati yang menggunakan sistem BHS by DOL-2 adalah dengan menggunakan perbandingan 1 : 1 untuk jumlah tenaga pengutip brondolan (picker) dan jumlah tenaga kerja potong buah (cutter). Hasil panen final pemanen dibagi dua, Hal ini dimaksudkan agar pasangan antara cutter dan picker dapat lebih sinergi dalam menyelesaikan hanca kerja. Berdasarkan contoh perhitungan pada Tabel 10, maka output final setiap pemanen adalah 2 600 : 2 = 1 300 kg/HK. Pengutip brondolan bertugas mengutip brondolan sampai bersih. Tenaga potong buah bertugas melakukan kegiatan potong buah, menyusun pelepah dengan rapi membentuk huruf “ U ” dan mengangkut buah ke TPH. Tenaga kerja panen di Perkebunan Pantai Bonati dapat dilihat pada Gambar 10.
(a) Karyawan Potong Buah (Cutter)
(b) Karyawan Kutip Brondolan (Picker)
Gambar 10. Tenaga Kerja Panen
48
Penetapan Luas Hanca Kemandoran Penetapan luas hanca kemandoran, berfungsi sebagai kerangka kerja tetap untuk mempertajam (fokus) proses supervisi sehingga diharapkan timbul tanggungjawab atas mutu hanca dan siklus buah jangka panjang, membangun budaya kompetisi yang sehat antar Mandor, rasio tenaga Mandor dan pekerja lebih efisien. Perhitungan kebutuhan Mandor Panen di Perkebunan Pantai Bonati dilakukan dengan membagi total tenaga panen (cutter dan picker) dengan jumlah ideal tenaga panen (20 orang). Rasio ideal pekerja dan Mandor adalah 1 : 20 tenaga kerja sedangkan untuk kebutuhan Kerani Panen adalah sesuai dengan Mandor Panen yaitu 1 : 1. Berdasarkan contoh perhitungan tenaga kerja panen padal Tabel 10, maka kebutuhan Mandor Panen adalah : Tenaga kerja pemanen = 33 Tenaga kerja pemberondol = 33 Total 66 Jumlah kemandoran panen yang diperlukan adalah : 66 = 3 kemandoran. 20 Perkebunan Pantai Bonati juga menggunakan rumus standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu hectare cover (ha/HK/rotasi) 1/16 ± 10%, yang artinya setiap tenaga kerja panen mendapat 16 ± 10% ha/HK/rotasi. Penetapan ini berdasarkan luas areal panen, hasil panen yang diinginkan, hectare cover (ha/HK) dan estimasi produksi. Pengamatan
terhadap
tenaga
kerja
panen
dilakukan
dengan
membandingkan hasil panen (kg/HK) yang dihasilkan pemberondol BHL dan SKU. Hasil pengamatan dicari rata-rata hasil panen (kg/HK) yang selanjutnya dianalisis dengan uji t-student pada taraf 5%. Perbandingan hasil panen yang dihasilkan karyawan pembrondol SKU dan BHL dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan Hasil Panen yang Dihasilkan Pemberondol SKU dan BHL Karyawan
n
Kemandoran
I II III .......(hari)....... ............................(kg)......................... SKU (kg) 3 273.8 tn) 269.92 tn) 244.29 tn) BHL (kg) 3 297.41 tn) 353.68 tn) 232.76 tn) Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Keterangan : tn) = hasil uji t - student tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
49
Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa hasil panen (kg/HK) yang dihasilkan karyawan pemberondol SKU dan pemberondol BHL tidak berbeda nyata dari tiga kemandoran yang diamati. Pengamatan ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kondisi areal yang berbeda, yaitu dalam satu seksi panen ada areal yang bergelombang dan datar dan hectare coverage (ha/HK) dari karyawan pemberondol. Dapat disimpulkan hasil panen (kg/HK) yang dihasilkan antara karyawan SKU dan BHL tidak berbeda nyata, artinya status karyawan dan sistem upah yang berbeda tidak mempengaruhi hasil panen (kg/HK) karyawan kutip brondolan. Pengamatan juga dilakukan dengan membandingkan hasil panen (jumlah janjang) yang dihasilkan oleh pemanen penuh dengan pemanen yang memiliki pekerjaan sampingan. Tujuan pengamatan ini untuk mengetahui pengaruh pekerjaan sampingan yang dimiliki pemanen terhadap hasil panen (janjang/HK) yang dihasilkan. Hal ini dilatar belakangi oleh banyaknya pekerja yang memiliki pekerjaan sampingan. Pada pengamatan ini langkah awal yang dilakukan dengan mewawancarai pemanen dari setiap kemandoran untuk mengetahui pekerjaannya. Perbandingan hasil panen antara karyawan panen penuh dengan karyawan yang memilki pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan Hasil Panen yang Dihasilkan Pemanen Penuh dengan Pemanen yang Memiliki Pekerjaan Sampingan Pemanen
n
Kemandoran I II III .....(hari)..... .....................(janjang/HK)...................... Bekerja penuh 4 587 a 468 a 461 a Bekerja sampingan 4 452 b 462 a 425 a Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji t – student pada taraf 5 %. Hasil panen (janjang/HK) pada Tabel 12 menujukkan bahwa kemandoran I menunjukkan perbedaan nyata hasil uji t-student pada taraf 5%, pemanen penuh menghasilkan janjang/HK lebih besar dibandingkan pemanen yang memiliki pekerjaan
sampingan.
Dapat
disimpulkan
bahwa
pekerjaan
sampingan
mempengaruhi hasil panen (janjang/HK) yang dihasilkan oleh pemanen pada
50
kemandoran I. Hal ini berbeda dengan kemandoran II dan III, pada kemandoran II dan III tidak menunjukkan perbedaan nyata hasil uji t-student pada taraf 5 %. Artinya pekerjaan sampingan tidak mempengaruhi hasil panen (janjang/HK) yang dihasilkan oleh pemanen. Perbedaan hasil pada pengamatan ini dapat dipengaruhi oleh faktor keterampilan pemanen, yaitu keterampilan/kerajinan pemanen dan lama bekerja (pengalaman kerja).
Rotasi Panen Rotasi panen merupakan waktu yang diperlukan antara panen terakhir dan panen berikutnya di tempat yang sama, rotasi panen tergantung dari kecepatan buah matang dan penentuan rotasi panen terkait dengan kerapatan panen (Sunarko,2009). Rotasi panen atau interval panen adalah faktor penentu yang mempengaruhi produksi, kualitas buah, pengolahan di PKS serta biaya. Dapat dijelaskan dengan rotasi panen terlambat (rotasi > 9 hari) akan menyebabkan buah cenderung over ripe (terlalu masak) bahkan dapat menjadi empty bunch (janjang kosong). Hal ini akan mengakibatkan jumlah brondolan sangat tinggi, sehingga akan memperlambat penyelesaian hanca kerja, basis borong sulit terpenuhi (output kg/HK turun dan biaya panen meningkat), peluang kehilangan hasil (janjang masak tinggal di tanaman dan brondolan tidak dikutip) sangat tinggi, kualitas minyak yang dihasilkan rendah karena Asam Lemak Bebas (ALB) yang dihasilkan dapat melebihi 3 % dan pada akhirnya akan menurunkan nilai jual CPO. Rotasi panen terlalu cepat (umur rotasi < 7 hari) akan mengakibatkan pemanen cenderung memotong buah under-ripe (agak mentah) dan unripe (mentah) untuk memenuhi basis kerja. Akibat meningkatnya buah under-ripe (agak mentah) dan unripe (mentah) dapat menurunkan persentase OER (Oil Extraction Rate), meningkatnya biaya pengolahan karena menurunnya kapasitas oleh PKS akibat tingginya persentase buah mogol (unripe bunch) sehingga proses perebusannya memerlukan waktu yang lebih lama. Rotasi panen di Perkebunan Pantai Bonati yang mengalami keterlambatan umumnya disebabkan oleh tingginya absensi karyawan panen, adanya hari libur, kerapatan panen tinggi dan kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Namun dari
51
beberapa faktor tersebut, tingginya absensi karyawan menjadi faktor utama. Hal ini dibuktikan pada Tabel 13. Tabel 13. Persentase Absensi Karyawan Panen Bulan Januari – Mei 2011 Kemandoran
I II III
Bulan Rata -rata Januari Februari Maret April Mei ...........................................(%)............................................... 13.00 12.66 12.21 13.38 12.08 12.66 12.25 15.65 7.69 9.80 7.32 10.54 17.92 15.38 13.24 9.60 12.92 13.81
Rata - rata 14.39 14.56 11.04 11.06 10.7 Sumber: Kantor Divisi I Perkebunan Pantai Bonati 2011
12.24
Pada Tabel 13 dapat diketahui rata-rata persentase absensi karyawan panen bulan Januari - Mei 2011 pada tiga kemandoran di Perkebunan Pantai Bonati adalah 12.24 %. Persentase ini melebihi standar yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu < 10%. Akibat rotasi terlambat pada satu seksi cenderung menyebabkan penyelesaian hanca seksi panen pada hari itu menjadi tertunda selanjutnya mengakibatkan tertundanya pengerjaan seksi hari berikutnya dengan umur rotasi yang semakin terlambat. Kejadian tersebut selanjutnya dapat mengakibatkan pengerjaan panen tersebar sehingga hal ini akan mengakibatkan proses supervisi tidak
fokus,
dan
angkutan
TBS
tersebar
sehingga
menyulitkan
pengorganisasiannya serta kapasitas angkut (ton/unit/hari rendah) mengakibatkan biaya transport (Rp/km/ton TBS) lebih mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu aturan yang lebih tegas baik berupa sanksi atau denda, bahkan perusahaan bisa memberikan insentif bagi karyawan dengan tingkat absensi rendah untuk memotivasi kinerja karyawan.
Taksasi Produksi (Angka Kerapatan Panen) Taksasi produksi adalah kegiatan menghitung jumlah tandan buah segar yang akan diperoleh pada waktu panen berdasarkan jumlah dan keadaan tandan bunga betina yang memungkinkan menjadi tandan buah. Berat rata-rata tandan buah sesuai dengan umur tanaman dan jenisnya (Sunarko, 2009). Untuk memperkirakan besarnya produksi yang akan dicapai pada masa tertentu diwaktu
52
yang akan datang, Perkebunan Pantai Bonati menggunakan menggunakan peramalan budget produksi, taksasi produksi semesteran (sensus buah), taksasi produksi bulanan (forecast), taksasi produksi harian. Taksasi
panen
harian
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
memperkirakan produksi pada esok hari. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui jumlah tenaga pemanen dan untuk memperkirakan jumlah alat transport yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen. Hasil taksasi ini juga digunakan oleh kebun sebagai laporan sebagai laporan kepada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk acuan Mandor grading di PKS. Taksasi panen tercermin dalam perolehan Angka Kerapatan Panen (AKP) pada hari itu. AKP didapat dengan mengambil contoh 15 % dari areal yang akan dipanen esok hari dengan rumus : % AKP = jumlah tandan matang x 100% jumlah pohon sampel Taksasi produksi yang perlu diperhatikan antara lain penetapan jumlah pohon untuk pengamatan, waktu dan cara pengamatan, serta penghitungan produksi. Pengamatan angka kerapatan panen dilakukan terhadap enam blok dengan tiga tahun tanam berbeda dan pengambilan tanaman contoh sebesar 15% dari jumlah populasi tiap blok. Tahun tanam yang diamati adalah tahun tanam 1996, 1997 dan 1998. Pengamatan pertama membandingkan angka kerapatan panen pada tiga tahun tanam berbeda dengan uji t-student pada taraf 5 %, selanjutnya membandingkan angka kerapatan panen pengamatan dengan aktual dilapangan. Hasil perbandingan angka kerapatan panen pada 3 tahun tanam berbeda dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perbandingan Angka Kerapatan Panen Pada 3 Tahun Tanam Berbeda Tahun Tanam
n
Angka Kerapatan Panen
....(blok).... ..................................(%)............................... 1996 2 25.32 tn) 1997 2 32.25 tn) 1998 2 21.99 tn) Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Keterangan : tn) = Hasi uji t - student tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Menurut Tobing (1992) perbedaan angka kerapatan panen suatu areal tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, lokasi dan iklim. Berdasarkan data pada
53
Tabel 14 dapat diketahui bahwa angka kerapatan panen antara tahun tanam 1996, 1997 dan 1998 tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf 5 %. Artinya perbedaan tahun tanam dengan selisih satu tahun tidak berpengaruh terhadap angka kerapatan panen, walaupun berdasarkan hasil rata-rata perhitungan menunjukkan perbedaan hasil. Tobing (1992) menyatakan bahwa kisaran angka kerapatan panen 25 - 100 % menunjukkan produksi tinggi, sedangkan nilai AKP 15 – 20 % menunjukkan produksi sedang. Pengamatan
selanjutnya
membandingkan
angka
kerapatan
panen
pengamatan dan aktual dilapangan. Perbandingan angka kerapatan panen pengamatan dengan aktual dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Angka Kerapatan Panen Pengamatan dengan Aktual Blok (Tahun Tanam) O 19 (1998) N 20 (1998) O 25 (1996) O 26 (1996) P 25 (1997) P 21 (1997)
Angka Kerapatan Panen Pengamatan Aktual ...................................(%).................................. 16.63 20.00 27.36 24.00 23.72 25.00 26.92 23.42 33.06 33.00 31.45 30.02
Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Dari perbandingan pada Tabel 15 didapatkan selisih antara angka kerapatan panen pengamatan dan aktual 0 – 3.50 %. Perbedaan selisih sebesar 3.50 % masih dapat diterima karena masih dibawah standar maksimum selisih yang tidak diperbolehkan yaitu sebesar 5 %. Selisih tersebut dapat disebabkan tingkat ketelitian saat pengamatan masih rendah atau adanya kesalahan dari pemanen itu sendiri baik dengan adanya pemanenan tandan yang belum memenuhi kriteria matang panen atau adanya buah matang tinggal di tanaman. Apabila kesalahan berasal dari ketidaktelitian pemanen maka dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang lebih besar di masa yang akan datang akibat kelalaian pekerja. Hasil rekapitulasi pengamatan angka kerapatan panen dapat dilihat pada Tabel 16.
54
Tabel 16. Rekapitulasi Pengamatan Angka Kerapatan Panen Blok (Tahun Tanam)
Total Tanaman
Tanaman Contoh
Tandan Matang di Tanaman contoh
Angka Kerapatan Panen
................(tanaman)............... .......(tandan)....... .......(%)...... O 19 (1998) 3 775 529 88 16.63 N 20 (1998) 4 034 581 159 27.36 Rata – rata 21.99 O 25 (1996) 4 267 586 139 23.72 O 26 (1996) 4 094 572 154 26.92 Rata – rata 25.32 P 25 (1997) 4 097 611 202 33.06 P 21 (1997) 4 132 569 179 31.45 Rata – rata 32.25 Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Berdasarkan Tabel 16 angka kerapatan panen dapat digunakan untuk menghitung estimasi produksi pada blok yang diamati, sehingga dapat diketahui berapa jumlah truk unit pengangkut yang dibutuhkan untuk mengangkut hasil panen keesokan hari. Contoh perhitungan estimasi produksi : Estimasi = AKP x jumlah pokok dalam blok x BJR P 25 (1997) = 33.06 % x 4 097 x 15.08 kg = 20 425.38 kg Kebutuhan truk unit pengangkut = 20 425.38 kg : 9 000 kg/unit = 2 unit truk Dibutuhkan 2 unit truk untuk mengangkut tandan buah segar di blok P 25.
Kriteria Matang Panen Tingkat kematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna. Buah kelapa sawit yang masih mentah berwarna hijau, karena pengaruh pigmen klorofil. Selanjutnya buah akan berubah menjadi merah atau orange akibat pengaruh pigmen beta karoten (Sunarko, 2009). Kondisi tersebut menandakan minyak sawit yang terkandung dalam daging buah maksimal dan buah sawit akan lepas dari tangkai tandannya (membrondol). Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen untuk memotong tandan buah segar (TBS) pada saat yang tepat. Mutu minyak hasil pengolahan pabrik yang diinginkan adalah memiliki ekstraksi minyak Oil Extraction Rate (OER) > 25 %, dengan kadar asam lemak bebas (ALB) < 3 %.
55
Kriteria panen sendiri meliputi kriteria pemeriksaan buah dan kriteria pemeriksaan mutu hanca. Penggolongan kematangan buah segar di Perkebunan Pantai Bonati dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penggolongan Kematangan Tandan Buah Segar Kondisi buah
Keterangan
Buah mentah (unripe)
Target Minimum % Tandan 0
Jika tidak ada brondolan yang lepas dari tandan buah janjang atau 0 brondolan Buah kurang matang Jika brondolan yang lepas 0 (under ripe) jumlahnya < 5 brondol/janjang atau 12.5 – 25 % buah luar membrondol, berwarna kemerahan Buah matang (ripe) Jika brondolan yang lepas > 95 jumlahnya 5 brondol/janjang atau buah bagian luar telah membrondol 26 – 50 % Buah lewat matang Jika 51 – 100 % buah luar 5 (over ripe) membrondol atau bagian dalam ikut membrondol Janjang kosong (empty Jika brondolan keseluruhan 0 bunch) yang lepas jumlahnya lebih dari 95 % dan belum ada tanda – tanda busuk pada permukaan potongan gagangnya Sumber : Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation 2008
Kriteria matang panen juga berdasarkan jumlah buah sawit yang sudah jatuh (brondolan), yakni 1 - 2 brondolan/kg berat tandan (Sunarko, 2009). Pada Perkebunan Pantai Bonati kriteria matang panen yang digunakan adalah jika 5 brondolan jatuh per janjang atau bagian luar buah yang membrondol telah mencapai 26 - 50 %. Target minimum persen tandan untuk buah matang yang ditetapkan di Perkebunan Pantai Bonati adalah > 95 %. Pada kegiatan di lapangan kriteria panen lima brondolan jatuh di piringan sangat dijadikan pedoman oleh pemanen untuk menentukan kematangan buah, pengamatan visual baru dilakukan apabila pemanen melihat ada brondolan yang tersangkut atau ada kemungkinan buah tersebut merupakan buah abnormal. Kebiasaan pemanen yang menganggap kriteria panen lima brondolan di piringan sebagai pedoman utama jauh lebih baik daripada pemanen menganggap
56
pengamatan visual lebih utama, karena hal ini dapat mengakibatkan tingkat kesalahan panen yang tinggi karena perubahan warna kulit dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan musim. Selain pada Tabel 17 juga disertakan kriteria tambahan yang terdiri dari kriteria gagang panjang (long stalk) dan potong gagang (cut stalk), kriteria kesegaran (freshness), kriteria kotoran (contamination), dan kriteria brondolan (losse fruit) dengan kriteria pengamatan tambahan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kriteria Pengamatan Kematangan Tambahan Kondisi buah
- Gagang panjang (longstalk) Gagang buah
Keterangan
Target Hasil minimum Grading .................(%)............
Gagang buah yang panjangnya ± 3 cm diukur dari permukaan buah sampai sisi potongan yang miring (pada bagian terpendek)
0
Potongan gagang
Potongan gagang buah yang ikut termuat atau terkirim ke PKS
5
- Kesegaran (freshness) Buah segar
Jika buah dari lapangan yang dikirim dan diterima PKS selambat – lambatnya ≤ 2 hari dari hari panen
100
Buah restan (old crop)
Buah dari lapangan dikirim dan diterima PKS ≥ 2 hari
0
- Kotoran (contamination)
Buah/brondolan tercampur dengan kotoran (tanah, pasir, batu, unsur organik)
0
- Brondolan (losse fruit)
Pemeriksaan meliputi brondolan segar, brondolan busuk, sampah brondolan
0
2.15
6.15
Sumber: Komite Pedoman Teknis Kelapa Sawit Minamas Plantation 2004 dan Kantor Besar Perkebunan Pantai Bonati 2011 Kegiatan pengamatan terhadap kualitas mutu buah dengan unsur yang diamati adalah tingkat kematangan buah. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti enam orang pemanen dari tiga kemandoran. Hasil pengamatan kematangan buah Divisi 1 kebun Pantai Bonati dapat dilihat pada Tabel 19.
57
Tabel 19. Pengamatan Mutu Buah (Kriteria Matang Panen) Kemandoran
No. Pemanen
Mentah
Kurang Matang
Matang
Lewat Matang
Busuk
..................................(%)............................... I
42 44 52 54 56 59
0 1.4 92.6 0 2 91.9 II 0 1.9 93.2 0 2.7 90.9 III 0 1.4 94.3 0 0.8 93.9 Rata-rata 0 1.7 92.8 Standar 0 0 > 95 Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Keterangan : pengamatan dilakukan pada saat rotasi > 9 hari.
4.4 4.6 3.8 4.5 4.9 3.4 4.2 <5
1.4 1.3 0.9 1.8 0.7 1.7 1.3 0
Dari hasil pengamatan mutu buah pada Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa tenaga panen pada Divisi 1 Perkebunan Pantai Bonati sudah memiliki pemahaman yang cukup baik atas kriteria matang buah. Hal ini dapat dilihat dari persentase data tandan mentah yang mencapai 0 % dan persentase data tandan matang yang mencapai 92.8 %. Hal ini masih harus ditingkatkan sekaligus dipertahankan dengan cara melakukan supervisi yang lebih fokus dan intensif ke dalam blok. Adapun yang menjadi masalah adalah masih tingginya persentase tandan over ripe yang mencapai 4.2 %. Hal ini menunjukkan rotasi panen yang tinggi (Rotasi > 9 hari) sehingga banyak menyebabkan buah lewat matang bahkan hingga mencapai busuk. Disamping itu masih terdapat buah kurang matang 1.7 % diatas standar kebun yang 0 % dan busuk (JJK) 1.3 %, hal ini ini juga akibat dari rotasi terlambat.
Mutu Hanca dan Kehilangan Produksi Pemeriksaan mutu hanca dilakukan oleh Manajer Kebun, Asisten Kebun, Mandor I, Mandor Panen, Mantri Buah, dan Depertemen Quality Assurance (QA). Pemeriksaan meliputi brondolan tertinggal (piringan, tanaman, pasar pikul dan gawangan mati), buah matang tinggal di tanaman dan kondisi tanaman (pelepah sengkleh, lebih tunas dan pelepah gondrong). Kegiatan pengamatan kualitas mutu
58
hanca dilakukan dengan mengamati brondolan tertinggal, buah matang tertinggal dan kondisi tanaman. Kegiatan pengamatan dilakukan dengan mengikuti enam orang pemanen dari tiga kemandoran.
Brondolan Tertinggal Kehilangan produksi dapat terjadi akibat brondolan tidak dipanen. Menurut Rankine dan Fairhurst (1998), pengutipan brondolan sangat penting karena brondolan mengandung minyak sekitar 48 % sedangkan TBS hanya mengandung sekitar 22 % minyak, Dalam satu tandan terdapat 1 000 – 3 000 brondolan, dengan berat berkisar 10 – 20 g. Dapat disimpulkan bahwa brondolan menyumbangkan keuntungan yang sangat besar dan jika tidak dilakukan pengutipan brondolan maka perusahaan akan kehilangan sejumlah keuntungan. Hasil pengamatan brondolan tinggal pada Tabel 20. Tabel 20. Persentase Posisi Brondolan Tertinggal Presentase Brondolan Mandor
Pemanen Piringan
I II III Rata-rata
1 2 1 2 1 2
Tanaman
Pasar Gawangan Pikul Mati ......................................(%)...................................... 53.38 7.62 32.20 6.77 39.6 13.79 31.03 15.51 60.00 3.33 26.66 10.00 43.47 15.21 39.13 2.17 44.44 11.11 25.92 18.51 32.14 21.42 39.28 7.14 45.51 12.08 32.37 10.01
Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Dari data pada Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa brondolan tertinggal lebih banyak di daerah piringan dan pasar pikul. Faktor utama yang menyebabkan brondolan tertinggal adalah kelalaian dari pengutip brondolan, yang dapat disebabkan karena kurang berpengalaman maupun karena ketidakjujuran pengutip brondolan tersebut. Brondolan yang tidak dikutip selain menyebabkan penurunan produksi juga mengakibatkan munculnya kentosan (anakan sawit) yang dapat menyebabkan biaya pemeliharaan yang membesar dan brondolan hitam akibat tinggal dapat mengurangi kualitas minyak.
59
Pemotongan tandan yang kurang baik juga akan mengakibatkan bunga matahari sehingga brondolan yang tertinggal di bunga matahari tersebut tidak dapat diambil oleh pemberondol. Brondolan tertinggal yang tidak terkutip pada bunga matahari akan mengakibatkan dampak buruk dikemudian hari antara lain akan menimbulkan gulma kentosan dan brondolan busuk akan mengundang berbagai macam penyakit. Selain mengamati posisi brondolan tertinggal, juga dilakukan pengamatan kehilangan hasil atau pemeriksaan mutu hanca. Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengikuti enam orang pemanen dari tiga kemandoran. Hasil pengamatan kehilangan hasil atau pemeriksaan mutu hanca dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pengamatan Kehilangan Produksi Akibat Resiko Pemanenan (Pemeriksaan Mutu Hanca) Uraian
Brondolan di piringan Brondolan di pasar pikul Brondolan di gawangan Brondolan di tanaman Brondolan di bunga matahari Buah matang tidak dipanen Buah dipanen tidak terangkut di TPH Janjang panen Rasio brondolan tinggal janjang Janjang tertinggal
Pemanen 1 2 3 4 5 6 ...........................(brondolan).................... 9 0 0 3 0 0 0 18 0.6
19 0 0 1 0 0 0 8 2.5
9 0 0 0 0 0 0 18 0.5
6 0 0 2 0 0 0 10 0.8
9 0 0 5 0 0 0 16 0.87
8 1 2 2 0 0 0 9 1.4
0
0
0
0
0
0
Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Dari data pada Tabel 21 dapat diketahui bahwa rasio brondolan tertinggal/janjang panen di Divisi 1 Perkebunan Pantai Bonati cukup baik. Rata rata jumlah rasio brondolan tertinggal/janjang panen adalah < 1. Standar perusahaan menetapkan rasio brondolan tinggal per janjang < 1. Pengamatan ini dilakukan pada rotasi normal sehingga rasio brondolan tertinggal cukup rendah. Kehilangan hasil terbesar untuk rasio brondolan tertinggal terdapat pada piringan dan tanaman. Hal ini dikarenakan pembrondol masih kurang teliti dalam mengutip brondolan sehingga banyak yang tertinggal. Perkebunan pantai Bonati memberi toleransi brondolan tertinggal sebesar 2 brondolan/tanaman.
60
Faktor penyebab buah tinggal adalah kondisi tanaman yang mulai tinggi sehingga pemanen kesulitan dalam memanen, selain itu karena ada beberapa areal topografi yang naik turun sehingga pemanen memiliki kecenderungan untuk malas membawa buah keluar. Rotasi panen yang panjang juga berpengaruh terhadap banyaknya buah tinggal, hal ini dikarenakan pemanen memiliki kecenderungan tidak memanen tandan yang sudah masak untuk menyelesaikan hancanya. Kerugian yang dialami perusahaan untuk brondolan tinggal pada batas toleransi yang di berikan kebun dapat dilihat pada perhitungan : Jika diketahui : Luas areal 987 ha, kerapatan panen 25 %, rotasi panen 1 tahun 48 kali, ekstraksi 25%, populasi/ha 136 tanaman, bobot/brondolan 13 g. Brondolan tertinggal/tanaman : 2 brondolan, dan harga = Rp 7 000/kg CPO. Kerugian : Jumlah tanaman 987 ha : luas x populasi = 987 ha x 136 tanaman = 134 232 tanaman Jumlah yang dipanen : kerapatan x jumlah tanaman = 25 % x 134 232 tanaman = 33 558 tanaman Brondolan tertinggal : 2 brondolan x tanaman panen = 2 brondolan x 33 558 tanaman = 67 116 brondolan Brondolan tertinggal/tahun : rotasi x jumlah brondolan = 48 rotasi x 67 116 brondolan = 3 221 568 brondolan Bobot brondolan tertinggal = brondolan/tahun x 13 g = 41 880 384 g Setelah di ekstraksi 25 % = 41 880 384 g x 25 % = 10 470 kg minyak CPO Maka kehilangan = 10 470 kg x Rp 7 000/kg = Rp 73 290 672
Kondisi Tanaman Kondisi tanaman kelapa sawit juga sangat mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Oleh karena itu, pelepah sengkleh, over pruning, maupun pelepah gondrong harus dihindari karena menyebabkan kondisi yang tidak optimal bagi tanaman kelapa sawit dalam berfotosintesis. Apabila terjadi kondisi yang buruk pada pelepah kelapa sawit akan menyebabkan pengecilan buah sawit yang
61
berpengaruh langsung terhadap produksi sawit. Hasil pengamatan kondisi tanaman dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pengamatan Kondisi Tanaman Mandoran
Pemanen
I
Jumlah Tanaman
1 2 1 2 1 2
II III
61 60 64 66 62 60
Kondisi Tanaman Pelepah Over Pelepah Sengkleh prunning Gondrong ..........................(tanaman).......................... 2 0 2 1 0 1 1 1 1 3 0 0 0 0 1 1 0 0
Sumber : Hasil pengamatan penulis 2011 Dari data pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa masih terdapat pelepah sengkleh, over pruning, dan pelepah gondrong. Diantara ketiga kondisi tanaman bermasalah tersebut yang paling banyak adalah pelepah sengkleh dan paling sedikit yaitu over pruning. Namun demikian dapat disimpulkan pemanen Perkebunan Pantai Bonati sudah melakukan kegiatan penunasan dengan baik, karena dari data pengamatan kondisi pokok yang bermasalah < 4 %. Hal ini dapat disebabkan penggunaan sistem tunas progresif, yaitu kegiatan penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen sehingga penunasan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pelepah sengkleh dan over prunning di Perkebunan Pantai Bonati juga disebabkan oleh kondisi tanah yang berpasir dan kondisi tanaman yang beragam. Hal ini dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan baik, terutama pada pelepah tanaman.
Sistem Pengawasan Panen dan Denda Panen Sistem pengawasan panen merupakan salah satu faktor penting yang dapat menekan kehilangan hasil produksi dalam pemanenan. Menurut Lubis (1992) panen yang baik adalah : tidak ada buah mentah tidak ada buah matang yang tinggal di piringan tanaman
62
tidak ada buah yang tinggal di pasar pikul tandan dan brondolan harus bersih janjang kosong tidak ada yang dibawa ke pabrik gagang tandan dipotong mepet berbentuk “V” pelepah cabang dipotong tiga dan diletakkan di gawangan mati dan ditelungkupkan potong cabang daun mepet ke batang berupa tapak kuda membuat sudut 15 – 30 derajat kearah dalam Untuk mengetahui besar kehilangan hasil dalam kegiatan panen, Perkebunan Pantai Bonati melakukan pemeriksaan mutu buah yang dilakukan oleh Depertemen Quality Assurance (QA), Asisten Divisi, Mandor I, Mandor Panen dan Kerani panen. Pemeriksaan ini bertujuan sebagai kontrol terhadap mutu panen (FFB Quality) dari setiap kebun pemasok tandan buah segar ke PKS, sebagai dasar pemotongan atas pembayaran terhadap pihak luar yang mengirim TBS ke PKS. Objek pemeriksaan meliputi mutu buah di PKS/grading, mutu buah di lapang, mutu hanca/losses lapangan. Tim pemeriksa dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Mutu buah di PKS, dilakukan oleh : - staf QA (1 orang) - Mandor
(1 orang)
- karyawan
(8-10 orang)
2. Mutu buah dan hanca (losses) di lapangan, dilakukan oleh - staf QA yang ditunjuk - Mandor 1 atau asisten sebagai pendamping Denda Panen akan diberikan kepada pemanen yang melakukan kesalahan. Denda merupakan potongan terhadap buah yang diperoleh pemanen disebabkan pelanggaran pemanen atas tata tertib panen. Tujuan pemberian denda adalah agar pemanen dapat melaksanakan ketentuan panen yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak mengulangi kesalahan pada jenis pekerjaan yang sama. Denda pada pemanen dapat berupa surat peringatan atau langsung pemotongan buah yang diperoleh pemanen. Denda yang akan diberikan kepada pemanen dan supervisi panen dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.
63
Pengelolaan Pengangkutan Transportasi tandan buah segar (TBS) ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan kegiatan penting dalam usaha perkebunan kelapa sawit, keterlambatan pengangkutan (restan) TBS ke PKS akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah dan mutu produk akhir. Kadar asam lemak bebas akan semakin meningkat seiring lamanya buah menginap, sedangkan kadar minyak akan semakin turun (Lubis,1992). Oleh sebab itu sebaiknya buah segera dikirim ke PKS pada hari itu juga. Pengangkutan TBS ke tempat penampungan hasil (TPH) harus dilakukan secara hati-hati karena pengangkutan TBS ke TPH dapat meningkatkan asam lemak bebas akibat guncangan dan penggoresan saat menaikkan dan menurunkan buah. Pengangkutan dilakukan dengan mendatangi TPH yang menjadi hanca pemuat. Pada Perkebunan Pantai Bonati divisi I terdapat empat tim pemuat dimana tiap tim terdiri dari tiga orang. TBS yang telah tersusun rapi harus dicatat terlebih dahulu oleh kerani panen sebelum dimuat ke truk, tanda bahwa buah tersebut telah di periksa oleh Kerani Panen adalah adanya satu buah yang ditaruh di atas susunan TBS. TBS dimuat oleh pemuat dengan menggunakan tojok sedangkan ganco digunakan untuk menyusun buah diatas truk. Rata-rata produksi tiap divisi di Perkebunan Pantai Bonati 80 ton/hari. Jumlah unit pengangkutan milik kebun di Perkebunan Pantai Bonati sekitar 3 unit/hari/divisi. Jumlah tersebut belum dapat memenuhi dari jumlah produksi yang ada. Angkutan unit kebun hanya mampu mengangkut sekitar 10 ton/unit dengan rata-rata maksimal hanya mampu mengangkut 40 ton/hari/divisi. Untuk itu perlu unit tambahan dari luar, yaitu dari kontraktor. Unit truk kontraktor ratarata mampu mengangkut 9 ton/unit. Tambahan unit dari kontraktor dapat mengatasi kekurangan unit dari kebun. Pada Perkebunan Pantai Bonati pengangkutan TBS ke PKS menggunakan truk milik perusahaan sendiri dan truk milik kontraktor. Pengangkutan TBS dengan truk milik perusahaan sendiri dan truk sistem kontrak memiliki kerugian dan keuntungan masing-masing. Kegiatan pemuatan TBS dari TPH ke dalam truk oleh pemuat dapat dilihat pada Gambar 11..
64
Gambar 11. Kegiatan Pemuatan TBS dari TPH ke dalam Truk Selain menggunakan truk, Perkebunan Pantai Bonati juga menggunakan traktor Landini (traktor ford) sebagai sarana memuat TBS dari TPH. Buah yang diangkut oleh traktor nantinya akan ditumpahkan terlebih dahulu sebelum nantinya akan dimuat oleh truk. Pengangkutan dengan menggunakan traktor ini dilakukan apabila lahan tempat penampungan hasil tersebut dapat menyebabkan kesulitan yang tinggi pada truk sehingga hal tersebut akan menimbulkan resiko yang besar terhadap unit pengangkut. Jumlah kapasitas standar muatan yang biasa diangkut oleh traktor Landini adalah 5 ton, truk PS 7.5 ton dan Hino sebesar 12 ton. Faktor penyebab losses pengangkutan antara lain karena sulitnya areal (jalan yang rusak/licin), terdapat parit yang dalam sehingga untuk memuat buah ke truk harus melewati titi panen, buah tidak dijaring sehingga dalam perjalanan terdapat buah yang rontok, waktu muat pada malam hari sehingga menyebabkan banyak brondolan tertinggal, TPH yang tidak bersih (masih terdapat gulma), pada saat hari hujan TPH tergenangi air hujan. Untuk mengantisipasi banyaknya buah yang tertinggal pada saat pengangkutan, sebaiknya kebun melakukan penyisiran yang dilakukan oleh satu orang pembrondol untuk menyisir brondolan tertinggal akibat pengangkutan baik di TPH maupun di jalan kebun. Lamanya proses pengangkutan buah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain rotasi panen sangat menentukan lamanya proses pengangkutan buah. Hal ini dikarenakan banyaknya brondolan sehingga waktu muatnya menjadi lebih lama juga terdapat kecenderungan pemuat untuk membersihkan brondolan yang tercecer. Apabila terdapat buah restan maka waktu penyusunan buah dalam truk
65
juga menjadi lebih lama, karena buah harus disusun hati-hati agar tidak gampang jatuh di perjalanan (buah sangat rentan rontok). Selain itu permasalahan lain di pengangkutan adalah sering terbawanya pasir dan kotoran serta gagang panjang (yang telah dipotong) oleh pemuat kedalam truk. Hal ini terjadi karena ketidaktelitian pemuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemuat cenderung untuk terburu-buru dalam bekerja. Kontaminasi yang disebabkan oleh pasir dan kotoran sampai dengan bulan Mei 2011 mencapai 6.15 %, sedangkan gagang panjang yang terbawa ke PKS mencapai 2.15 %. Untuk itu perlu pengawasan yang lebih fokus oleh Mandor Panen dan Kerani Panen serta memberikan sanksi atau denda bagi setiap pelanggaran. Pada Perkebunan Pantai Bonati juga terdapat buah restan, dengan rata-rata buah restan/hari sampai dengan bulan Mei 2011 mencapai 33.84 ton/hari. Di Perkebunan Pantai Bonati buah restan disebabkan oleh kondisi areal yang sulit dijangkau dengan truk dan pada saat kerapatan panen tinggi unit angkutan tidak mampu memenuhi kapasitas produksi.