PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (Telaah Epistemologis Ilmu Nahwu Klasik) Oleh: Nurul Hadi (Direktur Nuha Institute for Foreign Language Teaching Sampang) Abstrak:
لقد طرحت حماوالت مستمرة ألجل تيسري تعليم اللغة العربية من تطوير مناهجها وجتديد طرق تدريسها وتنويع أساليبها ومن ضمنها تيسري النحو فاعترب اللغويون القدماء واحملدثون أن النحو القدمي وتعليمه كعامل.التعليمي أساسي يف صعوبة تعليم اللغة العربية قبل مناهجه؛ فلذلك يتوقف تيسري تعليم وهذه الورقة تعرض عن اقرتاحات.اللغة العربية على جتديد النحو وتعليمه جذابة يف جتديد النحو التعليمي بعد حبثه العميق عن جدور مشكلة الصعوبة .يف النحو واللغة العربية مستعينا مبقاربة نظرية فلسفة العلوم احلديثة Kata Kunci: Pembaharuan, Pembelajaran, Ilmu Nahwu, Bahasa Arab
PENGANTAR
Timur,
Pembelajaran
dan
wilayah
Afrika
sampai 1
bahasa
Arab
Andalusia (Spanyol) di barat.
Teaching)
telah
orang yang terkesima dengan kemajuan
banyak mengalami perkembangan yang
peradaban Islam sampai abad ke-14 M,
signifikan.
diakui,
berlomba untuk belajar bahasa Arab,
setelah runtuhnya kekhalifahan Turki
termasuk kaum oreintalis dan Barat,
Ustmani (1924 M) pembelajaran bahasa
sehingga
Arab
Islam yang ditulis dalam bahasa Arab
(Arabic
Language
Meskipun,
mengalami
harus
stagnasi
karena
karya-karya
pada
gencar
terjemahkan ke dalam bahasa mereka,
pembelajaran
itu.
Sejarah
bahasa
mencatat
Arab
mulai
digandrungi oleh penutur non-arab sejak
itu
pemikir
kuatnya arus sekularisasi yang sangat kala
masa-masa
besar
Orang-
mereka
seperti Al-Qânûn karya Ibnu Sina dan banyak karya lainnya.
abad ke-1 H atau abad ke-7 M, seiring dengan penyebaran Islam yang meliputi Byzantium di Utara, wilayah Persia di
1
Kees Versteegh, Al-Lughah Al‘Arabiyyah, Târîkhuhâ wa Mustawayâtuhâ wa Ta’tsîruhâ, terj. Muhammad Asy-Syarqâwî, (Kairo: Al-Majlis Al-A’la Li Ats-Tsaqafah, 2003), hlm. 106.
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Sedangkan
pembelajaran
Namun
demikian,
meluasnya
bahasa Arab di Indonesia dipastikan
pembelajaran bahasa Arab bagi penutur
bersamaan dengan masuknya Islam ke
non-arab menimbulkan problem baru.
nusantara.
Namun
Banyak
pembelajaran
bahasa
bersifat
alphabetic
demikian, Arab
method
abjadiyah)
dalam
membaca
Al-Quran.
masih
praktisi
mengeluhkan
bahasa
Arab
kesulitan
dalam
(metode
mengajarkan bahasa Arab bagi penutur
pembelajaran
non-arab. Kesulitan tersebut banyak
Baru
kemudian
ditemukan dalam pembelajaran kaidah
sejak munculnya cikal bakal pesantren
bahasa Arab yang bertumpu kepada
nusantara yang dipelopori oleh Sunan
ilmu
Nahwu.
Anehnya,
belakangan,
2
kesulitan untuk memahami ilmu Nahwu
mulai
tersebut tidak hanya dirasakan oleh para
berkembang pada pemahaman kitab-
pelajar dari non-Arab (ghayr al-‘arab)
kitab klasik, yang penekanannya lebih
saja, tetapi juga dirasakan oleh para
kepada penguasaan gramatikal (nahwu
pelajar Arab sendiri. Hal ini diungkapkan
Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M), pembelajaran
bahasa
Arab
3
dan sharf).
oleh Dr. Syauqi Dhaif dalam salah satu
Sejak dulu kala, pemahaman ilmu nahwu selalu diidentikkan dengan bahasa Arab, sehingga orang yang menguasai
ilmu
nahwu
akan
menyandang status linguist (al-lughawi) dalam
bahasa
Arab.
Sebut
saja,
Sibawayh (w. 180 H), bapak ilmu nahwu dengan Al-Kitab, Ibn Jinni (w 392 H), penulis kitab al-Khashâish, Ibnu Malik (w.672 H), penulis kitab nahwu terkenal
bukunya
Taysîr
an-Nahw
at-Ta’lîmî
Qadîman wa Hadîtsan, berkata:
مر ّ "مجيع البالد العربية اليوم تشكو الشكوى من أن الناشئة فيها ال حتسن أو بعبارة أخرى ال حتسن النطق،النحو وكأمنا أصيبت،بالعربية نطقا سليما ألسنتها بشيئ من اإلعوجاج واإلحنراف ًال تستطيع أداء العربية أداء4 جعلها "صحيحا
Alfiyah, Ibnu Hisyam Al-Anshori (w 761 H)
penulis
Syudzûr
Audlâh
Adz-Dzahab,
nama-nama
ahli
al-Masâlik dan
nahwu
dan
sederet
(an-nuhat)
lainnya yang sering menjadi referensi penting linguistik bahasa Arab.
“Semua Negara Arab sekarang sangat mengeluhkan keberadaan para pemuda mereka yang tidak bisa ilmu Nahwu, atau bisa dikatakan bahwa mereka tidak dapat berbicara bahasa Arab dengan benar. Seakan-akan lidah mereka terkena kesalahan dan penyimpangan yang membuat mereka tidak dapat menyampaikan bahasa Arab dengan benar”.
2
Mastuki HS, M. Ishom El-Saha (ed.), Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: DIVA PUSTAKA, 2003), hlm. 8. 3 Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009, cet. 4), hlm. 28.
40
4
Syauqi Dhaif, Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, (Kairo: Dar al-Maârif, 1993), hlm. 3.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Dari pernyataan Syauqi di atas, kita
dapat
dengan
mudah
mengambil
kesimpulan
pembelajaran
ilmu
kendala
Nahwu
yang
dalam bahasa Arab sudah terjadi pada
untuk
masa Al-Jâhidz sejak 12 abad lalu.
bahwa
Bahkan, konon yang menjadi titik awal
menjadi
dibukukannya ilmu Nahwu oleh Abu al-
dalam
Aswad ad-Duali adalah tersebarnya lahn
pokok
pembelajaran bahasa Arab. Apalagi bagi
(kesalahan-kesalahan)
pelajar
penggunaan bahasa Arab yang terjadi di
(santri)
di
pondok-pondok
dalam
pesantren yang notabene mencurahkan
zamannya,
konsentrasi pelajaran bahasa Arabnya
umat Islam dari kalangan non-Arab (al-
pada ilmu Nahwu, sehingga berimplikasi
mawâli) waktu itu.5
kepada
penguasaan
bahasa
Arab
terutama
pada
Fenomena
kalangan
inilah,
yang
terpadu, di mana mereka tidak melatih
memotivasi penulis untuk mendalami
kecakapan berbicara, membaca dan
lebih
menulis dalam bahasa Arab sebelum
pembelajaran ilmu Nahwu yang akhirnya
memahami ilmu nahwu.
berdampak
yang
Dengan
demikian,
terdapat
dalam
kerumitan
ilmu
Nahwu
lanjut
letak
kesulitan
pada
dalam
kesulitan
dalam
pembelajaran bahasa Arab pula. Kalau memang
kerumitan-kerumitan
dalam
sebagai pilar utama kaidah bahasa Arab
Nahwu itu benar-benar nyata, maka
menjadi kendala dalam pembelajaran
solusi apa yang dapat kita lakukan untuk
bahasa Arab di tingkat teknis dan
menuju pembelajaran bahasa Arab yang
praksisnya
(at-tathbîq
praktis?
mumârasah),
sehingga
kalau
banyak
wa tidak
kalangan
alheran,
muda
dan
menelusuri masalah
pelajar pemula juga merasa kesulitan
telaah
dalam
sanalah
mempelajari
bahasa
Arab.
Penulis jawaban ini
epistemologis, muncul
kesalahan
dalam
pengetahuan
menggunakan
bahasa
Arab
(lahn)
landasan
filsafat
pelajar
Arab
terkenal,
yaitu:
di
kalangan
sebagaimana diutarakan Syauqi di atas.
mencoba
dari
dengan
Akibatnya, merebak
akan
rumusan
menggunakan di
mana
teori-teori
(science) ilmu
ilmu
dengan yang
kajian
epistemologis, dan aksiologis.
dari tiga
sangat
ontologis, 6
Apalagi para pelajar non-Arab yang mempelajari
bahasa
Arab
bukan
sebagai bahasa ibu (the first language). Ditilik
dari
akar
sejarahnya,
PEMBAHASAN
ternyata lahn dalam berbahasa Arab bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja, di
mana
pemahaman
masyarakat
terhadap ilmu Nahwu sudah semakin jauh dan dangkal. Tetapi, fenomena lahn
5
Syaikh Muhammad Thanthawi, Nasy’ah an-Nahw wa Târikh Asyhuri an-Nuhât, (Kairo: Dar el-Ma`arif, t.t., Cet. III), hlm. 34. 6 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, cet. xvi,), hlm. 35.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
41
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Banyak hipotesis yang menuding
Pertama, pada kajian ontologis
ilmu nahwu sebagai jalan terjal pintu
akan fokus pada objek ilmu nahwu, dan
masuk
Arab,
faktor-faktor yang diduga kuat sebagai
dalam
kesulitan dalam pembelajarannya. Dari
satunya
sini kita harapkan dapat menemukan
al-Khatib,
secara kronologis asal mula munculnya
yang menganggap bahwa ilmu Nahwu
ilmu nahwu dan objek bahasannya. Lalu
klasik merupakan pintu utama sulitnya
beralih kemudian kepada faktor apa
jalan
yang menyebabkan ilmu nahwu itu
pembelajaran
sebagaimana
bahasa
tergambar
pendahuluan.
Salah
diungkapkan
oleh
masuk
Husam
pembelajaran
bahasa
7
Arab. Untuk menganalisis hipotesis ini
(dianggap)
lebih jauh, penulis coba mengurainya
beberapa lama berhasil dikodifikasikan
berdasarkan pada teori filsafat ilmu
sebagai disiplin
(epistemology).
Dalam analisis ini penulis memadukan
Sudah jamak diketahui bahwa filsafat ilmu selalu datang di saat suatu 8
ilmu menemukan jalan buntu. kebuntuan
ilmu
tersebut
Ketika
berhasil
diuraikan secara epistemologis, maka akan melahirkan
pembaharuan
pendapat
sulit
dipelajari ilmu
beberapa 9
yang
setelah mandiri.
tokoh
bahasa
Arab
dengan
penulis
terkait
kendala
linguist
pengalaman praktis
di
lapangan tentang pembelajaran bahasa Arab.
atau
Sementara kajian epistemologis
bahkan ilmu baru. Oleh karena itu,
pembahasan ini merupakan tindak lanjut
penulis ingin menganalisis fenomena
dari
kesulitan ilmu nahwu ini dari aspek
sebelumnya.
ontologisnya terlebih dahulu, lalu diikuti
beberapa penawaran solutif berkenaan
dengan
gambaran
dengan ditemukannya sumber-sumber
sebagai
petunjuk
epistemologisnya jalan
untuk
mengetahui akar permasalahan. Lalu
hasil
penemuan Di
sini
ontologis
akan
muncul
kesulitan ilmu nahwu dan sistematika pembelajarannya.
dari hasil uraian tersebut, filsafat ilmu
Yang terakhir, kajian aksiologis
diharapkan mampu memberikan solusi
dalam pembahasan ini lebih kepada
terbaiknya
langkah-langkah
untuk
menemukan
praksis
dari
hasil
pembaharuan dalam ilmu nahwu yang
penelusuran dua aspek ontologis dan
dapat mengatasi kesulitan pembelajaran
epistemolgis
bahasa
Arab
sebagai
9
Husam al-Khatib, Al-Lughah al‘Arabiyyah, Idhâ`ah `Ashriyyah, (Kairo: al-Hay`ah al-Mishriyah al-`Ammah lil Kutub, 1995), hlm. 79. 8 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, cet. Ke-4 (Bandung: Rosda, 2009), hlm. 41-44.
42
baik
aspek
aksiologisnya.
7
sebelumnya;
Sedikitnya terdapat 33 buku dan artikel jurnal kontemporer yang membahas pembaharuan ilmu Nahwu sejak tahun 1937 M sampai tahun 2000 M, baik bersifat konstruktif maupun dekonstruktif. Para tokoh yang menulis buku dan artikel tersebut secara keseluruhan adalah penulis Arab yang notabene berasal dari Mesir.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi berkenaan dengan objek kajian ilmu
Al-‘Imrithî
nahwu maupun pada aspek sistematika
mengatakan dalam bentuk nadzam:
pembelajarannya. analisis
Karena
epistemologis
bisa
saja
ilmu nahwu atau pun terkait dengan penyusunannya
atau
keduanya secara bersamaan, sehingga
11
dimaksud akan tampak jelas, apakah dari aspek objek kajiannya ataukah dari pembelajarannya
atau
keduanya saling berkaitan.
Artinya: “Ilmu Nahwu harus diketahui lebih awal, karena bahasa Arab tidak dapat dipahami dengan benar, apabila tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmu nahwu.”
Ilmu Nahwu adalah ilmu tentang bahasa
Arab,
yang
dengannya pelajar bahasa Arab bisa menghindari kesalahan-kesalahan (lahn) dalam mengungkapkan bahasa Arab; baik lisan maupun tulisan.10 Dengan demikian, identik
mengetahui dengan
menggunakan
ilmu
nahwu
kemampuan
bahasa
Arab
dengan
benar, sehingga tidak heran banyak pelajar bahasa Arab yang sejak awal menggeluti pelajaran ilmu nahwu untuk mencapai target penguasaan bahasa Arab yang “benar” tadi. Tujuan pembelajaran ilmu nahwu ini dijelaskan
oleh
dalam
yang
kitab
Pernyataan ini sebuah justifikasi yang sangat konkret menunjukkan objek dan
tujuan
sebagian sejatinya
ulama juga
pengenalan cakupan ilmu nahwu secara makro dari ilmu nahwu tersebut. Penulis
nahwu,
yaitu:
menghindari lahn dalam penggunaan Karena itu, sangat beralasan apabila akhir-akhir ini keluhan akan kesulitan pembelajaran ilmu nahwu juga berdampak pada lemahnya penguasaan bahasa Arab para pelajar. Kesulitan pembelajaran
Ahmad Al-Hasyimi, Al-Qawâ’id AlAsâsiyyah lil Lughah al-‘Arabiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.t.), hlm. 4.
ilmu
nahwu
tersebut
diindikasikan oleh proses penguasaan ilmu nahwu yang memakan waktu lama. Penguasaan ilmu nahwu di pondokpondok pesantren tradisional misalnya, membutuhkan rentang waktu sampai tiga tahun secara berturut-turut. Dengan artian, untuk memahami ilmu nahwu secara
utuh
membutuhkan
waktu
sampai tiga tahun. Itu baru pada tataran kaidah yang bersifat teoritis, belum masuk pada pembelajaran bahasa Arab praktis
yang
berupa
keterampilan
kebahasaan
(al-mahârât
lughawiyyah),
yakni:
mendengar kecakapan
10
ilmu
bahasa Arab.
Ilmu Nahwu Klasik (Kajian Ontologi): kaidah-kaidah
tegas
إذ الكالم دونه لم يفهما# النحو أولى أوال أن يعلما
pembaharuan dalam ilmu nahwu yang
sistematika
dengan
temuan
berkenaan dengan objek pokok bahasan sistematika
misalnya
(mahârah berbicara
al-
kecakapan al-istimâ’), (mahârah
al-
11
Syeikh Syarifuddin, Nadzm Al-‘Imrithî, bait ke-9, terj. Harun Syamsuri, (Pamekasan: PP. Darul Ulum Banyuanyar, 2012), hlm. 3.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
43
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi kalâm), kecakapan membaca (mahârah
Meskipun
al-qirâah)
tersebut cukup berhasil melokalisasi
dan
(mahârah
kecakapan
menulis
al-kitâbah).
kecakapan
ini
dalam
Keempat
titik-titik
keberadaan perbedaan,
buku-buku tetapi
tidak
pembelajaran
mengurangi perseteruan kedua belah
bahasa Arab harus mendapatkan porsi
pihak. Salah satu buku klasik yang
yang
ditulis pada abad ke-6 H, Al-Inshâf fî
sama
dan
membutuhkan 12
konsentrasi yang seimbang. Lamanya
Masâil al-Khilâf bayn an-Nahwiyyîn Alilmu
Bashriyyîn wa Al-Kûfiyyîn (Penengah
sesungguhnya
dalam masalah khilaf antara ulama
mempunyai alasan historis, di mana
nahwu Bashrah dan Kufah) ditulis oleh
kodifikasi
Ibnu Al-Anbari yang coba memediasi
nahwu
pembelajaran
klasik
dengan
ini
disiplin
ilmu
perdebatan
ini
dua
dipenuhi madrasah
kedua
perbedaan
(madzhab) besar; Bashrah dan Kufah.
terjebak
Kedua kubu
terhadap salah satu madzhab.14
ini saling
menguatkan
pendapatnya secara filosofis dengan argumentasi-argumentasi Akhirnya
para
dipaksa
pelajar
untuk
rasional. ilmu
memahami
nahwu alur
ke
tersebut
dalam
justru
keberpihakan
Dalam catatan sejarahnya, Ilmu Nahwu memang baru dikodifikasikan oleh
Imam
Sibawaih
(w.
180
H),
generasi ketiga ulama Bashrah dalam
argumentasi kedua belah pihak tersebut,
karya
di samping kajian tentang materi pokok
Walaupun peletakan dasar ilmu Nahwu
ilmu nahwu itu sendiri.
klasik sudah dimulai sejak Abu al-Aswad
Bahkan tidak sedikit dari sarjanasarjana
bahasa
ad-Duali pada abad pertama Hijriyah. Lalu terus berkembang di kota Bashrah
spesifik merangkum perbedaan kedua
secara transmisi (bi an-naql) dari lisan
belah
akar
ke lisan melalui ulama Nahwu (nuhât)
argumentasi masing-masing demi untuk
ternama, seperti Nashr bin `Ashim al-
memetakan
dan
Laitsi (w. 89 H.), Anbasah bin Ma`dan al-
13
Mahri (wafat sekitar awal tahun 100 H.),
mempertajam
dan
yang
Al-Kitâb.
secara
pihak
Arab
monumentalnya,
menelusuri
perbedaan
kesamaan-kesamaan.
12
Ali Ahmad Madzkur, Tadrîs Funûn AlLughah Al-‘Arabiyyah, (Riyadh: Dar Asy-Sayawaf, 1991), hlm. 41. 13 Beberapa buku tersebut adalah: Ikhtilâf An-Nahwiyyîn karya Tsa’lab (w. 291 H); Al-Masâil ‘alâ Madzhab An-Nahwiyyîn fîmâ Ikhtalafa fîhi AlBashriyyûn wa Al-Kûfiyyûn karya Ibnu Kîsân (w. 320 H); Al-Muqni’ fî Ikhtilâf Al-Bashriyyîn karya Abu Jakfar An-Nahhas (w. 337 H); Ar-Radd ‘Alâ Tsa’lab fi Ikhtilâf An-Nahwiyyîn karya Ibnu Durustawaih (w 347 H); Al-Inshâf fî Masâil alKhilâf bayn an-Nahwiyyîn Al-Bashriyyîn wa AlKûfiyyîn karya Ibnu Al-Anbari (w. 577 H); I’tilâf
44
An-Nushrah fî Ikhtilâf Nuhât Al-Kûfah wa AlBashrah karya Az-Zubaidi (w 802 H) dan lain-lain. selengkapnya, lihat Ali Burhan, “Kajian Kritis Ilmu Nahwu: Madrasah Bashrah vis a vis Madrasah Kufah”, Jurnal HIMMAH, vol. II (Kairo: PPMI Mesir, 2007), hlm. 16. 14 Nuri Hasan Hamid al-Masallati, Asbâb Ikhtilâf an-Nuhât min Khilâl Kitâb Al-Inshâf, (Kairo: Dar Al-Fadhilah, 2005), hlm. 8.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi dan Abdurahman bin Hurmuz (w. 117 H.).
15
akibat
tersebut.
kemudian
Oleh
karena
ulama’
itu,
nahwu
Dari generasi awal ini, kemudian
mengemukakan teori baru tentang ‘âmil,
semakin berkembang, bukan hanya di
yaitu: bahwa ‘âmil dalam bahasa Arab
kota Bashrah sebagai pusat kajian ilmu
ada dua: 1. ‘âmil lafdzî (‘âmil yang
Nahwu, tapi juga merambah ke kota
tampak), 2. ‘âmil ma’nawî (yang tidak
Kufah di bawah kepakaran Abu Jakfar
tampak),
bin
al-Hasan
ar-Ru’asi
(al-Kufi)
sehingga
merasionalisasikan rafa’nya mubtada’,
bersamaan dengan Khalil bin Ahmad al-
muncullah
Farahidi
ma’nawi.
(al-Bashri),
guru
utama
16
untuk
terma Artinya,
baru,
yaitu
rafa’nya
‘âmil
mubtada’
sesungguhnya disebabkan oleh ‘âmil
Sibawaih dalam ilmu Nahwu.
Eksistensi kedua madzhab besar
ma’nawi,
yaitu
ibtida’
(keberadaan
ini terus mewarnai kajian ilmu nahwu
mubtada’ di awal kalimat merupakan
klasik
‘âmil
lengkap dengan
argumentasi-
yang
sejatinya
merafa’kan
argumentasi rasional, yang dalam ilmu
mubtada’), meskipun tidak terlihat oleh
nahwu disebut ‘illah. Satu contoh yang
mata.
coba penulis angkat di sini adalah
Dari contoh di atas, seorang
tentang struktur Mubtada’ + Khabar.
pelajar ilmu nahwu akan dihadapkan
Dalam
klasik,
pada pemahaman rasional terhadap
االسم المرفوع العاري عن
definisi mubtada’ sebelum mengetahui
( العوامل اللفظيةisim [kata benda] yang
contoh mubtada’ yang lebih konkret.
dirafa’kan tetapi tidak terdapat ‘âmil
Alih-alih
lafdzi di depannya [yang merafa’kannya]
mubtada’
kajian
ilmu
mubtada’ adalah
nahwu
17
Definisi ini sesungguhnya adalah dari
tuntutan
yang
penggunaan
benar,
padahal
menjelaskan mubtada’ langsung kepada
secara langsung). dampak
mempraktikkan
argumentasi
rasional kausalitas, di mana akibat harus
contoh yang variatif tanpa menjelaskan teori, seperti di atas sesungguhnya lebih sederhana dan praktis.18
selalu ada sebabnya. Dalam hal ini,
Lalu
berkembanglah
ide
posisi rafa’ mubtada’ adalah akibat,
penyederhanaan
tetapi anehnya tidak terdapat sebab
nahwu
(‘âmil) yang menyebabkan terjadinya
lamanya lebih banyak berkutat pada
yang
pembelajaran selama
ilmu
berabad-abad
permasalahan-permasalahan
teoretik
15
Syaikh Muhammad Thanthawi, Nasy’ah an-Nahw wa Târîkh Asyhur an-Nuhât, hlm. 36. 16 Ibid, hlm. 71. 17 Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari, Al-Kawâkib Ad-Durriyah; Syarh Mutammim AlJurumiyyah, (Surabaya: Nurul Hidayah, t.t.), hlm. 76.
18
Seperti yang dilakukan oleh Ali AlJarim dan Mustofa Amin dalam An-Nahw AlWâdlih.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
45
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi filosofis dan kurang memperkuat di 19
bidang praktik dan penerapan.
berbagai
Di era modern, barangkali orang yang
pertama
gencar di abad ke- 20 M dengan bentuknya
dan
mulai 21
menemukan format terbarunya.
merumuskan
Secara teoretis, ada beberapa
penyederhanaan ilmu nahwu yang lebih
usulan pembaharuan yang dilontarkan
praktis tersebut adalah Rif’at Thahthawi
berkenaan dengan pembaharuan ilmu
(1873 M) di Mesir, setelah pulang dari
nahwu. Di antaranya: tentang dominasi
Prancis dengan kitabnya At-Tuhfah Al-
pengaruh
Maktabiyyah fi Taqrîb Al-Lughah Al-
argumentasi
‘Arabiyyah, lalu dilanjutkan oleh Hefni
munculnya terma i’rab taqdiri, ‘âmil
Nâshif dengan kitabnya yang terkenal
ma’nawi, ‘illah tsawani dan lain-lain.
Qawa’id Al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Begitu
Penggunaan istilah-istilah ilmu nahwu
juga, Ali Al-Jârim dan Musthafa Amin
yang sangat banyak, seperti rafa’ dan
mengeluarkan kitab nahwu baru An-
dlammah, nashab dan fathah, jarr dan
Nahwu Al-Wâdlih dan terus mengalir ke
kasrah
Ibrahim Musthafa, Hasan Syarif, Amin
beberapa bab pembahasan ilmu nahwu
Al-Khuli, Ya’qub Abdun Nabi, Syauqi
yang kurang produktif, seperti tentang
Dhaif, Abdul Muta’al As-Shâ’idi dan
tanâzu’ dan isytighâl. Ada juga usulan
Ahmad Baraniq, di samping usaha dari
perampingan bab dalam ilmu nahwu
Departemen Pendidikan Mesir dalam tim
yang semula mencapai 30 bab menjadi
20
ad hocnya.
ilmu
dan
pemaparan
nahwu,
lain-lain;
seperti
membuang
al-fathah, dan bâb al-kasrah saja.22
bentuk dari usaha pembaharuan ilmu secara
beberapa
dalam
3 bab besar, yaitu bâb ad-dlammah, bâb
Penyederhanaan di atas adalah nahwu
filsafat
usaha
praktis. yang
Ada
juga
Tentu saja, usulan demi usulan ini
terlebih
dahulu
ada
daripada
mencoba
pembaharuaan ilmu nahwu yang praktis.
memperbaharui ilmu nahwu dari aspek
Karena ilmu nahwu praktis yang muncul
teoretisnya. Usaha ini lebih bersifat kritik
kemudian
teoretis berupa wacana yang sudah
wacana-wacana
mulai bermunculan sejak abad ke-3 H
sebelumnya.
adalah
manifestasi
dari
pembaharuan
pada masa Jahidz, yang berarti lebih dari 1000 tahun yang silam. Namun, ide-
Epistemologi Ilmu Nahwu Klasik:
ide pembaharuan ilmu nahwu semakin
Dari pemaparan secara ontologis di
19
Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, (Kairo: Markaz Al-Kitab li An-Nasyr, 2006, cet. II), hlm. 276. 20 Rusydi Balhabib, Qadhiyyah Al-I’râb wa Masyâri’ Tajdîd An-Nahw Al-‘Arabî, www.rouwaa.com (diakses pada 26 Oktober 2007).
46
atas,
kita
sedikit
diperkenalkan
kepada sebuah dinamika ilmu Nahwu dari masa ke masa. Kemudian muncul 21
Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, hlm. 277. 22 Ibid, hlm. 278-279.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi usaha
untuk
dengan
menyederhanakannya
menghilangkan
kerumitan-
Syauqi Dhaif dan tim ad hoc kementrian pendidikan Mesir.
kerumitan yang terjadi pada ilmu Nahwu klasik
ala
Oleh karena itu, tidak berlebihan
Sibawaih. Pertanyaannya,
kalau ilmu Nahwu klasik dengan teori-
mengapa ilmu Nahwu klasik dianggap
teori rasionalitasnya ini ditengarai sarat
sulit? Pertanyaan ini sebetulnya berakar
muatan filosofis yang justru membuat
dari
ilmu
pertanyaan
yang
lain,
yaitu:
nahwu
tidak
praktis.
Hal
ini
Bagaimana penyusunan Ilmu Nahwu
dikemukakan oleh Abdullah, mahasiswa
klasik? Pertanyaan terakhir menyoal
pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
kembali
ilmu
Jakarta dalam abstrak disertasinya yang
pertanyaan
berjudul “Kritik Ibn Madla terhadap Ushûl
Nahwu
aspek klasik,
epistemologis sehingga
tentang “mengapa” tadi akan terjawab
al-Nahwi”.
dengan sendirinya.
terma-terma `âmil, ta’lîl tsawani (second
Ilmu Nahwu klasik yang telah
reason)
Dia dan
mengatakan qiyâs
bahwa
(analogi)
yang
menjadi satu disiplin ilmu di bawah
dipandang sebagai pilar-pilar bangunan
tangan kreatif ulama Bashrah dan Kufah
nahwu
lalu
ulama
intensitas penggunaan nalar di sana
Baghdad dan Mesir, tidak terlepas dari
cukup tinggi, dapat ditampilkan sebagai
kekurangan
bentuk-bentuk
disusul
kemudian dan
oleh
kritik
konstruktif-
epistemologis dari ulama Nahwu di
(ushûl
al-nahw)
filosofis
dan
yang
dari
nahwu
tradisional.”
belakangnya. Kritikan yang paling tajam
Setelah penulis coba membaca
sempat dilontarkan oleh seorang pakar
langsung karya (yang di-tahqîq oleh Dr.
bahasa Arab asal Kordova, Ibn Madla
Syauqi Dhaif dan terbit tahun 1947 M)
(w. 592 H) dalam ar-Radd `alâ an-Nuhât
tersebut,
(Penolakan atas Ulama Nahwu) yang
menjadi
ditulis sekitar tahun 581 H. Penolakan
kritikannya
Ibn Madla dalam kitab ini berkisar pada
klasik, seputar banyaknya teori’âmil-
teori rasionalitas dalam pembentukan
ma`mûl, i’râb bi at-taqdîr, dan teori ta`lîl
ilmu Nahwu klasik yang cenderung
tsawani memang benar adanya.24
ternyata catatan
poin-poin Ibn
terhadap
yang
Madla ulama
dalam Nahwu
“dipaksakan”, sehingga tak jarang kita
Belakangan, Dr. Syauqi Dhaif
menemukan kerumitan-kerumitan dalam
sendiri, seorang pakar bahasa Arab dari
23
memahami logika ilmu Nahwu.
Setelah
Kairo yang sempat menjabat direktur
beberapa lama kemudian, kritik Ibnu
Majma’ al-Lughah Al-‘Arabiyyah di Kairo
Madla’
(Majelis
dipertajam
oleh
Ibrahim
Musthafa, Hefni Nashif, Thaha Husain,
Bahasa
Arab
Kairo),
juga
merumuskan satu kitab Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî
Qadîman
wa
Hadîtsan”
23
Ibnu Madla’ Al-Qurthubi, Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, Tahqiq Syauqi Dhaif, (Kairo: Dar el-Ma’arif, 1982, cet. II), hlm. 23-40.
24
Ibid, hlm. 76.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
47
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi (Usaha
Memudahkan
Pembelajaran
Setelah kajian ontologis di atas
Ilmu Nahwu; Dulu dan Sekarang) yang
berhasil
intinya mendukung pembaharuan ilmu
kerumitan dalam ilmu nahwu klasik, kini
Nahwu
tetap
giliran epistemologi yang memainkan
mempertahankan prinsip-prinsip dasar
perannya. Untuk mencapai kemudahan
kaidah-kaidah
dalam pembelajaran ilmu nahwu (taysîr
klasik
dengan
bahasa
termuat di dalamnya.
Arab
pusat-pusat
an-nahw at-ta’lîmî), harus dilakukan dua
Wacana-wacana meretas
yang
25
memetakan
inilah
munculnya
yang
pembaharuan
hal,
yaitu:
Pertama,
menghilangkan
poin-poin kesukaran ilmu nahwu klasik
pembelajaran ilmu nahwu (An-Nahwu
dalam
At-Ta’limi),
berhasil
dijabarkan di atas; Kedua, menyusun
kerumitan
ulang sistematika pembelajaran ilmu
karena
mengurai
telah
sumber-sumber
yang terdapat dalam ilmu nahwu klasik. Kemudian tahun
gayung
1938,
bersambut.
kementrian
pembelajaran,
sebagaimana
nahwu (an-nahw at-ta’lîmî).
Pada
Di sini, epistemologi menemukan
pendidikan
dua hal yang sangat esensial dalam
Mesir membentuk tim ad hoc yang
pembelajaran
khusus
penyederhanaan objek bahasannya dan
membahas
dan
merancang
ilmu
nahwu,
format pembelajaran ilmu nahwu yang
penyusunan
lebih praktis (taysîr an-nahw at-ta’lîmî).
pembelajarannya.
Tim tersebut terdiri dari: Thaha Husayn,
ilmu nahwu klasik (an-nahw al-qadîm)
Ahmad
Ibrahim
sebagai ilmu teoretis harus dibedakan
Bakar
dengan pembelajaran ilmu nahwu (an-
26
nahw at-ta’lîmî) yang sifatnya praktis.
memperkuat
Sementara ini, pembelajaran bahasa
beberapa wacana yang berkembang
Arab yang bertumpu kepada ilmu nahwu
sebelumnya
merekomendasikan
masih menggunakan ilmu nahwu teoritis
pembaharuan dalam pembelajaran ilmu
(an-nahwu al-qadîm), sehingga wajar
Amin,
Musthofa,
Ali Al-Jarim,
Muhammad
Abu
Ibrahim dan Abdul Majid As-Syafii. Akhirnya,
27
nahwu.
tim
inipun
dan
ulang
yakni:
sistematika
Dengan
demikian,
Lalu, rekomendasi tersebut
keluhan kesulitan dalam bahasa Arab
diperkokoh lagi dalam seminar-seminar
(ilmu nahwu) sering terdengar. Jadi,
internasional di beberapa Negara Arab,
untuk
seperti di Qatar dan Libanon pada tahun
Arab yang praktis, maka pembelajaran
1947 dan 1956 M.
28
menuju
praktis
muyassar) Syauqi Dhaif, Taysîr an-Nahw atTa`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, hlm. 3. 26 Ibrahim Muhammad ‘Athâ’, Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah, hlm. 279. 27 Ibid., hlm. 278. 28 Ibid.
48
bahasa
ilmu nahwu pun sejatinya menggunakan yang
25
pembelajaran
dan
(ta’lîm atau
an-nahw
al-
pembelajaran
nahwu fungsonal (ta’lîm an-nahw alwadhîfî). Pemahaman pembelajaran “ilmu nahwu yang praktis” dan “ilmu nahwu
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi fungsional”
dalam
praktiknya
istifhâm
(pertanyaan),
karena
bagi
diterjemahkan secara berbeda. Tokoh
pelajar bahasa Arab pemula, istifhâm
seperti Rif’at Thahthawi, Hefni Nasif, Ali
menjadi sebuah kebutuhan. Sedangkan
Al-Jarim dan lainnya menerjemahkan
dalam ilmu nahwu klasik, materi istifhâm
dengan
buku
akan ditemukan dalam bab-bab terakhir,
pembelajaran ilmu nahwu yang lebih
setelah bab al-kalâm, al-marfû’ât, al-
praktis dengan langsung menghilangkan
manshûbât dan lain-lain.
penyusunan
sumber-sumber menggunakan
ulang
kerumitannya contoh-contoh
dan
Belakangan, pembelajaran ilmu
bahasa
nahwu fungsional juga berkembang di
Arab secara variatif dan dekat dengan
pesantren-pesantren
kehidupan para pelajar. Model buku-
mengembangkan
buku
dominan
cepat, seperti model Amtsilati Jepara,
menggunakan metode deduktif, yang
model al-iktisyaf Puncak Darus Salam
dimulai dari kaidah kemudian dilanjutkan
Pamekasan dan model-model lain yang
dengan contoh-contoh, kecuali An-Nahw
sejenis.
Al-Wâdlih-nya Ali Al-Jarim yang sudah
model
menggunakan
induktif,
disesuaikan dengan kebutuhan pelajar
diawali dengan contoh-contoh bahasa
dan tingkat kemudahannya; baik dalam
Arab, lalu diikuti dengan penjelasan
bahasa Arab maupun dalam kemahiran
kaidah
membaca kitab.
semacam
ini
masih
pendekatan
secara
singkat,
penyusunan
kendati
babnya
diajarkan
baca
ilmu secara
kitab
nahwu acak
masih
menggunakan sistem yang lama. Sedangkan
sistem
Pembelajaran ini
yang
Pembaharuan Ilmu Nahwu (Aspek
ilmu
nahwu
Aksiologi)
fungsional sudah tidak lagi berpatokan
Akhirnya, filsafat ilmu berhasil
kepada sistematika penyusunan bab
menemukan ilmu nahwu baru, di mana
seperti pada ilmu nahwu klasik, tetapi
ilmu nahwu klasik ditempatkan sebagai
penjelasan
nahwu
ilmu nahwu yang sifatnya teoritis filosofis
disesuaikan dengan kebutuhan para
dengan ciri khasnya sendiri dan telah
pelajar secara langsung. Pembelajaran
berabad-abad lamanya eksis sebagai
ilmu nahwu fungsional ini sering kita
disiplin ilmu yang mandiri. Akan tetapi,
jumpai
ilmu nahwu klasik pada saat ini kurang
Arab
kaidah-kaidah
dalam terpadu
‘arabiyyah
pembelajaran (ta’lîm
bahasa
al-lughah
al-muwahhad),
di
al-
mana
tepat
untuk
pembelajaran
diajarkan bahasa
Arab
dalam praktis,
dalam satu wahdah (unit), pembelajaran
karena akan terbentur dengan sumber-
bahasa Arab dengan tema tertentu,
sumber kesulitan, sebagaimana dibahas
langsung
ilmu
sebelumnya. Sedangkan ilmu nahwu
nahwu secara fungsional. Bisa saja,
baru yang dimaksud adalah ilmu nahwu
kaidah
praktis
memasukkan
yang
diajarkan
unsur dimulai
dari
dalam
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
pembelajaran
bahasa
49
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Arab (an-nahw at-ta’lîmî al-muyassar)
alasan kedua dan ketiga terhadap
dan ilmu nahwu fungsional (an-nahw al-
suatu
wadhîfî).
Padahal alasan pertama saja sudah
Pokok-pokok pembaharuan ilmu Nahwu
tersebut adalah
rekonstruksi
hukum
i`râb
yang
terjadi.
cukup memadai. 4. Menghilangkan teori qiyas (analogi) Nahwu.32
epistemologis penyusunan ilmu Nahwu
dalam
klasik
demikian, untuk metetapkan bahwa
dengan
penekanan
pada
beberapa poin penting berikut: Nahwu.
Karena
Dengan
fi`il Mudlâri` adalah mu`rab tidak perlu
1. Menyusun ulang sistematika 29
ilmu
kita
ilmu
dianalogikan kepada isim. Karena hal
tahu,
itu hanya akan membuat bingung
penyusunan ilmu Nahwu klasik masih
pelajar.
berlandaskan transmisi (bir riwayah),
mengatakan bahwa fi`il Mudlâri` itu
sehingga
perlu
berlandaskan
Jadi,
cukuplah
kita
disusun
ulang
mu`rab, sebagaimana orang Arab
sistematika
yang
mempraktikkannya.
memudahkan; dari global ke detail,
Dari beberapa poin ini, ilmu
dari sederhana ke kompleks, dengan
Nahwu baru yang lebih sistematis dan
membuang pembahasan yang tidak
praktis
penting dan lain-lain.
menyelesaikan masalah kerumitan ilmu
2. Menghilangkan teori `âmil ma`nawî (faktor
yang
tidak
Sebagaimana
kita
tampak).
ketahui,
30
rasionalitas
Nahwu
dalam
mampu
pembelajaran bahasa
Arab.
ilmu
Nahwu klasik disusun berlandaskan asas
diharapkan
PENUTUP
(sebab-akibat),
Dari penjabaran di atas, telaah
sehingga i`râb (hukum kalimat) yang
epistemologi ini berhasil menemukan
tampak harus ada penyebabnya yang
faktor-faktor penyebab kerumitan yang
disebut
tanpa
terjadi pada ilmu Nahwu klasik. Dari
ini,
analisis epistemologis yang dilakukan
bisa
oleh Al-Jahidz, Ibnu Jinni, Ibnu Madla,
`âmil.
menjelaskan pelajar
Padahal,
`amil
bahasa
ma`nawi
Arab
juga
mengklasifikasikannya secara jelas. 3. Menghilangkan teori ta`lîl tsawânî wa tsawâlits (alasan kedua dan ketiga) dalam
i`râb.
31
Tentu
ini,
banyak
Syauqi Dhaif, Thoha Husain, Ibrahim Mushtofa,
Hefni Nasif
kelemahan-kelemahan diidentifikasi
dengan
dan
lainnya,
itu
sukses
baik,
sehingga
menyulitkan pelajar bahasa Arab,
muncullah tawaran-tawaran solutif untuk
karena mereka harus mengetahui
merumuskan ilmu Nahwu baru yang lebih praktis dan memudahkan para
29
Ibid, hlm. 49-58. Ibnu Madla’ Al-Qurthubi, Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, hlm. 24-35. 31 Ibid, hlm. 35-38.
pelajar bahasa Arab.
30
50
32
Ibid, hlm. 38-42.
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi Usaha pembaharuan ilmu Nahwu ini,
mendapat
respon
positif
dari
pemerintah Mesir dengan membentuk panitia
ad
hoc
dalam
rangka
merumuskan formasi baru ilmu Nahwu tersebut. Epistemologi ilmu Nahwu baru yang dibangun adalah bagaimana Ilmu Nahwu
mendekati
bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Arab
sebagaimana adanya (bukan bagaimana seharusnya), tidak perlu memaksakan konsep rasionalitas (sebab-akibat) yang hakikatnya tidak terjadi dalam bahasa
Balhabib, Rusydi, Qodhiyatu Al-I’rab wa Masyari’u Tajdid An-Nahwu AlArabi, www.rouwaa.com (diakses pada 26 Oktober 2007) Burhan, Ali, Kajian Kritis Ilmu Nahwu: Madrasah Bashrah vis a vis Madrasah Kufah, Jurnal HIMMAH, vol. II (PPMI Mesir: 2007). Dhaif, Syauqi, Taysîr an-Nahw at-Ta`lîmî Qadîman wa Hadîtsan, (Kairo: Dar al-Maârif, 1993).
Arab. Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2009, cet. 4) al-Hasyimi, Ahmad, Al-Qawaid AlAsasiyah lil Lughati al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), t. tahun. Ibnu
Abdul Bari, Muhammad bin Ahmad., Al-Kawâkib Ad-Durriyah; Syarh Mutammim Al-Jurumiyyah, (Surabaya: Nurul Hidayah, t.t.)
al-Khatib, Husam., Al-Lughah al‘Arabiyyah, Idhâ`at `Ashriyyah, (Kairo: al-Hay`ah al-Mishriyah al`Ammah lil Kutub, 1995). Madkur, Ali Ahmad, Tadris Funun AlLughah Al-Arabiyah, Riyadh: Dar Asy-Sayawaf, 1991. al-Masallati, Nuri Hasan Hamid, Asbab Ikhtilafi an-Nuhat min Khilali Kitab Al-Inshof, Kairo: Dar Al-Fadhilah, 2005. Mastuki HS, M. Ishom El-Saha (ed.), Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: DIVA PUSTAKA, 2003). Muhammad ‘Athâ’, Ibrahim., Al-Marja’ fi Tadrîs Al-Lughah Al-‘Arabiyyah,
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
51
PEMBAHARUAN NAHWU MENUJU PEMBELAJARAN BAHASA ARAB PRAKTIS (TELAAH EPISTEMOLOGIS ILMU NAHWU KLASIK) Nurul Hadi (Kairo: Markaz Al-Kitab li AnNasyr, 2006, cet. II). Al-Qurthubi, Ibnu Madla.,’Kitâb Ar-Radd ‘Alâ An-Nuhât, Tahqiq Syauqi Dhaif, (Kairo: Dar el-Ma’arif, 1982, cet. II). Syarifuddin, Syeikh, Nadzam Al-‘Imrithy, bait ke-9, diteremahkan oleh Harun Syamsuri, Pamekasan: PP, Darul Ulum Banyuanyar, 2012. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003, cet. xvi,)
52
Tafsir, Ahmad., Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosda, 2009, cet. iv) Thanthawi, Syaikh Muhammad., Nasy’ah an-Nahw wa Târikh Asyhuri an-Nuhât, (Kairo: Dar elMa`arif, t.t., Cet. III). Versteegh, Kees, Al-Lughah Al‘Arabiyyah, Târîkhuhâ wa Mustawayâtuhâ wa Ta’tsîrihâ, terj. Muhammad Asy-Syarqâwî, (Kairo: Al-Majlis Al-A’la Li AtsTsaqafah, 2003)
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012