23
BAB II PEMBELAJARAN KITAB JIM-JIM (NAHWU) DAN KITAB KUNING
A. Pembelajaran Kitab Jim-jim 1.
Komponen-komponen Pembelajaran Bagi guru sebagai dampak pembelajaran (instructional effect)
berupa hasil yang dapat diukur sebagai data hasil belajar siswa (angka/nilai) dan berupa masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa sebagai dampak pengiring (nurturent effect) berupa terapan pengetahuan dana tau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi yang terjadi antara si belajar dengan lingkunagan belajarnya, baik itu dengan guru teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dana tau sumber-sumber belajar lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu sendiri. Dimana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut; tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/siswa, dan adanya pendidik/guru.1
1
Cepi Riyana, Komponen-komponen Pembelajaran. Pdf. hlm. 3.
24
a. Tujuan Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai, oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembengunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi untuk menuju tujuan yang lebih tinggi atingkatannya, yakni membangun manusia (peserta didik) yang sesuai dengan yang dicita-citakan.2 b. Materi/bahan ajar Materi pembelajaran pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Secara umum isi kurikulum itu dapat dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu logika (pengetahuan tentang benar atau salah), etika (pengetahuan tentang baik dan buruk) berupa muatan nilai moral, dan estatika (pengetahuan tentang indah-jelek) berupa muatan nilai seni. Sedangkan bila memilahnya berdasarankan taksonomi Bloom dkk, bahan pembelajaran itu berupa kognittif (pengetahuan), efektif (sikap/nilai), dan psikomotor (keterampilan).3 c. Metode Metode
pembelajaran
merupakan
bagian
dari
strategi
instruksional, metode pembelajran berfungsi sebagai cara untuk menyajikan, 2 3
Ibid. hlm.6 Ibid. hlm. 13
25
menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi tidak setiap metode pembelajaran sesuai digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.4Adapun macammacam metode pembelajaran diantaranya: 1. Metode Ceramah 2. Metode Demonstrasi 3. Metode Tanya Jawab 4. Metode Penampilan 5. Metode Diskusi 6. Metode Studi Mandiri 7. Metode Pembelajaran Terprogram, dan lainnya. d. Media Secara umum media merupakan kata jamak dari medium, yang berarti perantara atau pengantar, secara lebih rinci beberapa pendapat ahli tentang media pembelajaran diantaranya Rossi dan Braidle (1966; 3) yang mengemukakan bahwa media pengajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan seperti, radio, televise, buku, koran majalah dan sebagainya. 5 e. Evaluasi Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sedarhana memberikan/menetapkan kapada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain (Davies, 1981; 3) sedangkan Wand dan Brown mengemukakan; Evaluasi
4
Martinis Yamin, Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta; Putara Grafika, 2007), hlm. 145 5 Cepi Riyana. Op. Cit, hlm. 32
26
merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila lebih lanjut kita kaji pengertian Evaluasi, pengukuran, dan penilaian kita kaitkan dengan kegiatan belajar dan pembelajaran, maka kita akan memperoleh pengertian yang tidak jaub berdeda dengan pengertian secara umum. Pengertian evaluasi belajar dan pembelajaran adalah prosses untuk menentukan nilai beralajr dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan dan/atau pengukuran belajar dan pembelajaran.6 f. Pelaku Pendidikan a. Anak didik Anak didik atau siswa sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses belajar mengajar, sebab tujuan yang harus dicapai semata mata untuk mengubah prilaku siswa itu sendiri, itulah sebabnya sangat tidak bijaksana bila proses belajar mengajar tidak didasarkan kepada factor siswa itu sendiri.7 b. Pendidik/guru Abdullah
Ulwan
berpendapat
bahwa
tugas
guru
ialah
melaksankan pendidikan ilmiah, karena mempunyai pengaruh yang besar terhadapt pembentukan kepribadian dan emensipasi harkat manusia. Sebagai pemegang amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan, guru tidak hanya bertugas memberikan pendidikan ilmiah, tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dari sinkron dengan tugas orang tua, yaitu memberi pendidikan yang berwawasan manusia seutuhnya.8 6
Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999). Hlm.
190-192 7 8
Cepi Riyana. Op. Cit. hlm. 23 Hery Noer Aly, Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: LOGOS, 1999). Hlm. 95
27
2. Kitab Jim-jim a. Pengertian KItab Jim-jim Kitab jim-jim merupakan kitab yang dikarang oleh pengasuh pondok
pesantren
Al-Masyhad
Manba‟ul
Falah
Sampangan
Pekalongan, kitab jim-jim dirujuk dari kitab Al-Jurumiyyah karangan Imam Sonhaji yang kemudian diterjemahkan menggunakan Bahasa Bahasa Jawa, isinya pun hampir sama dengan kitab jurumiyyah pada umumnya hanya saja pada awal materi lebih dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian fiel, isim mufrod, tasniah, jamak, asma khomsah, af‟al khomsah, jamak taksir, jamak mudzakar salim, jamak muannasissalim, baru kemudian masuk materi pada kitab jurumiyyah. Sehingga dapat di simpulkan bahwa kitab Jim-jim ini termasuk katagori dalam kitab nahwu sehingga nantinya teorti yang dibahasa disini mengenaai Nahwu. b.
Pengertian Ilmu Nahwu Nahwu secara lafadz mempunyai banyak makna yang berbeda-
beda, bisa bermakna arah, tujuan, serupa kira-kira dan bermakna pembagian. Arah, seperti contoh sisi masjid maksudnya arah masjid Tujuan, seperti keinginanku maksudnya tujuanku, tujuanmu Penyerupaan, seperti contoh ayahku maksudnya bapakku Kira-kira, seperti menurutku 30 buku artinya kira-kira ada 30 buku
28
Pembagian, seperti contoh surat ini ada 10 jenis maksudnya ada 10 macam Sedangkan pengertian nahwu secara istilah adalah
“Ilmu
tatabahasa yang dipelajari untuk mengetahui jabatan akhir kalimat Bahasa arab dalam
tarkib/susunan dari sisi
kedudukan dan
bangunannya”.9 Ada beberapa ulama yang mengartikan, diantaranya: 1) Ali Rodli mengatakan nahwu adalah ilmu dari beberapa ilmu Bahasa arab untuk mengetahui keadaan kalimat dalam Bahasa arab dari sisi I‟rob dan binaknya.10 2) Sayyid Muhammad bin Ahmad mengatakan nahwu adalah ilmu dasar yang dengannya dapat diketahui keadaan akhir kalimat baik itu I‟rob atau binaknya, yang dimaksud dasar ialah penyebutan isim, fiel, huruf,dan macam-macam I‟rob, amil dan yang mengikutinya.11 3) Wa Muna mengatakan nahwu adalah undang-undang tatabahasa yang dengannya akan terlihat kesalahan yang ada pada penyusunan kata dalam Bahasa arab, dan dengan mempelajari ilmu nahwu akan bisa menyampaikan maksud yang ditulis dengan Bahasa arab,
9
01 ص.)0202 ، دار التوفيقية للرتاث: (القاهرة، النحو الكافى،أمٌن عبد الغىن 10 1 , ص,) بدون سنة, دار الفكر: (بيروت, األول, ج, المرجع في اللغة العربية نجوها وصرفها,على رضا 11 4 .) ص0222 ، (احلرمٌن، الكواكب ال ّد ّريّة،الشيخ حممد بن أمحد
29
dengan ilmu nahwu pula akan memperindah gaya bacaan, penulisan dan dapat berbicara dengan baik.12 4) Sayyid Mustofa Al-Ghulaini mengatakan I‟rob ialah sesuatu yang diketahui dengan ilmu nahwu. Nahwu merupakan ilmu asal/dasar yang dengannya bisa mengetahui keadaan kalimat dalam Bahasa arab dari sisi tujuan dan tarkibnya/sussnannya.13 5) Dr. Abdul Muin mengatakan nahwu adalah ilmu untuk mengetahui jabatan setiap kalimat yang masuk pada jumlah, baik itu jabatan akhir kalimat maupun tingkah I‟robnya.14 c.
Sejarah Ilmu Nahwu Hampir semua pakar linguistik Arab bersepakat bahwa gagasan
awal yang kemudian berkembangmenjadi Ilmu Nahwu muncul dari Ali bin Abi Thalib saat beliau menjadi khalifah. Gagasan ini muncul karena didorong oleh beberapa faktor, antara lain faktor agama dan faktor sosial budaya. Yang dimaksud faktor agama di sini terutama adalah usaha pemurnian al-Qur'an dari lahn (salah baca). Sebetulnya, fenomena lahn itu sudah muncul pada masa Nabi Muhammad masih hidup, tetapi frekuensinya masih jarang. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ada seorang yang berkata salah (dari segi bahasa) dihadapan Nabi, maka beliau berkata kepada para sahabat: "Arsyiduu akhaakum fa innahu qad dlalla"
(bimbinglah teman kalian
12
Wa Muna, Abdul Aziz, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 76 13 9 .) ص0891 ، املكتبة العصرية: (بًنوت، جامع الدروس العربية،الشيخ مصظفى الغلييين 01 .) ص0202 ، (بكالوجنان اجلامعة اإلسالمية احلكومية،1 قواعد النحو،الدكتور عبد املعٌن
14
30
sesungguhnya ia telah sesat). Perkataan dlalla 'tersesat' pada hadits tersebut merupakan peringatan yang cukup keras dari Nabi. Kata itu lebih keras artinya dari akhtha'a' berbuat salah' atau zalla 'keseleo lidah'. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa salah seorang gubernur pada pemerintahan Umar bin Khattab menulis surat kepadanya dan di dalamnya terdapat lahn, maka Umar membalasnya dengan diberi katakata "qannii kitaabak sawthan" 'berhati-hatilah dalam menulis'. Lahn itu semakin lama semakin sering terjadi, terutama ketika bahasa Arab telah mulai menyebar ke negara-negara atau bangsa-bangsa lain non-Arab. Pada saat itulah mulai terjadi akulturasi dan proses saling mem-pengaruhi antara bahasa Arab dan bahasa-bahasa lain. Para penutur bahasa Arab dari non-Arab seringkali berbuat lahn dalam berbahasa Arab, sehingga hal itu dikhawatirkan akan terjadi juga pada waktu mereka membaca al-Qur'an. Dari sisi sosial budaya, bangsa Arab dikenal mempunyai kebanggaan dan fanatisme yang tinggi terhadap bahasa yang mereka miliki. Hal ini mendorong mereka berusaha keras untuk memurni-kan bahasa Arab dari pengaruh asing. Kesadaran itu semakin lama semakin mengkristal, sehingga tahap demi tahap mereka mulai memikirkan langkah-langkah
pembakuan
bahasa
dalam
bentuk
kaidah-kaidah. Selanjutnya, dengan prakarsa Khalifah Ali dan dukungan para tokoh yang mempunyai komitmen terhadap bahasa
31
Arab dan al-Qur'an, sedikit demi sedikit disusun kerangka-kerangka teoritis yang kelak kemudian menjadi cikal bakal pertumbuhan Ilmu Nahwu. Sebagaimana terjadi pada ilmu-ilmu lain. Ilmu Nahwu tidak begitu saja muncul dan langsung sempurna dalam waktu singkat, melainkan ber-kembang tahap demi tahap dalam kurun waktu yang cukup panjang. Ada cerita yang menarik seputar cikal bakal terbentuknya ilmu nahwu diantaranya: Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun, ketika Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang. Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa
32
Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad ad-Du'ali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad adDu'ali, bahwasanya ketika ia sedang ber-jalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintangbintang. Kemudian ia berkata, (“ ) َما أَحْ َسهُ ال َّس َما ِءApakah yang paling indah di langit?” Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan, (ُ“ )وُجُُْ ُمٍَا يَا بُىَيَّةWahai anakku, Bintang-bintangnya”. Namun sang anak menyanggah dengan mengataka
)ب َ ُّالتَّ َعج
اَ َر ْدت
(اَوَّ َما
“Sesungguhnya
aku
ingin
mengungkapkan kekaguman”. Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah, (“ ) َما اَحْ سَهَ ال َّس َما َءBetapa indahnya langit.” Bukan, ( َما ال َّس َما ِء
ُ“ )اَحْ َسهApakah yang paling indah di langit?” Dengan
memfathahkan hamzah…" Dikisahkan pula dari Abul Aswad ad-Du'ali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur‟an, ia mendengar sang qari membaca surat at-Taubah ayat 3 dengan ucapan, ( َأَ َّن هللاَ بَ ِزِ ٌء ِّمهَ ْال ُم ْش ِز ِكيه 15 ًُِ)َ َرسُُل َ , dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang
seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah
3 : االية,سورة التوبة
15
33
berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya...” Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan. Seharusnya kalimat tersebut adalah, ( َأَ َّن هللاَ بَ ِزِ ٌء ِمه ْ “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari ًُُ)ال ُم ْش ِز ِكيهَ ََ َرسُُْ ل orang-orang musyrikin.” Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad ad-Du'ali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah Islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia mem-perbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta‟ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad ad-Duali, (َُ ْ“ )اُ ْو ُح ٌَ َذا الىَّحIkutilah jalan ini”. Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah) Kemudian Abul Aswad ad-Du'ali melaksana-kan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang men-cukupi. Kemudian, dari Abul Aswad ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin „alaai, kemudian al-Khalil al-Farahidi al-Bashri (peletak ilmu „Arudh dan penulis Mu‟jam pertama), sampai ke Sibawaih dan Kisa'i (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
34
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Bashrah dan Kufy (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini
tidak
henti-hentinya
tersebar
sampai
akhirnya
mereka
membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.16 d.
Tujuan Pembelajaran Ilmu Nahwu Adapun tujuan pembelajaran ilmu nahwu khususnya dalam
pembelajaran qowaid nahwu yakni menolong para siswa, beberapa ulama berpendapat: Muhammad Abdulqodir Ahmad mengatakan, bahwa tujuan pembelajaran Qowaid nahwu yakni sebagai berikut: 1) Menjaga lisan dari kesalahan berbicara dan menjaga dari kesalahan
penulisan,
sehingga
menjadikan
kebiasaan
menggunakan Bahasa yang benar. 2) Membiasakan siswa untuk mengamati dan berfikir logis, bisa membantu dalam pembelajaran melalui pembukaan hukum dalam penyesuaian pada ilmu lain yang memberikan manfaat pemikiran yang nantinya akan membiasakan para siswa untuk mengikuti gaya Bahasa yang ada pada teks dan bisa diulang siswa dalam pelajaran qowaid nahwu. 3) Menjelaskan pada pemahaman kalam dari sisi kesohihannya dengan membantu pemahaman makna secara cepat. 16
http://www.piss-ktb.com/2012/01/1096-nahwu-sejarah-ilmu-nahwu.html
35
4) Menumbuhkan
rasa
Bahasa
pada
siswa-siswi
dalam
mempelajari Bahasa arab. 5) Membantu siswa dalam pengaplikasian ilmu qowaid dalam memahami Bahasa yang berbeda-beda. Mahmud Ali Saman mengatakan bahwa tujuan pembelajaran nahwu banyak, diantaranya.17 1) Menyelamatkan lisan dan kalam dari kesalahan. 2) Memberikan pemahaman atas fungsi kalimat yang nantinya bisa digunakan untuk membantu pada pemahaman yang baik, membantu pada pemberian makna-makna yang benar atas tiap kalam. 3) Memberikan materi yang luas pada siswa akan Bahasa guna mengetahui asal linguistiknya, dengan materi yang diajarkan melalui kata-kata dan contoh-contoh dari teks yang masuk akal yang terkait dengan ilmu qowaid. Khusain Sulaiman berpendapat bahwa tujuan pembelajaran nahwu diantaranya:18 1) Memberi pemahaman atas apa yang dibaca dan didengarnya, sekiranya dengan pelajaran qowaid akan terhindar dari kesalahan memahami materi dan tidak kehilangan maknanya. 2) Membantu dalam penyusunan kata yang ditulis dan dibicarakan yang bisa dipahami, sekiranya bisa memperhatikan materi 17
15 ._149 ص, بدون سنة, دارالمعارف: (مصر, التوجية في تدريس اللغة العربية,محمد على السمان 18 : (مصز, دراسات تحلبلية وهواقف تطبيق في تعلين اللغة العربية والدين االسالم,سليمان حسيه قُرة 762 ص,)1891 ,دارالمعارف
36
qowaid dalam pengajaranya. Sehingga lisan dan kalam terjag adari kesalahan dalam penyusunan kalimat atau ketentuan akhirnya, membantu pambaca dan pendengar untuk memahami materi yang ingin dipahaminya. Doktor Abdurrojihi mengatakan, ilmu nahwu itu merupakan dasar yang penting bagi setiap pembelajaran dikehidupan bangsa arab: dalam ilmu foqh, tafsir, adab, filsafat, sejarah, dan yang lainnya dari berbagai ilmu, karena tanpa ilmu nahwu tidak akan bisa menemukan maksud dari nas secara bahasanya, bukan mengetahui nadhom yang mempercepat baginya pada Bahasa.19 e.
Metode Pembelajaran Ilmu Nahwu Metode Pembelajaran Nahwu adalah metode tentang bagaimana
memberikan materi dalam Bahasa arab untuk mengetahui susunan jumlah atau tujuan yang ada pada tiap kalimat.20 dan Menurut sayyid Ahmad Muhtadi Ansorimengatakan bahwa metode adalah metode bagaimana memberikan materi dengan jalan menjaga tatabahasa dalam Bahasa arab. 1) Langkah-langkah Pembelajaran Ilmu Nahwu a. pendahuluan, yang terkait dengan pengalaman awal untuk mengetahui kadar kemampuan yang dimiliki siswa. b. Guru menyampaikan materi terkait masalah kaidah nahwu kemudian menyuruh siswa untuk menghafalkannya. 19
8 ص,)2000 , دار المعرفة الجامعة: (االسكندرية,تطبيق النحوي,الدكتر عبدي الراجحي Ahmad Muhtadi Ansori, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metode-Metodenya, (Yogyakarta: Teras, 2009 hlm. 62 20
37
c. Guru menyampaikan materi Bahasa arab yang diambil dari teks buku d. Pada akhir pembelajaran guru memberikan tugas rumah untuk persiapan materi pada pertemuan yang akan datang.21 2) Tahapan-tahapan dalam mengajarkan proses pembelajaran qowaid, sebagai berikut a. Guru memberikan banyak contoh mengenai materi yang sama, supaya siswa tidak bosan dan mudah bagi siswa untuk memahaminya b. Guru
menuliskan
contoh
di
papan
tulis
untuk
mengklarifikasi maksud dan pemahaman siswa. c. Yang terpenting dalam proses pembelajaran ialah Siswa harus memperhatikan dengan baik ketika guru menjelaskan materi.22 Metode-metode Pembelajaran Qowaid Nahwu: 1.
metode kiasi metode kiasi adalah metode bagaimana memberikan metode/cara mengenai ilmu tatabahasa terlebih dahulu, setelah itu memberikan contoh. Adapun langkah-langkahnya: a. Memulainya dengan memberikan materi tertentu. b. Menjelaskan materi qowaid nahwu setelah memberikan materi dan menyuruh siswa untuk menghafalkannya.
21 22
Wa Muna, Abdul Aziz, Op.Cit. hlm. 77 Op.Cit., hlm. 63
38
c. Guru memberikan contoh yang sesuai dengan materi. d. Guru menyimpulkan materi di akhir pembelajaran dan guru menilai siswa malalui pemberian tes pada siswa. 2.
Metode istikro‟iah/pengulangan Metode istikro‟iah adalah metode pembelajaran yang dimulai dengan memberikan contoh dan kemudian disesuaikan dengan qowaid nahwu. Adapaun langkah-langkah metode ini adalah: a. Memulai pembelajaran dengan memberikan materi. b. Guru mendahului pembelajaran dengan memberikan contoh kalimat atau teks terkait dengan materi sebelumnya. c. Guru memberikan tugas pada siswa untuk menerapkan contoh terkait dengan materi teks sebelumnya, setelah itu guru menjelaskan qowaid nahwu yang ditemukan pada teks. d. Guru meringkas materi bersama siswa mengenai materi yang terkait dengan qowaid nahwu. e. Guru memberikan latihan atau pembelajaran.23
23
Wa Muna, Abdul Aziz, Op.Cit. hlm. 131-132
tugas rumah pada akhir
39
B. PEMBELAJARAN KITAB KUNING 1. kitab kuning a. Pengertian Kitab Kuining Kitab kuning adalah bagian warisan peradaban Islam yang sangat berharga, di sanalah sumber informasi dunia Islam baik sejarah, teknologi, dan pengetahuan lainya. Selama ini, hanya dunia pesantren yang mampu mengenal, membaca dan menggali isi kitab kuning tersebut.24 Kitab-kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna kuning dengan memakai huruf Arab dalam bahasa Arab, Melayu, Jawa dan sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal atau harakat atau biasa disebut dengan “kitab gundul”. Lembaranlembaranya terpisah-pisah atau biasa disebut dengan koras. Satu koras terdiri dari 8 (delapan) lembar. Kitab tersebut diberi penjelasan atau terjemahan disela-sela barisnya dengan bahasa pegon atau bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab.25 Pengajaran kitab-kitab klasik Islam merupakan salah satu elemen yang tidak terpisahkan dari sistem pesantren. Bahkan ada seseorang peneliti yang mengatakan, sebagaimana yang dikutip Arifin, apabila pesantren tidak lagi mengajarkan kitab-kitab kuning,
24
Anis Masykhur, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren Mengusung Sistem Pesantren Sebagai Sistem Pendidikan Mandiri, Cet. Ke-I (Kalimanta: Barnea Pustaka, 2010), hlm. 141. 25 Nur Efendi, Op. Cit., hlm. 129.
40
maka keaslian pesantren itu semangkin kabur dan lebih tepat dikatakan sebagai sistem perguruan atau madrasah dengan sistem asrama dari pada sebagai pesantren, hal tersebut dapat berarti bahwa kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan faham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.26 Tujuan utama dari pengkajian kitab-kitab kuning (kitab klasik Islam) adalah untuk mendidik calon-calon ulama dan untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama (thul zaman) tinggal di pesantren, thul zaman menjadi prasyarat bagi seorang santri, jika ingin berhasil menguasai ilmu pesantren.27 b. Metode Pembelajaran Kitab Kuning Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara, menurut Ahmad Husain alLiqaniy metode adalah langkah-langkah yang diambil seseorang pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu.28 Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan, dalam kaitanya dengan pondok pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan atau referensi yang di pegang
26
Ibid., hlm. 128. Anis Masykhur, op. cit., hlm. 50. 28 Moh. Haitami, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), hlm. 210. 27
41
oleh pondok pesantren tersebut. Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersesbut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh pondok pesantren. Departemen Agama RI melaporkan bahwa metode penyajian atau penyampaian di pesantren ada yang bersifat tradisional (mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan) seperti Balaghah, Wetonan, dan Sorogan. Ada pula metode yang bersifat non tradisional (metode-metode yang baru diintrodusir ke dalam institusi tersebut berdasarkan pendekatan ilmiah). Sampai sekarang ini masih banyak pondok pesantren menggunakan metode tradisional, metodemetode tersebut menurut Arifin terdiri atas: metode wetonan, metode sorogan, metode muhawarah, metode mudzakarah, metode majlis ta’lim.29 Bentuk Metode-metode tradisional 1) Metode bandongan Pelajaran diberikan secara kelompok, seluruh santri. Kata bandongan, berasal dari bahasa Jawa bandong artinya pergi berbondong-bondong secara berkelompok. Pelajaran disampaikan dalam bahasa Jawa atau bahasa Madura, menurut bahasa pengasuh pondok pesantren.30 Dalam sistem ini kelompok murid (antara 5
29
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Motodelogi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: Erlangga), hlm. 142. 30
Muhammad Fathurrohman, Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam Peningkatan Lembaga Pendidikan Islam Secara Holistik (Praktik & Teoritik), Cet. Ke-I (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 247.
42
sampai 500 murid) mendengarka seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, bahkan seringkali mengulas bukubuku Islam dalam bahasa Arab.31 2) Metode sorogan Sorogan berasal dari kata sorog artinya menyodorkan. Yaitu bentuk belajar mengajar dimana kyai hanya menghadapi seorang santri atau sekolompok kecil yang masih dalam tingkat dasar. Sistem pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk membaca dihadapan kyainya.32 Merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada para santri secara individual, penyampaian pelajaran kepada santri secara bergilir ini biasanya dipraktikan pada santri yang jumlahnya sedikit. Biasanya metode ini dilakukan di asrama atau di aula yang ada di pondok pesantren tersebut, atau di masjid pondok pesantren bahkan di rumah atau di ndalem kyainya. Sasaran metode ini adalah kelompok santri pada tingkat rendah, dengan melalui metode sorogan perkembangan pengetahuan santri dapat diketahui atau ditangkap oleh kyai dan ustadz-ustadznya yang mengajarkan materi atau pelajaran kepada santri-santri.33 3) Wetonan 31
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), hlm. 54. 32 33
Muhammad Fathurrohman, op. cit., hlm. 246-247. Mujamil Qomar, loc. cit.
43
Wetoana berasal dari kata wektu (Jawa) yang berarti waktu, karena pengajaran ini diberikan pada waktu-waktu tertentu. Metode ini adalah cara belajar secara berkelompok yang diikuti oleh para santri dan biasanya kyai menggunakan bahasa daerah setempat yang berlangsung menterjemahkannya kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya. 4) Musyawarah Musyawarah ialah sistem belajar dalam bentuk seminar untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri di tingkat tinggi. Pada metode ini menekan adanya keaktifan pada santri dalam menelaah dan memahami kitab yang telah diajarkan, sedangkan kyainya hanya mengontrol jalannya musyawarah serta membimbing seperlunya.34 c. Unsur-unsur Pengajaran Kitab Kuning Pengajaran merupakan salah satu aktifitas belajar mengajar yang di dalamnya ada unsur guru dan peserta didik. Pengajaran sebagai perpaduan dari dua aktifitas yaitu aktifitas belajar dan aktifitas mengajr. Aktifitas mengajar mengangkat peranan seorang guru dalam menguoayakan tercapainya jalinan komunikasai antara mengajar dan belajar. Jalinan inilah yang menjadi indikator suatu proses pengajaran itu berjalan dengan baik.
34
Muhammad Fathurrohman, loc. cit.
44
Dalam pengertian tantang pendidikan dikemukakan bahwa dalam pendidikan harus ada agen pendiidk dan yang dididik, sehingga terjadi proses interaksi atau proses dua kutub. Kedudukan orang dewasa sebagai pendidik bagi dirinya sendiri tidak bertentangan dengan pengertian tersebut. Adapun yang disebut pendidik dalam kaitannya dengan pendiidk terhadap orang lain pada garis besarnya masuk dalam kategori orang tua, guru dan masyarakat.35 Oleh karena itu pengajaran merupakan kegiatan yang dilakuakan oelh dua bagan yang menjadi satu yaitu guru sebagai pengarah, pembimbing dan murid sebagai generasi penerus yang menerima dan diarahkan. Maka pengajaran bukan merupakan konsep atau praktek yang sederhana, ia bersifat kompleks dan berkaitan erat dengan pengembangan potensi manusia (peserta didik), perubahan dan pembinaan, dimensi-dimensi kepribadian peserta didik. Peserta didik merupakan obyek utama dari pendidikan. Pendidikan berusaha untuk membawa anak yang semula sebab tidak berdaya, hamper seluruh hidupnya menggantungkan hidupnya pada orang lain, ketingkat dewasa. Suatu keadaan dimana anak sanggup berdiri sendiri tidak menggantungkan diri lagi pada orang lain, dan
35
Hery Noer Aly, Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: LOGOS, 1999), hlm. 85
45
bertanggungjawab terhadap dirinya, baik secara individual, secara social, maupun secara susila.36 Pengajaran merupakan sub set bagi pendidikan atau pengajaran yang masuk di dalam ruang konteks pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan, tetapi bukan sebaliknya. Pencapaian tujuan pengajaran adalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam ikatan situasi dan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan antara lain: a) Unsur Anak Didik Unsur peserta didik merupakan pengajaran yang paling penting, karena tanpa adanya unsur tersebut maka pengajaran tidak akan bisa berlangsung. Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu unsur peserta didik tidak dapat digantikan dengan unsur lain. Menurut Al-Ghazali bahwa sesungguhnya akan itu dengan jauharnya diciptakan oelh Allah dapat menerima kebaikan dan keburukan, dan hanya kedua orang tuanya yang dapat menjadikan anak itu cenderung pada salah satu pihak.37 b) Unsur Pendiidk/Pengajar 36
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 82 37
Zainudin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali (Semarang: Bumi Aksara), hlm. 65
46
Abdullah Ulwan berpendapat bahwa tugas guru ialah melaksankan pendidikan ilmiah, karena mempunyai pengaruh yang besar terhadapt pembentukan kepribadian dan emensipasi harkat manusia. Sebagai pemegang amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan, guru tidak hanya bertugas memberikan pendidikan ilmiah, tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dari sinkron dengan tugas orang tua, yaitu
memberi
pendidikan
yang
berwawasan
manusia
seutuhnya.38pendapat ini memang benar dan tepat sekali, bahwa seorang guru menempati tempat yang sangat mulia sebab ia akan mendidik jiwa, hati, akal, dan roh manusia. Sedangkan keempat hal tersebut adalah unsur yang paling mulia dibandingkan makhluk yang lain. Menurut Zuhairini, bahwa orang dewasa adalah orang-orang yang punya ciri-ciri: 1. Mereka sudah terbentuk pribadinya, mempunyai pendirian dan dapat menuntaskan segala masalah yang dihadapinya. 2. Mereka harus memiliki sifat kontruktif dan berani untuk berdikari.
38
Hery Noer Aly, Op.Cit., hlm. 95
47
3. Mereka harus masak dalam arti kultural, artinya mereka dapat menguasai nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang didukung oelh masyarakat.39 Melihat ciri-ciri di atas, seorang pendiidk tidak hanya bisa memberikan materi yang telah diberikan atau diprogramkan akan tetapi harus mampu memberikan bimbingan dan pengajaran yang mengarah kepada kedewasaan peserta didik serta dapat diberikan suritauladan yang baik bagi anak didik dalam kehidupan sehari-hari.
39
Zuhairini, Pengantar Ilmu Pendidikan Perbandingan (Malang: Biro Ilmiah Fak Tarbiah IAIN SA), hlm.89