PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling)
DR. MUHAMMAD JAPAR, MSi.
PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling) DR. Muhammad Japar, MSi. Desain Cover Layout Isi
: : Bagus Grama
Cetakan Pertama, November 2013 ISBN: 978-..................... Penerbit
:
KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Pemahaman Individu: Teknik Tes (Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling). Penyusunan buku ini didasarkan atas kebutuhan para guru pembimbing sekolah di lapangan dalam melaksanakan tugasnya memberikan layanan konseling kepada para siswa. Pemahaman individu siswa melalui tes merupakan langkah penting dalam layanan bimbingan konseling. Agar layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh guru pembimbing efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru pembimbing perlu mengenal dan memahami potensi yang dimiliki individu siswa dengan baik. Potensi individu siswa mencakup antara lain: inteligensi, kepribadian, bakat, dan potensi aktual siswa yang berupa hasil belajar. Buku ini mengantarkan para pembaca pada pemahaman mengenai pengertian, fungsi dan tujuan pemahaman individu, syarat tes (baik validitas, reliabilitas, indek kesukaran aitem dan kemampuan daya beda), sejarah tes psikologi, memahami inteligensi melalui tes, memahami kepribadian baik dengan tes proyektif maupun EPPS, memahami bakat, dan memahami hasil belajar individu siswa dengan menggunakan tes hasil belajar. Harapan penulis, semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para calon guru pembimbing untuk mempersiapkan diri sebagai guru pembimbing profesional dan para guru pembimbing sekolah dalam meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para siswa dan konseli lainnya. Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa yang akan datang sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami sampaikan terimakasih.
Magelang, Maret 2013 iii
iv
Daftar Isi Kata Pengantar................................................................................................... iii Daftar Isi................................................................................................................ v Bab I A. B. C. D.
PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN PEMAHAMAN INDIVIDU DENGAN TES................................................. 1 Pengertian Tes Psikologis.............................................................. 1 Fungsi Tes Psikologi......................................................................... 3 Tujuan Pemahaman individu dengan Tes............................... 5 Keterbatasan Tes.............................................................................. 7
Bab II A. B. C.
SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR................................ 9 Validitas............................................................................................... 9 Reliabilitas.......................................................................................... 14 Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi............. 18
Bab III SEJARAH TES PSIKOLOGI.............................................. 23 A. Pengantar........................................................................................... 23 B. Perkembangan Pengukuran Psikologi..................................... 26 Bab IV A. B. C. D. E. F. G.
PENGUKURAN INTELIGENSI.......................................... Pengertian Inteligensi.................................................................... Teori-teori Inteligensi..................................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi..................... Sejarah pengukuran inteligensi................................................. Jenis Tes Inteligensi......................................................................... Intelligence Question atau IQ........................................................ Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan Konseling............................................................................................ H. Keterbatasan Tes Inteligensi........................................................
31 31 33 34 35 38 42
Bab V A. B.
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES KEPRIBADIAN ......................................................... 49 Pengertian Kepribadian................................................................ 49 Pembentukan Kepribadian.......................................................... 50 v
47 47
Pemahaman Individu: Teknik Tes
C. D. E. F.
Pengukuran Kepribadian.............................................................. Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian ........................ Kebutuhan Pengukuran Kepribadian....................................... Kelemahan Tes Kepribadian.........................................................
52 57 59 59
Bab VI A. B. C. D. E. F. G.
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES PROYEKTIF . Sejarah Tes Projeksi........................................................................ Pengertian Tes Proyektif................................................................ Ciri–ciri Tes Proyektif....................................................................... Fungsi Tes Proyektif......................................................................... Klasifikasi Tes Proyektif................................................................... Jenis Tes Proyektif............................................................................ Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif................................
61 61 63 64 65 66 66 69
Bab VII A. B. C. D. E. F.
PEMAHAMAN INDIVIDU MELALUI TES EPPS . ............. Sekilas tentang Tes EPPS............................................................... Aspek – Aspek dalam Tes EPPS................................................... Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS............ Cara Menyajikan Test EPPS........................................................... TIPS Mengerjakan Tes EPPS.......................................................... Kekurangan Tes EPPS......................................................................
71 72 72 74 76 77 77
Bab VIII MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU...................................... A. Pengertian Tes Bakat....................................................................... B. Jenis-Jenis Tes Bakat....................................................................... C. Manfaat Memahami Bakat...........................................................
79 80 81 98
Bab IX A. B. C. D.
MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR INDIVIDU MELALUI TES HASIL BELAJAR....................................................... 99 Jenis dan Fungsi Tes Hasil Belajar............................................... 100 Penyusunan dan Pengembangan Test Hasil Belajar........... 101 Penyiapan Tes Hasil Belajar........................................................... 108 Manfaat Pengukuran Hasil Belajar............................................. 110
Daftar Pustaka.................................................................................................... 111
vi
Bab I
PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN PEMAHAMAN INDIVIDU DENGAN TES A. Pengertian Tes Psikologis Pembicaraan mengenai tes tidak bisa dilepaskan dari pembicara an mengenai pengukuran (measurement) dan penilaian (evaluation). Pengertian pengukuran, tes dan penilaian memiliki perbedaan, tetapi memiliki hubungan kuat satu dengan lainnya. Ketiga istilah tersebut dalam praktek sehari-hari sering dipertukarkan penggunaannya. Pengukuran merupakan prosedur sistematis untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan menggunakan tes maupun dengan cara-cara lainnya. Pengukuran dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang luas dan dalamnya sesuatu objek pengukuran. Berdasar pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi mengenai hal yang diukur. Contoh: ketika kita mengukur panjang suatu benda (misal: papan tulis, meja, ruang kuliah) dengan meteran sebagai alat ukur maka setelah proses pengukuran diperoleh panjang sesungguhnya dari benda yang diukur tersebut. Tes merupakan seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang di tes atau disebut testee dan dapat pula berupa tugas yang harus dikerjakan oleh testee. Apabila dilihat dari wujud fisiknya, 1
Pemahaman Individu: Teknik Tes
tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang di tes, jawaban testee dan atau performansi pelaksanaan tugas akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu. Penjelasan ini mungkin terlalu sederhana, karena pada kenyataannya tidak sembarang kumpulan pertanyaan terlalu berharga untuk dinamakan atau dikategorikan alat tes. Banyak syaratsyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu layak dikategorikan ke dalam kategori tes. Anastasi (1976) mengatakan “A psychological test is essentially an objective and standardized measure of asample of behavior”. Tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel perilaku. Brown 1976 (dalam Nurkancana dan Sumartana, 1983) menyatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang sistematis guna mengukur sampel perilaku seseorang. Nampaknya Brown menganggap bahwa ciri sistematis tersebut telah mencakup pengertian objektif, terstandar, dan syarat-syarat kualitas lainnya. Definisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Cronbach. Cronbach (1970) mengemukakan dalam bukunya Essentials of psychological Testing: “….a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category system”. Tes merupakan prosedur sistematis untuk mengobservasi tingkah laku seseorang dan mendeskripsikannya dengan bantuan skala numerik atau sistem kategori. Penilaian merupakan proses menentukan harga atau nilai sesuatu (sesuai dengan objek yang diukur) berdasar informasi yang diperoleh baik dengan tes maupun cara-cara lainnya, yang dapat diwujudkan dalam bentuk angka. Dalam penilaian pendidikan, nilai yang diberikan adalah hasil belajar yang dapat diwujudkan dalam bentuk angka sebagaimana tertuang dalam rapor siswa dan atau juga tertuang pada dokumen lainnya seperti surat tanda lulus. Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tes merupakan alat ukur untuk mengumpulkan informasi, informasi hasil pengukuran dengan tes digunakan memberi nilai atau harga dari objek yang diukur. Akurasi hasil penilaian sangat ditentukan 2
Bab I — Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
oleh kualitas alat ukur, sehingga alat ukur harus memenuhi berbagai persyaratan terutama validitas dan reliabilitas tes. Di samping kualitas alat ukur, akurasi hasil tes juga ditentukan orang yang melaksanakan tes, pelaksanaan tes dan kondisi yang mengerjakan tes (testee). Tes psikologis merupakan alat ukut untuk mendapat informasi mengenai kemampuan potensial seseorang. Informasi hasil tes yang akurat dapat memberi gambaran tentang kemampuan potensial maupun non kemampuan individu.
B. Fungsi Tes Psikologi Tes psikologi merupakan prosedur sistematis untuk membandingkan tingkah laku baik dengan suatu standar tertentu maupun dengan kelompoknya. Hasil tes psikologi berupa informasi mengenai subjek yang dikenai tes dan dapat diwujudkan dalam bentuk angka. Aspek yang dites dengan tes-tes psikologi meliputi antara lain aspek kepribadian, bakat, minat, sikap, dan prestasi belajar. Hasil tes harus memiliki tingkat akurasi tinggi karena menjadi dasar bagi konselor atau guru pembimbing untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi para peserta didik dan atau konseli, baik secara kelompok maupun secara individual. Akurasi hasil tes rendah dapat menyebabkan bias dalam pemberian treatment terhadap peserta didik atau konseli dan berdampak kurang baik dalam proses dan hasil konseling. Fungsi tes psikologi bagi individu konseli atau peserta didik antara lain membantu mereka mengenal dan mengerti potensi yang dimiliki, dalam hal ini dapat berupa keunggulan dan kelemahan yang dimiliki konseli dalam berbagai aspek. Hasil tes juga berfungsi membantu konseli mengenali prestasi dan potensi diri yang dapat dikembangkan melalui berbagai layanan bimbingan dan koseling yang dirancang bersama guru pembimbing atau konselor sekolah. Tes psikologi bagi konselor, membantu konseli memahami potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk keunggulan dan kelemahannya sehingga dapat menetapkan rancangan intervensi bersama-sama dengan konseli. Program intervensi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan konseli dan dirancang bersama 3
Pemahaman Individu: Teknik Tes
konseli akan lebih efektif dalam mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan. Fungsi tes dalam layanan konseling secara khusus meliputi fungsi: diagnostik, komparasi, prediksi, evaluasi, dan penelitian. Fungsi diagnostik tes psikologi adalah kemampuan hasil tes untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dimiliki testee. Hasil tes juga mampu memberi informasi letak kekurangan atau kelemahan orang yang dites dan sebab-sebab permasalahan yang dihadapinya. Hasil tes yang mampu menyediakan informasi letak gangguan dan sebab-sebab gangguan yang dialami seseorang individu berarti tes mampu menunjukkan fungsi diagnostik. Sebagai contoh seseorang anak memiliki gangguan pengenalan huruf, misal tidak dapat membedakan dua huruf (misal huruf b dan d) dan setelah dilakukan tes dapat diketemukan bahwa anak tersebut mengalami gangguan kemampuan persepsual, maka tes tersebut telah berfungsi diagnostik dengan baik. Dua individu memiliki kemampuan inteligensi umum hampir sama atau mungkin bahkan sama, ternyata setelah dilakukan tes inteligensi menggunakan WISC dan atau WAIS dua individu dapat berbeda dalam logika matematika dan juga dalam digit span. Tes yang mampu membandingkan dengan baik dua individu yang memang memiliki kemampuan yang berbeda menunjukkan bahwa tes memiliki fungsi komparasi. Contoh lain, tes yang mampu membedakan kecenderungan kepribadian seseorang dengan lainnya, menunjukkan tes kepribadian memiliki fungsi komparasi. Seseorang setelah melaksanakan tes psikologi dan hasilnya menunjukkan tinggi pada logika matematika dan prestasi belajar dikemudian hari tinggi dalam matematika berarti tes psikologi memiliki fungsi prediksi. Fungsi prediksi tes psikologi merujuk pada kemampuan tes memprediksi kemungkinan keberhasilan seseorang dimasa mendatang berdasar skor-skor tes yang ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan. Skor-skor hasil tes inteligensi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, baik dalam rangka menguji suatu teori atau 4
Bab I — Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
menemukan teori baru. Suatu teori dapat saja tidak berlaku lagi setelah hasil penelitian menunjukkan bahwa teori tersebut tidak didukung oleh fakta empirik atau hasil penelitian menemukan teori baru yang menggugurkan kebenaran teori sebelumnya.
C. Tujuan Pemahaman individu dengan Tes Layanan bimbingan konseling dilakukan dengan mendasarkan pada prinsip (1) adanya perbedaan individual. Setiap individu memiliki kemampuan baik potensial maupun aktual serta memiliki masalah berikut latar masalah yang berbeda-beda sehingga layanan bimbingan konseling harus sesuai dengan potensi individu yang bersangkutan, (2) didasarkan pada informasi yang lengkap dan akurat tentang diri individu sehingga layanan yang diberikan sesuai dengan keadaan diri individu dan juga akurat, (3) adanya kenyataan bahwa terdapat individu yang kurang berhasil melakukan penyesuaian diri baik penyesuaian diri fisik, sosial, akademik, emosional, dan bahkan penyesuaian diri religius sehingga memerlukan pengukuran psikologis. Berdasar hal di atas dapat dikemukakan bahwa pemahaman individu dengan tes sangat diperlukan, terutama dalam rangka layanan bimbingan konseling khususnya layanan bimbingan konseling di sekolah. Berkenaan dengan pentingnya penerapan pemahaman individu dengan tes tersebut maka dapat diidentifikasi tujuan pemahaman individu dengan tes antara lain sebagai berikut: (1) yang berkenaan dengan aspek kognitif, untuk mendapat informasi tingkat kecerdasan individu, bakat, dan hasil belajar, (2) aspek non kognitif, mencakup antara lain: informasi tentang kepribadian, motivasi, sikap, sistem nilai, dan minat individu. Inteligensi sebagai kemampuan potensial berdasar beberapa hasil penelitian memiliki korelasi signifikan dengan hasil belajar sehingga memahami individu dari aspek inteligensi sangat penting dalam dunia pendidikan, meskipun diakui bahwa inteligensi bukan satu-satunya variabel penentu keberhasilan (belajar) sesorang. Hasil belajar sebagai kecakapan aktual dapat diukur dengan tes prestasi hasil belajar. Informasi yang diperoleh dengan tes hasil belajar sangat 5
Pemahaman Individu: Teknik Tes
berharga bagi guru, konselor, dan orang tua untuk memberikan layanan bagi individu baik dalam rangka mempertahankan hasil belajar, peningkatan prestasi belajar, layanan penempatan dan studi lanjut. Bakat merupakan kemampuan potensial yang dapat diditeksi melalui tes bakat dan hasil pengukuran bakat merupakan informasi tentang kecenderungan keberhasilan individu pada satu dan atau lebih bidang keahlian atau pekerjaan. Informasi tentang bakat seseorang membantu orang tua, guru, dan terutama konselor dalam memberikan layanan studi lanjut dan pemilihan jabatan dan atau pekerjaan. Kepribadian merupakan suatu sistem psikofisik yang dinamis yang menentukan cara khas seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan (Allport dalam Lindzey dan Hall, 1988). Pengukuran kepribadian dengan tes kepribadian akan memberikan informasi penting bagi konselor untuk memberikan layanan bimbingan konseling bagi individu ( para siswa) terutama untuk pengembangan diri. Sikap merupakan kecenderungan berperilaku seseorang, yang mencakup aspek keyakinan, perasaan dan kecenderungan berperilaku terhadap sesuatu objek sikap. Sikap positif terhadap sesuatu objek mendorong perilaku orang yang bersangkutan ke arah positif. Perlu dipahami bahwa sikap dan perilaku seseorang belum tentu konsisten. Sikap juga belum tentu muncul dalam bentuk perilaku. Informasi mengenai sikap seseorang yang diperoleh dengan skala sikap akan bermanfaat, terutama bagi konselor. Sistem nilai yang diyakini dan dianut oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap perilakunya. Sistem nilai yang dimiliki seseorang merupakan hasil proses panjang yang dialami seseorang dan terus berkembang seiring dengan perkembangan seseorang. Untuk mendapatkan informasi tentang nilai yang dianut seseorang, konselor dapat mengumpulkannya dengan bantuan tes. Kecenderungan senang dan atau tidak senang seseorang terhadap sesuatu objek merupakan kajian tentang minat seseorang individu. Dalam dunia pendidikan kecenderungan seorang siswa 6
Bab I — Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
terhadap teman, jenis mata pelajaran tertentu, terhadap guru, aktivitas belajar misalnya, akan menentukan keberhasilan individu yang bersangkutan dalam belajar dan atau mengembangkan diri. Berdasar hal tersebut pengumpulan informasi dengan menggunakan tes merupakan satu langkah penting dalam rangka perencanaan dan penerapan layanan bimbingan kepada para siswa.
D. Keterbatasan Tes Sering terjadi orang tua, guru, atau kebanyakan orang mengalami bias dalam memahami hasil tes, atau bahkan terlalu mendewadewakan hasil tes. Sebagai contoh: hasil tes inteligensi seorang anak menunjukkan yang bersangkutan dikategorikan sangat cerdas dan orang tua terlalu mengagungkan skor tes dengan menceritakan kepada orang lain tentang kecerdasan anaknya (dan anak ada di samping orang tuanya), anak tidak perlu belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh (anak ada di samping orang tuanya ketika bercerita). Dari pembicaraan itu anak merasa dirinya hebat dan tidak perlu belajar, akibatnya prestasi belajar anak rendah. Seseorang terlalu yakin dengan hasil tes dan dia menjadi kecewa karena prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan hasil tes psikologi. Tes psikologi yang digunakan dalam dunia pendidikan dan bimbingan memang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan baik dari validitas, reliabilitas dan indeks kesukaran item, namun tetap saja memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tes dapat dilihat dari alat tes, tester, testee, administrasi tes termasuk juga lingkungan saat tes berlangsung. Tes yang digunakan telah memenuhi syarat vailiditas, misal 0,7. Tes tersebut tidak mampu mengukur keseluruhan yang diukur karena validitasnya hanya 0,7. Validitas sama dengan 1 sangat sukar dipenuhi atau bahkan validitas tersebut hampir tidak dapat dipenuhi oleh suatu tes apapun, akibatnya tidak semua kemampuan individu terukur atau terditeksi. Keterbatasan dari sisi validitas juga dapat terjadi karena adanya kesalahan pengukuran. Tester yang melakukan tes harus memiliki keahlian dan kewenangan yang dipersyaratkan. Jika tes dilakukan oleh orang yang 7
Pemahaman Individu: Teknik Tes
bukah ahlinya maka hasil tes tidak akurat dan dapat menyesatkan. Contoh: Tes yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli dan tidak berwenang, ketika memberikan petunjuk cara mengerjakan salah dan waktu juga tidak tepat maka hasil tes tidak mampu menggambarkan potensi yang dimiliki oleh individu yang di tes. Kondisi fisik dan pikis individu saat di tes sangat mempengaruhi hasil tes. Seseorang yang dalam kondisi sakit secara fisik akan mempengaruhi konsentrasi dan daya tahan yang bersangkutan saat mengerjakan tes dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil tes. Kondisi psikis individu saat tes seperti nervous, stres, tertekan dapat mempengaruhi kesiapan dan konsentrasi dalam mengerjakan tes akibatnya hasil tes tidak optimal dan atau tidak mencerminkan kondisi individu yang sesungguhnya. Pedoman pengadministrasian tes baik yang berkenaan prosedur tes, skoring, dan interpretasi serta lingkungan saat dilakukan tes dapat mempengaruhi proses dan hasil tes. Sebagai contoh: prosedur tes berkenaan dengan petunjuk cara mengerjakan atau menjawab dan alokasi waktu mengerjakan yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil tes tidak akurat. Penyekoran tes atau alat ukur berikut interpretasinya harus sesuai dengan pedoman, jika tidak sesuai dengan pedoman hasil tes tidak akurat dan bahkan dapat menyesatkan. Lingkungan yang bising dan mencekam dapat mempengaruhi hasi pengukuran. Berdasar keterbatasan-keterbatasan tersebut maka perlu kehatihatian dalam melaksanakan tes dan menyikapi hasil tes. Di samping itu perlu usaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan tes tersebut agar hasil test akurat dan tidak menyesatkan.
8
Bab II
SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR
Hasil pengukuran dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya objek yang diukur, karena hasil tes berkenaan dengan kridibilitas dan masa depan individu yang di tes dan juga tester (orang yang melakukan tes). Dalam layanan bimbingan konseling, hasil tes menjadi dasar penentuan model treatment terhadap individu dan akan menentukan kehidupan dan atau keberhasilnnya di masa yang akan datang. Oleh karena pentingnya hasil tes tersebut maka tes yang digunakan dalam pengukuran dan atau testing harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang terstandar. Syarat tes sebagai alat ukur yang terstandar antara lain validitas, reliabilitas, indeks kesukaran item dan indeks daya beda terutama untuk tes prestasi.
A. Validitas Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979). Contoh: tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah valid, jika skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil pengujian performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi dikatakan valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang 9
Pemahaman Individu: Teknik Tes
yang memiliki variasi dalam inteligensi. Tes kepribadian dikatakan valid jika tes menghasilkan skor-skor yang menunjukkan perbedaan bermakna dalam kepribadian. Pengembangan dan penggunaan tes harus dapat dipertanggung- jawabkan untuk menjamin bahwa tes yang digunakan benar-benar valid. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada tes dan rencana penggunaannya. Menurut Allen (1979), ada tiga tipe utama validitas yaitu content validity, criterionrelated validity, dan construct validity. Penentuan validitas criterionrelated validity dan construct validity melibatkan perhitungan dan pengujian korelasi atau statistika lainnya, sedangkan content validity tidak melibatkan suatu perhitungan statistikal. 1. Content Validity Validitas konten merupakan validitas yang tidak dipungkiri melalui suatu analisis rasional suatu tes, dan penentuannya didasarkan pada individu yaitu putusan subjektif. Ada dua tipe utama validitas konten yaitu face validity dan logical validity. Face validity sering dinamakan “armchair” validity (Allen, 1979), atau juga sering disebut validitas semu. Validitas konten adalah validitas yang didasarkan ketika seseorang menguji tes dan kesimpulannya bahwa tes itu mengukur sifat-sifat yang relevan. Face validity dapat digunakan pada beberapa tes. Pada pengujian kelas, ketika persiapannya hati-hati, face validity dapat dicapai. Contoh, suatu tes aritmatika, tes tersebut mengukur performansi aritmatika, secara “face” dikatakan valid. Validitas face dapat efektif digunakan, meskipun dalam banyak kasus validitas face tidak esensial. Logical or sampling validity merupakan versi yang lebih rumit atau canggih dari face validity. Validitas model ini melibatkan definisi yang cermat dari domain tingkah laku yang diukur dengan tes dan logikal desain dari itemnya mencakup seluruh domain penting. Validitas logikal terutama digunakan dalam pengembangan tes prestasi.
10
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
2. Criterion-related validity Criterion-related validity digunakan ketika skor-skor tes dapat dihubungkan dengan criterion. Criterion adalah beberapa tingkah laku yang skor-skor tesnya digunakan untuk mempredik. Contoh: untuk memperoleh criterion-related validity, skor-skor pada tes yang dirancang untuk menyeleksi pelamar kerja harus dihubungkan dengan criterion dari keefektifan kerja. Contoh lain: Skor-skor tes seleksi masuk sekolah harus dihubungkan dengan beberapa criterion yang relevan, seperti rata-rata nilai akhir siswa yang diterima atau persentase siswa yang mampu menyelesaikan program pendidikan dan tahap penerimaan. Tipikal validitas criterion-related ditunjukkan dengan koefisien korelasi, yaitu korelasi antara skor tes sebagai prediktor dan skor criterion. Korelasi dilambangkan dengan ρxy, dimana X adalah skor tes dan Y adalah skor criterion. Koefisien validitas, ρxy, adalah estimasi satu dari dua cara yaitu hasil salah satu: estimasi validitas prediktif atau konkuren. Validitas prediktif melibatkan penggunaan skor-skor tes untuk memprediksi tingkah laku masa datang. Koefisien validitas prediktif diperoleh dengan memberikan tes kepada seluruh individu yang relevan, sambil menunggu waktu, skorskor criterion dikumpulkan, dan menghitung koefisien validitas. Contoh: validitas prediktif untuk tes pekerjaan akan meyakinkan apabila untuk menguji setiap pelamar kerja, setiap pelamar dikontrak (magang), menunggu beberapa minggu atau bulan sampai criterion dapat dinilai secara rasional dan reliabel (sebagai contoh, oleh rating penyelia atau oleh pengukuran performansi job lain), mengkorelasikan skor-skor prediktor (tes) dan criterion (job performansi). Prosedur tersebut memberi indikasi baik bagaimana skor-skor tes mempredik tingkah laku pada masa mendatang dengan baik, tetapi hal tersebut dapat menjadi mahal dan menghabiskan waktu. Jika tes digunakan untuk mempredik tingkah laku masa mendatang, validitas prediktif harus meyakinkan. Jika hal itu tidak diinginkan maka alternatif lain adalah menggunakan concurrent-validity coefficient. 11
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Concurrent-validity coefficient adalah korelasi antara skor-skor tes dan criterion yang keduanya diukur dalam waktu yang sama. Concurrent-validity coefficient diperoleh dengan mengkorelasikan skor-skor prediktor dan criterion yang diperoleh dengan mengukur yang ditunjukkan pekerja pada waktu yang sama. Hal ini sering memerlukan batas range yang lebar, terutama pada criterion, sementara individu-individu dapat atau tidak dapat perform secara memuaskan pada pekerjaan yang tidak dibayar atau tidak semangat selama waktu studi validitas dilakukan. Koefisien validitas konkuren cenderung underestimate terhadap koefisien validitas prediktif. Concurrent-validity coefficient sesuai, jika skor-skor tes digunakan untuk mengestimasi concurrent criterion daripada untuk mempredik criterion masa datang. 3. Construct validity Validitas konstruk suatu tes adalah tingkat ukuran kontruk teoritik atau sifat yang dirancang untuk diukur. Penetapan vaiditas kontruk merupakan proses terus menerus. Berdasar teori umum dan memperhatikan dengan cermat sifat yang akan diiukur, tes dikembangkan menggunakan prediksi bagaimana skor-skor tes harus berfungsi dalam berbagai situasi. Prediksi tersebut akan diuji. Jika prediksi didukung oleh data, validitas kontruk akan besar. Jika prediksi tidak didukung data, paling tidak ada tiga alternatif kesimpulan yang dapat diambil: (1) eksperimen cacat, (2) teorinya salah dan harus direvisi, (3) tes tidak mengukur trait (Allen, 1979). Meskipun penetapan validitas konstruk adalah proses yang tidak berhenti, pengembang tes dapat menunjukkan validitas konstruk untuk pengujian pada situasi yang khusus. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan menguji validitas instrumen dan validitas butir. Untuk mengetahui apakah suatu instrumen yang memuat butir-butir pernyataan atau pertanyaan itu mengukur apa yang hendak diukur maka dilakukan analisis butir. Analisis butir dimaksud untuk mengetahui validitas butir dan termasuk dalam validitas internal.
12
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
Validitas internal termasuk kelompok validitas kriteria yang merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa validitas butir (validitas internal) diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut konsisten dengan hasil ukur instrumen secara keseluruhan. Oleh karena itu, validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen positif dan signifikan, maka butir dapat dianggap valid berdasarkan ukuran validitas internal. Apabila besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total bernilai positif, makin besar koefisien korelasi maka validitas butir juga makin tinggi. Koefisien korelasi yang tinggi antara skor butir dengan skor total mencerminkan tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan instrumen dengan hasil ukur butir instrumen, atau dapat dikatakan bahwa butir instrumen tersebut konvergen dengan butir-butir lain dalam mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur. Untuk menghitung koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen, digunakan koefisien korelasi product moment (r) yang menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : rit = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ∑xi = jumlah kuadrat deviasi skor xi ∑xt = jumlah kuadrat deviasi skor xt
13
Pemahaman Individu: Teknik Tes
B. Reliabilitas Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus valid juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas psikometris baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting untuk terus dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar diperoleh tes yang mampu mendiskripsikan objek yang diukur dan benar-benar sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan harapan diperoleh instrumen yang memiliki tingkat keandalan yang tinggi. 1. Pengertian Reliabilitas Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) dan akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas berasal dari kata reliability. Tes yang memiliki reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa tes tersebut reliabel. Reliabilitas memiliki arti yang luas, mencakup: kepercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi hasil pengukuran. Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas adalah kepercayaan hasil pengukuran yaitu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Tes yang reliabel berarti tes tersebut dapat dipercaya. Sejalan dengan uraian di atas, Suryabrata (2000) menyatakan bahwa reliabilitas alat ukur menunjuk pada sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan alat tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat ukur yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama
14
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran. Apabila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu, maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan sebagai tidak reliabel. 2. Jenis-Jenis Reliabilitas Reliabilitas dapat dibedakan menjadi : a. Reliabilitas Tes Re-Tes Adalah seberapa besar derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Reliabilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. b. Reliabiltas Belah-Dua Reliabiltas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat. c. Reliabilitas Rasional Ekuivalen Reliabilitas ini tidak ditentukan menggunakan korelasi tetapi menggunakan estimasi konsistensi internal. Reliabilitas ini diukur menggunakan Kuder-Richardson, biasanya Formula-20 (KR-20) atau Formula-21 (KR-21). Kedua rumus ini hanya dapat dipakai untuk tes yang aitem-aitemnya diskor dikotomi, yaitu benar atau salah, 0 atau 1. d. Reliabilitas Penyekor/Penilai Adalah reliabilitas dua (atau lebih) penyekor independen. Reliabilitas ini biasa ditentukan menggunakan teknik korelasi, tetapi juga dapat hanya dinyatakan dalam persentase kesepakatan.
15
Pemahaman Individu: Teknik Tes
3. Teknik Menguji Reliabilitas Instrumen Ada tiga teknik untuk menguji reliabilitas instrumen, yaitu : a. Teknik Paralel (Paralel Form Atau Alternate Form) Disebut juga teknik “double test double trial“. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson). b. Teknik Ulang (test re-test) Disebut juga teknik “single test double trial”. Menggunakan sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. c. Teknik Satu Kali Tes (“single test method”) atau single trial. Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomer ganjil-genap, atas dasar nomer awal-akhir, dan dengan cara undian. Di dalam perkembangannya, dalam metode pengujian reliabilitas ini dikembangkan beberapa teknik, antara lain: 1) Teknik Spearman-Brown Reliabilitas tes dengan teknik belah dua dapat diperkirakan dengan rumus Spearman-Brown, seperti 16
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
berikut :
2 (r½½) R11 = --------------- 1 + r½½
R11 : koefisien yang diperkirakan r½½ : koefisien korelasi belahan bagian pertama dan kedua dari tes
(2) Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha Metode ini didasarkan pada konsistensi respons terhadap semua butir soal dalam tes. Konsistensi antar soal ini dipengaruhi oleh dua sumber varians kesalahan : (1) pencuplikan isi (sebagaimana dalam bentuk alternatif dan reliabilitas belah separuh) ; dan (2) heterogenitas dari domain yang disampelkan. Semakin homogen domainnya, semakin tinggi konsistensi antar soal. Rumus yang paling luas diterapkan, umumnya dikenal sebagai “rumus Kuder-Richardson 20” (Warkitri dkk., 1990), adalah sebagai berikut :
K Vt - ƩPq r11 = ﴾ ------- ﴿ ﴾ -------------- ﴿ K – 1 Vt r11 K Vt P q
: koefisien reliabilitas seluruh tes : jumlah soal dalam tes : varian total : proporsi subjek yang menjawab benar/skor 1 : proporsi subjek yang menjawab salah/skor 0 (q=P-1)
Penghitungan reliabilitas dapat pula dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach Djaali dan Muljono (2008). Untuk menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan rumus koefisien Alpha, yaitu : 17
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Keterangan : rii = koefisien reliabilitas butir k = cacah butir si² = varian skor butir st² = varian skor total
C. Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi Tes hasil belajar, disamping harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas juga harus memiliki tingkat kesukaran tertentu dan memiliki kemampaun deskriminasi. Tingkat kesukaran suatu tes dan kemampuan deskriminatif dapat diperoleh dengan menganalisis aitem-aitem atau soal-soal. Hasil analisis dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bahwa aitem-aitem tersebut memenuhi syarat atau belum. Jika suatu aitem belum memenuhi fungsinya dengan baik perlu dilakukan revisi atau bahkan tidak lagi dipergunakan. Tingkat kesukaran (level of difficulty) suatu soal berkaitan dengan jumlah siswa yang dapat mengerjakan dengan benar. Tingkat kesukaran soal dapat juga disebut tingkat kemudahan (degree of succes). Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tes yang terlalu sukar tidak mengungkap apa yang telah diketahui peserta didik dan tes yang terlalu mudah tidak mampu mengungkap apa yang belum diketahui peserta didik. Kemampuan deskriminasi suatu tes menunjukkan bahwa tes tersebut mampu membedakan peserta didik yang pandai dan yang tidak pandai. Untuk menentukan besar persentase kemampuan deskriminasi dan tingkat kesukaran tes pada tes-tes objektif lebih mudah. Analisis tingkat kesukaran aitem dan kemampuan deskriminasi dibicarakan di bawah ini.
18
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
1. Analisis tingkat kesukaran aitem tes Cara menentukan tingkat kesukaran aitem tes salah satunya dengan menggunakan rumus sebagai berikut: S B – ----------- n-1 K = -------------------N Keterangan: K = tingkat kesukaran aitem B = banyaknya testee yang menjawab benar S = banyaknya testee yang menjawab salah n = jumlah option/aternatif jawaban N = jumlah testee keseuruhan Contoh: Seorang guru Matematika melaksanakan tes. Untuk aitem nomor 5 dijawab benar oleh 60 orang peserta didik dan dijawab salah oleh 20 orang peserta didik. Tes tersebut adalah tes objektif dengan 5 option. Tingkat kesukaran aitem nomor 5 dihitung sebagai berikut: B = banyaknya testee yang menjawab benar = 60 S = banyaknya testee yang menjawab salah = 20 n = jumlah option = 5 N = jumlah testee keseluruhan = 80, maka tingkat kesukaran item nomor 5 adalah: 20 60 - ---------- 5–1 K = -------------------- 80
K =
0,69 19
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Aitem test memenuhi syarat apabila tingkat kesukaran aitem bergerak dari 0,10 sampai dengan 0,90. Aitem yang memiliki tingkat kesukaran kurang dari 0,10 atau di atas 0,90 maka tes tersebut kurang berfungsi dengan baik, sebaiknya aitem tes direvisi atau tidak digunakan. Berdasar hal tersebut aitem nomor 5 pada contoh di atas memenuhi syarat karena berada pada rentang 0,10 – 0,90. Cara lain menentukan indeks kesukaran aitem adalah dengan menggunakan pedoman tabel di bawah ini: Tabel Formulas for Finding (WL+WH) at three Difficulty levels Percentase of Testee Number of options Who “Do Not Know Each Item Has “the” Correct Answer to The Item 5 2 3 4
16 50 84
0,160 n 0,213 n 0,240 n 0,256 n 0,500 n 0,667 n 0,750 n 0,800 n 0,840 n 1,120 n 0,1260 n 1,344 n
(Warkitri, dkk,1990) Klasifikasi tingkat kesukaran aitem dapat ditetapkan sebagai berikut: - Testee yang menjawab benar hanya sampai 27 % termasuk soal tes yang sukar, - Testee yang menjawab benar antara 28-72 % termasuk soal tes yang sedang; dan - Testee yang menjawab benar di atas 73 % termasuk soal tes yang mudah. Misal, suatu tes Matematika jumlah testee 100 0rang. Berarti 27 % x N adalah 27 orang. Bentuk tes yang digunakan adalah benar-salah berarti opitonnya adalah 2. Jika kelompok atas yang menjawab benar 23 orang dan kelompok bawah yang menjawab 20
Bab II — Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
benar 7 orang, jumlah yang menjawab benar adalah 30 orang. Tingkat kesukaran aitem dihitung sebagai berikut: 0,160 n = 0,160 x 30 = 4,8 = mudah 0,500 n = 0,500 x 30 = 15,0 = sedang 0,840 n = 0,840 x 30 = 25,2 = sukar Oleh karena kelompok atas dan bawah yang menjawab benar aitem tersebut 30 orang dan berada pada 25,2 keatas maka aitem tersebut termasuk sukar. 2. Analisis kemampuan deskriminasi Aitem tes yang baik terutama tes hasil belajar, disamping valid, reliabel, dan memenuhi tingat kesukaran aitem juga harus memiliki daya beda. Tes memiliki daya beda, jika tes lebih banyak dijawab benar oleh kelompok atas dibanding dengan kelompok bawah. Cara sederhana menentukan daya beda suatu aitem tes adalah sebagai berikut: Ba – Bb D = --------------- x 100 % na atau nb Keterangan: D = daya beda Ba = kelompok atas yang menjawab benar Bb = kelompok bawah yang menjawab benar na = jumlah kelompok atas nb = jumlah kelompok bawah Besar persentase yang diperoleh dari perhitungan dengan rumus di atas dan hasilnya positif menunjukkan daya beda. Makin besar yang diperoleh dan positif maka makin besar pula kemampuan daya beda suatu aitem tes. Contoh: suatu aitem tes dikerjakan benar oleh 14 testee kelompok atas dan 6 orang
21
Pemahaman Individu: Teknik Tes
testee kelompok bawah maka kemampuan daya beda aitem tersebut adalah: 14 – 6 D = --------20 D=
8 ------20
D=
0,40
Jika kriteria yang digunakan menentukan daya beda menggunakan kriteria sebagaimana dikemukakan Ebes (Warkitri 1990) seperti berikut: - D ≥ 0,40 : butir tes berfungi sangat memuaskan - 0,30 ≤ D ≥ 0,39 : butir tes perlu direvisi sedikit/tidak direvissi sama sekali - 0,20 ≤ D ≥ 0,29 : butir tes harus direvisi sebagian - D ≤ 0,19 : butir tes tidak digunakan atau direvisi total, Contoh butir aitem tes di atas memenuhi syarat atau butir tes memiliki daya beda yang baik atau memuaskan.
22
Bab III
SEJARAH TES PSIKOLOGI
A. Pengantar Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes telah dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan penerimaaan pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam pendidikan, tes digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah dan perguruan tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan pemilihan studi lanjut. Meskipun tes telah secara luas penggunaannya, tetapi pengembangan tes sebagai alat ukur tidak sepesat di Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan salah satu contoh negara yang gerakan testingnya sangat baik atau dapat dikatakan bahwa testing merupakan suatu gerakan nasional. Di Amerika gerakan testing psikologis berkembang sejak awal abad 19, karena kebutuhan akan instrumen pengukuran kemampuan orang sebagai akibat dari perkembangan industri. Dunia industri dan dunia usaha membutuhkan tenaga terampil dengan bakat dan kemampuan yang cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan melakukan pekerjaanpekerjaan usaha modern demi efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang Dunia I juga memerlukan tenaga militer dengan kemampuan yang diidentifikasi secara cepat untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di bagian-bagian yang ada seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda, dan sebagainya. Rintisan penyusunan dan pengembangan tes psikologi dilakukan
23
Pemahaman Individu: Teknik Tes
oleh Alfred Binet, seorang dokter Perancis. Binet tertarik melakukan pengukuran mental dan mulai meneliti anak-anak yang cerdas dan tidak cerdas pada tahun 1890. Usaha Binet bersama Theodore Simon yang juga berasal dari Perancis, membuahkan tes inteligensi yang terkenal dengan sebutan Test Binet-Simon. Usaha tersebut kemudian diteruskan di Amerika Serikat oleh L.M. Terman dari Universitas Stanford bersama dengan M.A. Merril, tujuannya untuk merevisi dan menyempurnakan tes buatan Binet. Hasilnya adalah tes kecerdasan Stanford-Binet. Pada tahun 1937, penyempurnaan penting dicapai, yaitu dengan ditemukannya ukuran kecerdasan oleh William Stern. Ukuran tersebut berupa rasio kecerdasan (intelligence quotient) yaitu perbandingan antara umur mental dengan umur kronologis. Sejak itu, usaha-usaha penyusunan tes meluas dan maju pesat mencakup bidang-bidang kepribadian yang luas untuk berbagai penggunaan dan dengan menggunakan teknologi yang makin canggih. Bidang penggunaan tes meluas, tetapi sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pendidikan (sekolah) adalah pengguna yang utama. Diberlakukannya undang-undang pendidikan untuk pertahanan nasional (National Defense Education Act) dalam tahun 1958 dipicu oleh peluncuran Sputnik, satelit pertama dalam tahun 1957 oleh Rusia (Uni Soviet waktu itu). Pemerintah Federal Amerika Serikat menyediakan dana besar untuk pengembangan testing dan juga untuk pengembangan program konseling di sekolah menengah. Di samping itu, bidang lain yang menggunakan tes adalah kedokteran, kehakiman, militer, manajemen, dan perdagangan. Ilmuwan terkemuka dalam gerakan bimbingan (guidance) di Amerika waktu itu, di antaranya Thorndike dengan teori pengukuran mentalnya, Terman dengan tes kecerdasan Stanford-Binetnya, A.S. Otis dengan tes Army Alphanya, Strong dengan tes atau inventory minatnya, Kuder dengan tes minat, Bennet, dkk dengan tes bakat differensialnya. Di Indonesia, meski testing belum menjadi gerakan nasional, namun telah ada usaha-usaha pengembangan tes walaupun baru skala kecil dan masih bersifat rintisan. Sejumlah perguruan tinggi, khususnya fakultas psikologi dan IKIP (sekarang FKIP universitas) terdorong oleh kebutuhan akan cara-cara yang objektif 24
Bab III — Sejarah Tes Psikologi
untuk pengukuran kepribadian, melakukan usaha-usaha rintisan pengembangan tes. Kebutuhan itu terasa mendesak di lingkungan sekolah untuk penerimaan siswa dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling (sekarang profesi konseling), di lingkungan industri, lembaga, dan militer untuk seleksi dalam rangka penerimaan dan penempatan personil. Usaha-usaha tersebut umumnya bukan untuk menghasilkan tes baru atau asli melainkan untuk mengadaptasikan tes-tes asing yang sudah ada. Pekerjaan adaptasi meliputi penerjemahan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya setempat, uji reliabilitas dan validitas. Telah disebutkan bahwa usaha penyusunan tes telah dirintis di Indonesia oleh sejumlah lembaga pendidikan tinggi dalam rangka riset dan pengembangan. Di IKIP Malang (sekarang Universitas Malang) telah melakukan usaha pengembangan tes, bermula dalam tahun 1967 yang dilakukan atas kerja sama dengan ALRI untuk keperluan seleksi calon personil di lingkungan ALRI (sekarang TNI AL). Usaha-usaha yang telah dilakukan berupa pengembangan tes prestasi belajar terstandar untuk seleksi masuk perguruan tinggi, yang mencakup Bateri Tes Bakat Okupasional yang terdiri atas Tes Bakat Personal-Sosial, Tes Bakat Mekanik, Tes Bakat Niaga, Tes Bakat Klerikal, Tes Bakat Numerikal, dan Tes Bakat Berpikir Ilmiah pada tahun 1979 yang dilakukan oleh Raka Joni dan Djoemadi; validasi dan penormaan tes PM (progressive matrices) dan DAT (Defferential Aptitude Test) dalam tahun 1990 dan 1992 (Munandir, 1995:12). Dalam pengembangan tes PM dan DAT berhasil disusun norma dengan sampel siswa sekolah menengah umum mencakup wilayah tujuh provinsi. Untuk mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah (sekarang profesi konseling) sejak tahun 1995 telah dilakukan beberapa angkatan program sertifikasi tes psikologi bagi konselor pendidikan (yaitu para lulusan program studi BP / PPB / BK) atas kerja sama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) sekarang berubah menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dengan program Pascasarjana IKIP Malang (sekarang Universitas Malang) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DepdikNas. Melalui usaha-usaha itu diharapkan semakin menguatkan kegiatan pendukung program Bimbingan dan Konseling. 25
Pemahaman Individu: Teknik Tes
B. Perkembangan Pengukuran Psikologi Pengukuran psikologi pada awalnya sangat di pengaruhi oleh ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika umumnya mencari hukum-hukum umum (generalisasi). Baru kemudian, terutama karena pengaruh Galton, gerakan “testing” yang mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang. 1. Kontribusi psikofisika Psikofisika dianggap suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadian-kejadian psikologis. Dalam arti luas yang dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respon. Seperti telah disebutkan di atas upaya mereka adalah untuk menemukan hukum-hukum umum, seperti misalnya hukum Weber dan Fechner tentang nisbah pertambahan perangsang menimbulkan pertambahan respon (sensasi). Dalam psikofisika modern, kontribusi Thurstone mengenai “low of comparative judgment” merupakan model yang sangat berharga bagi pengembangan skala-sakala psikologi yang lebih kemudian. Aplikasinya langsung adalah penerapan metode perbandingan-pasangan (paired-comparison). 2 . Kontribusi Francis Galton Sir Francis Galton adalah seorang ahli biologi yang berminat pada faktor hereditas manusia. Dia meneliti dan ingin mengetahui secara luas kesamaan orang-orang dalam satu keluarga, dan perbedaan orang-orang yang tidak satu keluarga. Untuk itu, dia mendirikan laboratorium antropometri guna melakukan pengukuran ciri-ciri fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran, ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaki dan lain-lain fungsi sensorimotor yang sederhana, serta fungsi kinestetik. Galton yakin bahwa ketajaman sensoris bersangkutan dengan kemampuan intelektual orang. Galton juga merintis penerapan metode “rating” dan kuesioner. Kontribusi Galton yang lain adalah upayanya 26
Bab III — Sejarah Tes Psikologi
mengembangkan metode-metode statistik guna menganalisis data mengenai perbedaan-perbedaan individual. Upaya ini dilanjutkan oleh murid-muridnya di antara mereka itu kemudian menjadi sangat terkenal adalah Karl Pearson. 3. Awal Gerakan Testing Psikologi Orang yang dianggap mempunyai kontribusi penting dalam gerakan testing psikologi adalah seorang ahli psikologi Amerika, James McKeen Cattell. Disertasinya di Universitas Leipzig mengenai perbedaan individual dalam waktu reaksi. Dia sempat kontak dengan Galton sehingga minatnya terhadap perbedaan individual semakin kuat. Dia sependapat dengan Galton bahwa ukuran fungsi intelektual dapat dicapai melalui tes diskriminasi sensoris dan waktu reaksi. Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX cenderung meliputi fungsi yang lebih kompleks. Salah satu contohnya adalah tes Kraepelin. Tes Kraepelin berupa penggunaan operasi-operasi arithmatik yang sederhana dirancang untuk mengukur pengaruh latihan, ingatan dan kerentanan terhadap kelelahan dan distraksi. Awalnya tes kraepelin dirancang untuk mengukur karakteristik pasien-pasien psikiatris. Oehr, mahasiswa kraepelin, menyusun tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi motorik guna meneliti interrelasi fungsi-fungsi psikologis seseorang. Ebbinghaus, ahli lain, kemudian mengembangkan tes komputasi aritmatik, luas ingatan, dan melengkapi kalimat. Binet dan Henri mengajukan kritik terhadap tes yang ada dewasa itu terlalu sensoris, berkonsentrasi pada kemampuan khusus. Mereka menyatakan bahwa dalam pengukuran fungsifungsi yang lebih kompleks, presisi kurang perlu karena perbedaan individual dalam fungsi yang lebih besar. Yang perlukan adalah tes yang mengukur fungsi yang lebih luas, seperti ingatan, imajinasi, perhatian, pemahaman, kerentanan terhadap sugesti, apresiasi estetik, dan lain-lain. Gagasan inilah yang akhirnya menuntun dikembangkannya tes Binet, yang kemudian menjadi sangat terkenal. 4. Binet dan tes inteligensi Tes yang disusun oleh Binet dan Simon tahun 1905 tersebut 27
Pemahaman Individu: Teknik Tes
menghasilkan skala Binet-Simon. Skala Binet-Simon lebih dikenal dengan nama skala 1905. Skala Binet-Simon pada awalnya untuk mengukur dan mengidentifikasi anak-anak yang terbelakang agar mereka mendapatkan pendidikan yang memadai. Skala ini terdiri dari 30 soal disusun dari yang paling mudah ke yang paling sukar. Pada skala versi kedua tahun 1908, jumlah soal ditambah jumlahnya. Soal-soal itu dikelompokkan menurut jenajng umur berdasar atas kinerja 300 orang anak normal berumur 3 sampai 13 tahun. Skor seorang anak pada seluruh perangkat tes dapat dinyatakan sebagai jenjang mental (mental level) sesuai dengan umur normal yang setara dengan kinerja anak yang bersangkutan. Dalam berbagai adaptasi dan terjemahan istilah jenjang mental diganti dengan umur mental (mental age), dan istilah inilah yang kemudian menjadi populer sampai sekarang. Revisi skala ketiga skala Binet-Simon diterbitkan tahun 1911, beberapa bulan setelah Binet meninggal mendadak. Pada tahun 1912, dalam Kongres Psikologi Internasional di Genewa, William Stern, seorang ahli psikologi Jerman, mengusulkan konsep koefisien Inteligensi yaitu IQ = MA/CA. Konsep ini yang dipakai dalam skala Binet yang direvisi di Universitas Stanford, yang terkenal dengan nama Skala Stanford-Binet yang diterbitkan tahun 1916, kemudian revisinya tahun 1937 dan revisi selanjutnya tahun 1960. Skala Stanford-Binet inilah yang selanjutnya diadaptasikan ke dalam berbagai bahasa dan digunakan secara luas dimana-mana. Kecuali itu skalaStanford-Binet juga menjadi model pengembangan berbagai tes inteligensi lain. 5. Testing Kelompok Tes Binet yang dijelaskan di atas adalah merupakan tes individual, artinya tes yang harus diberikan per orang. Karena kebutuhan yang makin mendesak, maka dikembangkanlah tes kelompok. Hal ini di latar belakangi pada saat perang dunia I, kebutuhan akan tes kelompok ini sangat dibutuhkan untuk tes calon tentara. Maka, komite psikologi yang diketuai Robert M. Yankes, menyusun instrument yang dapat mengklasifikasi indi 28
Bab III — Sejarah Tes Psikologi
vidu tetapi diberikan secara kelompok. Dalam konteks semacam ini, tes intelgensi kelompok yang pertama dikembangkan. Di dalam tugas ini para ahli psikologi militer menghimpun semua tes yang ada, terutama tes inteligensi kelompok karya Otis yang belum dipublikasikan. Tes itu di susun Otis waktu dia menjadi mahasiswa Terman di Stanford. Dalam karya Otis itulah format pilihan ganda dan lain-lain format tes objektif mulai digunakan. Tes yang dikembangkan oleh ahli psikologi dalam militer itu kemudian terkenal dengan nama Army Alpha dan Army Beta. Setelah perang berakhir maka tes-tes tersebut dilepaskan untuk umum. Dan ini lalu mendorong pengembangan dan penggunaan tes kelompok secara luas. Karena optimisme yang berlebihan, maka penggunaan tes kelompok itu seringkali didasarkan pada sikap naïf, dan ini ternyata merugikan perkembangan testing psikologi. 6. Pengukuran Potensi Intelektual Tes inteligensi dirancang untuk fungsi-fungsi intelektual yang luas ragamnya guna mengestimasikan taraf intelektual umum individu, namun secara nyata bahwa kemampuan tes inteligensi untuk mengungkap objek yang diukur sangat terbatas. Kebanyakan tes inteligensi terutama mengukur kemampuan verbal, dan dalam kadar lebih sedikit kemampuan menangani relasi-relasi numeric, simbolik dan abstrak. Didalam praktek diperlukan instrument yang dapat mengukur kemampuankemampuan khusus, misalnya kemampuan mekanik, kemampuan klerikal, bahkan bakat music. Karena desakan kebutuhan praktis dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang bimbingan dan konseling, dalam pemilihan program studi, dalam penempatan karyawan, dalam analisis klinis, dan sebagainya, maka upaya pengembangan tes potensial individu khusus itu harus dilakukan. Pemanfaatan metode analisis faktor mempercepat laju upaya tersebut. Hal lain yang perlu dicatat adalah kontribusi para psikolog militer Amerika selama Perang Dunia II. Kebanyakan penelitian di kalangan militer didasarkan pada analisis faktor dan diarahkan kepada pengembangan 29
Pemahaman Individu: Teknik Tes
multiple aptitude test batteries. 7. Tes Hasil Belajar Pada waktu para ahli psikologi sibuk mengembangkan tes inteligensi dan tes potensial khusus, ujian-ujian tradisional di sekolah-sekolah mengalami perbaikan teknis. Terjadi pergeseran dari bentuk esai ke ujian tes objektif. Pelopor perubahan ini adalah penerbitan The Achievement Test pada tahun 1923. Dengan tes ini dapat dibuat perbandingan beberapa sekolah pada sejumlah mata pelajaran dengan menggunakan satu norma. Karakteristik yang demikian itu merupakan penerapan tes hasil belajar baku yang berlaku sampai sekarang. 8. Tes Proyektif Pada awal abad XX kelompok psikiater dan psikolog yang berlatar belakang Psikologi Dalam di Eropa berupaya mengembangkan instrument yang dapat digunakan untuk mengungkapkan isi batin yang tidak disadari. Seperti telah diketahui, bahwa dalam Psikologi Dalam (terutama aliran Freudian dan Jungian) ada kelompok proyeksi sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan. Dalam mekanisme pertahanan individu secara tidak sengaja menempatkan isi batin sendiri pada objek di luar dirinya dan menghayatinya sebagai karakteristik objek yang diluar dirinya itu. Berdasar atas konsep inilah tes proyeksi itu disusun. Pelopor upaya ini adalah Herman Rorschach, seorang psikiater dari Swiss. Selama 10 tahun (1912 – 1922) Herman Rorschach mencobakan sejumlah besar gambar-gambar tak berstruktur untuk mengungkapkan isi batin tertekan pada pasien-pasiennya. Dari sejumlah besar gambar-gambar tersebut akhirnya dipilih 10 gambar yang dibakukan, dan perangkat inilah yang kemudian terkenal dengan nama Tes Rorschach. Setelah itu sejumlah upaya dilakukan untuk mengembangkan tes proyektif yang lain, dan hasilnya antara lain Holtzman Inkbold Technique, Themaatic Apperception Test, Tes Rumah Pohon dan Orang, Tes Szondi, dan yang sejenisnya.
30
Bab IV
PENGUKURAN INTELIGENSI Tes inteligensi disusun dan dikembangkan dengan harapan mampu memprediksi kemampuan potensial pada aspek kognitif seseorang yang lebih dikenal dengan inteligensi. Tes untuk mengukur inteligensi seseorang kemudian dikenal dengan tes inteligensi. Tes inteligensi yang disusun dan dikembangkan oleh para ahli dan kemudian digunakan dalam praktek pengukuran kecerdasan memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain dapat dilihat validitas, reliabilias, aspek yang diukur, tes tidak sepenuhnya bebas budaya, dan sebagainya. Oleh karena memiliki keterbatasan tersebut maka sebenarnya tes inteligensi tidak mampu mengukur kemampuan secara utuh. Hasil pengukuran inteligensi dapat menunjukkan kemampuan umum dan kemampuan khusus, tergantung jenis alat ukur yang digunakan. Tidak semua jenis tes inteligensi mampu mengungkap kemampuan khusus seseorang. Hal tersebut terjadi karena setiap jenis tes inteligensi tergantung dari teori yang digunakan untuk menyusun dan mengembangkan tes. Berdasar hal tersebut perlu dikaji terlebih dahulu pengertian dan teori inteligensi, sebelum membicarakan pengukuran inteleigensi.
A. Pengertian Inteligensi Robert L Solso, M Kimberly Maclin, dan Otto H.Maclin (2005) mengemukakan bahwa membicarakan inteligensi tidak cukup hanya 31
Pemahaman Individu: Teknik Tes
menggunakan satu definisi. Berdasar pendapat tersebut berikut ini disajikan beberapa definisi tentang inteligensi. Inteligensi menurut Terman (dalam Suryabrata, 1997) merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak. Wechsler (dalam Japar, 1994) mengemukakan bahwa inteligensi adalah kumpulan atau keseluruhan kapasitas individu untuk melakukan tindakan bertujuan, berpikir secara rasional, dan melakukan hubungan dengan lingkungannya. Inteligensi menurut Binet (dalam Suryabrata, 1997) adalah: 1. kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu, 2. kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai tujuan itu, dan 3. kemampuan untuk otokritik, yaitu kemampuan mengkritik diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Deaborn (dalam Japar,1994) mengemukakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk belajar dan menggunakan pengalaman. Definisi yang dikemukakan oleh Deaborn tersebut lebih menekankan pada kondisi individu untuk menggunakan kemampuannya dalam menghadapi lingkungan. Definisi Deaborn berbeda dengan definisi yang dikemukakan Terman, Wechsler, dan Binet. Definisi Deaborn dan Binet lebih rinci dibanding definisi yang diajukan oleh Terman. Definisi Terman dapat dikatakan bersifat sangat umum. Definisi inteligensi menurut Wechsler tampak lebih rinci, yaitu inteligensi melibatkan tindakan yang bertujuan, berpikir rasional, dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Perkins dan Smith dalam Robert L.Solso, M.Kimberly Maclin dan Otto H.Maclin, mengkompilasi kemampuan yang menunjukkan inteligensi seseorang, yaitu kemampuan untuk : (1) mengklasifikasi pola-pola, (2) modifikasi penyesuaian perilaku untuk belajar, (3) penalaran secara deduktif, (4) penalaran secara induktif untuk generalisasi, dan (5) untuk mengembangkan dan menggunakan model-model konseptual. Pendapat Perkins dan Smith tentang kemampuan penalaran deduktif – induktif dan kemampuan mengembangkan serta 32
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
menggunakan model-model konseptual dapat diklasifikasikan ke dalam berpikir rasional menurut Wechsler. Berdasar pendapat para ahli tersebut dapat dikemukakan bahwa pengertian inteligensi antara satu ahli dengan ahli lainnya berbeda. Mengenai perbedaan tersebut, Kolesnik seperti yang dikutip oleh Japar (1994), mengemukakan bahwa umumnya apabila seseorang mampu dalam hal yang disebutkan dalam salah satu definisi, maka yang bersangkutan akan mampu pula dalam hal lain yang disebutkan oleh definisi yang lain.
B. Teori-teori Inteligensi 1.) Inteligensi Umum Spearman dalam Kendra Cherry, mendeskripsikan mengenai konsep inteligensi yang merujuk pada inteligensi umum atau faktor “g”. Hal tersebut dikemukakan setelah melakukan analisis faktor untuk menguji sejumlah tes sikap mental. Selanjutnya disimpulkan bahwa skor-skor tes adalah sama. Individu yang performansinya sangat baik pada satu kognitif tes cenderung performansinya baik pada tes lainnya. Sementara mereka yang skornya jelek pada satu tes cenderung rendah skornya pada aspek yang lain. Spearman menyimpulkan bahwa inteligensi merupakan kemampuan kognitif umum yang dapat diukur dan diujudkan dalam bentuk angka. 2.) Primary Mental Abilities Thurstone mengajukan teori inteligensi yang berbeda, meskipun memandang inteligensi sebagai kemampuan umum. Teori Thurstone difokuskan pada tujuh primary mental abilities yang berbeda (Kendra Cherry). Kemampuan yang dimaksud adalah : (a) verbal comprehension, (b) reasoning, (c) perceptual speed, (d) numerical ability, (e) word fluency, (f ) associative memory, (g) spatial visualization. 3.) Multiple Intelligences Satu ide baru dikemukakan oleh Howard Gardner (2003)
33
Pemahaman Individu: Teknik Tes
mengenai inteligensi majemuk. Meskipun memfokuskan pada analisis skor tes, Gardner mengemukakan bahwa ekspresi numerical intelligence seseorang tidak sepenuhnya akurat menggambarkan kemampuan seseorang. Teori Gardner mendeskripsikan delapan inteligensi yang berbeda yang didasarkan pada keterampilan dan kemampuan. Delapan inteligensi digambarkan oleh Gardner adalah sebagai berikut : (a) kecerdasan keruangan, (b) kecerdasan bahasa, (c) kecerdasan kinestetik (d) kecerdasan logika matematika, (e) kecerdasan interpersonal, (f ) kecerdasan musik, (g) kecerdasan intrapersonal. 4.) Triarchic Theory of Intelligence Kemampuan mental mengarah pada tujuan adaptasi, untuk pemilihan dan pembentukan adaptasi terhadap lingkungan nyata yang relevan dengan kehidupan. Sternberg setuju dengan Gardner bahwa inteligensi adalah lebih luas dari faktor tunggal, faktor umum. Sternberg mendukung beberapa inteligensi Gardner, bahwa lebih baik memandangnya sebagai bakat individual. Selanjutnya Sternberg pendapatnya lebih mengarah bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk sukses yang terdiri dari tiga faktor yang berbeda, sebagai berikut : (a) inteligensi analitik: komponen ini merujuk pada kemampuan pemecahan masalah, (b) inteligensi kreatif: aspek ini melibatkan kemampuan berhubungan dengan situasi baru menggunakan pengalaman masa lalu dan keterampilan sekarang, (c) inteligensi praktis: elemen ini merujuk pada kemampuan untuk menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah: 1. Faktor bawaan atau keturunan Inteligensi dapat diturunkan dari orang tuannya melalui kromosom. Teori genetika dari mendel memperjelas bahwa inteligensi diturunkan dari orang tua. Setiap orang mempunyai 23 pasang kromosom (Wilerman, 1979). Pasangan suami isteri 34
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
masing-masing memiliki 23 pasang kromosom dan anak akan mewarisi kecerdasan dari orang tua melalui gen yang diwariskan. Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang di adopsi. IQ mereka berkorelasi antara 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah saling kenal. 2. Faktor Lingkungan Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahanperubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
D. Sejarah pengukuran inteligensi Penyusunan tes inteligensi sudah dimulai sejak lama. Menurut Gregory, pada tahun 2200 sebelum Masehi di China dilakukan pengujian layanan masyarakat. Pada tahun 1862 Masehi, Wilhelm Wund menggunakan pendulum untuk mengukur kecepatan berpikir. Francis Galton menyusun batteray pertama untuk 1000 warga negara di pusat kesehatan masyarakat. Pada tahun 1890, James Mekeen Cattel menggunakan istilah mental test dalam penyusunan batteray test galtonian. Kendra Cherry, mengungkapkan bahwa tes inteligensi yang pertama disusun oleh Alfred Binet. Selanjutnya dikatakan bahwa pada awal tahun 1900, Alfred Binet membantu memecahkan kesukaran belajar di sekolah. Pemerintah meloloskan undang-undang yang mengharuskan seluruh anak-anak di Prancis bersekolah, oleh karena
35
Pemahaman Individu: Teknik Tes
itu penting untuk menemukan suatu cara untuk mengidentifikasi anak-anak yang memerlukan pendampingan secara khusus. Untuk menghadapi tugas di atas, Binet dan mitra kerjanya Theodore Simon memulai mengembangkan sejumlah pertanyaan yang difokuskan pada perhatian, ingatan dan keterampilan pemecahan masalah. Dalam menggunakan pertanyaan-pertanyaan, Binet menentukan satu yang cocok sebagai prediktor terbaik keberhasilan sekolah. Binet segera merealisasikannya pada beberapa anak yang mampu menjawab pertanyaan tingkat lanjut lebih banyak dari anak-anak yang lebih tua yang secara umum mampu menjawab. Sementara anak-anak lain yang umurnya sama hanya mampu menjawab pertanyaan yang anak-anak lebih muda. Berdasar hasil observasinya, Binet mengusulkan konsep “mental age”, atau mengukur inteligensi berdasar rata-rata kemampuan anak dari usia tertentu. Tes inteligensi yang pertama ini, sekarang dikenal sebagai skala Binet-Simon, menjadi dasar bagi tes-tes inteligensi yang masih digunakan sampai sekarang. Tes inteligensi Stanford-Binet, setelah pengembangan skala Binet-Simon, tes segera dibawa ke AS. Psikolog Universitas Stanford Lewis Terman menggunakan tes Binet asli untuk diterapkan pada sampel yang ambil bagian di Amerika. Adaptasi tes pertama kali dipublikasikan tahun 1916, disebut skala inteligensi Stanford Binet dan segera menjadi tes inteligensi standart yang digunakan di Amerika Serikat. Tes inteligensi Stanford Binet menggunakan angka tunggal, dikenal dengan IQ, seperti yang ditunjukkan skor individu pada tes. IQ dihitung dengan membagi usia mental (mental age) dengan umur kronologis. Stanford Binet sekarang popular sebagai alat asesmen meskipun mengalami sejumlah revisi. Perkembangan tes inteligensi setelah perang dunia I. Setelah perang dunia I, Angkatan Darat Amerika Serikat menghadapi tugas menumental screening rekrutment Angkatan Darat dalam jumlah besar. Tahun 1917 sebagai Presiden American Psychology Association (APA) dan ketua komite pengujian psikologis untuk rekrutmen, Psikolog Robert Yerkes mengembangkan dua tes yang dikenal The Army Alpha dan Beta Test. Tes Army Alpha dirancang sebagai The 36
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
Written Test, sedangkan Army Beta dilaksanakan secara lisan untuk orang yang direkrut tidak dapat membaca. Perkembangan dalam sejarah tes inteligensi berikutnya adalah diciptakannya instrumen pengukuran baru oleh psikolog Amerika David Wechsler. Sebagaimana Binet, Wechsler percaya bahwa inteligensi melibatkan sejumlah kemampuan mental yang berbeda, mendeskripsikan inteligensi sebagai kapasitas global seseorang untuk bertingkah laku bertujuan, berpikir rasional, dan menyesuaikan secara efektif terhadap lingkungan. Ketidak puasan dengan keterbatasan tes Stanford-Binet, Wechsler menyusun tes inteligensi baru yang dikenal dengan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) tahun 1955. Wechsler juga mengembangkan dua tes yang berbeda yang khusus digunakan untuk anak-anak yaitu : The Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) dan The Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI). Pada tahun 1938, Raven menyusun tes Progressive Matrices. Progressive Matrices disusun didasarkan pada teori Spearman. Tes Progressive Matrices terdiri dari: (1) Advances Progressive Matrices (APM), (2) Standard Progressive Matrices (SPM), dan (3) dan Colour Progressive Matrices (CPM). Advances Progressive Matrices (APM) terutama diperuntukkan bagi orang dewasa, Standard Progressive Matrices (SPM) terutama untuk usia anak sekolah dan remaja, dan Colour Progressive Matrices (CPM) terutama untuk anak-anak. Colour Progressive Matrices (CPM), dirancang untuk anak-anak dan orang tua, untuk studi antropologi dan pekerjaan klinik. Colour Progressive Matrices (CPM), dapat digunakan secara memuaskan bagi individu yang tidak memahami atau berbicara dalam bahasa Inggris bagi orang-orang yang menderita gangguan fisik, aphasias, cerebral palsy, atau seperti orang-orang yang intelektualnya sub-normal atau yang lebih buruk. Tes Colour Progressive Matrices (CPM) ini terdiri dari 3 set yaitu : A, AB, dan B. Tes Colour Progressive Matrices (CPM) direvisi pada tahun 1956.
37
Pemahaman Individu: Teknik Tes
E. Jenis Tes Inteligensi Tes inteligensi di bedakan menjadi 3, yaitu tes inteligensi umum, tes inteligensi khusus, dan tes inteligensi differensial. Tes inteligensi umum bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang taraf kemampuan seseorang. Tes inteligensi khusus bertujuan untuk menggambarkan taraf kemampuan seseorang secara spesifik. Tes inteligensi differensial bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam berbagai bidang yang memungkinkan didapatnya profil kemempuan tersebut. Tes Inteligensi ini di maksudkan untuk mengetahui inteligensi (kecerdasan) individu yang di tes. Tes inteligensi yang digunakan dalam pengukuran inteligensi yang banyak dikenal antara lain : 1. Binet-Simon Tes inteligensi ini pertama kali dikembangkan oleh Alfred Binet. Binet adalah seorang psikologi dari Prancis, yang di anggap sebagai pelopor tes inteligensi. Tes asli di susun oleh Binet pada tahun 1905, pada saat dia menerima tugas dari pemerintah Prancis untuk meneliti sebab-sebab kemunduran peserta didik dalam pelajaran waktu itu. Dalam penelitian tersebut, Binet di bantu Theodore Simon mulai menyusun bermacam-macam item tes untuk anak-anak umur 3-15 tahun. Menurut Binet, inteligensi anak akan terus bertambah sampai batas umur 15 tahun. Pada di atas 15 tahun tidak akan bertambah lagi, yang bertambah hanya pengetahuannya saja. Tes inteligensi yang dikembangkan Alfred Binet dan Theodore Simon kemudian terkenal dengan Test Binet-Simon ini telah mengalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan oleh para ahli psikologi yang hidup sesudah keduanya. Revisi pertama di lakukan oleh Goddard pada tahun 1911. Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological
38
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes StanfordBinet adalah bahwa tes itu terlalu umum. 2. Tes Wechsler Tes Binet-Simon dikembangkan berdasar teori inteligensi umum dan hanya mengungkap inteligensi umum. Wechsler mengembangkan tes yang mampu mengungkap aspek-aspek khusus inteligensi yang didasarkan teori bahwa inteligensi terdiri dari kemampuan umum dan kemampuan-kemampuan khusus. Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Tes inteligensi Wechsler dikembangkan menurut teori faktor, terdiri adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Skala Wechsler, dikembangkan tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya tes inteligensi Binet-Simon, atau dua tahun setelah munculnya revisi Stanford-Binet, David Wechsler memperkenalkan versi pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan bagi orang dewasa. a. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai WechslerBellevue Intelligence Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan dikembangkannya skala W-B adalah kenyataan bahwa tes inteligensi yang digunakan untuk orang dewasa pada waktu itu hanya merupakan perluasan saja dari tes inteligensi dari anak-anak dengan menambahkan soal yang sejenis dan lebih sukar. Isi tes yang seperti itu, menurut Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian orang dewasa. Banyak soal-soal yang ditulis hanya berkaitan dengan aktivitas dan dunia anak-anak sehingga kurang 39
Pemahaman Individu: Teknik Tes
menarik bagi orang dewasa dan tidak menimbulkan penghargaan dari mereka. b. Tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi untuk digunakan pada anak-anak yang dikembangkan berdasarkan skala W-B. Skala ini diberi nama Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Isinya terdiri dari dua sub bagian yaitu sub bagian Verbal (V) dan sub bagian Perfomance (P). c. Tahun 1974 terdapat revisi pada tes WISC dengan terbitan WISC-R (huruf R disingkat dari kata revised). Edisi revisi inilah yang digunakan sampai sekarang. Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan oleh subjek dalam memberikan jawaban yang benar tersebut. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk angka standar melalui tabel norma sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala. d. Tahun 1955, Wechsler menyusun skala lain untuk mengukur inteligensi orang dewasa dengan memperluas isi tes WISC. Skala baru ini dinamakan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Sebagaimana WBIS, WAIS pun berisi sebelas sub tes yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah skala verbal yang berisi enam subtes dan bagian kedua adalah skala perfomansi yang berisi lima subtes. Untuk standarisasinya, Wechsler menggunakan populasi nonrandom yang terdiri atas 1700 orang dewasa. Revisi terhadap WAIS telah dilakukan dan diterbitkan pada tahun 1981 dengan nama WAIS-R. 3. Progressive Matrices Progressive Matrics Test disusun dan dikembangkan oleh J.C Raven pada tahun 1943. Raven menciptakan 3 macam test, yaitu Colours Progressive Matrices (CPM), The Standard Progressive Matrices (SPM), Advances Progressive Matrices (APM).
40
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
1. Colours Progressive Matrices Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya berbentuk papan dan gambargambarnya tidak berbeda dengan yang di buku cetak. Materi tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set B. item disusun bertingkat dari item yang mudah ke item yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup. Tugas testee adalah memilih salah satu diantara gambar ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang sama. (Raven, 1974). Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna, dimaksudkan untuk menarik dan memikat perhatian anak-anak kecil (Raven, 1974). Raven berpendapat bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek: (a) berpikir logis, (b) kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi, (d) Kemapuan berpikir secara analogi. Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak yang berusia 5 sampai 1 tahun. Di samping itu juga digunakan untuk orang-orang yang lanjut usia dan bahkan utnuk anak-anak defective. 2. The Standard Progressive Matrices (SPM) Tes SPM dapat diberikan secara individual ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan terbit pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum. SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi 41
Pemahaman Individu: Teknik Tes
menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu: Grade I : P.P. 95 : Kapasitas intelektual Superior. Grade II : P.P. 75 ke atas : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata Grade III : P.P. 25 ke atas : Kapasitas intelektual Rata-rata. Grade IV : P.P. 25 ke bawah : Kapasitas intelektual Di bawah rata- rata. Grade V : P.P. 5 ke bawah : Kapasitas intelektual Terhambat. 3. Advances Progressive Matrices (APM) Tes APM terdiri dari 2 set dan bentuknya non-verbal. Set 1 disajikan dalam buku tes yang berisikan 12 butir soal. Set II berisikan 36 butir soal tes. Tes APM dimaksudkan untuk mengungkap kemampuam efisiensi intelektual. Tes APM ini sesungguhnya untuk membedakan secara jelas antara individu-individu yang berkemampuan intelektual lebih dari normal bahkan yang berkemampuan intelektual superior. Tujuan di gunakannya tes APM ini Untuk mengatur tingkat inteligensi, di samping untuk tujuan analisis klinis.
F. Intelligence Question atau IQ IQ dan inteligensi dalam kehidupan sehari hari seringkali dasamakan penggunaannya. Kedua istilah tersebut sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Secara umum inteligensi adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah, kemampuan untuk menyesuaikan diri dan kemampuan untuk otokritik. IQ merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang setelah yang bersangkutan melaksanakan dan atau mengerjakan test inteligensi. Hasil pengukuran tersebut setelah dibandingkan dengan suatu kriteria menunjukkan tingkat kecerdasan orang yang bersangkutan.
42
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
Setelah dilakukan eksperimen dan revisi berulang kali, akhirnya para ahli psikologi sepakat mengenai adanya satu ukuran dalam inteligensi yang di namakan Intelligence Question atau IQ. IQ di peroleh melalui hasil pembagian antara umur mental atau Mental Age ( MA) dengan umur kalender atau Chronological Age (CA). Satuan ukuran inteligensi pertama kali dikemukakan oleh William Stern. Hasil yang diperoleh dari rumus di atas sering memberikan bilangan pecahan. Kemudian Terman pada tahun 1911 mengalikannya dengan 100 sehingga diperoleh bilangan bulat. Berdasar hal tersebut dapat dikemukakan bahwa IQ merupakan ratio yang diperoleh dari umur mental yang ditunjukkan oleh skor tes inteligensi dibagi umur kalender dari individu. Rumus untuk menentukan tingkat inteligensi individu digunakan rumus sebagai berikut :
MA IQ = ------------- X 100 CA IQ = satuan tingkat kemampuan individu. MA di peroleh melalui pemberian sekelompok pertanyaan yang di jawab betul oleh sejumlah besar individu dengan umur yang sama. Jika seseorang mempunyai hasil pekerjaan secara betul seperti yang di lakukan oleh sejumlah anak yang berumur 15 tahun, MA individu tersebut adalah 15. Kemudian CA di peroleh menurut usia seseorang. Misalnya, seorang anak berusia 6 tahun. Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya lima buah pertanyaan yang sesuai dengan umur anak. Jika lima buah pertanyaan itu dapat di jawab semua, lalu di ajukan pertanyaan di atasnya sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang terjawab. Masing-masing jawaban yang betul di nilai satu. Jawaban yang betul di beri tanda (v) dan jawaban yang salah di beri tanda (x). Dengan demikian di peroleh data sebagai berikut :
43
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Umur CA 6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 12 tahun 13 tahun
V V V V V V V V X
Jumlah V V X V V V V V V X V X X X X X X X JUMLAH
Maka MA nya Jadi IQ
V V X X X X X X X
V V X X X X X X X
Nilai MA 5 4/5 3/5 3/5 2/5 2/5 1/5 1/5 8 1/5
= 8 1/5 dan CA = 7
8 1/5 = -------- X 100 7 = 115
Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka data di bedakan tingkat inteligensi atau kecerdasan individu sebagaimana Binet dan Simon membagi tingkatan inteligensi individu menjadi 8 kelompok, sebagai berikut : Interval IQ 140 ke atas 120 - 140 110 - 120 90 - 110 70 - 90 50 - 70 30 - 50 IQ di bawah 30
Predikat Sangat Cerdas Cerdas Pandai Normal Bodoh Debil Embisil Idiot
44
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada setiap rentangan terdapat predikat dari tingkat inteligensi individu yang bersangkutan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai beberapa ciri dari tiap-tiap tingkatan inteligensi tersebut, berikut penjelasannya : a. Idiot ( IQ 0 – 30) Tingkatan ini termasuk kelompok individu terbelakang. Mereka tidak dapat berbicara dan hanya mampu mengucapkan beberapa kata saja. Ia juga tidak mampu mengurus diri sendiri, makan minum, berpakaian, dan lain-lain. Mereka tidak dapat di beri tugas sekalipun sangat sederhana. Pada umumnya mereka tidak mampu berjalan dan harus tetap berbaring selama hidup, badan mereka lemah, tidak tahan terhadap penyakit dan tidak mengerti terhadap suatu bahaya. Mereka tidak bisa di didik dan kebanyakan berumur pendek. b. Embisil ( IQ 30 – 50) Tingkatan ini masih dapat belajar bahasa, dapat mengurus dirinya sendiri, dan dapat di beri tugas ringan, seperti mencuci piring dan mengepel lantai. Namun, dengan pengawasan dan tentunya di sertai kesabaran. IQ-nya rata-rata sama dengan anak normal yang berumur 3 – 7 tahun, namun mereka tidak bisa di didik di sekolah bersama dengan anak-anak yang normal. c. Debil ( IQ 50 – 70) Individu yang termasuk kelompok debil ini sampai pada tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung dalam hitung-hitungan yang sederhana. Bahkan, dengan latihanlatihan yang intensif, mereka dapat memperoleh ketrampilanketrampilan sederhana. Banyak di antara mereka yang di satukan di sekolah biasa dengan anak-anak normal, terutama di sekolah yang masyarakatnya kurang atau belum maju. Sementara ada juga di antara mereka yang mempunyai kecakapan tertentu yang melebihi kecerdasan mereka, misalnya dalam bidang musik meskipun mereka tidak bisa membaca atau mempelajari not-not musik. 45
Pemahaman Individu: Teknik Tes
d. Bodoh atau Dull ( IQ 70 – 90) Kelompok bodoh ini kecerdasannya di bawah kelompok normal dan di atas kelompok terbelakang. Kelompok ini agak lambat dalam belajar. Meskipun demikian, di antara mereka ada yang sukar menyelesaikan kelas terakhir di SLTP, juga ada yang dapat menyelesaikan SLTP namun agak sulit menyelesaikan pendidikan SLTA. e. Normal ( IQ 90 – 110) Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar persentasenya di kalangan masyarakat. Mereka mempunyai IQ yang sedang atau normal. Jadi, mereka mempunyai MA rata-rata sama dengan CA nya. f.
Pandai ( IQ 110 – 120) Tingkatan ini termasuk kategori high average ( pandai atau di atas rata-rata). Dengan kata lain, mereka tergolong kelompok normal yang berada pada tingkatan tertinggi.
g. Cerdas ( IQ 120 -140) Individu yang termasuk kelompok ini pada umumnya mampu menyelesaikan pendidikan akademi. Apabila dalam pendidikan mereka di satukan dengan kelompok normal maka individu cerdas ini lazimnya menjadi pemimpin kelas (rapid leaner). Di antara mereka ada juga yang memiliki perbendaharaan yang luas dalam lapangan ilmu pengetahuan dan cepat dalam memahami pengertian yang abstrak. Dalam hal kesehatan dan daya tahan tubuh, mereka lebih baik di bandingkan dengan kelompok normal dan pandai. h. Sangat Cerdas ( IQ 140 ke atas) Tingkatan ini termasuk kelompok individu yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa (over genius), sehingga walaupun tidak sekolah mereka akan mampu menemukan dan memecahkan suatu masalah yang sangat rumit dan sulit. Jumlah mereka di kalangan masyarakat sangat sedikit, tetapi terdapat pada semua ras dan jenis kelamin, serta terdapat dalam semua tingkatan ekonomi. 46
Bab IV — Pengukuran Inteligensi
G. Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan Konseling Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa tes-tes inteligensi ada yang dirancang untuk mengungkap kemampuan potensial seseorang dalam hal kemampuan umum dan terdapat pula tes yang dirancang untuk mengungkap beberapa kemampuan khusus. Tes-tes tersebut diterapkan pada anak-anak usia sekolah atau orang dewasa, dan tes dimaksudkan untuk mengukur kemampuan verbal dan non verbal. Tes inteligensi dapat juga mengungkap kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya. Kemampuankemampuan yang diukur dengan tes inteligensi dapat digunakan untuk mempredik keberhasilan anak belajar di sekolah. Hasil tes inteligensi dapat pula digunakan keperluan layanan bimbingan konseling, terutama dalam hal pengembangan diri, layanan penempatan (seperti pemilihan jurusan) dan studi lanjut. Dalam hal penempatan, hasil pengukuran inteligensi memberi gambaran mengenai potensi yang dimiliki anak sehingga anak akan ditempatkan pada kelas, jurusan, dan atau keleompok yang sesuai dengan potensinya. Hasil tes inteligensi dapat digunakan untuk membantu anak dalam pemilihan jurusan atau program studi dan perguruan tinggi yang sesuai dengan potensi anak. Pada kehidupan yang didasarkan budaya modern dan maju secara teknologi, skor pada tes inteligensi dapat digunakan sebagai alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta aktivitas-aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari.
H. Keterbatasan Tes Inteligensi Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di Indonesia. Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan orang tua, pola belajar, dan faktor lingkungan. Inteligensi meurut para ahli adalah kemampuan mental dalam berpikir logis dengan melibatkan rasio. Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan
47
Pemahaman Individu: Teknik Tes
secermat pengukuran terhadap aspek fisik atau terhadap materi konkret. Seperti yang kita pahami, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, namun inteligensi dapat diketahui dengan skorskor tertentu, dan untuk memperoleh skor ini kemudian diadakan tes-tes yang berupa sampel perilaku yang merupakan manisfetasi dari proses mental. Tes Inteligensi adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya berupa skor. Tetapi skor tersebut hanya merupakan bagian kecil mengenai tingkat kecerdasan seseorang dan merupakan gambaran kecerdasan secara keseluruhan. Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat kecerdasan seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal Amerika yang terkenal dengan teori multiple inttelligencenya menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu dari beberapa kecerdasan yang dimiliki seseorang. Kecerdasankecerdasan itu antara lain bahasa, matematis, berpikir logis, musik, visual, dan gerak. Namun alat ukur kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner. Yang patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang mewajibkan calon siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai persyaratan mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah yang mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa mempertimbangkan latar belakang anak terlebih dahulu. Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ: a. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya. b. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak diukur c. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitar. Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya. 48
Bab V
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES KEPRIBADIAN
Salah aspek individu yang diukur melalui pengukuran psikologis adalah kepribadian. Kepribadian seseorang individu akan menentukan mudah atau tidaknya seorang individu tersebut diterima di lingkungan masyarakatnya. Dalam mempelajari kepribadian seseorang tidak bisa dilepaskan dari lingkungannya atau ketika seseorang berinteraksi sosial di lingkungannya. Kepribadian seseorang tidak bisa dipelajari hanya sebagai pribadi terlepas dari interaksinya dengan lingkungan. Kepribadian seseorang selalu berkembang dan dapat diukur melalui pengukuran kepribadian. Untuk mengetahui dan mengukur kepribadian, sebaiknya dipelajari terlebih dahulu pengertian kepribadian dan pembentukannya.
A. Pengertian Kepribadian Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: pesona. Pada mulanya kata pesona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata pesona berubah menjai satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan
49
Pemahaman Individu: Teknik Tes
gambaran sosial yang diterimanya. Menurut John Locke (Danusastro, 1986) kepribadian merupakan suatu pikiran dan kecerdesan yang memiliki pertimbangan dan refleksi serta membentuk diri sebagai self. Pendapat John Locke tersebut dikemukakan sebelum kajian dan pengembangan psikologi sebagai ilmu modern. Burgess menjelaskan bahwa kepribadian adalah integrasi dari seluruh sifat yang menentukan peran dan status orang tersebut dalaman masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh MacCurdy dan pendapat ini mengarah pada pola tingkah laku seseorang yang khas sifatnya. MacCurdy (Danusastro) mengemukakan bahwa kepribadian adalah integrasi pola-pola atau minat yang memberi kecenderungan khas individu untuk berperilaku. Pengertian kepribadian yang banyak diterima ahli dikemukakan oleh Allport. Allport mengemukakan pengertian kepribadian setelah mengkaji lebih dari lima puluh pengertian kepribadian. Menurut Allport (Lindzey dan Hall, 1978) personality is the dinamic organization within the individual of tose psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment. Keperibadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.
B. Pembentukan Kepribadian Pada awalnya orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan faktor keturunan atau bawaan. Jika orang tuanya seorang pemarah, besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah. Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan oleh banyak pihak. Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan 50
Bab V — Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
masyarakat sekitar, nilai yang ditanamkan, dan sebagainya) diyakini sangat berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Boeree mengatakan kepribadian terbentuk oleh tiga faktor, yaitu keturunan, lingkungan, dan situasi. Interaksi ketiga faktor tadi terjadi dalam tiga fase transisi yang menentukan bagi setiap orang, yaitu fase bayi, remaja, dan dewasa. Pandangan yang menyatakan kepribadian merupakan hasil interaksi beberapa faktor merupakan pandangan yang banyak disetujui banyak ahli. Ada juga yang menyatakan setuju pada teori interaksi ketiga faktor tersebut, dengan tetap menganggap keturunan sebagai faktor yang dominan. Selain itu pengalaman juga ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian. Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, dapat dibedakan dalam dua golongan : 1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada normanorma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini disebabkan karena : a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya. b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.
51
Pemahaman Individu: Teknik Tes
2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu, sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalamanpengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh.
C. Pengukuran Kepribadian Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan diri (self-report) melalui kuesioner kepribadian atau penelusuran kepribadian seutuhnya menggunakan inventory kepribadian yaitu serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah sifat. Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya : 1. Observasi Direct Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direct memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu. Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode 52
Bab V — Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
dalam observasi direct yaitu: a. Time Sampling Method Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu. b. Incident Sampling Method Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya, lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons. c. Metode Buku Harian Terkontrol Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah orang dewasa yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan. 2. Wawancara (Interview) Menilai kepribadian dengan wawancara (interview), dilakukan dengan mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara, yakni: a. Stress interview Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan 53
Pemahaman Individu: Teknik Tes
emosinya setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah, kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar. b. Exhaustive Interview Exhaustive Interview merupakan cara interview yang berlangsung sangat lama; diselenggarakn secara terus menerus. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti para tersangka dibidang kriminal dan sebagai pemeriksaan taraf ketiga. 3. Tes proyektif Cara lain untuk mengukur atau menilai kepribadian adalah dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan memprediksikan dirinya melalui gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya memberi peluang kepada testee (orang yang dites) untuk memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah. Jika kepada subjek diberikan tugas yang menuntut penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya untuk mengukur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya, memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan tugas yang kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah: a. Tes Rorschach Tes yang dikembangkan oleh seorang dokter psikiatrik Swiss, Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas sepuluh kartu yang masing-masing menampilkan bercak tinta yang agak kompleks. Sebagian bercak itu berwarna; sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan yang sama. Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal apa yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu. Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama 54
Bab V — Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
lain. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami percobaan itu memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda itu. Analisis dari sifat jawaban yang diberikan peserta itu memberikan petunjuk mengenai susunan kepribadiannya. b. Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT) Tes apersepsi tematik atau Thematic Apperception Test (TAT), dikembangkan di Harvard University oleh Hendry Murray pada tahun 1930-an. TAT mempergunakan suatu seri gambar-gambar. Sebagian adalah reproduksi lukisan-lukisan, sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi buku atau majalah. Para peserta diminta mengarang sebuah cerita mengenai tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka diminta membuat sebuah cerita mengenai latar belakang dari kejadian yang menghasilkan adegan pada setiap gambar, mengenai pikiran dan perasaan yang dialami oleh orang-orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode itu akan berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap kartu TAT, ahli psikologi melihat tema yang berulang yang bisa mengungkapkan kebutuhan, motif, atau karakteristik cara seseorang melakukan hubungan antarpribadinya. 4. Inventori Kepribadian Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu. Kuesioner ini mirip wawancara terstruktur dan ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap orang, dan jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, seringkali dengan bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan, investori kepribadian mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal kepribadian (misalnya, tingkat kecemasan) atau beberapa sifat kepribadian secara keseluruhan. Investori kepribadian yang terkenal dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang ialah: (a) Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), (b) Forced-Choice Inventories, dan (c) Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale).
55
Pemahaman Individu: Teknik Tes
a. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentang sikap, reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis, serta pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan dengan menjawab “benar”, “salah”, atau “tidak dapat mengatakan”. Pada prinsipnya, jawaban mendapat nilai menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki berbagai macam masalah psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu klinis dalam mendiagnosis gangguan kepribadian. Para perancang tes tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan ratusan pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu. Tiap kelompok diketahui berbeda dari normalnya menurut kriteria tertentu. Kelompok kriteria terdiri atas individu yang telah dirawat dengan diagnosis gangguan paranoid. Kelompok kontrol terdiri atas orang yang belum pernah didiagnosis menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip dengan kelompok kriteria adalah hal usia, jenis kelamin, status sosioekonomi, dan variabel penting lain. b. Forced-Choice Inventories Forced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-Paksa termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan volunter bila subjek dapat memilih pilihan yang lebih disukai, dan tahu bahwa semua pilihan itu benar, tidak ada yang salah (Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta memilih pilihan yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya. c. Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-WTemperament Scale) H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori kepribadian Rosanoff (Muhadjir, 1992). Menurut teori ini, kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu: 1) Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten,
56
Bab V — Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
2) 3) 4) 5) 6)
berpikirnya lebih mengarah pada khayalan. Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten, dengan angan bahwa dirinya penting. Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat berkobar. Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi dan pesimisme. Hysteroid, keturunan watak berbatasan dengan tendensi kriminal. Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang bergerak terus.
D. Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian Pengukuran kepribadian dapat juga dilakukan melalui observasi, wawancara ataupun melalui inventori dan atau alat ukur tertentu. Alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran kepribadian seseorang adalah inventori. Alat ini berisikan sejumlah pertanyaan dan pengisi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai dengan kondisi dirinya. Setelah diisi, inventori ini kemudian di nilai dengan cara tertentu sehingga akhirnya didapatkan gambaran tentang kepribadian pengisi. Inventori yang digunakan dalam pengukuran kepribadian cukup banyak, diantaranya MBTI, DISC, MMPI, PPI, Drake P3. Tiap inventori dibuat berdasarkan teori tertentu dengan interpretasi yang berbedabeda. Umumnya inventori pengukuran kepribadian menggunakan metode self-report. Pada metode ini, setiap orang memberikan data yang menurut mereka sesuai dengan keadaan dirinya. Tentu saja unsur subjektivitas cukup berperan dalam metode ini. Hal itu coba diminimalkan dengan menguji konsistensi jawaban pengisi atas pertanyaan yang sama sampai beberapa kali. Aspek yang diukur oleh tiap inventori berbeda-beda. MBTI misalnya, mengukur empat dimensi dari kepribadian seseorang. Dimensi pertama mengukur sumber energi yang membuat seseorang hidup: extraversion (berasal dari luar dirinya) atau intraversion (berasal dari dalam dirinya). Orang yang ekstrover mendapatkan 57
Pemahaman Individu: Teknik Tes
energinya bila ia menjadi pusat perhatian, berdiskusi dengan orang lain, dan sebagainya. Orang introvert akan lebih berenergi bila banyak kesempatan untuk membuat perenungan, kesendirian, dan sebagainya. Dimensi kedua dari MBTI mengukur bagaimana seseorang memahami sesuatu secara alami. Ada orang-orang yang bisa memahami sesuatu dengan melihat, mencium, mendengar, dan menggunakan sensor indrawi. Biasanya mereka melihat secara detail dan fokus pada hal-hal yang terjadi saat ini. Itu disebut sebagai tipe sensing. Ada pula orang lain yang memahami sesuatu dengan melihat pola umum yang terjadi, dan fokus pada kemungkinankemungkinan di masa depan. Itulah tipe intuition. Ilmuwan yang bekerja di laboratorium kimia biasanya tergolong sensing, sementara seorang pemain di bursa saham tergolong intuition. Dimensi ketiga mengukur bagaimana seseorang mengambil keputusan. Ada yang mengambil keputusan dengan menggunakan logika (head), tapi ada pula yang menggunakan perasaan dan rasa kemanusiaan (heart). Pada dimensi ini ada tipe thinking dan feeling. Orang yang bisa memecat orang dengan kepala dingin, menggunakan nalar, dan tidak terlalu peduli perasaan orang tersebut, tergolong thinking. Adapun orang yang jika harus memecat seseorang dengan masih mempertimbangkan soal kemanusiaan, kasihan pada keluarganya, dan sebagainya tergolong feeling. Dimensi keempat mengukur gaya hidup seseorang. Ada orang yang gaya hidupnya teratur, terencana dan penuh dengan persiapan (ini disebut dengan tipe judgement), tetapi ada juga yang hidupnya mengalir, spontan fleksibel dan sangat adaptif (ini tergolong tipe perceiving). Orang yang bila ingin pergi ke luar kota harus dengan perencanaan yang matang dan detail termasuk sebagai judgement. Namun, orang yang pergi ke luar kota dan menganggap perjalanannya sebagai sebuah petualangan penuh kejutan sangat mungkin tergolong tipe perceiving. Kombinasi keempat dimensi itu akan menghasilkan 16 tipe kepribadian, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Bisa kita lihat di sini bahwa pengukuran kepribadian 58
Bab V — Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
merupakan suatu proses yang rumit dan tidak pernah menjamin memberikan hasil yang 100% akurat. Dan perlu diingat juga bahwa kita masih berbicara tentang pengukuran kepribadian untuk orang ‘normal’.
E. Kebutuhan Pengukuran Kepribadian Kebutuhan untuk melakukan tes kepribadian dalam layanan konseling timbul didasarkan pertimbangan antara lain bahwa sebelum guru pembimbing dan atau konselor merencanakan model intervensi dan melakanakan intervensi melalui konseling, maka guru pembimbing dan atau konselor perlu mengenal, mengerti dan memahami potensi undividu terutama mengenai aspek kepribadiannya beserta dinamika-dinamika psikologis individu. Pemahaman aspek-aspek kepribadian beserta dinamika psikologis individu sangat membantu guru pembimbing dan atau konselor bukan hanya untuk merancang model intervensi untuk membantu individu tetapi juga sangat berguna dalam proses konseling agar tujuan konseling dapat tercapai. Tes kepribadian perlu dilakukan karena adanya prinsip keindividualan individu, berdasar prinsip tersebut dapat dipahami bahwa setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan setiap individu memiliki perbedaan individual. Layanan konseling selalu mendasarkan keunikan pribadi individu dan perbedaan-perbedaan individual.
F. Kelemahan Tes Kepribadian Tujuan tes, termasuk tes kepribadian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh itu relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: valid dan reliabel. Di samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut harus pula: obyektif, dibakukan, komprehensif, mudah digunakan, dan murah (Suryabrata, 1970).
59
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Tes kepribadian umumnya menggunakan inventory dan tes-tes proyektif dalam pelaksanaannya. Baik inventory kepribadian dan tes proyektif memiliki beberapa kelamahan. Kelemahan pertama karena adanya faktor social desirability. Testee atau orang yang mengerjakan tes sering menjawab soal-soal tes bukan sesuai dengan keadaan dirinya sendiri melainkan sesuai harapan dan tuntutan masyarakat. Jawaban tersebut sering dianggap sebagai pemalsuan respon dan hasil tes mengalami bias. Penskoran, penilaian dan interpretasi dapat bersifat subyektif. Faktor subjektif tester dan atau interpreter dapat mempengaruhi hasil tes dan interpretasinya, akibatnya putusan yang dibuat tester bias dan tidak akurat. Faktor subjektifitas tester bisa dikuarngai bahkan diatasi dengan menerapkan intepreter atau tester lebih dari satu dan jumlahnya gasal. Norma tes merupakan bentuk kelemahan lain dari inventory dan tes proyektif. Norma yang tidak mantap dapat menjadi penyebab kelemahan inventory da tes proyektif. Kelemahan berikutnya datang dari validitas dan reliabilitas. Tes-tes proyektif memiliki problem dalam hal validitas dan reaibiltasnya. Untuk mengurangi dan atau mengatasi kelemahan tersebut, tester dapat menggunakan lebih dari satu batteray tes. Kegunaan menggunakan banyak batteray tes adalah bahwa kelemahan dari satu jenis batteray tes akan ditutup oleh kelebihan batteray tes lainnya.
60
Bab VI
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES PROYEKTIF
Pengukuran kepribadian dimaksudkan untuk mengukur sifatsifat dasar atau kecenderungan kepribadian seseorang. Dengan mengetahui sifat atau kecenderungan kepribadian seseorang, pengenalan terhadap diri seseorang individu menjadi lebih akurat. Dalam layanan bimbingan konseling pemahaman kepribadian beserta dinamika psikologis individu menjadi sangat penting, karena konselor dapat memberikan layanan yang sesuai sifat dan kecenderungan kebutuhan psikologis peserta didik sehingga guru dapat merancang proses belajar mengajar dengan baik dan proses pendidikan menjadi lebih lancar. Pengukuran kepribadian dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis tes ataupun inventori, baik yang tergolong tes proyektif dan non proyektif. Pada bab ini akan dikaji pemahaman kepribadian melalui tes proyektif. Kajian diawali dengan mengkaji sejarah tes proyektif.
A. Sejarah Tes Projeksi Tes dikembangkan berdasar prinsip proyeksi yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dengan teori psikoanalisisnya. Menurut Freud (Hall dan Lindzey 1978) proyeksi merupakan penempatan dunia
61
Pemahaman Individu: Teknik Tes
batin seseorang kepada dunia batin orang lain, sehingga yang tampak adalah sifat kepribadian yang ada pada diri orang lain. Proyeksi merupakan proses pelampiasan keluar dorongan-dorongan, perasaan-perasaan dan sentimen-sentimen yang ada pada diri individu ke orang lain atau dunia luar sebagai proses pertahanan diri yang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan. Konsep proyeksi Freud banyak digunakan diberbagai bidang, terutama dibidang psikologi klinis. Dalam bidang psikologi klinis, analisis perilaku proyeksi biasanya mengarah pada hal - hal yang bersifat klinis atau abnormal. Berdasar hal tersebut dikembangkan tes-tes proyektif untuk mengungkap kepribadian. Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan Murray (1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek kepribadian seorang individu. Perkembangan psikologi yang didasarkan prinsip-prinsip proyektif dapat dipandang sebagai kritik terhadap teori atau aliran lama yang kebanyakan bersifat structuralism, behaviorism, yang kebanyakan memandang individu bukan suatu keseluruhan tetapi sebagai suatu kumpulan dari berbagai aspek. Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sukar diungkap dalam kondisi wajar (sukar diungkap melalui self report dan inventory lainnya). Pengukuran dan pengungkapan kepribadian diperlukan instrumen khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek ketidaksadaran manusia. Teknik proyektif memungkinkan subjek mau merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti interpretatif. Teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach). Kepribadian testee tidak mudah diukur atau diungkap secara langsung kepada testee, seperti pada personality inventories, disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut ini: 1. Setiap orang belum tentu mampu atau dapat mengkomunikasi kan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang ada dalam kesadaran dan bahkan ketidaksadarannya. 2. Pada umumnya orang lebih mudah menghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan maksud menyembunyi kannya atau menipu. 62
Bab VI — Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja ia tidak mampu untuk mengemukakannya.
B. Pengertian Tes Proyektif Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psikologis manusia dengan menggunakan alat proyeksi. Tes ini berdasar pada ekster nalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek ketidaksadaran ke dalam suatu stimulus atau rangsang yang kurang atau tidak berstruktur yang sifatnya ambigious agar dapat memancing berbagai alternatif jawaban tanpa dibatasi oleh apapun. Tes proyeksi memberikan stimuli yang maknanya tidak jelas; yaitu beberapa hal yang mendorong konseli dan atau individu testee untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri ke dalam situasi tes, dimana hal ini berbeda dengan tes objektif yang memuat beberapa pertanyaan berstruktur. Diharapkan dengan menggunakan tes proyektif, individu secara tidak sadar akan mengungkap dan menggambarkan struktur dan dinamika kepribadiannya. Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau salah, orang yang diuji harus memberikan arti terhadap stimulus sesuai dengan kebutuhan dalamnya, kemampuan dan pertahanannya. Interpretasi jawaban testee bersifat kualitatif dan dapat dipengaruhi oleh subjektivitas interpreter. Oleh karena tes proyektif menuntut kesimpulan yang luas atau kualitatif, kecenderungan untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan, pengalaman yang besar terhadap tes. Validitas dan reliabilitas tes rendah, karena dalam memberikan kesimpulan sangat luas. Tes proyeksi mendasarkan pada proses proyeksi. Meskipun proses proyeksi merupakan prerequisit untuk teknik proyeksi, tidak berarti cukup untuk mendefinisikan metode ini. Secara luas proyeksi seseorang “mencerminkan” semua saat orang tersebut menerima dan merespon lingkungan secara individual sesuai kebutuhan pribadi, motivasi, dan kecenderungan khasnya (Raby, 1981). Ada dua aspek dasar dari teknik proyektif. Pertama, situasi khusus atau rangsang yang berlawanan dengan subjek; dan kedua, respon-respon subjek berkenaan dengan rangsang atau situasi mempunyai arti bagi dirinya 63
Pemahaman Individu: Teknik Tes
sendiri. Menurut Frank dalam Raby, 1981) “ciri utama teknik proyektif adalah hal yang ditunjukan subjek dalam berbagai variasi, yang diekspresikan dari dunia privasi dan proses kepribadian. Dunia privasi ditunjukkan dari kreasi individu itu sendiri sehing- ga hasil pengalaman khususnya dipengaruhi faktor geogerafis, budaya, dan lingkungan sosial melalui perkembangan kepribadian nya. Kepribadian merupakan kunci dari teknik proyeksi, hal ini dilihat sebagai suatu proses dinamik, aktivitas penyesuaian dari inidividu yang digunakan untuk mencipta, memelihara dan mempertahankan diri pribadi. Awalnya definisi teknik proyektif menekankan pada respon-respon dan interpretasi, bukan pada stimulus atau situasi. Usaha terbaru termasuk sifat kesadaran dan karakteristik stimulus, adalah ciri-ciri objektif yang menimbulkan respon umum, seperti sifat-sifat yang tidak distrukturkan yang memberikan keunikan dan tanggung jawab pribadi.
C. Ciri – Ciri Tes Proyektif Ciri – ciri dari tes proyeksi antara lain : 1. Stimulusnya tidak terstruktur sehingga memungkinkan subjek mempunyai alternatif pilihan jawaban yang banyak. Sebagai contoh: coretan yang ada dalam setiap kotak atau petak pada tes Wartegg, testee atau orang yang di tes dapat meneruskan coretan tersebut menjadi gambar sesuai dengan keinginan dan keadaannya sendiri. Respon setiap testee dapat berbeda dengan testee lainnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh persepsi, perasaan, dan pengalaman testee. 2. Stimulusnya ambigu atau kabur sehingga memungkinkan subjek merespon stimulus tersebut sesuai interpretasinya masingmasing. Misal: pada salah satu kotak atau petak pada tes Wartegg hanya ada stimulus berupa satu titik. Satu titik tersebut punya banyak interpretasi sehingga testee dapat menggambar apapun dari titik tersebut, sehingga setiap orang akan menggambar sesuai dengan interpretasi masing-masing. 3. Stimulusnya kurang mempunyai objektifitas sehingga memunculkan individu diferensis dari masing-masing subjek.
64
Bab VI — Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
4. 5.
6.
7.
Stimulus dalam tes proyektif akan di respon inidividu yang dites sesuai dengan dunia subjektifnya sendiri. Global Approach yaitu pendekatan menyeluruh yang menuntut kesimpulan yang luas. Testee oriented atau berorientasi pada testee. Tes proyektif beroritentasi pada dunia subyektif testee. Pada saat testee merespon stimulus yang disajikan tester maka respon yang diberikan testee bersumber pada dunia subyektifnya sendiri. Tes proyeksi membantu mengungkapkan keadaan bawah sadar manusia. Menurut Freud (Lindzey dan hall, 1978) struktur kepribadian manusia terdiri dari id, ego, dan super ego. Id merupakan kompleks nafsu dan penggerak semua perilaku. Tes proyektif akan mengungkapkan bawah sadar yang ada pada id setiap testee. Administrasi tes proyeksi biasanya tidak ada aturan baku, tergantung dengan kebutuhan klien dengan catatan tidak mempengaruhi hasil tes.
D. Fungsi Tes Proyektif Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologi bawah sadar manusia yang selama ini di - repres kealam bawah sadar. Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu dapat dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes proyeksi. Pada tes Rorschach, testee dihadapkan pada satu kartu gambar yang berisi gambar yang tidak berstruktur atau struktur yang tidak jelas. Testee diminta menginterpretasi gambar tersebut dan testee akan merespon sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Melalui tes ini, testee akan merespon sesuai dengan persepsi bawah sadarnya. Tes Wartegg, merupakan tes menggambar yang terdiri dari delapan petak atau kotak yang didalamya terdapat coretan dan testee diminta menggambar dalam semua petak. Coretan yang ada dalam setiap petak harus menjadi bagian gambar yang dibuatnya. Testee akan mengambar sesuai dengan keadaan dirinya dan gambar yang dibuat merupakan cerminan kepribadiannya, terutama yang ada di alam bawah sadarnya. 65
Pemahaman Individu: Teknik Tes
E. Klasifikasi Tes Proyektif Lindzey (dalam Raby, 1981) setelah memperhatikan klasifikasi teknik proyektif yang muncul sebelumnya, termasuk pendapat Frank mengajukan klasifikasi lain. Lindzey mengajukan kriteria yang sangat meyakinkan sebagai dasar klasifikasi teknik proyektif. Ada lima klasifikasi yang muncul dari analisis pendapat yang dikemukakan Frank. Klasifikasi Teknik Proyektif yang dumaksud antara lain sebagai berikut : 1. Associative Techniques, pada tes ini subjek diminta menjawab stimulus dengan perkataan, image, atau ide-ide yang pertama kali muncul. Contoh: Rorschach Inkblots, Word Association. 2. Construction Procedures, pada jenis tes ini tugas subjek mengkonstruk atau membuat suatu produk (cerita). Contoh: TAT (Thematic Apperceptin Test) dan MAPS (Make a picture story). 3. Completion Tasks, tes ini merupakan tes melengkapi kalimat atau cerita. Contoh: SSCT (Shack Sentens Completion Test) dan Rosenzweig Picture-Frustation Study. 4. Choice or Ordring Devices, yaitu tes mengatur kembali gambar, mencatat referensi atau semacamnya. Contoh: Szondi Test, Tomkins-Horn Picture Arrangement Test. 5. Expressive Methods, merupakan tes menggambar, cara atau metode dalam menyelesaikan sesuatu dan dievaluasi. Contoh : BAUM, HTP, DAP
F. Jenis Tes Proyektif Teknik proyektif yang banyak dikenal dan digunakan secara luas oleh ahli psikologi antara lain : 1. Thematic Apperception Test (TAT) TAT adalah yang dikenal sebagai teknik interpretasi gambar karena menggunakan rangkaian standar provokatif berupa gambar yang ambigu dan subjek yang harus menceritakan sebuah cerita dari gambar yang tertera. Subjek diminta untuk mengatakan sebagai sebuah cerita yang dramatis.
66
Bab VI — Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
2. Drawing A Man (DAM) DAM merupakan bentuk tes menggambar orang dan selanjutnya gambar tersebut diinterpretasi. Hasil interpretasi memberi gambaran sifat kepribadian dan potensi kepribadian orang yang menggambar. 3. Drawing A Tree (DAT) DAT merupakan salah bentuk tes grafis dengan cara testee diminta menggambar pohon dan selanjutnya gambar dinterpretasi. Berdasar interpretasi tersebut diketahui kepribadian orang yang menggambar. 4. House Tree and Person (HTP) Tes ini tes menggambar rumah, pohon dan manusia. Testee diminta menggambar rumah, pohon dan manusia (orang) pada kerta HVS yang disediakan oleh tester. 5. Children’s Apperception Test (CAT) CAT (Children’s Apperception Test) merupakan tes yang digunakan untuk anak anak. CAT menampilkan sepuluh gambar binatang dalam konteks sosial manusia seperti memainkan game atau tidur di tempat tidur. Pada saat ini, versi ini dikenal sebagai CAT atau CAT-A (gambar binatang). 6. Michigan Picture Story Test (MPST) Tes ini hampir sama dengan kedua tes di atas dan terdiri dari material yang menggambarkan anak-anak dalam hubungannya dengan orang tua, polisi, dan figur otoriter lainnya, juga temanteman. Tes ini sangat bermanfaat dalam melihat struktur dari sikap anak-anak terhadap orang dewasa dan teman-teman sekaligus mengevaluasi masalah yang mungkin timbul. 7. Make-A-Picture Story (MAPS) Tes ini juga hampir sama dengan MPST dalam interpretasi dan tujuan yang dimiliki. Perbedaannya, individu boleh memilih karakter yang ada untuk membuat sebuah cerita berdasarkan situasi yang ada.
67
Pemahaman Individu: Teknik Tes
8. Figure Drawing Mungkin sebagian dari kita pernah melakukan tes ini. Dalam tes ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu bentuk tesnya adalah Draw-A-Person (DAP), dimana individu diminta untuk menggambar seorang lelaki dan perempuan menggunakan pensil dan kertas. 9. Incomplete Sentence Test Dalam metode proyektif ini, terdiri dari sejumlah kalimat tidak lengkap yang disajikan untuk dilengkapi. Biasanya bukan merupakan tes standar dan tidak diperlakukan secara kuantitatif. Penting sebagai bahan pertimbangan dalam situasi klinis yang memiliki asumsi bahwa respon individu terhadap stimulus yang ambigu merupakan proyeksi dari hal-hal yang ada dalam ketidaksadaran. Respon yang diberikan subjek dapat memberikan gambaran area konflik, termasuk juga kelebihan dan kekurangan dari kepribadian subjek. 10. Competency Screening Test Diberikan kepada individu yang menjadi terdakwa untuk mempelajari interscorer kehandalan dan validitas prediktif tentang status mental atau inteligensi individu terkait dengan kasus individu yang sedang terjadi. Tes juga secara signifikan membedakan antara individu yang dikategorikan oleh praktisi sebagai tidak berkompetensi secara mental dan yang dikategorikan sebagai kompeten dalam sidang kasus yang dijalani. 11. Rorschach Test The Rorschach test juga dikenal sebagai tes inkblot Rorschach atau sekadar tes Inkblot adalah sebuah tes psikologi di mana subjek mempersepsi sebuah bentuk gambar tinta yang dicatat dan kemudian dianalisis dengan menggunakan interpretasi psikologis. Beberapa psikolog menggunakan tes ini untuk memeriksa kepribadian seseorang baik karakteristik maupun fungsi emosional. Tes Rorschach telah digunakan untuk mendeteksi gangguan pikiran yang mendasari individu, 68
Bab VI — Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
terutama dalam kasus-kasus di mana pasien tidak mau untuk menggambarkan proses berpikir mereka secara terbuka. Tes ini mengambil nama dari penciptanya yaitu psikolog dari Swiss, Hermann Rorschach.
G. Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif Tes proyektif sebagai alat ukur memiliki kelebihan atau keunggulan, tetapi juga memiliki kekurangan atau kelemahan. 1. Kelebihan Tes Proyektif Tes proyektif sebagai alat ukur mampu mengungkap sifat kepribadian dan dinamika psikologis testee, terutama berkait dengan keadaan bawah sadar testee. Melalui mekanisme proyeksi sifat dan dinamika kepribadian testee bisa diungkapkan. Kelebihan lain dari tes proyeksi, dapat menurunkan ketegangan testee. Melalui aktivitas menggambar testee dapat mengungkapkan segala yang direpres dan mengganggunya, sehingga testee dapat mengekspresikan segala tekanan yang ada dalam dirinya. Tes proyeksi memiliki kelebihan dalam hal penyelenggaraannya karena sangat ekonomis terutama tes-tes kelompok. Di samping penyelenggaraan tes secara kelompok lebih ekonomis, tes-tes tertentu tidak memerlukan instrumen yang mahal, seperti tes DAM, DAT, HTP, dan Tes Wartegg. 2. Kekurangan Tes Proyektif Kelemahan tes proyektif adalah dari sisi validitas dan reliabilitasnya. Umumnya tes proyeksi memiliki vaiditas dan reliabiltas yang rendah, bahkan tes sukar dikaleberasi. Tester harus memiliki keahlian dan keterampilan yang khusus untuk dapat menggunakan tes ini, terutama dalam kaitannya dengan ketepatan melakukan diagnosa dan interpretasi. Tester harus mampu mengendalikan faktor subyektivitas dalam interpretasi hasil tes.
69
70
Bab VII
PEMAHAMAN INDIVIDU MELALUI TES EPPS Tes kepribadian telah di gunakan secara luas, baik dalam bidang pendidikan, militer, perbankkan, industry dan bidang-bidang lainnya. Tes kepribadian dapat dipandang sebagai instrumen untuk mengukur ciri-ciri emosi, motivasi, sifat pribadi, dinamika kepribadian dan sikap yang dibedakan dari kemampuan. Tes kepribadian digunakan sebagai instrumen baik digunakan secara individual maupun kelompok, dan kebanyakan diterapkan dalam lingkungan klinis dan konseling. Tes kepribadian dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penafsiran individu atau sebagai instrumen riset. Salah satu tes kepribadian yang secara luas banyak digunakan adalah EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). EPPS merupakan skala kepribadian (terkenal sebagai tes kepribadian) yang dikembangkan berdasar teori Murray untuk mengukur tingkat kecenderungan individu dalam 15 kebutuhan dan motivasi umum. EPPS adalah skala atau juga dikenal sebagai tes yang tidak menggunakan gambar, namun menggunakan sejumlah pernyataan yang akan direspon sesuai keadaan testee (orang yang di tes). Menurut Edward (1959) jika testee menjawab “ya” pada suatu butir pernyataan berarti subjek yakin itu adalah karakteristik dirinya sendiri. Dalam tes EPPS tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban testee adalah benar karena semua jawaban merupakan perwujudan
71
Pemahaman Individu: Teknik Tes
kecenderungan kebutuhan psikologis testee. Dalam dunia kerja tes EPPS ini dipergunakan untuk mengetahui karakter masing-masing karyawan ataupun calon karyawan sehingga perusahaan dapat menempatkannya pada bidang yang tepat sehingga kelebihan dan kemampuannya dapat dioptimalkan. Pemanfaatan tes EPPS dalam dunia pendidikan, memberikan informasi tentang individu siswa mengenai motivasi berprestasi, ketekunan, dorongan berteman, daya tahan kerja (belajar) dan sebagainya. Informasi tersebut sangat bermanfaat terutama bagi konselor sekolah dan atau guru pembimbing untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan keadaan individu.
A. Sekilas tentang Tes EPPS Tes EPPS telah diterbitkan untuk jangka waktu yang panjang melalui The Corporation Psikologis, sekarang dikenal sebagai Penilaian Harcourt . Pada tahun 2002 hak penerbitan di seluruh dunia telah dikembalikan ke Harcourt Allen L. Edwards Trust. Internasional. EPPS ada yang diterjemahan dalam bahasa Belanda, yang telah diterbitkan di Belanda. Ada juga terjemahan ke dalam bahasa Jepang, diterbitkan pada 1970 oleh Nihon Bunka Kagakusha, Tokyo. Tes EPPS tergolong Inventori Kepribadian, dimana kita dihadapkan pada deretan pernyataan dalam satu buku tes EPPS dan diminta untuk memilih suatu pernyataan yang disukai.
B. Aspek-aspek dalam Tes EPPS Penyusunan dan atau pengembangan tes EPPS didasarkan 15 aspek kecenderungan kebutuhan psikologis. Aspek kecenderungan tersebut didasarkan 20 need yang dikemukan Murray. Aspek – aspek kecenderungan kebutuhan psikologis yang di ukur adalah sebagai berikut: 1. N - Achievement (n-ach) : Dorongan untuk berprestasi, bertindak menghasilkan yang terbaik, tertarik dengan tugas menantang, menghasilkan karya besar dan memecahkan teka-teki yang
72
Bab VII — Memahami Individu Melalui Tes EPPS
sukar serta rumit. 2. N - Deference (n-def) : Merupakan kecenderungan seseorang yang mudah terpengaruh oleh orang lain, suka penilaian orangorang besar tentang dirinya dan banyak tergantung dari orang lain. 3. N - Order (n-ord) : Kecenderungan memiliki keteraturan yang tinggi, terorganisir, rapi termasuk dalam perencanaan dan aktivitasnya. Menyiapkan segala sesuatu dengan baik sebelum bepergian dan makan dan minum teratur waktunya. 4. N - Exhibition (n-exh) : Kecenderungan tinggi untuk pamer, menampilkan apa yang dimiliki ke lingkungan sekitar meskipun sebenarnya orang sudah tau tanpa menampilkannya. 5. N - Autonomy (n-aut) : Dorongan untuk mandiri, Kemudahan pribadi untuk bertindak sesuai keinginan, dan tidak tergantung dari orang lain. 6. N - Affiliation (n-aff) : Loyalitas tinggi terhadap teman dan atau situasi sosial, mudah berpartisipasi dan beraktivitas sosial. 7. N - Intraception (n-int) : Mudah untuk berintrospeksi, menilai dan mengevaluasi diri dan perasaan orang lain. 8. N - Succorance (n-suc) : Kecenderungan mengharapkan bantuan orang lain ketika menghadapi masalah, mencari dukungan orang lain untuk meyakinkan tindakannya dengan meraih afeksi dan keramahan dari orang lain. 9. N - Dominance (n-dom) : Kecenderungan tinggi seseorang untuk menguasai orang lain, ingin mengendalikan dan mengarahkan kelompok, termasuk memimpin untuk bertindak sesuai keinginannya. 10. N - Abasement (n-aba) : Kecenderungan pribadi mudah merasa bersalah, menyesali diri, layak untuk dihukum akibat tindakannya. Pribadinya mengarah pada inferioritas. 11. N - Nurturance (n-nur) : Pribadi terbuka, mudah membantu orang lain, santun dan mudah bersimpati. 12. N - Change (n-chg) : Ketertarikan tinggi pada situasi baru, berubah-ubah termasuk dalam tindakannya, bekerja berupaya dengan cara baru. 73
Pemahaman Individu: Teknik Tes
13. N - Endurance (n-end) : Daya tahan tinggi terhadap pekerjaan, menyelesaikan apa yang telah dimulai sampai selesai tanpa mau disela. tidak mudah jenuh dengan situasi yang dihadapi. 14. N - Heterosexuality (n-het): Ketertarikan tinggi untuk bergaul dengan lawan jenis, berupaya mendapatkan afeksi dan perhatian terhadap lawan jenis, serta dapat bekerja sama dalam satu tim pekerjaan yang anggotanya berlawanan jenis kelamin. 15. N - Aggression (n-agg) : Dorongan agresi tinggi, mudah terpicu dengan konflik dan senang dengan konfrontasi apabila terjadi perbedaan pendapat.
C. Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS. 1. N-Achievement: Nilai positif : Kemauan dan kesanggupan untuk berprestasi Nilai negatif : Ambisius yang merugikan 2. N-Deference: Nilai positif : Kemauan untuk menyesuaikan diri Nilai negatif : Kecenderungan suggestible, kurang kritis 3. N-Order: Nilai positif : Kebutuhan untuk keteraturan Nilai negatif : Mengurangi kreativitas dan takut menyimpang 4. N-Exhibition: Nilai positif : Mampu menunjukkan diri, PD, optimis, extraversi Nilai negatif : Mengurangi kontrol diri dan disiplin diri, memamerkan diri 5. N-Autonomi: Nilai positif : Keinginan untuk mandiri, tidak tergantung Nilai negatif : Kurang mampu adaptasi, fanatik 6. N-Afiliation: Nilai positif : Kebutuhan terhadap perhatian orang lain yg harmonis, pengertian dan toleransi
74
Bab VII — Memahami Individu Melalui Tes EPPS
Nilai negatif : Kurang tegas 7. N-Intraception: Nilai positif : Mampu menganalisa perasaan diri dan orang lain Nilai negatif : Kurang dapat mengambil jarak 8. N-Succorance: Nilai positif : Kebutuhan untuk menerima bantuan dari orang lain Nilai negatif : Pasif, manja 9. N-Dominace: Nilai positif : Keinginan memimpin, mempengaruhi, membim bing, mengarahkan. Nilai negatif : Otoriter 10. N-Abasement: Nilai positif : Merendahkan diri untuk menyesuaikan diri, kompromi, toleransi Nilai negatif : Labilitas emosi, merasa bersalah 11. N-Nurturance: Nilai positif : Kehangatan perasaan Nilai negatif : Kurang rasional 12. N-Change: Nilai positif : Fleksibel, melakukan perubahan Nilai negatif : Tidak tetap pada pendirian 13. N-Endurance: Nilai positif : Keuletan, kegigihan dalam menyelesaikan pekerjaan Nilai negatif : Rigid, asal tahan tidak didasari pertimbangan lain 14. N-Heterosexual: Nilai positif : Kehidupan sex sehari-hari dalam batas normal Nilai negatif : Overacting dalam kehidupan sex atau justru tidak sama sekali
75
Pemahaman Individu: Teknik Tes
15. N-Aggression: Nilai positif : Progresif, mampu mengontrol agresi, berani Nilai negatif : Nekad, perbuatan destruktif dalam segala bentuk
D. Cara Menyajikan Test EPPS Penyajian tes EPPS dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Langkah-langkah pelaksanaan tes adalah sebagai berikut: 1. Berikan lembar jawaban pada subjek, kemudian minta subjek untuk mengisi identitas (nama, umur, jenis kelamin, dan tanggal tes) 2. Bagikan buku soal pada subjek 3. Tester memberikan petunjuk kepada Subjek bagaimana cara mengerjakan tes dengan cara membaca petunjuk pada buku tes dan testee menyimak pada buku yang telah dibagikan. 4. Tester menanyakan kembali apakah subjek ada pertanyaan sebelum mengerjakan tes. 5. Testee diminta untuk tidak memberikan coretan apapun pada buku tes dan diminta memastikan menjawab seluruh nomor. 6. Sebelum tes berakhir ada baiknya penguji meminta subjek untuk mengecek kembali apakah ada soal yang terlewati. 7. Pastikan Tester menyajikan tes sesuai waktu yang ditentukan, untuk Indonesia lebih kurang 60 menit. Contoh soal EPPS : 1. Soal pertama : a. Saya suka menolong teman - teman saya, bila mereka berada dalam kesulitan b. Saya ingin melakukan pekerjaan apa saja sebaik mungkin. 2. Soal kedua: a. Saya suka memuji orang yang saya kagumi b. Saya ingin merasa bebas untuk melakukan apa saja yang saya kehendak. 3. Soal ketiga: a. Saya merasa bahwa dalam banyak hal saya kalah dibandingkan orang lain 76
Bab VII — Memahami Individu Melalui Tes EPPS
b. Saya suka mengelakkan tanggung jawab dan kewajibankewajiban Testee diminta untuk memilih salah satu kecenderungan yang menurutnya paling sesuai dengan keadaan dirinya dengan cara melingkari nomor pernyataan yang menjadi pilihannya.
E. TIPS Mengerjakan Tes EPPS Sebelum mengerjakan tes, individu diharapkan istirahat yang cukup agar memiliki energi yang cukup dan perhatian pada pernyataan-pernyataan dalam tes EPPS memadai. Hal tersebut juga untuk menghindari kejenuhan yang disebabkan karena faktor kelelahan. Dalam mengerjakan tes EPPS yang terdiri dari 225 pasang pernyataan memerlukan perhatian dan daya tahan yang prima agar tidak asal menjawab, karena menjawab yang asal-asalan berpengaruh pada hasil tes dan dapat merugikan diri sendiri. Saat tester membacakan petunjuk harus diperhatikan secara cermat dan menjawab tes harus sesuai dengan petunjuk cara mengerjakan. Salah memahami petunjuk dan menjawab tidak sesuai petunjuk merugikan diri testee sendiri. Dalam menjawab soal tes, testee diharapkan menjawab sesuai dengan keadaan dirinya sendiri dan disarankan tidak melakukan kebohongan. Tidak ada gunanya testee (orang yang mengerjakan tes) berbohong karena tes EPPS ini telah disusun sedemikian rupa oleh penyusunnya, korelasi yang tinggi antara keadaan keluar dengan keadaan “dalamnya” dan menyajikan dua pernyataan yang mengungkapkan trait yang berbeda dalam setiap nomor. Bersikap rileks saat mengerjakan tes agar testee mampu mengerjakan dengan baik. Tegang dan sikap terburu-buru menyebabkan hasil tes dapat mengalami bias.
F. Kekurangan Tes EPPS EPPS sebagai alat ukur kepribadian memiliki kelebihan antara lain dapat mengungkap 15 kecenderungan kebutuhan atau kepribadian, penyusunan cukup sukar dan teliti karena saat uji coba melibatkan 77
Pemahaman Individu: Teknik Tes
tokoh-tokoh pentong di Amerika, dapat disajikan secara kelompok. Namun, EPPS juga memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan diantaranya adalah : Cara pengskoringnya butuh waktu, ketelitian serta kejelian. Dalam mengerjakan dan atau menjawab tes kemungkinan orang dapat mengalami kebosanan mengingat jumlah item soal atau pasangan pernyataan dalam tes sangat banyak. Ada beberapa pertanyaan yang kadang tidak dapat menggambarkan apa yang dirasakan testee sebenarnya.
78
Bab VIII
MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU Sering dijumpai pada suatu lingkungan sekolah atau dalam kehidupan terdapat beberapa anak yang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada anak yang sangat terampil memainkan alat musik seperti gitar, biola dan drum, namun beberapa anak memiliki keahlian dan ketrampilan berolah raga, ada juga yang pandai melukis, terdapat anak yang memiliki prestasi matematika tinggi tetapi tidak mampu menunjukkan performasi yang baik dalam hal musik atau olah raga, hal tersebut merupakan sebagian fenomena perbedaan antara individu satu dengan individu lain. Kemampuan tersebut lebih bersifat khusus atau bisa dikatakan anak-anak seperti mereka mempunyai bakat atau talenta dalam bidang tertentu. Bakat tidaklah sama dengan kecerdasan, karena pada dasarnya kecerdasan atau inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memecahkan masalah dan menyesuaikan diri dilingkungannya, sehingga ia dapat hidup dengan baik dilingkungan tertentu yang menuntut penyesuaian tertentu pula. Untuk mengukur kecerdasan ini biasanya diukur dengan tes kecerdasan. Bakat merupakan kemampuan potensial seseorang yang memungkinkan ia berhasil dalam satu atau lebih bidang keahlian dan atau pekerjaan. Bakat dapat juga diukur, pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur bakat atau tes bakat. Hasil pengukuran bakat merupakan sesuatu yang berharga untuk pemahaman potensi bakat seseorang. Pengenalan dan pemahaman bakat individu secara dini oleh para pendidik, konselor dan orang 79
Pemahaman Individu: Teknik Tes
tua dapat bermanfaat untuk dapat memberikan arahan yang tepat, sehingga bakat yang dimiliki dapat berkembang secara maksimal. Munandir (2001) menyatakan bahwa usaha menemukan, mengenal dan memahami bakat siswa merupakan perkara yang penting. Setelah pendidik menemukan bakat dan kemampuan-kemampuan siswa yang lain dan hal itu perlu dilakukan sedini mungkin, kemudian dikenali dan dipahami dan akhirnya dikembangkan dan disalurkan sehingga sisiwa dapat berkembang seoptimal mungkin.
A. Pengertian Bakat Bakat atau aptitude adalah kemampuan bawaan yang memungkinkan seseorang berhasil dalam satu atau lebih bidang keahlian. Menurut Bingham (Saparinah Sadli, 1991) bakat adalah : “A condition or set of characteristis regarded as symptomatic of an individual’s ability to acquire with training some knowledge (usually spcified), skill or set of responses, such as the ability to speak a language, to produce music, ect”. Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus, seperti kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik, dan lain-lain. Seseorang bisa saja memiliki satu jenis bakat, tetapi seseorang yang lain memiliki lebih dari satu jenis bakat yang menonjol, atau mungkin seseorang memiliki banyak bakat tetapi tidak ada yang menonjol. Sebagai contoh siswa A hanya memiliki satu bakat khusus seperti memainkan satu alat musik tertentu atau hanya memiliki satu bakat olah raga saja, sedang siswa B disamping ahli memainkan alat musik juga memiliki bakat olah raga seperti sepakbola atau bulutangkis dan bahkan si B mempunyai bakat mekanik atau matematik yang tinggi pula, Selanjutnya siswa C dapat memainkan alat musik tetapi tidak handal, dapat bermain sepakbola tetapi tidak menjadi pemain bintang, dan prestasi akademik semua mata pelajaran biasa-biasa saja. Bakat merupakan potensi bawaan yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan dan keterampilan khusus yang handal, misalnya kemampuan berbahasa, 80
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
bermain musik, melukis, bermain sepakbola dan lain-lain. Seseorang yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut. Untuk bisa mewujudkan bakat harus ditunjang dengan minat, latihan, pengetahuan, pengalaman agar bakat tersebut dapat teraktualisasi dengan baik. Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Guru, orang tua dan guru pembimbing perlu mengenal bakat anak-anaknya (secara dini) sehingga dapat memberikan pendidikan dan latihan serta menyediakan pengalaman sesuai dengan kebutuhan masing- masing anak.
B. Jenis-Jenis Tes Bakat Tes bakat yang sudah dikenal dan digunakan untuk mengukur bakat seseorang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Differential Aptitude Test ( DAT ) Tes DAT dimaksudkan untuk mengukur bakat individu. DAT diharapkan dapat mengungkap aspek bakat yaitu : (a Verbal reasoning), (b) Numerical ability, (c) Abstract reasoning, (d) Space relation, (e) Mechanical reasoning, (f ) Clerical speed and acurary, (g) Language usage: Spelling and Grammer, dan (h) Scholastic Aptitude (The Psychology Corporation, Your Aptitudes as Measured by Defferential Aptitude Test sebagaimana dikutip Sukardi, 1984). Subtes DAT secara berturut-turut adalah sebagai berikut: 1.1. Verbal Reasoning (penalaran Verbal) Subtes penalaran dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan seseorang seseorang dalam memahami ide-ide yang diekspresikan secara verbal dan kemampuan berpikir dan atau menalar dengan kata-kata. Penalaran verbal merupakan kemampuan penting dalam semua bentuk kegiatan akademis dan non akademis, terutama bagi siswa sekolah menengah. Penalaran verbal dapat menjadi suatu prediktor yang baik terhadap penentuan keberhasilan 81
Pemahaman Individu: Teknik Tes
seseorang dalam melakukan kegiatan akademik di sekolah. 1.2. Numerical Ability (Kemampuan Angka) Subtes kemampuan angka dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan memahami ide-ide yang diekspresikan dalam angka-angka dan kemampuan berpikir serta mengadakan penalaran dengan angkaangka. Kemampuan angka berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam bidang yang berkait dengan angka, seperti matematika, fisika, dan kimia. Skor yang tinggi pada subtes kemampuan angka dapat menjadi prediktor keberhasilan belajar di sekolah. Hasil tes juga dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan keberhasilan pada bidang yang berkenaan dengan angka dan logika matematika, karena kemampuan angka menjadi dasar bagi kemampuan penalaran. 1.3. Abstract Reasoning (Penalaran Abstrak) Subtes penalaran abstrak dapat mengungkap kemampuan seseorang dalam memahami ide-ide yang tidak dinyatakan dengan kata-kata dan atau angka-angka. Dengan menggunakan berbagai bentuk diagram, tes penalaran abstrak mengukur bagaimana seseorang dapat mengadakan penalaran dengan mudah serta jelas apabila masalah-masalah yang diajukan berupa ukuran-ukuran atau potongan potongan serta posisi, jumlah, bentuk-bentuk non verbal dan non angka lainnya. 1.4. Space Relation (Hubungan Keruangan). Subtes space relation dapat mengungkap kemampuan seseorang dalam membayangkan dan membentuk gambargambar dari objek-objek hanya melihat rencana di atas kertas rata, serta bagaimana seseorang dapat berpikir dalam tiga dimensi. Seseorang yang memiliki skor tinggi dalam tes space ralation akan melihat rencana-rencana suatu rumah atau jembatan sebagai rumah atau jembatan yang sudah 82
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
selesai, tetapi bagi orang yang memiliki kemampuan space relation rendah, rencana-rencana rumah dari arsitektur atau dari rencana mesin seorang insinyur dan rencana lainnya mungkin tidak tampak apa-apa baginya kecuali sebagai suatu gambar datar. Individu dan atau Siswa yang memiliki skor tinggi pada subtes ini memiliki kecenderungan yang baik untuk bekerja pada lapangan pekerjaan seperti: arsitektur, konstruksi bangunan, perancang mode, dan sebagainya. 1.5. Mechanical Reasoning (Penalaran Mekanis) Melalui subtes ini dapat diungkap bagaimana kemampuan seseorang menangkap prinsip-prinsip umum fisika pada saat seseorang melihat kejadian sehari-hari, serta pemahaman sesorang terhadap hukum-hukum yang mendasari alat-alat, mesin-mesin dan gerakan-gerakan yang sedehana. Siswa yang memiliki skor tinggi pada subtes ini memiliki kecenderungan yang baik untuk menemukan bagaimana bekerjanya sesuatu, misal: mempelajari bagaimana mengoperasikan, mengkonstruksikan, atau memperbaiki perlengkapan yang rumit. 1.6. Clerical Speed and Acuracy (Ketepatan dan Keteitian Klerikal) Subtes ini dimaksudkan untuk mengukur kecepatan dan ketelitian seseorang dalam membandingkan dan memperhatikan daftar tertulis seperti nama-nama atau angka-angka. Subtes ini menuntut kecepatan kerja. Walaupun subtes Clerical Speed and Acuracy dapat mempredik kemampuan yang bermanfaat dalam berbagai pekerjaan, tetapi sebenarnya tidak diperlukan pada hampir semua bidang studi di sekolah menengah. Tugas-tugas yang dibebankan kepada para siswa di sekolah lebih mengutamakan pekerjaan yang benar dibandingkan dengan mengerjakan pekerjaan secara cepat.
83
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Kecepatan dan ketelitian klerikal diperlukan pada pekerjaan yang berhubungan dengan antara lain: pemegang dokumen, pesanan, pengkodean, pengkalsifikasian, pengoreksian cetakan, serta pemeliharaan alat. 1.7. Language Usage: Spelling and Grammer (Penggunaan Bahasa: Mengeja dan Tata Bahasa) Subtes language usage terdiri dari dua tes prestasi belajar yang singkat untuk mengukur kemampuan-kemampuan penting yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang bersama dengan tes bakat lainnya dalam DAT. Tes mengeja dapat mengukur kemampuan seseorang untuk mengeja kata-kata umum dalam bahasa Indonesia (Inggris). Tes tata bahasa dapat mengukur kemampuan seseorang untuk dapat memahami kesalahan-kesalahan tata bahasa, tanda baca, dan penggunaan kata-kata dalam kalimat-kalimat yang mudah. Hasil tes ini dapat dipergunakan untuk mempredik keberhasilan seseorang dalam kemampuan bahasa, skor tinggi dapat menggambarkan kemampuan yang baik dalam hal bahasa. 1.8. Scholastic Aptitude (Bakat skolastik) Bakat skolastik merupakan kombinasi dari penalaran verbal dan kemampuan angka. Sub tes ini dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan skolastik seseorang dan merupakan suatu estimasi yang baik tentang bakat skolastik yaitu suatu kemampuan menyelesaikan bidang studi-bidang studi atau program studi persiapan memasuki perguruan tinggi dan keberhasilan studi di perguruan tinggi. Seseorang yang memperoleh skor pada persentil 75 atau lebih dapat diprediksi bahwa yang bersangkutan memiliki kecenderungan untuk berhasil studi di perguruan tinggi. DAT dapat diberikan kepada responden hanya satu seri atau hanya sebagian saja, sesuai dengan tujuan dan aspek apa yang akan diukur. DAT dapat digunakan untuk pendidikan atau untuk pemilihan pekerjaan. Pada saat ini baru 5 tes yang digunakan 84
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
setelah melalui proses menerjemahkan petunjuk/instruksinya ke dalam bahasa Indonesia, yaitu : 1.1. Numerical Ability - Tes Berhitung (A5) 1.2. Abstract Reasoning - Tes Penalaran (A3) 1.3. Space Relation – Tes Pola (C5) 1.4. Mechanical Reasoning – Tes Pengertian Mekanik (C4) 1.5. Clerical Speed and Accuracy – Tes Cepat Teliti (D4) 1.1. Tes Berhitung Tet berhitung berasal dari tes Numerical Ability Form A. Bentuk ini antara lain berupa buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir, lembar jawaban terpisah. Aspek yang diukur melalui tes berhitung adalah kemampuan berfikir dengan angka, penguasaan hubungan numerik, misalnya penjumlahan yang sederhana. Sehingga tes ini disebut arithmetic compulation bukan arithmetic reasoning. Tes berhitung dapat dilakukan secara individual maupun klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes ini adalah 30 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit.Tes ini digunakan untuk melakukan prediksi dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. 1.2. Tes Penalaran Tes penalaran memiliki nama asli : Abstract Reasoning dan di Indonesia dikenal dengan Tes Penalaran (A3). Bentuk test berupa buku cetakan. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Soal berjumlah = 50 butir dan lembar jawaban terpisah. Aspek yang diukur adalah kemampuan penalaran individu yang bersifat “non – verbal”, yaitu meliputi kemampuan individu untuk dapat memahami adanya hubungan yang logis dari figur – figur abstrak atau prinsip – prinsip “non – verbal designs”. Abstrak Reasoning bersama
85
Pemahaman Individu: Teknik Tes
– sama dengan Verbal Reasoning dan Numerical mengukur General Intelligence. Pelaksanaan tes dapat dilakukan secara individual maupun klasikal. Waktu untuk mengerjakan tes ini adalah 25 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit. Tes ini dapat digunakan dilingkungan sekolah, perusahaan, dan kegiatan sosial lainnya. Tes ini relevan untuk pelajaran atau pekerjaan dan atau profesi yang memerlukan persepsi hubungan antar benda – benda. 1.3. Tes Pola Tes pola berasal dari Space Realtion dan di Indonesia dikenal dengan nama Tes Pola (B3). Tes berbentuk buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir, lembar jawaban terpisah. Disamping itu ada juga edisi tahun 1991. Butir soal berjumlah 60 dengan nama Tes Ruang Bidang (C5). Aspek yang diukur melalui tes Pola atau Space Relations adalah kemampuan mengenal barang – barang kongkrit melalui proses penglihatan khususnya mengenl barang secara tiga dimensi. Butir – butir soal dibuat agar testee dapat mengkonstruksikan barang dengan pola yang tersedia secara tepat. Jadi subjek/testee harus dapat memanipulasi secara mental, mempunyai kreasi terhadap sesuatu Struktur barang tertentu dengan perencanaan yang baik. Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes pola edisi tahun 1952 ini adalah 30 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit. Secara khusus tes pola dapat untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan seseorang mengenal ruang tiga dimensi, baik untuk bidang studi maupun untuk pekerjaan. Kemampuan ini diperlukan sekali dalam bidang – bidang perencanan desain pakaian, arsitektur, seni, dekorasi, atau bidang – bidang lain yang membutuhkan pengamatan tiga 86
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
dimensi. Prediksi paling baik untuk engineering, mechanical design, dan plane geometri. 1.4. Tes Pengertian Mekanik Nama asli tes ini adalah Mechanical Reasoning dan di Indonesia dikenal dengan nama Tes Pengertian Mekanik (C4). Tes berbentuk buku cetakan. Pada halaman depan tertulis petunjuk mengerjakannya. Soal berjumlah 68 butir dan lembar jawaban terpisah. Tes Pengertian Mekanik ini merupakan bentuk baru dari Mechanical Comprehensive. Aspek yang diukur adalah daya penalaran di bidang kerja mekanis dan prinsip fisika, yang merupakan salah satu faktor inteligensi dalam arti luas. Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes pola edisi tahun 1952 ini adalah 30 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit. Tes ini mengukur kemampuan khusus dalam bidang kemampuan mekanik. Dengan mengetahui kemampuan ini maka dapat ditentukan jurusan studi maupun untuk memilih pekerjaan. Bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan ini antara lain ialah : Tukang kayu, ahli mesin, pemeliharaan mesin, perakit (assembler). 1.5. Tes Cepat dan Teliti Tes cepat dan teliti berasal dari test Clerical Speed and Accuracy dan Tes ini kemudian dikenal dengan nama: Cepat dan Teliti (D4). Bentuk tes berupa buku cetakan dalam ukuran kuarto. Terdiri dari satu halaman petunjuk pada halaman pertama. Dua halaman soal bagian I dan 2 halaman soal bagian II. Masing – masing bagian terdiri dari 100 butir soal. Lembar jawaban terpisah dari buku soal. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur respon subjek terhadap tugas – tugas atau pekerjaan yang menyangkut kecepatan persepsi (dari stimulus yang bersifat sederhana), kecepatan respon terhadap kombinasi huruf dan angka,
87
Pemahaman Individu: Teknik Tes
ingatan yang sifatnya tidak lama (momentary relation). Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal, sedangkan waktu untuk mengerjakan tes ini ialah 5 menit untuk bagian I dan 3 menit untuk bagian II. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit. Karena tes ini merupakan tes kecepatan maka sebelum testee mengerjakan tes, tester harus yakin bahwa testee telah tahu apa yang harus dikerjakan. Tes ini dapat digunakan untuk keperluan konseling sekolah (siswa yang mendapatkan skor rendah dalam tes ini kemungkinan mengalami kesulitan dalam kecepatan dan presisi misalnya) atau untuk seleksi para pelamar pekerjan tertentu. Karena tes ini dapat meramalkan produktivitas seseorang dalam mengerjakan pekerjaan – pekerjaan rutin yang melibatkan masalah persepsi dan pemberian tanda – tanda maka yang terutama tes ini dibutuhkan untuk pekerjan – pekerjaan “clerical”. Misalnya “Filing, Coding, Stock Room Work.” 2. General Aptitude Test Battrey ( GATB ) Tes ini diciptakan oleh Charles E. Odell, yang digunakan pada konseling pekerjaan di States Employment Service Office. Aptitude yang diungkap GATB adalah : a. Aptitude G : Inteligensi Merupakan tes kemampuan belajar secara umum, yaitu kemampuan untuk menangkap dan mengerti prinsipprinsip, menalar dan membuat keputusan. b. Aptitude V : Verbal Aptitude Merupakan tes untuk mengerti arti beberapa kata dan mempergunakannya secara efektif, serta untuk mengerti bahasa secara komprehensif, mengerti hubungan antar kata dan mengerti arti keseluruhan paragraph dan kalimat. c. Aptitude N : Nuemerical Aptitide Merupakan kemampuan untuk mengoperasikan angka-
88
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
angka secara cepat dan tepat. d. Aptitude S : Spatial Merupakan kemampuan berpikir secara visual pada bentuk geometris dan untuk menangkap objek 3 dimensi, serta mengingat hubungan dari gerakan objek dalam satu ruang. e. Aptitude P : Form perception Merupakan kemampuan untuk melihat bagian-bagian dari suatu gambar, benda, dan grafik. Membuat perbandingan dan pembedaan secara visual dan melihat perbedaan yang nyata pada bentuk atau bayangan. f.
Aptitude Q : Clerical perception Merupakan kemampuan untuk mengungkap obyek-obyek angka dan huruf, serta kemampuan persepsi terhadap komputasi secara sepintas.
g. Aptitude K : Motor coordinate Merupakan kemampuan untuk mengkoordinasikan gerakangerakan organ mata, jari-jari secara terampil dan teliti pada gerakan yang cepat dan tepat. h. Aptitude F : Finger dexterity kemampuan gerakan jari jemari: memanipulasi obyek-obyek kecil dengan jari jemari secara cepat dan teliti. i.
Aptitude M : Manual dexterity Merupakan kemampuan untuk menggerakkan tangan dengan mudah dan terampil. Kemampuan untuk bekerja dengan tangan dalam menempatkan dan memindahkan sesuatu. Jenis – Jenis dari tes GATB, yaitu sebagai berikut :
3. Flanagan Aptitude Clasification ( FACT ) Tes ini disusun oleh J.C. Flanagan, seorang profesor psikologi pada universitas Pittsburgh dan direktur American Institute for Reaseach. Tes ini dibuat sebagai usaha untuk mendapatkan suatu system klasifikasi baku dalam penetuan bakat dan kemampuan 89
Pemahaman Individu: Teknik Tes
dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu. Tes disusun sebagai usaha untuk mendapatkan suatu system klasifikasi baku dalam penetuan bakat dan kemampuan dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu. Test terdiri 14 sub test, yaitu: (1) Inspection, (2) Coding, (3) Memory, (4) Precisison, (5) Assembly, (6) Scales, (7) Coordination, (8) Judgemen and Comprehension, (9) Arithmatic, (10) Patterns, (11) Components, (12) Tables, (13) Mechanics, (14) Expression. Test FACT di Indonesia dikenal antara lain: 1). Tes Inspection (Inspeksi) Tes ini mengukur kemampuan untuk secara cepat dan akurat melihat kekurangan – kekurangan atau titik – titik robek pada gambar – gambar objek atau serangkaian artikel. Jadi tes inpeksi ini untuk mengetes ketajaman persepsi detail, sehingga tesnya dapat disebut juga tes persepsi detail. Kemampuan ini dibutuhkan dalam memeriksa hasil – hasil pabrik yang hampir selesai atau sudah selesai. 2). Tes kode dan ingatan Tes berasal dari Coding, merupakan sub tes kedua dari FACT, Memory, merupakan sub tes ketiga dari FACT. Bentuk yang tersedia adalah kertas dengan bahan tercetak. Tersedia lembar jawaban. Aspek yang diukur: (1) Kode (atau Sandi) : Kecepatan dan kecermatan menyandi informasi kantor dan Ingatan yaitu keberhasilan mempelajari dan mengingat sandi – sandi dalam FACT 2 yaitu kemampuan menghafalkan bahan – bahan tercetak. Tes dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Waktu penyajian untuk tes Sandi : Petunjuk - 20 menit. Pengerjaan – 10 menit. Waktu Total – 30 menit. Waktur untuk test Ingatan : Petunjuk – 1 menit. Pengerjaan – 4 menit. Waktu Total – 5 menit. FACT, dalam konseling pekerjaan sebagai alat bantu guna memprediksi keberhasilan kerja berdasarkan kemampuan khusus (aptitude) dan sebagai petunjuk dalam
90
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
perencanaan program pelajaran sekolah yang cocok. Tes ini dapat digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan. 3). Tes Precision (Presisi, Ketepatan) Tes ini mengukur kecepatan dan keakuratan dalam gerakan – gerakan jari secara melingkar dengan satu tangan dan dengan kedua tangan, kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam kecepatan bekerja dengan objek – objek kecil. 4). Tes merakit objek Tes merakit objek berasal dari Assembly, sub tes ke 5 dari FACT dan di Indonesia kemudian dikenal dengan Tes Merakit Objek, dengan kode C1. Tes yang tersedia berbentuk buku cetakan yang mengandung 20 soal termasuk contoh mengerjakan. Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan. Test Merakit Objek mengukur kemampuan untuk mengenal, mengetahui dan membayangkan bentuk suatu objek yang disusun dari bagian – bagian tertentu yang terpisah. Tes merakit objek dapat disajikan secara individual maupun secara klasikal. Dalam hal testing secara klasikal maka harus diusahakan setiap orang tester menangani maksimal 25 testee. Waktu yang tersedia secara keseluruhan sekitar 18 menit. Perincian : untuk memberi petunjuk : 6 menit, untuk mengerjakan bagian I : 6 menit, untuk mengerjakan bagian II : 6 menit. Bersama dengan sub tes yang lain dari FACT , Tes Merakit Objek ini berguna untuk memprediksi mengenai bakat dan kemampuan seseorang untuk meramalkan keberhasilan kerja pada berbagai bidang tugas. 5). Tes skala dan grafik Nama Asli test ini adalah Scale, merupkan sub test dari FACT. Tes Skala dan Grafik disebut juga dengan kode : C8. Test berbentuk buku cetakan, edisi pertama tahun 1973 dan cetakan kedua tahun 1982. Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan. 91
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Tes Skala dan Grafik ini mengukur kecepatan dan ketepatan dalam membaca skala, grafik dan peta. Contoh yang diambil untuk menyusun tes ini berupa bentuk – bentuk yang biasa terdapat pada bidang permesinan dan bidang teknik pada umumnya. Menurut Flanagan, Tes Skala dan Grafik ini diperlukan untuk dapat melihat “Critical Fact Elements bagi : 1. Biological Scientist 2. Mathematician 3. Chemist 4. Nurse 5. Clerk 6. Physician 7. Draftsman 8. Physicist 9. Engineer 10. Pilot Airplane Tes ini biasa disajikan baik secara individual maupun secara klasikal. Untuk dapat menjaga ketertiban penyelenggaraan tes secara klasikal, dibutuhkan seorang pembantu pengawas untuk setiap 25 testee. Pembantu pengawas bertugas membagikan dan mengumpulkan kembali tes dan jawabannya dan menjaga agar jangan sampai testee mulai lebih dahulu dari yang lain, atau bila ada tes yang lain baik yang sudah atau yang belum diinstruksikan. Waktu yang dibutuhkan untuk penyajian tes Skala dan Grafik yang terdiri dari tiga bagian ini, sebagai berikut: Kadang – kadang petunjuk sukar untuk dapat dipastikan batas waktunya karena kemungkinan timbulnya pertanyaan dari testee untuk meminta penjelasan. Sedang batas waktu pengerjaan soal latihan dan pengerjaan soal tes memang harus sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Penggunaan tes ini ditujukan untuk dapat menentukan atau mengukur bakat atau kemampuan membaca skala, grafik dan peta. Pada umumnya tes Skala dan Grafik digunakan sebagai salah satu komponen dari suatu batere tes untuk mendeteksi bakat seseorang. Skor seseorang untuk tes Skala dan Grafik diperoleh dengan cara mengurangi jawaban betul dengan jawaban salah. Skor maksimal adalah 120. Skor yang diperoleh 92
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
kemudian dikonversikan ke dalam nilai stanine. Dari skor – skor stanine untuk masing – masing komponen tes suatu batere akan diperoleh suatu jawaban skor stanine itu ke dalam skor stanine okuposional. Nilai inilah yang diinterpretasikan apakah seseorang berbakat dalam bidang keahlian tertentu atau tidak. Jadi sebetulnya nilai atau skor tes Skala dan Grafik ini baru bisa digunakan apabila dikombinasikan dengan tes lain yang akan merupakan suatu batere tes yang cocok untuk melihat bakat dalam bidang keahlian tertentu seperti yang dikemukakan oleh Flanagan. Inipun memerlukan suatu norma untuk dapat menentukan apakah suatu skor final termasuk sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang, atau sangat kurang bagi suatu keahlian bagain tertentu. 6). Coordination (Koordinasi) Tes ini mengukur kemampuan untuk menkoordinasikan gerakan – gerakan lengan dan tangan (hand – and – arm coordination). 7). Test pemahaman Nama Asli : Judgment and Comprehension, merupakan sub tes ke 8 dari FACT Scale, merupkan sub tes dari tes batere FACT. Test ini kemudian dikenal dengan nama Tes Pemahaman, dengan kode lain A1. Buku test cetakan I tahun 1973 terdiri dari soal 40 soal yang harus dikerjakan subjek. Pada buku ini soal nomor 1 dan nomor 2 telah ditunjukkan kunci jawabannya. Lembar jawaban yang telah tercetak kunci nomor 1 dan 2. Cetakan II tahun 1982 Sebuah buku di dalamnya tercetak 40 soal yang harus diselesaikan. Pada cetakan yang baru ini soal nomor 1 dan 2 tidak ditunjukkan kunci jawabannyat. Tes yang tersedia berbentuk buku cetakan, edisi pertama tahun 1973 dan cetakan kedua tahun 1982. Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan. Tes ini mengukur kemampuan membaca dan memahami untuk melihat alasan yang logis serta mengambil keputusan
93
Pemahaman Individu: Teknik Tes
dengan menangkap makna dari suatu situasi yang praktis. Tes ini dapat disajikan secara individual maupun kelompok. Waktu penyajian secara keseluruhan 40 menit. Perincian : waktu untuk pemberian petunjuk 5 menit, waktu untuk mengerjakan soal 35 menit. Bersama dengan sub tes yang lain maka alat ini berguna untuk memprediksi keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya berdasarkan bakat yang dimilikinya. 8). Arithmatic (Aritmetik, berhitung) Tes ini mengukur profisiensi atau kecakapan dalam 4 hal proses berhitung dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian (+, -, x, :). Kemampuan ini amat penting bagi juru bayar toko. 9). Tes mengutip Nama Asli : Patern, batere ke 10 FACT. Nama Indonesia : Tes Mengutip (B4). Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian I dengan 18 macam pola dan bagian II dengan 12 macam pola. Bagian I dan II memuat pola – pola yang taraf kesulitannya semakin meningkat sebab semakin banyak aspek – aspek mentalitas yang akan diperlukan testee dalam menyelesaikan tugas tersebut. Di samping memuat dua bagian pola yang akan ditiru oleh testee juga pada halaman pertanyaan dijumpai beberapa petunjuk mengerjakannya. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam memproduksi outline dari pola – pola yang sederhana dengan cara tepat akurat. Tes dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Masing – masing individu dalam klasikal diberikan sebuah buku tes dan sebelum mengerjakannya terlebih dahulu mendapatkan penjelasan yang secukupnya dari penyelenggara/pelaksana. Waktu mengerjakannya selama 20 menit, yaitu 10 menit untuk mengerjakan bagian I, dan 10 menit untuk mengerjakan bagian II. Tujuan tes untuk melihat kemampuan seseorang dalam
94
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
bidang merancang design, arsitek, perancang mode, bidang periklanan, kemudian dalam dunia media massa baik media cetak maupun media elektronik. Disamping itu juga untuk melihat kemampuan seseorang membaca blueprint dan diagram – diagram teknik sketsa – sketsa. Cara Pemberian Skor, nilai dua diberikan untuk tiap – tiap pengutipan pola yang dikerjakan secara tepat (benar). Suatu figur adalah benar jika semua garis peniruan yang dilakukan adalah tepat seperti figur dari pola yang tergambar. Nilai satu diberikan kepada pengutipan pola yang ada penyimpangannya sedikit, tetapi tidak lebih dari satu blok dari pola yang benar. Nilai nol diberikan kepada pengutipan pola yang salah, karena tidak ada sedikitpun unsur kemiripannya dengan pola asal yang dijadikan objek peniruan (pengutipan). Skor testee adalah penjumlahan dari masing – masing skor yang diselesaikan. 10). Tes komponen Tes ini berasa dari Component, merupakan tes ke 11 dari batere tes FACT. Juga dikenal dengan kode C2. Bentuk tes berupa buku cetakan disertai dengan lembar jawaban yang terpisah. Tes Komponen mengukur kemampuan mengidentifi kasikan komponen – komponen yang penting. Tes dapat disajikan secara individual, dan juga secara klasikal. Dalam hal penyajian secara klasikal disarankan setiap seorang tester menangani maksimal 25 testee. Waktu yang disediakan 24 menit. Perincian : membaca petunjuk 4 menit, mengerjakan soal 20 menit. Bersama dengan sub tes yang lainnya dari FACT, maka tes ini berguna untuk keperluan konseling pekerjaan yaitu untuk memprediksi kesuksesan kerja berdasar bakat. Tujuan yang lain ialah seleksi dan penempatan pegawai. Cara Pemberian Skor, Skor seseorang adalah jawaban yang dikerjakan betul dengan kunci. Skor maksimal yang mungkin 40 buah.
95
Pemahaman Individu: Teknik Tes
12). Mechanics (Mekanika) Tes ini mengukur kemampuan pemahaman prinsip – prinsip mekanika dan kemampuan menganalisis gerakan – gerakan mekanik. 13). Tes ungkapan Nama Asli : Expression, yang merupakan sub tes dari “The Flanagan” Clssification Test (FACT). Nama Indonesia : Tes Ungkapan (A6). Materi tes ini terdiri dari sebuah buku soal. Ada 19 buah soal, tipe soal terdiri dari 3 pertanyaan yang baik dan satu pertanyaan yang dianggap jelek pada tiap – tiap soal (disediakan lembar jawaban. Tes ini mengukur perasaan dan pengetahuan tentang bahasa. Selain itu juga dapat untuk mengungkap kemampuan untuk berkomunikasi melalui tulisan dan kemampuan berkomunikasi secara verbal. Tes dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Waktu yang dipergunakan untuk mengerjakan tes Expression menurut buku petunjuk adalah 35 menit dan 5 menit untuk memberikan instruksi (jadi waktu seluruhnya 40 menit). Sedangkan waktu untuk mengerjakan yang digunakan di Fakultas Psikologi UGM adalah 30 menit. Tes ungkapan dapat digunakan untuk keperluan Vocational Counseling sebagai alat bantu untuk memprediksi keberhasilan seseorang dalam bekerja sesuai dengan kemampuannya. Dan juga digunakan untuk Educational Guidance sehingga membantu dalam pengarahan (sebagai tes bakat penjurusan). Tetapi perlu dicatat bahwa tes ini sebenarnya lebih berorientasi kepada “Vocational Counseling” daripada “Educational Guidance.”. Selain itu tes ini dapat juga digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan. Dalam tes ini subjek mempunyai jawaban dalam setiap soal (baik dan jelek). Kalau hanya satu yang betul dalam satu soal juga tetap dihitung (jadi tidak harus betul kedua – duanya). Kemudian diberi skor 1 untuk masing – masing pilihan. Kemudian dijumlahkan serta dikonsultasikan
96
Bab VIII — Memahami Bakat Individu
dengan tabel untuk mengetahui klasifikasi subjek. Jumlah nilai tertinggi yang biasa diperoleh = 38. 4. Tes Kraepelin Tes Kraepelin disusun dan dikembangkan oleh Emile Kraepelin, seorang psikiater dari Jerman yang hidup antara tahun 1856-1926 dan pernah menjadi murid Wilhelm Wundt (Kuncoro dan Nuryati Atamimi, 1984). Berdasar pemikiran adanya perbedaan dari faktor-faktor yang khas pada proses sensori sederhanan, sensori motor, perseptual dan tingkah laku, Kraepelin menyusun tes yang kemudian dapat dipergunakan sebagai dasar psikologis untuk mengklasifikasikan kekacauan psikiatrik. Tes Kraepelin sebagai tes bakat dimaksudkan untuk mengukur “maximum performance” seseorang. Oleh karena itu tekanan skoring dan interpretasinya didasarkan pada hasil-hasil tes secara objektif, dan bukan proyektifnya. Bentuk tes terdiri dari deret angka ke atas dan Subjek diminta menjumlah angka-angka sederhana 1-9 dari bawah keatas untuk dua angka yang berdekatan tanpa ada angka yang dilewati. Aspek yang diukur adalah Kecepatan kerja (Panker), Ketelitian kerja (Tianker), Keajegan kerja (Janker) dan Ketahanan kerja (Hanker). Tes ini disajikan secara individual ataupun klasikal. Waktu yang disediakan Pengisisan data subjek : 4 menit, Instruksi : 2 menit dan mengerjakan soal 12,5 menit. Tes ini dapat digunakan pada saat yang mendesak, karena baik waktu dan materinya sederhana. Waktunya singkat dan tidak memerlukan persiapan yang rumit. 5. Tes Pauli Tes ini diciptakan oleh Dr. Richard Pauli pada tahun 1938. Tes Pauli berupa angka sederhana 1-9. Subjek akan diminta intuk menjumlahkan angka-anagka secara berurutan dari bawah keatas, lalu kesamping kanan untuk dua angka yang berdekatan tanpa ada angak yang dilewati, kemudian ada aba-aba garis. Aspek yang diukur adalah ketekunan dan konsentrasi, daya tahan, keuletan, daya penyesuaian, validitas, sikap terhadap
97
Pemahaman Individu: Teknik Tes
tugas, kontrol diri, sikap menghadapi tekanan. Tes dapat disajikan secara individual ataupun kelompok. Waktu penyajiannya lebih kurang 1 jam. Setiap deret waktu diberi 3 menit dan setiap 3 menit itulah subjek akan di beri aba-aba untuk membuat garis. Kemudian mengerjkan tugas selanjutnya dan jawaban ditulis disebelah kanan. Tujuan dari tes ini lebih kepada kepentingan industri. Namun juga digunakan untuk mengukur kepribadian dan mendeteksi klinis. mengukur apa yang diukur oleh tes kraeplin, disamping juga mengukur emosi, produktifitas kerja, penyesuaian terhadap pekerjaan, dan gaya bekerja. Tes Pauli, berbentuk satu lembar bolak balik terdiri dari halaman untuk menuliskan identitas diri subjek dan contoh subjek dan halaman yang berisi soal-soal tes serta halaman untuk scoring grafik dan interprestasi.
C. Manfaat Memahami Bakat Kebutuhan untuk memahami bakat individu diawali adanya kenyataan bahwa dua orang individu yang memiliki inteligensi yang sama, tetapi memperlihatkan performasi yang berbeda. Misal: dua individu memiliki IQ sama, tetapi dua individu tersebut berbeda dalam performansinya. Satu individu terampil dalam tugas mesin dan individu satunya gagal dalam tugas yang sama. Atau satu individu berhasil dalam tugas-tugas memainkan alat musik dan satunya gagal pada tugas yang sama, meskipun IQ-nya sama, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan seseorang di dalam situasi-situasi yang khusus, yang membutuhkan cara pemikiran yang khusus, bekerjanya fungsi kognitif tertentu, atau pendekatan kepribadian tertentu, diperlukan alat pengukur kemampuan lain yang dapat menggambarkan faktor khusus tadi. Alat pengukur kemampuan yang dapat menggambarkan faktor-faktor khusus adalah tes bakat (Sadli, 1991). Tes bakat bertujuan membantu merencanakan dan membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil tes bakat diperoleh gambaran mengenai seseorang di dalam berbagai bidang kemampuan. 98
Bab IX
MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR INDIVIDU MELALUI TES HASIL BELAJAR
Hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang dicapai seseorang individu setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar dalam kurun waktu tertentu (seperti: catur wulan, semester, dan sebagainya). Hasil belajar tersebut diukur dengan menggunakan alat ukur yang terstandar, dan alat ukur yang dimaksud adalah tes hasil belajar. Tes hasil belajar merupakan alat ukur yang berupa seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (peserta didik) dan dapat berupa tugas yang harus dikerjakan peserta didik. Tes dimaksudkan untuk mengukur perubahan perilaku sebagai hasil proses belajarmengajar atau hasil interaksi belajar-mengajar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh guru. Guru melaksanakan tes hasil belajar untuk mengetahui keberhasilannya mengelola lingkungan belajar. Dalam mengajar sebenarnya guru melakukan penataan lingkungan sehingga terjadi tindak belajar pada diri para peserta didik atau murid dan hasilnya adalah terbentuknya tingkah laku baru atau terjadi perubahan tingkah aku. Ditinjau dari kepentingan guru, tes hasil belajar dimaksudkan untuk: (1) mengetahui ketepatan pemilihan dan penerapan metode 99
mengajar, (2) memperoleh informasi untuk kepentingan layanan bimbingan, (3) untuk mengetahui keberhasilan dalam pengelolaan kelas. Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, tidak cukup hanya melaksanakan transfer pengetahuan, akan tetapi harus mampu mengelola kelas, memilih dan menerapkan metode mengajar yang relevan dengan materi ajar dan karakteristik peserta didik dan juga mampu membimbing peserta didik. Oleh karena pentingnya tes hasil belajar, guru dipersiapkan untuk mampu menyusun dan mengembangkan tes, melaksanakan tes dan menganalisisnya, serta menggunakan hasil tes secara tepat. Berkenaan dengan hal tersebut berikut ini akan dikaji mengenai jenis dan fungsi tes hasil belajar berikut cara menyusunnya.
A. Jenis dan Fungsi Tes Hasil Belajar Salah satu tugas guru adalah melakukan penilaian hasil belajar. Untuk dapat menilai kemajuan atau hasil belajar siswa, guru harus mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik melalui kegiatan pengukuran dan tes sebagai alat ukurnya. Tes yang digunakan dapat berupa tes terstandar dan tes buatan guru. Jika guru menggunakan tes buatan guru sendiri, maka guru harus menyusun tes hasil belajar, dengan demikian guru harus mampu menyusun dan mengembangkan tes agar informasi yang dijadikan dasar memberi penilaian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan penilaiannya akurat. Jenis tes hasil belajar berdasar waktu pelaksanaannya diklasifikasikan menjadi: 1. Pre-test, tes diselenggarakan pada awal proses belajar dan dimaksudkan untuk mengungkap pengetahuan dan pengertian peserta didik berkenaan dengan materi pelajaran yang akan dijelaskan guru. 2. Post-test, merupakan tes akhir pelajaran untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku peserta didik setelah proses belajar mengajar selesai. Tes ini digunakan untuk mengungkap kemampuan peserta didik dalam menelaah dan menguasai materi yang baru saja disampaikan guru. 100
Bab IX — Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
3. Test Akhir Semester, yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir semester. Hasil tes dapat menentukan tingkat pencapaian belajar dan kedudukan siswa di kelasnya. Tes hasil belajar berdasar fungsinya, dapat dibedakan atas: 1. Tes Formatif, digunakan pada setiap akhir pelajaran. Tes dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan proses belajarmengajar dan bermanfaat memberi balikan kepada guru. Misal, jika rata-rata capaian kurang atau sama dengan 75% menunjukkan proses belajar mengajar tidak berhasil dan perlu diperbaiki. 2. Tes Sumatif, digunakan pada akhir setiap program pengajaran. Tes sumatif dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik setelah mengikuti program pengajaran tertentu, misal Tes Catur Wulan, Tes Akhir Semester, Ujian Akhir Sekolah. 3. Tes Diagnostik, dapat digunakan pada awal proses pembelajaran, selama pembelajaran berlangsung, dan pada akhir pembelajaran. Tes diagnostik merupakan tes untuk menelusuri kelemahankelemahan khusus peserta didik yang tidak berhasil dalam belajar, serta jenis dan letak kesukaran belajar peserta didik. 4. Tes Penempatan, dilaksanakan pada saat guru dan atau pihak sekolah memerlukan informasi untuk menempatkan peserta didik pada jurusan dan atau program pendidikan tertentu. Tes penempatan dapat digunakan untuk membantu memahami kemampuan belajar peserta didik, dengan pemahaman tersebut guru dapat menempatkan peserta didik dalam situasi belajar mengajar dan kegiatan-kegiatan yang tepat bagi diri peserta didik tersebut.
B. Penyusunan dan Pengembangan Tes Hasil Belajar Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa tes merupakan alat ukur. Hasil tes baik atau tidak tergantung kualitas alat ukur yang digunakan, sehingga penyusunan tes merupakan bagian penting dari keseluruhan kegiatan testing. Penyusunan tes hasil belajar harus didasarkan pada tujuan dan atau kompetensi yang ingin dicapai,
101
Pemahaman Individu: Teknik Tes
bahkan perkembangan terakhir capaian beajar lebih dikenal dengan learning out come pendidikan sebagaimana tertuang dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Perpres RI Nomor 12 Tahun 2012). Dalam KKNI level pendidikan di Indonesia dikelompokkan menjadi 9 level dari level 1 sampai dengan level 9, dari jenjang SD sampai dengan jenjang Doktor. Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2012 tentang KKNI dilengkapi dengan lampiran yang memuat secara rinci deskripsi jenjang kualifikasi dari jenjang 1 (SD) sampai dengan jenjang 9 (Doktor). Deskripsi jenjang kualifikasi KKNI secara lengkap adalah sebagai berikut: DESKRIPSI JENJANG KUALIFIKASI KKNI JENJANG KUALIFIKASI
URAIAN
Deskripsi umum
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya. c. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia. d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya. e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain. f. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat luas.
102
Bab IX — Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
1
2
3
Mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas, bersifat rutin, dengan menggunakan alat, aturan, dan proses yang telah ditetapkan, serta dibawah bimbingan, pengawasan, dan tanggung jawab atasannya. Memiliki pengetahuan faktual. Bertanggung jawab atas pekerjaan sendiri dan tidak bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain. Mampu melaksanakan satu tugas spesifik, dengan menggunakan alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan, serta menunjukkan kinerja dengan mutu yang terukur, di bawah pengawasan langsung atasannya. Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih penyelesaian yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab membimbing orang lain. Mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik, dengan menerjemahkan informasi dan menggunakan alat, berdasarkan sejumlah pilihan prosedur kerja, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur, yang sebagian merupakan hasil kerja sendiri dengan pengawasan tidak langsung. Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait dengan fakta bidang keahlian tertentu, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang lazim dengan metode yang sesuai. Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi dalam lingkup kerjanya. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain. 103
Pemahaman Individu: Teknik Tes
4
5
Mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas dan kasus spesifik dengan menganalisis informasi secara terbatas, memilih metode yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur. Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian tertentu dan mampu menyelaraskan dengan permasalahan faktual di bidang kerjanya. Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, menyusun laporan tertulis dalam lingkup terbatas, dan memiliki inisiatif. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas hasil kerja orang lain. Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural. Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, menyusun laporan tertulis dalam lingkup terbatas, dan memiliki inisiatif. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.
104
Bab IX — Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
6
7
Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/ atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis organisasi. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner. Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua aspek yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya.
105
Pemahaman Individu: Teknik Tes
8
9
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner. Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional dan internasional. Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji. Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner. Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional dan internasional.
Berbicara tentang tujuan pendidikan maka tujuan pendidikan merupakan salah satu pokok pembicaraan yang penting di kalangan pakar pendidikan. Para pakar mengembangkan taksonomi tujuan pendididikan. Tujuan pendidikan digolongkan menjadi beberapa domain. Salah satu pakar yang berhasil menggolongkan tujuan pendidikan ke dalam beberapa domain adalah Bloom (1956). Bloom mengklasifikasi tujuan pendidikan menjadi tiga domain, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif berkenaan tujuan pendidikan yang mencakup ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan 106
Bab IX — Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
kemampuan intelektual dan ketrampilan berpikir. Domain kognitif terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek dalam domain tersebut bersifat hirarkikal dimulai dari jenjang terendah yaitu pengetahuan sampai jenjang tertinggi yaitu evaluasi. Penjenjangan tersebut digunakan secara intensif, terutama dalam penyusunan dan pengembangan tes hasil belajar. Pengetahuan, menekankan pada kemampuan mengingat ide dan fenomena. Mengingat istilah dan fakta (misal nama orang, nama tempat, nama rumus fisika, dan sebagainya), mengingat rumusrumus, definisi, dan sebagainya. Contoh rumusan tujuan: pada akhir semester siswa kelas 7 SMP A dapat menuliskan rumus persamaan kuadrat. Pemahaman mencakup tingkah laku menerjemahkan, menafsirkan, atau mengekstrapolasi konsep dengan menggunakan kata-kata atau simbol-simbol lain yang dipilihnya sendiri. Contoh rumusan tujuan: Pada akhir semester 2 mahasiswa Bimbingan Konseling mampu menjelaskan kegunaan pemahaman individu dengan teknik non test untuk kepentingan layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Penerapan, yaitu penggunaan konsep atau ide, prinsip, atau teori, dan prosedur, atau metode yang telah dipahami mahasiswa dalam praktek memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan. Contoh rumusan tujuan pendidikan berkenaan dengan penerapan: Pada akhir semester 3 mahasiswa dapat menerapkan observasi sebagai teknik pemahaman inidividu non test. Analisis mencakup kemampuan menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan hubungan atau kaitan antar bagian-bagian tersebut. Kemampaun menguraikan sutau konsep sangat dipengaruhi oleh pemahaman peserta didik termasuk mahasiswa terhadap konsep tersebut dan kemampuan berpikir untuk memilah, merinci, dan mengaitkan hasil rinciannya. Proses berpikir dalam menganalisis harus intensif dan mendalam. Contoh: mahasiswa yang mengambil mata kuliah psikologi sosial dapat menguraikan aspek-aspek sikap dan hubungan 107
Pemahaman Individu: Teknik Tes
aspek-aspek sikap manusia. Sintesis, kemampuan menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi bentuk tertentu yang sebelumnya belum ada. Contoh: mahasiswa yang mengambil mata kuliah teknik konseling pada akhir semester dapat mendesain konseling dengan teknik tertentu berikut satuan layanan konselingnya. Evaluasi, kemampuan melakukan penilaian tentang nilai untuk maksud tertentu. Penilaian menggunakan kriteria atau standar untuk menyatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif, ekonomis, atau memuaskan. Dalam evaluasi melibatkan kemampuan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Contoh: pada akhir semester mahasiswa yang mengambil mata kuliah teknik konseling dapat merumuskan rekomendasi penerapan model konseling tertentu untuk meningkatkan perilaku efektif. Taksonomi tujuan pendidikan untuk ranah kognitif yang ditulis oleh Bloom dan kawan-kawan tersebut telah digunakan secara luas sejak tahun 1956 yang lalu. Salah satu penulis buku taksonomi pen didikan tersebut adalah David Krathwohl. Krathwohl bersama dengan Orin W. Anderson merevisi isi buku tersebut dengan menerbitkan buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing pada tahun 2001. Revisi pada struktur taksonomi adalah sebagai berikut: struktur lama terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Struktur baru: mengingat, mengerti, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.
C. Penyiapan Tes Hasil Belajar Untuk menyiapkan tes hasil belajar, saran berikut di bawah ini dapat membantu: 1. Menyusun kompetensi yang akan diukur, 2. Merumuskan tujuan pengukuran 3. Menyusun tabel spsifikasi, contoh:
108
Bab IX — Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
ASPEK JENIS TES DAN JUMLAH BUTIR SOAL MATERI MEMASANG PILIHAN ESEI YANG KAN GANDA DIUKUR KOGNITIF (C) C1 1 2 C2 1 2 C3 2 1 C4 1 C5 C6 -
JUMLAH TOTAL
3 3 3 1 -
C1 C2 C3 C4 C5 C6
2 2 -
3 2 2 -
2
2 5 2 2 2
C1 C2 C3 C4 C5 C6
2 2 10 1 ---- 10 1,5’ ---- 15’
2 1 1 1 1 20 1 ---- 20 1,5’ ---- 30
2 5 5 ---- 25 5’ ---- 25
2 4 1 1 1 3 35 55* 70
Jumlah soal Bobot skor/item ---- jml Alokasi wkt/item ---- jml
*skor maksimum yang diharapkan 4. Menyusun butir-butir soal beradasar kisi-kisi pada poin 3 diatas 5. Melakukan uji coba soal-soal tes yang telah disusun dan menganalisis hasil coba untuk mengetahui indeks deskriminasi dan tingkat kesukaran soal, validitas dan reliabilitas tes. 6. Soal-soal tes yang memenuhi syarat baik daya beda, tingkat kesukaran, validitas dan relibiltas dapat digunakan dalam pengukuran hasil belajar.
109
Pemahaman Individu: Teknik Tes
D. Manfaat Pengukuran Hasil Belajar Hasil tes dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan dan atau hasil belajar siswa. Berdasar hasil tes guru dapat memperbaiki proses belajar mengajar, baik berkenaan perencanaan, pelaksanaan, dan proses penilaiannya sendiri. Guru dapat memperbaiki pemilihan dan penggunaan metode belajar dan media pembelajaran, alat ukur kemajuan belajar, dan sebagainya. Dalam bimbingan konseling, hasil tes dapat digunakan untuk keperluan layanan bimbingan konseling, baik dalam rangka penempatan siswa dalam kelompok, kelas, dan penjurusan. Hasil belajar dapat digunakan sebagai informasi untuk membantu individu merancang masa depannya, terutama berkait dengan rencana melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan atau mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia kerja. Para siswa tidak semuanya langsung melanjutkan ke pendidikan tinggi, sebagian besar kemungkinan ingin bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya di SMA, Madrasah Aliyah dan SMK sehingga mereka harus mempersiapkan diri dengan baik. Pengelola sekolah dapat memperbaiki kebijakan-kebijakan berkenaan proses belajar mengajar setelah menganalisis hasil belajar para siswanya. Perbaikan dapat berkenaan dengan perbaikan fasilitas seperti laboratorium, layanan internet, pelaksanaan proses belajar, kerjasama dengan pemangku kepentingan untuk perbaikan proses belajar dan pengembangan peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
110
DAFTAR PUSTAKA Allen, M.J. dan Yen, W.M. 1979. Introduction to Measurement Theory. California: Brooks/Cole Publishing Company. Anastasi, Anne. 1976. Psychological Testing. New York: MacMillan Publishing Co, Inc. Atkinson, R.L., Atkitson, R.C., dan Hilgard, E.R. 1994. Psikologi. Alih Bahasa: Nurdjamah Taufiq dan Rukmini Barhana. Cetakan Ketiga. Jakarta: Erlangga. Cherry Kendra, 2011, “Theories of Intelligence”, diunduh pada tanggal 11 Agustus 2011 dari http://psychology about.com/od/cognitive psychology/p/intelligence.html Danusastro, Suhardjo. 1986. Psikologi Kepribadian. Surakarta: FKIPUniversitas Sebelas Maret. Djaali dan Muljono, P., 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Edward, A. L., 1959. Edward Personal Preference Schedule. Manual. New York: The Psychological Corporation. Gardner Howard,Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, Terjemahan Alexander Sundoro. Boston:Interaksara, 2003. Gregory, R.J. 2001. Psychological Testing. Singapore: Allyn Bacon. Guilford, J.P. 1959. Psychometric Methods. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc. Hall, C.S. dan Lindzey, D. 1978. Theories of Personality. New York: John Wiey & Sons, Inc. -----------. 1993. Theories of Personality. Terjemahan: Yustinus. Yogyakarta: Kanisius. Hergenhahn, B.R., dan Olson, M..H., 2001. An Introduction to Thepries of Learning. Six Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hitherinton, E.M dan Parke, R.D. 1999. Child Psychology – A Contemporary View Point. 5th.ed. Toronto: McGraw-Hill Book Company.
111
Pemahaman Individu: Teknik Tes
Hurlock, E.B., 1996. Psikologi Perkembangan. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. -----------. 1997. Perkembangan Anak. Terjemahan Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga. Japar, M. 1994. Hubungan Konsep Diri Dan Sikap Siswa Terhadap Guru Dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri Di Kodia Magelang : Tesis . Yogyakarta : PPS Universitas Gadjah Mada, Jersild, A.T. Telford, C.W., dan Sawrey, J.H. 1978. Child Psychology. 7th ed. New Delhi: Prentice Hall of India. Krathwohl, David dan Anderson, W. Orin. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. Kuncoro dan Atamimi, N. 1984. Pedoman Peaksanaan Tes Kraepelin. Yogyakarta: Fakultas Psikoogi UGM. McMahon, J.W., McMahon, F.B., dan Romano, T. 1995. Psychology and You. Second ed. New York: West Publishing Company. Munandir, 1995. Testing dalam Bimbingan Pemahaman Individu dan Konseling Pengambilan Keputusan (Program Pelatihan Sertifikasi Tes bagi Konselor Pendidikan Kerjasama IPBI dengan Dirjendikdasmen-IKIP Malang. Murray, M., dan Chamberlain, K. 1999. Qualitative Health Psychology: Theories and Methods. New Delhi: SAGE Publications. Nunnally. J.C., 1978. Psychometric Theory. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. Nurkancana, W. & Sumartana, P.P.P., 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Papalia D.F., Olds S.W., dan Feldman R.D., 2002. A Child’s World, Infancy Through Adolescence. 9th.ed. New York: McGraw-Hill. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 3012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24. Rabin. A.I., 1981. Assessment with Projective Techniques. A Concise Introduction. New York: Springer Publishing Company. Raven,. J.C., 1974 Guide To Using The Coloured Progressive Matrices : Salinan , Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
112
Pemahaman Individu: Teknik Tes
-----------. 1960 Giude to the Standard Progressive Matrices Sets A,B,C,D and E . London: H.K, Lewis & Co.Ltd, Sadli, Saparinah. 1991. Inteligensi, Bakat, dan Test IQ. Jakarta: PT Dian Rakyat. Saifudin Azwar. 1986 Seri Pengukuran Psikologis Reliabilitas dan Validitas Interpretasi dan Komputasi ,Yogyakarta : Liberty. Semiawan, C.R., Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian di dalam Dunia Pendidikan, Jakarta : Mutiara, 1979. Solso, R.L., Maclin, M.K., dan Maclin, O.H., 2005. Cognitive Psychology. Sevent Edition. USA: Pearson Education, Inc. Sukardi, D. K., 1984. Pengantar Teori Konseling (Suatu Uraian Ringkas). Jakarta: Ghalia Indonesia. -------------., 2003. Analisis Tes Psikologis, Jakarta : Rieneka Cipta, 2003. Suparman, M.A., 2004. Desain Intruksional. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Suryabrata, Sumadi, 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta: C.V. Rajawali. Warkitri, Wiryawan S. A., Chasyiyah, Legowo, E. 1990. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta Ubiversitas Terbuka. Willerman, L., 1979. The Psychology of Individual and Goup Defferences. San Fransisco: W.H. Freemaan and Company.
113