BAB II PEMBELAJARAN KITAB KUNING DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL A. Proses Pembelajaran Kitab Kuning. 1. Pengertian Kitab Kuning Di antara sekian banyak hal yang menarik dari pesantren dan yang tidak terdapat pada lembaga lain adalah mata pelajaran bakunya yang ditekstualkan pada kitab-kitab salaf (klasik) yang sekarang ini terintroduksi secara populer dengan sebutan kitab kuning.1
Pada mulanya masyarakat pesantren tidak
mengerti mengapa kitab-kitab yang mereka kaji dinamakan dengan kitab kuning, namun karena semakin banyaknya masyarakat Islam yang ingin menambah ilmu-ilmu agama, sehingga kuantitas santri di pesantren-pesantren semakin bertambah pesat dan wawasan mereka tentang ilmu-ilmu agama juga mengalami peningkatan, serta berdasarkan dari sejarah-sejarah di masa lampau, maka pada akhirnya mereka mengetahui bahwa kitab kuning adalah kitab-kitab salaf yang mereka pelajari. Sementara itu, diberi sebutan dengan kitab kuning, karena memang kertas yang dipakai berwarna kuning, atau putih, karena dimakan usia, warna itu pun berubah menjadi kuning.2 Kitab kuning merupakan hasil karya Ulama terkenal pada abad pertengahan, sehingga kitab kuning dinamakan juga dengan kitab Islam klasik yang dibawa dari Timur Tengah pada awal abad ke-dua puluh.3 Isi dari kitab kuning hampir selalu terdiri dari dua komponen, pertama komponen matan dan kedua adalah komponen syarah. Matan adalah isi / inti yang akan dikupas oleh syarah. Dalam lay-out nya, matan diletakkan di luar garis segi empat yang mengelilingi syarah. Penjilidan kitab-kitab ini biasanya dengan sistem korasan, dimana lembaran-lembarannya
dapat dipisah-
pisahkan, sehingga lebih memudahkan para pembaca menelaahnya sambil 1
MA.Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta : LKiS, 1994), hlm. 263. M. Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren,(Jakarta : P3M,1985), hlm. 55-56. 3 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning,Pesantren dan Tarekat, (Bandung : Mizan,1995), hlm. 2
132.
14
15
santai atau tiduran tanpa harus menggotong semua tubuh kitab, yang terkadang sampai ratusan halaman. Dalam Kitab Fathul Wahhab, pengertian kitab kuning dapat dilihat dalam dua arti, yaitu arti menurut bahasa dan menurut istilah, sebagaimana yang tersebut di bawah ini :
.اﻟﻜﺘﺎب هﻮﻟﻐﺔاﻟﻀﻢ واﻟﺠﻤﻊ ﻳﻘﺎل آﺘﺐ آﺘﺒﺎوآﺘﺎﺑﺔ وآﺘﺎﺑﺎ واﺻﺘﻼﺣﺎاﺳﻢ ﻟﺠﻤﻠﺔ ﻡﺨﺘﺼﺔ ﻡﻦ اﻟﻌﻠﻢ ﻡﺸﺘﻤﻠﺔ ﻋﻠﻰ اﺑﻮاب وﻓﺼﻮل 4
ﻏﺎﻟﺒﺎ
Kitab menurut bahasa artinya menggabungkan dan mengumpulkan, berasal dari fi'il madhi Kataba (Menulis) dan masdarnya Katban, Kitâbatan dan Kitâban (tulisan); dan menurut istilah adalah nama dari suatu ilmu tertentu yang biasanya mengandung beberapa bab dan pasal. Untuk mengetahui pengertian kitab kuning secara lebih jelas, maka dalam penelitian ini penulis akan memaparkan beberapa pengertian kitab kuning menurut para tokoh yang selalu aktif melakukan penelitian untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam, khususnya dalam dunia pesantren, yaitu sebagai berikut : 1. Menurut Masdar F. Mas’udi, "Kitab kuning adalah karya tulis Arab yang ditulis oleh para sarjana Islam sekitar abad pertengahan, dan sering disebut juga dengan Kitab kuno".5 2. Menurut Ali Yafie, "Kitab kuning adalah Kitab-kitab yang dipergunakan oleh dunia pesantren yang ditulis dengan huruf Arab dengan bahasa Arab atau Melayu, Jawa, Sunda, dan hurufnya tidak diberi tanda baca (harakat, syakal)".6
4
Syaikh al-Islam Abi Yahya Zakaria al-Anshari, Fathul Wahhab, (Semarang : Toha Putra, t.t.),
hlm. 3.
5 6
M.Dawam Rahardjo, op. cit., hlm. 55. Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 51.
16
3. Menurut Martin Van Bruinessen, "Kitab kuning adalah Kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab ini disebut di Indonesia sebagai Kitab kuning".7 4. KH. MA. Sahal Mahfudh menjelaskan bahwa "disebut Kitab kuning karena memang kitab-kitab itu dicetak di atas kertas berwarna kuning, meskipun sekarang sudah banyak dicetak ulang pada kertas berwarna putih".8 5. Demikian halnya dengan M. Dawam rahardjo, menurut beliau "Kitab kuning adalah kitab yang disusun dengan tulisan Arab oleh para sarjana Islam pada abad pertengahan".9 Dengan demikian, secara harfiah Kitab kuning diartikan sebagai buku atau kitab yang dicetak dengan mempergunakan kertas yang berwarna kuning. Sedangkan menurut pengertian istilah, Kitab kuning adalah kitab atau buku berbahasa Arab yang membahas ilmu pengetahuan agama Islam seperti fiqih, ushul fiqih, tauhid, akhlak, tasawwuf, tafsir al-Qur’an dan ulumul Qur’an, hadis dan ulumul hadis, dan sebagainya yang ditulis oleh Ulama-ulama salaf dan digunakan sebagai bahan pengajaran utama di pondok pesantren.10 2. Pembelajaran Kitab Kuning pada Lembaga Pendidikan Formal Pendidikan
dalam
Educational
Psychology
diartikan
sebagai
"Education in the sense used here, is a process or an activity which is directed at producing desirable changes in the behaviour of human being".11 Yang dimaksud dengan pendidikan disini, adalah sebuah proses atau suatu aktivitas yang berlangsung untuk menghasilkan perubahanperubahan yang diinginkan dalam tingkah laku manusia. Pendidikan menurut Imam Barnadib, sebagaimana yang telah dikutip oleh Prof. DR. H.M. Ridlwan Nasir, MA. adalah usaha untuk membantu atau
7
Martin Van Bruinessen, op. cit., hlm.17. MA. Sahal Mahfudh, op. cit., hlm. 263. 9 M. Dawam Rahardjo, op. cit., hlm.55. 10 Zubaidi, et. al., Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah), (Semarang : LP. Ma’arif NU Jawa Tengah,2002), hlm.9. 11 Frederick J. Mc. Donald, Educational Psychology, (Tokyo : Overseas Publication Ltd.,1959), hlm. 4. 8
17
menolong pengembangan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan mahluk keagamaan.12 Adapun dalam buku A Modern Philosophy of Education dijelaskan bahwa : “By education i mean the influence of the environment upon the individual to produce a permanent change in this behaviour of thought and of attitude “.13 Yang dimaksud dengan pendidikan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan yang bersifat permanen dalam tingkah laku, pemikiran dan sikap. Sedangkan pengajaran adalah bagian dari pendidikan, yaitu suatu proses penyampaian pengetahuan oleh pendidik kepada terdidik, terutama pada aspek kognitif dan psikomotor. Proses di sini mengandung beberapa komponen yang disebut dengan komponen pengajaran. "Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian".14 Jadi pada hakekatnya Pembelajaran adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang baik.15 Sedangkan menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran.16 Adapun menurut Muhaimin pembelajaran atau ungkapan yang lebih dikenal
sebelumnya
dengan
pengajaran
merupakan
upaya
untuk
17
membelajarkan siswa.
12
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Tinggi dalam Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005),Cet. I,hlm.59. 13 Sir Gord Frey Thomson, A Modern Philosophy of Education, (London: Prantice Hall, 1957), hlm. 19. 14 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,(Bandung : Sinar Baru Algensindo, Cet. Kelima, 2000), hlm.30. 15 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 37-38. 16 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), Cet. Ketiga, hlm. 57. 17 Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam dalam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 183.
18
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama karangankarangan Ulama yang menganut madzhab Syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diajarkan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik calon-calon Ulama, yang nantinya dapat menyebarkan ajaran Islam dan ketika mereka sudah kembali ke kampung halamannya dapat memimpin umat-umat di sekitarnya. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita-cita menjadi Ulama, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan.18 Pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia, dengan sistem pengajarannya pesantren telah berhasil mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang mampu dijadikan panutan serta pemimpin bagi kaumnya dengan berbekal ilmu-ilmu agama dan memiliki moralitas yang baik dan sesuai ajaran agama Islam. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembelajaran kitab kuning adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan-perubahan kemampuan membaca, menulis, men-translate, merubah sikap dan meng-akltualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi yang diajarkan (Kognitif, Afektif dan Psikomotorik). Pada mulanya kitab kuning hanya diajarkan di pondok pesantren (lembaga pendidikan non-formal) saja, akan tetapi dewasa ini sudah banyak lembaga pendidikan formal khususnya Madrasah Aliyah yang telah memasukkannya kedalam kurikum dan mengajarkannya dalam pengajaran sehari-harinya sebagai mata pelajaran tambahan. Dalam praktik pengajarannya, untuk memasukkan kitab kuning kedalam kurikulum lembaga pendidikan formal khususnya Madrasah Aliyah, bukanlah hal yang mudah, karena pada hakikatnya kitab kuning adalah suatu buku teks yang diajarkan dengan metode konvensional (metode Sorogan dan Bandongan), sedangkan sekolah formal (Madrasah Aliyah) adalah sekolah yang berdiri pada zaman modern yang dituntut disamping untuk menjadikan 18
Zamakhsary Dhofier, op. cit., hlm. 50.
19
siswanya memiliki iman dan takwa yang kuat serta berakhlak dengan akhlakul karimah, siswa juga harus dapat menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sehingga tercipta out-put yang mampu menjawab tantangan zaman yang semakin global dan modern. Disamping itu dalam pelaksanaan pengajaran kitab kuning harus sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, karena sekolah (Madrasah Aliyah) berada dibawah naungan pemerintah dalam hal ini Departemen Agama (DEPAG), sehingga dalam pengajaran kitab kuning, seorang guru harus dapat mengkombinasikan antara sistem pengajaran konvensional dengan sistem pengajaran modern, serta harus dapat memilih materi kitab yang benar-benar relevan dengan kemampuan siswa sehingga tujuan yang hendak dicapai dalam pengajaran akan mudah terwujud. 3. Pengajar Kitab Kuning Pengajar dalam pengajaran kitab kuning merupakan subjek utama yang mengiringi dan mengantarkan pengajaran kepada anak didik, disamping mereka harus mengajarkan ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge) juga dituntut untuk menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang nilai-nilai positif Islami kepada siswa (Transfer of Value); Para pengejar dituntut untuk menjadi pengajar yang profesional, berwawasan luas dan memiliki kepribadian yang luhur sesuai syari'at agama Islam, sehingga tercipta suatu pendidik yang Muallim, Muaddib, dan Murobbi. Dalam pasal 40 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan tiga kewajiban pengajar yaitu : a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dinamis dan dialogis, b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan c. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.19 19
DPR.RI.,Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS beserta penjelasannya, (Bandung : Citra Umbara,2003), hlm.27.
20
Tentang kualifikasi dan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pengajar, dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, pasal 42 ayat 1 disebutkan bahwa "Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.20 Kualifikasi dan kriteria dalam UU Sisdiknas tersebut berlaku bagi seluruh pengajar pada semua lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, tidak terkecuali bagi lembaga pendidikan keagamaan, baik negeri maupun swasta seperti Madrasah Aliyah. Terlebih lagi bagi lembaga pendidikan keagamaan yang berada di bawah naungan Departemen Agama, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yang telah dikeluarkan melalui Direktorat Pendidikan Agama, yaitu: 1.
Memiliki pribadi Mukmin, Muslim dan Muhsin,
2.
Taat untuk menjalankan agama (menjalankan syariat agama Islam, dapat memberi contoh tauladan yang baik kepada anak didik).
3.
Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak didiknya serta ihlas jiwanya.
4.
Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan terutama didaktik dan metodik.
5.
Menguasai ilmu pengetahuan agama.
6.
Tidak memiliki cacat rohaniyah.21 Berdasarkan dari pemaparan-pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa
menjadi seorang pengajar/pendidik yang baik dan profesional ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan oleh orang-orang, apalagi dalam mengajar kitab kuning di lembaga pendidikan formal, disamping para pengajar dituntut untuk menguasai materi, isi dan mahir berbahasa Arab serta menguasai ilmu tata bahasa dengan benar agar tidak menimbulkan interpretasi dan transliterasi yang salah, maka mereka dituntut untuk menjadi tauladan yang baik dan bisa meningkatkan tingkat keberagamaan seorang siswanya baik dalam hal 20 21
Ibid. Zuhairini,et. al., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani,1993), hlm.29.
21
ubudiyah
maupun
muamalah
(aspek
Hablumminallâh
maupun
Hablumminannâs). Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa seorang pengajar kitab kuning dalam lembaga pendidikan formal haruslah seorang muslim yang benar-benar menguasai materi kitab kuning dan mampu menjadi tauladan yang baik bagi siswanya serta mampu mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 4. Tujuan Pengajaran Kitab Kuning Pondok pesantren merupakan salah satu tempat pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk para kyai dan meningkatkan pengetahuan agama Islam bagi para santrinya melalui pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning), demikian juga seperti sekarang ini, banyak lembaga pendidikan keagamaan formal telah menjadikan kitab kuning sebagai mata pelajaran tambahan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan pengetahuan siswanya dalam bidang keagamaan dan berniat untuk menciptakan kader-kader Islam yang berbudi luhur, berahlakul karimah dan memiliki tingkat keberagamaan yang tinggi. Dalam mempelajari agama Islam haruslah dilakukan dengan ihlas dan tidak semata-mata untuk mencari kemulyaan di dunia saja, sepertihalnya yang telah disebutkan dalam kitab Ta'limulul Muta'allim, yang bunyinya sebagai berikut :
وﻳﻨﺒﻐﻲ ان ﻳﻨﻮي اﻟﻤﺘﻌﻠﻢ ﺑﻄﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ رﺽﺎاﷲ ﺕﻌﺎﻟﻰ واﻟﺪاراﻻﺥﺮة وازاﻟﺔاﻟﺠﻬﻞ ﻋﻦ ﻥﻔﺴﻪ وﻋﻦ ﺳﺎﺋﺮاﻟﺠﻬﺎل واﺣﻴﺎء اﻟﺪﻳﻦ واﺑﻘﺎء اﻻﺳﻼم ( وﻳﻨﻮي ﺑﻪ اﻟﺸﻜﺮﻋﻠﻰ ﻥﻌﻤﺔ اﻟﻌﻘﻞ وﺻﺤﺔ اﻟﺒﺪن وﻻﻳﻨﻮي ﺑﻪ اﻗﺒﺎل...) 22
اﻟﻨﺎس وﻻاﺳﺘﺠﻼب ﺣﻄﺎم اﻟﺪﻥﻴﺎ واﻟﻜﺮاﻡﺔ ﻋﻨﺪاﻟﺴﻠﻄﺎن وﻏﻴﺮﻩ
Dan hendaknya bagi seorang yang mencari ilmu berniat untuk mendapatkan ridha Allah untuk masuk Syurga, menghilangkan 22
Syaikh al Zarnuji, Ta'limul Muta'allim, (Semarang : Karya Toha Putra,t.t.), hlm.10.
22
kebodohan pada dirinya dan kebodohan orang lain, menghidupkan agama dan melestarikan Islam, dan berniat karena syukur atas nikmat Allah dan sehat badan dan jangan berniat untuk mencari muka di hadapan manusia dan jangan mengharapkan harta dunia dan kemulyaan di hadapan penguasa dan yang lainnya. Berdasarkan penjelasan dari kitab Ta'limul muta'allim tersebut, dapat diketahui bahwa pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah : 1. Mendapatkan Ridla Allah untuk masuk surga, 2. Menghilangkan kebodohan, 3. Menghidupkan agama dan melestarikan Islam, 4. Mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah, 5. Ikhlas karena Allah. Menurut M.Athiyah al Abrasyi, tujuan pendidikan Islam adalah : a. Membentuk ahlak yang mulia; b. Menitikberatkan pada kehidupan dunia dan akhirat; c. Bersifat vokasional dan profesional; d. Menumbuhkan semangat ilmiah dan menumbuhkan rasa ingin tahu; dan e. Menyiapkan peserta didik yang profesional.23 Pada dasarnya tujuan pengajaran dalam Islam adalah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis nabi Muhammad SAW. Dalam kitab Risalatul Muawanah, yang lafalnya sebagai berikut:
ﻟﻴﺲ ﻡﻨﺎ ﻡﻦ ﻟﻢ ﻳﺮﺣﻢ ﺻﻐﻴﺮﻥﺎ وﻳﻮﻗﺮ آﺒﻴﺮﻥﺎ وﻳﺄﻡﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف وﻳﻨﻬﻰ 24 ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ Tidak termasuk golonganku orang yang tidak mengasihi/ menyayangi orang yang lebih kecil dan tidak memulyakan orang yang lebih tua, serta menganjurkan dengan kebaikan dan mencegah dari kemunkaran. Tujuan adalah suatu hasil yang ingin dicapai, dalam lembaga pendidikan terdapat empat tujuan pendidikan yaitu :
23
Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post Modern.(Yogyakarta : IRCiSoD,2004), cet. I, hlm.271. 24 Sayyid Abdullah bin Alwi, Risalah al Muawanah, (Indonesia: Darul Ikhya’, t.t.), hlm. 26.
23
A. Tujuan Umum Pendidikan Tujuan umum pendidikan atau tujuan pendidikan nasional adalah tujuan umum yang hendak dicapai oleh seluruh bangsa Indonesia, dan merupakan rumusan dari kualifikasi terbentuknya setiap warga negara yang dicita-citakan bersama.25 Isinya adalah sebagaimana yang dijabarkan dalam Undang-undang nomor 20 Sisdiknas tahun 2003, yaitu :
B.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.26 Tujuan Institusional "Tujuan institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh lembaga atau jenis tingkatan sekolah sebagai tujuan antara untuk sampai pada tujuan umum. Masing-masing lembaga pendidikan memiliki tujuan yang berbeda, seperti tujuan SD berbeda dengan tujuan SMP, dan seterusnya, namun masing-masing tetap mengacu pada tujuan umum.27 Masing-masing pengelola lembaga pendidikan harus memiliki tujuan institusional yang disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan yang dikelolanya dan berdasarkan atas tujuan pendidikan nasional, tidak terkecuali dengan Madrasah Aliyah. Dengan diterbitkannya UU.No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah (Pasal 51), membuktikan kesungguhan pemerintah RI dalam upaya penyelenggaraan Good Govermance di bidang pendidikan; Hal itu berarti kurikulum
sekolah
yang
dulunya
ditentukan
oleh
pemerintah
(sentralisasi) berubah menjadi sistem desentralisasi pendidikan. 25
Zuhairini, et. al., Metodologi Pendidikan Agama,(Solo : Ramadhani,1993),hlm. 32. DPR.RI., op. cit., hlm.6. 27 Nana Sudjana, op.cit.,hlm.58. 26
24
Kebijakan
otonomi
daerah
dan
desentralisasi
pendidikan
memberikan kesempatan bagi kepala madrasah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di Madrasah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, dan manajerial yang tumbuh dari aktifitas, kreatifitas, dan profesionalisme yang dimiliki Madrasah.28 Sebagai rambu-rambu manajemen kurikulum dan program pembelajaran ini, penyusunan kurikulum harus memperhatikan : 1. Peningkatan Iman dan Takwa, 2. Peningkatan ahlak mulia, 3. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, 4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan, 5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, 6. Tuntutan dunia kerja, 7. Perkembangan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni, 8. Dinamika perkembangan global, dan 9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.29 C. Tujuan Kurikuler "Tujuan kurikuler adalah penjabaran tujuan institusional yang berisi
program-program
pendidikan
dalam
kurikulum
lembaga
pendidikan. Tujuan ini menggambarkan siswa yang sudah memperoleh pendidikan dalam bidang-bidang studi yang diajarkan dalam lembaga pendidikan tertentu".30 Tujuan kurikuler merupakan tujuan yang dimiliki tiap-tiap bidang studi, dan masing-masing bidang studi memiliki tujuan yang berbedabeda.
D.
28
Tujuan Instruksional
Taufiq Dahlan dan Rijal Roihan, (eds.), Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, (Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam,2004), hlm.25. 29 Ibid.,hlm.26. 30 Nana Sudjana, op.cit.,hlm.58.
25
Tujuan instruksional adalah Tujuan yang hendak dicapai setelah selesai program pengajaran. Tujuan tersebut merupakan penjabaran dari tujuan kurikuler, yang terwujud dalam perubahan sikap atau tingkah laku secara jelas.31 5. Materi / Bahan Pengajaran Kitab Kuning Materi/bahan pengajaran merupakan hal yang sangat primer dalam suatu pengajaran. Bahan/materi pengajaran adalah : "Apa yang harus diberikan kepada murid, pengetahuan, sikap/nilai serta keterampilan apa yang harus dipelajari murid".32 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan pengajaran, adalah : a. Bahan harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan b. Bahan yang ditulis dalam perencanaan mengajar, terbatas pada konsep saja, atau berbentuk garis besar, bahan tidak pula diuraikan terperinci c. Menetapkan bahan pengajaran harus serasi dengan urutan pengajaran. Artinya, bahan yang ditulis pertama bersumber dari tujuan pertama, bahan yang ditulis kedua bersumber dari tujuan kedua dan seterusnya. Bila untuk satu tujuan dimungkinkan adanya beberapa bahan, maka penetapan bahan dipecah menjadi sub-sub bahan, tetapi masih dalam satu konsep bahan, pakailah notasi a,b,c. d. Urutan bahan hendaknya memperhatikan kesinambungan (Kontinuitas). Kesinambungan mempunyai arti bahwa bahan yang satu dengan bahan berikutnya adalah hubungan fungsional, bahan yang satu menjadi dasar bahan yang berikutnya. e. Bahan disusun dari sederhana menuju yang kompleks, dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang kongkrit menuju yang abstrak, dengan cara ini siswa akan mudah memahaminya.
31
Zuhairini, et. al., Metodik Khusus Pendidikan Agama,(Surabaya : Usaha Nasional,1981),
hlm.43.
32
Djamaluddin Darwis, Strategi Belajar Mengajar,dalam Chabib Toha dan Abd. Mu'ti (eds.), PBM-PAI di Sekolah,Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam,(Semarang : IAIN Walisongo bekerjasama dengan Pustaka Pelajar,1998),hlm.220.
26
f. Sifat bahan ada yang faktual dan ada yang konseptual, bahan yang faktual sifatnya kongkrit dan mudah diingat, sedangkan bahan yang sifatnya konseptual berisikan konsep-konsep abstrak, dan memerlukan pamahaman. Mempelajari bahan faktual lebih mudah daripada bahan konseptual.33 Abdul Rahman Shaleh mensyaratkan, bahan pengajaran dengan dua hal, Pertama bahan pengajaran yang akan diajarkan berupa bahan-bahan pelajaran yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kedua,
bahan
pengajaran
harus
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan dan kecerdasan anak, yang dapat disiasati dengan memasukkan bahan yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu luas.34 Pengajaran kitab kuning dalam pendidikan keagamaan formal merupakan bagian dari paket pengajaran agama, yang bahan pengajarannya bersumber dari materi-materi kitab yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif seorang siswa, dan berisikan penjelasan tentang hubungan vertikal manusia (hubungan manusia dengan Allah SWT.) maupun hubungan horisontal (hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya), atau dapat dikatakan bahwa materi kitab kuning berisi tentang aturan-aturan hubungan manusia yang menyangkut aspek Hablumminallaah dan aspek Hablumminannaas. Secara garis besar, berbagai kitab kuning materinya dapat dikategorikan dalam beberapa kategori pokok bahasan, yaitu : • Fiqih
: 20 %
• Doktrin (Akidah,Ushuluddin)
: 17 %
• Tata Bahasa Arab tradisional (Nahwu, Shorof, Balaghah)
: 12 %
• Kumpulan Hadis
: 8%
• Tasawuf dan Tarekat
: 7%
• Akhlak
: 6%
• Kumpulan Do'a, Wirid, Mujarrabat : 5 % 33 34
Nana Sudjana,op.cit., cet. Kelima, hlm.70. Abdul Rahman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama,(Jakarta : Bulan bintang,1976),hlm. 41.
27
• Qishas al Anbiya', Maulid, Manaqib : 6 %35
dan sejenisnya
Adapun bila ditinjau dari segi penyajiannya, "Isi yang disajikan kitabkitab kuning hampir selalu terdiri dari dua komponen, pertama komponen matan dan yang kedua adalah komponen syarah, matan adalah inti yang akan dikupas oleh syarah".36 Keseluruhan kitab kuning dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu : 1.
Kitab-kitab dasar
( Ibtidaiyah ),
2.
Kitab-kitab Menengah
( Tsanawiyah/Aliyah ), dan
3.
Kitab-kitab besar
( Khawash ).37
Berdasarkan kategori pokok bahasan yang telah dipaparkan oleh Martin Van Bruinessen diatas, maka dapat diketahui bahwa materi-materi kitab kuning yang paling signifikan dalam peningkatan keberagamaan seorang siswa didik adalah kitab yang membahas tentang fiqih, Akhlak, ditambah dengan kitab kumpulan hadis Nabi Muhammad Saw., dan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif seorang siswa, sehingga pihak pengelola harus memilih kitab-kitab yang tidak terlalu mudah dipelajari dan tidak pula terlalu sulit, atau dengan kata lain, jika ingin memasukkan kitab kuning kedalam kurikulum pendidikan formal (Madrasah Aliyah), maka sebaiknya dipilih kitab-kitab yang termasuk kategori menengah (Tsanawiyah/Aliyah). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti memberikan gambaran bahwa kitab kuning yang ditemukan peneliti di lingkungan penelitian yaitu : kitab yang membahas tentang fiqih, Akhlak serta kitab kumpulan hadis Nabi Muhammad Saw, dan termasuk kitab dengan kategori menengah, yaitu sebagai berikut :
35
Martin Van Bruinessen, op.cit., hlm. 65. M.Dawam Rahardjo, op. cit., hlm. 55. 37 Zubaidi, (eds.), op.cit., hlm.11. 36
28
1. Kitab Ta'limul Muta'allim ( Akhlak ) Ta'limul Muta'allim (li Thariq al Ta'allum), karangan Burhan al Islam al Zarnuji (hidup pada abad 12-13), merupakan karya terkenal yang berisi tentang sikap kepatuhan dari para murid sepenuhnya kepada para gurunya. Bagi banyak kyai kitab ini merupakan salah satu penyangga utama pendidikan pesantren. Kitab ini juga diterjemahkan dalam bahasa Jawa dan Madura. Ta'limul Muta'allim berisi tentang etika orang yang sedang belajar, syarat-syarat untuk memperoleh ilmu, etika murid terhadap guru, syaratsyarat keberhasilan untuk mendapatkan ilmu yang bermanfa'at dan sebagainya. 2. Kitab Taqrib ( Fiqih ) Taqrib adalah kitab fiqih yang disusun oleh Abu Suja' (sekitar abad ke-16) yang berisi tentang garis-garis fiqih dasar yang berhubungan dengan ubudiyah, syariah dan muamalah. 3. Kitab
Muhtarul
Ahadis
an
Nabawiyyah
wal
Hikamul
Muhammadiyah (Hadis) Adalah kitab yang disusun oleh Sayyid Ahmad Hasyim bik pada tahun 1948 yang berisi kumpulan-kumpulan hadis Nabi Muhammad SAW. yang pembahasannya dimulai dari kharful hamzah sampai kharful ya', dan ditutup dengan hadis-hadis tentang akidah, akhlak, serta nasehatnasehat Nabi kepada umatnya. 6. Metode Pengajaran Kitab Kuning. Metode merupakan sebuah sarana yang ditempuh dalam mencapai tujuan, tanpa pemilihan metode yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, maka akan sulit untuk mewujudkannya, oleh karena itu kombinasi dan ketepatan dalam pemilihan metode sangat diperlukan. Dalam pengajaran, ketepatan metode sangat bergantung pada tujuan, bahan dan pelaksanaan pengajaran itu sendiri. Menurut Prof. Moh. Athiyah al Abrasyi sebagaimana yang telah dikutip oleh Khoirin Rosyadi, "metode ialah jalan yang kita ikuti dengan memberi
29
faham kepada murid-murid segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran".38 Metode mengajar sangat fleksibel dan sangat tergantung dengan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan. Dengan kata lain dapat dikatakan "NO SINGLE METHOD IS THE BEST ", tidak ada satu metode yang terbaik, yang ada adalah metode yang sesuai.39 Dengan dimasukkannya kitab kuning kedalam kurikulum pendidikan formal, maka seorang guru / pengajarnya harus benar-benar profesional, memiliki kemampuan intelegency yang tinggi dan mampu memilih serta mengkombinasikan metode-metode pengajaran yang tepat. Karena pada dasarnya kitab kuning adalah kitab salaf (kuno) dan cara penyampaiannya pun menggunakan metode konvensional pula, sementara lembaga pendidikan formal (Madrasah Aliyah) adalah lembaga pendidikan yang berdiri dalam zaman modern, dan dituntut untuk mendidik siswa agar mampu menjawab tantangan zaman dengan berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta harus di imbangi dengan iman dan takwa (IMTAK) yang tinggi yang akan senantiasa dihadapkan dengan kemodernan. Metode-metode konvensional yang diterapkan dalam pengajaran kitab kuning, adalah : 1.
Metode Sorogan Metode sorogan adalah belajar individu, dimana seorang santri dengan seorang guru terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya.40 Metode ini dilakukan dengan cara para santri maju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab dihadapan guru. Metode sorogan didasarkan pada peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah SAW. Maupun Rasul yang lain menerima ajaran dari Allah
38
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2004),cet. I, hlm.209. Djamaluddin Darwis, op.cit., hlm.227. 40 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hlm. 150. 39
30
SWT. Melalui malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dan para Rasul tersebut.41 2. Metode Bandongan Menurut Imron Arifin, yang dimaksud metode bandongan ialah kyai membaca suatu kitab dan menjelaskan maknanya dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan tersebut.42 3.
Metode Mudzakaroh Ialah suatu cara yang dipergunakan dalam menyampaikan bahan pelajaran dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan-persoalan keagamaan. Menurut kyai Syarief, metode mudzakaroh ini juga disebut dengan Majma al Buhuts, dan biasanya metode ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan dengan konteks masa sekarang ditinjau dari analisa kitab-kitab Islam klasik.43 Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan tercapainya suatu tujuan pengajaran yang diharapkan, maka sebaiknya dalam mengajarkan kitab kuning di sebuah lembaga pendidikan formal, seorang guru tidak hanya menggunakan metode-metode pengajaran konvensional yang telah disebutkan saja, akan tetapi pengajar harus mampu mengkombinasikannya dengan metode-metode lain yang up to date dan relevan dengan bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan. Beberapa metode pengajaran yang dapat dipergunakan oleh pengajar dalam pengajaran kitab kuning di lembaga pendidikan formal khususnya Madrasah Aliyah, antara lain sebagai berikut : 1. Metode Ceramah. Metode ceramah adalah "Penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas".44 Metode inilah yang selama ini sering
41
Ibid., hlm. 151. Ibid., hlm. 154. 43 Ibid., hlm. 157. 44 Rama Yulis, Metodologi Pengajaran Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), hlm.133. 42
31
digunakan dalam pengajaran-pengajaran di dalam kelas. Metode ceramah ini wajar digunakan apabila : a. Ingin mengajarkan topik baru, b. Tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa, c. Menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak.45 Metode ceramah dalam pengajaran kitab kuning di lembaga pendidikan formal dapat digunakan apabila guru ingin menyampaikan hal-hal baru yang merupakan penjelasan atau generalisasi dari materi/bahan pengajaran yang disampaikan. 2. Metode Tanya Jawab. Adalah
metode
mengajar
yang
memungkinkan
terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat two way traffic, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa, guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab.46 Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam metode tanya jawab adalah : a. Rumuskan tujuan khusus yang ingin dicapai dengan jelas, b. Cari alasan mengapa mempergunakan tanya jawab, c. Susun dan rumuskan pertanyaan-pertanyaan dengan jelas, singkat dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, d. Tetapkan kemungkinan jawaban untuk menjaga agar tidak menyimpang dari pokok persoalan.47 Beberapa hal
yang penting untuk diperhatikan dalam metode
tanya jawab ini antara lain : a. Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa, b. Untuk merangsang siswa agar berpikir,
45
Nana Sudjana, op.cit.,hlm.78. Ibid.,hlm.78. 47 J.J. Hasibuan dan Mujiono, Proses Belajar Mengajar,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995), Cet.kelima,hlm.20. 46
32
c. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami. Metode tanya jawab sangat diperlukan dalam pengajaran kitab kuning, karena setelah guru menyampaikan materi guru dapat mengetahui tingkat respon siswa terhadap pengajaran yang telah disampaikan dan siswa pun bisa mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dipahami. 3. Metode Diskusi. Metode diskusi ialah "Suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh guna memecahkan suatu masalah".48 Dalam pelaksanaannya, diskusi dibagi menjadi dua macam, pertama; diskusi kelas (Class Discussion) yaitu diskusi di dalam kelas, dengan guru sebagai pemimpin diskusi dan membawa persoalan di tengah-tengah siswa. Kedua; diskusi kelompok (Small Group Discussion), yaitu diskusi dalam kelompok-kelompok kecil (sebanyak 4-5 orang), persoalan yang dibicarakan pada masing-masing kelompok dapat sama dan berbeda.49 4. Metode Demonstrasi dan Eksperimen. Adalah "suatu metode mengajar dimana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu".50 Metode demonstrasi dan eksperimen dapat diterapkan oleh pengajar kitab kuning untuk mendemonstrasikan materi-materi yang telah diajarkan, seperti sholat, wudlu, dan sebagainya.
48
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan,Visi,Misi dan Aksi, (Jakarta : Gema Windu Panca Perkasa,2000),hlm.66-67. 49 Abdul Rahman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm.83-84. 50 Zuhairini, op.cit.,hlm.82.
33
5. Metode Pemberian Tugas Belajar (Resitasi). Pemberian tugas belajar dan resitasi adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasilnya diperiksa oleh guru dan murid mempertanggung jawabkannya.51 Pemberian tugas ini dapat dilakukan apabila : 1. Tujuan yang hendak dicapai sudah jelas, 2. Tugas yang diberikan dapat mendorong untuk memupuk inisiatif seorang murid, 3. Tugas yang diberikan dapat mengisi waktu luang murid, 4. Segala tugas yang diberikan guru harus jelas bagi murid, 5. Guru memberikan petunjuk dalam usaha untuk menyelesaikannya.52 7. Evaluasi / Penilaian Pengajaran Kitab Kuning "Penilaian
atau
Evaluasi
pada
dasarnya
adalah
memberikan
pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu".53 Fungsi dari evaluasi adalah untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus, dan untuk mengetahui tingkat keefektifan PBM yang dilakukan oleh guru.54 Dalam Essentials of Educational Psychology dijelaskan, tujuan evaluasi yaitu : (1) to determine the status of each pupil in various objectives of the curriculum; (2) to evaluate the status of rate of growth of each pupil in terms of his ability and age; (3) to identify each pupil of their education needs. (4) to identify the gifted pupil, the normal pupil, and the slowlearning pupil; (5) to group pupils for instructional purposes within the class group; (6) to analyze or diagnose an individual pupil's difficulties and rate of growth; (7) to determine the achievement status of class at the beginning and at the end of term.55
51
Rama Yulis, op.cit.,hlm.163. Ibid.,hlm.166-167. 53 Zuhairini, op. cit.,hlm.111. 54 Ibid. 55 Charles E. Skinner (ed.), Essentials of Educational Psychology, (Tokyo : Prantice Hall & Maruzen Company Ltd., 1958), hlm. 441-442. 52
34
(1) Untuk menentukan macam-macam objek kurikulum untuk setiap murid; (2) untuk menilai status tingkat pertumbuhan kemampuan dan umur setiap murid; (3) untuk mengidentifikasi kebutuhan pendidikan tiap-tiap murid; (4) untuk mengidentifikasi murid berbakat, murid biasa, dan murid lamban belajar; (5) untuk mengelompokkan murid untuk tujuan instruksional ke dalam kelas; (6) untuk menganalisa dan mendiagnosa kesulitan-kesulitan murid dan tingkat pertumbuhannya; (7) untuk menentukan status prestasi dalam kelas pada awal dan akhir masa belajar. Evaluasi dapat dilakukan pada jangka pendek dan jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setelah berlangsungnya proses belajar mengajar, evaluasi ini dinamakan dengan evaluasi formatif. Sedangkan evaluasi jangka panjang dilakukan setelah proses belajar mengajar dilangsungkan selama beberapa kali dan pada periode tertentu, misalnya pada tengah semester atau akhir semester, evaluasi ini disebut evaluasi sumatif.56 B. Hasil Pembelajaran Kitab Kuning. 1. Pengertian Hasil Belajar. Hasil belajar merupakan tujuan pendidikan yaitu seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan.57 Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.58 Namun biasanya sumber dari hasil belajar adalah diambil dari hasil belajar yang diperoleh oleh siswa pada akhir pembelajaran. Adapun hasil pembelajaran secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Keefektivitasan pembelajaran diukur dengan tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan atau isi bidang studi yang ditetapkan. Ada 7 aspek penting yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keefektivitasan, 56
Nana Sudjana, op. cit., hlm. 112. Oemar Hamalik, op. cit., hlm. 3. 58 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 150. 57
35
yaitu; (1) Kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau juga sering disebut dengan tingkat kesalahan, (2) Kecepatan untuk kerja, (3) Kesesuaian dengan prosedur, (4) kualitas untuk kerja, (5) Kualitas hasil akhir, (6) Tingkat ahli belajar, dan (7) Tingkat referensi dari apa yang dipelajari. b. Koefisien pembelajaran diukur dengan rasio antara keefektivitasan dan jumlah waktu yang digunakan dan atau jumlah biaya yang digunakan. c. Daya tarik pembelajaran diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk tetap atau terus belajar. Daya tarik pembelajaran erat kaitannya dengan daya tarik bidang studi dan kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi ke-duanya. Oleh sebab itu, pengukuran kecenderungan untuk terus atau tidak belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi. Dari uraian di atas, hasil belajar dalam pembelajaran kitab kuning itu mencakup kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah siswa menerima pengalaman belajar. Berkaitan dengan hal ini, maka kriteria kemampuan (kualitas) belajar kitab kuning dapat dilihat dalam kemampuan membaca kitab, men-translate, perubahan dalam bersikap dan aktualisasi nilai dari meterimateri kitab yang diajarkan, atau dengan kata lain hasil belajar dari pembelajaran kitab kuning dapat dilihat dari perubahan aspek afektif, kognitif, maupun Psikomotorik siswa. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuasaan, dalam arti apabila seseorang telah sanggup, mampu dan berkuasa, dia bisa mempunyai kemampuan pengetahuan dan mempraktikkannya. Keberhasilan belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri maupun dari luar. Menurut Ngalim Purwanto faktor tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Faktor yang ada pada individu sendiri, meliputi: (1) Kematangan atau pertumbuhan, (2) Kecerdasan atau intelegensia, (3) Latihan dan ulangan, (4) Motivasi dan (5) Sifat-sifat pribadi individu.
36
b. Faktor yang ada di luar individu, meliputi: (1) Faktor Keluarga atau keadaan keluarga, (2) Guru dan cara mengajarnya, (3) Alat-alat pelajaran, (4) Motivasi sosial, (5) Lingkungan dan kesempatan,59 Kedua faktor tersebut kalau dijabarkan semua akan terlalu panjang pembahasannya. Berikut ini akan penulis uraikan secara garis besarnya saja, yaitu: 1. Faktor dari dalam a. Kematangan pertumbuhan. Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang dimana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.60 b. Kecerdasan dan intelegensia Intelegensia adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyelesaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui dan menggunakan konsepkonsep
yang
abstrak
secara
efektif,
mengetahui
relasi
dan
mempelajarinya dengan cepat.61 c. Motivasi Motivasi adalah dorongan untuk belajar. Dalam proses belajar, motivasi merupakan pendorong bagi siswa agar dapat belajar dengan baik. Karena motivasi akan memperkuat keinginan untuk belajar d. Sifat-sifat pribadi seseorang Setiap orang memiliki sifat-sifat kepribadian yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya. Sifat-sifat yang berbeda itu yang dapat mempengaruhi sampai dimana hasil belajarnya
59
105.
60
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 102-
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Bandung: Rineka Cipta, 1995), hlm. 58. 61 Ibid., hlm. 56.
37
2. Faktor dari Luar. a. Faktor Keluarga atau Keadaan Keluarga. Keluarga merupaka lingkungan pertama dan utama yang dialami anak. Suasana dan keadaan keluarga turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai anak-anak. Faktor keluarga bisa mempengaruhi keberhasilan belajar anak dan fasilitas-fasilitas belajar yang ada di keluarga juga turut memegang peranan penting. b. Guru dan Cara Mengajar. Guru dan cara mengajarnya mempengaruhi tingkat hasil belajar siswa. Karena guru memegang kendali dalam proses pembelajaran. c. Alat Pengajaran. Alat pengajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran.62 d. Motivasi Sosial. Menurut Ngalim Purwanto, bahwa belajar itu adalah suatu proses yang timbul dari dalam, maka faktor motivasi memegang peranan pula. Jika guru atau orang tua dapat memberikan yang baik pada anak-anak timbullah dari dalam diri anak itu dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. Anak dapat menyadari apa gunanya belajar dan apa gunanya tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, jika diberi stimulus, motivasi yang baik dan sesuai. Motivasi sosial dapat pula timbul pada anak dari orang-orang di sekitarnya. Dan pada umumnya motivasi semacam ini diterima anak secara tidak sengaja, dan mungkin pula tidak dengan sadar.63 e. Lingkungan dan Kesempatan Faktor lingkungan dan kesempatan turut berpengaruh dalam proses dan hasil belajar. Banyak anak-anak yang tidak dapat belajar dengan hasil baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya, akibat tidak adanya kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari, 62 63
Slameto, op. cit., hlm. 74. Ngalim Purwanto, loc. cit.,hlm. 105
38
begitu pula pengaruh lingkungan yang buruk dan negatif serta faktorfaktor lain yang terjadi di luar kemampuannya. C. Rasionalisasi tentang Pembelajaran Kitab Kuning dalam Lembaga Pendidikan Formal. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kitab kuning adalah kitab Islam klasik yang diajarkan pada lembaga pendidikan non-formal (Pondok Pesantren) dan dalam penyampaiannya menggunakan metode konvensional, serta tidak terikat dengan kurikulum pemerintah, oleh karena itu apabila kitab kuning diterapkan dalam lembaga pendidikan formal, maka bukan tidak mungkin apabila lembaga tersebut akan dihadapkan pada faktor-faktor yang dapat menghambat pembelajarannya, baik dari segi pemilihan pengajar, tujuan pengajaran, metode, materi, serta evaluasi ataupun kendala-kendala lain yang berasal dari lingkungan lembaga pendidikan yang kompleks tersebut. Kitab kuning dapat diterapkan di lembaga pendidikan formal jikalau komponen-komponen pengajarannya dapat dipilih dengan tepat dan faktorfaktor penunjangnya dapat dimanfaatkan secara efektif sehingga tujuan dari pengajarannya dapat tercapai. Pada pengajaran kitab Ta'limul Muta'allim, Fatkhul Qorib, dan kitab Muhtarul Ahadis, materi yang diajarkan adalah materi tentang akhlak, Fiqih dan nasehat-nasehat nabi Muhammad SAW., maka secara otomatis apabila pelaksanaan pengajarannya berjalan dengan lancar dan metode yang dipilih relevan dengan materinya serta faktor-faktor penghambat pengajaran dapat diatasi dengan baik dan siswa mempelajarinya dengan antusias, niscaya tujuan dalam pembelajaran kitab tersebut akan tercapai. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam teori "Transfer of Learning", dijelaskan bahwa : "Hasil belajar dalam suatu bidang dapat dipergunakan untuk mempelajari bidang lain, meskipun derajat kemungkinannya tidak selalu sama. Misalnya kepandaian kita dalam berhitung mempermudah kita mempelajari ilmu pasti, kecakapan kita dalam bahasa memungkinkan kita
39
mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Pemindahan hasil belajar pada suatu bidang yang lain disebut transfer of learning".64 Adapun di dalam buku Psikologi Belajar yang disusun oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, dikatakan bahwa "transfer of learning" diterjemahkan menjadi transfer belajar. Transfer belajar ialah pemindahan hasil belajar dari mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain".65 Jika dikaitkan dengan teori pemindahan hasil belajar tersebut, maka dapat diketahui bahwa hasil pengajaran kitab kuning yang diterapkan di sekolah formal dapat menjadikan siswa meningkatkan kemampuan kognitif, afektif serta Psikomotoriknya, hal tersebut dikarenakan ada kesesuaian antara materi-materi kitab yang diajarkan dengan peningkatan ketiga ranah tersebut, kesesuaian tersebut dapat dilihat dari beberapa segi yaitu : 1. Isi / bahan / materi yang diajarkan dalam kitab kuning membahas tentang fiqih, Ibadah, muamalah serta kumpulan-kumpulan hadis nabi Muhammad SAW. ditambah fatwa-fatwa dari para ulama, sehingga dapat membantu siswa untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya terhadap Allah SWT. 2. Jika kitab kuning pada sekolah formal diajarkan oleh seorang yang memiliki pengetahuan keagamaan yang tinggi dan dapat dijadikan suri tauladan bagi siswanya, serta dalam pengajarannya seorang guru memilih metode, materi, tujuan, serta evaluasi yang tepat, sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan cenderung bersimpati serta ber-imitasi terhadap gurunya, niscaya bukan merupakan suatu hal yang mustahil apabila setelah pengajarannya selesai mereka dapat merubah tingkah lakunya yang negatif menjadi positif, dapat menambah iman dan takwanya terhadap Allah SWT. Dari pemaparan-pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa pengajaran kitab kuning dalam lembaga pendidikan formal dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa, namun dalam implementasinya pastilah terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran kitab kuning tersebut. 64
Sukirin, Pokok-pokok Psikologi Pendidikan,(Yogyakarta : FIP-IKIP,1979),hlm.66. Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, Psikologi Belajar,(Semarang : IKIP Semarang Press.,1989),hlm. 134. 65