20
BAB II PEMBELAJARAN ILMU NAHWU
A. Pengertian Ilmu Nahwu menurut istilah : Diucapkan untuk istilah fan Ilmu Nahwu yang mencakup ilmu nahwu shorof atau juga disebut ilmu bahasa arab, yang devinisinya adalah :
ُ ب يُع َْر ال اِ ْف َر ِدهَا َ ت ْال َع َربِيَ ِة َح ِ ف بِهَا اَحْ َكا ُم ْال َكلِ َوا ِ ِع ْل ٌن بِاُصُىْ ِل ُه ْستَ ْنبَطَ ٍة ِهن َكالَ ِم ْال َع َر ال تَرْ ِكبِهَا َ َو َح Ilmu tentang qoidah-qoidah (pokok-pokok) yang diambil dari kalam arab, untuk mengetahui hukum (Hukumnya Kalimat) kalimat arab yang tidak disusun (sendirian) dan keadaan kalimat ketika ditarkib (tersusun ).1
B. Tujuan Pembelajaran ilmu nahwu Tujuan pembelajaran ilmu nahwu seperti apa yang telah dikemukakan oleh A.Akrom Malibari adalah sebagai berikut : a. Mampu memahami fungsi tiap kata dalam kalimat dan memahami pengertian keseluruhan kalimat secara tepat dan cepat; b. Mampu menyusun kalimat yang benar secara gramatika dalam menggunakan bahasa tertulis ataupun lisan untuk mengutarakan pikiran ataupun perasaan; c. Dapat mengetahui seluk-beluk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap fungsi dan arti kata; 1
Muhammad bin Musthofa Al-Khudhori, khasiyah Khudhori ( Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2011) hlm.10
21
d. Mampu memahami arti setiap kata dalam setiap perubahan bentuknya secara pasti dan benar untuk penggunaannya dalam kalimat di waktu menggunakan bahasa arab dalam berbicara atau mengarang.2
C. Pembelajaran Kata dasar “ pembelajaran” adalah belajar. Dalam arti sempit pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut bukan karena pengaruh obat-obatan atau zat kimia lainnya dan cenderung bersifat permanen. Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan istilah “pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas/sekolah, sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada dalam konteks guru dengan peserta didik di kelas secara formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru secara fisik.3 Kata „pembelajaran” lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik secara sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional,
2
A. Akrom Malibari, Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hal. 19-20. Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,prinsip, teknik, prosedur (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), Hlm. 10. 3
22
dan sosial, sedangkan kata “pengajaran” lebih cenderung pada kegiatan mengajar guru di kelas. Dengan demikian, kata “pembelajaran” ruang lingkupnya lebih luas daripada kata “pengajaran”. Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang ditentukan.4 Berdasarkan rumusan di atas, ada beberapa hal yang perlu di jelaskan lebih lanjut, yaitu:5 1. Pembelajaran adalah suatu program. Ciri suatu program adalah sistematik, sistemik dan terencana. Sistemik artinya keteraturan, dalam hal ini pembelajaran harus dilakukan dengan urutan langkah-langkah tertentu, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan penilaian. Setiap langkah harus bersyarat, langkah pertama merupakan syarat untuk masuk langkah kedua, langkah kedua merupakan syarat untuk masuk langkah ketiga, dan seterusnya. Sistemik menunjukkan suatu sistem. Artinya, di dalam pembelajaran terdapat berbagai komponen, antara lain tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, evaluasi, peserta didik, lingkungan dan guru yang saling berhubungan dan ketergantungan satu sama lain serta
4
ibid.,hlm.10 ibid.,hlm.10-11
5
23
berlangsung secara terencana dan sistemik. Suatu program terdiri atas serangkaian tindakan atau kejadian yang telah direncanakan dan disusun melalui proses pemikiran yang matang. Perencanaan program merupakan instrumen penting untuk merealisasikannnya dalam situasi nyata. 2. Setelah pembelajaran berproses, tentu guru perlu mengetahui keefektifan dan efesiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Untuk itu, guru harus melakukan evaluasi pembelajaran. Begitu juga ketika peserta didik selesai mengikuti proses pembelajaran, tentu mereka ingin mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai. Untuk itu, guru harus melakukan penilaian hasil belajar. Dalam proses pembelajaran terdapat proses sebab akibat. Guru yang mengajar merupakan penyebab utama bagi terjadinya proses belajar peserta didik, meskipun tidak setiap perbuatan belajar peserta didik merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu guru sebagai “figur sentral”, harus dapat mendorong perbuatan belajar peserta didik yang aktif, produktif, dan efisien. 3. Pembelajaran bersifat interaktif dan komunikatif. Interaktif artinya kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang bersifat multi arah antara guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan yang saling mempengaruhi, tidak didominasi oleh satu komponen saja. Sedangkan komunikatif dimaksudkan bahwa sifat komunikasi antara peserta didik dengan guru atau sebaliknya, sesama peserta didik, dan sesama guru harus dapat saling memberi dan menerima sertta memahami. Untuk itu, baik guru maupun peserta didik harus dapat menggunakan bahasa yang baik
24
dan benar, dalam arti menggunakan kosakata yang sederhana, kalimat yang jelas dan efektif, intonasi yang baik, irama dan tempo bicara yang enak didengar. Guru hendaknya menggunakan bahasa yang runtut, atraktif, mudah dipahami, dan dapat mengundang antusiasme peserta didik untuk memperhatikan dan menyimak materi pelajaran. 4. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya dapat menciptakan kondisikondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar peserta didik. Kondisi-kondisi yang dimaksud, antara lain: memberi tugas, mengadakan diskusi, tanya jawab, mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat, termasuk melakukan evaluasi atau penilaian. Untuk itu, guru harus banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik sehingga terjadi kegiatan atau tindakan belajar. 5. Proses pembelajaran dimaksudkan agar guru dapat mempercapai tujuan pembelajaran dan peserta didik dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Tujuan atau kompetensi tersebut biasanya sudah dirancang dalam perencanaan pembelajaran yang berbentuk tujuan pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Untuk mengetahui sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu, maka guru perlu melakukan tindakan evaluasi.
Dalam proses pembelajaran, guru akan mengatur seluruh rangkaian kegiatan
pembelajaran,
melaksanakan
kegiatan
mulai
dari
membuat
pembelajaran,
desain
bertindak
pembelajaran,
mengajar
atau
25
membelajarkan, melakukan evaluasi pembelajaran termasuk proses dan hasil belajar yang berupa”dampak pengajaran”. Peran peserta didik adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar yang digolongkan sebagai “ dampak pengiring”. Melalui belajar, maka kemampuan mental peserta didik semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan perkembangan peserta didik semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan perkembangan peserta didik yang beremansipasi diri sehingga menjadi utuh dan mandiri.6
D. Perencanaan Pembelajaran Perencanaan adalah menyusun langkah langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan . Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan . Namun lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat.7 Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu
6 7
ibid., hlm.12. Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), Hlm. 15.
26
yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.8 Perencanaan pengajaran yang baik perlu memuat :9 1. Tujuan apa yang diinginkan. 2. Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendukungnya. 3. Tenaga manusia, yakni mencakup cara-cara mengembangkan prestasi, spesialisasi, perilaku, kompetensi, maupun kepuasan mereka. 4. Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan. 5. Bangunan fisik mencakup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi dan kaitannya dengan pengembangan psikologis. 6. Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan manajemen operasi dan pengawasan. 7. Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengajaran. Adapun manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar yaitu :10 1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan. 2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan. 8
ibid., hlm. 17.
9
ibid.,hlm.20.
10
ibid.,hlm. 22.
27
3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid. 4. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja. 5. Untuk bahan penyusun data agar terjadi keseimbangan kerja. 6. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
E. Macam-macam Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu di Pesantren 1. Sistem Sorogan Sistem sorogan dari kata sorog (jawa) yang berarti menyodorkan. Sebab setiap santri secara bergilir menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau badal (pembantunya).11 Program sorogan dimaksudkan sebagai bentuk usaha untuk memberikan bimbingan dan pembinaan santri semenjak dini dalam penguasaan ilmu alat (Nahwu dan Shorof). Metodenya, pertama, siswa membaca materi kitab sesuai dengan tingkatannya dan disimak oleh pembimbing, kemudian pembimbing mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar Nahwu dan Shorof sesuai dengan standar kitab Nahwu dan Shorof yang diajarkan di kelasnya. Terkadang pembimbing juga memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan penjelasan materi yang dibaca. Sesuai dengan masing-masing tingkatannya.
11
M.Habib Chirzin, Agama dan Ilmu dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983),h.77, dalam M.Ridwan Nasir,Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.110.
28
Sistem ini tetap dipertahankan oleh pondok-pondok pesantren karena banyak manfaat dan faedah yang mendorong para santri untuk lebih giat dalam mengkaji dan memahami kitab-kitab kuning yang mempunyai nilai tinggi dalam kehidupan manusia. Sistem ini membutuhkan ketekunan, kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan kedisiplinan tinggi dari santri. Sistem sorogan amat intensif karena dengan sistem ini seorang santri dapat menerima pelajaran dan pelimpahan nilai-nilai sebagai proses delifery of culture dipesantren.12 Metode ini dalam dunia modern dapat dipersamakan dengan
istilah tutorship atau menthorship. Metode
pengajaran semacam ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab secara langsung. Tutor adalah guru yang mengajar di rumah, guru privat, atau guru yang mengajar sekelompok murid di perguruan tinggi atau universitas. Sedangkan tutorship adalah jabatan atau tugas guru, pembimbing atau wali.13
2. Sistem Wetonan Sistem wetonan adalah sistem yang tertua di pondok pesantren menyertai sistem sorogan dan tentunya merupakan inti dari pengajaran di suatu pesantren.14 Dalam sistem wetonan santri mulai dikenalkan dengan model terjemahan utawi iki iku, suatu metode menterjemahkan kalimat12
Marwan Sarijo dkk.,Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Darma Bakti, 1980),h.32. dalam ,ibid., hlm.112. 13 Peter Salim, The contemporary English-Indonesia Dictionary (Jakarta: Modern English Press, 1987),h.2136. dalam,ibid., hlm.112. 14 Ibid., hlm.112.
29
kalimat arab ke dalam bahasa jawa dengan melibatkan kaida-kaidahh nahwiyyah.
Sistem wetonan atau biasa disebut juga bandongan atau halaqoh, yaitu di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai atau dalam ruangan (kelas) dan kyai menerangkan pelajaran secara kuliah. Para santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan atau ngesahi (jawa, mengesahkan), dengan memberi catatan pada kitabnya, untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai. “Pendidikan berbasis kemampuan (kompetensi)” begitulah istilah sekarang. Begitu pula pada metode bandongan. Santri biasa memilih kitab dan pengajar sesuai dengan yang diinginkannya. Lalu dia akan masuk ke sebuah kelas, meski kelas barunya tersebut berbeda atau bahkan tidak seusia dengan dirinya. Inilah konsep moving clas (kelas bergerak) yang baru-baru diperkenalkan di era 70-an. Bayangkan pesantren sudah menjalankannya sedari dahulu.15
3. Metode bertanya Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya” . Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis konstektual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir 15
MS.Anis Masykur, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren, Mengusung Sistem Pesantren sebagai Sistem Pendidikan Mandiri (Depok: Barnea Pustaka, 2010), hlm.4-5.
30
santri/siswa. Bagi santri/siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada masalah yang belum diketahuinya. Bagi guru/ustadz, kegiatan bertanya bisa berfungsi sebagai evaluasi untuk mengetahui kadar serapan materi yang sudah dipahami oleh santri/siswa. Metode bertanya (tanyajawab) adalah yang tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, di pesantren , di masyarakat maupun di sekolah.
Bertanya merupakan bagian yang sangat penting
dalam belajar. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa merupakan indiaktor bahwa siswa sudah mulai belajar. Tanpa pertanyaan, siswa dapat dikatakan belum belajar. Jika seseorang siswa bertanya, maka ia sudah melihat permasalahan atau masalah pada sesuatu yang sedang dipelajari. Pemunculan masalah menandakan bahwa siswa sudah mulai berpikir, dan jika masalah itu dirumuskan menjadi pertanyaan berarti siswa itu berkehendak untuk menemukan jawaban atas masalah yang ditemukan; berarti pula siswa berkehendak untuk mengembangkan pikiran lebih lanjut.
4. Metode Musyawarah Penggunaan istilah musyawarah atau bahsul masail ataupun bahsul kutub sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara
istilah-
istilah tersebut. Program musyawarah merupakan forum kajian terhadap
31
ragam persoalan hukum yang dilakukan oleh para santri dengan standar kitab yang telah ditentukan. Fokus dari pembahasan dalam musyawah itu yang biasanya membedakan antara satu program dengan program lainnya. Ada yang membahas dari kaca mata fikihnya, ada yang membahas dari kaca mata nahwu shorofnya, ada yang membahas dari kaca mata sosial kemasyarakatan , dan masih banyak lagi fokus kajian yang ingin diungkap dari program musyawarah tersebut. Program musyawarah di Pesantren Takhasus Simbang Kulon difokuskan untuk mengurai kedudukan kalimat dalam susunan Ilmu Nahwu. Meskipun yang dipakai sebagai acuan adalah kitab taqrib yang sudah masyhur di kalangan santri sebagai kitab fikih, namun musyawarah difokuskan pada susunan kalimatnya, bukan isi kandungan fikihnya. Musyawarah ini mengasah santri untuk membuat analisis kalimat, juga mengasah hafalan santri untk menunjukkan syahid/dalil dari tarkib-tarkib yang dibuatnya.
5. Metode Menghafal Kata menghafal disini diambil dari kata
َ َ َحفyang ظ – يَحْ فَظٌ – ِح ْفظًا
merarti menjaga, memelihara dan melindungi. hafal
16
Menghafal dari kata
yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang materi pelajaran
atau dapat mengucapkan diluar kepala tanpa melihat buku atau catatan
16
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia cet.II ( Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 1990), hlm.105.
32
lainnya. Kemudian mendapat awalan me menjadi menghafal yang artinya berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalul ingat.17 Menghafal
di
Pesantren
pembelajaran Ilmu Nahwu
Takhasus
Simbang
Kulon
dalam
adalah menghafal Nadhom Alfiyah yang
berisi kaidah-kaidah Ilmu Nahwu. Penghafalan kaidah-kaidah ini dimaksudkan untuk mengikat pemahaman, sehingga aturan-aturan tentang bagaimana seharusnya menyusun kalimat Arab dengan benar selalu melekat dalam ingatan. Metode untuk bisa hafal dengan baik adalah dengan memahami arti setiap kata , memahami maksud dan tujuan dari setiap bait secara keseluruhan dan setiap tulisan dari bait-bait itu seakan tergambar dalam ingatan (visualisasi) , untuk itu gunakan satu kitab jangan berganti-ganti.
F. Evaluasi Pembelajaran Ilmu Nahwu Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas
sesuatu.
Gambaran
kualitas
yang
dimaksud
merupakan
konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan. Proses tersebut
17
Desy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.1 (Surabaya : PT. Amelia, 2003), hlm.318.
33
tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip serta dilakukan secara terus-menerus.18 Dalam
proses
evaluasi
harus
ada
pemberian
pertimbangan
(judgement). Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti/makna dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan, sesuatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.19 Evaluasi Pembelajaran Ilmu Nahwu dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kualitas yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran Ilmu Ilmu Nahwu yang sudah dilaksanakan. Evaluasi ini bisa berfungsi sebagai motivasi siswa untuk meningkatkann kualitas belajarnya. Evaluasi juga bisa berfungsi sebagai cerminan bagi guru akan usaha pengajaran yang sudah dilakukan, untuk ke depan membuat pertimbangan perbaikan pengajaran.
18 19
Zaenal Arifin, Op cit., hlm. 5. Ibid.,hlm.5.