PEMANFAATAN MARKA MOLEKULER DALAM PEMULIAAN TANAMAN UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN KULTIVAR UNGGUL BARU JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
DARMAWAN SAPTADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Penyediaan Kultivar Unggul Baru Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Darmawan Saptadi A263070021
ii
ABSTRACT
DARMAWAN SAPTADI. Utilization of Molecular Marker in Plant Breeding to Support the Provision of New High Yielding Cultivar of Physic Nut (Jatropha curcas L.). Under supervised by SUDARSONO, ASEP SETIAWAN, BAMBANG HELIYANTO.
The main obstacle in the cultivation and commercialization of physic nut (Jatropha curcas L.) as a biodiesel plant is the unavailability of superior cultivars or hybrids with high yield and oil content. Assessment of molecular genetic diversity is important because it is a pre-requisite for plant breeding programs.This research was conducted to develop and exploit molecular marker in order to support genetic improvement of physic nut. Development of Simple Sequence Repeat (SSR) primer was conducted based on DNA sequences available in the GenBank DNA database and 28 primer pairs were yielded. Twenty four accessions of physic nut from Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon germplasm collection were assessed by SRR marker designed. The results show that there was no variability among accession tested. In addition, Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) marker was employed to asses genetic variability. Out of 31 RAPD and ISSR primers evaluated 8 RAPD and 4 ISSR primers produced scorable DNA markers and four primers (UBC 873, OPG 17, OPP 03 and OPQ 11) produced polymorphic bands. Genetic similarity coefficients ranged from the highest of 1.0 (between 3189-2 / PT13-2; MT7-1 / PT15-1; PT3-1, 2555-1 / SP8-1; 2555-1 / PT3-1) to the lowest of 0.6 (between 554-1/HS49-2) with a mean 0.9. SSR primer then tested for cross species amplification ability to the relative species of J. curcas i.e. J. integerrima, J. multifida, J. gossypifolia, J. podagrica) and study the relationship between these species was conducted. Out of 28 primers checked, 11 primers showed cross species amplification in all the species tested. Overall percentage of polymorphism (PP) among all species tested was 95% and the mean genetic similarity (GS) was found to be 0.34. Dendrogram showed that J. integerrima have the closest distance from J. curcas. Interspecific crossing between J. curcas x J. integerrima have been conducted and morphological characters were recorded. Variation between hybrids was not too large and generally intermediate between the parents. Molecular analysis using SSR markers, RAPD and ISSR conducted on 8 hybrids and their parents. Two markers (EU099522 and OPC 10) were polymorphic in both parents and co-inherited to all hybrids. EF612741 and EU099524 were specific to J. integerrima and J. curcas respectively and could be used for identification of hybrids through multiplex PCR. With such a low genetic diversity among physic nut accessions, breeding program using the analyzed accessions may not useful. Introduction of new accessions of physic nut and or interspecific crossing with its relative may be necessary to increase genetic diversity and improve genetic gain through breeding program. Keywords: primer development, genetic variability, cross specific amplification, interspecific hybrid iii
RINGKASAN DARMAWAN SAPTADI. Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Penyediaan Kultivar Unggul Baru Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Dibimbing oleh: SUDARSONO, ASEP SETIAWAN, BAMBANG HELIYANTO. Hambatan utama dalam budidaya dan komersialisasi jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai tanaman penghasil bahan bakar nabati adalah belum tersedianya kultivar unggul yang berdaya hasil dan berkadar minyak tinggi. Modal utama untuk perbaikan genetik adalah tersedianya keragaman genetik dari spesies yang bersangkutan. Informasi keragaman genetik jarak pagar belum memadai karena sebagian besar masih berdasar pengamatan secara morfologis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan memanfaatkan marka molekuler untuk mendukung pemuliaan jarak pagar. Primer SSR telah dikembangkan berdasarkan informasi sekuen DNA yang tersedia pada basis data Genbank. Dua puluh delapan pasang primer spesifik SSR telah berhasil didesain menggunakan aksesi DNA asal jarak pagar yang ada di GenBank DNA database. Ekstraksi DNA pada penelitian ini menggunakan protokol standar CTAB yang dimodifikasi. Separasi dan visualisasi hasil amplifikasi menggunakan marka SSR dilakukan dengan polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) dan pewarnaan perak. Separasi dan visualisasi hasil amlifikasi menggunakan marka RAPD, ISSR dan SCAR dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa dan ethidium bromida. Dua puluh delapan pasang primer yang dikembangkan mampu menghasilkan marker SSR dari genom jarak pagar dan 14 pasang di antaranya menghasilkan marker SSR dari genom J. multifida. Sembilan belas pasangan primer yang dievaluasi menghasilkan 44 alel dengan ukuran produk amplifikasi berkisar antara 100 – 360 bp. Sebanyak 35 alel (79.5%) yang diamati merupakan alel yang polimorfik. Marker SSR yang didapatkan tidak polimorfik intra-aksesi jarak pagar atau intra-aksesi J. multifida tetapi polimorfik untuk inter-aksesi kedua spesies. MarkaSSR yang dihasilkan bersifat polimorfik untuk aksesi jarak pagar dengan aksesi J. multifida sehingga dapat digunakan sebagai marka untuk mendeteksi hasil persilangan F1 inter-spesies J. curcas x J. multifida. Evaluasi keragaman genetik dilakukan terhadap 24 aksesi jarak pagar koleksi Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP), Pakuwon, Sukabumi menggunakan marka SSR yang telah berhasil didesain, RAPD, ISSR dan SCAR. Total 28 primer SSR yang digunakan menghasilkan pita monomorf dan homozigot pada aksesi jarak pagar yang diuji. Dari 31 primer RAPD dan ISSR yang digunakan, 8 primer RAPD dan 4 primer ISSR mampu menghasilkan pita DNA yang dapat diskor. Empat primer yaitu UBC 873, OPG 17, OPP 03 dan OPQ 11 menghasilkan 100% pita polimorfis. Koefisien kesamaan genetik berkisar antara paling tinggi 1.0 (antara 3189-2/PT13-2; MT7-1/PT15-1; PT3-1, 2555-1/SP8-1; 2555-1/PT3-1) hingga paling rendah 0.6 (antara 554-1/HS49-2) dengan rerata 0.9. iv
Persentase polimorfisme paling rendah (0%) yaitu antara 3189-2/PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1 dan paling tinggi (55.26%) yaitu antara 554-1/HS49-2 dengan rerata 15.87%. Pada batas kesamaan genetik di atas 80%, dendrogram dapat dibagi menjadi dua klaster di mana satu klaster terdiri satu aksesi yaitu HS 49-2 sedangkan klaster yang lainnya berangotakan semua aksesi yang lain. Berdasarkan marka SCAR, semua aksesi yang diuji termasuk dalam jarak pagar tipe Meksiko. Penelitian berikutnya dilakukan untuk mengetahui kemampuan amplifikasi lintas spesies marka SSR yang telah dikembangkan dari J. curcas kepada spesies kerabatnya (J. integerrima, J. multifida, J. gossypifolia, J. podagrica) dan mengetahui derajat hubungan antara spesies-spesies tersebut. Dari 28 primer yang digunakan, 11 primer dapat diamplifikasi pada semua spesies yang diuji. Pasangan primer EU099519, EU099528 dan EU099525 tidak dapat diamplifikasi selain pada J. curcas. Persentase polimorfisme keseluruhan di antara semua spesies yang diuji adalah 95% dengan rerata kesamaan genetik sebesar 0.34. Persentase polimorfisme paling rendah (17.35) dengan kesamaan genetik paling tinggi (0.60) didapatkan antara J. podagrica vs J. multifida. Korelasi antara persentase polimorfisme dengan kesamaan genetik cukup baik yaitu bernilai 0.75. Analisis dendrogram menunjukkan bahwa jarak paling jauh ditemukan antara J. curcas dengan J. gossypifolia dan jarak paling dekat ditemukan antara J. podagrica dan J. multifida. Spesies yang mempunyai hubungan paling dkat dengan J. curcas adalah J. integerrima. Marka yang digunakan dapat diandalkan untuk membedakan antar spesies dan dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan interspesifik secara molekuler. Persilangan interspesifik antara J. curcas x J. integerrima telah berhasil dilakukan dan mendapatkan tanaman F 1 yang telah memasuki fase generatif. Pengamatan terhadap beberapa karakter morfologis telah dilakukan terhadap individu-individu F 1 . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keragaman antar tanaman F 1 tidak terlalu besar dan secara umum mempunyai karakter pertengahan (intermediate) antara kedua tetuanya. Individu F 1 cenderung mengikuti sifat J. integerrima pada karakter bentuk percabangan, batang, bentuk karangan bunga serta pigmentasi pada daun, tangkai daun dan tangkai bunga. Karakter pada F1 yang mengikuti tetua J. curcas adalah bentuk daun. Analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR dilakukan terhadap 8 indifidu F 1 dan kedua tanaman tetua. Marka EU099522 dan OPC10 polimorf pada kedua tetua dan dapat diturunkan secara bersama (co-inherited) pada semua individu F 1 . Marka EF612741 dan EU099524 dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan melalui multiplex PCR karena masing-masing spesifik untuk J. integerrima dan J. curcas. Keragaman antar kedua tetua tinggi (66%) sementara antar F1 keragamannya rendah (rerata 18%). Berdasarkan dendrogram, tetua J. integerrima berada pada klaster tersendiri (out grouped) sementara tetua J. curcas dan semua individu F1 berada pada satu klaster yang lain. Program pemuliaan menggunakan plasma nutfah yang diuji tidak akan dapat dilakukan secara optimal karena terbatasnya keragaman genetik. Introduksi materi genetik baru dan atau persilangan interspesifik dengan spesies kerabat akan
v
sangat berguna dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan kemajuan genetik yang signifikan. Marka molekuler yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk mempercepat proses seleksi yang merupakan bagian utama dari kegiatan pemuliaan untuk perbaikan genetik jarak pagar.
Kata kunci: pengembangan primer, keragaman genetik, amplifikasi lintas spesies, hibrida interspesies
vi
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh mencantumkan atau menyebutkan sumber
karya
tulis
ini
tanpa
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
viii
PEMANFAATAN MARKA MOLEKULER DALAM PEMULIAAN TANAMAN UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN KULTIVAR UNGGUL BARU JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
DARMAWAN SAPTADI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ix
Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc.
Penguji pada Ujian Terbuka :
Dr. Ir. Maya Melati, M.Sc., MS Dr. Ir. Rr. Sri Hartati, MP
x
Judul Disertasi
: Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Penyediaan Kultivar Unggul Baru Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Nama Mahasiswa
: Darmawan Saptadi
No. Pokok
: A263070021
Program Studi
: Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Asep Setiawan, MS Anggota I
Dr. Ir. Bambang Heliyanto, M.Sc. Anggota II
Mengetahui
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah M.ScAgr
Tanggal ujian : 26 Januari 2012
Tanggal lulus :
xi
PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan segala nikmat dan rahmatNya penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan disertasi yang berjudul: Pemanfaatan Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman untuk Mendukung Penyediaan Kultivar Unggul Baru Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Hasil penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Mei 2008 hingga Juni 2011 ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi penelitian pemuliaan jarak pagar berikutnya. Atas selesainya penelitian dan disertasi ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Asep Setiawan, MS serta Dr. Ir. Bambang Heliyanto, M.Sc. selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberi bimbingan, arahan dan saran sejak persiapan hingga selesainya disertasi ini. Kepada Ditjen Dikti disampaikan terima kasih atas bantaun biaya studi melalui program BPPS. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Litbang Pertanian, Kementrian Pertanian yang telah memberi dukungan biaya penelitian melalui program KKP3T. Kepada pihak Universitas Brawija disampaikan terima kasih atas ijin dan dukungannya dalam studi yang penulis tempuh. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, rekan-rekan Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman beserta teknisi atas segala persahabatan, kerja sama bantuan moril maupun mareriil serta diskusi-diskusinya. Terima kasih tak terhingga kepada istri, anak-anak, orang tua serta saudara-saudara semua atas bantuan, do’a dan pengorbanannya selama penulis menempuh studi. Kepada Bapak Nur Asbani S.P., M.Si penulis sampaikan terima kasih atas ijin untuk menggunakan materi penelitiannya. Kepada sejawat di Universitas Brawijaya disampaikan terima kasih atas dukungannya. Semua fihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya, permohonan maaf yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua fihak apabila ada kesalahan penulis selama berinteraksi dalam penelitian maupun dalam penulisan disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Darmawan Saptadi
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1971 di Boyolali, Jawa Tengah, dari pasangan Bapak Soegijatno dan Ibu Hartini sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1984 di SD Negeri 3 Boyolali, pendidikan menengah pertama pada tahun 1987 di SMP Negeri 2 Boyolali dan pendidikan menengah atas tahun 1990 di SMA Negeri 1 Boyolali. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dan lulus pada pada Program Studi Ilmu Tanaman tahun 1995. Gelar Magister Pertanian diperoleh pada tahun 2000 dari Program Studi Agronomi Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan beasiswa unggulan dari URGE. Pada tahun 2007 diterima sebagai peserta Program Doktor (S3) pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman dengan beasiswa BPPS. Pada tahun 1996-2000 penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Tahun 2001 hingga saat ini bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
xiii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………...
xvii
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………….……………… Tujuan Penelitian …………………….……………… Strategi Penelitian …………………….…...………… TINJAUAN PUSTAKA Biologi, Botani, Asal Usul dan Penyebaran Jarak Pagar …………………………………………………. Pemuliaan Jarak Pagar ……………………………….. Marka Molekuler untuk Evaluasi Genetik …………… Keragaman Jarak Pagar Berbasis Marka Morfologi dan Biokimia …………………………………………. Keragaman Jarak Pagar Berbasis Marka Molekuler … PENGEMBANGAN MARKA SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) UNTUK Jatropha spp. Abstrak ………………………………………………. Abstract …………………………………………….... Pendahuluan …..……………………………………… Bahan dan Metode …………………………………… Hasil ………………………………………………….. Pembahasan ………………………………………….. Kesimpulan ………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………….. EVALUASI KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN MARKA MOLEKULER Abstrak ………………………………………………. Abstract …………………………………………….... Pendahuluan …..……………………………………… Bahan dan Metode …………………………………… Hasil ………………………………………………….. Pembahasan ………………………………………….. Kesimpulan ………………………………………….. Daftar Pustaka ……………………………………….. AMPLIFIKASI LINTAS SPESIES MARKA SSR xiv
1 3 4
7 10 12 16 20
25 26 27 28 31 37 41 41
45 46 47 49 53 62 67 67
BAB VI
BAB VII
JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DALAM GENUS: POLIMORFISME ALEL DAN DERAJAT HUBUNGAN Abstrak ………………………………………………. Abstract …………………………………………….... Pendahuluan …..……………………………………… Bahan dan Metode …………………………………… Hasil ………………………………………………….. Pembahasan ………………………………………….. Kesimpulan ………………………………………….. Daftar Pustaka ………………………………………..
71 72 73 75 77 81 84 84
PENGEMBANGAN MARKA DAN KARAKTERISASI MOLEKULER HASIL PERSILANGAN INTERSPESIFIK J. curcas x J. integerrima Abstrak ………………………………………………. Abstract …………………………………………….... Pendahuluan …..……………………………………… Bahan dan Metode …………………………………… Hasil ………………………………………………….. Pembahasan ………………………………………….. Kesimpulan ………………………………………….. Daftar Pustaka ………………………………………..
89 90 91 93 96 101 104 105
PEMBAHASAN UMUM ………………………….…….
109
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan …………………………………………... Saran ………………………………………………….
115 115
DAFTAR PUSTAKA ………………………….………..
117
LAMPIRAN ……………………………………………..
131
xv
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Aksesi jarak pagar dan kerabatnya yang digunakan untuk evaluasi primer SSR yang dikembangkan dalam penelitian ……………...
32
Daftar 28 pasang primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari GenBank DNA database ……………………………………………………
33
Konstitusi genetik berdasarkan hasil skoring alel marker SSR yang diamplifikasi dari templat lima aksesi J. curcas dan dua aksesi J. multifida dengan menggunakan 19 pasangan primer SSR yang didesain dalam penelitian ……………………..............................
36
Aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon, Sukabumi yang digunakan untuk evaluasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler ………………………………………..........................
53
Daftar primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari basis data GenBank DNA ……………………………………………………………..
54
Daftar 10 pasang primer SSR yang dikembangkan dari M. esculenta yang digunakan untuk mengakses keragaman pada jarak pagar …………………………………………………………….
55
Primer RAPD dan ISSR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia …………………………………….
57
Primer SCAR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia ………………………………………………….
58
Daftar primer RAPD dan ISSR yan teramplifikasi, jumlah produk amplifikasi, pita polimorf dan persentase polimorfisme …………..
58
10. Koefisien kesamaan genetik menurut Dice pada 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR ……………………….
60
11. Persentase polimorfisme 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR …………...………………………………………
61
12. Daftar lima spesies Jatropha yang digunakan untuk penelitian …...
77
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
xvi
13. Daftar 28 pasang primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari GenBank DNA Database untuk amplifikasi lintas spesies Jatropha …………
78
14. Data hasil amplifikasi 28 marka SSR menggunakan templat DNA dari 5 spesies Jatropha yang berbeda ……………………………..
80
15. Perbedaan karakter morfologi yang teramati pada tanaman P 1 (J. curcas), P 2 (J. integerrima) dan F 1 ………………………………
96
16. Hasil skoring terhadap analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR pada individu-individu tetua dan F 1 hasil persilangan keduanya …………………………………………….
98
17. Koefisien kesamaan genetik antara 8 individu F1 (1-8) dan 2 tanaman tetuanya (P 1 = J. curcas; P 2 = J. integerrima) berdasarkan hasil analisis molekuler dengan 9 marka SSR, 5 marka RAPD dan 3 marka ISSR ……………………………………………………..
xvii
100
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Bagan alir kegiatan penelitian ...…………………………………...
5
2.
Bagian-bagian penting jarak pagar :a-cabang generative, b-batang, c-arsitektur vena daun, d-bunga betina, f-irisan melintang buah muda, g-buah, h-irisan membujur buah, i-biji (Heller, 1996) ……..
8
High molecular weight DNA hasil ekstraksi dengan protokol (A) CTAB standar dan (B) protokol modifikasi. Kolom (1-4) - aksesi J. curcas dan kolom (5-6) – aksesi J. multifida ……………………
32
Elektroferogram hasil evaluasi produk amplifikasi PCR dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Pewarnaan gel agarosa dilakukan dengan ethidium bromide dan foto gel diambil di bawah pencahayaan sinar UV. Hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan templat genom jarak pagar dan pasangan primer (1) EF612741, (2) EU586345, (3) EF612739, (4) EU586340, (5) EU586343, (6) EU586344, (7) EU586346, (8) EU586347, dan (9) EU586348 …………………………………………………………
34
Representasi elektroferogram pemisahan hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan poliakrilamid gel elektroforesis (PAGE) untuk lima aksesi tanaman jarak pagar dan dua aksesi J. multifida dengan menggunakan lima primer spesifik SSR. M: Marka DNA (100 bp ladder), Aksesi tanaman: (1) J. multifida # 2, (2) J. multifida # 1, (3) J. curcas PT 26-2, (4) IP -1A-2, (5) HS 49-2, (6) SP 6-3, dan (7) IP-M-3 ……………………………………….……
35
Representasi elektroferogram pemisahan hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan poliakrilamid gel elektroforesis (PAGE) untuk empat individu tanaman jarak pagar F 1 (A-D), dengan menggunakan pasangan primer (1) EU586345, (2) EU586343, (3) EF612741, (4) EU586347, (5) EF612739, (6) EU586346, dan (7) EU586340 ………………………………...………………………..
40
Pola pita hasil PAGE pada 24 nomor koleksi (1 – 24) dengan primer EU586340 (►) dan EU586347 (→) …….…………………
56
Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPV 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 7 (HS49-2)……………..
59
3.
4.
5.
6.
7.
8.
xviii
9.
Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPG 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 15 (PT7-1)……………...
59
10. Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan primer RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Daerah asal B : NTB, L : Lampung, S : Sulawesi Selatan, J : Jawa Timur, T : NTT ...………
59
11. Elektroferogram hasil amplifikasi lintas spesies 5 marka SSR (EU586348, EU586347, EU586346, EU586344, EU586340) pada 5 spesies Jatropha yang berbeda (1 = J. curcas, 2 = J. integerrima bunga merah muda, 3 = J. integerrima bunga merah, 4 = J. gossypifolia, 5 = J. multifida, 6 = J. podagrica) M = marka DNA 100 bp………………………………………………………………
79
12. Dendrogram dibuat berdasarkan data analisis amplifikasi marka SSR lintas spesies pada 5 spesies Jatropha (JC = J. curcas, JIP = J. integerrima bunga merah muda, JIM = J. integerrima bunga merah, JM = J. multifida, JP = J. podagrica dan JG = J. gossypifolia) ….………………………………………..…………
80
13. Hasil pengamatan secara morfologis karakter daun (A), bunga (B), buah (C), biji (D) pada tanaman tetua dan F1; variasi bentuk biji (E) dan percabangan (F) pada tanaman F 1 ; Variasi pigmentasi pada tangkai karangan bunga tanaman F1 : berpigmen (G) dan tidak berpigmen (H) …….…………………………………………….. 14. Elektroferogram hasil amplifikasi DNA 8 individu F1 (1-8) hasil persilangan J. curcas (P 1 ) x J. integerrima (P 2 ) dengan 4 marka SSR. M = marka DNA 100 bp ..………………………………….
97
99
15. Dendrogram hasil analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR pada individu-individu tetua (P 1 = J. curcas; P 2 = J. integerrima) dan F1 hasil persilangan keduanya (1-8) …….
101
16. Skema perbaikan genetik jarak pagar melalui persilangan interspesifik dengan J. integerrima ……………………………..
112
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Gambar peta penyebaran jarak pagar (J. curcas) dari pusat penyebaran di Amerika Tengah (Heller, 1996) sampai ke Asia ......
131
2.
Sistematika genus Jatropha .………………………………………
132
3.
Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan analisis molekuler menggunakan marka RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Karakter daya hasil (g/tan) diplot pada aksesi ……...
133
Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan analisis molekuler menggunakan marka RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Karakter umur berbunga (hari) diplot pada aksesi ….
133
Gambar morfologi tanaman, daun, bunga dan buah beberapa spesies kerabat J. curcas …………………………………………..
134
Gambar morfologi daun, bunga buah dan pigmentasi pada tanaman F2 …………………………………………………………
135
4.
5.
6.
xx
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Kebutuhan energi dunia hingga saat ini sebagian besar dipenuhi dengan mengandalkan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batubara). Telah disadari bahwa bahan bakar fosil adalah sumber energi yang tidak terbarukan dan saat ini cadangannya di dalam bumi semakin menipis. Bahan bakar tak terbarukan ini dari hari ke hari harganya semakin meningkat dan perannya dalam kerusakan lingkungan (baik dari proses eksploitasi maupun sisa penggunaannya) semakin terasa. Saat ini dunia tengah dihadapkan pada krisis energi jika alternatif pengganti bahan bakar fosil tidak ditemukan. Antisipasi terhadap krisis energi harus segera dilakukan. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan penghematan penggunaan bahan bakar fosil dan mencari alternatif baru sumber bahan bakar terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Beberapa sumber minyak yang berasal dari bahan nabati telah dieksplorasi seperti kelapa sawit, kelapa, sorgum, jagung dan ubi kayu yang kemudian dikenal sebagai bahan bakar nabati (BBN). Hampir semua komoditi yang disebutkan tersebut adalah komoditi pangan, sehingga pemanfatannya untuk sumber energi akan mengganggu keamanan ketersediaan pangan. Diperlukan produksi yang cukup, bahkan berlebih untuk dapat menggunakan komoditikomoditi tersebut sebagai sumber bahan bakar agar tidak bersaing dengan kebutuhan pangan (Djazuli dan Prastowo, 2008). Jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah sumber BBN yang menarik untuk dikembangkan karena bukan merupakan sumber pangan (non edible). Beberapa hal menarik lain yang dimiliki oleh jarak pagar adalah kemampuannya untuk tumbuh di daerah marginal dan secara umum lebih toleran terhadap cekaman biotik. Beberapa percobaan membuktikan bahwa minyak jarak dapat digunakan secara langsung sebagai minyak diesel tanpa modifikasi apapun pada mesin dieselnya. Minyak jarak juga dapat dimanfaatkan sebagai bio-kerosene untuk mengganti minyak tanah yang biasa dipakai oleh masyarakat menengah ke bawah.
1
Selain hal-hal tersebut, keunggulan lain dari jarak pagar adalah bahwa hampir semua produk sampingnya seperti bungkil, kulit biji, gliserol dll. masih dapat dimanfaatkan (Anonim, 2006). Pemerintah Indonesia telah menanggapi perkembangan kelangkaan sumber energi dengan keluarnya Perpres No 5 tahun 2006 tentang ‘Kebijakan Energi Nasional’ yang salah satu poinnya menyebutkan bahwa proyeksi penggunaan energi nasional pada tahun 2025 sebesar 5% berasal dari bio-fuel. Jarak pagar merupakan salah satu komoditi yang ditetapkan sebagai sumber biofuel. Kebijakan lain yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Inpres No 1 tahun 2006 tentang ‘Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bio-fuel) sebagai Bahan Bakar Lain’. Di antara poin yang tertuang dalam Inpres ini menyebutkan tugas Menteri Pertanian di antaranya adalah: memfasilitasi penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Selanjutnya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menyusun langkah-langkah strategis yang salah satu di antaranya adalah mengembangkan bibit ungul tanaman jarak pagar. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan telah
mengawali langkah untuk dapat menyediakan bahan tanam unggul jarak pagar dengan melakukan eksplorasi terhadap plasma nutfah jarak pagar ke hampir seluruh wilayah Indonesia. Seleksi tahap pertama terhadap provenan-provenan tersebut mendapatkan IP-1 (Improved Population -1) yang memiliki produksi 1 ton/ha/tahun dengan kadar minyak 36.06 – 37.64%. Siklus ke dua mendapatkan IP-2 dengan peningkatan pada hasilnya yaitu menjadi 2 ton/ha/tahun (Hasnam et al., 2007). Hasil ini menurut kajian ekonomi yang dilakukan Kemala (2006) belum menguntungkan karena dengan teknologi budidaya sederhana, keuntungan baru akan diperoleh jika hasil jarak pagar mencapai lebih dari 2 ton/ha/tahun sejak tahun pertama dengan patokan harga Rp. 700 sampai dengan Rp. 1000 per kilogram biji kering. Bahkan, Martono (2009) mengemukakan bahwa jika dibudidayakan dengan metode standar, harga jual biji Rp. 1.000 per kg dan asumsi produksi 5 ton/ha/th maka petani masih akan merugi. Hasil seleksi awal tersebut
di atas dapat
ditingkatkan dengan
mengintensifkan program pemuliaan tidak saja dengan mengandalkan seleksi
2
massa tetapi harus diiringi dengan kegiatan persilangan memanfaatkan keragaman genetik yang dimiliki. Beberapa pengamatan terhadap keragaman genetik plasma nutfah Indonesia berdasarkan marka morfologis menunjukkan adanya keragaman yang cukup tinggi (Hasnam, 2006a; Sudarmo et al., 2007; Hartati et al., 2009). Pemilihan tetua untuk persilangan jarak pagar dengan tujuan meningkatkan daya hasil mengandalkan pengamatan pada karakter morfologis cukup riskan karena penampilan fenotipik tidak sepenuhnya menggambarkan genotip.
Kesalahan
penentuan tetua akan sangat merugikan baik dari segi biaya, tenaga, waktu maupun kesempatan. Jarak pagar adalah tanaman tahunan sehingga perencanaan program pemuliaan harus dilakukan dengan lebih matang khususnya yang berkaitan dengan informasi keragaman genetik. Teknologi
marka
molekuler
telah
berkembang
pesat
dan
telah
dimanfaatkan untuk mendukung program pemuliaan pada banyak spesies tanaman terutama dalam identifikasi genetik. Marka molekuler memiliki presisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan marka morfologi dan dapat diaplikasikan pada fase sangat awal dari pertumbuhan tanaman. Seleksi tetua maupun keturunan dengan demikian dapat dilakukan dengan lebih akurat dan lebih awal menggunakan marka molekuler. Marka molekuler belum banyak dieksplorasi pada komoditi jarak pagar khususnya di Indonesia. Pengembangan marka molekuler untuk jarak pagar diperlukan untuk dapat mengonfirmasi keragaman morfologis yang telah terdokumentasi sebelumnya maupun untuk eksplorasi keragaman pada materi genetik yang lebih luas bahkan pada kerabat jarak pagar yang lain (Jatropha spp.).
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi berbasis kajian molekuler untuk mendukung pelaksanaan program pemuliaan dalam rangka mendapatkan kultivar jarak pagar unggul yang memiliki daya hasil dan kadar minyak tinggi. Informasi yang dimaksud di antaranya ialah: • Marka molekuler yang dapat digunakan untuk evaluasi genetik jarak pagar, kerabatnya serta keturunan hasil persilangan antara keduanya.
3
• Keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia berdasarkan marka molekuler yang dikembangkan.
Strategi Penelitian
Marka
molekuler
akan
dikembangkan
berdasarkan
pertimbangan
ketersediaan sarana pendukung penelitian, ketersediaan informasi awal yang memadai, ketersediaan dana serta manfaat yang akan diperoleh. Marka SSR (Simple Sequence Repeat) dipilih karena keunggulannya untuk evaluasi keragaman genetik. Pengembangan marka SSR dilakukan dengan memanfaatkan basis data sekuen DNA yang tersedia pada bank gen sehingga biaya tinggi dalam pembuatan pustaka genom, pengurutan DNA dan penapisan SSR dapat dihindari. Berdasarkan informasi awal yang telah diperoleh maka marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) dan SCAR (Sequence Characterized Amplified Region) dipilih karena kemudahan dan kesederhanaan teknik serta ketersediaan informasi sekuen primer yang telah ada. Primer-primer yang telah dibuat kemudian diuji coba dan dimanfaatkan untuk mengevaluasi keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar. Identitas genetik yang diperoleh berdasarkan evaluasi dengan marka molekuler tersebut apabila mencukupi maka selanjutnya dapat digunakan untuk pemilihan tetua persilangan, evaluasi heterosis pada keturunan serta pembuatan peta pautan genetik pada jarak pagar. Adapun apabila informasi yang didapatkan dari marka tersebut tidak memadai untuk melakukan hal tersebut di atas maka marka dapat digunakan untuk mengakses keragaman genetik dari spesies kerabat jarak pagar. Marka juga dapat
dimanfaatkan untuk
mengevaluasi hasil persilangan
interspesifik pada Jatropha spp. Secara skematis keseluruhan kegiatan penelitian digambarkan pada Gambar 1. Adapun tahapan kegiatan untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan sebagai berikut: I.
Pengembangan marka simple sequence repeat (SSR) untuk Jatropha spp. Kegiatan 1 : Optimasi ekstraksi DNA jarak pagar Kegiatan 2 : Desain primer dan pengujian pada templat DNA sampel
4
II. Evaluasi keragaman genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.) berdasarkan marka molekuler. Kegiatan 1 : Evaluasi keragaman genetik dengan marka SSR Kegiatan 2 : Evaluasi keragaman genetik dengan marka RAPD, ISSR dan SCAR III. Amplifikasi lintas spesies marka SSR jarak pagar (Jatropha curcas L.) dalam genus: polimorfisme alel dan derajat hubungan IV. Pengembangan marka dan karakterisasi molekuler hasil persilangan interspesifik J. curcas x J. integerrima Kegiatan 1 : Pengamatan karakter morfologis pada F1 dan tetua Kegiatan 2 : Evaluasi genetik berdasar marka molekuler pada F1 dan tetua
Gambar 1
Bagan alir kegiatan penelitian. Kolom paling kiri adalah macam kegiatan yang dilakukan, kolom di tengah adalah materi yang digunakan dan kolom paling kanan adalah keluaran dari masingmasing kegiatan. Kotak paling bawah dengan garis putus-putus adalah kegiatan yang dapat dilakukan apabila informasi genetik dari primer yang digunakan memadai untuk melakukan kegiatan tersebut. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Biologi, Botani, Asal usul dan Penyebaran Jatropha spp. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman jarak pagar adalah pohon kecil atau semak besar yang dapat mencapai tinggi hingga 5 meter. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim lingkungannya dan dormansi dapat terjadi karena fluktuasi curah hujan serta temperatur atau cahaya. Batangnya mengandung getah dan pada tanaman yang berasal dari biji (seedling) perakarannya satu di tengah dan empat di tepi (peripheral). Daunnya palmate berlobus dangkal sebanyak 5 – 7, memiliki panjang dan lebar bervariasi dari 6 sampai 15 cm dan tersusun secara alternate (Heller, 1996) (Gambar 2). J. curcas adalah tanaman tahunan berumah satu (monoecious), diploid (Paramathma et al., 2005). Bunga jarak pagar juga bersifat protandrous di mana seringkali ditemukan dalam satu tanaman adanya bunga jantan dan bunga betina dengan rasio 29 : 1 dan kadang-kadang bunga hermaprodit. Bunga jantan dan bunga betina membuka secara sinkron sehingga dengan sistem pembungaan seperti itu memungkinkan penyerbukan berlangsung secara xenogamy maupun secara geitonogamy (Raju dan Ezradanam (2002). Karyotype J. curcas tersusun atas 22 kromosom metasentrik dan submetasentrik yang berukuran relatif kecil yang ukurannya berkisar antara 1.71 sampai dengan 1.24 μm (Carvalho et al., 2008; Soontornchainaksaeng dan Jenjittikul, 2003). Ukuran genom J. curcas relatif kecil yaitu sekitar 286 Mb (Sato et al., 2011). Sejumlah ilmuwan telah mencoba menetapkan daerah asal-usul jarak pagar tetapi sumbernya masih menjadi kontroversi. Martin dan Mayeux (1984 dalam Heller 1996) menyebutkan daerah Ceara di Brazil sebagai daerah pusat penyebaran tanpa menyebutkan penjelasan. Aponte (1978 dalam Heller 1996) menduga jarak pagar adalah asli dari Amerika dan Meksiko di mana secara alami jarak pagar tumbuh di hutan dekat pantai meskipun Dehgan (menurut Heller, 1996) tidak pernah menemukan jarak pagar liar sejati ketika mengoleksi Jatropha di Meksiko. Beberapa sumber dikemukakan oleh Heller (1996) yang memperkuat 6
kemungkinan bahwa Meksiko dan Amerika Tengah adalah sumber keragaman jarak pagar ditunjang kenyataan bahwa di Asia dan di Afrika tidak ditemui jarak pagar kecuali sebagai tanaman budidaya.
Gambar 2 Bagian-bagian penting jarak pagar: a-cabang generatif, b-batang, carsitektur vena daun, d-bunga betina, f-irisan melintang buah muda, gbuah, h-irisan membujur buah, i-biji (Heller, 1996)
7
Dari kepulauan Karibia, jarak pagar kemungkinan disebarkan oleh penjelajah Portugis melalui Pulau Cape Verde dan Guinea Bissau di Afrika ke negara-negara lain di Afrika dan Asia (Lampiran 1). Burkill (1966 dalam Heller, 1996) berasumsi bahwa Portugis membawa jarak pagar ke Asia tetapi tidak sampai mencapai Malaka hingga datangnya penjajah Belanda sehingga orang Malaysia menyebut jarak pagar dengan suatu sebutan yang berarti jarak Belanda. Tanaman jarak telah tersebar di hampir seluruh kepulauan di Indonesia. Penyebaran spesies ini di Indonesia dapat diketahui dari hasil eksplorasi yang dilakukan oleh tim dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Badan Litbang Pertanian, Kementrian Pertanian RI. Eksplorasi berhasil mendapatkan provenan-provenan hampir dari seluruh wilayah Indonesia yaitu dari: Sumatra Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan (Mahmud, 2006). Jatropha L. adalah genus yang tersebar luas dan memiliki 175 spesies (Airy Shaw, 1972). Pada umumnya terdapat di Amerika Tropika dan Afrika. Hanya beberapa spesies yang asli Asia Barat Daya dan Asia serta satu spesies di Madagaskar. Tidak ada spesies asli Asia tenggara, Australia atau Oceania. Sebagaimana di Thailand, di Indonesia ada lima spesies Jatropha yang dijumpai yaitu: J. curcas L. dan J.gossypifolia L. yang digunakan sebagai tanaman obat serta J. integerrima Jacq., J. multifida L. dan J. podagrica Hook. yang digunakan sebagai tanaman hias (Chayamarit et al., 2001, Hasnam, 2006). Sebagian genus ini mempunyai jumlah khromosom 2n=44; J. curcas sendiri tebagi dalam dua kelompok 2n=22 dan 2n=24. Studi karyologi dari Jatropha di Thailand menunjukkan bahwa kelima spesies tersebut memiliki perbedaan konfigurasi kromosom pada tahap meiosis. J. curcas. dan J. multifida menunjukkan kofigurasi 7 bivalen berbentuk cincin + 4 bivalen berbentuk batang; sedangkan J. integerrima Jacq dan J. podagrica menunjukkan konfigurasi berbentuk (6+5) dan (8+3) untuk bivalen cincin + 4 bivalen berbentuk batang; sedangkan kromosom J. gossypifolia terbagi rata 11 : 11. Berdasarkan konfigurasi kromosom dan bentuk morfologi J. curcas, J. multifida dan J. gossypifolia kelihatannya berkerabat erat (Soontornchainaksaeng dan Jenjittikul, 2003). Analisis fenogram oleh Dehgan dan Schutzman (1994) menunjukkan bahwa
8
ketiga spesies ini berada dalam kelompok yang berbeda pada subgenus Jatropha dan Subgenus Curcas. Sistematika genus Jatropha dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemuliaan Jarak Pagar Kunci sukses program perbaikan genetik adalah pada ketersediaan keragaman genetik dari karakter yang dikehendaki (Heller, 1996). Eksplorasi global terhadap sumber genetik, introduksi, karakterisasi dan evaluasi akan menyediakan pijakan yang kuat bagi pengembangan varietas unggul dengan berbagai metode perbaikan. Pekerjaan koleksi, karaketrisasi dan evaluasi plasma nutfah untuk pertumbuhan, morfologi, karakteristik biji, sifat daya hasil jarak pagar masih dalam tahap paling awal (Rao et al., 2008). Pengujian provenan yang sistematik dengan skala yang diperlukan belum dilakukan dan materi genetik dari pusat keragaman belum dieksplorasi sepenuhnya. Sementara latar belakang genetik jarak pagar di Asia dan di Afrika belum begitu jelas (Divakara et al., 2009). Jarak pagar adalah tanaman introduksi pada banyak negara di Asia, Afrika serta Amerika Latin dan belum ada usaha sistematik untuk perbaikan pada tanaman ini. Varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan untuk tempat tumbuh yang spesifik belum tersedia (Jongschaap et al., 2007). Tujuan perbaikan genetik jarak pagar sebaiknya diarahkan untuk: jumlah bunga betina lebih banyak, hasil biji dan kandungan minyak tinggi, genjah, tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap kekeringan, tanaman pendek dan percabangan banyak (Divakara et al., 2009). Jarak pagar berada pada satu famili dengan jarak kepyar (Ricinus communis L.) sehingga menurut Sujatha et al. (2008) perbaikan genetik dan domestikasi jarak pagar sebaiknya mengikuti alur pada jarak kepyar. Jarak pagar dapat diperbaiki melalui pendugaan keragaman kerabat liar dan seleksi genotip superior, melalui pemuliaan mutasi, transfer gen asing melalui persilangan interspesies dan penemuan bioteknologi yang membawa perubahan ke arah sifat yang diinginkan (Divakara et al., 2009). Perbaikan genetik jarak pagar dalam kaitannya dengan penyediaan bahan bakar alternatif menurut Nambisan (2007) adalah dengan cara: perbaikan hasil biji, peningkatan kandungan minyak biji dan perbaikan kualitas minyak dan sifat
9
esterifikasi. Tujuan pemuliaan paling penting saat ini untuk jarak pagar adalah peningkatan hasil minyak. Komponen yang mempunyai andil dalam hasil minyak per hektar adalah: jumlah bunga betina per tandan dan jumlah kapsul per tanaman, berat 1000 biji, kandungan minyak biji dan jumlah tanaman per hektar. Karena jumlah biji maksimum dalam kapsul terbatas dan faktor agronomi pada suatu kerapatan tanam juga terbatas maka untuk meningkatkan hasil dapat difokuskan pada peningkatan komponen hasil (Heller, 1996). Aktivitas utama dalam perbaikan genetik adalah persilangan dan seleksi pada keragaman yang dimiliki. Jarak pagar adalah tanaman menyerbuk terbuka sehingga
metode
perbaikan
genetik
yang
dapat
diaplikasikan
untuk
mengeksploitasi keragaman genetik antara lain : (i) seleksi massa; (ii) seleksi berulang; (iii) pemuliaan mutasi; (iv) pemuliaan heterosis dan (v) persilangan interspesies (Divakara et al., 2009). Seleksi massa adalah metode pemuliaan paling sederhana yang dapat digunakan, di mana tanaman superior terpilih dikompositkan. Jika populasi terjaga tetap besar maka peningkatan akan dapat dicapai dengan memanfaatkan variasi genetik aditif. Metode seleksi berulang telah banyak dipakai untuk pemuliaan tanaman pohon. Kegiatannya meliputi seleksi yang dilakukan bersamaan baik yang menggunakan atau yang tanpa uji keturunan. Modifikasi dapat dilakukan pada metode ini. Selain itu kultivar hibrida juga dapat diusahakan dengan memanfaatkan efek heterosis (Heller, 1996). Persilangan intersepesies pada Jatropha mempunyai andil yang besar untuk perbaikan genetik dalam hal transfer beberapa sifat berguna seperti kandungan minyak tinggi, jumlah biji maksimum, bunga betina yang banyak dan cabang yang kuat (Parthiban et al., 2009). Kajian tentang heterosis pada jarak pagar telah dilakukan oleh Islam et al. (2011) dengan membuat persilangan setengah dialel terhadap 6 tetua untuk karakter hasil biji dan komponen-komponennya. Keragaman pada umur berbunga, umur buah masak, jumlah cabang utama per tanaman, hasil biji per tanaman dan komponennya signifikan. Pada hasil biji ditemukan heterosis negatif maupun positif. Heterosis high mid-parent (254.13%) didapatkan pada hasil biji per tanaman. Heterosis small mid-parent ditemukan pada umur berbunga dan umur masak buah.
10
Sejak tahun 1996 Puslitbang Perkebunan telah melakukan kegiatan seleksi terhadap koleksi plasma nutfah yang dimiliki. Pada siklus pertama telah diidentifikasi populasi IP-1A, IP-1M dan IP-1P yang memiliki rerata daya hasil masing-masing 88 ± 21, 52 ± 14.7 dan 114 ± 20 kapsul per tanaman (Hasnam, 2006a). Siklus seleksi kedua (dengan kriteria seleksi jumlah kapsul pertanaman lebih dari 400 pada tahun pertama) didapatkan IP-2 dengan target produksi 2 ton pada tahun pertama, 3 – 3.5 ton pada tahun ke dua, 4 – 4.5 ton pada tahun ke tiga dan 6 – 7 ton pada tahun ke empat (Hasnam et al., 2007). IP3-P dan IP3-A yang merupakan hasil seleksi dari IP2-P dan IP2-A telah dilepas pada tahun 2009. IP3P mempunyai potensi produksi 2.3 – 2.6 ton/ha/tahun untuk tahun pertama dengan kadar minyak 36% dan bisa mencapai 8 s.d. 9 ton/ha pada tahun ke empat. IP3-A memiliki potensi produksi 2 – 2.5 ton/ha/tahun untuk tahun pertama dengan kadar minyak 35% dan bisa mencapai 8 s.d. 8.5 ton/ha pada tahun ke empat (Puslitbangbun, 2009). Menurut kajian keekonomian yang dilakukan oleh Kemala (2006), budidaya jarak pagar dengan teknologi rendah (jarak tanam tidak teratur, persentase tumbuh ± 65 persen, bibit sapuan, pemakaian pupuk dan pestisida sedikit) baru akan
menguntungkan jika pertanaman mampu menghasilkan biji kering sebanyak ≥2 ton/ha/tahun berdasarkan harga jual biji per kilogram berkisar antara Rp. 700 sampai dengan Rp. 1000. Sementara jika dibudidayakan dengan metode standar (Mahmud et al., 2006), kajian keekonomian yang dilakukan oleh Martono (2009) mendapatkan bahwa dengan harga jual biji Rp. 1.000 per kg dan asumsi produksi 5 ton/ha/th, petani masih akan merugi. Hasnam, (2006) membuat perhitungan sederhana yaitu dengan asumsi populasi 2.500 tanaman per hektar dengan faktor koreksi 20% akan menghasilkan biji kering > 2 ton/ha/tahun jika tiap tanaman dapat menghasilkan > 400 kapsul per tahun.
Marka Molekuler untuk Evaluasi Genetik
Marka genetik terbagi menjadi tiga kelas besar yaitu : (i) marka yang berdasar sifat yang secara visual dapat diduga (marka morfologi); (ii) marka yang berdasar pada produk gen (marka biokimia) dan (iii) marka yang berdasar pada
11
pengujian DNA (marka molekuler) (Semagn et al., 2006). Marka morfologi dikarakterisasi visual secara fenotipik seperti warna bunga, bentuk biji, tipe tumbuh atau pigmentasi. Marka isozym adalah marka yang dapat membedakan enzim yang dideteksi melalui elektroforesis dan merupakan penanda spesifik. Keterbatasan dari marka morfologi dan biokimia adalah dalam jumlah dan keterlibatan pengaruh faktor lingkungan atau fase perkembangan tanaman. Marka molekuler mempunyai keunggulan karena jumlahnya tidak terbatas dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun fase perkembangan tanaman (Tanksley dan McCouch, 1997). Teknik dasar marka molekuler dapat diklasifikasikan menjadi 2 katagori yaitu: (i) teknik yang tidak berdasar pada PCR (non-PCR-based techniques) atau teknik berdasar hibridisasi seperti RFLPs (Restriction Fragment Length Polymorphisms) dan (ii) teknik berdasar PCR (PCR-based techniques) seperti RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSRs (Simple Sequence Repeats), SCAR (Sequence Characterized Amplified Region), ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) (Agarwal et al., 2008; Semagn et al., 2006). Prinsip teknik RAPD adalah membedakan hasil amplifikasi PCR dari DNA genom. Polimorfisme dihasilkan oleh penyusunan kembali atau delesi pada atau di antara sisi pengikatan (binding site) oligonukleotida primer dalam genom menggunakan sekuen oligonukleotida acak pendek (sekitar 10 bp) (Williams et al., 1991). Teknik ini tidak memerlukan informasi awal tentang sekuen genom yang akan dianalisis sehingga dapat dimanfaatkan lintas spesies menggunakan primer universal. Beberapa keunggulan penggunaan metode RAPD adalah: kebutuhan DNA sangat sedikit, hemat biaya, mudah diaplikasikan dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh (Riedy et al., 1992). Selain mempunyai keunggulan, metode ini juga mempunyai beberapa kelemahan utama yaitu di antaranya adalah sangat tergantung dari kondisi reaksi sehingga hasilnya dapat bervarisai antar satu laboratorium dengan laboratorium yang lain serta tidak dapat membedakan individu yang homosigot dengan yang heterosigot (marka dominan) (Bardakci, 2001).
12
Karena karakteristiknya maka teknik RAPD memungkinkan penapisan dengan cepat polimorfisme pada daerah berbeda dalam genom (Williams et al., 1990) dan merupakan alat yang sangat berguna untuk pemetaan (Reiter et al., 1992), memungkinkan deteksi marka yang terkait dengan gen untuk sifat penting (Mitchelmore et al., 1991; Martin et al., 1991) dan kloning berdasar peta terhadap gen yang besangkutan. Sebagai contoh adalah gen fad3 yaitu gen omega-3 desaturase dari Arabidopsis thaliana dan gen RPS2 untuk ketahanan terhadap penyakit telah berhasil diklon dengan pendekatan ini (Arondel et al., 1992; Bent et al., 1994). Marka RAPD juga telah digunakan secara luas untuk berbagai keperluan di antaranya untuk evaluasi keragaman genetik pada barley (Albayrak dan Gözükirmizi, 1999), jeruk (Karsinah et al., 2002) dan jute (Hossain et al., 2002). Marka ini juga dimanfaatkan untuk determinasi hasil persilangan pada kelapa sawit (Thawaro dan Te-chato, 2009), kol (Liu et al., 2007), kapas (Dongre et al., 2011) dan tebu (Zhang et al., 2008). SSR (mikrosatelit) adalah sekuen DNA yang pendek dan mempunyai motif berulangan secara tandem dengan 2 sampai 5 unit nukleotida yang tersebar dan meliputi seluruh genom, terutama pada organisme eukariota. Pasangan primer mikrosatelit (forward dan reverse) mengamplifikasi daerah yang diapit (flanking region) yang terjaga (conserved) untuk satu lokus pada kromosom (Akkaya et al., 1992; Powell et al., 1996). Keragaman pada SSR dapat terjadi karena dua hal yaitu karena kejadian pindah silang yang unik selama miosis dan slip pada saat replikasi DNA (Richard et al., 2008). Genom eukariota mengandung SSR dalam jumlah sangat banyak sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam pembentukan saturated map dan gene tagging. Keuntungan SSR secara alami adalah : (i) multipel alel SSR dapat dideteksi pada lokus tungal menggunakan penapisan berbasis PCR (ii) SSR biasanya tersebar pada seluruh genom (iii) sifatnya ko-dominan (iv) jumlah DNA yang dibutuhkan hanya sedikit dan (v) analisis dapat dilakukan secara semi otomatis (Robinson et al., 2004). Prosedur umum yang digunakan untuk menemukan lokus SSR adalah dengan mengonstruksi pustaka genom DNA yang diperkaya (enriched library) untuk sekuen SSR dan diikuti dengan pengurutan (sequencing) (Edwards et al.,
13
1996). Metode ini membutuhkan banyak waktu dan mahal. Jika data sekuen DNA telah banyak tersedia maka akan lebih efisien untuk mendesain primer SSR berdasarkan data tersebut dengan bantuan komputer (Robinson et al., 2004). Beberapa marka SSR telah dikembangkan berdasarkan basis data sekuen DNA seperti pada tanaman cabai (Sanwen et al., 2000) dan buncis (Guerra-Sanz, 2004). Marka SSR mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan marka lain jika dikembangkan berdasarkan informasi sekuen DNA dari spesies yang bersangkutan. Jika data sekuen DNA tidak memadai untuk suatu spesies maka marka SSR dapat dikembangkan dari spesies yang berkerabat dekat (Park et al., 2009). Wen et al. (2010) telah berhasil mengembangkan marka SSR dari M. esculenta untuk evaluasi keragaman genetik pada jarak pagar. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan memanfaatkan marka SSR yang dikembangkan dari spesies kerabat seperti pada kedelai (Peakall et al., 1998), rumputan (Zeid et al., 2010) dan bawang merah (Lee et al., 2011). Marka SSR juga telah dimanfaatkan untuk identifikasi dan determinasi hasil persilangan di antaranya pada padi (Yeyun et al., 2005), jagung (Wang et al., 2002), tebu (Tarpomanova et al., 2009) dan bunga matahari (Antonova et al., 2006). ISSR adalah segmen DNA yang teramplifikasi di antara dua daerah berulangan (mikrosatelit) yang identik dengan orientasi berlawanan. Teknik ini menggunakan mikrosatelit sebagai primer dan sasarannya adalah banyak lokus pada genom serta mengamplifikasi utamanya ISSR yang berbeda ukuran. Mikrosatelit yang digunakan sebagai primer untuk ISSR dapat berupa dinukleotida, trinukleotida tetranukleotida maupun pentanukleotida (Gupta et al., 1994; Wu et al., 1994). ISSR menunjukkan spesifikasi seperti marka mikrosatelit tetapi tidak memerlukan informasi sekuen untuk mensintesis primer sehingga mempunyai kemudahan seperti menggunakan primer acak (random primer) (Joshi et al., 2000). Teknik ini juga sederhana, cepat dan penggunaan radioaktif tidak terlalu penting serta menunjukkan polimorfisme tinggi (Kojima et al., 1998). SCAR adalah fragmen DNA genom yang diidentifikasi oleh amplifikasi PCR menggunakan sepasang primer oligonukleotida yang spesifik (Paran dan Michelmore, 1993; McDermott et al., 1994). SCAR dibuat dengan kloning dan pengurutan (sequencing) ujung belakang dua marka RAPD yang didiagnose
14
terkait dengan sifat tertentu (misalnya pita RAPD muncul pada galur tahan penyakit tetapi tidak muncul pada galur yang tidak tahan). Marka SCAR lebih menguntungkan daripada RAPD karena
hanya mendeteksi satu
lokus,
amplifikasinya kurang sensitif terhadap kondisi reaksi dan potensial untuk dikonversi menjadi marka kodominan (Paran and Michelmore, 1993).
Keragaman Jarak Pagar Berbasis Marka Morfologi dan Biokimia
Heller (1996) mencatat hanya ada 4 percobaan yang bertujuan untuk melihat keragaman pada jarak pagar. Di Thailand tidak didapatkan adanya perbedaan morfologi, pertumbuhan vegetatif dan hasil biji di antara 42 klon yang didatangkan dari lokasi yang berbeda-beda (Sukarin et al., 1987 dalam Heller, 1996).
Di India berdasarkan hasil komunikasi pribadi Heller dengan Bhag Mal
(Heller, 1996), diamati perbedaan dalam tinggi tanaman, cabang per tanaman dan hasil biji per plot dari 5 kultivar lokal India yang diamati. Sementara Foidl (komunikasi pribadi dalam Heller, 1996) menyebutkan dua tipe ditanam di Nikaragua yaitu tipe Nikaragua dan tipe Cape Verde yang menunjukkan perbedaan di lapangan antara keduanya. Heller (1992 dalam Heller, 1996) mengamati adanya perbedaan yang besar dalam pertumbuhan vegetatif dari 13 provenan yang ditanam di beberapa tempat di Senegal dan Cape Verde. Diketahui pula bahwa interaksi genotip dan lingkungan pada tanaman ini sangat besar. Hasil dan komponen hasil menunjukkan keragaman yang luas pada parameter berat kapsul per tanaman, jumlah dan berat biji per tanaman (pada 7.9 dan 25.3 bulan setelah tanam) dan berat 1000 biji pada 25.3 bulan setelah tanam. Beberapa hal menarik dicatat oleh Heller (1992 dalam Heller, 1996) yaitu bahwa berdasarkan pengamatan pertumbuhan vegetatif beberapa genotip menunjukkan daya adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan yang sangat marginal yaitu dengan menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada lahan marginal. Perbedaan pada berat 1000 biji kecil tetapi kandungan lemak kasar (crude fat) sangat bervariasi. Korelasi positif yang signifikan antara berat 1000 biji dengan kandungan lemak kasar memberi peluang besar untuk melakukan seleksi.
15
Penelitian-penelitian berikutnya untuk mengevaluasi keragaman genetik jarak pagar masih dilakukan berdasarkan pengamatan morfologis. Makkar et al. (1997) melaporkan keragaman yang tinggi pada jarak pagar asal Afrika Barat dan Timur, Amerika Utara dan Tengah serta Asia. Keragaman tersebut meliputi karakter berat biji (0.49 – 0.86 g/biji), persentase berat kernel (54 – 64 %), kandungan protein kasar (19 – 31 %) dan kandungan minyak (43 – 59 %). Keragaman pada kandungan minyak dicatat oleh Ginwal (2004) pada evaluasi populasi tanaman yang biji-bijinya diperoleh dari tempat yang berbeda-beda di India. Variasi kandungan minyak dari biji antara 33.03 dampai dengan 39.12% dan 47.08 sampai dengan 58.12% kandungan minyak dari kernel. Pada parameter lain diamati perbedaan yang signifikan di antara populasi yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, luas daun dan ketahanan hidup di lapangan. Karakter pertumbuhan juga menunjukkan korelasi satu dengan yang lain. Heritabilitas dalam arti luas nilainya tinggi pada parameter luas daun, tinggi dan diameter batang. Variasi pada ukuran biji, berat 100 biji dan kandungan minyak dilaporkan dari penelitian Kaushik et al. (2007) terhadap 24 aksesi yang dikoleksi dari beberapa tempat yang memiliki agroklimat yang berbeda di Propinsi Haryana, India. Kandungan minyak bervariasi antara 28 – 38.8%. Koefisien korelasi fenotipik yang tinggi dibandingkan dengan koefisien korelasi genotipik menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan. Heritabilitas tinggi pada karakter kandungan minyak menunjukkan adanya aksi gen aditif. Berat biji berkorelasi positif dengan panjang biji dan kandungan minyak. Pada elevasi 400 m sampai 100 m, Pant et al. (2006) menemukan pengaruh positif yang signifikan dari elevasi terhadap komponen hasil minyak yaitu di antaranya jumlah cabang per tanaman, jumlah buah per cabang dan jumlah biji per tanaman. Sementara penurunan yang signifikan diamati pada kandungan minyak kernel (43.1% pada elevasi rendah dan 30.7% pada elevasi tinggi). Studi yang dilakukan oleh Kumar et al. (2008) menyebutkan adanya variasi di dalam sifat-sifat morfologi dan kandungan senyawa nutrisi seperti protein kasar, serat deterjen netral, serat deterjen masam, lignin, hemiselulosa dan selulosa. Pohon yang lebih besar cenderung mengandung konsentrasi protein lebih
16
sedikit. Jumlah bunga betina pada fase pertumbuhan yang berbeda menunjukkan variasi terbesar sementara bunga jantan tidak terlalu bervariasi. Korelasi yang besar ditunjukkan antara tinggi tanaman dan panjang cabang, jumlah cabang dengan diameter batang yang berguna untuk seleksi genotip superior. Variasi genetik terbesar ditunjukkan pada analisis polyphenol oxidase. Rao et al. (2008) mengevaluasi asosiasi dan keragaman genetik pada biji dan karakter pertumbuhan pada 32 kandidat jarak pagar berdaya hasil tinggi dari berbagai wilayah yang tersebar lebih dari 150.000 km2 di India. Perbedaan karakter yang signifikan diamati pada semua karakter biji seperti morfologi biji, kandungan minyak dan pada karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, rasio bunga jantan dan betina serta hasil biji pada uji keturunan. Secara umum heritabilitas dalam arti luas tinggi yaitu lebih dari 80% untuk semua sifat biji yang dipelajari. Sementara Sunil et al. (2008) mencacat karakter fenotipik tanaman jarak pagar secara in situ pada 4 ekogeografi yang berbeda di India. Mereka menyatakan adanya perbedaan pada 9 karakter yang diamati dari 162 aksesi di 4 daerah tersebut. Sebagai contoh yaitu tinggi tanaman dari 80% aksesi pada satu daerah kurang dari 1.5 m sementara pada daerah yang lain 60% kurang dari 1.5 m. Perbedaan yang sama juga dinyatakan pada jumlah biji dan kandungan dan komposisi minyak biji. Studi yang mempelajari keragaman genetik jarak pagar berdasarkan marka morfologis telah dilakukan di Indonesia.
Hasnam (2006) menyatakan bahwa
variasi di Indonesia mungkin hanya disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu. Dari eksplorasi pendahuluan yang dilakukan oleh Puslitbang Perkebunan di Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan ditemukan variasi pada: (1) kulit batang yaitu keperak-perakan dan hijau kecoklatan, (2) warna daun yaitu hijau muda dan hijau tua (3) pucuk dan tangkai daun yaitu kemerahan dan kehijauan (4) bentuk buah yaitu agak elips dan bulat (5) jumlah biji per kapsul yaitu antara 1 – 4. Keragaman pada koleksi plasma nutfah Indonesia yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia telah dicatat yaitu pada karakter bentuk dan warna daun, warna batang dan daun muda serta potensi produksi (Sudarmo et al., 2007)
17
serta percabangan (Mardjono et al., 2007). Pada karakter-karakter yang berkaitan dengan daya hasil biji, keragaman ditemukan pada karakter umur mulai berbunga dan berbuah, jumlah tandan per tanaman dan jumlah kapsul per tandan. Pada tahun I penanaman dijumpai beberapa nomor yang dapat menghasilkan lebih dari 100 kapsul per tanaman (Hasnam et al., 2007; Sudarmo et al., 2007). Kecenderungan genotip yang berasal dari ekogeografi yang sama untuk mengumpul menjadi satu klaster dicatat oleh Golil dan Pandya (2008) di India. Sementara Freitas et al. (2011) yang mempelajari keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Brazilia mencatat koefisien keragaman genetik yang tinggi pada hampir semua karakter morfologi yang diamati tetapi tidak menemukan hubungan pengelompokan dengan keragaman geografi asal aksesi. Keragaman yang diamati pada plasma nutfah jarak pagar Indonesia di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi meliputi karakter umur mulai berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan per tanaman dan jumlah buah per tandan dan per tanaman. Pada populasi IP-1M, umur berbunga bervariasi mulai 180 hari hingga lebih dari 240 hari dengan jumlah kapsul bervariasi dari 045 kapsul per tanaman. Pada populasi IP-1A, umur berbunga bervariasi mulai 99 hari hingga 133 hari dengan jumlah kapsul bervariasi dari 0 hingga 172 kapsul per tanaman, sedangkan variasi umur berbunga IP-1P mulai dari 80 hari hingga 177 hari dengan jumlah kapsul bervariasi mulai dari 4 hingga 79 kapsul per tanaman. Variasi juga diamati antara populasi IP-1 dan IP-2. Keragaman ini selain disebabkan oleh faktor lingkungan juga disebabkan oleh faktor genetik karena tanaman-tanaman tersebut berasal dari daerah yang berbeda-beda dan merupakan hasil penyerbukan terbuka (Hartati, 2008). Hartati et al. (2009) mengevaluasi 20 genotipe terpilih yang berasal dari Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi. Tanaman yang diuji bervariasi pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, dan percabangan, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah, dan jumlah biji serta kadar minyak biji. Tinggi tanaman, jumlah infloresen, dan jumlah tandan buah berkorelasi positif dengan hasil buah dan biji per tanaman. Umur berbunga berkorelasi negatif dengan semua karakter generatif.
18
Studi untuk menduga keragaman genetik jarak pagar menggunakan marka biokimia tidak banyak dilakukan. Prabakaran dan Sujatha (1999) menggunakan isozim peroksidase dan superoksida dismutase untuk menentukan filogeni dari jarak pagar dengan spesies-spesies lain. Yunus (2007) berhasil membuat diferensiasi intra spesies jarak pagar dari daerah berbeda di Jawa Tengah berdasarkan marka isoenzim sorbitol dehidrogenase, shikimate dehidrogenase, alkohol dehidrogenase dan isositrat dehidrogenase.
Keragaman Jarak Pagar Berbasis Marka Molekuler
Marka molekuler telah digunakan untuk menduga keragaman genetik aksesi-aksesi jarak pagar India dan beberapa aksesi tidak beracun dari Mexico menggunakan marka RAPD dan ISSR. Keragaman genetik aksesi dari India tergolong rendah dengan tingkat polimorfisme menggunakan marka RAPD dan ISSR masing-masing sebesar 42% dan 64%. Marka ISSR mampu membedakan aksesi-aksesi tidak beracun yang berasal dari Meksiko dan telah berhasil dikembangkan marka spesifik populasi SCAR untuk membedakan antara aksesi yang beracun dan tidak beracun yaitu marka ISPJ1 dan ISPJ2 (Basha dan Sujatha, 2007). Hasil yang hampir sama diperoleh Jubera et al., (2009) menggunakan 4 marka RAPD pada 7 aksesi jarak pagar India. Jarak genetik yang diperoleh berkisar 81.8 - 100. Sebaliknya hasil evaluasi yang diperoleh Subramanyam et al. (2009) pada 40 aksesi jarak pagar dari wilayah geografis berbeda di India ternyata menunjukkan keragaman berkisar 0 – 100% menggunakan 10 primer RAPD terpilih. Ranade et al. (2008) mencoba menggunakan marka berbeda untuk mengakses keragaman jarak pagar India dan menunjukkan bahwa marka SPAR (Single Primer Amplification Reaction ) dapat membedakan aksesi-aksesi dari daerah berbeda. Aksesi yang diuji adalah jarak pagar yang telah dikenal maupun tanaman liar dan ternyata mempunyai keragaman genetik tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan perbaikan genetik jarak pagar di India. Tingkat keragaman genetik di antara 17 sumber benih jarak pagar dari India dipelajari menggunakan 13 primer ISSR dengan kombinasinya. Persentase
19
polimorfisme berkisar 100-33.3 dan nilai PIC (Polymorphism Information Content) bervariasi 0.89-0.65. Dari 78 kombinasi, delapan kombinasi yang ditemukan menunjukkan polimorfisme 100% dan nilai PIC-nya berkisar 0.860.38. Berdasarkan dendrogram 17 genotip dikelompokkan menjadi 5 klaster pada nilai kesamaan 72%. (Umamaheswari et al., 2010). Marka yang berbeda digunakan Tatikonda et al. (2009) untuk mengevaluasi keragaman genetik 48 aksesi jarak pagar dari enam negara bagian di India. Marka AFLP menghasilkan 680 (88%) fragmen polimorfik, 59 fragmen (8.7%) merupakan fragmen unik (pada aksesi tertentu) dan 108 (15.9%) fragmen jarang muncul (hadir dalam kurang dari 10% aksesi). Secara umum, aksesi yang berasal dari Andhra Pradesh beragam dan aksesi dari Chhattisgarh mempunyai banyak fragmen unik/langka. Evaluasi keragaman genetik dilakukan terhadap 160 individu mewakili 8 populasi jarak pagar yang tersebar di Kenya menggunakan marka RAPD. Sepuluh primer acak menghasilkan 251 lokus dan hasil analisis menunjukkan keragaman antar populasi sebesar 53% sementara keragaman dalam populasi sebesar 47% (Machua et al., 2011). Marka molekuler SSR dan ALFP telah digunakan untuk mengevaluasi plasma nutfah J. curcas yang dimiliki Kebun Raya Cina Selatan yang merupakan koleksi dari berbagai lokasi berbeda. Lima puluh delapan aksesi dievaluasi dengan 17 marka mikrosatelit yang dikembangkan menggunakan protokol FIASCO (Fast Isolation by AFLP of Sequences Containing repeats). Hanya satu primer SSR yang polimorfik dengan dua alel. Tujuh kombinasi primer AFLP mengamplifikasi 70 lokus polimorfik. Hasil evaluasi menunjukkan keragaman genetik J. curcas ternyata rendah (Sun et al., 2008). Tidak jauh berbeda, Chen et al. (2011) mendapatkan 43 (34%) pita polimorf dari 5 marka RAPD dan 12 marka ISSR pada plasma nutfah jarak pagar dari Panzhihua, Cina. Hubungan antara pengelompokan berdasarkan marka molekuler dengan kandungan minyak biji juga tidak ditemukan. Sebaliknya Cai et al. (2010) mendapatkan polimorfisme 75.15% pada 219 aksesi jarak pagar dari daerah adaptasi yang berbeda di Cina menggunakan marka ISSR.
20
Evaluasi keragaman genetik dilakukan terhadap jarak pagar di tempat yang diduga sebagai daerah asal penyebaran yaitu Meksiko menggunakan marka AFLP. Polimorfisme dari 152 marka yang digunakan
sebesar 81.18% dan
berdasarkan analisis klaster diperoleh nilai keragaman maksimum sebesar 89% (Medina et al., 2011). Keragaman genetik dari 192 koleksi jarak pagar dari seluruh Brazil telah dipelajari menggunakan 96 marka RAPD dan 6 marka SSR. Hanya 23 marka RAPD dan 1 marka SSR yang polimorf. Lima dari 6 marka SSR yang digunakan menunjukkan bahwa semua aksesi yang diuji homosigot. Nilai kemungkinan bahwa aksesi-aksesi yang tidak dapat dibedakan adalah merupakan duplikat berkisar antara 83 sampai 99%. Tidak ditemukan adanya hubungan antara pengelompokan berdasar marka molekuler dengan daerah asal aksesi (Rosado et al., 2010). Sementara Santos et al. (2010) mendapatkan hasil berbeda pada evaluasi hubungan genetik 12 aksesi jarak pagar dari Brazilia berdasarkan marka AFLP. Nilai keragaman dalam populasi dari 12 aksesi diketahui sebesar 70%, sementara keragaman di antara aksesi sebesar 27.5%. Pengelompokan berdasar dendrogram cenderung mengikuti daerah asal aksesi masing-masing. Menggunakan 2.500 biji dari 17 varietas komersial yang berasal dari Afrika, Asia Timur, Amerika Tengah dan Amerika Selatan Ambrosi et al. (2010) melakukan evaluasi dengan marka RAPD, ISSR dan SSR. Benih komersial tersebut
ternyata tidak
merepresentasikan gene pool
jarak
pagar dan
pengelompokan yang dihasilkan tidak berkorelasi dengan wilayah geografis. Marka ISSR yang digunakan oleh Tanya et al. (2011) dapat membedakan aksesiaksesi jarak pagar yang berasal dari daerah berbeda (Meksiko, Cina, Vietnam dan Thailand) tetapi keragaman yang ditunjukkan dalam grup hanya sebesar 37%. Total 240 sampel dari tiga negara Asia, dua negara Afrika dan wilayah geografis yang berbeda di Cina dievaluasi menggunakan marka AFLP. 14.78% dari 352 lokus polimorf dan keragaman antar populasi tercatat 36.18% sementara keragaman dalam populasi 63.82% yang menunjukkan keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar di Cina dan Asia Tenggara sempit. Pengelompokan genotipe berdasarkan penanda AFLP memberi petunjuk bahwa asal J. curcas di Cina mungkin dari Asia Tenggara (Zhang et al., 2011).
21
Sekitar 225 aksesi jarak pagar dari lebih dari 30 negara di Amerika Latin, Afrika dan Asia dianalisis menggunakan marka AFLP. Keragaman genetik rendah ditemukan pada aksesi dari Afrika dan India sementara keragaman tinggi ditemukan pada aksesi dari Guatemala dan negara Amerika Latin lainnya (Montes et al., 2009). Pendugaan keragaman genetik menggunakan RAPD, AFLP dan cTBP (Combinatorial Tubulin Based Polymorphism) pada 38 aksesi jarak pagar dari 13 negara pada 3 benua menunjukkan keragaman yang rendah. Sementara pada aksesi yang sama dijumpai adanya keragaman pada beberapa sifat fenotipik, fisiologi dan biokimia penting yaitu ukuran buah, efisiensi penggunaan air dan kandungan minyak biji. Hal ini mengimplikasikan adanya mekanisme epigenetik pada jarak pagar yang menarik untuk dipelajari (Popluecai et al., 2009). Di Indonesia, pendugaan keragaman genetik jarak pagar menggunakan marka molekuler belum banyak dilakukan. Susantidiana et al. (2009) mendapatkan hasil yang berkebalikan dengan hasil yang diperoleh banyak peneliti yang lain. Keragaman morfologi ditemukan justru lebih rendah (22%) dibandingkan keragaman berdasarkan marka RAPD (72%) pada beberapa aksesi yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Sementara Surahman et al. (2009) mendapatkan keragaman morfologi cukup besar pada jarak pagar Indonesia dan berdasarkan marka RAPD diperoleh nilai keragaman hingga 70%. Pada kedua penelitian tersebut tidak ditemukan hubungan pengelompokan antara asal aksesi dengan pengelompokan berdasarkan marka molekuler.
22
BAB III PENGEMBANGAN MARKA SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) UNTUK Jatropha spp. Abstrak Pemuliaan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk menghasilkan kultivar berdaya hasil dan berkadar minyak tinggi perlu dilakukan. Penggunaan marka molekuler dapat membantu mempercepat tercapainya tujuan pemuliaan tanaman jarak pagar. Marka simple sequence repeat (SSR) merupakan marka ko-dominan yang efektif untuk mendukung program pemuliaan tanaman, tetapi penerapannya pada jarak pagar masih terbatas. Penelitian yang dilakukan bertujuan: (i) mendesain primer spesifik SSR menggunakan aksesi DNA jarak pagar yang tersedia di GenBank DNA database dan (ii) mengevaluasi efektivitas pasangan primer yang didesain untuk menghasilkan marka SSR yang polimorfik untuk jarak pagar dan J. multifida. Dua puluh delapan pasang primer spesifik SSR telah berhasil didesain menggunakan aksesi DNA asal jarak pagar yang ada di GenBank DNA database. DNA genomik jarak pagar dan J. multifida yang diisolasi dapat digunakan sebagai templat untuk amplifikasi PCR. Dari 28 pasang primer yang dikembangkan, semuanya mampu menghasilkan marker SSR dari genom jarak pagar dan hanya 14 pasang primer yang menghasilkan marker SSR dari genom J. multifida. Dari 19 pasangan primer spesifik SSR yang dievaluasi mampu dihasilkan 44 alel dengan ukuran produk amplifikasi berkisar antara 100 bp – 360 bp. Sebanyak 35 alel (79.5%) yang diamati merupakan alel yang polimorfik. Marker SSR yang didapatkan tidak polimorfik intra-aksesi jarak pagar atau intraaksesi J. multifida tetapi polimorfik untuk inter-aksesi kedua spesies. Karena marker SSR yang dihasilkan bersifat polimorfik untuk aksesi jarak pagar dengan aksesi J. multifida maka dapat digunakan sebagai marka untuk mendeteksi hasil persilangan F1 inter-spesies J. curcas x J. multifida.
Kata kunci : jarak pagar, Jatropha curcas L., DNA berulang, desain primer
23
Development of Simple Sequence Repeats (SSRs) Markers for Jatropha spp.
Abstract Breeding of physic nut (Jatropha curcas L.) to obtain new cultivars that have high yield and high oil content need to be conducted. Molecular marker could be used to assist breeding of physic nut. Simple sequence repeat (SSR) marker is a codominant marker and theoretically it could be used to support physic nut breeding program. However, only limited information were available regarding molecular analysis of physic nut. The objectives of this research were: (i) to design SSR specific primer based on DNA sequences available in the GenBank DNA database and (ii) to evaluate effectiveness of the primer pairs to produce polymorphic SSR markers for J. curcas and J. multifida. Twenty eight primer pairs were designed and developed using physic nut DNA available in the GenBank DNA database. Total genomic DNA isolated from J. curcas and J. multifida could be used as DNA templates for PCR amplification. The 28 primer pairs developed in this research yielded SSR marker using J. curcas genomic DNA, while only 14 out of 28 primer pairs developed yielded SSR markers using J. multifida genomic DNA. As many as 44 alleles with the size of amplified products ranged from 100 bp – 360 bp were identified. Thirty five alleles (79.5%) out of 44 identified ones were polymorphic. Results of analysis indicated that identified SSR markers generated using the designed primers were not polymorphic intra accession of J. curcas nor intraaccession of J. multifida. However, the generated SSR markers were polymorphic for inter-accession of the two Jatropha species. Since the generated markers were only polymorphic for J. curcas and J. multifida, they could be used as marker for identifying interspecific F1 hybrids derived from crossing between J. curcas and J. multifida.
Keywords: physic nut, Jatropha curcas L., DNA repeat sequence, primer design
24
Pendahuluan
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah tanaman tahunan multifungsi, yang merupakan anggota Euphorbiaceae. Pada awalnya jarak pagar digunakan sebagai tanaman obat. Beberapa tahun terakhir ini jarak pagar lebih dikenal sebagai tanaman penghasil minyak yang dapat digunakan untuk biodiesel. Jarak pagar berasal dari Mexico dan Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis maupun subtropis. Tanaman jarak pagar pada awalnya ditanam sebagai pagar pengaman atau untuk keperluan tradisional lainnya (Heller, 1996). Pada beberapa tahun terakhir ini nilai ekonomi jarak pagar sebagai penghasil biodiesel meningkat pesat (Fairless, 2007). Hal penting yang harus dilakukan untuk dapat menggunakan jarak pagar sebagai penghasil biodiesel adalah pengembangan kultivar yang memiliki hasil biji dan kadar minyak tinggi serta dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi lingkungan (Divakara et al., 2010). Plasma nutfah jarak pagar telah dikoleksi dan dianalisis di Brazil, Indonesia, dan Cina (Ou et al., 2009; Tatikonda et al., 2009). Jarak pagar memiliki genom heterosigot dan beberapa penelitian menunjukkan nilai interaksi genetik dan lingkungan yang cukup besar (Makkar et al., 1997; Kaushik et al., 2007) sehingga program pemuliaan konvensional tidak akan efektif. Strategi pemuliaan berbasis genom sangat penting dilakukan. Sampai saat ini pemetaan genetik jarak pagar belum dilakukan dan informasi genetik berdasarkan marka molekuler masih sangat sedikit ketersediaannya. Marka SSR masih dianggap sebagai marka yang paling efisien tetapi penggunaannya masih terbatas karena memakan banyak waktu dan tenaga dalam pengembangannya. Ada dua strategi umum yang digunakan untuk mengakses daerah yang mengandung SSR dan membuat markanya yaitu : (1) penelusuran sekuen yang mengandung SSR pada basis data yang telah tersedia atau (2) konstruksi dan skrining pustaka genom dengan pelacak yang berkaitan dengan SSR. Cara pertama dinilai sangat hemat, sederhana dan relatif cepat (Rakoczy et al., 2004). Strategi ini telah berhasil dikembangkan pada tanaman cabai (Sanwen et al., 2000) dan buncis (Guerra-Sanz, 2004). Marka SSR menarik dikembangkan
25
khususnya pada spesies yang menunjukkan variasi genetik rendah, pada populasi inbred dan populasi yang diperoleh dari daerah-daerah berdekatan sehingga sulit dipilah-pilahkan dengan pendekatan lain (Röder et al., 1995). Keuntungan SSR secara alami adalah: (i) multipel alel SSR dapat dideteksi pada lokus tunggal menggunakan penapisan berbasis PCR, (ii) SSR biasanya terdistribusi pada seluruh genom, (iii) sifatnya ko-dominan, (iv) jumlah DNA yang dibutuhkan hanya sedikit, dan (v) analisis dapat dilakukan secara semi otomatis (Robinson et al., 2004). Jarak pagar di Indonesia berpotensi besar sebagai penghasil bahan bakar nabati sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan keberadaan plasma nutfah tersebut dengan program pemuliaan tanaman. Sampai saat ini belum ada penelitian yang memanfaatkan marka SSR untuk evaluasi keragaman genetik jarak pagar Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengawali langkahlangkah pemuliaan tanaman pada jarak pagar dengan basis marka SSR. Tujuan penelitian ini adalah adalah untuk: (i) mendesain primer spesifik SSR menggunakan aksesi DNA jarak pagar yang tersedia di GenBank DNA database dan (ii) mengevaluasi efektivitas pasangan primer yang didesain untuk menghasilkan marka SSR yang polimorfik untuk jarak pagar dan J. multifida L. Marka-marka SSR yang ditemukan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi percepatan kegiatan pemuliaan tanaman jarak pagar untuk mendapatkan varietas unggul baru.yaitu melalui evaluasi keragama genetik.
Bahan dan Metode
Analisis molekuler dan penelusuran serta analisis menggunakan perangkat lunak online dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan Nopember 2008. Bahan tanaman untuk percobaan berasal dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi yang terdiri atas lima aksesi jarak pagar dari berbagai daerah yang berbeda dan dua individu J. multifida dari Bogor dan Sukabumi.
26
Aksesi J. multifida digunakan untuk mengevaluasi peluang penggunaan primer yang dievaluasi pada spesies Jatropha yang masih sekerabat dengan jarak pagar.
Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA pertama kali dilakukan dengan metode CTAB standar yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990) dan digunakan untuk ekstraksi jarak pagar oleh Basha dan Sujatha (2007). Modifikasi dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi NaCl pada buffer ekstraksi dari 1.4 M menjadi 3.5 M dan menambahkan NaCl hinga konsentrasi 2 M pada saat presipitasi bersamaan dengan penambahan isopropanol sesuai dengan metode yang dikembangkan oleh Sudheer et al. (2009). Metode modifikasi selengkapnya diuraikan sebagai berikut. Sebanyak 0.1 g daun muda (daun berwarna keunguan, sedikit transparan dengan lebar sekitar 2-3 cm) dari tanaman sampel yang ditumbuhkan di lapangan, digerus dengan 500 µL buffer ekstraksi (CTAB 2%, 100 mM Tris HCl pH 8, 3.5 M NaCl, 0.5 M EDTA) dan 1% polyvinylpolypyrolydone (PVP). Ekstrak daun kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro berukuran 2.000 µL, ditambahkan 1.5% βmerkaptoetanol dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 90 menit. Setelah inkubasi, ke dalam campuran ditambahkan kloroform : isoamil alkohol (24:1) dengan volume sebanding dan dikocok perlahan selama 10 menit. Campuran disentrifugasi 8.000 rpm selama 8 menit pada suhu ruang. Fase cair bagian atas dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 2M NaCl dengan volume sebanding. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak 0.6 kali volume akhir dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Alkohol 80% sebanyak 2 x dari volume akhir ditambahkan pada campuran tersebut dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya campuran disentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Pelet dicuci dengan alkohol 70% kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada 200 µL buffer TE. Total
DNA
genomik
yang
didapat
dikuantifikasi
menggunakan
spektrofotometer UV (Shimadzu UV - 1800) pada λ 260 nm dan kemurniannya ditentukan dengan menghitung rasio absorban pada λ 260 dan 280 nm sesuai dengan prosedur oleh Sambrook et al. (1989). Konsentrasi dan kemurnian DNA
27
juga dicek dengan perbandingan hasil elektroforesis sampel DNA dengan standar pada gel agarosa 1%. Desain primer SSR Penelusuran aksesi DNA jarak pagar yang ada di GenBank database dilakukan secara online pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Setiap aksesi DNA jarak pagar yang diperoleh dari basis data DNA, dievaluasi ada tidaknya runutan nukleotida yang merupakan simple sequence repeat (SSR). Panjang sekuen serta posisi SSR dievaluasi untuk melihat mungkin atau tidaknya primer didesain. Selain itu, agar tidak duplikasi, semua aksesi dianalisis kesamaan runutan nukleotidanya dengan multiple alignment (Higgins et al.,1996) menggunakan perangkat lunak online ClustalW yang tersedia di situs http://www.ebi.ac.uk/Tools/clustalw2/index.html. Selanjutnya, dari aksesi DNA yang unik dan positif teridentifikasi membawa SSR, didesain primer spesifik yang mengapit runutan nukleotida SSR-nya. Desain primer SSR dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Primer3 (Rozen et al., 2000) yang tersedia secara online pada situs http://frodo.wi.mit.edu/. Primer yang berhasil didesain digunakan untuk mengamplifikasi sampel DNA jarak pagar dan J. multifida. Amplifikasi DNA dan separasi hasil amplifikasi DNA yang telah diekstraksi diamplifikasi PCR menggunakan primer yang berhasil didesain. Volume reaksi amplifikasi PCR yang digunakan adalah 25 µL, yang masing-masing terdiri atas 1X buffer reaksi, 0.1 µM dNTPs, 1 unit Real Taq DNA Polymerase (Real Biotech Corporation) dan 20 ng templat DNA. Reaksi amplifikasi PCR dilakukan menggunakan GeneAmp PCR System 2400 (Perkin Elmer) dengan denaturasi awal pada 95oC selama 5 menit; diikuti dengan 35 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas tahapan denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, penempelan primer (primer annealing) pada suhu yang sesuai untuk masing-masing pasangan primer selama 1 menit, pemanjangan primer (primer elongation) pada suhu 72oC selama 1 menit. Pada akhir reaksi ditambahkan satu siklus final extension pada suhu 72oC selama 5 menit. DNA hasil amplifikasi dievaluasi dengan dua sistim elekktroforesis, yaitu elektroforesis gel agarosa (1.5%) yang digunakan untuk konfirmasi keberadaan
28
hasil amplifikasi dan PAGE (polyacrylamide gel electrophoresis) yang digunakan untuk skoring alel SSR. Hasil elektroforesis gel agarosa divisualisasi dengan menggunakan pewarnaan etidium bromida dan difoto di bawah penyinaran UV menggunakan UV transluminescent. Elektroforesis dengan gel akrilamid digunakan untuk memperoleh resolusi yang lebih baik sehingga komposisi alel SSR yang muncul dapat teridentifikasi. Analisis menggunakan PAGE (40% akrilamid/bis-akrilamid, 10% amonium persulfat, 5X buffer TBE, urea dan TEMED) dilakukan dengan Dedicated Height Sequencer (Cole-Parmer) menggunakan buffer TBE 1X pada tegangan konstan 1.100 V selama 3 jam. Volume hasil PCR yang dianalisis adalah 1.8 µL dengan 60 sampel per gel. Hasil PAGE divisualisasi dengan pewarnaan menggunakan pewarnaan perak (silver staining). Marka DNA berukuran kelipatan 100 bp (100 bp ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR. Hasil Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA tanaman sampel (Tabel 1) dengan metode CTAB standar menghasilkan DNA yang kurang baik dan tidak konsisten. Pengujian sampel DNA total pada gel agarosa menunjukkan sinyal yang kurang jelas bahkan dua sampel (2 dan 4) hampir tidak menunjukkan sinyal sama sekali. Intensitas pengotor sangat tinggi tampak pada bagian bawah gel (Gambar 3A). Ekstraksi dengan metode yang dikembangkan oleh Sudheer et al. (2009) menghasilkan DNA yang cukup baik. Pengujian dengan gel agarosa menunjukkan sinyal yang terang, jernih serta konsisten dan intensitas pengotor lebih sedikit (Gambar 3B). Pengukuran kuantitas DNA total mendapatkan hasil sekitar 100 – 150 ng/µL.
Desain primer SSR Kata kunci umum Jatropha curcas digunakan untuk penelusuran awal pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov dan dihasilkan 157 aksesi yang merupakan aksesi cDNA dan fragmen DNA genomik asal jarak pagar serta DNA lain-lain. Kata kunci lebih khusus yaitu Jatropha curcas + microsatellite digunakan dan didapatkan 39 aksesi DNA. Beberapa aksesi yang mempunyai tingkat kemiripan
29
runutan DNA tinggi hanya dipilih satu sebagai representasi kelompoknya agar tidak terjadi duplikasi lokus yang diamplifikasi. Pemilihan pasangan primer yang akan dievaluasi juga mempertimbangkan kesesuaian melting point antara pasangan primer forward dan reverse-nya, yaitu dipilih yang melting point-nya sama atau paling berdekatan (Dieffenbach et al., 1993). Setelah semua faktor yang diperlukan dijadikan pertimbangan, 28 pasang primer SSR spesifik telah terpilih sebagai hasil akhir kegiatan (Tabel 2).
Tabel 1 Aksesi jarak pagar dan kerabatnya yang digunakan untuk evaluasi primer SSR yang dikembangkan dalam penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1
2
3
Genotip/ Aksesi J. multifida / # 2 J. multifida / # 1 J. curcas /PT 26-2 J. curcas /IP -1A-2 J. curcas /HS 49-2 J. curcas /SP 6-3 J. curcas /IP-M-3
4
5
6
7
Asal provenan Sukabumi Bogor Lampung NTB NTT Sulawesi Selatan Jawa Timur
1
A
2
3
4
5
6
7
B
Gambar 3 High molecular weight DNA hasil ekstraksi dengan protokol (A) CTAB standar dan (B) protokol modifikasi. Kolom (1-5) - aksesi J. curcas dan kolom (6-7) – aksesi J. multifida.
30
Tabel 2 Daftar 28 pasang primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari GenBank DNA database No
No aksesi*
1.
EU586348
2.
EU586340
3.
EU586346
4.
EU586347
5.
EU586343
6.
EU586344
7.
EU586345
8.
EF612741
9.
EF612739
10.
EU099518
11.
EU099519
12.
EU099520
13.
EU099521
14.
EU099522
15.
EU099523
16.
EU099524
17.
EU099525
18.
EU099526
19.
EU099527
20.
EU099528
21.
EU099529
22.
EU099530
23.
EU099531
24.
EU099533
25.
AF469003
26.
EU586351
27.
EU586349
28.
EU099534
Sekuen primer F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R
GGGCTGGGATTTTGTCTCTT GGCATGACCCTTGTGACTCT GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA GGTGCTACTGTCGGATGGTT TGAATCCTGGAATGGGGATA GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA CATGAAGTTTGCTGGCAATG AAAGGTCATCTGGTAAAGCCATA ATCTTGATGGGTGATGAGACG TCCACAACCACAACCTTTGA AAAAATTGAGGATATTACAGCATGAA GGCAACATGCCTAAAAATCAA GGCATTTCCTTGCATTTTCA CTGAGCAAACGGGGAAGTAA GGCATTTCCTTGCATTTTCA GAAGGGCAGAGGCTTCACTA CTCATGAACAACAAGAATTT CAGATTCTAATGAAGGTACG TTTTTCTTGAAAGTTTTTGT TAGTTCGTCTTGAAGCTTAG AACTGTAACGTTGTGAGTTC CTGATTTCTGGTCTCAATAG TAAAATGCCAACTTTTACT ACATATCGAAGATAGGGAAT CAAATAGATTCCTCAATCC GGGACCCAAAGAAACAAT GTCGGATGACTAGATTGATA AGAGATATTGGGCTAAAACT ATTCATGTACCAGTCAAGTC TGCTAAAACTCTGGTTCTCT AACTAGAAAGGTTGTTTTTC TTATGTCTCTTTTCCATGTC GTATATGTGGTCAAGCATTT AAAACAGCATAATACGACTC CTAAAGCCACTTTATCAATC TAACCGAATAGTTCTTACCA CAAGCATAGATGTAGAAAAAC TTATGTCTCTTTTCCATGTC CTTTATAAGGTCAACTCCAA CAAGTAAGAAGTGAAGAAAAA CTAAAATGATTCGAGTTTTC TGACTTTTTCTGAGTTCTGT TGCTAAAACTATGGTTCTCT ATTCATGTACCAGTCAAGTC ATTGAAGAAGTGGAGTGTG TCATCTAAAATGCTCTGGT CATCTTATGAAACTGTCGTT TACTTACAAAGAAAGCGAGA TAGAAGTTTTGTGATTAGGT GACTGCGTACCAATTCAT CAAAATAAGTCGAAACAAAC TATAGGCTCTTGCATAAATC AGAAGAAAGAGGCGACAGGA AAATTCTTGTTGTTCATGAGGATG
Produk PCR (bp)
Ta (oC)
Pola ulangan
246
55
(GT)12(AG)23
252
54
(TG)6..(TG)4
193
55
(TG)4..(TG)4
252
54
(GT)3..(TG)2.(GT)3
129
54
GT(4)..(GA)5
218
54
(TG)3..(TA)4
193
54
(TG)4..(TG)2.. (GT)3..(GT)4
489
55
(TAA)10..(A)8
620
54
(TAA)10
137
55
(TA)3(TG)18..(TA)6
104
44
(CA)21
106
44
(CA)10
149
44
(TA)3(C)6..(C)7 (A)3(CA)5
122
44
(TC)16
128
44
(GT)11
109
44
(C)6..(C)5(AC)5
104
44
(AC)10
146
44
(CA)18
139
44
145
44
113
44
150
44
(CA)13
109
44
(G)3(GT)5(G)5.. (G)6
120
45
(GT)15
145
45
(TAA)8
105
44
(GT)5
143
44
(A)6..(A)8..(CA)4
150
54
(GAA)7
(CA)12..(CA)2.. (CA)3 (TA)5(CA)2.. (CA)17 (CTT)4..(CTT)3.. (CTT)2
Keterangan : * sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov; F = primer forward, R = primer reverse, Ta = temperatur annealing
31
Semua aksesi sekuen DNA yang digunakan untuk mendesain primer SSR berasal dari DNA genom jarak pagar. Dua puluh lima aksesi adalah DNA genomik yang mempunyai mikrosatelit di dalamnya dengan panjang antara 129415 bp. Dua askesi merupakan bagian dari promoter gen ribosom inactivating protein (489 bp [EF612741] dan 620 bp [EF612739]) sedangkan satu aksesi sisanya adalah gen curcin precursor dengan panjang 1.802 bp (AF469003). Berdasarkan runutan nukleotida aksesi DNA yang digunakan, pola ulangan mikrosatelit yang ditemukan adalah dinukleotida tunggal TG (6 aksesi), CA (5 aksesi), GT (3 aksesi) dan TC (1 aksesi), trinukleotida tunggal CTT, GAA, atau TAA (masing-masing satu aksesi) atau pola ulangan kombinasi antara dua dinukleotida (GT-AG, TA-TG, TA-CA), dinukleotida dan mononukleotida (TACA-C-A, AC-C, GT-G, CA-A) serta trinukleotida dan mononukleotida (TAA-A). Panjang primer hasil desain berkisar antara 18 – 26 bp. Suhu penempelan primer (primer annealing) bervariasi antara 44oC, 45oC, 54oC atau 55oC. Primer yang telah didesain terbukti berhasil mengamplifikasi genom jarak pagar dengan konfirmasi pada gel agarosa 1.5% (Gambar 4).
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 4 Elektroferogram hasil evaluasi produk amplifikasi PCR dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Pewarnaan gel agarosa dilakukan dengan ethidium bromide dan foto gel diambil di bawah pencahayaan sinar UV. Hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan templat genom jarak pagar dan pasangan primer (1) EF612741, (2) EU586345, (3) EF612739, (4) EU586340, (5) EU586343, (6) EU586344, (7) EU586346, (8) EU586347, dan (9) EU586348
32
Hasil pemisahan ukuran produk amplifikasi dengan PAGE menunjukkan bahwa 28 pasangan primer yang dievaluasi menghasilkan produk amplifikasi dengan templat DNA genomik jarak pagar. Sembilan belas pasang primer diuji pada templat DNA genomik J. multifida dan 14 di antarnya teramplifikasi. Jumlah pita DNA hasil amplifikasi PCR yang muncul terdiri atas satu atau dua pita. Terdapat 12 pasang primer yang menunjukkan polimorfisme dengan ukuran pita berbeda antara aksesi jarak pagar dengan aksesi J. multifida. Empat belas primer menunjukkan polimorfisme yaitu hanya muncul pada J. curcas (Gambar 5).
M
EU586347
EU099522
EU586344
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7
400 bp
300 bp
200 bp
M
EU586340
EU586348
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 67
400 bp
300 bp
200 bp
Gambar 5 Representasi elektroferogram pemisahan hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan PAGE untuk lima aksesi tanaman jarak pagar dan dua aksesi J. multifida dengan lima primer spesifik SSR. M: Marka DNA (100 bp ladder), Aksesi tanaman: (1) J. multifida # 2, (2) J. multifida # 1, (3) J. curcas PT 26-2, (4) IP -1A-2, (5) HS 49-2, (6) SP 6-3, dan (7) IP-M-3.
33
Hasil running PAGE menunjukkan bahwa dari 19 pasang primer yang digunakan dapat menghasilkan 44 alel di mana 35 di antaranya (80%) merupakan alel polimorfik dengan ukuran produk amplifikasi berkisar antara 100 bp – 360 bp. Polimorfisme hanya terjadi antar alel-alel pada J. curcas dengan alel-alel J. multifida. Sebaliknya, antar lima aksesi jarak pagar yang dievaluasi menunjukkan pola pita yang sama. Kesamaan pola pita DNA hasil amplifikasi juga diamati untuk kedua aksesi J. multifida yang diuji. Polimorfisme antara alel-alel yang muncul di antara aksesi J. curcas dengan yang muncul di antara aksesi J. multifida dapat berupa perbedaan ukuran pita DNA hasil amplifikasi atau berupa adanya hasil amplifikasi untuk aksesi jarak pagar dan tidak ada hasil amplifikasi (null alele) untuk aksesi J. multifida (Tabel 3).
Tabel 3 Konstitusi genetik berdasarkan hasil skoring alel marker SSR yang diamplifikasi dari templat lima aksesi J. curcas dan dua aksesi J. multifida dengan menggunakan 19 pasangan primer SSR yang didesain dalam penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Primer EU586348 EU586340 EU586346 EU586347 EU586343 EU586344 EF612741 EU099521 EU099522 EU099523 EU099524 EU099526 EU099529 EU099530 EU099531 EU099533 EU586351 EU586349 EU099534
1 13 13 12 13 12 22 12 12 12 11 12 11 11 12 11 14 13 33 12
J. curcas 2 13 13 12 13 12 22 12 12 12 11 12 11 11 12 11 14 13 33 12
3 13 13 12 13 12 22 12 12 12 11 12 11 11 12 11 14 13 33 12
4 13 13 12 13 12 22 12 12 12 11 12 11 11 12 11 14 13 33 12
J. multifida 6 24 12 12 12 22 11 12 11 22 22 23 22 12 11
5 13 13 12 13 12 22 12 12 12 11 12 11 11 12 11 14 13 33 12
7 24 12 12 12 22 11 12 11 22 22 23 22 12 11
Catatan: (-) null alele, pasangan primer SSR yang digunakan tidak menghasilkan produk amplifikasi dengan tempat DNA J. multifida. Individu dengan konstitusi genetik yang direpresentasikan oleh dua angka yang sama (contoh: 11, 22, atau 33) berarti homosigot untuk masing-masing alel sedangkan jika dua angka yang berbeda (contoh: 12, 13, 14, 23 dan 24) diduga berarti heterosigot.
34
Pembahasan
Ekstraksi DNA Metode ekstraksi DNA yang digunakan pada penelitian ini dimulai dengan mengacu pada metode CTAB standar (Doyle dan Doyle, 1990)
yang telah
digunakan untuk jarak pagar (Basha dan Sujatha, 2007), tetapi ternyata sulit dilaksanakan karena tidak berhasil menghilangkan kontaminasi klorofil. Molekul DNA yang berupa benang-benang putih tidak didapatkan dan muncul endapan berupa serbuk putih. Selain itu, hasil ekstraksi yang didapat menggunakan protokol yang digunakan Basha dan Sujatha (2007) sulit dilarutkan dalam buffer TE dan molekul DNA genomik yang didapatkan juga mempunyai kualitas rendah. Sampel DNA juga terlihat banyak tertinggal pada sumur gel agarosa, yang mengindikasikan tingginya kontaminan protein, polisakarida atau metabolit sekunder pada sampel DNA (Do dan Adams, 1991; Sharma et al., 2002). Jarak pagar dan J. multifida termasuk dalam famili Euphorbiaceae yang banyak menghasilkan getah sehingga diduga kualitas serta kuantitas DNA yang kurang bagus dari hasil ekstraksi ini berkaitan keberadaan kontaminan tersebut. Berdasarkan penelusuran pustaka diperoleh metode modifikasi untuk ekstraksi DNA tanaman yang mengandung banyak protein dan polisakarida yaitu dengan meningkatkan konsentrasi NaCl pada buffer ekstraksi dan penambahan NaCl konsentrasi tinggi pada saat presipitasi (Sudheer et al., 2009). Modifikasi dalam prosedur isolasi DNA ini telah diterapkan, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi NaCl pada buffer ekstraksi dari 1.4 M menjadi 3.5 M dan menambahkan NaCl hinga konsentrasi 2 M pada saat presipitasi bersamaan dengan penambahan isopropanol. Berbagai modifikasi tahapan isolasi DNA yang digunakan tersebut masih belum sepenuhnya dapat menghilangkan kontaminan yang terbawa selama proses ekstraksi DNA, namun demikian kualitas DNA yang didapat sudah memadai untuk keperluan amplifikasi PCR. Penggunaan marka SSR tidak menuntut kualitas DNA sangat tinggi untuk pelaksanaannya (Semagn et al. 2006). Jika hasil ekstraksi DNA tanpa purifikasi telah memadai untuk proses amplifikasi PCR maka langkah ini dapat dilewati untuk efisiensi.
35
Desain primer Aksesi yang diperoleh dengan pencarian menggunakan kata kunci umum Jatropha curcas ternyata tidak semua menghasilkan sekuen yang berasal dari jarak pagar. Pengembangan primer dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan primer spesifik yang berasal dari jarak pagar sehingga kata kunci pencarian dipersempit. Kata kunci Jatropha curcas + microsatellite digunakan dan mendapatkan 39 aksesi sekuen DNA. Dari jumlah luaran pencarian yang diperoleh mengidikasikan penelitian tentang jarak pagar khususnya yang berkaitan dengan marka SSR masih sangat sedikit. Aksesi-aksesi yang diperoleh ini sebagian besar berasal dari penelitian tahap awal untuk mengidentifikasi SSR pada jarak pagar. Sebagian besar aksesi yang diperoleh mempunyai SSR di dalamnya karena kata kunci yang digunakan sudah sangat spesifik, tetapi tidak semua dapat didesain primernya. Primer SSR baru dapat didesain dari sekuen DNA jika sekuen yang bersangkutan memiliki flanking region minimal 20 bp. Primer terbaik didesain dengan beberapa pertimbangan di antaranya adalah GC content atau perbandingan kandungan nukleotida G dan C dalam primer sehingga panjang 20 bp pada sisisisi forward dan reverse SSR seringkali tidak mencukupi untuk dapat dibuat primer. Beberapa aksesi yang ditemukan tidak dapat didesain primernya karena sekuen yang terlalu pendek. Posisi SSR dari sekuen yang ditemukan juga menentukan bisa atau tidaknya sebuah primer didesain. SSR yang berada pada ujung sekuen menyebabkan primer tidak dapat didesain dari sekuen yang bersangkutan. Pengujian pasangan primer spesifik SSR yang didapat untuk melakukan amplifikasi PCR menggunakan templat DNA jarak pagar mengindikasikan bahwa semua pasangan primer mampu menghasilkan produk amplifikasi. Ini paling tidak mengindikasikan dua hal, yaitu bahwa kualitas dan kuantitas DNA yang diekstraksi cukup memadai untuk digunakan sebagai templat dan pasangan primer hasil desain yang dilakukan mampu menghasilkan produk amplifikasi PCR. Kemunculan dua pita pada aksesi tanaman jarak pagar (Gambar 5) dapat diartikan bahwa pada genom tanamannya terdapat satu lokus (misalnya lokus EU586347) dan dalam lokus EU586347 yang dianalisis terdapat dua alel. Dengan demikian,
36
konstitusi genetik aksesi yang dianalisis bersifat heterosigot (misalnya dengan pasangan alel 12), mengingat bahwa SSR adalah marka ko-dominan (Robinson et al., 2004) yang mampu membedakan individu heterosigot (12) dari yang homosigot (11 atau 22). Sebagai alternatif, kemunculan dua pita pada aksesi tanaman jarak pagar yang diuji juga dapat mengindikasikan kemungkinan adanya lebih dari satu lokus di dalam genom tanaman (duplikasi) dan masing-masing lokusnya mempunyai konstitusi alel dalam kondisi homosigot (misalnya lokus EU586347-1 dengan alel 11 dan lokus EU586347-2 dengan alel 22). Pembuktian terhadap dua kemungkinan ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi segregasi pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer terpilih pada populasi tanaman jarak pagar F1 hasil selfing. Jika dua pita yang dihasilkan merupakan alternatif alel dalam satu lokus yang sama (misalnya lokus EU586347 dengan pasangan alel 12), maka pada populasi tanaman jarak pagar F1 diharapkan terjadi segregasi tanaman F1 dengan konstitusi alel pada lokus EU586347 sebagai 11 (homosigot, proporsi 25%), sebagai 12 (heterosigot, proporsi 50%) dan sebagai 22 (homosigot, proporsi 25%). Sebaliknya, jika dua pita tersebut merupakan representasi dari dua lokus (lokus EU586347-1 dan lokus EU586347-2) dan konstitusi alel untuk kedua lokus tersebut homosigot (lokus EU586347-1 dengan alel 11 dan lokus EU586347-2 dengan alel 22) maka semua individu F 1 yang dievaluasi akan mempunyai produk amplifikasi dengan dua pita yang sama sebagaimana tetua yang digunakan untuk menghasilkan tanaman F1 . Selfing beberapa individu jarak pagar telah dilakukan oleh peneliti lain. Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap 16 individu F 1 hasil selfing (aksesi J. curcas no 4) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dua pita yang muncul pada tetua juga dijumpai pada F1 . Di antara 16 individu F1 yang diuji, tidak diamati adanya segregasi dari pita-pita DNA hasil amplifikasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dua pita yang didapatkan dari hasil amplifikasi PCR menggunakan pasangan primer spesifik SSR tersebut merepresentasikan dua lokus yang berbeda (duplikat lokus) dengan alel yang homosigot dan bukan satu lokus yang heterosigot. Representasi hasil amplifikasi PCR menggunakan tujuh pasang primer dan templat empat individu F1 dapat dilihat pada Gambar 6.
37
A 1 2
B
3 4 5 6 7
1 2
3 4
C 5 6 7
1 2
3 4
D 56 7
1 2
3 4 5
67
Gambar 6 Representasi elektroferogram pemisahan hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan poliakrilamid gel elektroforesis (PAGE) untuk empat individu tanaman jarak pagar F 1 (A-D), dengan menggunakan pasangan primer (1) EU586345, (2) EU586343, (3) EF612741, (4) EU586347, (5) EF612739, (6) EU586346, dan (7) EU586340. Berdasarkan hasil evaluasi, pasangan primer spesifik SSR yang didesain dalam penelitian ini tidak polimorfik untuk sejumlah aksesi tanaman jarak pagar yang dievaluasi. Deteksi tingkat polimorfisme yang rendah menggunakan pasangan primer yang dikembangkan dapat menjadi indikator rendahnya tingkat keragaman genetik tanaman yang diuji atau tingginya tingkat konservasi bagian genom yang digunakan untuk mendesain primer. Polimorfisme yang rendah bisa terjadi sebagai akibat sampling pada bagian genom dengan tingkat konservasi runutan DNA yang tinggi. Akibat tingginya tingkat konservasi bagian genom yang diamplifikasi dengan primer spesifik SSR, meskipun aksesi yang dievaluasi mempunyai keragaman genetik yang tinggi maka akan tetap menghasilkan produk amplifikasi yang monomorf untuk semua aksesi jarak pagar yang dievaluasi. Salah satu keuntungan penggunaan marka SSR adalah sifatnya yang dapat diamplifikasi
menggunakan
templat
tanaman
sekerabat
(cross
specific
amplification ability) (Rossetto et al., 1999; Park et al., 2009). Pasangan primer yang didesain dalam penelitian ternyata mampu menghasilkan produk amplifikasi dan polimorf antara jarak pagar dengan J. multifida. Dengan demikian, pasangan primer tersebut paling tidak akan dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan F 1 inter-spesies antara J. curcas x J. multifida atau kemungkinan 38
dengan spesies lain. Evaluasi lebih lanjut pemafaatan primer spesifik SSR yang telah dikembangkan untuk menganalisis lebih banyak aksesi J. curcas, aksesi J. multifida, dan aksesi Jatropha spp. lainnya masih perlu dilakukan untuk mengetahui
efektivitas
pemanfaatan
primer
spesifik
SSR
yang
telah
dikembangkan.
Kesimpulan
DNA jarak pagar dapat terekstraksi dengan baik menggunakan protokol CTAB yang dimodifikasi yaitu dengan penambahan konsentrasi NaCl pada buffer ekstraksi dan pada saat presipitasi. Dua puluh delapan pasang primer spesifik SSR telah berhasil didesain menggunakan aksesi DNA genomik asal jarak pagar yang ditemukan pada basis data GenBank DNA. DNA genomik asal jarak pagar dan J. multifida dapat digunakan dengan efektif sebagai templat untuk amplifikasi PCR. Primer yang didesain dalam penelitian ini tidak menghasilkan pita hasil amplifikasi yang polimorfik antar aksesi jarak pagar yang diuji atau antar aksesi J. multifida. Marker SSR yang dihasilkan bersifat polimorfik untuk aksesi jarak pagar dengan aksesi J. multifida sehingga dapat digunakan sebagai marka untuk mendeteksi hasil persilangan F1 inter-spesies J. curcas x J. multifida.
Daftar Pustaka
Asbani N, Heliyanto B. 2008. Kompatibilitas persilangan interspesifik Jatropha curcas x J. integerrima. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(2):7 Basha SD, Sujatha M. 2007. Inter and intra-population variability of Jatropha curcas L. characterized by RAPD and ISSR markers and development of population-specific SCAR markers. Euphytica 156:375–386 Dieffenbach CW, Lowe TM and Dveksle GS. 1993. General concepts for PCR primer design. Genome Res. 3: S30-S37 Divakara BN, Upadhyaya HD, Wani SP, Laxmipathi Gowda CL. 2010. Biology and genetic improvement of Jatropha curcas L.: A review. Applied Energy 87:732-742 Do N, Adams RP. 1991. A simple technique of removing plants polysaccharides contaminants from DNA. Biotechniques. 10:162-166 39
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13– 15 Fairless D. 2007. Biofuel: The little shrub that could maybe. Nature 449:652-655 Guerra-Sanz JM. 2004. New SSR markers of Phaseolus vulgaris from sequence databases. Plant Breeding 123: 87-89 Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Higgins DG, Thompson JD, Gibson TJ. 1996. Using CLUSTAL for multiple sequence alignments. Methods Enzymol 266:383-402 Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accession. Biomass and Bioenergy 31:497-502 Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J. Agric. Food Chem. 45:3152-3157 Ou WJ, Wang WQ, Li KM. 2009. Molecular genetic diversity analysis of 120 accessions Jatropha curcas L. germplasm. Chinese Journal of Tropical Crops 30:287-292 Park YJ, Lee JK, Kim NS. 2009. Simple sequence repeat polymorphisms (SSRPs) for evaluation of molecular diversity and germplasm classification of minor crops. Molecules 2009, 14, 4546-4569 Rakoczy-Trojanowska M. 2004. Characteristics and a comparison of three classes of microsatellite-based markers and their application in plants. Cellular & Molecular Biology Letters 9:221-238 Robinson AJ, Love CG, Batley J, Barker G, Edwards D. 2004. Simple sequence repeat marker loci discovery using SSR primer. Bioinformatics Application Note 20(9):1475-1476 Röder MS et al. 1995. Abundance, variability and chromosomal location of microsatellites in wheat. Mol. Gen. Genet. 246: 327-333 Rosado TB et al. 2010. Molecular marker reveal limited genetic diversity in a large gerplasm collection of the biofuel crop Jatropha curcas L. in Brazil. Crop Science 50:2372-2382 Rossetto M, Shepherd M, Cordeiro GM, Harriss FCL, Lee LS and Henry RJ. 1999. Cross species amplification of microsatellite loci: a valuable tool for genetic studies in plants. Paper presented to the Plant and Animal Genome VII Conference, San Diego, California, USA, 17-21 January
40
Rozen S, Skaletsky HJ. 2000. Primer3 on the WWW for general users and for biologist programmers. Di dalam: Krawetz S, Misener S. editor. Bioinformatics Methods and Protocols: Methods in Molecular Biology. Humana Press, Totowa, NJ. hlm 365-386 Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, New York, USA Sanwen H et al. 2000. Development of pepper SSR markers from sequence databases. Euphytica 117:163–167 Semagn K, Bjørnstad Å, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular marker methods for plants. African Journal of Biotechnology 5(25):25402568 Sharma AD, Gill PK, Sigh P. 2002. DNA isolation from dry and fresh samples of polysaccharides-rich plants. Plant Mol Biol Rep. 20: 415 a-f Sudheer PDVNS, Meenakshi, Sarkar R, Boricha G, Reddy MP. 2009. A simplified method for extraction of high quality genomic DNA from Jatropha curcas for genetic diversity and molecular marker studies. Indian Journal of Biotechnology 8:187-192 Tatikonda L, Suhas WP, Seetha K. 2009. AFLP-based molecular characterization of an elite germplasm collection of Jatropha curcas L. a biofuel plant. Plant Science 176:505-513
41
BAB IV EVALUASI KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) BERDASARKAN MARKA MOLEKULER Abstrak Studi tentang keragaman genetik jarak pagar menggunakan marka molekuler telah dilakukan di berbagai negara dengan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia menggunakan marka molekuler. Evaluasi dilakukan terhadap 24 aksesi jarak pagar koleksi Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon, Sukabumi menggunakan marka SSR, RAPD, ISSR dan SCAR. Total 28 primer SSR yang digunakan menghasilkan pita monomorf dan homozigot pada aksesi jarak pagar yang diuji. Dari 31 primer RAPD dan ISSR yang digunakan, 8 primer RAPD dan 4 primer ISSR mampu menghasilkan pita DNA yang dapat diskor. Empat primer yaitu UBC 873, OPG 17, OPP 03 dan OPQ 11 menghasilkan 100% pita polimorfis. Koefisien kesamaan genetik berkisar antara paling tinggi 1.0 (antara aksesi 3189-2/PT13-2; MT7-1/PT15-1; PT3-1, 2555-1/SP8-1; 25551/PT3-1) hingga paling rendah 0.6 (antara aksesi 554-1/HS49-2) dengan rerata 0.9. Persentase polimorfisme paling rendah (0%) yaitu antara aksesi 3189-2/PT132; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1 dan paling tinggi (55.26%) yaitu antara aksesi 554-1/HS49-2 dengan rerata 15.87%. Mengambil batas kesamaan genetik di atas 80%, dendrogram dapat dibagi menjadi dua klaster di mana satu klaster terdiri dari satu aksesi yaitu HS 49-2 sedangkan klaster yang lainnya beranggotakan semua aksesi yang lain. Berdasarkan marka SCAR, semua aksesi yang diuji termasuk dalam jarak pagar tipe Meksiko. Program pemuliaan menggunakan plasma nutfah yang diuji tidak akan dapat dilakukan secara optimal karena terbatasnya keragaman genetik. Introduksi materi genetik baru akan sangat berguna dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan kemajuan genetik yang signifikan.
Kata kunci : koefisien kesamaan genetik, marka SSR, RAPD, ISSR, SCAR, persentase polimorfisme 42
Genetic Diversity Evaluation of Jatropha curcas L. Based on Molecular Marker Abstract Physic nut (Jatropha curcas L.) genetic diversity studies using molecular markers has been done in various countries with inconsistent results. This study was conducted to evaluate genetic diversity of Indonesian physic nut germplasm collections using molecular markers. Twenty four accessions of physic nut from KIJP, Pakuwon, Sukabumi were analyzed using SSR, RAPD, ISSR and SCAR markers. Twenty eight SSR primers evaluated produce monomorphic marker on tested physic nut accessions. Out of 31 RAPD and ISSR primers evaluated, only 8 RAPD and 4 ISSR primers produced scorable DNA markers and four primers (UBC 873, OPG 17, OPP 03 and OPQ 11) produced polymorphic bands. Genetic similarity coefficients ranged from the highest of 1.0 (between 3189-2 / PT13-2; MT7-1 / PT15-1; PT3-1, 2555-1 / SP8-1; 2555-1 / PT3-1) to the lowest of 0.6 (between 554-1/HS49-2) with a mean 0.9. The lowest percentage of polymorphism (0%) was between 3189-2/PT13-2; MT7-1 / PT15-1; PT3-1, 2555-1 / SP8-1; 2555-1 / PT3-1 and the highest (55.26%) was between 554-1/HS49-2 with the average of 15.87%. Taking the limits of genetic similarity above 80%, the physic nut accessions were divided into 2 groups. The first group consisted of one accession (HS 49-2) and the second group consisted of all other accessions. Based on SCAR markers, all evaluated physic nut accessions belong to the nontoxic Mexican type. With such a low genetic diversity among physic nut accessions, breeding program using the analyzed accessions may not useful. Introduction of new accessions of physic nut may be neccessary to increase genetic diversity and improve genetic gain through breeding program.
Keywords : genetic similarity coefficient, SSR, RAPD, ISSR, SCAR, percentage of polymorphism
43
Pendahuluan
Faktor pembatas utama dalam budidaya dan komersialisasi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati adalah belum tersedianya varietas yang berdaya hasil dan berkadar minyak tinggi (Surwenshi et al., 2011). Ketersediaan sumber keragaman genetik menjadi kunci keberhasilan dalam merakit varietas unggul jarak pagar (Heller, 1996). Metode untuk mengakses keragaman genetik pada jarak pagar adalah hal penting untuk mendapatkan informasi genetik yang memadai sehingga program pemuliaan tanaman dapat dijalankan dengan optimal. Informasi tentang keragaman genetik selain berguna bagi pemilihan tetua untuk program pemuliaan juga bermanfaat dalam pengelolaan plasma nutfah. Identitas genetik yang lengkap dari suatu koleksi plasma nutfah akan menghindari terjadinya duplikasi koleksi (Hintum dan Treuren, 2002). Plasma nutfah jarak pagar telah dikoleksi dan dianalisis di berbagai negara seperti India, China, Brazil dan Indonesia (Ou et al., 2009; Tatikonda et al., 2009, Hartati et al., 2009). Variasi pada ukuran biji, berat 100 biji dan kandungan minyak dilaporkan dari penelitian Kaushik et al. (2007) terhadap 24 aksesi yang dikoleksi dari beberapa tempat yang memiliki agroklimat yang berbeda di Propinsi Haryana, India. Koefisien korelasi fenotipik yang tinggi dibandingkan dengan koefisien korelasi genotipik menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan. Sementara itu Makkar et al. (1997) melaporkan keragaman yang tinggi pada jarak pagar asal Afrika Barat dan Timur, Amerika Utara dan Tengah serta Asia. Keragaman tersebut meliputi karakter berat biji (0.49 – 0.86 g/biji), persentase berat kernel (54 – 64 %), kandungan protein kasar (19 – 31 %) dan kandungan minyak (43 – 59%). Keragaman pada kandungan minyak biji dicatat pada evaluasi populasi tanaman yang biji-bijinya diperoleh dari tempat yang berbeda-beda di India. Variasi kandungan minyak antara 33.03 dampai dengan 39.12% dari biji dan 47.08 sampai dengan 58.12% dari kernel. Pada parameter lain diamati perbedaan yang signifikan di antara populasi yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang, luas daun dan ketahanan hidup di lapangan. Karakter pertumbuhan juga menunjukkan korelasi satu dengan yang lain. Heritabilitas dalam arti luas nilainya tinggi pada parameter luas daun, tinggi
44
dan diameter batang (Ginwal et al., 2004). Studi yang dilakukan oleh Kumar et al., (2008) menyebutkan adanya variasi di dalam sifat-sifat morfologi dan kandungan senyawa nutrisi seperti protein kasar, serat detergjen netral, serat deterjen masam, lignin, hemiselulose dan selulose. Variasi genetik terbesar ditunjukkan pada analisis polyphenol oxidase. Kegiatan koleksi plasma nutfah jarak pagar dari seluruh daerah di Indonesia telah dilakukan oleh berbagai pihak. Hasil koleksi yang dilakukan oleh Puslitbangbun saat ini berada di tiga lokasi yaitu KIJP Pakuwon, Asembagus dan Muktiharjo. Studi keragaman genetik yang didasarkan pada pengamatan morfologis telah dilakukan pada plasma nutfah jarak pagar Indonesia. Keragaman ditemukan pada karakter-karakter seperti tinggi tanaman, lingkar batang, percabangan, umur berbunga, jumlah infloresen, jumlah tandan buah, jumlah buah, jumlah biji serta kadar minyak biji (Hartati, 2008; Hartati et al., 2009; Sudarmo et al., 2007; Mardjono et al., 2007). Hampir semua keragaman yang diperoleh belum dapat melukiskan keragaman genetik yang sesungguhnya karena beberapa penelitian mengungkapkan bahwa interaksi genotip dan lingkungan pada jarak pagar cukup besar (Heller, 1996; Makkar et al., 1997; Kaushik et al., 2007). Evaluasi keragaman genetik jarak pagar berdasarkan marka molekuler telah banyak dilakukan khususnya di Cina dan di India (Zhang et al., 2011) tetapi hasilnya tidak konsisten. Basha dan Sujatha (2007) melaporkan keragaman dengan tingkat sedang pada 42 aksesi jarak pagar dari India menggunakan marka RAPD dan ISSR. Ranade et al. (2008) melaporkan bahwa jarak pagar liar dan semi liar atau aksesi yang telah dinaturalisasi mempunyai keragaman yang cukup memadai dengan marka SPAR. Tatikonda et al. (2009) menggunakan marka AFLP dan mendapatkan bahwa jarak pagar di India mempunyai basis genetik yang luas. Popluechai et al. (2009) menggunakan marka RAPD dan AFLP untuk mengevaluasi 38 aksesi jarak pagar yang berasal dari 13 negara di 3 benua dan keragaman yang didapatkan rendah. Cai et al. (2010) melaporkan keragaman genetik yang tinggi di antara 219 aksesi dari seluruh Cina, sebaliknya Sun et al. (2008)
mendapati bahwa keragaman genetik aksesi-aksesi dari Cina yang
digunakannya mempunyai keragaman sangat rendah. Studi yang
lebih
komprehensif dilakukan oleh Montes et al. (2008) dengan 225 aksesi jarak pagar
45
dari 30 negara Amerika Latin, Afrika dan Asia menggunakan marka AFLP. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa aksesi-aksesi dari Afrika dan India mempunyai keragaman yang rendah sementara aksesi dari Amerika Latin memiliki keragaman yang tinggi. Keragaman morfologi yang dimiliki oleh plasma nutfah jarak pagar Indonesia perlu dikonfirmasi dengan marka yang representatif sehingga informasi tentang keragaman genetiknya dapat dimanfaatkan untuk acuan dalam program pemuliaan maupun dalam pengelolaan plasma nutfah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia berdasarkan marka SSR yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Marka lain seperti RAPD, SCAR dan ISSR digunakan untuk melengkapi hasil evaluasi keragaman ini. Marka SSR dipilih karena keberadaannya yang melimpah pada semua makhluk hidup, variasi alel tinggi dan bersifat kodominan (Rafalski et al., 1993). Marka SSR sesuai digunakan khususnya pada spesies yang menunjukkan variasi genetik rendah, pada populasi inbred dan populasi yang diperoleh dari daerah-daerah berdekatan sehingga sulit dipilah-pilah dengan pendekatan lain (Röder et al., 1995). Marka RAPD dan ISSR dan SCAR digunakan karena efisien, sederhana dan tidak membutuhkan DNA dengan kualitas yang tinggi serta telah tersedianya informasi mengenai sekuen primer untuk jarak pagar.
Bahan dan Metode
Bahan tanaman ditanam di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Oktober 2009.
Bahan tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah 24 aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon yang merupakan zuriat dari provenan hasil koleksi dari Jawa Timur,
46
Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tengara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Nomor koleksi yang digunakan dipilih yang mewakili daerah asal yang berbedabeda. Pada tiap-tiap daerah asal sampel dipilih nomor-nomor yang mempunyai perbedaan karakter morfologi seperti umur berbunga dan hasil biji. Koleksi tanaman yang digunakan ditanam pada lahan yang sama dan berumur sekitar 2 tahun pada saat pengambilan sampel daun. Sebagai tambahan digunakan 5 nomor koleksi dari SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center), IPB yang berasal dari Aceh Besar (Aceh), Sumba (NTT), Lombok (NTB), Bima (NTB), Papua dan satu koleksi pribadi dari Medan (Sumatra Utara).
Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode CTAB yang dimodifikasi oleh Sudheer et al. (2009) sebagai berikut: sebanyak 0.1 g daun muda (daun berwarna keunguan, sedikit transparan dengan lebar sekitar 2-3 cm) dari tanaman sampel yang ditumbuhkan di lapangan, digerus dengan 500 µL buffer ekstraksi (CTAB 2%, 100 mM Tris HCl pH 8, 3.5 M NaCl, 0.5 M EDTA) dan 1% polyvinylpolypyrolydone (PVP). Ekstrak daun kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro berukuran 2.000 µL, ditambahkan 1.5% β-merkaptoetanol dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 90 menit. Setelah inkubasi ditambahkan kloroform:isoamil alkohol (24:1) dengan volume sebanding dan digoyang-goyang perlahan selama 10 menit. Campuran disentrifugasi 8.000 rpm selama 8 menit pada suhu ruang. Fase cair bagian atas dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 2M NaCl dengan volume sebanding. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak 0.6 kali volume akhir dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Alkohol 80% sebanyak 2 x dari volume akhir ditambahkan pada campuran tersebut dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya campuran disentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Pelet dicuci dengan alkohol 70% kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada 200 µL buffer TE. Total
DNA
genomik
yang
didapat
dikuantifikasi
menggunakan
spektrofotometer UV (Shimadzu UV - 1800) pada λ 260 nm dan kemurniannya ditentukan dengan menghitung rasio absorban pada λ 260 dan 280 nm sesuai
47
dengan prosedur oleh Sambrook et al. (1989). Konsentrasi dan kemurnian DNA juga dicek dengan perbandingan hasil elektroforesis sampel DNA dengan standar pada gel agarosa 1%.
Amplifikasi DNA Primer SSR yang digunakan adalah 28 pasang primer terpilih yang diperoleh dari kegiatan penelitian sebelumnya ditambah dengan 10 pasang primer yang didesain berdasarkan basis data genom Manihot esculenta (Wen et al., 2010). Primer lain yang digunakan adalah 22 primer RAPD, 9 primer ISSR, serta dua pasang primer SCAR yang spesifik untuk mengidentifikasi jarak pagar tipe India (beracun) dan tipe Meksiko (tidak beracun) yang telah dikembangkan oleh Basha dan Sujatha (2007) PCR dilakukan pada volume total 25 μl yang mengandung 0.2 μM primer, 1.25 U Taq polymerase (Real Biotech Corporation), 1 X buffer PCR, 0.1 μM d NTP (mix 1 0mM) dan 1 μl DNA templat. Siklus PCR yang digunakan untuk marka SSR adalah: satu siklus denaturasi pada suhu 95oC selama 5 menit; 36 siklus untuk tahap-tahap denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu sesuai primer masing-masing selama 30 detik, elongation pada suhu 72oC selama 1 menit; 1 siklus final extension pada suhu 72oC selama 5 menit. Siklus PCR untuk marka RAPD adalah sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit diikuti dengan 45 siklus masing-masing pada suhu 94oC selama 45 detik, 36 oC selama 30 detik, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. Kondisi amplifikasi DNA dengan marka ISSR dilakukan sesuai dengan prosedur sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit diikuti dengan 35 siklus masingmasing pada suhu 92oC selama 30 detik, Ta selama 1 menit, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. Amplifikasi dengan primer SCAR mengikuti prosedur sebagai berikut : satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit, diikuti dengan 35 siklus dengan suhu 94oC selama 30 detik, 56oC (primer ISPJ1) dan 54oC (primer ISPJ2) selama 15 detik; 72 oC selama 1 menit diikuti dan final extension pada 72oC selama 7 menit.
48
DNA hasil amplifikasi dengan primer RAPD, ISSR dan SCAR diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa (1%) dan divisualisasi dengan pewarnaan ethidium bromide serta diamati di bawah penyinaran UV transluminescent. Marka DNA berukuran kelipatan 1.000 bp (1 Kb ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR. Hasil amplifikasi dengan primer SSR diseparasi dengan PAGE 6% (terdiri dari 40% akrilamid/bisakrilamid, 10% amonium persulfat, 5X buffer TBE, urea, TEMED) dilakukan dengan Dedicated Height Sequencer (Cole-Parmer) menggunakan buffer TBE 1X pada tegangan konstan 1.100 V selama 3 jam. Volume hasil PCR yang diseparasi adalah 1.8 µL berjumlah 60 sampel per gel. Hasil PAGE divisualisasi dengan pewarnaan perak (silver staining). Marka DNA berukuran kelipatan 100 bp (100 bp ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR.
Analisis data Skoring pita DNA hasil amplifikasi dengan primer SSR hanya dilakukan terhadap pita yang paling jelas. Skoring hasil amplifikasi dengan marka RAPD dan ISSR dilakukan pada hasil visualisasi yang mungkin diskor (scorable). Nilai ‘1’ diberikan untuk kemunculan pita dan ‘0’ untuk ketidakmunculan pita sehingga didapatkan data biner untuk semua genotip dan semua primer yang digunakan. Analisis statistik dilakukan terhadap data biner sehingga mendapatkan nilai kesamaan genetik (genetic similarity) sesuai dengan Nei dan Li (1979) dengan definisi sebagai berikut Sij = 2a/(2a+b+c), di mana Sij adalah kesamaan genetik antara 2 individu i dan j, a adalah jumlah pita yang muncul di i maupun j, b adalah jumlah pita yang muncul di i tetapi tidak muncul di j dan c adalah jumlah pita yang tidak muncul di i tetapi muncul di j. Persentase polimorfisme (PP) dihitung dengan formula PP = jumlah total lokus polimorf/jumlah total lokus dikalikan 100. Dendrogram dibuat berdasarkan Unweight Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) dengan bantuan perangkat lunak NTSYSpc 2.02 (Rohlf, 1998). Dendrogram juga dibuat dengan mengganti plot aksesi dengan daya hasil, daerah asal dan umur berbunga. Analisis boostrap antar lokus dengan mengambil ulangan 2000 dilakukan dengan program Winboot (Yap dan Nelson, 1996).
49
Hasil
Marka SSR Evaluasi keragaman genetik telah dilakukan terhadap 24 aksesi jarak pagar (Tabel 4) menggunakan 28 pasang primer SSR yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya (Tabel 5). Semua primer SSR yang digunakan dapat mengamplifikasi DNA dari semua aksesi jarak pagar yang diteliti.
Tabel 4 Aksesi jarak pagar koleksi KIJP Pakuwon, Sukabumi yang digunakan untuk evaluasi keragaman genetik menggunakan marka molekuler No. Nomor koleksi
Daerah asal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
NTB Lampung NTB Jawa Timur Lampung Sulawesi Selatan NTT Jawa Timur NTB Lampung Lampung NTB Sulawesi Selatan Lampung Lampung NTB NTB Sulawesi Selatan Lampung Lampung Jawa Timur Lampung Lampung NTB
575-3 PT-33 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 HS49-2 IP-1M-2 IP-1A-2 PT26-2 PT13-2 3189-2 SP16-2 PT33-2 PT7-1 554-1 3012-1 SP8-1 PT18-1 PT15-1 MT7-1 PT14-1 PT3-1 2555-1
Umur berbunga (hari)*) 145 84 111 >360 80 274 91 180 99 84 86 84 125 97 200 222 84 142 75 75 89 86 84 125
*) Sumber : Hartati et al., 2009; periode pengamatan 1 tahun
50
Hasil biji *) (g/tan) 90 446 244 0 422 74 900 238 680 622 704 606 46 628 388 456 748 390 274 780 584 640 392 70
Tabel 5 Daftar primer spesifik untuk mengamplifikasi SSR yang didesain menggunakan aksesi DNA jarak pagar dari basis data GenBank DNA No aksesi* EU586348 EU586340 EU586346 EU586347 EU586343 EU586344 EU586345 EF612741 EF612739 EU099518 EU099519 EU099520 EU099521 EU099522 EU099523 EU099524 EU099525 EU099526 EU099527 EU099528 EU099529 EU099530 EU099531 EU099533 AF469003 EU586351 EU586349 EU099534
Sekuen primer F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R
GGGCTGGGATTTTGTCTCTT GGCATGACCCTTGTGACTCT GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA GGTGCTACTGTCGGATGGTT TGAATCCTGGAATGGGGATA GAAAAGGTAAAGCATGGCTGA TGTTCAGAAATGGATAGGGAAGA CATGAAGTTTGCTGGCAATG AAAGGTCATCTGGTAAAGCCATA ATCTTGATGGGTGATGAGACG TCCACAACCACAACCTTTGA AAAAATTGAGGATATTACAGCATGAA GGCAACATGCCTAAAAATCAA GGCATTTCCTTGCATTTTCA CTGAGCAAACGGGGAAGTAA GGCATTTCCTTGCATTTTCA GAAGGGCAGAGGCTTCACTA CTCATGAACAACAAGAATTT CAGATTCTAATGAAGGTACG TTTTTCTTGAAAGTTTTTGT TAGTTCGTCTTGAAGCTTAG AACTGTAACGTTGTGAGTTC CTGATTTCTGGTCTCAATAG TAAAATGCCAACTTTTACT ACATATCGAAGATAGGGAAT CAAATAGATTCCTCAATCC GGGACCCAAAGAAACAAT GTCGGATGACTAGATTGATA AGAGATATTGGGCTAAAACT ATTCATGTACCAGTCAAGTC TGCTAAAACTCTGGTTCTCT AACTAGAAAGGTTGTTTTTC TTATGTCTCTTTTCCATGTC GTATATGTGGTCAAGCATTT AAAACAGCATAATACGACTC CTAAAGCCACTTTATCAATC TAACCGAATAGTTCTTACCA CAAGCATAGATGTAGAAAAAC TTATGTCTCTTTTCCATGTC CTTTATAAGGTCAACTCCAA CAAGTAAGAAGTGAAGAAAAA CTAAAATGATTCGAGTTTTC TGACTTTTTCTGAGTTCTGT TGCTAAAACTATGGTTCTCT ATTCATGTACCAGTCAAGTC ATTGAAGAAGTGGAGTGTG TCATCTAAAATGCTCTGGT CATCTTATGAAACTGTCGTT TACTTACAAAGAAAGCGAGA TAGAAGTTTTGTGATTAGGT GACTGCGTACCAATTCAT CAAAATAAGTCGAAACAAAC TATAGGCTCTTGCATAAATC AGAAGAAAGAGGCGACAGGA AAATTCTTGTTGTTCATGAGGATG
Produk PCR (bp)
Ta (oC)
Pola ulangan
246
55
(GT)12(AG)23
252
54
(TG)6..(TG)4
193
55
(TG)4..(TG)4
252
54
(GT)3..(TG)2.(GT)3
129
54
GT(4)..(GA)5
218
54
(TG)3..(TA)4
193
54
(TG)4..(TG)2.. (GT)3..(GT)4
489
55
(TAA)10..(A)8
620
54
(TAA)10
137
55
(TA)3(TG)18..(TA)6
104
44
(CA)21
106
44
(CA)10
149
44
(TA)3(C)6..(C)7 (A)3(CA)5
122
44
(TC)16
128
44
(GT)11
109
44
(C)6..(C)5(AC)5
104
44
(AC)10
146
44
(CA)18
139
44
145
44
113
44
150
44
(CA)13
109
44
(G)3(GT)5(G)5.. (G)6
120
45
(GT)15
145
45
(TAA)8
105
44
(GT)5
143
44
(A)6..(A)8..(CA)4
150
54
(GAA)7
(CA)12..(CA)2.. (CA)3 (TA)5(CA)2.. (CA)17 (CTT)4..(CTT)3.. (CTT)2
Keterangan : * sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov; F = primer forward, R = primer reverse, Ta = temperatur annealing
51
Sembilan belas primer manghasilkan masing-masing dua pita sedangkan 9 primer sisanya menghasilkan masing-masing hanya satu pita. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan konfirmasi dengan populasi F1 dan dibuktikan bahwa kemunculan 2 pita menggambarkan keberadaan 2 lokus yang berbeda, bukan menggambarkan lokus heterosigot. Dari keseluruhan 28 primer SSR yang digunakan dihasilkan 47 lokus yang berbeda dari 24 aksesi jarak pagar yang diteliti dan semua monomorf (Gambar 7). Sepuluh primer lain yang dikembangkan dari M. esculenta (Tabel 6) (Wen et al., 2010) digunakan untuk analisis keragaman 24 aksesi jarak pagar yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua pita DNA yang dihasilkan juga monomorf. Evaluasi lanjutan yang dilakukan terhadap 6 aksesi berbeda menggunakan 28 primer pertama menunjukkan hasil yang sama yaitu semua pita DNA yang dihasilkan monomorf.
Tabel 6 Daftar 10 pasang primer SSR yang dikembangkan dari M. esculenta yang digunakan untuk mengakses keragaman pada jarak pagar No.
No aksesi*)
Ta (oC)
Sekuen primer
ACAGCCTCGTCATTTCACT TAATGAATGGTTCGTAGCCT TCCCTCTCCTTCAGATTAAA 2. JESR-086 ATGATAGCCAAACAGCAACT CCCTCCCTTTGGTTTCTG 3. JESR-088 GGAGGAAAGGAGAGGAAATA AACAACTGGTTGTGGAGTTC 4. JESR-089 TTGATGCTGTGGATATGAGA TGACATTTGTCAGTCTTGGA 5. JESR-090 TCACCATACCACACAATCAC ACCGCTTCTTCTTTCTCTCT 6. JESR-097 TAGCCGGCAATATACAGAAT CCACAGTTCATCCTCAATTT 7. JESR-104 GATATTCACTCTGGAACCCA CCTGTGTAGAATCGTCCTTT 8. JESR-107 AACCAGAACCAATCTCAATG CTAGTAGAGCAGGTGTTGGG 9. JESR-108 CATCCCACTCAACAATTCA CTAAAGGCTGTGAAGAAGGA 10. JESR-118 TCCGAGCCAATTTCTTATTA Keterangan : *) Sumber : Wen et al., 2010 1.
JESR-083
F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R
52
54 54 54 54 54 54 54 54 54 54
► → ► →1
2 3 4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Gambar 7 Pola pita hasil PAGE pada 24 nomor koleksi (1 – 24) dengan primer EU586340 (►) dan EU586347 (→).
Marka RAPD, ISSR dan SCAR Penapisan primer biasanya dilakukan untuk mendapatkan primer-primer yang dapat digunakan untuk membedakan genotip yang diuji. Penapisan primer memakan banyak waktu dan biaya sehingga jika kegiatan tersebut dapat dihindari akan meningkatkan efisiensi kegiatan penelitian. Pada saat penelitian ini dilakukan telah dijumpai literatur tentang marka RAPD, ISSR dan SCAR pada jarak pagar. Primer yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dari hasil penelitian tersebut (Basha dan Sujatha, 2007) yang sudah terbukti mampu teramplifikasi pada genom jarak pagar dan polimorf, sehingga kegiatan penapisan primer tidak dilakukan. Primer RAPD, ISSR dan SCAR (Tabel 7, 8) digunakan hanya untuk mengamplifikasi 24 aksesi jarak pagar dari KIJP, Pakuwon. Dari 31 primer RAPD dan ISSR yang digunakan, 8 primer RAPD dan 4 primer ISSR mampu menghasilkan pita DNA yang dapat diskor. Jumlah pita total yang dihasilkan adalah 39 dan 29 (74.36%) di antaranya polimorfik. Pita yang dihasilkan oleh masing-masing primer berkisar antara 1 hingga 6. Primer yang menghasilkan pita paling sedikit yaitu UBC 812 sedangkan primer yang menghasilkan pita terbanyak adalah OPP 33. Empat primer yaitu UBC 873, OPG 17, OPP 03 dan OPQ 11 menghasilkan 100% pita polimorfis (Tabel 9). Koefisien kesamaan genetik berkisar antara paling tinggi 1.0 (antara 31892/ PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1) hingga paling
53
rendah 0.6 (antara 554-1/HS49-2) (Tabel 10) dengan rerata 0.9. Persentase polimorfisme paling rendah (0%) yaitu antara 3189-2/PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1; 2555-1/ PT3-1 dan paling tinggi (55.26%) yaitu antara 554-1/HS49-2 dengan rerata 15.87% (Tabel 11). Hubungan antara kesamaan genetik dan persentase polimorfisme sangat baik yang ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar -0,99. Nilai kesamaan genetik tertinggi dengan persentase polimorfisme terendah dan kebalikannya ditunjukkan antara genotip-genotip yang sama yaitu masing-masing antara aksesi 3189-2/ PT13-2; MT7-1/ PT15-1; PT3-1, 2555-1/ SP8-1 dan 2555-1/ PT3-1. Dari hasil evaluasi didapati adanya 2 pita unik yaitu dihasilkan oleh primer OPV 17 pada aksesi HS49-2 dan primer OPG 17 pada aksesi PT7-1 (Gambar 8 dan 9). Marka ISPJ1 tidak menunjukkan hasil amplifikasi sementara marka ISPJ2 mengasilkan pita amplifikasi pada semua aksesi dengan ukuran ± 1.000 bp.
Tabel 7 Primer RAPD dan ISSR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia Primer RAPD OPC 10 OPC 14 OPC 18 OPE 05 OPF 16 OPG 17 OPG 18 OPH 14 OPJ 15 OPK 01 OPK 12 OPP 03 OPP 09 OPQ 11 OPQ 19 OPT 14
Sekuen TGTCTGGGTG TGCGTGCTTG TGAGTGGGTG TCAGGGAGGT GGAGTACTGG ACGACCGACA GGCTCATGTG ACCAGGTTGG TGTAGCAGGG CATTCGAGCC TGGCCCTCAC GTGGTCCGCA GGAGTGCCTC TCTCCGCAAC CCCCCTATCA AATGCCGCAG
Primer OPU 10 OPU 19 OPV 08 OPV 14 OPV 17 OPW 17
Sekuen ACCTCGGCAC GTCAGTGCGG GGACGGCGTT AGATCCCGCC ACCGGCTTGT GTCCTGGGTT
ISSR UBC 810 UBC 812 UBC 834 UBC 847 UBC 880 UBC 816 UBC 891 UBC 866 UBC 873
(GA)8T (GA)8A (AG)8YT (CA)8RC G(GAGAG)2 (GA)2 CA(8)T HVH TG(7) (CTC)6 G(ACAG)3ACA
54
Tabel 8 Primer SCAR yang digunakan untuk evaluasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia No. 1.
Nama Primer ISPJ1-F ISPJ1-R ISPJ2-F ISPJ2-R
2.
Sekuen Primer GAGAGAGAGAGAGAGGTG GAGAGAGAGAGAGAAAACAAT GAGAGAGAGAGTTGGGTG AGAGAGAGAGAGCTAGAGAG
Pjg nukleotida 18 21 18 20
Ta (oC) 56 56 54 54
Analisis klaster UPGMA dengan koefisien kesamaan Dice menghasilkan dendrogram yang menggambarkan hubungan genetik antara semua aksesi yang diuji. Mengambil batas kesamaan genetik di atas 80%, dendrogram dapat dibagi hanya menjadi 2 klaster di mana satu klaster hanya terdiri satu aksesi yaitu HS 492 sedangkan klaster yang lainnya beranggotakan semua aksesi yang lain. Dendrogram juga tidak menunjukkan pengelompokan berdasarkan daerah asal (Gambar 10) dan daya hasil maupun umur berbunga (Lampiran 3 dan 4).
Tabel 9 Daftar primer RAPD dan ISSR yan teramplifikasi, jumlah produk amplifikasi, pita polimorf dan persentase polimorfisme Primer
Tipe
UBC 810 UBC 812 UBC 834 UBC 873 OPC 10 OPC 14 OPG 17 OPG 18 OPK 01 OPP 03 OPQ 11 OPV 17 Total
ISSR ISSR ISSR ISSR RAPD RAPD RAPD RAPD RAPD RAPD RAPD RAPD
Jml Pita 4 1 2 2 2 3 4 3 3 6 4 5 39
Pita Monomorf 1 1 2 0 1 1 0 2 1 0 0 1 10
Pita Polimorf 3 0 0 2 1 2 4 1 2 6 4 4 29
55
% Polimorfisme 75 0 0 100 50 66.67 100 33.33 66.67 100 100 80 74.36
Gambar 8 Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPV 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 7 (HS49-2)
Gambar 9 Elektroferogram hasil amplifikasi DNA pada 24 nomor koleksi jarak pagar (1-24) dengan primer OPG 17, M = marka DNA 1 Kb. Pita unik ditunjukkan pada aksesi no 15 (PT7-1)
575-3 NTB PT-33 LPG PT26-2 LPG LPG PT33-2 NTB IP-1A-2 PT13-2 LPG 3189-2 NTB 3012-3 NTB IP-M-3 JTM IP-1P-3 LPG SP6-3 SUL SP16-2 SUL 3012-1 NTB SP8-1 SUL PT3-1 LPG 2555-1 NTB PT15-1 LPG MT7-1 JTM PT18-1 LPG LPG PT7-1 NTB 554-1 PT14-1 LPG IP-1M-2 JTM HS49-2 NTT 0.68
0.76
0.84
0.92
1.00
Koefisien
Gambar 10 Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan primer RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Daerah asal NTB : NTB, LPG : Lampung, SUL : Sulawesi Selatan, JTM : Jawa Timur, NTT : NTT 56
PT33-2
PT7-1
554-1
3012-1
SP8-1
PT18-1
PT15-1
MT7-1
PT14-1
PT3-1
2555-1
1.00 0.68 0.68 0.73 0.68 0.68 0.69 0.69 0.68 0.60 0.64 0.67 0.62 0.68 0.68 0.76 0.67 0.67
SP16-2
1.00 0.69 0.82 0.92 0.96 0.92 0.92 0.93 0.93 0.91 0.87 0.90 0.89 0.85 0.87 0.87 0.81 0.89 0.89
3189-2
1.00 0.98 0.72 0.80 0.94 0.98 0.94 0.94 0.95 0.95 0.93 0.89 0.92 0.91 0.87 0.89 0.89 0.83 0.91 0.91
PT13-2
SP6-3
1.00 0.94 0.92 0.72 0.81 0.96 0.96 0.92 0.92 0.88 0.92 0.87 0.83 0.86 0.89 0.85 0.87 0.87 0.84 0.89 0.89
PT26-2
IP-1P-3
1.00 0.98 0.96 0.94 0.75 0.79 0.94 0.98 0.94 0.94 0.91 0.94 0.89 0.85 0.88 0.91 0.87 0.89 0.89 0.82 0.91 0.91
IP-1A-2
IP-M-3
1.00 0.96 0.94 0.96 0.94 0.71 0.83 0.98 0.98 0.98 0.98 0.94 0.98 0.89 0.89 0.91 0.95 0.91 0.93 0.93 0.82 0.95 0.95
IP-1M-2
3012-3
1.00 0.96 0.92 0.90 0.92 0.94 0.69 0.83 0.94 0.94 0.94 0.94 0.90 0.94 0.85 0.85 0.87 0.91 0.86 0.88 0.88 0.78 0.91 0.91
HS49-2
PT-33
575-3 PT-33 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 HS49-2 IP-1M-2 IP-1A-2 PT26-2 PT13-2 3189-2 SP16-2 PT33-2 PT7-1 554-1 3012-1 SP8-1 PT18-1 PT15-1 MT7-1 PT14-1 PT3-1 2555-1
575-3
Tabel 10 Koefisien kesamaan genetik menurut Dice pada 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR
1.00 0.85 0.82 0.81 0.81 0.82 0.82 0.72 0.76 0.83 0.82 0.78 0.84 0.84 0.77 0.82 0.82
1.00 0.96 0.96 0.96 0.92 0.96 0.87 0.87 0.89 0.93 0.88 0.91 0.91 0.84 0.93 0.93
1.00 0.96 0.96 0.93 0.96 0.91 0.87 0.90 0.93 0.89 0.91 0.91 0.84 0.93 0.93
1.00 1.00 0.92 0.96 0.87 0.87 0.89 0.93 0.88 0.91 0.91 0.80 0.93 0.93
1.00 0.92 0.96 0.87 0.87 0.89 0.93 0.88 0.91 0.91 0.80 0.93 0.93
1.00 0.96 0.91 0.91 0.93 0.93 0.89 0.95 0.95 0.81 0.93 0.93
1.00 0.91 0.91 0.93 0.96 0.93 0.95 0.95 0.84 0.96 0.96
1.00 0.89 0.88 0.88 0.84 0.86 0.86 0.79 0.88 0.88
1.00 0.92 0.91 0.87 0.89 0.89 0.79 0.91 0.91
1.00 0.97 0.93 0.95 0.95 0.85 0.97 0.97
1.00 0.96 0.98 0.98 0.88 1.00 1.00
1.00 0.95 0.95 0.84 0.96 0.96
1.00 1.00 0.86 0.98 0.98
1.00 0.86 0.98 0.98
1.00 0.88 0.88
1.00 1.00
1.00
57
PT-33 3012-3 IP-M-3 IP-1P-3 SP6-3 HS49-2 IP-1M-2 IP-1A-2 PT26-2 PT13-2 3189-2 SP16-2 PT33-2 PT7-1 554-1 3012-1 SP8-1 PT18-1 PT15-1 MT7-1 PT14-1 PT3-1 2555-1
PT3-1
PT14-1
MT7-1
PT15-1
PT18-1
SP8-1
3012-1
554-1
PT7-1
PT33-2
SP16-2
3189-2
PT13-2
PT26-2
IP-1A-2
IP-1M-2
HS49-2
SP6-3
IP-1P-3
IP-M-3
3012-3
PT-33
575-3
Tabel 11 Persentase polimorfisme 24 aksesi jarak pagar berdasarkan marka RAPD dan ISSR
5.26 10.53
5.26
10.53
7.89
2.63
10.53
5.26
5.26
7.89
7.89
7.89
7.89
10.53
2.63
42.11
39.47
34.21
36.84
39.47
42.11
15.79
21.05
26.32
23.68
26.32
23.68
39.47
7.89
2.63
7.89
5.26
2.63
10.53
42.11
18.42
7.89
2.63
2.63
5.26
2.63
5.26
36.84
23.68
7.89
7.89
2.63
7.89
10.53
7.89
10.53
42.11
23.68
5.26
7.89
2.63
7.89
10.53
7.89
10.53
42.11
23.68
5.26
5.26
0,00
13.16
7.89
13.16
15.79
7.89
10.53
42.11
23.68
10.53
10.53
10.53
7.89
2.63
7.89
10.53
7.89
10.53
42.11
23.68
5.26
5.26
5.26
5.26
5.26
21.05
15.79
15.79
18.42
10.53
13.16
44.74
34.21
18.42
13.16
18.42
18.42
13.16
18.42
15.79
21.05
23.68
15.79
18.42
55.26
31.58
18.42
18.42
18.42
18.42
13.16
10.53
15.79
15.79
13.16
18.42
21.05
13.16
15.79
50,00
23.68
15.79
15.79
15.79
13.16
10.53
10.53
15.79
13.16
7.89
13.16
15.79
13.16
15.79
47.37
23.68
10.53
10.53
10.53
10.53
10.53
5.26
18.42
13.16
5.26
18.42
13.16
18.42
21.05
18.42
21.05
52.63
28.95
15.79
15.79
15.79
15.79
15.79
10.53
23.68
18.42
10.53
13.16
10.53
15.79
18.42
15.79
18.42
44.74
21.05
10.53
13.16
13.16
13.16
7.89
7.89
21.05
15.79
7.89
2.63
7.89
15.79
10.53
15.79
18.42
13.16
18.42
44.74
21.05
10.53
13.16
10.53
13.16
7.89
7.89
21.05
15.79
7.89
2.63
7.89
0,00
31.58
26.32
26.32
23.68
26.32
26.32
34.21
31.58
23.68
23.68
28.95
28.95
28.95
23.68
31.58
31.58
21.05
18.42
23.68
21.05
21.05
13.16
7.89
13.16
15.79
13.16
15.79
47.37
23.68
10.53
10.53
10.53
10.53
10.53
5.26
18.42
13.16
7.89
0,00
5.26
2.63
2.63
18.42
15.79
7.89
13.16
15.79
13.16
15.79
47.37
23.68
10.53
10.53
10.53
10.53
10.53
5.26
18.42
13.16
5.26
0,00
5.26
2.63
2.63
18.42
5.26
58
10.53 13.16 13.16 5.26
0,00
Pembahasan
Hasil penelitian mengenai keragaman genetik menggunakan marka molekuler pada jarak pagar telah dilakukan oleh banyak peneliti dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa peneliti menyebutkan keragaman yang cukup tinggi tetapi ada yang menyebutkan keragaman yang sangat rendah. Marka SSR biasanya menghasilkan tingkat polimorfisme yang tinggi karena mempunyai sifat kelimpahan yang tinggi, hypervariabe dan penyebaran yang merata pada genom. Berkebalikan dengan marka RAPD yang tidak memerlukan informasi sekuen DNA untuk pengembangannya, kelemahan marka SSR adalah perlunya informasi sekuen dari spesies di mana marka akan dikembangkan. Kegiatan pengembangan primer SSR dengan isolasi sekuen DNA secara de novo akan memakan banyak waktu dan biaya. Pada studi ini marka SSR dikembangkan dari aksesi-aksesi sekuen DNA jarak pagar yang telah tersedia pada basis data dan dapat diakses oleh siapa saja dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/, sehingga biaya penelitian dapat dijangkau. Dua puluh delapan pasang primer telah didapatkan dan digunakan untuk evaluasi keragaman genetik pada penelitian ini. Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang menyerbuk silang yang biasanya memiliki konstitusi genetik heterosigot Berdasarkan hasil evaluasi, pasangan primer spesifik SSR yang didesain dalam penelitian ini monomorfik dan homosigot untuk semua aksesi tanaman jarak pagar yang diuji. Kenyataan bahwa hasil evaluasi menunjukkan homosigositas tinggi dapat diterima mengingat bahwa selain menyerbuk silang jarak pagar juga mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk menyerbuk sendiri (Hartati, 2007). Hasil serupa didapatkan pada plasma nutfah di Brazil (Rosado et al., 2010), Cina (Sun et al., 2008) dan di India (Basha et al., 2009) dan beberapa aksesi dari seluruh dunia (Sato et al., 2010). Rendahnya tingkat polimorfisme menggunakan pasangan primer yang dikembangkan dapat menjadi indikator (i) sekuen DNA yang digunakan untuk desain primer adalah DNA sitoplasmik (ii) tingginya tingkat konservasi bagian genom yang digunakan untuk mendisain primer atau (iii) rendahnya tingkat keragaman genetik tanaman yang diuji. Mengingat bahwa DNA templat dapat
59
berupa DNA genom ataupun DNA sitoplasmik maka kemungkinan pertama dapat terjadi. Berdasarkan evaluasi terhadap sekuen DNA yang digunakan untuk desain primer diketahui bahwa semua aksesi merupakan DNA genomik dan bukan sitoplasmik sehingga kemungkinan pertama telah dieliminasi.
Kemungkinan
kedua tidak dapat dikonfirmasi lebih lanjut karena tidak tersedia data pendukung dari aksesi-aksesi DNA yang digunakan untuk menjelaskan hal tersebut. Kemungkinan ketiga lebih dapat diterima mengingat marka SSR yang memiliki tingkat
kemampuan
untuk
membedakan
genotip
yang
sangat
tinggi
(hypervariable). Dua puluh delapan primer adalah jumlah yang cukup memadai untuk mendapatkan primer yang mampu membedakan antar genotip. Percobaan dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan rendahnya keragaman yang disebabkan oleh faktor primer. Sepuluh pasang primer SSR lain yang dikembangkan dari genom
M. esculenta dan telah terbukti dapat
membedakan genotip jarak pagar di Cina (Wen et al., 2010) digunakan untuk mengevaluasi 24 aksesi yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil percobaan menunjukkan tidak ditemukan polimorfisme pada aksesi koleksi. Berdasarkan hasil percobaan ini maka peluang rendahnya keragaman karena faktor primer telah diminimalisir. Keragaman rendah pada populasi jarak pagar telah dilaporkan oleh beberapa peneliti menggunakan marka SSR. Sun et al. (2008) menggunakan 17 pasang primer SSR untuk mengevaluasi keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar di Cina. Hasil evaluasi menunjukkan tidak ada satupun primer yang polimorf. Rosado et al. (2010) menggunakan 6 pasang primer SSR terpilih yang mempunyai PIC (Polymorphism Information Content) tinggi yang dikembangkan oleh Sudheer et al. (2009) untuk mengevaluasi 192 aksesi plasma nutfah jarak pagar dari seluruh Brazil. Hasil evaluasi menunjukkan hanya satu primer diduga polimorf. Sun et al. (2008) menggunakan materi genetik berupa populasi tanaman dari biji yang dihasilkan tanaman hasil koleksi dari berbagai daerah yang ditanam bersama dan menyerbuk terbuka. Zhang et al. (2011) menduga bahwa rendahnya keragaman plasma nutfah yang diteliti Sun et al. (2008) disebabkan oleh populasi yang digunakan mempunyai basis genetik yang sama. Karakteristik bunga jarak pagar sangat memungkinkan terjadinya penyerbukan silang dalam populasi
60
sehingga generasi berikut yang dihasilkannya sangat mungkin mempunyai basis genetik yang sama. Populasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai metode sampling yang sama dengan yang dilakukan oleh Sun et al. (2008). Percobaan dilakukan untuk mengklarifikasi dugaan rendahnya keragaman karena faktor ini yaitu dengan menguji sampel DNA lain dari 6 aksesi di luar 24 aksesi yang diuji. Enam aksesi tambahan ini merupakan hasil koleksi dari 5 daerah di Indonesia yang sangat berjauhan sehingga sama sekali tidak ada peluang basis genetik yang sama karena faktor penyerbukan. Hasil percobaan menunjukkan tidak dijumpai polimorfisme pada 6 aksesi tersebut. Hasil penelitian terbaru yang dijumpai memperkuat dugaan rendahnya keragaman genetik plasma nutfah jarak pagar Indonesia. Sato et al. (2010) menggunakan marka SSR terpilih yang didesain berdasarkan sekuen lengkap jarak pagar. Evaluasi keragaman genetik terhadap 12 plasma nutfah jarak pagar dari berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Tengah dilakukan menggunakan 100 primer berhasil didesain. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa keragaman genetik antara aksesi-aksesi dari Afrika dan Asia (termasuk dari Indonesia) rendah tetapi cukup jauh bila dibandingkan dengan aksesi-aksesi dari Amerika Tengah. Hampir sejalan dengan hasil yang diperoleh menggunakan marka SSR, primer-primer RAPD dan ISSR juga menunjukkan keragaman yang rendah (persentase polimorfisme 15.87%) pada plasma nutfah jarak pagar yang diuji. Berdasarkan dendrogram yang terbetuk, dengan tingkat kesamaan di atas 80 % hanya terbentuk 2 klaster. Klaster pertaman hanya terdiri dari satu aksesi yaitu HS49-2 yang berasal dari Ende, Nusa Tenggara Timur dan klaster kedua beranggotakan aksesi-aksesi yang lain. Tidak didapatkan korelasi antara pengelompokan berdasar marka molekuler dengan pengelompokan berdasar asal daerah aksesi (Gambar 10) dan dengan daya hasil ataupun umur berbunga (Lampiran 3 dan 4). Sunil et al. (2011) telah mengkorelasikan antara marka RAPD dan ISSR dengan beberapa karakter fenotipik dan memperoleh hasil serupa yaitu tidak didapatkan hubungan yang jelas antara marka molekuler dan marka fenotipik.
61
Beberapa peneliti mengemukakan hipotesis tentang penyebaran jarak pagar dari pusat penyebarannya di Meksiko dan Amerika Selatan. Heller (1996) menyebutkan kemungkinan jarak pagar dibawa oleh penjelajah Potugis melalui Pulau Cape Verde dan Guinea Bissau menuju Afrika dan Asia. Zhang et al. (2011) dan Sun et al. (2008) menduga bahwa jarak pagar di Cina tersebar dari India sebagai wilayah yang lebih dahulu didatangi melalui Asia Tenggara oleh penjelajah Portugis. Berdasarkan asumsi tersebut maka jarak pagar Indonesia kemungkinan berasal dari India. Hasil mengejutkan diperoleh dari evaluasi yang dilakukan menggunakan marka SCAR karena ternyata semua aksesi yang diuji tergolong dalam jarak pagar tipe Meksiko yang tidak beracun. Kebenaran dari hasil penggolongan ini perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan analisis kimia untuk mengetahui kandungan phorbol ester yang merupakan komponen yang bertanggung jawab pada sifat beracun jarak pagar. Hasil analisis dengan marka SCAR juga menguatkan dugaan sempitnya keragaman genetik jarak pagar yang diteliti mengingat hasil yang diperoleh seragam. Jika hasil ini benar maka asal jarak pagar yang ada di Indonesia kemungkinan tidak berasal dari India. Sempitnya keragaman genetik yang ada di Indonesia kemungkinan disebabkan oleh sedikitnya materi introduksi serta mudahnya perbanyakan dengan cara vegetatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Basha dan Sujatha (2007), Sun et al. (2008) dan Zhang et al. (2011) tentang sempitnya keragaman genetik jarak pagar di India dan Cina. Diperkirakan penjelajah Portugis baru tiba di Asia sekitar 5 abad yang lalu. Jangka waktu tersebut dinilai belum cukup panjang untuk menimbulkan keragaman genetik baru dengan materi introduksi yang terbatas (Zhang et al. (2011). Keragaman tinggi dengan pengamatan morfologis pada jarak pagar ternyata tidak diiringi dengan tingginya keragaman yang diamati menggunakan marka molekuler. Pada materi yang sama dengan materi yang digunakan pada penelitian ini Hartati et al. (2009) mencatat variasi yang sangat tinggi pada karakter umur berbunga dan produksi (Tabel 4). Dua karakter ini meskipun diamati secara secara fenotipik tetapi pada jarak pagar cukup merepresentasikan genotip. Tidak berkorelasinya keragaman morfologi dengan keragaman berbasis marka molekuler dapat difahami apabila sampel pengujian diambil secara
62
langsung dari daerah dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Berkaitan dengan hal ini Hasnam (2006) menyatakan bahwa variasi di Indonesia mungkin hanya disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu. Sebuah penelitian telah dilakukan untuk mencoba menjawab fenomena ketidakterkaitan antara keragaman molekuler dengan keragaman morfologis (Yi et al., 2010). Populasi jarak pagar yang berasal dari berbagai negara telah ditanam pada lingkungan yang sama sedikitnya selama 2 tahun dan menunjukkan keragaman morfologi tinggi sedangkan keragaman molekulernya rendah. Diduga fenomena epigenetik menjadi pemicu terjadinya keragaman fenotip ini karena ditemukan adanya keragaman dan pewarisan epigenetik dari populasi yang diteliti. Berbeda dengan hasil penelitian yang telah diperoleh, penelitian sejenis menggunakan marka RAPD pada aksesi-aksesi lain dari Indonesia (Susantidiana et al., 2009; Surahman et al., 2009) mendapatkan nilai keragaman yang cukup tinggi. Hal menarik yang didapatkan adalah kenyataan bahwa tidak ditemukan korelasi antara pengelompokan berdasarkan marka molekuler dengan daerah asal aksesi, sama dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Bagaimanapun kemungkinan bahwa plasma nutfah jarak pagar mempunyai keragaman genetik tetap ada. Konfirmasi dapat dilakukan dengan persilangan antar tetua yang dipilih berdasarkan informasi keragaman genetik yang telah ada dan evaluasi genetik terhadap keturunannya. Pekerjaan ini bukanlah sesuatu yang sia-sia karena bagaimanapun kegiatan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas berdaya hasil tinggi harus tetap dilakukan. Menggunakan hasil evaluasi ini apabila populasi koleksi yang diuji akan dimanfaatkan untuk tetua dalam program pemuliaan maka genotip yang disarankan untuk dijadikan tetua adalah HS49-2 (daya hasil tinggi) di satu pihak dengan genotip yang berdaya hasil tinggi lain (sesuai kriteria yang dikemukakan Hartati et al., 2009). Pita unik yang dihasilkan individu HS49-2 dengan primer OPV 17 dapat dimanfaatkan untuk identifikasi F 1 hasil persilangan dengan tetua HS49-2. Varietas yang dikembangkan dapat berupa varietas hibrida dengan memanfaatkan heterosis pada tanaman.
63
Basis genetik yang tidak terlalu luas kemungkinan menyebabkan kemajuan yang diperoleh dari kultivar baru tidak terlalu banyak. Usaha untuk mengidentifikasi keragaman genetik dapat diperluas dengan menambah jenis marka molekuler dan memperbanyak materi genetik. Bagaimanapun penelitian ini merupakan satu dari sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk mengevaluasi keragaman genetik jarak pagar Indonesia dengan marka molekuler. Usaha perbaikan genetik ini dapat diiringi dengan usaha-usaha lain terutama yang berkaitan dengan peningkatakan keragaman genetik misalnya dengan introduksi, mutasi atau dengan persilangan interspesies.
Kesimpulan
Berdasarkan marka SSR tidak ditemukan adanya keragaman genetik pada koleksi plasma nutfah jarak pagar yang diteliti. Berdasarkan marka RAPD dan ISSR keragaman jarak pagar yang diteliti tergolong rendah dengan nilai persentase polimorfisme 15.87%. Pada tingkat kesamaan di atas 80% hanya ada 2 klaster terbentuk, 1 klaster terdiri atas 1 aksesi (HS49-2) dan klaster kedua beranggotakan semua aksesi lainnya. Semua aksesi jarak pagar yang diuji berdasarkan marka SCAR masuk dalam tipe Meksiko.
Daftar Pustaka
Basha SD, Sujatha M. 2007. Inter and intra-population variability of Jatropha curcas L. characterized by RAPD and ISSR markers and development of population-specific SCAR markers. Euphytica 156:375–386 Basha SD, Francis G, Makkar HPS, Becker K, Sujatha M. 2009. A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Science 176:812–823 Cai Y, Sun D, Wu G, Peng J. 2010. ISSR-based genetic diversity of Jatropha curcas germplasm in China. Biomass and Bioenergy 34(12):1739-1750 Ginwal HS, Rawati PS, Srivastava RL. 2004. Seed source variation in growth performance and oil yield of Jatropha curcas Linn. Central India Silvae Genetica 53(4):186-192
64
Hartati RS. 2007. Jarak pagar, menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri? Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 2(10):1 Hartati RS. 2008. Variasi tanaman jarak pagar dari satu sumber benih satu genotipa. Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(1):1 Hartati S, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. Jurnal Littri 15(4):152-161 Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Hintum TJL van, Treuren R van. 2002. Molecular markers: tools to improve genebank efficiency. Cellular & Molecular Biology Letters 7: 737-744 Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S. 2007. Genetic Variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accession. Biomass and Bioenergy 31(7):497-502 Kumar RV, Yogendra K, Tripathi, Izhaki I, Yadav VP, Ahlawat SP. 2008. Intraspecific variation and interrelationships between morphology, nutritional content and enzymatic activity of Jatropha curcas L. Current Science 95 (2) : 239 -243 Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of diferent provenances of Jatropha curcas. J. Agric. Food Chem. 45:3152-3157 Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji. 2007. Uji daya hasil beberapa genotipa terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Nasional Jarak Pagar II, Bogor, 29 Nop 2006. Montes L R et al. 2008. Global evaluation of genetic variability in Jatropha curcas. In: Wageningen University Plant Breeding Reseach Day, 17 Juni 2008. Wageningen Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl Acad Sci USA 76:5269-5273 Ou WJ, Wang WQ, Li KM. 2009. Molecular genetic diversity analysis of 120 accessions Jatropha curcas L. germplasm. Chinese Journal of Tropical Crops. 30:287-292 Popluechai S et al. 2009. Narrow genetic and apparent phenetic diversity in Jatropha curcas: initial success with generating low phorbol ester interspecific hybrids. Nature precedings. Pre-publication research and preliminary findings. http://precedings.nature.com/documents/2782/ version/1 [25 Januari 2009] Rafalski JA, Tingey SV. 1993. Genetic diagnostics in plant breeding: RAPDs, microsatellites and machines. Trends. Genet. 9:275-280 65
Ranade SA, Srivastava AP, Rana TS, Srivastava J, Tuli R. 2008. Easy assessment of diversity in Jatropha curcas L. plants using two single-primer amplification reaction (SPAR) methods. Biomass and Bioenergy 32(6):533-540 Röder MS et al. 1995. Abundance, variability and chromosomal location of microsatellites in wheat. Mol. Gen. Genet. 246:327-333 Rohlf FJ. 1998. NTSYSPCpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0 User Guide. Applied Biostatistics Inc., 3 Heritage Lane, Setauket, New York Rosado TB et al. 2010. Molecular marker reveal limited genetic diversity in a large gerplasm collection of the biofuel crop Jatropha curcas L. in Brazil. Crop Science 50:2372-2382 Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, New York, USA Sato S et al. 2011. Sequence analysis of the genome of an oil-bearing tree, Jatropha curcas L. DNA Research 18:65–76 Sudarmo H, Heliyanto B, Suwarso dan Sudarmaji. 2007. Aksesi potensial jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Nasional Jarak Pagar II, Bogor, 29 Nop 2006 Sudheer PDVN, Meenakshi, Sarkar R, Boricha G, Reddy MP, 2009. A symplified method for extraction of high quality genomic DNA from Jatropha curcas for genetic diversity and molecular marker studies. Indian Journal of Biotechnology 8:187-192 Sun QB, Li LF, Li Y, Wu GJ, Ge XJ. 2008. SSR and AFLP markers reveal low genetic diversity in the biofuel plant Jatropha curcas in China. Crop Sci. 48:1865-1871 Sunil N et al. 2011. Correlating the phenotypic and molecular diversity in Jatropha curcas L. Biomass and bioenery 35:1085-1096 Surwenshi A, Kumar V, Shanwad UK, Jalageri BR. 2011. Critical review of diversity in Jatropha curcas for crop improvement: A candidate biodiesel crop. Research Journal of Agricultural Sciences 2(2):193-198 Tatikonda L et al. 2009. AFLP-based molecular characterization of an elite gerplasm collection of Jatropha curcas L., a biofuel plant . Plant Science 176: 505 - 513 Wen M et al. 2010. Development of EST-SSR and genomic-SSR markers to assess genetic diversity in Jatropha curcas L. BMC Research Notes 3(42):1-8. http://www.biomedcentral.com/1756-0500/3/42 [5 April 2010]
66
Yap IV, Nelson RJ. 1996. WINBOOT a program for performing bootstrap analysis of binary data to determine the confidence limits of UPGMAbased dendrograms. In: IRRI Disc. Pap. Ser. 14. International Rice Research Institute, Manila, Philippines Yi C, Zhang S, Liu X, Bui HTN, Hong Y. 2010. Does epigenetic polymorphism contribute to phenotypic variances in Jatropha curcas L. BMC Plant Biology 10: 259 Zhang Z, Guo X, Liu B, Tang L, Chen F. 2011. Genetic diversity and genetic relationship of Jatropha curcas between China and Southeast Asian revealed by amplified fragment length polymorphisms. African Journal of Biotechnology 10(15):2825-2832
67
BAB V AMPLIFIKASI LINTAS SPESIES MARKA SSR JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DALAM GENUS: POLIMORFISME ALEL DAN DERAJAT HUBUNGAN Abstrak Marka SSR mempunyai sifat transferable sehingga dapat digunakan untuk mengakses keragaman genetik spesies lain di luar spesies di mana marka tersebut dikembangkan. Di Indonesia ada empat kerabat dekat Jatropha curcas yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber keragaman baru melalui persilangan insterspesies. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan amplifikasi lintas spesies marka SSR yang telah dikembangkan dari J. curcas kepada spesies kerabatnya (J. integerrima, J. multifida, J. gossypifolia, J. podagrica) dan mengetahui derajat hubungan antara spesies-spesies tersebut. Dari 28 primer yang digunakan 11 primer dapat diamplifikasi pada semua spesies yang diuji. Pasangan primer EU099519, EU099528 dan EU099525 tidak dapat diamplifikasi kecuali pada J. curcas. Persentase polimorfisme keseluruhan di antara semua spesies yang diuji adalah 95% dengan rerata kesamaan genetik sebesar 0.34. Persentase polimorfisme paling
rendah (17.35) dengan kesamaan genetik paling tinggi (0.60) didapatkan antara J. podagrica vs J. multifida. Korelasi antara persentase polimorfisme dengan kesamaan genetik cukup baik yaitu bernilai 0.75. Analisis dendrogram menunjukkan bahwa jarak paling jauh ditemukan antara J. curcas dengan J. gossypifolia dan jarak paling dekat ditemukan antara J. podagrica dan J. multifida. Marka yang digunakan dapat diandalkan untuk membedakan antar spesies dan dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan interspesifik secara molekuler.
Kata kunci : spesies kerabat, J. integerrima Jacq., jarak genetik 68
Cross-Species Amplification of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Simple Sequence Repeats (SSRs) Within the Genus: Allelic Polymorphism and Degree of Relationship
Abstract The transferability of SSR markers can be used to access the genetic diversity of other related species in which the markers were developed. In Indonesia there are four close relatives of Jatropha curcas which has potential to be used as a source of new diversity through insterspecific crossing. This research was conducted to determine the ability of cross-species amplification of SSR markers developed from J. curcas to the relatives of species (J. integerrima, J. multifida, J. gossypifolia, J. podagrica) and study the relationship between these species. Out of 28 primers checked 11 primers showed cross species amplification in all the species tested. Primer pairs EU099519, EU099528 EU099525 amplified in J. curcas but did not show cross species amplification. Overall percentage of polymorphism (PP) among all species tested was 95% and the mean genetic similarity (GS) was found to be 0.34. Least PP (17.35) and highest GS (0.60) was found between J. podagrica and J. multifida. The correlation between the PP with GS was good enough (0.75). Dendrogram analysis showed that the farthest distance was found between J. curcas and J. gossypifolia and the closest distance found between J. podagrica and J. multifida. SSR markers used in this study reliable to distinguish between species and can be used to identify the interspecific hybrid based on molecular marker.
Keywords: relative species, Jatropha integerrima Jacq., genetic distance
69
Pendahuluan
Pada studi genom modern, marka molekuler berbasis DNA menjadi alat yang efektif yang dapat diaplikasikan untuk pemetaan genom, analisis sidik jari DNA, analisis keragaman genetik serta studi filogeni dan evolusi (Semagn et al., 2006). Di antara beberapa kelas marka molekuler, marka SSR adalah marka molekuler yang menguntungkan karena bersifat kodominan, multi alel, bersifat reproducible, relatif berlimpah dan memiliki cakupan luas dalam genom serta mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk dapat ditransfer ke lain spesies atau genus (transferable) (Gupta et al., 1999; Varsney et al., 2005). Pengembangkan marka SSR berdasarkan genom J. curcas telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Sudheer et al., 2011; Yadav et al., 2011; Sun et al., 2008; Zubieta et al. 2009) dan telah dimanfaatkan untuk evaluasi keragaman genetik jarak pagar. Marka SSR tersebut selain sangat berguna untuk diaplikasikan dalam studi genetik jarak pagar dapat juga diaplikasikan untuk studi genetik pada taksa yang berbeda (Sudheer et al., 2011; Yadav et al., 2011; Rossetto et al., 1999; Barbara et al., 2007). Pemanfaatan marka yang sudah dikembangkan untuk mengakses informasi genetik spesies lain akan menghemat waktu dan biaya dalam studi genetik spesies yang bersangkutan. Jatropha adalah sebuah genus besar yang mempunyai keragaman dalam bentuk pertumbuhan serta merupakan tanaman monoecious atau dioecious yang menarik. Terdiri dari 150-175 spesies tanaman berkayu atau semak yang biasanya tumbuh di daerah tropis (Dehgan, 1982). Jatropha terbagi dalam dua subgenus yaitu subgenus Jatropha dan subgenus Curcas (Dehgan dan Webster, 1979 dalam Heller, 1996). J. curcas menjadi tanaman penting sebagai penghasil biodiesel karena kandungan minyak bijinya tinggi (Heller, 1996). Beberapa studi berbasis marka molekuler telah dilakukan untuk mengakses keragaman genetik J. curcas (Ganesh et al., 2008; Basha dan Sujatha, 2007; Basha dan Sujatha, 2009, Ikbal et al., 2010; Jubera et al., 2009; Rosado et al., 2010 dengan RAPD; Ranade et al., 2008 dengan SPAR; Sun et al., 2008 dengan SSR dan AFLP; Tatikonda et al. 2009; Zhang et al., 2011 dengan AFLP; Basha dan Sujatha, 2007; Basha dan Sujatha, 2009 dengan ISSR). Semua studi yang telah dilakukan tersebut di atas
70
dan studi yang telah dilakukan sebelumnya terhadap plasma nutfah J. curcas Indonesia menunjukan tingkat keragaman genetik yang rendah. Diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan keragaman genetik pada J. curcas sehingga program pemuliaan J. curcas dapat dilakukan dengan lebih optimal. Peningkatan keragaman genetik dapat ditempuh melalui persilangan interspesies dengan spesies-spesies kerabatnya. Informasi genetik spesies kerabat J. curcas perlu dipelajari untuk dapat melakukan persilangan interspesies yang terencana dan mendapatkan hasil optimal. Informasi genetik kerabat J. curcas dapat diakses dengan memanfaatkan marka SSR yang telah dikembangkan pada J. curcas. Beberapa studi telah dilakukan dalam memanfaatkan sifat transferability marka SSR untuk mengakses keragaman genetik J. curcas dan kerabatnya dalam genus Jatropa (Yadav et al., 2011; Sudheer et al., 2011; Whankaew et al., 2011; Wen et al., 2010) dan terbukti bermanfaat. Di Indonesia dan Thailand ada lima spesies Jatropha yang dijumpai yaitu: J. curcas L. dan J. gossypifolia L. yang digunakan sebagai tanaman obat serta J. integerrima Jacq., J. multifida L. and J. podagrica Hook. digunakan sebagai tanaman hias (Hasnam, 2006b; Soontornchainaksaeng dan Jenjittikul, 2003). J multifida, J. podagrica, J. gossypifolia dan J. integerrima termasuk dalam subgenus Jatropha sedangkan J. curcas masuk dalam subgenus Curcas (Dehgan, 1982). J. curcas, J. glandulifera, J. gossipifolia, J. integerrima, J. multifida , J. multifida, J. podagrica dan J. tanjorensis tersebar luas di India. J. curcas, J. integerrima dan J. glanduifera asli dari Amerika (Sunita et al., 2005). J. podagrica adalah tanaman semak yang multiguna yang umum ditemukan di Afrika, Asia dan Amerika Latin (Olapeju et al., 2008). J. tanjorensis dilaporkan asli dari India dan hanya ada di wilayah yang terbatas di Tamil Nadu umumnya ditanam sebagai pagar dan dilaporkan sebagai hasil persilangan alami antara J. curcas L. dan J. gossypifolia L. (Pabakaran dan Sujatha, 1999). J. gossypifolia sering disebut dengan bellyache bush merupakan gulma utama di Australia (Oduola et al., 2005; Csurhes, 1999). J. multifida ditemukan secara alami di Meksiko dan digunakan sebagai tanaman taman di Florida Selatan (Dehgan, 1982).
71
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kemampuan marka SSR yang didapatkan dari J. curcas untuk dapat diamplifikasi pada spesies kerabat J. curcas yaitu J. multifida, J. integerrima (bunga merah dan merah muda), J. podagrica dan J. gossypifolia serta untuk mengetahui derajat hubungan antara spesiesspesies Jatropha.
Bahan dan Metode
Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari bulan Nopember 2009 sampai dengan bulan April 2010. Bahan tanaman untuk percobaan semua berasal dari Bogor yang terdiri dari lima spesies Jatropha yaitu J. curcas L., J. multifida L. J. intergerrima Jack. (bunga merah dan bunga merah muda), J. gossypifolia L. dan J. podagrica Hook (Lampiran 5) yang masing-masing berjumlah 2 tanaman. Beberapa karakter morfologi spesies-spesies ini dapat dilihat pada lampiran 5. Marka yang digunakan adalah 28 pasang marka SSR yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode ekstraksi DNA jarak pagar yang digunakan pada penelitian sebelumnya (Sudheer et al. (2009). Sebanyak 0.1 g daun muda berukuran ± 3 cm) dari tanaman yang tumbuh di lapangan, digerus dengan 500 µL buffer ekstraksi (CTAB 2%, 100 mM Tris HCl pH 8, 3.5 M NaCl, 0.5 M EDTA) dan 1% polyvinylpolypyrolydone (PVP). Ekstrak daun kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro berukuran 2.000 µL, ditambahkan 1.5% βmerkaptoetanol dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 90 menit. Setelah inkubasi ditambahkan kloroform:isoamil alkohol (24:1) dengan volume sebanding dan dikocok perlahan selama 10 menit. Campuran disentrifugasi 8.000 rpm selama 8 menit pada suhu ruang. Fase cair bagian atas dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 2M NaCl dengan volume sebanding. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan isopropanol
72
sebanyak 0.6 kali volume akhir dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Alkohol 80% sebanyak 2 x dari volume akhir ditambahkan pada campuran tersebut dan campuran diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya campuran disentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Pelet dicuci dengan alkohol 70% kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada 200 µL buffer TE. Kuantifikasi DNA dilakukan dengan spektrofotometer maupun dengan running pada gel agarosa. Amplifikasi DNA dan separasi hasil amplifikasi Volume reaksi amplifikasi PCR yang digunakan adalah 25 µL, masingmasing terdiri atas 1X buffer reaksi, 0.1 µM dNTPs, 1 unit Real Taq DNA Polymerase (Real Biotech Corporation) dan 20 ng templat DNA. Reaksi amplifikasi PCR dilakukan menggunakan GeneAmp PCR System 2400 (Perkin Elmer) dengan denaturasi awal pada 95oC selama 5 menit; diikuti dengan 35 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas tahapan denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, penempelan primer (primer annealing) pada suhu yang sesuai untuk masing-masing primer selama 1 menit, pemanjangan primer (primer elongation) pada suhu 72oC selama 1 menit. Pada akhir reaksi ditambahkan satu siklus final extension dengan suhu 72oC selama 5 menit. DNA hasil amplifikasi diseparasi dengan PAGE (40% akrilamide/bisakrilamid, 10% amonium persulfat, 5X buffer TBE, urea dan TEMED) pada Dedicated Height Sequencer (Cole-Parmer) menggunakan buffer TBE 1X pada tegangan konstan 1.100 V selama 3 jam. Volume hasil PCR yang dianalisis adalah 1.8 µL dengan 60 sampel per gel. Hasil PAGE divisualisasi dengan pewarnaan menggunakan pewarnaan perak (silver staining).
Analisis data Skoring pita DNA hasil amplifikasi dilakukan secara individual dan dianalisis statistik sehingga mendapatkan nilai kesamaan genetik (genetic similarity) sesuai dengan Nei dan Li (1979) dengan definisi sebagai berikut Sij = 2a/(2a+b+c), di mana Sij adalah kesamaan genetik antara 2 individu i dan j, a adalah jumlah pita yang muncul di i maupun j, b adalah jumlah pita yang muncul di i tetapi tidak muncul di j dan c adalah jumlah pita yang tidak muncul di i tetapi 73
muncul di j. Persentase polimorfisme (PP) dihitung dengan formula PP = jumlah total lokus polimorf/jumlah total lokus dikalikan 100. Pohon filogenetik dibuat berdasarkan Unweight Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) dengan bantuan perangkat lunak NTSYSpc 2.02 (Rohlf, 1998). Analisis boostrap antar lokus dengan mengambil ulangan 2000 dilakukan dengan program Winboot (Yap dan Nelson, 1996). Persentase transferability dihitung dengan membandingkan marka yang dapat diamplifikasi pada satu spesies dengan keseluruhan marka yang digunakan dikalikan 100%.
Hasil
Dua puluh delapan primer yang digunakan dalam percobaan ini adalah primer terpilih yang yang dikembangkan berdasarkan basis data DNA J. curcas dan telah terbukti dapat teramplifikasi pada templat DNA jarak pagar. Primerprimer digunakan untuk menguji kemampuan amplifikasi lintas spesies pada 4 spesies yaitu J. multifida, J. podagrica, J. gossypifolia dan J. integerrima (bunga merah muda dan bunga merah) (Tabel 12, Lampiran 5). Dari 28 primer yang digunakan, 11 primer (39.3%) dapat teramplifikasi pada semua (4) spesies lain, 8 primer (28.57%) hanya teramplifikasi pada 3 spesies lain dan masing-masing 3 primer (10.71%) yang teramplifikasi pada 2, dan 1
spesies lain. Tiga primer sisanya (EU099519, EU099528, EU099525)
(10.71%) tidak
dapat teramplifikasi pada genom spesies lain. Rerata jumlah
primer yang dapat diamplifikasi oleh masing-masing spesies adalah 18.2 (65%).
Tabel 12 Daftar lima spesies Jatropha yang digunakan untuk penelitian Jml kromosom1) Jatropha curcas L. 2n = 22 Jatropha multifida L. 2n = 22 Jatropha podagrica L. 2n = 22 Jatropha gossypiifolia Hook 2n = 22 Jatropha integerrima Jacq. 2n = 22
Spesies
Pusat keragaman Meksiko, Amerika tengah2)* Barbados 3)* Panama, Honduras, Guatemala3)* Amerika Selatan3) Persilangan alam kompleks, dari Kuba 3)
Keterangan: 1) Soontornchainaksaeng dan Jenjittikul, 2003; 2) Heller, 1996; 3) Dehgan, 1982; * belum jelas
74
Satu primer (EU586346) menghasilkan pita monomorf pada semua spesies yang diuji.
Persentase kemampuan amplifikasi lintas spesies terbesar
ditemukan pada J. podagrica (75.00%) dan terrendah pada J. multifida (57.14%) (Tabel 13; Gambar 11). Jumlah total alel yang didapatkan dari 12 individu (termasuk J. curcas) menggunakan 28 primer SSR adalah 98 alel. Jumlah alel per lokus bervariasi antara 1 sampai 8 dengan rata-rata jumlah alel 3.5.
Tabel 13 Data hasil amplifikasi 28 marka SSR menggunakan templat DNA dari 5 spesies Jatropha yang berbeda Marka EU586348 EU586340 EU586346 EU586347 EU586343 EU586344 EU586345 EF612741 EF612739 EU099518 EU099519 EU099520 EU099521 EU099522 EU099523 EU099524 EU099525 EU099526 EU099527 EU099528 EU099529 EU099530 EU099531 EU099533 AF469003 EU586351 EU586349 EU099534 TA (%) Jumlah alel
Spesies JM + + + + + + + + + + + + + + + + 57.14 21
JIM + + + + + + + + + + + + + + + + + + 64.29 27
JIP + + + + + + + + + + + + + + + + + 60.71 22
JG + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 67.86 22
JP + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 75.00 28
Jml. alel 8 5 2 6 5 4 2 5 4 2 1 5 3 4 4 4 1 5 3 2 3 4 3 6 4 3 2 2
Keterangan : “+” teramplifikasi, “-“ tidak teramplifikasi; JM : J. multifida, JIM : J. integerrima berbunga merah, JIP : J. integerrima berbunga merah muda, JG : J. gossypifolia, JP : J. podagrica; TA : Persentase Transferability
75
Lokus yang menghasilkan jumlah alel paling banyak (8 alel) adalah EU586348. Jumlah alel paling sedikit (1 alel) dijumpai pada lokus EU099519 dan EU099525. Jumlah alel pada lokus lainnya bervariasi antara 1 sampai 6 (Tabel 14). Pada semua lokus, jumlah alel yang ditemukan pada masing-masing spesies variasinya kecil yaitu paling sedikit 21 pada J. multifida dan paling banyak 28 pada J. gossypifolia. Persentase lokus polimorf pada 4 spesies yang diuji sangat variatif berkisar antara paling rendah 17.35% (J. podagrica vs J.multifida) dan paling tinggi 62.24% (J. curcas vs J. gossypifolia) dengan rerata 38.30%. Koefisien kesamaan genetik paling rendah adalah antara J. curcas dengan J. gossypifolia (0.19) sedangkan kesamaan genetik paling tinggi adalah antara J. podagrica dengan J. multifida (0.60) dengan rerata 0.34. Persentase polimorfisme paling rendah dengan kesamaan genetik paling tinggi didapatkan pada perbandingan antara J. podagrica vs J. multifida (Tabel 14). Korelasi antara persentase polimorfisme dengan kesamaan genetik cukup baik yaitu bernilai 0.75.
Gambar 11 Elektroferogram hasil amplifikasi lintas spesies 5 marka SSR (EU586348, EU586347, EU586346, EU586344, EU586340) pada 5 spesies Jatropha yang berbeda (1 = J. curcas, 2 = J. integerrima bunga merah muda, 3 = J. integerrima bunga merah, 4 = J. gossypifolia, 5 = J. multifida, 6 = J. podagrica) M = marka DNA 100 bp. 76
Tabel 14 Persentase polimorfisme dan koefisien kesamaan genetik yang dihitung dari data amplifikasi lintas spesies dengan marka SSR pada spesies Jatropha yang berbeda JC JIM JIP JP JG JM
PP 48.98 50.00 48.98 62.24 50.00
GS 0.37 0.29 0.31 0.19 0.29
JM PP 33.67 33.67 17.35 30.61
GS 0.33 0.23 0.60 0.38
JG PP 45.92 35.71 31.63
GS 0.18 0.29 0.37
JP PP 32.65 28.57
GS 0.36 0.36
JIP PP 24.49
GS 0.52
Keterangan : JC = J. curcas; JM = J. multifida; JIM = J. integerrima berbunga merah; JIP = J. integerrima berbunga merah muda; JG = J. gossypifolia; JP = J. podagrica; PP = Persentase Polimorfisme; GS = Genetic Similarity
Berdasarkan dendrogram yang terbentuk, pada tingkat kesamaan di atas 60%. tidak ada klaster yang terbentuk. Jarak paling jauh ditemukan antara J. curcas dengan J. gossypifolia dan jarak paling dekat ditemukan antara J. podagrica dan J. multifida. Spesies yang mempunyai hubungan paling dekat dengan J. curcas adalah J. integerrima (Gambar 12).
Gambar 12 Dendrogram dibuat berdasarkan data analisis amplifikasi marka SSR pada 5 spesies Jatropha yaitu JC = J. curcas, JIP = J. integerrima bunga merah muda, JIM = J. integerrima bunga merah, JM = J. multifida, JP = J. podagrica dan JG = J. gossypifolia
77
Pembahasan
Marka SSR mempunyai sifat reproducible, kodominan, polimorfisme tinggi dan dapat ditransfer kepada spesies kerabat sehingga dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik dan struktur populasi (Ishii et al., 2001; Varshney et al., 2005). Informasi sekuen DNA diperlukan dalam penggunaan marka SSR tetapi sayangnya informasi sekuen ini masih sangat jarang keberadaannya terutama untuk spesies liar atau minor. Marka SSR yang dikembangkan pada satu spesies dapat digunakan untuk mengungkapkan polimorfisme pada spesies-spesies yang berkerabat dekat dengan spesies tersebut untuk menghemat biaya dan tenaga (Dayanandan et al., 2007; Varshney et al., 2005). Studi tentang marka molekuler untuk mengakses keragaman genetik pada J. curcas masih sedikit (Yadav et al., 2011). Marka SSR yang telah ditemukan pada kegiatan penelitian sebelumnya digunakan pada penelitian ini untuk mengakses informasi genetik kerabat J. curcas penting yang ada di Indonesia yaitu J. integerrima (bunga merah dan bunga merah muda), J. podagrica, J. multifida dan J. gossypifolia. Beberapa studi tentang kemampuan transfer marka SSR telah dilakukan di antara banyak tingkatan taksa. Whankaew et al. (2011) melaporkan keberhasilan transfer marka SSR antar genus dalam Euphorbiaceae yaitu pada singkong (M. esculenta), karet (H. brasiliensis) dan jarak pagar (J. curcas). Marka SSR dari singkong dapat ditransfer pada karet sebesar 59.18%. SSR dari H. vulgare dapat ditransfer ke H. chilense dengan tingkat 26% (Castillo et al., 2008) dan ke H. bulbosum dengan persentase 77% (Thiel et al., 2003) sedangkan marka SSR dari serealia tercatat dapat ditransfer ke ryegrass (Lolium spp.) dengan tingkat 67%. Pada spesies-spesies pohon seperti kopi (Coffea spp.) Poncet et al., (2004) mencatat tingkat transfer marka SSR dengan kisaran 72.7 – 86.4%; pada genus Pinus
berkisar antara 46.8 – 94.1% (Chagne et al. (2004) dan SSR dari
Eucaliptus dapat diamplifikasi pada famili Casuarinaceae dengan tingkat hingga 30% (Yasodha et al., 2005). Beberapa penelitian tentang amplifikasi lintas spesies dan lintas genera marka SSR telah dilakukan berkaitan dengan Jatropha curcas. SSR dari singkong
78
(M. esculenta) dapat diamplifikasi pada jarak pagar dengan persentase 19.09% (Whankaew et al., 2011). Wen et al. (2010) mencoba mengakses keragaman genetik J. curcas menggunakan marka SSR yang dikembangkan dari M. esculenta dan mendapatkan tingkat kemampuan transfer marka sebesar 44.63% (EST-SSRs) dan 29.67% (G-SSRs). Persentase kemampuan amplifikasi lintas spesies dari marka SSR jarak pagar pada penelitian ini adalah masing-masing sebesar 57.14% (ke J. multifida), 62.5% (ke J. integerrima), 67.86% (ke J. gossypifolia), 75.00% (ke J. podagrica). Angka ini agak berbeda dengan yang ditemukan Yadav (2011) yaitu 76.00% (ke J. multifida); 95.6%; (ke J. integerrima); 66.6 % (ke J. gossipifolia) dan 57% (ke J. podagrica). Secara umum nilai kemampuan transfer marka ini cukup besar. Penjelasan yang dapat dikemukakan adalah bahwa semua spesies yang diuji mempunyai daerah asal penyebaran yang sama yaitu dari Amerika tropis sehingga kekerabatannya diduga masih dekat. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian tentang konservasi lokus SSR pada beberapa spesies tanaman yang menyatakan bahwa peningkatan keberhasilan amplifikasi lintas spesies beriringan dengan penurunan jarak genetik (Roa et al., 2000). Rerata persentase nilai kemampuan transfer marka SSR dalam penelitian ini (G-SSRs) yaitu sebesar 65%, lebih kecil daripada yang ditemukan oleh Yadav et al. (2011) yaitu sebesar 73.65% (ESTSSRs). Tingkat transfer lebih tinggi pada EST-SSRs dibandingkan dengan GSSRs merefleksikan konservasi alami dari sekuen tersandi (coding sequence) bila dibandingkan dengan sekuen tidak tersandi (non-coding sequence) dan fakta bahwa frekuensi mutasi dari sekuen EST lebih rendah daripada sekuen DNA genomik (Wen et al., 2010; Zhang et al., 2005). Analisis dendogram menunjukkan hasil yang saling mendukung dengan hasil analisis lain dengan marka SSR (Sudheer et al., 2011) dan dengan RAPD dan AFLP (Sudheer et al., 2009; Basha dan Sujatha, 2009) yaitu J. multifida dan J. podagrica mengelompok menjadi satu dengan nilai bootstrap yang baik. Secara morfologis J. podagrica dan J. multifida mempunyai bentuk dan warna bunga yang sangat mirip (lampiran 5). Sesuai dengan dendrogram yang terbentuk, pasangan spesies J. curcas / J. integerrima mempunyai hubungan yang relatif dekat sejalan dengan penelitian sejenis yang dilakukan Sudheer et al. (2009)
79
dengan marka RAPD dan ALFP serta didukung dengan fakta bahwa persilangan antara kedua spesies tersebut telah berhasil dilakukan (Dhillon et al., 2009; Parthiban et al., 2009; Asbani dan Heliyanto 2008; Basha dan Sujatha, 2009). Sesuai dengan dendrogram, J. integerrima yang berbunga merah mempunyai hubungan paling dekat dengan J. integerrima berbunga merah muda. Hasil ini sejalan dengan hasil pengamatan karyotipe yang dilakukan oleh Soontornchainaksaeng dan Jenjittikul (2003) yang mendapatkan bahwa keduanya mempunyai konfigurasi miotik yang sama. Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa jumlah kromosom dari spesies-spesies yang digunakan dalam penelitian ini sama yaitu 22. Secara umum jarak genetik antara J. curcas/J. integerrima tidak jauh berbeda dengan jarak genetik antara J. curcas dengan spesies lain selain J integerrima. Berdasarkan hal ini maka keberhasilan persilangan interspesifik antara J. curcas dengan spesies lain masih dapat diharapkan. Prabakaran dan Sujatha (1999) dengan menggunakan marka morfologi dan marka biokimia membuktikan bahwa J. curcas dan J. gossypifolia mempunyai hibrida alami yang dinamai J. tanjorensis. Laporan tersebut mengindikasikan kedekatan hubungan antara J. curcas dengan J. gossypifolia meskipun tidak sejalan dengan penelitian ini di mana pesentase polimorfisme yang didapatkan cukup besar (62.24%). Berkaitan dengan hal ini Sudheer et al. (2009) juga menemukan nilai persentase polimorfisme yang besar antara J. curcas dan J. gossypifolia menggunakan marka RAPD dan ALFP yaitu masing-masing sebesar 62.8 dan 68.19% sehingga tidak mendukung penemuan Prabakaran dan Sujatha (1999) tentang J. tanjorensis. Secara umum marka SSR yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai tingkat kemampuan cukup tinggi untuk dapat ditransfer kepada spesies lain dalam genus Jatropha. Nilai kesamaan genetik yang diperoleh pada penelitian ini relatif rendah dibandingkan dengan penelitian sejenis dengan marka SSR maupun marka RAPD dan ALFP. Berdasarkan hal tersebut dan berdasar dendrogram yang dihasilkan maka marka yang digunakan dapat diandalkan untuk melukiskan derajat hubungan antara spesies dalam Jatropha. Marka yang dihasilkan selanjutnya dapat dikembangkan sebagai alat untuk membedakan spesies dan karakterisasi hibrida hasil persilangan interspesies.
80
Kesimpulan
Dari dua puluh delapan marka SSR dari J. curcas yang digunakan dalam penelitian ini 11 di antaranya dapat diamplifikasi pada 4 spesies Jatropha di luar J. curcas dengan nilai rerata persentase sebesar 65%. Nilai kesamaan genetik antara 5 spesies yang diuji relatif rendah (0,34). Hubungan genetik paling dekat ditemukan antara J. podagrica dengan J. multifida sementara hubungan paling jauh adalah antara J. curcas dengan J. gossypifolia. Spesies yang mempunyai hubungan paling dekat dengan J. curcas adalah J. integerrima.
Daftar Pustaka
Asbani N, Heliyanto B. 2008. Kompatibilitas persilangan interspesifik Jatropha curcas X J. integerrima. Infotek Jarak Pagar 3(2):7 Barbara et al. 2007. Cross-species transfer of nuclear microsatellite markers: potential and limitations. Molecular Ecology 16: 3759-3767 Basha SD, Sujatha M. 2007. Inter- and intra-population variability of Jatropha curcas (L.) characterized by RAPD and ISSR markers and development of population specific SCAR markers. Euphytica 156:375-386 Basha SD, Sujatha M. 2009. Genetic analysis of Jatropha species and interspecific hybrids of Jatropha curcas using nuclear and organelle specific markers. Euphytica 168:197-214 Castillo A et al. 2008. Transferability and polymorphism of barley EST-SSR markers used for phylogenetic analysis in Hordeum chilense. BMC Plant Biology 8:97 Chagne D et al. 2004. Cross-species transferability and mapping of genomic and cDNA SSRs in pines. Theor. Appl. Genet. 109:1204-1214 Csurhes SM. 1999. Bellyache bush (Jatropha gossypiifolia) in Queensland. Pest Status Review Series - Land Protection Branch. Department of Natural Resources and Mines, Qld. Dayanandan S, Kamaljit SB, Kesseli R. 1997. Conservation of microsatellites among tropical trees (Leguminosae). American Journal of Botany 84(12): 1658–1663 Dehgan B. 1982. Novel Jatrophas for Florida landscapes. Proc. Fla. State Hort. Soc. 95:277-280
81
Dhillon RS et al. 2009. Development and molecular characterization of interspecific hybrids of Jatropha curcas x J. integerrima. Indian Journal of Biotechnology 8:384-390 Ganesh Ram S, Parthiban KT, Senthil Kumar R, Thiruvengadam V, Paramathma M. 2008. Genetic diversity among Jatropha species as revealed by RAPD markers. Genet. Resour. Crop Evol. 55: 803-809 Gupta PK, Varshney RK, Sharma PC, Ramesh B. 1999. Molecular markers and their applications in wheat breeding. Plant Breeding 118:369-390 Hasnam. 2006b. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanam jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Jarak Pagar di Bogor 29 Nopember 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Ikbal, Boora KS, Dhillon RS. 2010. Evaluation of genetic diversity in Jatropha curcas L. using RAPD markers. Indian Journal of Biotechnology 9:50-57 Ishii T, Xu Y, McCouch SR. 2001. Nuclear-and chloroplast-microsatellite variation in A-genome species of rice. Genome 44:658-666 Jubera et al. 2009. Genetic diversity analysis of elite Jatropha curcas L. genotypes using randomly amplified polymorphic DNA markers. Karnataka J. Agric. Sci 22(2):293-295 Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl Acad Sci USA 76:5269-5273 Oduola T et al. 2005. Mechanism of action of Jatropha gossypifolia stem latex as a haemostatic agent. Eur J Gen Med 2(4):140-143 Olapeju OA, Gloer JB. 2008. Japodic acid, A Novel Aliphatic Acid from Jatropha podagrica Hook. Rec. Nat. Prod. 2(4):100-106 Parthiban KT et al. 2009. Hybrid progenies in Jatropha – a new development. Current Science 96(6):815-823 Poncet V et al. 2004. SSR cross-amplification and variation within coffee trees (Coffea spp.). Genome 47:1071-1081 Prabakaran AJ, Sujatha M. 1999. Jatropha tanjorensis Ellis & Saroja, a natural interspecific hybrid occurring in Tamil Nadu, India. Gene Res Crop Evol. 46:213-218 Ranade SA, Srivastava AP, Rana TS, Srivastava J, Tuli R. 2008. Easy assessment of diversity in Jatropha curcas L. plants using two single-primer amplification reaction (SPAR) methods. Biomass and Bioenergy 32(6):533-540
82
Roa AC et al. 2000. Cross-species amplification of cassava (Manihot esculenta) (Euphorbiaceae) microsatellites: allelic polymorphism and degree of relationship. American Journal of Botany 87(11): 1647–1655 Rohlf FJ. 1998. NTSYSPCpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0 User Guide. Applied Biostatistics Inc., 3 Heritage Lane, Setauket, New York Rosado TB et al. 2010. Molecular marker reveal limited genetic diversity in a large germplasm collection of the biofuel crop Jatropha curcas L. in Brazil. Crop Sci. 50:2372-2382 Rossetto M et al. 1999. Cross species amplification of microsatellite loci: a valuable tool for genetic studies in plants. Paper presented to the Plant and Animal Genome VII Conference, San Diego, California, USA, 17-21 January Semagn K, Bjørnstad Å, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular marker methods for plants. African Journal of Biotechnology 5(25):25402568 Soontornchainaksaeng P, Jenjittikul T. 2003. Karyology of (Euphorbiaceae) in Thailand. Thai For. Bull. (Bot.) 31:105-112
Jatropha
Sudheer PDVN et al. 2011. Cross species amplification ability of novel microsatellites isolated from Jatropha curcas and genetic relationship with sister taxa. Mol Biol Rep 38:1383-1388 Sudheer PDVN, Meenakshi, Sarkar R, Boricha G, Reddy MP. 2009. A simplified method for extraction of high quality genomic DNA from Jatropha curcas for genetic diversity and molecular marker studies. Indian Journal of Biotechnology 8:187-192 Sudheer PDVN, Pandya N, Reddy MP, Radhakrishnan. 2009. Comparative study of interspecific genetic divergence and phylogenetic analysis of genus Jatropha by RAPD and AFLP. Mol Biol Rep 36:901-907 Sun QB, Li LF, Li Y, Wu GJ, Ge XJ. 2008. SSR and AFLP markers reveal low genetic diversity in the biofuel plant Jatropha curcas in China. Crop Sci. 48:1865-1871 Sunita K, Kochar VK, Singh SP, Katiyar RS, Pushpangadan P. 2005. Differential rooting and sprouting behavior of two Jatropha species and associated physiological and biochemical changes. Curr. Sci. 89: 936-939 Tatikonda L, Suhas WP, Seetha K. 2009. AFLP-based molecular characterization of an elite germplasm collection of Jatropha curcas L. a biofuel plant. Plant Science 176:505-513 Thiel T, Michalek W, Varshney R, Graner A. 2003. Exploiting EST databases for the development and characterization of gene-derived SSR-markers in barley (Hordeum vulgare L.). Theor. Appl. Genet. 106: 411-422
83
Varshney RK, Graner A, Sorrells ME. 2005. Genic microsatellite markers: features and applications. Trends Biotechnol. 23:48-55 Wen M et al. 2010. Development of EST-SSR and genomic-SSR markers to assess genetic diversity in Jatropha curcas L. BMC Research Notes 3(42):1-8. http://www.biomedcentral.com/1756-0500/3/42 [5 April 2010] Whankaew S et al. 2011. Cross-genera transferability of (simple sequence repeat) SSR markers among cassava (Manihot esculenta Crantz), rubber tree (Hevea rasiliensis Muell. Arg.) and physic nut (Jatropha curcas L.). African Journal of Biotechnology 10 (10): 1768-1776 Yadav HK et al. 2011. EST-derived SSR markers development, characterization, polymorphism and transferability across the species/genera. Tree Genetics & Genomes 7:207-219 Yap IV, Nelson RJ. 1996. WINBOOT a program for performing bootstrap analysis of binary data to determine the confidence limits of UPGMAbased dendrograms. In: IRRI Disc. Pap. Ser. 14. International Rice Research Institute, Manila, Philippines Yasodha R, Ghosi M, Sumathi R, Gurumurthi K. 2005. Cross-species amplification of eucalyptus SSR markers in Casuarinaceae. Acta Bot. Croat. 64(1):115-120 Zhang LY, Bernard M, Leroy P. 2005. High transferability of bread wheat ESTderived SSRs to other cereals. Theor Appl Genet 111:677-687. Zhang Z, Guo X, Liu B, Tang L, Chen F. 2011. Genetic diversity and genetic relationship of Jatroha curcas between China and Southeast Asian revealed by amplified fragment length polymorphisms. African Journal of Biotechnology 10(15):2825-2832 Zubieta CG, Ghiselli L, Benedettelli S, Palchetti E. 2009. Development of novel SSR markers from a genomic microsatellite library in Jatropha curcas L. Proceedings of the 53rd Italian Society of Agricultural Genetics Annual Congress. Torino, Italy – 16/19 September
84
BAB VI PENGEMBANGAN MARKA DAN KARAKTERISASI MOLEKULER HASIL PERSILANGAN INTERSPESIFIK J. curcas x J. integerrima Abstrak Pengamatan pada karakter morfologi telah dilakukan terhadap individuindividu F1 hasil persilangan interspesies antara J. curcas x J. integerrima. Keragaman antar tanaman F1 tidak terlalu besar dan secara umum mempunyai karakter pertengahan (intermediate) antara kedua tetuanya. Individu F 1 cenderung mengikuti sifat J. integerrima pada karakter bentuk percabangan, batang, bentuk karangan bunga serta pigmentasi pada daun, tangkai daun dan tangkai bunga. Karakter pada F1 yang mengikuti tetua J. curcas adalah bentuk daun. Analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR dilakukan terhadap 8 indifidu F1 dan kedua tanaman tetua. Marka EU099522 dan OPC10 polimorf pada kedua tetua dan dapat diturunkan secara bersama (co-inherited) pada semua individu F 1 . Marka EF612741 dan EU099524 masing-masing spesifik untuk J. integerrima dan J. curcas dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi hasil persilangan melalui multiplex PCR. Keragaman antar kedua tetua tinggi (66%) sementara antar F 1 keragamannya rendah (rerata 18%). Berdasarkan dendrogram, tetua J. integerrima berada pada klaster tersendiri (out group) sementara tetua J. curcas dan semua individu F1 berada pada satu klaster yang lain.
Kata kunci: mikrosatelit, marka molekuler, F1 interspesifik, keragaman morfologis 85
Development and molecular characterization of interspecific hybrids of Jatropha curcas x J. integerrima
Abstract Hybrids from interspecific crossing between J. curcas x J. integerrima have been observed for morphological characters. Variation between hybrids was not too large and generally intermediate between the parents. The hybrids tend to follow male parent (J. integerrima) on such characters i.e. branching, stem, inflorescence and pigmentation of leaves, leaf stalks and flower stalks. Character that follows the J. curcas was a leave shape. Molecular analysis using SSR markers, RAPD and ISSR conducted on 8 hybrids and their parents. Two markers (EU099522 and OPC 10) were polymorphic in both parents and co-inherited to all hybrids. EF612741 and EU099524 were specific to J. integerrima and J. curcas respectively and could be used for identification of hybrids through multiplex PCR. Parents have high genetic variability (66%) while the hybrids have less variability (18% in average). Dendrogram generated from molecular analysis showed that J. integerrima was out group while J. curcas clustered together with all hybrids.
Keywords: microsatellite, molecular marker, F1 interspecific, morphological
86
variation Pendahuluan
Pemuliaan jarak pagar masih diprioritaskan untuk mendapatkan varietas yang mempunyai kadar minyak dan daya hasil tinggi (Heller, 1996). Kegiatan pemuliaan memerlukan materi genetik berupa keragaman dari karakter yang hendak dimuliakan (Acquaah, 2007). Berdasarkan pengamatan pada karakter morfologis, beberapa koleksi plasma nutfah jarak pagar Indonesia berpotensi menjadi tetua perakitan varietas berdaya hasil tinggi (Hartati et al., 2009). Sayangnya, berdasarkan evaluasi menggunakan marka molekuler, plasma nutfah yang bersangkutan ternyata memiliki keragaman genetik rendah. Jarak pagar adalah tanaman tahunan monoecious protandrous yang memiliki kemampuan menyerbuk silang maupun sendiri (Raju dan Ezradanam, 2002) sehingga pemuliaan secara konvensional akan memakan waktu yang lama (Divakara et al., 2009).
Pemuliaan dengan seleksi massa atau seleksi berulang dengan basis
genetik yang sempit tidak akan efektif karena kemajuan genetik yang diperoleh tiap siklus pemuliaan akan sangat kecil. Peningkatan hasil jarak pagar dapat dilakukan secara tidak langsung dengan perbaikan sifat-sifat agronomis, peningkatan ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik serta peningkatan kualitas minyak biji. Potensi hasil yang dimiliki oleh plasma nutfah jarak pagar Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain (Yi et al., 2010) meskipun basis genetiknya tidak terlalu luas. Potensi tersebut dapat diperbaiki dengan menambahkan karakter-karakter unggul dari spesies kerabat jarak pagar. Jarak pagar mempunyai karakter batang yang lunak sehingga rentan terhadap genangan dan penyakit busuk akar. Jarak pagar juga sensitif terhadap suhu di bawah nol derajat (Dhillon et al., 2009), rentan terhadap serangan tungau pucuk (Eriophyid dan Polyphagotarsonemus latus) dan thrips (Selenothrips rubrocinctus dan Rhipiphorothrips cruentatus) (Asbani dan Heliyanto, 2008). Jatropha integerrima adalah salah satu spesies Jatropha yang ditanam sebagai tanaman hias, toleran terhadap suhu rendah, resisten terhadap penyakit busuk batang, mempunyai batang kokoh dan mempunyai ketahanan tinggi terhadap ulat pemakan daun (Lakshminarayana dan Sujatha, 2001), diduga tahan terhadap tungau pucuk dan thrips (Asbani dan Heliyanto, 2008), bijinya mempunyai kadar 87
asam linoleat tinggi (Rao dan Lakshminarayana, 1987). Persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima dilakukan untuk menggabungkan sifat-sifat baik dari keduanya. Pada pemuliaan tradisional, metode yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanaman F1 adalah dengan GOT (grow out test) yang meliputi kegiatan penanaman sampel biji dan dikuti dengan pengamatan karakter-karakter morfologis. Metode ini banyak memakan waktu, mahal dan membutuhkan lahan yang luas (Wu et al., 2006) serta seringkali hasil pengamatannya dipengaruhi oleh bias lingkungan sehingga mengurangi akurasi dalam determinasi (Moose dan Mumm, 2008). Beberapa metode alternatif seperti analisis isoenzim telah digunakan dan terbukti efektif (Ronis et al., 1990; Hirose et al., 1993), tetapi memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mendeteksi polimorfisme pada beberapa galur yang berkerabat dekat sehingga diperlukan metode yang lebih sensitif untuk membedakan hibrida (Wu et al., 2006). Marka molekuler berbasis DNA dapat digunakan untuk determinasi hasil persilangan dengan akurasi yang lebih dapat diandalkan (Spooner et al., 2005). Marka molekuler selain dapat menghindari bias lingkungan dalam determinasi hibrida juga dapat diaplikasikan pada saat tanaman masih dalam fase juvenil (Dhillon et al., 2009) sehingga seleksi individu hibrida dapat dilakukan lebih awal. Dhillon et al. (2009) telah mengembangkan marka RAPD yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi hasil persilagan intersepesifik antara J. curcas dengan J. integerrima. Berbagai marka molekuler lain bebasis DNA telah banyak digunakan untuk determinasi hasil persilangan pada beberapa spesies tanaman seperti pada Passiflora (Conceição et al., 2010), Chrysanthemum (Huang et al., 2000), Mentha (Shasany et al., 2005) menggunakan marka RAPD dan pada Helianthus (Iqbal et al., 2010), jagung (Wu et al., 2006), walnut (Pollegioni et al., 2010), kacang tanah (Gomez et al., 2008) menggunakan marka SSR. Pada penelitian ini marka SSR, RAPD serta ISSR digunakan untuk menganalisis hasil persilangan antara J. curcas x J. integerrima beriringan dengan pengamatan secara morfologis. Marka yang terbukti dapat mengidentifikasi hasil persilangan dengan baik dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil persilangan dengan skala yang lebih luas untuk kepentingan pemuliaan jarak pagar di masa mendatang.
88
Bahan dan Metode
Bahan tanaman yang digunakan untuk penelitian ditanam di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Jl. Raya Karangploso, Malang. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juni 2011. Bahan tanaman untuk percobaan adalah populasi F1 hasil persilangan interspesifik antara tetua betina J. curcas (P 1 ) dan tetua jantan J. integerrima bunga merah (P 2 ) (Asbani dan Heliyanto, 2008). Sampel DNA diambil dari daun muda 8 individu F 1 dan kedua tetuanya yang ditanam di lapangan. Primer DNA yang digunakan adalah 9 pasang primer SSR, 5 primer RAPD dan 3 primer ISSR. Marka SSR dipilih dari penelitian tahap sebelumnya yang terbukti dapat teramplifikasi pada genom J. curcas maupun J. integerrima serta polimorf antar keduanya. Marka RAPD dan ISSR dipilih dari penelitian sebelumnya yang terbukti dapat teramplifikasi pada genom jarak pagar dan menunjukkan pita DNA yang jelas. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode ekstraksi DNA jarak pagar yang digunakan pada penelitian sebelumnya (Sudheer et al. 2009). Sebanyak 0.1 g daun muda (berukuran ± 3 cm) digerus dengan 500 µL buffer ekstraksi (CTAB 2%, 100 mM Tris HCl pH 8, 3.5 M NaCl, 0.5 M EDTA) dan 1% polyvinylpolypyrolydone (PVP). Ekstrak daun kemudian dipindahkan ke dalam tabung mikro berukuran 2.000 µL, ditambahkan 1.5% β-merkaptoetanol dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 90 menit. Setelah inkubasi ditambahkan kloroform:isoamil alkohol (24:1) dengan volume sebanding dan dikocok perlahan selama 10 menit. Campuran disentrifugasi 8.000 rpm selama 8 menit pada suhu ruang. Fase cair bagian atas dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 2M NaCl dengan volume sebanding. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak 0.6 kali volume akhir dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit. Alkohol 80% sebanyak 2 x dari volume akhir ditambahkan pada campuran tersebut dan
89
campuran diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya campuran disentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu ruang. Pelet dicuci dengan alkohol 70% kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada 200 µL buffer TE. Kuantifikasi DNA dilakukan dengan spektrofotometer maupun dengan running pada gel agarosa.
Amplifikasi DNA dan separasi hasil amplifikasi PCR dilakukan pada volume total 25 μl yang mengandung 0.2 μM primer, 1.25 U Taq polymerase (Real Biotech Corporation), 1 X buffer PCR, 0.1 μM d NTP (mix 1 0mM) dan 1 μl DNA templat. Siklu s PCR yang dig unak an untu k marka SSR adalah: satu siklus denaturasi pada suhu 95oC selama 5 menit; 36 siklus untuk tahap-tahap denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu sesuai primer masing-masing selama 30 detik, elongation pada suhu 72oC selama 1 menit; 1 siklus final extension pada suhu 72oC selama 5 menit. Siklus PCR untuk marka RAPD adalah sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit diikuti dengan 45 siklus masing-masing pada suhu 94oC selama 45 detik, 36 oC selama 30 detik, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. Kondisi amplifikasi DNA dengan marka ISSR dilakukan sesuai dengan prosedur sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit diikuti dengan 35 siklus masingmasing pada suhu 92oC selama 30 detik, Ta selama 1 menit, 72 oC selama 2 menit dan final extension pada suhu 72oC selama 7 menit. DNA hasil amplifikasi dengan primer RAPD dan ISSR diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa (1%) dan divisualisasi dengan pewarnaan ethidium bromide serta diamati di bawah penyinaran UV transluminescent. Marka DNA berukuran kelipatan 1000 bp (1 Kb ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR. Hasil amplifikasi dengan
primer
SSR
diseparasi
dengan
PAGE
(polyacrylamide
gel
electrophoresis) 6% (terdiri dari 40% akrilamid/bis-akrilamid, 10% amonium persulfat, 5X buffer TBE, urea, TEMED) dilakukan dengan Dedicated Height Sequencer (Cole-Parmer) menggunakan buffer TBE 1X pada tegangan konstan 1.100 V selama 3 jam. Volume hasil PCR yang diseparasi adalah 1.8 µL
90
berjumlah 60 sampel per gel. Hasil PAGE divisualisasi dengan pewarnaan perak (silver staining). Marka DNA berukuran kelipatan 100 bp (100 bp ladder) digunakan untuk membantu menentukan ukuran potongan DNA hasil amplifikasi PCR.
Pengamatan karakter morfologis Pengamatan karakter morfologis dilakukan pada tanaman tetua maupun tanaman F1 hasil persilangan antara keduanya. Pengamatan dilakukan untuk melihat secara fenotipik karakter morfologis tetua dan penurunan sifat tetua pada hasil persilangannya. Kerakter morfologis yang diamati antara lain adalah : bentuk dan warna daun, bentuk dan warna bunga, bentuk dan warna buah, bentuk dan warna biji tua, bentuk percabangan. Variasi karakter morfologis didokumentasi untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang karakter-karakter yang diamati.
Analisis data Skoring dilakukan pada hasil analisis molekuler individu-individu tetua maupun F1 . Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya maka setiap pita yang muncul pada analisis dengan marka SSR diasumsikan sebagai satu lokus. Skoring dilakukan dengan memberi nilai angka yang berbeda pada setiap lokus yang bebeda untuk tiap-tiap marka. Nilai 1 diberikan kepada pita DNA dengan ukuran paling besar pada masing-masing marka, nilai 2 dan seterusnya diberikan untuk ukuran pita DNA yang lebih kecil secara berturutturut. Tabel skoring dibuat untuk mempermudah pembandingan pola pita DNA antara tetua dan F1 .
Data biner (nilai “1” untuk kemunculan pita DNA dan “0”
untuk ketidakmunculan pita DNA) dibuat dari hasil skoring dan digunakan untuk membuat dendrogram hubungan genetik bedasarkan analisis molekuler antar semua individu yang diuji. Dendrogram dibuat berdasarkan indeks kesamaan genetik menurut Nei dan Li (1979) dengan Unweight Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan perangkat lunak NTSYSpc 2.02 (Rohlf, 1998). Analisis bootstrap dilakukan antar lokus dengan program Winboot (Yap dan Nelson, 1996).
91
Hasil
Tanaman F1 pada penelitian ini vigor, dapat menghasilkan bunga dan secara morfologis menunjukkan sifat pertengahan (intermediate) antara kedua tetuanya. Individu F1 cenderung mengikuti sifat P 2 (J. integerrima) pada karakter bentuk percabangan, batang, bentuk karangan bunga serta pigmentasi pada daun, tangkai daun dan tangkai bunga. Kemampuan membentuk buah pada F 1 sedikit, mengikuti karakter pembentukan buah pada P 2 (J. integerrima). Batang pada F1 mengikuti P 2 yaitu lebih keras dan berkayu dibandingkan batang P 1 (J. curcas). Bentuk daun mengikuti P 1 tetapi ukurannya merupakan pertengahan antara kedua tetuany. Bentuk dan ukuran buah berada pada pertengahan antara kedua tetua tetapi mempunyai variasi mengikuti P 1 atau P 2 (Tabel 15; Gambar 13).
Tabel 15 Perbedaan karakter morfologi yang teramati pada tanaman P 1 (J. curcas), P 2 (J. integerrima) dan F 1 hasil persilangan antara keduanya Karakter Daun
Batang Percabangan
P 1 (J. curcas) spiral, cordate, palmately dengan 5 lobus berlekuk dalam, hijau tua, tangkai daun panjang tidak berpigmen sukulen, kulit tebal, mudah patah sedikit, vertikal ke atas
Bunga
kecil, kelopak kuning kehijauan, menggulung di ujung, tangkai tidak berpigmen, serbuk sari kuning muda
Infloresens
cymose, unisexual, monoecious, tangkai pendek tidak berpigmen
Buah
hijau, besar drupaceous
Biji
besar, hitam
F1 spiral, cordate dengan 5 lobus berlekuk dangkal, hijau tua, tangkai daun sedang, berpigmen ungu ringan kulit tipis, ulet, lebih berkayu banyak, cenderung menyamping kelopak merah muda lebih ringan dengan intensitas bervariasi, sedikit menggulung di ujung, tangkai berpigmen ungu ringan dan tidak berpigmen, serbuk sari kuning tua variatif cymose, unisexual, monoecious, tangkai panjang berpigmen ungu ringan dengan intensitas bervariasi hijau,pigmen variatif, lobus variatif ukuran intermediate, bervariasi dari hitam sampai hitam kecoklatan
92
P 2 (J. integerrima) spiral, obovate dengan 3 lobus berlekuk dangkal, hijau tua, tangkai daun pendek, berpigmen ungu kuat kulit tipis, ulet, lebih berkayu banyak, cenderung menyamping besar, berkelopak merah muda gelap, rata, tangkai berpigmen ungu agak gelap, serbuk sari kuning tua
cymose, unisexual, monoecious, tangkai panjang berpigmen ungu agak gelap hijau berpigmen ungu ringan, kecil dengan lobus dalam kecil, coklat berbintik hitam
A
B
P2
P2
P1
F1
P1 F1 10 cm
C
D P1
2 cm
P2 1 cm
F1
P1
E
P2
F1
F
1 cm
G
H
Gambar 13 Hasil pengamatan secara morfologis karakter daun (A), bunga (B), buah (C), biji (D) pada tanaman tetua dan F1; variasi bentuk biji (E) dan percabangan (F) pada tanaman F1 ; Variasi pigmentasi pada tangkai karangan bunga tanaman F1 : berpigmen (G) dan tidak berpigmen (H); P 1 = J. curcas, P 2 = J. integerrima 93
Semua marka SSR yang diuji dapat teramplifikasi pada tanaman F1 maupun tanaman tetua kecuali satu marka (EU099524) tidak teramplifikasi pada P 2 . Lokus yang terdeteksi berjumlah 1 hingga 3 lokus pada tetua dan 1 hingga 4 lokus pada F1 . Semua lokus yang dijumpai pada F1 dapat dijumpai pada tetua kecuali satu lokus yang ditemukan pada satu individu F 1 (individu no 6) dengan marka AF469003 dan satu lokus yang ditemukan pada individu F 1 (individu no.2, 4, 5, 6, 7, 8) dengan marka OPG18. Semua marka SSR dan RAPD polimorf baik dengan sesama tetua maupun antara tetua dengan F1 paling tidak pada satu lokus. Dua marka ISSR (UBC 810 dan UBC 834) monomorf pada semua individu yang diuji semantara satu marka yang lain (UBC 812) tidak teramplifikasi sama sekali. Lokus-lokus yang dihasilkan oleh marka EU586348, AF469003, EU099522 dan OPC10 polimorf antar tetua pada semua lokusnya. Semua lokus dari marka EU099522 dan OPC10 diturunkan bersama (co-inherited) kepada tanaman F 1 sementara untuk EU586348 dan AF469003 terjadi rekombinasi sempurna tetapi tidak pada semua individu F 1 (Tabel 16). Tabel 16 Hasil skoring terhadap analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR pada individu-individu tetua dan F 1 hasil persilangan keduanya Primer
Individu 4
P1
P2
1
2
3
SSR EU586348 EU586343 EF612741 EF612739 EU099518 EU099522 EU099524 AF469003 EU586349
245 12 2 2 2 24 12 2 123
13 2 1 1 2 13 -1 3
1234 12 1 2 2 1234 12 12 123
135 12 1 1 2 1234 12 12 123
135 12 1 1 2 1234 12 2 123
RAPD OPQ 11 OPC 10 OPG 17 OPG 18 OPV 17
24 1 13 3 1
13 23 2 23 --
24 123 13 ---
14 -13 13 --
1 123 13 ---
5
6
7
8
234 12 1 1 2 1234 12 12 123
35 12 1 1 2 1234 12 12 123
135 12 1 1 1 1234 12 3 123
35 12 1 1 2 1234 12 12 --
35 12 1 2 2 1234 12 2 3
1 -13 123 --
13 -13 13 1
13 123 13 123 --
13 123 13 123 --
13 123 13 13 --
ISSR UBC 810 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 UBC 834 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 UBC 812 ----------Keterangan: P 1 = tetua J. curcas; P 2 = tetua J. integerrima; 1 - 8 = individu F 1 hasil persilangan P 1 x P 2 ; -- = tidak ada pita DNA terdeteksi
94
Marka EF612741 menghasilkan satu lokus pada P 1 dan satu lokus yang berbeda pada P 2 dan semua individu F1 hanya menunjukkan kehadiran lokus sesuai dengan P 2 . Marka EU099524 menghasilkan 2 lokus spesifik pada P 1 karena tidak teramplifikasi pada P 2 dan semua tanaman F1 memiliki kedua lokus tersebut. Marka OPG17 menghasilkan 3 lokus di mana satu lokus muncul pada P 2 sementara 2 lokus yang berbeda muncul pada P 1 dan semua individu F 1 memiliki pola pita yang sama dengan P 1 . Marka EU099518 menghasilkan satu lokus dan monomorf pada tetua maupun pada individu F 1 . Marka EU586343 dan marka EU586349 masing-masing memiliki satu lokus yang dimiliki bersama oleh P 1 dan P 2 (Gambar 14).
EU586322 M P1 P2 1 2 3 4 5 6 7 8
EU586324 M P1 P2 1 2 3 4 5 6 7 8 200 bp
300 bp
200 bp
100 bp
EU586348 M P1 P2 1 2 3 4 5 6 7 8
EU586343 M P1 P2 1 2 3 4 5 6 7 8
200 bp
100 bp
100 bp
Gambar 14 Elektroferogram hasil amplifikasi DNA 8 individu F 1 (1-8) hasil persilangan J. curcas (P 1 ) x J. integerrima (P 2 ) dengan 4 marka SSR. M = marka DNA 100 bp
95
Nilai kesamaan genetik antar tetua berdasarkan semua marka molekuler yang digunakan rendah yaitu 34%. Berdasarkan semua marka yang digunakan, rerata nilai kesamaan genetik antar individu F1 sebesar 82%, antara individu F1 dengan P 1 sebesar 72% dan antara individu F 1 dengan P 2 sebesar 62%. Rerata nilai kesamaan genetik antara F1 dengan P 1 dan P 2 berdasarkan marka SSR saja berturut-turut adalah sebesar 75 dan 59%. Nilai kesamaan genetik paling rendah (55%) adalah antara individu P 2 dengan individu 1 F1 sementara nilai kesamaan genetik paling tinggi (93%) adalah antara individu F1 no 3 dan no 5 (Tabel 17). Dendrogram yang dihasilkan menunjukkan individu-individu yang diuji terbagi dalam 2 klaster besar. Klaster pertama hanya terdiri dari individu P 2 dan klaster kedua terdiri dari individu P 1 dan semua individu F1 (Gambar 15). Klaster kedua terbadi menjadi 2 subklaster dimana tetua P 1 bersama dengan individu F 1 nomor 1 terpisah menjadi satu klaster tersendiri.
Tabel 17 Koefisien kesamaan genetik antara 8 individu F1 (1-8) dan 2 tanaman tetuanya (P 1 = J. curcas; P 2 = J. integerrima) berdasarkan hasil analisis molekuler dengan 9 marka SSR, 5 marka RAPD dan 3 marka ISSR
P2 1 2 3 4 5 6 7 8
P1 0.34 0.82 0.74 0.72 0.74 0.74 0.63 0.63 0.72
P2
1
2
3
4
5
6
7
0.55 0.61 0.63 0.61 0.61 0.62 0.69 0.63
0.79 0.84 0.79 0.72 0.72 0.76 0.81
0.87 0.89 0.93 0.81 0.79 0.76
0.80 0.84 0.86 0.80 0.81
0.89 0.78 0.86 0.80
0.81 0.82 0.80
0.81 0.79
0.91
96
Gambar 15 Dendrogram hasil analisis molekuler menggunakan marka SSR, RAPD dan ISSR pada individu-individu tetua (P 1 = J. curcas; P 2 = J. integerrima) dan F1 hasil persilangan keduanya (1-8)
Pembahasan
Di antara persilangan interspesies pada Jatropha, persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima adalah sedikit dari yang berhasil dilakukan dan mendapatkan generasi F1 . Sujatha dan Prabakaran (2003) mendapatkan angka keberhasilan persilangan (% pembentukan biji) sebesar 9.3%, sementara Dhillon et al. (2009) mendapatkan keberhasilan sebesar 7.3%. Keberhasilan persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima diduga berkaitan dengan kedekatan hubungan genetik antara keduanya seperti yang telah dikonfirmasi pada penelitian sebelumnya dan beberapa penelitian lain (Sudheer et al., 2009; Yadav et al., 2011). Dehgan (1982) menyebutkan bahwa J. integerrima adalah persilangan alami yang kompleks dan mungkin saja di dalamnya ada komponen J. curcas yang terlibat. Keberhasilan persilangan diduga juga Sejauh ini persilangan hanya dapat dilakukan jika J. curcas bertindak sebagai tetua betina dan tidak sebaliknya (Sujatha dan Prabakaran, 2003; Dhillon et al., 2009).
97
Tanaman hasil persilangan dalam penelitian ini vigor dan semua dapat menghasilkan bunga secara normal. Secara umum, berdasarkan karakter morfologis individu-individu F 1 menunjukkan karakter pertengahan antara kedua tetuanya. Pengecualian ditemukan pada karakter batang di mana individu F1 cenderung mengikuti P 2 . Karakter pertengahan yang ditunjukkan oleh individuindividu F 1 menegaskan bahwa individu-individu tersebut benar-benar merupakan hasil persilangan J. curcas dan J. integerrima. Dalam kasus di mana tetua mempunyai perbedaan karakter cukup menonjol seperti dalam penelitian ini, pengamatan karakter morfologis dapat diandalkan untuk determinasi hasil persilangan. Evaluasi dengan marka molekuler diarahkan untuk mendapatkan marka molekuler yang dapat digunakan untuk seleksi hasil persilangan di tahaptahap berikutnya. Aspek penting yang dapat dicapai dengan ditemukannya marka spesifik ini selain akurasi dalam determinasi hasil persilangan juga waktu identifikasi dapat dilakukan lebih awal sehingga secara keseluruhan program pemuliaan dapat dilakukan lebih singkat. Marka SSR yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari J. curcas dan sudah teruji dapat teramplifikasi pada J. curcas. Pengujian amplifikasi lintas spesies telah dilakukan dan marka yang bersangkutan dapat teramplifikasi pada J. integerrima serta menghasilkan pita polimorf dengan J. curcas. Marka yang lokus-lokus pada tetuanya polimorf dan dapat diturunkan secara bersama (co-inherited) pada semua individu F1 dapat digunakan untuk analisis pewarisan genetik (Kang et al. 2011). Dari 9 marka SSR 1 marka (EU099522) memenuhi kriteria tersebut. Dua marka (EU586348, AF469003) tidak dapat diandalkan karena meskipun keduanya polimorf pada tetua dan terekombinasi sempurna tetapi tidak terjadi pada semua F 1 . Marka EU586343 tidak dapat diandalkan karena ada satu lokus pada F1 yang ditemukan juga pada kedua tetuanya sehingga tidak diketahui pasti berasal dari P 1 atau P 2 . Marka EF612741 spesifik untuk P 2 sehingga karena persilangan dilakukan dengan P 1 sebagai tetua betina, marka tersebut menggambarkan andil P 2 pada F 1. Marka EU099524 spesifik untuk P 1 dan mempunyai ukuran berbeda dengan lokus dari marka EF612741. Kedua marka tersebut dengan multiplex PCR dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan.
98
Jumlah lokus yang teridentifikasi dengan marka RAPD dalam penelitian ini tidak banyak tetapi satu marka (OPC 10) dapat digunakan untuk membantu determinasi hasil persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima. Polimorfisme yang ditunjukkan oleh marka RAPD dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti delesi yang menghilangkan sisi pengikatan (binding site) primer, insersi yang membuat fragmen DNA menjadi terlalu besar untuk polimerisasi, substitusi nukleotida pada sisi penempelan primer (annealing site) yang menyebabkan kegagalan polimerasi atau penambahan atau delesi kecil yang menyebabkan fragmen DNA menjadi mengecil atau membesar. RAPD adalah marka dominan (Bardakci, 2001; Williams et al., 1990), teknik ini masih dapat digunakan untuk mengidentifikasi primer-primer yang menunjukkan profil hibrida dengan marka dari kedua induknya (co-inherited marker) yang dengan demikian lebih banyak genotip dapat ditapis lebih cepat dan lebih hemat dibandingkan dengan teknik lain. Beberapa pita DNA yang muncul pada F 1 tetapi tidak ditemukan pada tetua kemungkinan terjadi karena rekombinasi atau mutasi (Lodish et al., 2003). Sebaliknya pindah silang kromosom selama miosis dapat menyebabkan hilangnya sisi primer (priming sites) sehingga primer teramplifikasi pada tetua tetapi tidak teramplifikasi pada F 1 (Tiyagi et al., 1992). Keragaman genetik antar F1 hanya berkisar antara 7 hingga 28% dengan rerata 18% menunjukkan rendahnya variasi antara keturunan persilangan. Rendahnya keragaman F1 dapat terjadi karena tingginya homosigositas tanaman tetua seperti yang telah didapatkan pada kegiatan penelitian sebelumnya (Bab IV). Tanaman F 1 yang lebih dekat kepada P 1 adalah individu 1, 2, 3, 4, 5 dan 8, sementara individu 6 lebih dekat kepada P 2 . Berdasarkan dendrogram diketahui bahwa P 1 (J. curcas) mengelompok dengan F1 sementara P 2 (J. integerrima) memisah dengan jarak cukup jauh menjadi satu klaster tersendiri. Hasil ini berkebalikan dengan yang didapatkan oleh Dhillon et al. (2009) dimana J. curcas yang terpisah dalam klaster tersendiri. Dendrogram yang dibuat dengan marka SSR saja mendapatkan hasil yang sama dan hal ini mungkin terjadi karena marka SSR dikembangkan dari J. curcas. Hasil evaluasi dengan marka molekuler ternyata tidak komplementer dengan evaluasi berdasarkan karakter morfologis yang menunjukkan karakter pertengahan pada F1 .
99
Penggunaan marka SSR untuk identifikasi F 1 hasil persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima ini adalah yang pertama kali dilakukan dan marka spesifik yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk program pemuliaan tahap berikutnya. Marka-marka terpilih pada penelitian ini belum diketahui terpaut dengan sifat tertentu sehingga perlu kajian lebih lanjut. Pemanfaatan marka-marka yang terpilih pada penelitian ini masih terbatas untuk determinasi dan analisis pewarisan genetik persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima serta seleksi pada generasi-generasi persilangan berikutnya. Generasi persilangan lebih lanjut masih terbuka untuk hasil persilangan ini karena individu-individu F 1 terbukti fertil dan dapat menghasilkan biji yang dapat ditumbuhkan menjadi tanaman F 2 . Tidak diketahui asal serbuk sari yang menyerbuki tanaman F1 sehingga menjadi tanaman F 2 karena selain sesama tanaman F1 yang lain, di sekitar tanaman F1 juga terdapat tanaman J. curcas dan J. integerrima. Tanaman F2 yang tumbuh telah ada yang berbunga dan menghasilkan biji tetapi hanya ada satu biji yang dihasilkan pada tiap kapsul. Kecilnya keberhasilan pembentukan biji ini mungkin terjadi karena terbatasnya sumber serbuk sari yang ada. Bentuk dan warna buah dan biji yang terbentuk pada tanaman F 2 ini identik dengan buah J. curcas tetapi berukuran lebih kecil. Secara umum morfologi batang dan daun tanaman F2 lebih mendekati sifat J. curcas kecuali adanya pigmentasi pada daun dan tangkai daun yang menyerupai J. integerrima pada 2 individu tanaman F 2 . Tanaman F 2 yang tidak berpigmen pada batang, tangkai daun maupun daunnya mempunyai kelopak bunga putih, sedangkan tanaman F2 yang berpigmen mempunyai kelopak bunga berwarna merah muda (Lampiran 6). Rekombinasi karakter-karakter antara J. curcas dan J. integerrima pada tanaman F2 menguatkan dugaan bahwa tanaman F1 yang diuji betul-betul merupakan hasil persilangan antara J. curcas dengan J. integerrima.
Kesimpulan
Keragaman antar tanaman F 1 hasil persilangan J. curcas dengan J. integerrima tidak terlalu besar dan secara umum mempunyai karakter pertengahan (intermediate) antara kedua tetuanya. Individu F 1 cenderung mengikuti sifat J.
100
integerrima pada karakter bentuk percabangan, batang, bentuk karangan bunga serta pigmentasi pada daun, tangkai daun dan tangkai bunga. Karakter pada F1 yang mengikuti tetua J. curcas adalah bentuk daun. Keragaman antar kedua tetua tinggi (66%) sementara antar F1 keragamannya rendah (rerata 18%). Marka SSR EU099522 dan marka RAPD OPC10 polimorf pada kedua tetua dan dapat diturunkan secara bersama (co-inherited) pada semua individu F1 . Marka SSR EF612741 dan EU099524 dapat digunakan untuk identifikasi hasil persilangan melalui multiplex PCR. Indifidu F 1 fertil dan dapat menghasilkan tanaman F2 yang fertil pula.
Daftar pustaka
Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell Publishing Ltd. 350 Main Street, Malden, MA 02148-5020, USA; 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK; 550 Swanston Street, Carlton, Victoria 3053, Australia. hal 87 Asbani N, Heliyanto B. 2008. Kompatibilitas persilangan interspesifik Jatropha curcas x J. integerrima. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(2):7 Bardakci F. 2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Turk J Biol (25):185-196 Conceição LDHCS et al. 2011. Confirmation of cross-fertilization using molecular markers in ornamental passion flower hybrids. Genetics and Molecular Research 10 (1): 47-52 Lodish H, Berk A, Zipursky SL, Matsudaira P, Darnell J. 2003. Molecular and Cellular Biology. Fifth edition. WH Freeman & Company New York Dhillon RS et al. 2009. Development and molecular characterization of interspecific hybrids of Jatropha curcas x J. integerrima. Indian Journal of Biotechnology 8:384-390 Divakara BN, Upadhyaya HD, Wani SP, Laxmipathi Gowda CL. 2009. Biology and genetic improvement of Jatropha curcas L.: A review. Applied Energy 87:732-742 Gomez SM et al. 2008. Identification of peanut hybrids using microsatellite markers and horizontal polyacrylamide gel electrophoresis. Peanut Science 35:123-129 Hartati RS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. Jurnal Littri 15(4):152-161 101
Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Hirose T, Ujihara A, Kitabayashi H, Minami M. 1993. Morphology and identification by isozyme analysis of interspecific hybrids in buckwheats. Fagopyrum 13:25-30 Huang SC, Tsai CC, Sheu CS. 2000. Genetic analysis of Chrysanthemum hybrids based on RAPD molecular markers. Bot. Bull. Acad. Sin. 41: 257-262 Iqbal A, Sadaqat HA, Khan AS, Amjad M. 2010. Identification of sunflower (Helianthus annuus, Asteraceae) hybrids using simple-sequence repeat markers. Genetics and Molecular Research 10(1):102-106 Kang JH et al. 2011. Microsatellite analysis as a tool for discriminating an interfamily hybrid between olive flounder and starry flounder. Genetics and Molecular Research 10 (4):2786-2794 Lakshminarayana M, Sujatha M. 2001. Screening of Jatropha species against the defoliators of castor (Ricinnus communis L.). J oilseeds Res. 18:228-230 Moose SP, Mumm RH. 2008. Molecular plant breeding as the foundation for 21st century crop improvement. Plant Physiology 147:969-977 Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl Acad Sci USA 76:5269-5273 Pollegioni P, Woeste K, Mugnozza GS, Malvolti ME. 2009. Retrospective identification of hybridogenic walnut plants by SSR fingerprinting and parentage analysis. Mol Breeding 24:321-335 Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Current Science 83(11): 1395- 1398 Rao KS, Lakhsminarayana G. 1987. Characteristics and composition of six newer seed and the oils. Fat. Sci. Technol. 89:324-326 Rohlf FJ. 1998. NTSYSPCpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0 User Guide. Applied Biostatistics Inc., 3 Heritage Lane, Setauket, New York Ronis DH, Thompson AE, Dierig DA, Johnson ER. 1990. Isozyme verification hybrids of interspecific of Cuphea. Hortscience (11):1431-1434 Shasany AK et al. 2005. Use of RAPD and AFLP markers to identify inter- and intraspecific hybrids of Mentha. Journal of Heredity 96(5):542-549 Spooner D, Treuren van R, Vicente de MC. 2005. Molecular markers for genebank management. IPGRI Technical Bulletin No. 10. International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy. hal 67
102
Sudheer PDVN, Pandya N, Reddy MP, Radhakrishnan. 2009. Comparative study of interspecific genetic divergence and phylogenetic analysis of genus Jatropha by RAPD and AFLP. Mol Biol Rep 36:901-907 Sujatha M, Prabakaran AJ. 2003. New ornamental hybrids through interspecific hybridization. Genetic Resources and Crop Evolution 50:75-82 Tiyagi BR, Ahmed T, Bahl JR. 1992. Cytology, genetics and breeding of commercially important Mentha species. Curr Res Med Arom Plants 14: 51-56 Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polimorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Res. 18:6531-6535 Wu M, Jia X, Tian L, Baochun LV. 2006, Rapid and reliable purity identification of F1 hybrids of maize (Zea may L.) using SSR markers. Molecular Plant Breeding 4(3):381-384 Yadav HK et al. 2011. EST-derived SSR markers development, characterization, polymorphism and transferability across the species/genera. Tree Genetics & Genomes 7:207-219 Yap IV, Nelson RJ. 1996. WINBOOT a program for performing bootstrap analysis of binary data to determine the confidence limits of UPGMAbased dendrograms. In: IRRI Disc. Pap. Ser. 14. International Rice Research Institute, Manila, Philippines Yi C, Zhang S, Liu X, Bui HTN, Hong Y. 2010. Does epigenetic polymorphism contribute to phenotypic variances in Jatropha curcas L. BMC Plant Biology 2010 10: 259
103
BAB VII PEMBAHASAN UMUM
Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki oleh jarak pagar dibandingkan dengan komoditi lain. Secara ekonomis budidaya jarak pagar belum terlalu menarik karena potensi hasil dari bahan tanam yang telah ada saat ini belum menjanjikan keuntungan. Upaya sistematis perbaikan genetik jarak pagar belum banyak dilakukan dan bahkan Achten et al. (2010) masih menggolongkan jarak pagar sebagai tanaman semi liar (semi-wild) atau tanaman yang belum didomestikasi (undomesticated). Hampir semua varietas yang tersebar di dunia saat ini dikembangkan dari seleksi terhadap
populasi
alamiah
(Achten,
2007).
Perbaikan
genetik
masih
dikonsentrasikan pada peningkatan daya hasil, namun demikian keberadaan keragaman genetik jarak pagar sebagai modal utama untuk melakukan perbaikan genetik masih menjadi perdebatan hingga kini. Informasi tentang keragaman daya hasil jarak pagar yang komprehensif juga masih jarang ditemukan. Pengembangan marka molekuler untuk evaluasi genetik jarak pagar Indonesia
menjadi
langkah
yang
sangat
mendesak
dilakukan
untuk
mengidentifikasi plasma nutfah yang dimiliki. Ekstraksi DNA sebagai langkah awal untuk memulai kegiatan evaluasi genetik berdasar marka molekuler telah dilakukan dan mendapatkan hasil yang cukup memadai. Metode ekstraksi DNA jarak pagar yang diterapkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk penelitianpenelitian di masa mendatang. Pemilihan marka SSR pada penelitian ini antara lain didasarkan pada (i) keunggulan marka ini untuk diferensiasi genetik plasma nutfah dan (ii) telah tersedianya informasi tentang sekuen DNA jarak pagar pada bank gen meskipun masih sangat terbatas. Strategi pengembangan primer dengan memanfaatkan data dari bank gen jauh lebih efisien jika dibandingkan dengan jika harus membuat pustaka genom, penapisan dan pengurutan sekuen DNA sendiri. Marka yang telah dikembangkan terbukti fungsional untuk identifikasi plasma nutfah jarak pagar Indonesia.
104
Berkebalikan dengan hasil pengamatan berdasar karakter morfologis, keragaman genetik yang didapatkan pada plasma nutfah Indonesia berdasar marka molekuler terbukti rendah. Implikasi dari rendahnya keragaman ini adalah terbatasnya langkah-langkah pemuliaan yang dapat dilakukan dengan materi genetik yang ada. Jika dipaksakan menggunakan materi genetik yang ada untuk persilangan maka kemajuan genetik khususnya untuk karakter daya hasil akan sangat kecil. Investasi yang dikeluarkan untuk pemuliaan dengan demikian tidak akan sebanding dengan hasil yang diperoleh dan waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat produksi yang diharapkan akan sangat lama bahkan mungkin tidak akan tercapai. Beberapa hasil penelitian menyebutkan rendahnya keragaman genetik dalam dan antar koleksi plasma nutfah Indonesia, India, Cina dan negara-negara di Afrika tetapi menunjukkan keragaman dengan aksesi-aksesi dari Amerika Tengah. Rendahnya keragaman genetik diduga karena beberapa faktor di antaranya: jangka waktu penyebaran yang belum terlalu lama (diperkirakan dibawa penjelajah Portugis lebih kurang 500 tahun yang lalu), mudahnya perbanyakan secara vegetatif dan sedikitnya jumlah introduksi yang dibawa. Lima ratus tahun adalah jangka waktu yang relatif singkat untuk timbulnya keragaman genetik baru karena mutasi yang disebabkan keragaman lingkungan baru. Kemudahan perbanyakan secara vegetatif meminimalisir munculnya variasi genetik karena rekombinasi. Jika diasumsikan bahan tanaman yang dibawa oleh penjelajah Portugis hanya 5 individu, maka keragaman yang ada saat ini akan berada pada kisaran keragaman 5 individu tersebut. Perbaikan genetik melalui persilangan akan optimal jika ada materi genetik baru yang mempunyai hubungan genetik jauh dari yang telah ada. Materi genetik baru dapat diperoleh dengan cara introduksi dari pusat keragaman jarak pagar yaitu di Amerika Tengah. Itupun hanya dapat dilakukan jika keragaman masih ditemukan. Jika materi genetik baru telah tersedia maka ada beberapa langkah perbaikan genetik yang dapat dilakukan seperti seleksi massa, seleksi berulang atau perakitan hibrida memanfaatkan fenomena heterosis. Seleksi massa dan seleksi berulang relatif mudah dilakukan tetapi waktu yang diperlukan akan relatif lebih lama. Varietas hibrida dapat dirakit melalui persilangan jarak pagar
105
dengan jarak pagar lain yang jauh hubungan genetiknya, diikuti dengan seleksi sederhana khususnya terhadap karakter daya hasil dan kadar minyak. Berdasarkan pengalaman keberhasilan metode ini pada tanaman berpenyerbukan terbuka yang lain maka keberhasilannya dapat diharapkan. Langkah-langkah global diperlukan untuk menyinergikan upaya perbaikan genetik jarak pagar. Berdasarkan penelusuran pustaka, penggunaan teknologi marka molekuler untuk mengakses keragaman genetik jarak pagar baru dimulai pada tahun 2007. Praktis baru 5 tahun eksplorasi keragaman genetik plasma nutfah dilakukan dan hasil yang diperoleh tidak konsisten. Hasil yang tidak konsisten dari penelitian-penelitian tersebut diduga akibat beragamnya materi yang digunakan dalam penelitian (biji, klon, tanaman dari biji, tanaman liar atau tanaman yang dibudidayakan) serta pada perbedaan metode evaluasi yang digunakan (AFLP, RAPD, SSR, ISSR, SCAR, SPAR). Inventarisasi hasil-hasil penelitian ini perlu dilakukan dan berdasarkan kajian dari penelitian yang telah ada nantinya perlu ditetapkan strategi evaluasi genetik jarak pagar dengan materi genetik yang lebih komprehensif. Penggunaan marka molekuler akan lebih cepat dan terarah dengan dukungan data sekuen lengkap dari genom jarak pagar (Sato et al. 2011). Data sekuen lengkap dari genom jarak pagar dapat diakses melalui http://www. kazusa.or.jp/jatropha/. Langkah perbaikan genetik dengan keterbatasan materi genetik yang ada di Indonesia masih dapat dilakukan, di antaranya dengan metode induksi mutasi dan introduksi gen asing melalui teknologi transgenik. Pada komoditi lain, metode-metode tersebut sejauh ini sebagian besar baru berhasil memperbaiki sifat kualitatif dan sebaliknya belum efektif untuk perbaikan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif yang dapat diperbaiki dengan metode ini di antaranya peningkatan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik serta peningkatan kualitas minyak. Perbaikan genetik dengan mutasi dan transformasi genetik jika tidak secara langsung dapat memperbaiki materi genetik yang ada setidaknya akan memperluas keragaman genetik koleksi plasma nutfah. Persilangan interspesies secara umum dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat kuantitatif seperti daya hasil. Di antara spesies kerabat dekatnya, jarak pagar mempunyai karakter produktivitas (jumlah dan berat buah) paling baik.
106
Persilangan interspesifik tidak dapat diandalkan untuk memperbaiki karakterkarakter tersebut tetapi masih sangat memungkinkan untuk karakter yang lain seperti ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik serta kualitas dan kadar minyak. Perbaikan pada karakter ketahanan terhadap cekaman secara tidak langsung memperbaiki produktivitas dengan cara meminimalisir penurunan hasil. Peningkatan kadar minyak secara langsung dapat meningkatkan hasil meskipun tanpa peningkatan produktivitas biji. Peningkatan kualitas minyak akan meningkatkan hasil karena harga jual yang semakin baik. Kegiatan pemuliaan jarak pagar dengan persilangan interspesies akan sangat terbantu dengan ditemukannya marka-marka SSR yang terbukti mampu teramplifikasi pada spesies kerabat J. curcas. Penelitian tentang persilangan interspesies antara J. curcas dengan spesies kerabat masih sangat jarang. Keterbatasan materi genetik pada jarak pagar menuntut kajian lebih banyak tentang persilangan intersepesies ini. Persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima terbukti berhasil. Beberapa karakter positif yang dimiliki oleh J. integerrima dapat dieksploitasi lebih lanjut untuk memperbaiki jarak pagar. Skema perbaikan genetik melalui persilangan interspesifik dengan bantuan marka molekuler dapat digambarkan sebagai berikut.
Jatropha curcas
X
Jatropha integerrima
Karakterisasi molekuler
F1
Karakterisasi biji dan minyak
Pertumbuhan cepat dan batang lebih keras
Karakterisasi molekuler BC dengan J. curcas
BC1F1 Karakterisasi molekuler
Karakterisasi biji, minyak dan seleksi klon potensial
Berproduksi awal dengan hasil biji dan minyak tinggi
Perbanyakan klonal dan pengujian
BC dengan J. curcas
BC2F1
Karakterisasi biji, minyak dan seleksi klon potensial
Berproduksi awal dengan hasil biji dan minyak tinggi
Perbanyakan klonal dan pengujian
Gambar 16 Skema perbaikan genetik jarak pagar melalui persilangan interspesifik dengan J. integerrima (diadaptasi dari : Parthiban et al., 2009) 107
Marka molekuler berperan dalam konfirmasi awal hasil persilangan. Pengujian dapat dilakukan pada fase biji yang terbentuk dari persilangan sehingga seleksi dapat dilakukan lebih awal. Pengamatan secara morfologi tetap harus dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki karakter daya hasil seperti jarak pagar tetapi memiliki karakter ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik serta kualitas seperti yang dimiliki J. integerrima.
108
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ekstraksi DNA jarak pagar dapat dilakukan dengan hasil memadai menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi. Primer SSR untuk jarak pagar telah berhasil didesain berdasarkan sekuen DNA jarak pagar yang terdapat pada basis data GenBank DNA. Primer SSR bersama dengan primer RAPD, ISSR dan SCAR yang diuji terbukti fungsional pada templat DNA jarak pagar. Berdasarkan evaluasi menggunakan marka molekuler yang dikembangkan, plasma nutfah jarak pagar koleksi Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi mempunyai keragaman rendah dan semua masuk dalam tipe Meksiko. Keragaman morfologi yang diamati masih membuka peluang eksplorasi lebih lanjut dengan marka molekuler yang berbeda. Keragaman yang tersedia masih dapat dimanfaatkan untuk merakit kultivar dengan tingkat produktivitas sedang. Marka SSR yang dikembangkan sebagian besar terbukti mampu teramplifikasi pada spesies kerabat J. curcas yaitu J. multifida, J. integerrima, J. podagrica dan J. gossypifolia. J. integerrima memiliki hubungan paling dekat dengan J. curcas dan keduanya telah berhasil disilangkan menghasilkan tanaman F 1 . Tanaman F 1 hasil persilangan interspesifik ini memiliki karakter morfologis pertengahan (intermediate) dan marka molekuler terpilih yaitu EU099522 (SSR) dan OPC10 (RAPD) dapat digunakan untuk determinasi F1 hasil persilangan.
Saran
Keragaman genetik jarak pagar yang ada di Indonesia terbatas dan tidak dapat diandalkan dalam perbaikan genetik melalui persilangan atau seleksi secara langsung untuk mendapatkan kultivar unggul berdaya hasil tinggi. Perbaikan genetik dengan materi genetik yang ada di Indonesia dapat dilakukan dengan persilangan interspesifik atau mutasi. Perluasan basis genetik sebaiknya dilakukan
109
dengan introduksi materi genetik dari pusat keragaman jarak pagar yaitu di Amerika Tengah. Sinergi dan kerjasama internasional dalam penelitian tentang jarak pagar secara umum dan dalam upaya perbaikan genetik secara khusus harus didorong untuk percepatan domestikasi jarak pagar.
DAFTAR PUSTAKA
[Puslitbangbun]. 2009. Populasi Komposit Jarak Pagar IP3-A dan IP3-B telah Dirilis. www.perkebunan.litang.deptan.go.id/ [1 Oktober 2009] Achten WMJ et al. 2007. Jatropha biodiesel fueling sustainability? Biofuels Bioprod Biorefin;1:28–91 Achten WMJ et al. 2010. Towards domestication of Jatropha curcas. Biofuels 1(1):91–107 Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell Publishing Ltd. 350 Main Street, Malden, MA 02148-5020, USA; 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK; 550 Swanston Street, Carlton, Victoria 3053, Australia. hal 87 Agarwal M, Shrivastava N, Padh H. 2008. Advances in molecular marker techniques and their applications in plant sciences. Plant Cell Rep 27:617– 631 Airy Shaw HK. 1972. The Euphorbiaceae of Siam. Kew Bull. 26(2): 191–363. Akkaya MS, Bhagwat AA, Cregan PB. Length polymorphisms of simple sequence repeat DNA in soybean. Genetics 132:1131–1139. Albayrak G, Gözükirmizi N. 1999. RAPD analysis of genetic variation in barley. Tr. J. of Agriculture and Forestry 23:627-630 Ambrosi DG et al. 2010. DNA markers and FCSS analyses shed light on the genetic diversity and reproductive strategy of Jatropha curcas L. Diversity 2: 810-836 Anonim. 2006. Jatropha handbook. First draft. FACT Foundation. Available online at www. fact-fuels.org. [12 Januari 2009] Antonova TS, Guchetl SZ, Tchelustnikova TA, Ramasanova SA. 2006. Development of marker system for identification and certification of sunflower lines and hybrids on the basis of SSR-analysis. Helia 29(45):6372
110
Arondel V et al. 1992. Map-based cloning of a gene controlling omega-3 fatty acid desaturation in Arabidopsis. Science 258:1353-1355. Asbani N, Heliyanto B. 2008. Kompatibilitas persilangan interspesifik Jatropha curcas x J. integerrima. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(2):7 Barbara et al. 2007. Cross-species transfer of nuclear microsatellite markers: potential and limitations. Molecular Ecology 16: 3759-3767 Bardakci F. 2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Turk J Biol (25):185-196 Basha SD, Francis G, Makkar HPS, Becker K, Sujatha M. 2009. A comparative study of biochemical traits and molecular markers for assessment of genetic relationships between Jatropha curcas L. germplasm from different countries. Plant Science 176:812–823 Basha SD, Sujatha M. 2007. Inter- and intra-population variability of Jatropha curcas (L.) characterized by RAPD and ISSR markers and development of population specific SCAR markers. Euphytica 156:375-386 Basha SD, Sujatha M. 2009. Genetic analysis of Jatropha species and interspecific hybrids of Jatropha curcas using nuclear and organelle specific markers. Euphytica 168:197-214 Bent AF et al. 1994. RPS2 of Arabidopsis thaliana: A leucine-rich repeat class of plant disease resistance gene. Science 265: 1856-1860. Cai Y, Sun D, Wu G, Peng J. 2010. ISSR-based genetic diversity of Jatropha curcas germplasm in China. Biomass and Bioenergy 34(12):1739-1750 Carvalho CR, Clarindo WR, Praça MM, Araújo FS, Carels N. 2008. Genome size, base composition and karyotype of Jatropha curcas L., an important biofuel plant. Plant Science 174 : 6, 613-617 Castillo A et al. 2008. Transferability and polymorphism of barley EST-SSR markers used for phylogenetic analysis in Hordeum chilense. BMC Plant Biology 8:97 Chagne D et al. 2004. Cross-species transferability and mapping of genomic and cDNA SSRs in pines. Theor. Appl. Genet. 109:1204-1214 Chayamarit C et al. 2001. Systematic study of the family Euphorbiaceae in Thailand. Di dalam: Baimai V, Kumhom R. editor. BRT Research Report 2001, pp. 78–88. Biodiversity Research and Training Program, Bangkok,Thailand. Chen K, Ren P,Ying C, Jiang Q, Jia X. 2011. Genetic relationships among Jatropha curcas L. clones from Panzhihua, China as revealed by RAPD and ISSR. African Journal of Agricultural Research 6(11):2582-2585 111
Conceição LDHCS et al. 2011. Confirmation of cross-fertilization using molecular markers in ornamental passion flower hybrids. Genetics and Molecular Research 10 (1): 47-52 Csurhes SM. 1999. Bellyache bush (Jatropha gossypiifolia) in Queensland. Pest Status Review Series - Land Protection Branch. Department of Natural Resources and Mines, Qld. Dayanandan S, Kamaljit SB, Kesseli R. 1997. Conservation of microsatellites among tropical trees (Leguminosae). American Journal of Botany 84(12): 1658–1663 Dehgan B. 1982. Novel Jatrophas for Florida landscapes. Proc. Fla. State Hort. Soc. 95:277-280 Dehgan B, Schutzman B.1994. Contributions toward a monograph of neotropical Jatropha: phenetic and phylogenetic analyses. International conference on the systematics of the euphorbiaceae 81(2):349-367 Dehgan B, Webster GL. 1979. Morphology and intrageneric relationships of the genus Jatropha (Euphorbiaceae). Univ. California Publ. Bot. 74:1-73. Di dalam: Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Dhillon RS et al. 2009. Development and molecular characterization of interspecific hybrids of Jatropha curcas x J. integerrima. Indian Journal of Biotechnology 8:384-390 Dieffenbach CW, Lowe TM and Dveksle GS. 1993. General concepts for PCR primer design. Genome Res. 3: S30-S37 Divakara BN, Upadhyaya HD, Wani SP, Laxmipathi Gowda CL. 2009. Biology and genetic improvement of Jatropha curcas L.: A review. Applied Energy 87:732-742 Djazuli M dan B Prastowo. 2008. Bahan bakar nabati alternatif pengganti minyak tanah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (4) Do N, Adams RP. 1991. A simple technique of removing plants polysaccharides contaminants from DNA. Biotechniques. 10:162-166 Dongre AB, Raut MP, Bhandarkar MR, Meshram KJ. 2011. Identification and genetic purity testing of cotton F1 hybrid using molecular markers. Indian Journal of Biotechnology 10:301-306 Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13– 15
112
Edwards KJ, Barker JHA, Daly A, Jones C, Karp A. 1996. Microsatellite libraries enriched for several microsatellite sequences in plants. Biotechniques 20:758–760 Fairless D. 2007. Biofuel: The little shrub that could maybe. Nature 449:652-655 Freitas RG, Missio RF, Matos FS, Resende MDV, Dias LAS. 2011. Genetic evaluation of Jatropha curcas: an important oilseed for biodiesel production. Genetics and Molecular Research 10(3):1490-1498 Ganesh Ram S, Parthiban KT, Senthil Kumar R, Thiruvengadam V, Paramathma M. 2008. Genetic diversity among Jatropha species as revealed by RAPD markers. Genet. Resour. Crop Evol. 55: 803-809 Ginwal HS, Rawati PS, Srivastava RL. 2004. Seed source variation in growth performance and oil yield of Jatropha curcas Linn. Central India Silvae Genetica 53(4):186-192 Gohil RH, Pandya JB. 2008. Genetic diversity assessment in physic nut (Jatropha curcas L.). International Journal of Plant Production 2 (4):321326 Gomez SM et al. 2008. Identification of peanut hybrids using microsatellite markers and horizontal polyacrylamide gel electrophoresis. Peanut Science 35:123-129 Guerra-Sanz JM. 2004. New SSR markers of Phaseolus vulgaris from sequence databases. Plant Breeding 123: 87-89 Gupta M, Chyi YS, Romero-Severson J, Owen JL.1994. Amplification of DNA markers from evolutionarily diverse genomes using single primers of simple-sequence repeats. Theor. Appl. Genet. 89:998-1006. Gupta PK, Varshney RK, Sharma PC, Ramesh B. 1999. Molecular markers and their applications in wheat breeding. Plant Breeding 118:369-390 Hartati RS. 2007. Jarak pagar, menyerbuk silang atau menyerbuk sendiri? Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 2(10):1 Hartati RS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. Jurnal Littri 15(4):152-161 Hartati RS. 2008. Variasi tanaman jarak pagar dari satu sumber benih satu genotipa. Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(1):1 Hasnam et al. 2007. Pengadaan bahan tanam jarak pagar di Indonesia ; Desa mandiri energi serta strategi penelitian di masa datang. Makalah pada Lokakarya Nasional Jarak Pagar III di Balittas Malang, 5 Nopember 2007
113
Hasnam. 2006a. Teka-teki produktivitas jarak pagar. Info Tek Jarak Pagar Vol 1 : 8 (29). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Hasnam. 2006b. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanam jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Jarak Pagar di Bogor 29 Nopember 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Heller J. 1996. Physic nut Jatropha curcas L. Promoting the conservation and use of under utilized and neglected crops. International Plant Genetic Resources Institute. Rome Higgins DG, Thompson JD, Gibson TJ. 1996. Using CLUSTAL for multiple sequence alignments. Methods Enzymol 266:383-402 Hintum TJL van, Treuren R van. 2002. Molecular markers: tools to improve genebank efficiency. Cellular & Molecular Biology Letters 7: 737-744 Hirose T, Ujihara A, Kitabayashi H, Minami M. 1993. Morphology and identification by isozyme analysis of interspecific hybrids in buckwheats. Fagopyrum 13:25-30 Hossain MB, Haque S, Khan H. 2002. DNA Fingerprinting of Jute Germplasm by RAPD. Journal of Biochemistry and Molecular Biology 35(4):414-419 Huang SC, Tsai CC, Sheu CS. 2000. Genetic analysis of Chrysanthemum hybrids based on RAPD molecular markers. Bot. Bull. Acad. Sin. 41: 257-262 Ikbal, Boora KS, Dhillon RS. 2010. Evaluation of genetic diversity in Jatropha curcas L. using RAPD markers. Indian Journal of Biotechnology 9:50-57 Instruksi Presiden No 1 tahun 2006 Iqbal A, Sadaqat HA, Khan AS, Amjad M. 2010. Identification of sunflower (Helianthus annuus, Asteraceae) hybrids using simple-sequence repeat markers. Genetics and Molecular Research 10(1):102-106 Ishii T, Xu Y, McCouch SR. 2001. Nuclear-and chloroplast-microsatellite variation in A-genome species of rice. Genome 44:658-666 Islam AKMA, Anuar N, Yaakob Z, Osman M. 2011. Heterosis of Seed yield and its components in Jatropha (Jatropha curcas L.). International Journal of Plant Breeding 5(2): 74-79 Jongschaap REE, Coreé WJ, Bindraban PS, Brandenburg WA. 2007. Claims and facts on Jatropha curcas L., Plant Research International B.V. Wageningen the Netherlands. Report 158
114
Joshi SP, Gupta VS, Aggarwal RK, Ranjekar PK, Brar DS. 2000. Genetic diversity and phylogenetic relationship as revealed by intersimple sequence repeat (ISSR) polymorphism in the genus Oryza. Theor. Appl. Genet. 100:1311–1320 Jubera et al. 2009. Genetic diversity analysis of elite Jatropha curcas L. genotypes using randomly amplified polymorphic DNA markers. Karnataka J. Agric. Sci 22(2):293-295 Kang JH et al. 2011. Microsatellite analysis as a tool for discriminating an interfamily hybrid between olive flounder and starry flounder. Genetics and Molecular Research 10 (4):2786-2794 Karsinah, Sudarsono, Setyobudi L, Aswidinnoor H. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasar penanda RAPD. Jurnal Bioteknilogi Peranian 7(1):8-16 Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Kaushik N, Roy S. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accession. Biomass and Bioenergy 31:497-502 Kemala S. 2006. Simulasi usaha tani jarak pagar, Jatropha curcas L. Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 12 No 3: 87 – 97 KojimaT, Nagaoka T, Noda N, Ogihara Y.1998. Genetic linkage map of ISSR and RAPD markers in Einkorn wheat in relation to that of RFLP markers. Theor. Appl. Genet. 96: 37–45. Kumar RV, Yogendra K, Tripathi, Izhaki I, Yadav VP, Ahlawat SP. 2008. Intraspecific variation and interrelationships between morphology, nutritional content and enzymatic activity of Jatropha curcas L. Current Science 95 (2) : 239 -243 Lakshminarayana M, Sujatha M. 2001. Screening of Jatropha species against the defoliators of castor (Ricinnus communis L.). J oilseeds Res. 18:228-230 Lee GA. 2011. Cross-amplification of SSR markers developed from Allium sativum to other Allium species. Scientia Horticulturae 128:401-407 Liu L et al. 2007. Evaluation of genetic purity of F1 hybrid seeds in cabbage with RAPD, ISSR, SRAP, and SSR markers. Hortscience 42(3):724–727 Lodish H, Berk A, Zipursky SL, Matsudaira P, Darnell J. 2003. Molecular and Cellular Biology. Fifth edition. WH Freeman & Company New York Machua J. Muturi G, Omondi S. Gicheru J. 2011. Genetic diversity of Jatropha curcas L. populations in Kenya using RAPD molecular markers: Implication to plantation establishment. African Journal of Biotechnology 10(16):3062-3069
115
Mahmud Z, Rivaie AA, Allolerung D. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Mahmud Z. 2006. Penelitian yang sedang dikerjakan oleh Puslitbang Perkebunan. Info Tek Jarak. Pagar 1(1):3 Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J. Agric. Food Chem. 45:3152-3157 Mardjono R, Sudarmo H, Sudarmaji. 2007. Uji daya hasil beberapa genotipa terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Nasional Jarak Pagar II, Bogor, 29 Nop 2006. Martin GB, Williams JGK, Tanksley SD. 1991. Rapid identification of markers linked to a Pseudomonas resistance gene in tomato by using random primers and near-isogenic lines. Proc.NatL Acad. Sci. 88: 2336-2340. Martono RWA. 2009. Tinjauan keekonomian harga biji jarak pagar dan evaluasi non-edibility program jarak pagar nasional. J. Ilm. Tek. Energi 1(8):66-74 McDermott JM et al. 1994. Genetic variation in powdery mildew of barley: Development of RAPD, SCAR and VNTR markers. Phytopathology 84:1316-1321 Medina IO, García FJE, Farfán JSN, Figueroa MS.2011. State of the art of genetic diversity research in Jatropha curcas. Scientific Research and Essays 6(8):1709-1719 Michelmore RW, Para I, Kesselli R.1991. Identification of markers linked to disease-resistance gene by bulked segregant analysis: A rapid method to detect markers in specific genomic regions by using segregation populations. Proc. Natl. Acad. Sci. 88: 9828-9832. Montes L R et al. 2008. Global evaluation of genetic variability in Jatropha curcas. In: Wageningen University Plant Breeding Reseach Day, 17 Juni 2008. Wageningen Moose SP, Mumm RH. 2008. Molecular plant breeding as the foundation for 21st century crop improvement. Plant Physiology 147:969-977 Nambisan P, 2007. Biotechnological intervention in jatropha for biodiesel production. Current Science 93(10):1347-1348 Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc Natl Acad Sci USA 76:5269-5273 Oduola T et al. 2005. Mechanism of action of Jatropha gossypifolia stem latex as a haemostatic agent. Eur J Gen Med 2(4):140-143 116
Olapeju OA, Gloer JB. 2008. Japodic acid, A Novel Aliphatic Acid from Jatropha podagrica Hook. Rec. Nat. Prod. 2(4):100-106 Ou WJ, Wang WQ, Li KM. 2009. Molecular genetic diversity analysis of 120 accessions Jatropha curcas L. germplasm. Chinese Journal of Tropical Crops. 30:287-292 Pant KS, Khosala V, Kumar D, Gairola S. 2006. Seed oil content variation in J. curcas Linn. In different altitudinal ranges and site conditions in H.P. India. Lyonia 31-34 Paramathma M, Parthiban KT, Neelakantan. 2005. Jatropha curcas. Forest Coll and Res Ins. Tamil Nadu Agricultural University, Mettupalayan. India pp 48 Paran I, Michelmore RW. 1993. Development of reliable PCR-based markers linked to downy mildew resistance genes in lettuce. Theor. Appl. Genet. 85:985-993. Park YJ, Lee JK, Kim NS. 2009. Simple sequence repeat polymorphisms (SSRPs) for evaluation of molecular diversity and germplasm classification of minor crops. Molecules 2009, 14, 4546-4569 Parthiban KT et al. 2009. Hybrid progenies in Jatropha – a new development. Current Science 96(6):815-823 Peakall R, Gilmore S, Keys W, Morgante M, Rafalski A. 1998. Cross-species amplification of soybean (Glycine max) simple sequence repeats (SSRs) within the genus and other legume genera: Implications for the transferability of SSRs in plants. Mol. Biol. Evol. 15:1275–1287 Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 Pollegioni P, Woeste K, Mugnozza GS, Malvolti ME. 2009. Retrospective identification of hybridogenic walnut plants by SSR fingerprinting and parentage analysis. Mol Breeding 24:321-335 Poncet V et al. 2004. SSR cross-amplification and variation within coffee trees (Coffea spp.). Genome 47:1071-1081 Popluechai S et al. 2009. Narrow genetic and apparent phenetic diversity in Jatropha curcas: initial success with generating low phorbol ester interspecific hybrids. Nature precedings. Pre-publication research and preliminary findings. http://precedings.nature.com/ documents/2782/ version/1 [25 Januari 2009] Powell W et al. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP and SSR (microsatellite) markers for germplasm analysis. Mol. Breed. 2: 225–238.
117
Prabakaran AJ, Sujatha M. 1999. Jatropha tanjorensis Ellis & Saroja, a natural interspecific hybrid occurring in Tamil Nadu, India. Gene Res Crop Evol. 46:213-218 Rafalski JA, Tingey SV. 1993. Genetic diagnostics in plant breeding: RAPDs, microsatellites and machines. Trends. Genet. 9:275-280 Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behaviour in a monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Current Science 83(11): 1395- 1398 Rakoczy-Trojanowska M. 2004. Characteristics and a comparison of three classes of microsatellite-based markers and their application in plants. Cellular & Molecular Biology Letters 9:221-238 Ranade SA, Srivastava AP, Rana TS, Srivastava J, Tuli R. 2008. Easy assessment of diversity in Jatropha curcas L. plants using two single-primer amplification reaction (SPAR) methods. Biomass and Bioenergy 32(6):533-540 Rao GR, Korwa GR, Shanker AK, Ramakrishna YS. 2008. Genetic associations, variability and diversity in seed characters, growth, reproductive phenology and yield in Jatropha curcas L. Trees. Structure and Function 22:697-709 Rao KS, Lakhsminarayana G. 1987. Characteristics and composition of six newer seed and the oils. Fat. Sci. Technol. 89:324-326 Reiter RS. 1992. Global and local mapping in Arabidopsis thaliana by using recombinant inbred lines and random amplified polymorphic DNAs. Proc. Natl. Acad. Sci. 89: 1477-1481. Richards GF et al. 2008. Comparative genomics and molecular dynamics of DNA repeats in eukaryotes. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 72: 686–727. Riedy MF, Hamilton WJ, Aquadro CF. 1992. Excess of non parental bands in offspring from know pedigrees assayed using RAPD PCR. Nucl. Acids Res. 20:918. Roa AC et al. 2000. Cross-species amplification of cassava (Manihot esculenta) (Euphorbiaceae) microsatellites: allelic polymorphism and degree of relationship. American Journal of Botany 87(11): 1647–1655 Robinson AJ, Love CG, Batley J, Barker G, Edwards D. 2004. Simple sequence repeat marker loci discovery using SSR primer. Bioinformatics Application Note 20(9):1475-1476 Röder MS at al.1995. Abundance, variability and chromosomal location of microsatellites in wheat. Mol. Gen. Genet. 246: 327-333
118
Rohlf FJ. 1998. NTSYSPCpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.0 User Guide. Applied Biostatistics Inc., 3 Heritage Lane, Setauket, New York Ronis DH, Thompson AE, Dierig DA, Johnson ER. 1990. Isozyme verification hybrids of interspecific of Cuphea. Hortscience (11):1431-1434 Rosado TB at al. 2010. Molecular marker reveal limited genetic diversity in a large gerplasm collection of the biofuel crop Jatropha curcas L. in Brazil. Crop Science 50:2372-2382 Rossetto M et al. 1999. Cross species amplification of microsatellite loci: a valuable tool for genetic studies in plants. Paper presented to the Plant and Animal Genome VII Conference, San Diego, California, USA, 17-21 January Rozen S, Skaletsky HJ. 2000. Primer3 on the WWW for general users and for biologist programmers. Di dalam: Krawetz S, Misener S. editor . Bioinformatics Methods and Protocols: Methods in Molecular Biology. Humana Press, Totowa, NJ. hlm 365-386 Sambrook J, Fritsch EF and Maniatis T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, New York, USA Santos CAF, Drumond MA, Rodrigues MA, Evangelista MRV. 2010. Genetic similarity of Jatropha curcas accessions based on AFLP markers. Crop Breeding and Applied Biotechnology 10: 364-369 Sanwen H at al. 2000. Development of pepper SSR markers from sequence databases. Euphytica 117:163–167 Sato S et al. 2011. Sequence analysis of the genome of an oil-bearing tree, Jatropha curcas L. DNA Research 18:65–76 Semagn K, Bjørnstad Å, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular marker methods for plants. African Journal of Biotechnology 5(25):25402568 Sharma AD, Gill PK, Sigh P. 2002. DNA isolation from dry and fresh samples of polysaccharides-rich plants. Plant Mol Biol Rep. 20: 415 a-f Shasany AK et al. 2005. Use of RAPD and AFLP markers to identify inter- and intraspecific hybrids of Mentha. Journal of Heredity 96(5):542-549 Soontornchainaksaeng P, Jenjittikul T. 2003. Karyology of (Euphorbiaceae) in Thailand. Thai For. Bull. (Bot.) 31:105-112
119
Jatropha
Spooner D, Treuren van R, Vicente de MC. 2005. Molecular markers for genebank management. IPGRI Technical Bulletin No. 10. International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy. hal 67 Subramanyam K, Muralidhararao D, Devanna N. 2009. Genetic diversity assessment of wild and cultivated varieties of Jatropha curcas (L.) in India by RAPD. African Journal of Biotechnology 8 (9):1900-1910 Sudarmo H, Heliyanto B, Suwarso dan Sudarmaji. 2007. Aksesi potensial jarak pagar (Jatropha curcas L.). Lokakarya Nasional Jarak Pagar II, Bogor, 29 Nop 2006 Sudheer PDVN et al. 2011. Cross species amplification ability of novel microsatellites isolated from Jatropha curcas and genetic relationship with sister taxa. Mol Biol Rep 38:1383-1388 Sudheer PDVN, Pandya N, Reddy MP, Radhakrishnan. 2009. Comparative study of interspecific genetic divergence and phylogenetic analysis of genus Jatropha by RAPD and AFLP. Mol Biol Rep 36:901-907 Sudheer PDVNS, Meenakshi, Sarkar R, Boricha G, Reddy MP. 2009. A simplified method for extraction of high quality genomic DNA from Jatropha curcas for genetic diversity and molecular marker studies. Indian Journal of Biotechnology 8:187-192 Sujatha M, Prabakaran AJ. 2003. New ornamental hybrids through interspecific hybridization. Genetic Resources and Crop Evolution 50:75-82 Sujatha M, Reddy TP, Mahasi MJ. 2008. Role of biotechnological interventions in the improvement of castor (Ricinus communis L.) and Jatropha curcas L. Biotechnology Advances 26:424–435 Sun QB, Li LF, Li Y, Wu GJ, Ge XJ. 2008. SSR and AFLP markers reveal low genetic diversity in the biofuel plant Jatropha curcas in China. Crop Sci. 48:1865-1871 Sunil N et al. 2008. Assessing Jatropha curcas L. germplasm in-situ. A case study. Biomass and Bioenergy 32:198-202 Sunil N et al. 2011. Correlating the phenotypic and molecular diversity in Jatropha curcas L. Biomass and bioenery 35:1085-1096 Sunita K, Kochar VK, Singh SP, Katiyar RS, Pushpangadan P. 2005. Differential rooting and sprouting behavior of two Jatropha species and associated physiological and biochemical changes. Curr. Sci. 89: 936-939 Surwenshi A, Kumar V, Shanwad UK, Jalageri BR. 2011. Critical review of diversity in Jatropha curcas for crop improvement: A candidate biodiesel crop. Research Journal of Agricultural Sciences 2(2):193-198
120
Tanksley SD, McCouch SR. 1997.Seed Banks and Molecular Maps: Unlocking Genetic Potential from the Wild. Science 277:1063-1066 Tanya P, Taeprayoon P, Hadkam Y, Srinives P. 2011. Genetic diversity among Jatropha and Jatropha-related species based on ISSR markers. Plant Mol Biol Rep29:252–264 Tarpomanova, Hvarleva Tz, Hristova M, Atanassov I. 2009. Molecular marker characterization of breeding lines derived from Helianthus annuus x Helianthus bolanderi inter-specific hybrids. Biotechnol. & Biotechnol. EQ. 23/2009/SE Tatikonda L et al. 2009. AFLP-based molecular characterization of an elite gerplasm collection of Jatropha curcas L., a biofuel plant . Plant Science 176: 505 - 513 Thawaro S, Te-chato S. 2009. Application of molecular markers in the hybrid verification and assessment of somaclonal variation from oil palm propagated in vitro. ScienceAsia 35:142–149 Thiel T, Michalek W, Varshney R, Graner A. 2003. Exploiting EST databases for the development and characterization of gene-derived SSR-markers in barley (Hordeum vulgare L.). Theor. Appl. Genet. 106: 411-422 Tiyagi BR, Ahmed T, Bahl JR. 1992. Cytology, genetics and breeding of commercially important Mentha species. Curr Res Med Arom Plants 14: 51-56 Umamaheswari D, Paramathma M, Manivannan N. 2010. Molecular genetic diversity analysis in seed sources of Jatropha (Jatropha curcas L) using ISSR markers. Electronic Journal of Plant Breeding 1(3): 268-278 Varshney RK, Graner A, Sorrells ME. 2005. Genic microsatellite markers: features and applications. Trends Biotechnol. 23:48-55 Wang J et al. 2002. Identification of parents of F1 hybrids through SSR profiling of maternal and hybrid tissue. Euphytica 124:29–34 Wen M et al. 2010. Development of EST-SSR and genomic-SSR markers to assess genetic diversity in Jatropha curcas L. BMC Research Notes 3(42):1-8. http://www.biomed central.com/1756-0500/3/42 [5 April 2010] Whankaew S et al. 2011. Cross-genera transferability of (simple sequence repeat) SSR markers among cassava (Manihot esculenta Crantz), rubber tree (Hevea rasiliensis Muell. Arg.) and physic nut (Jatropha curcas L.). African Journal of Biotechnology 10 (10): 1768-1776 Williams JG, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA, Tingey SV. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acids Res. 18:6531–6535. 121
Wu K, Jones R, Dannaeberger L, Scolnik PA.1994. Detection of microsatellite polymorphisms without cloning. Nucleic Acids Res. 22:3257–3258. Wu M, Jia X, Tian L, Baochun LV. 2006, Rapid and reliable purity identification of F1 hybrids of maize (Zea may L.) using SSR markers. Molecular Plant Breeding 4(3):381-384 Yadav HK et al. 2011. EST-derived SSR markers development, characterization, polymorphism and transferability across the species/genera. Tree Genetics & Genomes 7:207-219 Yap IV, Nelson RJ. 1996. WINBOOT a program for performing bootstrap analysis of binary data to determine the confidence limits of UPGMAbased dendrograms. In: IRRI Disc. Pap. Ser. 14. International Rice Research Institute, Manila, Philippines Yasodha R, Ghosi M, Sumathi R, Gurumurthi K. 2005. Cross-species amplification of eucalyptus SSR markers in Casuarinaceae. Acta Bot. Croat. 64(1):115-120 Ye-yun X, Zhan Z, Yi-ping X, Long-ping Y. 2005. Identification and Purity Test of Super Hybrid Rice with SSR Molecular. Markers Rice Science 12(1):712 Yi C, Zhang S, Liu X, Bui HTN, Hong Y. 2010. Does epigenetic polymorphism contribute to phenotypic variances in Jatropha curcas L. BMC Plant Biology 10: 259 Yunus A. 2007. Identifikasi keragaman genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Jawa Tengah berdasarkan penanda isoenzim. Biodiversitas 8(3): 249252 Zeid M et al. 2010. Cross-amplification of EST-derived markers among 16 grass species. Field Crops Research 118:28–35 Zhang et al. 2008. Identification of sugarcane interspecies hybrids with RAPDs. African Journal of Biotechnology 7 (8):1072-1074 Zhang LY, Bernard M, Leroy P. 2005. High transferability of bread wheat ESTderived SSRs to other cereals. Theor Appl Genet 111:677-687. Zhang Z, Guo X, Liu B, Tang L, Chen F. 2011. Genetic diversity and genetic relationship of Jatropha curcas between China and Southeast Asian revealed by amplified fragment length polymorphisms. African Journal of Biotechnology 10(15):2825-2832 Zubieta CG, Ghiselli L, Benedettelli S, Palchetti E. 2009. Development of novel SSR markers from a genomic microsatellite library in Jatropha curcas L. Proceedings of the 53rd Italian Society of Agricultural Genetics Annual Congress. Torino, Italy – 16/19 September 122
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta penyebaran jarak pagar (J. curcas) dari pusat penyebaran di Amerika Tengah (Heller, 1996) sampai ke Asia
123
Lampiran 2 Sistematika genus Jatropha
124
Lampiran 3 Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan analisis molekuler menggunakan marka RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Karakter daya hasil (g/tan) diplot pada aksesi
90 446 622 628 680 704 606 244 0 422 74 46 748 390 392 70 780 584 274 388 456 640 238 900 0.68
0.76
0.84
0.92
1.00
Koefisien Lampiran 4 Dendrogram 24 aksesi jarak berdasarkan analisis molekuler menggunakan marka RAPD dan ISSR dengan koefisien kesamaan genetik Dice. Karakter umur berbunga (hari) diplot pada aksesi 145 84 84 97 99 86 84 111 >360 80 274 125 84 142 84 125 75 89 75 200 222 86 180 91
0.68
0.76
0.84
Koefisien
125
0.92
1.00
Lampiran 5 Gambar morfologi tanaman, daun, bunga dan buah beberapa spesies kerabat J. curcas
Bunga dan daun merah muda
J. integerrima jenis
Morfologi tanaman J.podagrica
Morfologi daun dan buah J.gossypifolia
Morfologi bunga dan buah J.multifida
Morfologi bunga dan buah J.podagrica
Morfologi bunga J.gossypifolia
126
Lampiran 6 Gambar morfologi daun, bunga, buah dan pigmentasi pada tanaman F2
Bentuk daun tanaman F 2 hasil Bentuk daun tanaman F 2 persilangan persilangan interspesies antara J. curcas interspesies antara J. curcas X J. X J. integerrima. Tidak ada pigmentasi integerrima. Pigmentasi dijumpai pada pada batang maupun daun. batang maupun daun.
Bunga dan karangan bunga tanaman F 2 hasil persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima. Kelopak bunga berwarna putih.
Bunga dan karangan bunga tanaman F 2 hasil persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima. Bentuk dan warna bunga identik dengan bunga tanaman F 1 .
Buah tua tanaman F 2 hasil persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima. Ukuran lebih kecil daripada buah J. curcas.
Biji tanaman F 2 hasil persilangan interspesies antara J. curcas dengan J. integerrima. Biji yang terbentuk hanya satu.
127