PEMAKNAAN SIMBOL-SIMBOL AGAMA DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI GEORGE WALKER BUSH PASCA SERANGAN 11 SEPTEMBER 2001 Agustina Siahaan* ABSTRAK Masalah utama yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah makna dan alasan penggunaan simbol-simbol agama dalam kebijakan luar negeri Bush terhadap Afghanistan dan Irak pasca serangan 11 September 2001. Simbol agama yang diteliti terbagi dalam tiga bentuk yaitu pengutipan ayat Alkitab, metafora dan frase agama Kristen, dan pengutipan syair lagu rohani yang dimuat dalam pidato, pernyataan resmi, dan juga buku pertahanan Amerika Serikat. Karya ilmiah ini didasari oleh konsep benturan peradaban yang disampaikan oleh Samuel P. Huntington bahwa konflik yang semakin berkembang akan diwarnai oleh perbedaan peradaban. Pandangan ini kemudian dikelola dengan menggunakan paradigma konstruktivisme yang memandang bahwa tidak ada tindakan yang terjadi secara alamiah. Dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa penggunaan simbol agama dalam kebijakan Bush bukan hanya sebuah peristiwa alamiah, namun suatu ide yang dibangun untuk tujuan tertentu. Penulis menginterpretasi simbol simbol agama tersebut menggunakan analisa pemahaman interpretasi yang memungkinkan hasil penelitian ini sedikit banyak tidak lepas dari emosi dan interpretasi penulis sendiri. Karya ilmiah ini menghasilkan kesimpulan bahwa simbol-simbol agama yang digunakan Bush dalam kebijakan luar negerinya dimaksudkan untuk memenuhi target dalam domestik maupun internasional. Dalam domestik, Bush berusaha memanfaatkan simbol-simbol agama untuk berkomunikasi dan menarik dukungan masyarakatnya dalam berperang di Irak dan Afghanistan. Sementara penggunaan simbol agama ke Afghanistan dan Irak dimaksudkan untuk membenturkan Amerika dan Islam (kebaikan dan kejahatan) yang membuat kebijakan Bush dapat dilegalkan dan mendapat dukungan dari pihak internasional. Kata kunci: Benturan Peradaban, Interpretasi, Kebijakan Luar Negeri, Simbol Agama, Serangan September ABSTRACT The main issue in this paper is related to the meaning and reason for the use of religious symbols in Bush's foreign policy towards Afghanistan and Iraq after the attacks of 11 September 2001. The religious symbols are divided into three form, they are biblical language, metaphors and phrases of Christianity, and Christian spiritual song (hymnology). They are all contained in speeches, official statements, and also the US defense book. This thesis is written based on the concept of clash of civilizations by Samuel P. Huntington. Huntington mainstream view is that the conflict in the future is no longer characterized by political and economic, but differences of civilization. These views are then managed using a constructivism which holds that no action will occur naturally, which can be assumed that the use of religious symbols in Bush's policy is not just a natural event, but surely there is intention are built for a specific purpose. To explore the meaning of religious symbols, the writer use the interpretative understanding analysis which is enables the interpretation affect by the writer‟s interpretation. And to explore the reason on why Bush use the religious symbol, writer use the strategic policy analysis. This method reveals the reason on how a *
Mahasiswi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Jalan Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah, 57126
1
leader chose the most strategic policy in any condition. The study concluded that religious symbols in Bush foreign policy are intended to meet the targets in both domestic and international. In domestic, Bush tried to use religious symbols to communicate and attract the support of American people in the war of Iraq and Afghanistan. While the use of religious symbols to Afghanistan and Iraq intended for banging America and Islam (good and evil) that will make Bush was able and legal to overcome the evil actions in Afghanistan and Iraq. Keyword: Clash of civilization, foreign policy, religious symbol, re-interpretation, September attack LATAR BELAKANG Meskipun dunia telah bergerak kearah sekulerisme dengan ditandai pemisahan ruang agama dan ruang politik serta meningkatnya jumlah ateisme dan agnotisme, namun diskursus tentang agama tidak pernah berhenti untuk dibahas. Sejarah menunjukkan bahwa agama telah menjadi alat paling sensitif sebagai alasan dalam melegalkan berbagai tindakan dalam lingkungan sosial termasuk peperangan. Perang Salib (crusade) yang sering digambarkan sebagai peperangan dua agama besar yaitu Islam dan Kristen adalah contoh besar perang yang dipicu oleh perbedaan pandangan agama. Perang Salib beserta pemikiran-pemikirannya telah mengonstruksi citra dunia Islam di mata Barat dan begitu pula sebaliknya. Akhirnya, Perang Salib telah melahirkan perasaan saling tidak percaya serta salah paham yang tidak berkesudahan. Bahkan tindakan terorisme banyak dihubungkan dengan identitas agama tertentu, sehingga banyak menuai respon yang beragam diantara pemeluk agama. Amerika Serikat adalah negara yang menyatakan bahwa agama merupakan konsep yang harus dipisahkan dari konsep politik. Secara umum pemisahan tersebut berasal dari konsep Thomas Jefferson yang berbunyi separation of church and state atau pemisahan gereja dan negara. Hal ini dimaknai bahwa negara Amerika bukan negara yang berlandaskan agama sehingga tidak boleh ada intervensi dari agama manapun terhadap hukum dan pemerintahan di Amerika atau bisa dikatakan sepenuhnya sekuler. 1 Namun demikian jika dilihat dalam politik praktis Amerika adalah salah satu negara sekuler yang masih dibalut diskursus agama. 2 Beberapa presiden Amerika Serikat sering menggunakan atribut dan simbol agama dalam kebijakannya, termasuk John Adams, John F. kenndedy, Bill Clinton, dan George W. Bush dan lain sebagainya. 3 Namun dari sekian presiden yang sarat dengan simbol agama, Presiden George W. Bush (selanjutnya disebut Bush) dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang paling fenomenal dengan simbol-simbol agamanya. Dan uniknya momentum peristiwa penyerangan World Trade Center dan Pentagon atau yang lebih dikenal dengan peristiwa 11 September 2
2001 menjadi momen paling penting dalam penggunaan simbol-simbol agama dalam rezim Bush. Pernyataan Bush, menyusul peristiwa 11 September 2001 dengan istilah Perang Salibnya telah membuktikan kuatnya bekas peristiwa perang tersebut dalam benak Bangsa Barat. Peristiwa penyerangan 11 September 2001 dipercaya oleh Bush sebagai sebuah tindakan yang mengubah wajah Amerika. Pemerintah dan masyarakat Amerika serta sebagian masyarakat dunia mempercayai bahwa peristiwa ini merupakan ulah kelompok anti Amerika atau teroris kelas atas yang disinyalir kelompok Al-Qaeda, yaitu kelompok radikal dari Timur Tengah. Timur Tengah menjadi kawasan yang sangat krusial bagi Amerika Serikat setelah peristiwa 11 September 2001. Pada tahun 2004, dalam sebuah pernyataannya saat diwawancarai, Bush kembali mempertegas makna City upon a Hill (doktrin awal eksepsionalisme Amerika Serikat) dengan menyatakan “Like generations before us, we have a calling from beyond the stars to stand for freedom. This is everlasting dream of America.”4 Bush terlihat sangat percaya diri untuk menyatakan bahwa Bush adalah orang pilihan Tuhan sebagai presiden dan Bush juga menyampaikan bahwa negara Amerika adalah bangsa pilihan Tuhan yang mendapat otoritas Tuhan sepenuhnya, baik dalam memerangi musuh dan untuk mewujudkan perdamaian. Simbol-simbol agama yang digunakan Bush terlihat sangat spontan dan memiliki pemaknaan yang terkadang sangat krusial dalam memandang peristiwa menegangkan yaitu serangan 11 September 2001. Dalam hal ini muncul asumsi terkait tujuan penggunaan simbol agam tersebut yaitu terkait pengaruh dendam masa lalu atas perang salib atau justru hanya disebabkan oleh perkembangan kepentingan Amerika Serikat di Timur tengah. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Karya ilmiah ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif eksploratif. Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Sementara penelitian eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk memetakan suatu objek secara relatif mendalam, atau dengan kata lain penelitian eksploratif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dan dipakai manakala kita belum mengetahui secara persis dan spesifik mengenai objek penelitian kita. 5 2. Jenis Data 3
Data terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah suatu objek atau dokumen original serta material mentah dari pelaku yang disebut first-hand information. Data primer dalam penelitian ini berupa teks pidato dan teks wawancara Bush yang sudah dipublikasikan dalam bentuk script yang diakses dari website resmi White House. Adapun data sekunder adalah data pendukung yang sudah dikompilasi dalam bentuk buku, majalah, jurnal serta berita-berita cetak maupun online yang berhubungan dengan isu ini. 3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Segala data yang dibutuhkan untuk penulisan karya ilmiah ini akan dikumpulkan dengan teknik-teknik, yaitu: a. Studi Pustaka yaitu melalui pencarian data dalam bentuk dokumentasi seperti buku cetak, buku elektronik, jurnal, majalah, surat kabar cetak. b. Internet Browsing yaitu melalui pencarian data data pendukung melalui internet yang menyediakan website-website terkait isu yang dibahas, seperti jurnal online, video, dan artiket serta berita terkait. 4. Teknik Analisis Data Untuk memperdalam mengapa suatu kebijakan luar negeri diputuskan, muncullah studi analisis strategis kebijakan luar negeri (strategic foreign policy analysis) yang mengkaji serta
mempelajari
kebijakan
melalui
proses
pengambilan
keputusan
yang
akan
mempengaruhi sistem internasional. Studi ini membantu kita dalam mengkaji fenomenafenomena yang sedang terjadi di sekitar kita dengan membandingkan satu kebijakan luar negeri dengan yang lainnya sehingga dapat menemukan kebijakan yang lebih strategis yang didukung oleh situasi yang terjadi. Kebijakan luar negeri tentunya dirumuskan oleh aktoraktor penting seperti individu. Level individu ini merupakan bagian dari level analisis yang digunakan unruk menjelaskan pengambilan kebijakan luar negeri. Level analisis individu menunjukkan bahwa suatu kebijakan luar
negeri
sesungguhnya adalah cerminan dari pemikiran serta perilaku pemimpin negara tersebut. Setiap individu memiliki karateristik yang berbeda, dimana setiap individu mempunyai caranya masing-masing dalam membuat kebijakan luar negeri. Keputusan dalam pengambilan kebijakan luar negeri ini biasanya terpengaruh dari emosi serta sudut pandang pemimpin tersebut. Latar belakang kehidupan dan kondisi psikologis seorang pemimpin juga sangat mempengaruhi cara seorang pemimpin dalam membuat keputusan. 4
Marijke Breuning menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan luar negeri level individu ini yaitu operational code, analisa karakter pemimpin dan leadership trait analysis. Metode kedua adalah analisa karakter pemimpin yang dikategorikan menjadi empat jenis karakter dari pemimpin yaitu, (1) active-positive, pemimpin di kategori ini banyak berkontribusi serta memperoleh rasa puas dari pekerjaan yang dilakukannya. (2) active-negative, pemimpin pada katagori ini adalah pemimpin yang lebih mementingkan kekuasaan dan cara mempertahankanya, (3) passive-positive, pemimpin yang kurang aktif namun tetap memberikan yang terbaik dalam melakukan pekerjaannya, kategori yang terakhir adalah passive-negative, merupakan pemimpin yang kurang energik. George W. Bush tergolong pemimpin aktif negatif yang begitu masif dalam mengambil segala kebijakan yang mungkin bisa diambil untuk mempertahankan kekuasaannya termasuk mengambil kebijakan kontroversial untuk berperang di Timur Tengah dengan membawa terorisme menjadi isu utamanya, namun dampak dan akibat perang menjadi masalah baru yang dihadapi Amerika. Dalam penemuan yang Amy temukan dalam artikel ilmiahnya, kebijakan kontroversial tersebut diambil oleh Bush untuk menarik simpati masyarakat Amerika untuk berkontribusi memilihnya kembali dalam periode kedua. 6 AGAMA DAN PENGALAMAN SPRITUAL GEORGE WALKER BUSH Bush bergabung dalam jemaat di Gereja Metodis tak lama setelah anak-anaknya lahir. Perjalanan spiritual Bush terlihat lambat, tetapi secara bertahap membawanya ke pengalaman iman yang kuat. Bush telah dibaptis di Yale non-denomination Dwight Hall Chapel dan orang tuanya telah membawanya ke dua gereja yaitu Presbyterian dan Episcopal di Texas tetapi pengalaman spiritualnya belum tumbuh secara mendalam. Pandangan spritualnya mulai bergeser ketika Bush senior mengundang penginjil terkenal dunia yaitu Billy Graham untuk menjawab beberapa pertanyaan dari keluarga Bush yang tengah berkumpul saat liburan keluarga di Kennebunkport, Maine. Graham berbicara dengan Bush yang mana pesan dalam pembicaraan ini sangat menggugah spiritualitas Bush. 7 Bush mulai membaca Alkitab lebih serius dan menghadiri acara Pendalaman Alkitab (PA) setiap rabu malam. Pada waktu Bush mulai berkampanye untuk pemilihan Presiden pada tahun 2000, pandangan spritualitasnya semakin terlihat dan terluapkan, dan bahkan dia membicarakan hal itu saat kampanye, terutama ketika dia menyebut Yesus sebagai filsuf favoritnya selama hidup. Bush banyak menggantungkan diri terhadap istrinya untuk membawa hidupnya dalam perubahan besar. Sebelum menikah Bush memiliki beberapa episode kehidupan yang terikat 5
dengan alkohol. Segera setelah menikahi Laura, Bush bergabung dengan United Methodist Church dan menjadi seorang jemaat Kristen yang mengalami pengalaman spiritual lahir kembali (born again). Berdasarkan catatan Bush dalam bukunya Decision Point, Bush menyebutkan bahwa titik awal penentu pengalaman keimanannya terjadi pada ulang tahunnya yang ke-40. Pada pagi hari di hari ulang tahunnya yang ke-40 tersebut, Bush melakukan aktivitas rutinnya yaitu lari pagi. Dalam perjalanannya Bush memungkiri kehidupannya yang masih banyak dibumbui perilakunya yang kurang baik. Bush merasakan sebuah perasaan bersalah dan merasa sudah waktunya untuk kembali ke jalan yang benar. Dia melukiskan perasaan tersebut dalam bukunya sebagai berikut: My problem was not only drinking; it was selfishness. The booze was leading me to put myself ahead of others, especially my family... faith showed me a way out. I knew I could count on the grace of God to help me change. It would not be easy, but by the end of the run, I had made up my mind: I was done drinking.8 Pada tahun 1981 pasangan Bush dan Laura akhirnya menikmati kedatangan putri kembarnya, Barbara dan Jenna. Banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan pribadi Bush mulai saai itu seperti berhenti minum dan menjadi sangat terlibat aktif dalam pelayanan di gerejanya. Selama hidup di Texas, Bush dan keluarga menjadi jemaat aktif di Highland Park Methodist United Church. Metodis adalah sebuah sekte Kristen yang telah mengalami transformasi setelah zaman kegelapan dari Eropa. Metodis muncul pada tahun 1700-an di Inggris dan kemudian menyebar ke negara-negara koloni Inggris. Charles dan John Wesley adalah ayah dan anak yang menjadi perintis aliran Metodisme. Awalnya Charles adalah pendeta gereja Anglikan yang merupakan aliran Episkopalian di Inggris. John Wesley kemudian mengikuti jejak ayahnya sebagai Anglikan. Dalam proses pemuridan, John mengalami pengalaman spiritual yang sangat penting yaitu menjadi seorang Kristen yang terlahir kembali. John Wesley kemudian menetapkan tiga ajaran dasar utama yang harus dijadikan sebagai dasar hidup jemaat metodis. Ajaran dasar tersebut adalah: a. Mempertaruhkan
seluruh
kemampuan
untuk
menjauhi
kejahatan/iblis
dan
menghindari keterlibatan dalam perbuatan keji b. Berlaku dan bertindak baik sebanyak mungkin dan ditujukan kepada lebih banyak orang
6
c. Patuh dan taat terhadap firman yang disampaikan Tuhan Yang Maha Kuasa9. Inilah yang disebut panggilan atau call. Dengan adanya panggilan, maka pasti harus ada misi atau mission yang harus dipertaruhkan dan diperjuangkan. Jemaat metodis memiliki kewajiban untuk menanggung kesaksian Kristus yang dapat ditunjukkan melalui sikap setia kepada Yesus Kristus, menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehidupan dan kesaksian firman Tuhan. Untuk memenuhi kewajiban ini, jemaat harus merefleksikan secara kritis warisan alkitabiah dan warisan teologis, berjuang untuk menyampaikan kesaksian dan injil kepada lebih banyak orang terutama mereka yang tidak beriman kepada Tuhan. Dengan adanya pandangan yang demikian, maka lahir baru (born again) adalah sebuah anugerah yang harus direspon dengan mengambil keputusan untuk menerima Kristus sepenuhnya dalam hidup seorang pengikut Kristus. Keimanan Bush banyak diinspirasi oleh tokoh metodisme tersebut. Salah satu himne Wesley yang terkenal berjudul A Charge to Keep menjadi inspirasi terbesar Bush. Judul himne tersebut juga menjadi judul biografi Bush. Setelah mengalami pengalaman spiritual lahir baru, Bush mulai terbuka untuk menunjukkan dan membicarakan terkait keyakinan dan kepercayaannya dengan orang-orang yang ditemui. Setelah Bush menjabat sebagai gubernur, Bush menunjukkan sisi religiusitasnya secara eksplisit melalui pernyataan-pernyataan resmi dan juga pidato-pidatonya. Dalam biografinya, Bush menyatakan bahwa Bush menunjukkan sisi religiusitasnya sebagai bagian dari pekerjaan yang ilahi yaitu memberi kesaksian kepada banyak orang terkait dengan anugerah yang telah menyucikannya dan menyelamatkannya. 10 PROFIL PERUSAHAAN MINYAK GEORGE WALKER BUSH Bush menerima pekerjaan sebagai landman untuk sebuah perusahaan minyak, meneliti situs pengeboran potensial dan melakukan negosiasi sewa dengan pemilik perusahaan landman. Setelah bekerja sebagai landman selama beberapa tahun, Bush mulai banting setir dan mendirikan Arbusto Energy pada tahun 1977. Bush mengawali karier dalam dunia usaha dengan mendirikan Arbusto Energy, sebuah perusahaan pengeboran minyak dan gas. Bush memulai perusahaan minyak dengan bantuan ayah dan kakeknya Prescott Bush. Dengan bantuan keluarga inilah akhirnya Bush junior bisa bekerjasama dengan Perusahaan Keluarga Bin Laden yaitu perusahaan konstruksi terbesar di Timur Tengah dan di dunia. Beberapa anggota keluarga bin Laden menginvestasikan jutaan di The Carlyle Group, sebuah perusahaan ekuitas global swasta yang berbasis di Washington, DC., dengan penasihat senior perusahaannya adalah ayah Bush yaitu George H.W.Bush. 11 7
Presiden Bush dan keluarga bin Laden telah terhubung melalui penawaran bisnis sejak tahun 1977, ketika Salem bin Laden, kepala bisnis keluarga bin Laden berinvestasi di perusahaan minyak start-up Bush yaitu Arbusto Energi , Inc. Arbustro kemudian dijual pada tahun 1984 kepada Spectrum 7, perusahaan minyak lainnya dan diubah namanya menjadi Bush Exploration Co. Bush sendiri menjadi CEO perusahaan baru tersebut. Kemudian pada tahun 1986, Spectrum 7 melakukan merger dengan Harken Energy, dan Bush menjadi direktur Harken.12 Hubungan bisnis keluarga Bush dan keluarga bin Laden tidak dilakukan secara terang-terangan, namun melalui beberapa kolega seperti James R. Bath. Bath adalah teman George W. Bush selama hari-hari mereka bersama-sama di Texas Air National Guard. Berdasarkan laporan The Outlaw Bank, Bath mengaku bahwa Bath adalah seorang investor asli dalam perusahaan eksplorasi minyak Bush. Bath ditemukan investor untuk Arbusto dan membuat kekayaannya dengan menginvestasikan uang dua sheik Arab di BCCI (Bank of Credit and Commerce International) yang terhubung dengan Khalid bin Mahfouz dan Salem bin Laden. Mahfouz dan bin Laden adalah orang terkaya di dunia dan pemegang saham pengendali di BCCI. Menurut perjanjian kepercayaan (trust agreement) 1976, Salem bin Laden menunjuk James Bath sebagai perwakilan bisnis di Houston. Hubungan Bath dengan kerajaan keuangan bin Laden dan CIA dipublikasi pada tahun 1992 oleh Bill White, mantan mitra bisnis real estate dengan Bath.13 Keuangan perusahaan Bush terkait dengan keluarga bin Laden sampai pada akhinya Salem meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang yang aneh di dekat San Antonio Texas pada tahun 1988. Pemilik lapangan terbang dan mantan bidang Kelautan Earl Mei menyatakan bahwa kecelakaan ini benar-benar aneh dan tidak diketahui pasti penyebab kecelakaannya. Kematian bin Laden menjadi sebuah kisah misterius yang berdasarkan paparan dari Outlaw Bank, kematian ini merupakan kisah tragis dari hubungan bisnis keluarga Bush dan bin Laden. Pada tahun-tahun ini Osama bin Laden sedang mengorganisasikan Al-Qaeda. Pada April 1989, Bush dan beberapa rekan investor lain membeli 86% saham klub bisbol AS yaitu Texas Rangers dengan pinjaman sebesar US$500.000 dari bank. Pinjaman tersebut dibayarnya dengan menjual sahamnya sebesar $848.000 di Harken. Hal ini memicu kerugian yang besar di Harken yang mana peristiwa ini dikenal dengan nama Skandal Harken. Peristiwa ini terjadi sebelum penyerangan Irak ke Kuwait sehingga banyak yang 8
menyatakan bahwa Bush sudah mengetahui perang Irak dan Kuwait sebelumnya. Sampai saat ini fluktuasi hubungan keluarga Bush dan dan keluarga Bin Laden menjadi kajian penting dibalik serangan 11 September 2001 dan kebijakan perang di Afghanistan dan Irak. Berdasarkan pengalamannya dalam bisnis minyak, Bush mendapat banyak pelajaran berharga. Bush menulis dalam bukunya A Charge to keep sebuah kalimat yang bernada demikian: I learned how to manage, how to set clear goals and work with people to achieve them. I learned the human side of capitalism. I felt responsible for my employees and tried to treat them fairly and well.14 BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN LUAR NEGERI BUSH PASCA SERANGAN 11 SEPTEMBER 2001 1. Bush Doctrine Doktrin Bush merujuk pada serangkaian kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Presiden Bush setelah peristiwa 11 September. Doktrin ini dikenali dari kebijakan utamanya yaitu memperbolehkan tindakan pre-emptive war terhadap lawan-lawan potensial sebelum mereka menyerang Amerika Serikat. Pemerintahan Bush memandang legitimasi pre-emptive war tergantung pada keberadaaan suatu ancaman yang segera (imminent threat), sebuah terma yang dicari dengan cara pendefinisian yang sangat luas. 15 The Bush Doctrine berpandangan bahwa akibat-akibat potensial dari penggunaan senjata pemusnah massal sangat serius sehingga penerapan preemptive war menjadi suatu keharusan khususnya ketika senjata tersebut bisa dimiliki oleh berbagai kelompok bersenjata yang menunjukkan permusuhan dengan anggota yang rela mati demi mendapatkan martyrdom (mati demi mempertahankan keyakinan/kepercayaan). Pada tanggal 17 September 2007 Bush menerbitkan Strategi Keamanan Nasional pemerintahannya (NSS-National Security Strategy 2002). Itu adalah yang pertama kalinya berbagai elemen Bush Doctrine secara formal diartikulasikan dalam satu dokumen. Dokumen sepanjang 33 halaman itu menghadirkan sebuah reformulasi yang keras dan komprehensif tentang Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat. Dokumen tersebut memberikan kerangka pemikiran tentang sebuah gambaran Amerika yang kuat di dunia, sebuah gambaran yang akan mengedepankan strategi preemptive war sebagai inti doktrin utamanya untuk menangani rogue states dan kelompok teroris global yang memiliki senjata pemusnah massal.
9
Berdasarakan NSS, preemptive war didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan militer antisipatoris terhadap potensi serangan yang bersifat segera, telah sejak lama diterima sebagai tindakan yang sah dan sesuai menurut hukum internasional. Dalam NSS yang baru tersebut, pemerintahan Bush berusaha memperluas maknanya dengan menyertakan perang preventif yang berintikan proposisi bahwa kekuatan militer dapat dipergunakan bahkan tanpa evidensi suatu serangan yang segera dalam rangka memastikan bahwa sebuah ancaman serius terhadap Amerika Serikat tidak berakumulasi dan tumbuh dari waktu ke waktu. Strategi ini juga mempromosikan preemptive war sebagai perangkat pokok kebijakan luar negeri Amerika Serikat.16 Dalam pidato kenegaraannya pada malam hari tanggal 11 September 2001, Bush memutuskan untuk menyertakan sebuah kalimat yang keras tentang penghukuman pihakpihak yang dianggapnya telah mendukung kegiatan terorisme global. Bush mengumumkan bahwa Amerika Serikat make no distinction between the terrorists who committed these acts and those who harbor them.17 Tidak ada pemisahan antara teroris dan negara-negara yang mendukung terorisme. Dalam pernyataan ini bisa diinterpretasikan bahwa Amerika merasa ada beberapa negara yang mendukung terorisme sehingga negara-negara tersebut juga harus terlibat menjadi sasaran militer Amerika Serikat. Selanjutnya, pada kesempatan pidato di Kongres tanggal 20 September 2001, Bush mendasarkan pidatonya pada pidato terdahulu yang diberikan pada tanggal 11 September 2001: We will pursue nations that provide aid or safe haven to terrorism. Every nation, in every region, now has a decision to make. Either you are with us, or you are with the terrorists. From this day forward, any nation that continues to harbor or support terrorism will be regarded by the United States as a hostile regime. 18 Pernyataan inilah yang menjadi tonggak defenisi Bush Doctrine yaitu keinginan Bush untuk membuat negara-negara mengambil posisi untuk mendukung Amerika Serikat dalam memerangi terorisme atau jika tidak maka akan dianggap menjadi bagian dari teroris itu sendiri. Setidaknya ada 5 ciri khas Bush Doctrine, yaitu, Pencarian moral clarity, prinsip „either with or against us, strategi ofensif-defensif atau yang juga dikenal dengan strategi preemption,, penerapan opsi unilateralisme jika kepentingan vital Amerika Serikat terancam, Upaya mempertahankan keunggulan Amerika Serikat di segala bidang (American Supremacy).19
10
2. War on Terrorism Peristiwa serangan 11 September 2001 atau yang dikenal dengan istilah Black September merupakan awal dari kebijakan-kebijakan Bush yang begitu fenomenal terutama terhadap Timur Tengah. Peristiwa ini sangat mengejutkan jutaan rakyat Amerika, mengingat Amerika Serikat yang selama ini menjadi negara dengan sistem keamanan yang sangat kuat dan ketat. Peristiwa ini membawa isu terorisme dalam bagian terdepan dalam pemerintahan Bush yang telah dihasilkan dalam deklarasi Global War on Terror. Dalam buku putih National Strategy for Combatting Terrorism Bush menyatakan: No group or nation should mistake America‟s intentions: We will not rest until terrorist groups of global reach have been found, have been stopped, and have been defeated.20 Deklarasi Global war on Terror merupakan kampanye militer internasional untuk menggalang dukungan terkait dengan penyerangan terhadap kaum terorisme. Amerika Serikat dan para sekutunya serta komunitas global yang ikut mendukung berupaya mengalahkan terorisme dan organisasinya dengan cara menyerang tempat tinggal mereka dan menghancurkan strata kepemimpinannya, komandonya, kontrolnya, alat-alat dan dukungan material serta sistem keuangannya. Ada empat tujuan utama dari war on terrorism yaitu sebagai berikut: a) mengalahkan terorisme dan organisasinya, b) menghapuskan pendanaan, dukungan, dan tempat perlindungan bagi terorisme (Deny Sponsorship, Support, and Sanctuary to Terrorists), c) mengurangi dan menetralisir situasi yang bisa dieksploitasi oleh terorisme (Diminish the Underlying Conditions that Terrorists Seek to Exploit), d) mempertahankan kepentingan dan melindungi rakyat Amerika Serikat di dalam dan luar negeri (Defend U.S. Citizens and Interests at Home and Abroad).21 Bush kembali menegaskan keinginan Amerika Serikat yang mengambil alih segala bentuk tindakan berani untuk mengalahkan terorisme. Dalam white paper National Strategy for Combatting Terrorism Bush menegaskan hal berikut: We must take the battle to the enemy, disrupt his plans and confront the worst threats before they emerge. In the world we have entered, the only path to safety is the path of action. And this nation will act.22
11
3. Axis of Evil Pada State of the Union Address tahun 2002, Bush memperkenalkan gagasan tentang sebuah Poros Setan atau Axis of Evil yang terdiri dari Irak, Iran, dan Korea Utara. Negaranegara tersebut dianggap sebagai ancaman besar terhadap keamanan dan kepentingan serta keselamatan warga Amerika Serikat. Amerika Serikat menunjukkan indikasi tersebut dengan menyatakan akan melakukan serangan militer secara preemptif terhadap ketiga negara tersebut: North Korea is a regime arming with missiles and weapons of mass destruction, while starving its citizens.... Iran aggressively pursues these weapons and exports terror.... Iraq continues to flaunt its hostility toward America and to support Terror…. States like these, and their terrorist allies, constitute an axis of evil, arming to threaten the peace of the world. We'll be deliberate, yet time is not on our side. I will not wait on events, while dangers gather. I will not stand by, as peril draws closer and closer. The United States of America will not permit the world's most dangerous regimes to threaten us with the world's most destructive weapons.23 SIMBOL-SIMBOL AGAMA YANG DIGUNAKAN BUSH DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERINYA Ada tiga bentuk simbol-simbol agama yang digunakan oleh Bush dalam kebijakannya, yaitu pengutipan ayat alkitab (biblical language), metafora dan frase agama Kristen (Christian metaphore and phrase), dan pengutipan syair lagu rohani Kristen (hymnology). Ayat alkitab yang dimaksud adalah pengutipan ayat Alkitab secara langsung seperti kutipan Injil Mazmur 23:4 dalam pidato Address to the Nation 11 September 2001. Sementara frase Kristen adalah frase-frase seperti panggilan, misi, kebaikan dan kejahatan, garam dan terang, yang merupakan frase yang memiliki makna yang luas dalam teologi kekristenan. Selain itu Bush juga sering mengutip lagu rohani seperti himne metodis, dan juga pengutipan wonder working power dalam pidato memorial day of September 11, 2001. MAKNA DAN ALASAN SIMBOL AGAMA DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI GEORGE WALKER BUSH Bush adalah pemimpin yang mampu menghubungkan ruang antara cita-cita Amerika (American ideals) dan kepentingan Amerika (American interest) dengan menggunakan simbol-simbol agama. Dalam sebuah debat presiden sebelum peristiwa 11 September 2001, ketika dihubungkan dengan kebijakan luar negeri terkait kebijakan Clinton sebelumnya, Bush pernah menyatakan “It really depends on how our nation conducts itself in foreign policy. If 12
we are an arrogant nation, they‟ll resent us. If we are humbly nation, but strong they‟ll welcome us.”24 Pernyataan Bush menunjukkan keinginan Bush untuk membawa Amerika sebagai negara yang ramah dan rendah hati di dunia internasional, namun pernyataan ini berubah total setelah peristiwa 11 September terjadi, Bush menyatakan: My vision shifted dramatically after September the 11th because I now realize the stakes. I realize the world has changed. No longer would the United States be a humble nation but one chosen by God to lead the world. Our nation is choosen by God and commissioned by history to be a model to the world of justice and inclusion and diversity without division.25 Pernyataan ini sekaligus mengukuhkan bahwa kebijakan Bush untuk mengubah rezim di Afghanistan dan Irak adalah implementasi visi Bush untuk menegakkan kebebasan di belahan dunia yang masih diliputi rezim otoriter. Bush juga menegaskan bahwa kebebasan bukanlah hadiah Amerika kepada dunia, tetapi kebebasan adalah pemberian Tuhan kepada setiap orang dan masyarakat dunia. Tuhan sebagai pemegang otoritas tertinggi adalah sumber dari kebebasan bagi setiap orang. Ini mengimplikasikan bahwa tugas untuk memberikan kebebasan kepada negara yang masih otoriter adalah merupakan penegakan hukum Tuhan yang dipikul oleh Amerika. Pada malam inagurasi kedua setelah masa periode pertama yang masih diliputi dengan kekacauan dan ketidakpastian, Bush dengan tegas menyatakan bahwa Amerika Serikat telah memperjuangkan martabat dan nilai manusia, karena Amerika adalah generasi yang memikul kuasa dari Maker of Heaven and Earth.26 Dan status Amerika sebagai pembawa citra Allah secara otomatis memberikan kuasa bagi Amerika untuk memberikan hak bagi semua orang terutama hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak untuk bebas dari kekuasaan sewenang-wenang. Lebih lanjut, dalam memetakan dan memaknai kebijakan luar negerinya, Bush menyatakan bahwa Amerika Serikat memiliki panggilan dan misi dari sang kuasa yaitu pencipta langit dan bumi dan segala isinya untuk mengenakan baju prajurit dan melaksanakan tugas mulia dari Kristus.27 Panggilan dan misi (calling and mission) adalah dua simbol penting dalam kristiani. Dalam Alkitab dinyatakan bahwa setiap orang memiliki panggilan masing-masing dari Kristus untuk menjalankan misi yang ilahi. Terdapat banyak sekali ayat dalam Alkitab yang menguraikan tentang panggilan Kristus. Salah satu ayat yang menyatakan panggilan Kristus tersebut adalah 2 Timotius 1:9 yaitu:
13
Dialah yang menyelamatkan kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman. 28 Setiap panggilan yang diberikan Kristus kepada jemaatnya pasti diiringi dengan maksud yang sudah ditetapkan Tuhan. Panggilan setiap orang berbeda, ada yang terpanggil untuk melayani, untuk menghibur, untuk membawa damai, dan lain sebagainya. Sebagai perwakilan dari Amerika Serikat, Bush menyampaikan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang terpanggil untuk maksud yang universal yaitu menegakkan kebebasan dan mengalahkan kekuatan yang menghalanginya yaitu iblis. Selain frase call and mission, frase yang paling sering muncul dan paling konfliktual dalam pidato Bush adalah frase good and evil dan light and darkness. Berdasarkan ayat-ayat Alkitab, iblis (baal atau mamon) adalah kekuatan yang selalu bertolak belakang dengan kekuasaan Yesus. Iblis akan selalu ada sebab iblis tercipta bersamaan dengan terciptanya bumi, namun poin yang menjadi sangat penting adalah bahwa siapa saja yang ingin mengikut Yesus berarti harus mampu memusuhi dan mengalahkan keinginan iblis. Tuhan sendiri telah mengalahkan kekuatan iblis melalui kebangkitan-Nya, sehingga setiap orang yang dipanggil oleh Yesus juga memiliki kuasa yang sama dengan Tuhan untuk menaklukkan kekuatan gelap dan kekuatan iblis tersebut. Berdasarkan paparan tersebut maka bisa diinterpretasi bahwa dengan menggunakan simbol good and evil, Bush terlihat menciptakan jarak pemisah yang sangat luas antara Amerika yang baik dan teroris (serta pendukungnya) yang jahat. Ini juga bermakna bahwa tidak ada yang bisa menyatukan antara kelompok yang baik dan yang jahat, hasil akhir satusatunya yang bisa ditempuh adalah harus mengalahkan satu pihak dan kemenangan di pihak yang lain. Hal itu sesuai dengan khotbah Yohannes yaitu salah satu rasul dalam perjanjian baru yang menyatakan dalam Yohannes 1;4-5 “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya didalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”29 Dalam ayat ini Yohannes menyampaikan bahwa terang atau dalam bahasa yang lebih umum yaitu good sudah pasti menang dari kejahatan atau evil. Ini berarti Amerika sebagai pihak baik sudah dipastikan untuk memenangkan pertempuran tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bush pada pertemuan keagamaan pada 30 Maret 2002, Bush menyatakan “we can be confident that evil may be present and it may be strong, but it will not prevail.”30 Secara spesifik Campbell dan Jamieson dalam artikel ilmiah yang berjudul President George W. Bush, Presidential Rhetoric and Constructions of Otherness, Post 9/11, 14
menyatakan bahwa penggunaan simbol agama dalam kebijakan Bush pada dasarnya adalah untuk memudahkan Bush dalam berkomunikasi dengan masyarakatnya. Semakin paham masyarakat terhadap maksud Bush, dan semakin terpengaruh masyarakat terhadap ide Bush, maka semakin mudah Bush membuat keputusan untuk menyelesaikan problema yang dihadapi bangsanya. 31 Campbell menyoroti perlunya presiden untuk mengadopsi bahasa yang sesuai dengan perannya dalam berbagai kondisi masyarakat. Campbell menyatakan bahwa dalam perannya sebagai imam, Bush bisa menyatakan perang terhadap kejahatan (evil), dan dalam perannya sebagai panglima tertinggi, Bush bisa menyatakan perang terhadap terror (war on terror). Campbell menegaskan bahwa Bush menggunakan bahasa agama seperti pendeta, karena sifat traumatis pasca serangan 11 September membutuhkan peran imam untuk membangkitkan dan menyatukan negara bersama-sama. Situasi duka masyarakat Amerika Serikat begitu besar setelah serangan 11 September 2001, masyarakat Amerika berada dalam situasi kaget, takut, sedih, dan membutuhkan pertanggung-jawaban pelaku. Amerika berduka atas kematian 3.000 orang anggota masyarakatnya. Dalam keadaan duka ini, Bush melihat bahwa masyarakat butuh kebangkitan dan kepulihan. Situasi ini juga membuat Bush untuk mengambil pilihan untuk menempatkan peran yang bisa mengayomi kebutuhan masyarakatnya sekaligus membentuk kebijakan yang harus diambil dalam melawan kejahatan dan musuh yang bertekad menghancurkan Amerika. Analisis Edwards dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Presidential Rhetoric: What Difference Does it Make?, memberikan kesimpulan yang berbeda dari pandangan Campbell. Edwards menyatakan bahwa Bush menggunakan simbol-simbol agama Kristen, yang sedikit banyak berhubungan paralel dengan simbol agama dari perang di masa lalu, memiliki maksud tertentu. Dapat dikatakan bahwa alasan Bush menggunakan simbol agama tersebut adalah untuk melakukan manipulasi dalam membaca serangan 11 September 2001 sebagai ancaman nasional dan internasional, sehingga pengambilan keputusan untuk perang adalah tindakan yang sah untuk dilakukan. Dengan kata lain simbol agama digunakan untuk menarik dukungan publik dalam memberikan legitimasi kebijakan Bush yaitu War on Terror baik di Afghanistan maupun Irak. Secara politis simbol-simbol agama yang digunakan Bush memang efektif. Dalam kasus ini efektif didefenisikan adalah bahwa simbol-simbol agama Bush mampu membuat agenda politiknya berhasil dan diterima oleh pihak-pihak yang dituju. Pendapat ini beranjak 15
dari argumen bahwa Bush sengaja menggunakan simbol-simbol agama Kristen yang sudah sangat akrab dengan hampir 70% telinga masyarakat Amerika. Jika rakyat mampu berhubungan dengan penggunaan simbol-simbol agama yang berulangkali digunakan serta menggunakan simbol-simbol yang telah mendarah daging, yang kemudian diikat ke dasar pemikiran untuk terlibat dalam konflik, ini membuat masyarakat Amerika memberi dukungan terhadap perang yang dideklarasikan Bush. Jika Bush mampu membingkai perang melalui budaya dan agama sehingga bisa menyatukan perspektif yang sama bahwa Amerika telah menjadi sasaran teroris karena kebebasan yang dijunjung, maka dalam hal ini Amerika memiliki hak untuk bertahan (self defense) dan memerangi kejahatan/teroris (progressive and preemptive strike) tersebut. Simbol-simbol agama Bush berjalan efektif secara politis ditandai dengan persentase dukungan yang diterima oleh Bush dari masyarakat dalam perang di Afghanistan dan Irak. Selain itu dalam pemilu yang kedua, Bush juga mendapat dukungan yang begitu masif dari kaum Evangelis Amerika yang akhirya memberi kemenangan bagi Bush untuk menjadi presiden dua periode. Pandangan ini didukung oleh hasil survei dari Baylor religion yang dapat dilihat dalam grafik 1.
Grafik 1. Sikap Pro-perang Masyarakat Amerika (Afiliasi Politik dan Agama) Source: Baylor Religion Survey
Dalam grafik 1 dapat kita lihat bahwa masyarakat yang cenderung pro terhadap perang Afghanistan dan Irak adalah pihak-pihak dan masyarakat agamawi atau yang banyak berkolaborasi dengan agama (gereja). Sementara politikus yang pro terhadap perang adalah 16
kaum republik konservatif yang sebagian besar adalah kaum Evangelis. Hal ini mengimplikasikan munculnya perubahan dalam sikap masyarakat Amerika tentang peran agama dalam politik yang mana simbol-simbol agama Bush telah mampu mengonstruksi masyarakat Amerika bahwa mereka sedang memerangi iblis dan kejahatan. Dilain sisi, John Walis (editor of liberal evangelical magazine Sojourners) menyatakan bahwa penggunaan simbol agama dalam kebijakan luar negeri Amerika adalah sebuah periode yang bisa digambarkan dengan istilah “speak softly but carry a big stick.”32 Walis mengatakan bahwa penggunaan simbol agama dalam kebijakan Bush adalah teologi yang keliru. Kebijakan Bush telah menciptakan kebingungan antara tujuan Tuhan yang sejati dengan kepentingan terbaik Amerika. Secara spesifik Walis ingin menyatakan bahwa penggunaan simbol-simbol agama dalam kebijakan luar negeri telah menyalahi makna yang ilahi, dan bahkan simbol-simbol agama yang digunakan Bush sebenarnya dibuat untuk memenuhi kepentingan dan tujuan yang lain, berikut kutipan pernyataan Walis: The speeches contain biblical language and hymnology, but often misused or often put in a different context, and the meaning has been changed. The meaning of the hymns and the meaning of that biblical text has been changed to serve another purpose. That's my concern, when all of a sudden it's supporting American foreign policy, when it wasn't about American foreign policy. It's about the light of Christ in the world. It was about the word of God in history. It wasn't about the American people and their values. So he's changing the meaning of the words, and that to me is disconcerting. 33 Selain
itu,
penggunaan
simbol-simbol
agama
Kristen
oleh
Bush
ketika
mendeskripsikan misinya di Timur Tengah semakin mempertajam kekuatan konflik peradaban antara Barat dan Islam. Mayoritas orang Arab dan Muslim percaya bahwa tragedi 11 September telah menciptakan dua dampak yang begitu besar bagi kawasan dan agama tersebut. Pertama, fakta bahwa pembajak telah melakukan distorsi ayat-ayat Al-Quran untuk membenarkan perjuangan politik mereka telah membuat citra Islam sebagai agama yang damai dipertanyakan. Kedua, tindakan para penyerang dengan menciptakan korban yang begitu besar telah memberi perngatan pertama terkait keselamatan dan keamanan banyak komunitas muslim dalam menghadapi kemungkinan permusuhan dan pembalasan pihak Amerika dan pihak pihak yang merasa terpancing untuk mendukung Amerika seperti Kristen Eropa. Ormas Islam dan organisasi politik Mesir memberikan tanggapan terhadap penggunaan simbol-simbol agama dalam operasi kebijakan luar negeri Bush. Simbol-simbol 17
agama yang digunakan Bush ternyata membangunkan pemikiran-pemikiran yang semakin konfliktual bagi orang Islam di Timur Tengah. Sejumlah ormas dan organisasi politik Mesir mengangggap tindakan yang dilakukan AS terhadap Afghanistan pasca serangan 11 September hanya merupakan alasan dasar yang pada gilirannya akan merambah terhadap semua wilayah Islam di Timur Tengah setelah Afghanistan. Permusuhan dan peperangan yang dikobarkan Amerika tidak lain merupakan kelanjutan dari Perang Salib terhadap Islam dan meramba ke berbagai wilayah Islam yang melakukan penolakan terhadap misi Amerika. Afghanistan dan Irak telah menjadi korban keganasan penyerangan 11 September 2001. Meskipun dengan bukti yang tidak memadai, namun dengan simbol-simbol agama yang digunakan, Bush telah mampu melaksanakan perang terhadap Afghanistan dan Irak. Namun konflik yang tersisa di Afghanistan dan Irak tidak kunjung usai dan justru semakin menyebar sampai saat ini. KESIMPULAN Sebagai pemimpin yang menghadapi salah satu kasus teroris terbesar diabad ini yaitu penyerangan 11 September 2001, Presiden Bush telah mampu mengubah wajah peristiwa tersebut melalui bingkai simbol-simbol agamanya. Simbol agama yang digunakan Bush tidak hanya menggambarkan bentuk tujuan akhir dari suatu kebijakan tetapi juga mewarnai cara pandang Bush dalam melihat realitas dan membuat realitas menjadi penting karena ada agama sebagai fondasi pendukungnya. Bush menggunakan simbol-simbol agama untuk mendefinisikan batas-batas dalam memahami mengapa serangan 11 September terjadi dan bagaimana seharusnya masyarakat Amerika yang baik dan patriotik merespon peristiwa tersebut. Simbol-simbol agama dalam kebijakan luar negeri Bush menjadi media komunikasi yang memudahkan Bush berhubungan dengan masyarakat domestiknya dan juga lingkungan internasional. Bush melalui penggunaan frase panggilan dan misi memberikan makna bahwa peristiwa 11 September bukan hanya sebuah peristiwa kriminal, namun peristiwa ini terjadi karena Tuhan memiliki panggilan untuk Amerika untuk menaklukkan kejahatan tersebut. Tuhan memilih Amerika karena Tuhan tahu Amerika sanggup untuk memenuhi panggilan tersebut. Secara rinci dalam pidato-pidato Bush ada tiga poin yang menjadi panggilan Amerika yaitu, pertama, melindungi orang-orang yang tidak bersalah dari pelaku kejahatan (teroris), kedua, menegakkan kebebasan bagi semua umat karena kebebasan adalah hadiah
18
Tuhan, ketiga, Amerika memiliki panggilan untuk melawan pemerintahan tirani yang menghambat kebebasan manusia. Namun dari penyimpangan
imlementasi kebijakan Bush dilapangan telah
menghadirkan pandangan bahwa Bush menggunakan simbol-simbol agama adalah untuk melakukan manipulasi dalam membaca konflik (serangan 11 September) sebagai ancaman nasional dan internasional, sehingga pengambilan keputusan untuk perang adalah tindakan yang sah untuk dilakukan. Dengan kata lain simbol agama digunakan untuk menarik dukungan publik dalam memberikan legitimasi kebijakan Bush yaitu War on Terror baik di Afghanistan maupun Irak. Dengan menggunakan simbol-simbol agama, Bush mampu membuat peristiwa 11 September menjadi momentum dalam memperbaiki reputasinya dalam domestik Amerika dan sekaligus berhasil mencapai misinya di dunia internasional (two level games) yaitu penegakan misi “war on terror.” Misi awal Bush yang ditujukan untuk menghancurkan terorisme “evil” telah mengalami perubahan dan telah merambah ke arena-arena lain seperti pencarian sumber daya alam (minyak dan mineral) serta penegakan nilai-nilai demokrasi secara paksa melalui penggulingan pemimpin Afghanistan dan Irak yang dianggap otoriter. Dalam bahasa yang lebih singkat penggunaan simbol-simbol agama dalam kebijakan luar negeri terhadap Afghanistan dan Irak, dapat digambarkan dalam frase speak softly but carry a big stick.
1
John Bambenek,”What Does Separation of Church and State Really Mean?” http://www.libertymagazine.org/article/what-does-separation-of-church-and-state-really-mean, diakses pada 16 Februari 2016, 14.30 WIB, Surakarta. 2 Bill Flax,“The True Meaning of Separation of Church and State,” http://www.forbes.com/sites/billflax/2011/07/09/the-true-meaning-of-separation-of-church-andstate/#30f1015e6e59, diakses pada 16 Februari 2016, 14.00 WIB, Surakarta. 3 David C. Leege dan Lyman A Kellsted, Rediscovering the religious factor in American Politics, (1993), versi Indonesia, Agama dalam politik Amerika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006. 4 John, Wolley dan Gerhard Pieters, “Remarks Accepting the presidential nomination at the republican national convention in New York City,” http://www.presidency.ucsb.edu/ws/index.php?pid=72727&, diakses pada 14 juni 2015, 13.30 WIB, Surakarta. 5 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2013, hal. 49. 6 Black, Amy E, “With God on Our Side: Religion in George W.Bush’s Foreign Policy Speeches’” American Political Science Association, 501 College Ave, Wheaton College, Illinois, 2004. 7 PBS Frontline Analisys,”The Spirituality of George W. Bush, PBS Frontline Analysis,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/jesus/president/spirituality.html, diakses pada 19 Februari 2016, 20.00 WIB, Surakarta. 8 Bio Staff,”George W. Bush Biography,” http://www.biography.com/people/george-w-bush-9232768, diakses pada 26 Februari 2016, 15.00 WIB, Surakarta.
19
9
Mary Fairchild, “Methodist Church Beliefs and Practices: Understanding the Precepts and Distinctions of Methodism,” http://christianity.about.com/od/devotionals/a/Methodist.htm, diakses pada 05 Maret 2016, 19.00 WIB, Surakarta. 10 Ibid. 11 Rick, Wiles,”Bush's Former Oil Company Linked To bin Laden Family,” http://www.rense.com/general14/bushsformer.htm, diakses pada 23 April 2016 12 Bio Staff,”George W. Bush Biography,” http://www.biography.com/people/george-w-bush-9232768, diakses pada 26 Februari 2016, 15.00 WIB, Surakarta. 13 Rick, Wiles, opcit. 14 Millercenter University of Virginia,“George W. Bush: Life Before the Presidency,” http://millercenter.org/president/biography/gwbush-life-before-the-presidency, diakses pada 18 Februari 2016, 19.00 WIB, Surakarta. 15 Robert Jervish,”Understanding Bush Doctrine,” Political Science Quarterly, volume 118, no.3, Amerika, 2003. 16 The White House, The National Security Strategy of the United States of America, Washington, 2002. 17 PBS Frontline Analisys,”The evolution of Bush Doctrine,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/iraq/etc/cron.html, diakses pada 27 Februari 2016, 14.00WIB, Surakarta. 18 Ibid. 19 Holiday Dmitri, Frontier Justice: Cowboy Ethics and The Bush Doctrine of Preemption. MA Thesis, Chicago: Committee on International Relations, University of Chicago, 2003) hlm.10, available from the internet : http://holidayness.com/HDmitri_MAthesis.pdf., diakses pada 18 Februari 2016, 20.00 WIB, Surakarta. 20 White House Archive, National Strategy for Combatting Terrorism, Washington, 2003. Hal. 1. 21 Ibid. Hal 15-28 22 Ibid. Hal 11 23 PBS Frontline Analisys,”The evolution of Bush Doctrine,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/iraq/etc/cron.html, diakses pada 27 Februari 2016, 14.00WIB, Surakarta. 24 Kevin R. den Dulk, dan Mark J.Rozell, George W. Bush, Religion, and Foreign Policy: Personal, Global, and Domestic Contexts, The review of Faith and International affairs, Routledge, 2004. 25 Ibid. 26 Ibid. 27 Ibid. 28 Alkitab King James Version, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2012. 29 Ibid. 30 Paula R.V. Dalziel, President George W. Bush, Presidential Rhetoric and Constructions of Otherness, Post 9/11, Edge Hill University, Lancashire, 2004. 31 Ibid. 32 James P. Pfifner dan Roger H. Davidson, Understanding the Presidency, Pearson Longman, New York, 2010. 33 PBS,”The spirituality of George W. Bush: Interview Jim Wallis,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/jesus/interviews/wallis.html, diakses pada 22 Maret 2016, 10.00 WIB, Surakarta.
20
DAFTAR PUSTAKA BUKU Alkitab King James Version, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2012. Dalziel, Paula R.V., President George W. Bush, Presidential Rhetoric and Constructions of Otherness, Post 9/11, Edge Hill University, Lancashire, 2004. Dulk, Kevin R. den dan Mark J.Rozell, George W. Bush, Religion, and Foreign Policy: Personal, Global, and Domestic Contexts, The review of Faith and International affairs, Routledge, 2004. Leege, David C, dan Lyman A Kellsted., Rediscovering the religious factor in American Politics, (1993), versi Indonesia, Agama dalam politik Amerika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006. Pfifner, James P. dan Roger H. Davidson, Understanding the Presidency, Pearson Longman, New York, 2010. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2013. E-JOURNAL Jervish, Robert,”Understanding Bush Doctrine,” Political Science Quarterly, volume 118, no.3, Amerika, 2003. Black, Amy E,“With God on Our Side: Religion in George W. Bush’s Foreign Policy Speeches,” American Political Science Association, 501 College Ave, Wheaton College, Illinois, 2004. INTERNET Bambenek, John,”What Does Separation of Church and State Really Mean?,” http://www.libertymagazine.org/article/what-does-separation-of-church-and-statereally-mean, diakses pada 16 Februari 2016, 14.30 WIB, Surakarta. Bio Staff,“George W. Bush Biography,” http://www.biography.com/people/george-w-bush9232768, diakses pada 26 Februari 2016, 15.00 WIB, Surakarta. Dmitri, Holiday, Frontier Justice: Cowboy Ethics and The Bush Doctrine of Preemption. MA Thesis, Chicago: Committee on International Relations, University of Chicago, 2003) hlm.10, available from the internet : http://holidayness.com/HDmitri_MAthesis.pdf., diakses pada 18 Februari 2016, 20.00 WIB, Surakarta. Fairchild, Mary, “Methodist Church Beliefs and Practices: Understanding the Precepts and Distinctions of Methodism,” http://christianity.about.com/od/devotionals/a/Methodist.htm, diakses pada 05 Maret 2016, 19.00 WIB, Surakarta. Flax, Bill,“The True Meaning of Separation of Church and State,” http://www.forbes.com/sites/billflax/2011/07/09/the-true-meaning-of-separation-of-
21
church-and-state/#30f1015e6e59, diakses pada 16 Februari 2016, 14.00 WIB, Surakarta. Millercenter University of Virginia,“George W. Bush: Life Before the Presidency,” http://millercenter.org/president/biography/gwbush-life-before-the-presidency, diakses pada 18 Februari 2016, 19.00 WIB, Surakarta. PBS Frontline Analisys,”The evolution of Bush Doctrine,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/iraq/etc/cron.html, diakses pada 27 Februari 2016, 14.00WIB, Surakarta. PBS,” The spirituality of George W. Bush: Interview Jim Wallis,” http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/jesus/interviews/wallis.html, diakses pada 22 Maret 2016, 10.00 WIB, Surakarta. Wiles, Rick,”Bush's Former Oil Company Linked To bin Laden Family,” http://www.rense.com/general14/bushsformer.htm, diakses 23 April 2016, 20.00 WIB, Surakarta Wolley, John dan Gerhard Pieters, “Remarks Accepting the presidential nomination at the republican national convention in New York City,” http://www.presidency.ucsb.edu/ws/index.php?pid=72727&, diakses pada 14 juni 2015, 13.30 WIB, Surakarta. DOKUMEN LAIN The White House, The National Security Strategy of the United States of America, Washington, 2002.
22