PEMASARAN
PEMASARAN RITEL PRODUK PERKEBUNAN Budi Rahardjo | Tenaga Profesional LPP Yogyakarta
S
alah satu fungsi utama bisnis adalah pemasaran ( marke t ing) yang pe r a n utamanya ad a l a h memindahka n produk yang semula m ilik perusahaan menjadi milik pembeli dan perusahaan menerima uang sebagai hasil transaksi penjualan yang terjadi. Perusahaan yang mampu berproduksi namun tak dapat memasarkan produknya pastilah akan gulung tikar pada akhirnya. Itulah kenapa pemasaran merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat penting yang dapat mempengaruhi maju mundur dan bahkan hidup matinya perusahaan, karena aliran kas masuk yang diciptakannya dari hasil penjualan produk perusahaan. Produk yang Kita Pasarkan Pemasaran Ritel Produk Perkebunan telah mulai dilakukan oleh BUMN Perkebunan sejak beberapa tahun lalu. Namun demikian sampai dengan saat ini pemasaran produk perkebunan masih lebih besar proporsinya sebagai pemasaran komoditas dibanding pemasaran ritel. Memang produk perkebunan pada dasarnya merupakan komoditas ( commodit i es ) y ang dip r oduks i dalam ju m lah besar
(bulky/volumeneous/mass) yang sering dikenal sebagai produk primer yang merupakan bahan baku bagi industri. Dalam pemasarannya produk primer tersebut diperdagangkan atau diperjualbelikan dalam partai besar (umumnya dalam satuan lot) di berbagai Bursa Komoditas dunia secara lelang (auction). Penjualan produk perkebunan lewat KPB (Kantor Pemasaran Bersama) pun merupakan komoditas yang dijual secara lelang dengan mengacu pada harga komoditas bersangkutan sesuai harga pasar di bursa-bursa dunia. Sebenarnya produk yang menurut ilmu pemasaran disebut sebagai segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia, dapat dikategorikan seperti Gambar 1. Barang konsumsi (consumer's goods atau retail product) adalah barang yang dibutuhkan oleh setiap orang dan rumah tangga. Pembelinya adalah perorangan yang sering disebut sebagai konsumen atau pelanggan, yang mengkonsumsi barang bersangkutan. Harga ditentukan oleh produsen atau penjual. Barang industri (industrial goods) adalah barang yang dibutuhkan oleh pabrikan, baik sebagai bahan mentah, barang pembantu, permesinan dan suku cadang, yang pembelinya adalah perusahaan atau pabrikan (bukan perorangan) yang menggunakan barang bersangkutan.
Gambar 1: Produk
Produk (product)
Barang (goods)
Barang Konsumsi (consumer’s goods/ retail products) Barang Industri (industrial goods)
Convenience goods
Shopping goods
Specialty goods Komoditas (commodities)
Jasa (services)
27 | Januari 2010 | LPPCOM | 1
PEMASARAN
Harga barang ditentukan oleh produsen atau penjual. Sedangkan komoditas (commodities) merupakan barang yang diperjualbelikan dalam partai besar, yang umumnya hasil sumber daya alam (pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan), perdagangannya secara lelang (auction) di berbagai bursa dunia sehingga harga ditentukan oleh pasar atau keseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand). Pembelinya umumnya memperdagangkan kembali komoditas bersangkutan. Dengan mengetahui kategori atau klasifikasi produk, maka kita dapat simpulkan bahwa produk perkebunan merupakan komoditas karena diproduksi dan diperjualbelikan dalam partai besar secara lelang. Inilah kenapa harga jual produk perkebunan merupakan faktor eksternal sesuai fluktuasi harga di bursa atau pasar dunia, karena mayoritas produk perkebunan adalah komoditas yang penjualannya secara lelang. Memang dengan bisnis komoditas tidaklah sulit pemasarannya karena tidak membutuhkan bauran pemasaran (marketing mix) yang rumit, yang sering digunakan untuk barang konsumsi atau ritel dan barang industri. Tabel 1: Karakteristik Pemasaran Produk
Produk Ritel Perkebunan Beberapa komoditas perkebunan dapat dijadikan dan dijual sebagai barang konsumsi atau produk ritel seperti kopi, teh, dan gula; dengan ditambah atau diberi kemasan (packaging) dan merek (branding) yang menarik. Penamaan produk dilakukan dengan seksama agar mudah diingat oleh pembeli dan memberikan citra yang baik. Penulis menemukan nama produk (branding) yang baik untuk produk ritel perkebunan; yaitu kopi lanang yang memberikan citra bagus berkenaan dengan sifat kejantanan pria, dan macho untuk produk cerutu yang memberi kesan pria yang gagah atau keren. Agar berhasil dalam pemasaran ritel perlu program distribusi untuk menyebarkan produk mendekati para calon pembelinya dan promosi untuk membuat orang-orang atau populasi penduduk di wilayah target pasar mengetahui dan tertarik. Pemasaran ritel memang sangat berbeda dengan pemasaran komoditas yang telah sering dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Pembelinya adalah masyarakat umum atau pribadi sejumlah populasi yang ada di wilayah pasar yang dituju. Sedangkan pemasaran komoditas pembelinya perusahaan yang jumlahnya tertentu. Bauran Pemasaran Dalam ilmu pemasaran pasti kita jumpai Bauran Pemasaran yang sering disingkat dengan 4P yaitu: Produk (product), Harga (price), Distribusi (place), dan Promosi (promotion). Bauran pemasaran ini sangat penting dalam memasarkan barang konsumsi atau produk ritel; yang biasa dikelompokkan menjadi: Barang Kenikmatan/Kenyamanan (convenience goods), Barang Pertokoan (shopping goods), dan Barang Spesial (specialty goods). Penggunaan bauran pemasaran dalam memasarkan barang konsumsi, barang industri, maupun komoditas dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari tabel di atas jelas terlihat bahwa pemasaran komoditas hanya bertumpu pada satu P yaitu produk. Harga ditentukan oleh pasar, distribusi hampir tidak ada karena penjualan ekspor umumnya FOB atau CIF yang tanggung jawab penjual sampai dengan kapal. Sedangkan penjualan lokal franko atau loko gudang pabrik yang artinya diambil pembeli, promosi hampir tidak ada karena cukup surat undangan lelang dimana pembeli pun tidak begitu banyak. Dan pembeli adalah perusahaan (bukan pribadi) sehingga hubungannya adalah perusahaan ke perusahaan (business to business). Sebaliknya pemasaran barang konsumsi atau produk ritel, karena pembelinya adalah masyarakat umum dan pribadi atau perorangan, maka 4P digunakan secara penuh. Produk (product) akan bersaing di pasar dengan produk sejenis, sehingga perlu identitas merek (branding atau trade mark) dan kemasan (packaging) untuk membedakan (differentiation) dengan pesaing. Dalam hal ini citra produk (product image) menjadi sesuatu yang penting di samping identitas produk itu sendiri, karena yang diingat dibenak konsumen adalah nama produk sebagai pilihan/preferensi. Oleh karena itu pemberian nama produk merupakan suatu hal yang penting, bukan asal saja bahkan sembarangan.
Januari 2010 | LPPCOM | 28
PEMASARAN
Nama sebaiknya khas, pendek, dan mudah diingat serta memberikan citra yang baik. Merek yang kuat hampir pasti dihafal oleh seluruh populasi penduduk yang merupakan pasar produk bersangkutan. Coba kita sebut beberapa nama produk, pastilah sebagian besar populasi mengenalnya; seperti Coca Cola, KFC, Aqua, Teh Sosro, Honda, Sampoerna, Gudang Garam, Buavita, Gulaku, dan lain-lain. Pengertian produk disini merupakan totalitas, yaitu terdiri dari fisik barangnya, kemasan, merek, label, kualitas, macam/keragaman, keamanan, pelayanan, dan garansi; pokoknya keseluruhan hal yang memuaskan pelanggan. Dari sisi harga (price) ada berbagai strategi penetapan harga untuk memenangkan persaingan dengan produk sejenis. Umumnya ada 4 yang sering digunakan oleh pelaku bisnis: harga ditentukan berbasis biaya ditambah laba yang diinginkan (cost plus pricing atau mark up pricing), harga ditetapkan sesuai dengan atau tidak jauh berbeda dengan harga pesaing atau pemain utama (follow the leader) tidak dimaksudkan untuk menyaingi, harga ditetapkan tinggi atau harga peluncuran (skim pricing) bila produk merupakan barang baru yang belum ada saingannya baru kemudian diturunkan saat mulai muncul pesaing, dan harga bersaing atau harga jauh di bawah pesaing (penetration pricing) bila harga pokok penjualan perusahaan benar-benar di bawah harga pokok dari produk pesaing (overall cost leadership) sehingga pesaing akan rugi bila berani menurunkan harga. Dari sisi distribusi (place) barang konsumsi harus disebar atau didistribusikan mendekati calon pembeli atau
konsumennya, sehingga semakin tersebar di seluruh wilayah target pasar akan semakin baik. Dimana target pasar kita? Seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, atau Provinsi tertentu saja, atau malah hanya Kabupaten/Kota tertentu saja. Siapapun target pasar kita, sebaiknya populasi penduduk di wilayah tersebut tahu dan mengenal produk kita, bahkan kalau bisa idealnya harus menjadi preferensi atau pilihan mereka. Inilah kenapa promosi (promotion) sangat penting dalam pemasaran barang konsumsi atau produk ritel, karena yang akan dibeli pasti produknya telah diketahui oleh pembeli dan pembeli tertarik terhadap produk tersebut. Konsumen akan kembali membeli bila telah punya pengalaman dengan produk bersangkutan dan puas. Oleh karena itu, distribusi dan promosi harus dilakukan secara simultan atau berbarengan di wilayah pasar yang ditargetkan. Jangan sampai keliru memilih media promosi dengan target pasarnya, seperti promosi lewat TV dengan biaya mahal yang dipancarkan ke seluruh wilayah Indonesia sementara target pasar dan distribusinya hanya Provinsi Jawa Barat dan Banten. Memang biaya promosi dan peningkatan penjualan harus saling dikaitkan untuk menilai efektivitas promosi. Pada dasarnya pengeluaran untuk promosi harus meningkatkan omzet penjualan. Promosi tanpa distribusi jelas tidak efektif, karena calon pembeli yang tertarik untuk membeli tidak akan mendapat produk tersebut di lokasi terdekat dari tempat tinggalnya. Inilah ciri barang konsumsi yang pasti tersebar atau terdistribusi mendekati lokasi calon pembeli dan tersedia di setiap warung terdekat, sehingga kunci keberhasilannya tergantung pada jumlah outlet atau para penjual. Sudahkah produk ritel perkebunan kita seperti itu? Potensi Penjualan Produk Ritel Sebenarnya penjualan produk ritel punya potensi besar untuk memberikan andil pendapatan bagi perusahaan. Ambil contoh penjualan teh sebagai komoditas lewat lelang mendapatkan harga yang berfluktuasi sesuai harga pasar dunia komoditas teh, katakan antara US$0.90 sampai dengan US$1.25 (atau sekitar Rp 9.000,- sampai dengan Rp12.500,- bila kurs US$1.00 sama dengan Rp10.000,-) per kilogram. Padahal harga teh kemasan dengan berbagi merek di pasaran sekitar Rp2.000,- sampai dengan Rp3.500,- per bungkus yang beratnya sekitar 100 gram, atau sekitar Rp20.000,- sampai dengan Rp35.000,- per kilo. Jika dibandingkan dengan harga komoditasnya bisa dua atau tiga kali lipat. Demikian juga bila kita jual teh kotak dengan harga sekitar Rp2.300,- sampai dengan Rp3.500,- atau teh botol dengan harga Rp1.500,- sampai dengan Rp2.000,yang mungkin hanya membutuhkan 5 gram teh, maka nilai tambahnya akan semakin berlipat karena 1 kilogram teh dapat menjadi 200 teh kotak atau teh botol. Dengan kuantitas penjualan produk ritel/kemasan sekitar separuh kuantum penjualan produk komoditas akan menghasilkan nilai rupiah penjualan yang setara. Produk ritel teh kotak atau teh botol pasti memberikan nilai tambah yang luar biasa. Inilah sebenarnya potensi dari penjualan ritel. Siapkah kita menangkap peluang itu?
29 | LPPCOM | Januari 2010