PELESTARIAN WAYANG INDONESIA LEWAT ANIMASI BERGENRE ‘ACTION COMEDY’ Bhangga Adi Putra Santoso Program Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS. Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Telp./Fax (031) 5931147
ABSTRAK Wayang merupakan salah satu kesenian Indonesia yang sudah dipatenkan oleh UNESCO sejak tahun 2003 lalu namun sampai saat ini masih belum cukup melestari dengan baik ke generasi muda Indonesia jika dibandingkan dengan batik yang baru saja dipatenkan tahun 2009 namun hinggai saat ini malah semakin populer menghiasi dunia fashion masyarakat Indonesia. Melihat kesuksesan film serial televisi animasi Little Khrisna dari India yang meskipun bukan merupakan cerita pewayangan Indonesia namun berhasil menarik masyarakat Indonesia untuk mengenal tokoh Khrisna yang sebenarnya juga ada di tokoh pewayangan di Indonesia yang biasa disebut Kresna, tampaknya akan menjadi sebuah peluang yang besar saat ini untuk mentransformasikan cerita pewayangan Indonesia sendiri dalam format animasi televisi serupa agar bisa kembali dilirik oleh generasi muda. Hanya saja mungkin akan menjadi pekerjaan yang sulit untuk membuat target audien tertarik menonton animasi dengan cerita pewayangan yang asli karena mungkin terlalu berat dan serius. Konsep genre „action comedy‟ mungkin bisa menjadi alternatif pilihan untuk mengemas cerita pewayangan seperti ini karena tak sedikit film-film bergenre serupa laris manis dipasaran.
ABSTRACT Wayang or Puppet Shadow is one of big famous Indonesian Art that has been patented by UNESCO since 2003, but until now it is still not going to be a popular culture in the life of Indonesian rising generation if we compared it with Batik (the other Indonesian Masterpiece Art) that recently has been patented in 2009 and Today is still becoming one of famous Indonesian Fashion Trends that always used, loved & developed for kids, teens until adult. Inspired by the successor of Animated Series titled ”Little Khrisna” from India that has been attractived much of Indonesian People to introduce a character named ”Khrisna”that also appear as one of Indonesian Wayang Character, usually called ”Kresna”, it can be a big chance today to transform the Indonesian Wayang Story become a similiar animated series so Wayang can be attracted again a whole of Indonesian people as enthusiasm as in the past. But maybe it can be difficult to attract the audiences because of the Wayang ‘s pure story is too complex and serious. ‘Action Comedy’ genre concept maybe can be an alternative choice to modify it because so much films with similar genre have become success and popular in the world market.
KEYWORD
Animasi, Wayang, Pelestarian Kebudayaan, Action, Comedy
PENDAHULUAN Latar Belakang Wayang merupakan kesenian asli Indonesia yang sudah diresmikan sebagai warisan budaya dunia/internasional sejak tahun 2003 oleh UNESCO jauh lebih dulu daripada Batik, Keris, dan Angklung dipatenkan. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Jero Wacik, mengatakan, sebagai negara yang mata budaya tak bendanya masuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda dunia, Indonesia terikat dengan kewajiban untuk melestarikan mata budaya tersebut . Namun dalam perkembangan selanjutnya, tidak seperti Batik yang sejak dipatenkan kemudian menjadi populer dikalangan masyarakat dan menjadi bisnis yang cukup sukses di Indonesia, Sampai saat ini wayang masih belum menjadi kebudayaan yang melestari dengan baik. Padahal sebenarnya upaya pelestarian pertunjukan wayang sendiri masih tetap ada dan kerap kali dipertunjukkan di beberapa daerah di Indonesia, Namun karena peminatnya dari generasi muda berkurang, frekuensinya semakin menurun dari tahun ke tahun dan peminat terbanyaknya pun masih terbatas pada generasi tua. Sebagai Contoh Pertunjukan wayang orang yang diadakan setiap minggunya di Kampung Seni THR ( Taman Hiburan Rakyat) Surabaya, menurut Bapak Sugianto, selaku pengurus UPTD nya, jumlah penontonnya semakin sedikit. Setiap kali diadakan pertunjukan, penontonnya bisa dihitung dengan jari, dan kebanyakan mempunyai latar belakang keluarga seniman. Adapun penonton anak-anak pun sekarang juga sangat sedikit, bahkan terkadang hampir tidak ada. Hal ini juga diakui oleh Bapak Surono Gondo Taruno, selaku seniman dalang RRI Surabaya sekaligus pengurus PEPADI, Persatuan Pedhalangan Indonesia. Dalam pernyataannya, pada saat era Orde Baru dulu, dalam 1 bulannya, hampir setiap hari beliau bisa tampil dalam pertunjukan wayang. Namun setelah era tersebut usai, beliau mengaku hanya bisa tampil sekitar sepuluh kali dalam sebulan. Itupun beliau sudah memodifikasi pertunjukannya dengan mengkolaborasikannya dengan humor segar, presentasi powerpoint dan dangdutan sebagai usahanya untuk menarik minat penonton terutama generasi muda supaya mau melihat pertunjukannya. Dari hasil wawancara mendalam dengan kedua pelaku budaya tersebut, ditemukan 2 kendala penyebab kesenian wayang saat ini kurang melestari pada generasi muda yaitu pertama dari segi kurangnya keterlibatan wayang dalam kurikulum pendidikan saat ini dan yang kedua adalah kurangnya frekuensi pemanfaatan dan pengemasan wayang ke media lain secara optimal. Dari segi kurikulum pendidikan sendiri, di sekolah-sekolah umum yang merupakan tempat di mana sebagian besar generasi muda menghabiskan waktu untuk memperoleh ilmu, walaupun saat ini pendidikan kebudayaan seperti seni rupa, ludruk, dan tari-tarian tradisional mulai gencar diajarkan (mulai dari tahun 2003 sampai sekarang), materi mengenai pewayangan sendiri masih sedikit tersentuh di mata pelajaran atau kegiatan ekstrakulikuler yang diujikan atau dilombakan . Adapun hanya disampaikan sedikit sebagai pengenalan ketika di bangku SD, sedangkan di SMP dan SMA sudah tidak diajarkan lagi, kecuali dibeberapa SMK tertentu yang mempunyai jurusan khusus kebudayaan. Berbeda dengan situasi pada saat era Orde Baru, pengenalan wayang sangat sering diajarkan di sekolah-sekolah dan pertunjukan wayang kerap kali diadakan sehingga memudahkan siswa cepat paham dengan kesenian wayang karena terjadi korelasi antara materi yang diajarkan di sekolah dengan aplikasi nyatanya. Sedangkan saat ini meskipun pertunjukan wayang masih dipertunjukkan, namun siswa tidak mempunyai minat yang tinggi untuk menontonnya,
karena mereka kurang mengenal tokoh-tokoh wayang itu sendiri dan bahkan juga tidak ada korelasinya dengan dunia pendidikan mereka, sehingga tidak heran jika wayang berakhir menjadi kebudayaan yang kuno. Kemudian yang kedua dilihat dari segi pengangkatan kesenian wayang ke media yang lain, meskipun sebenarnya usaha-usaha tersebut sudah cukup banyak dilakukan, namun hal itupun masih kurang bisa membantu menaikkan minat generasi muda terhadap wayang. Hal ini disebabkan kebanyakan dari pengaplikasian wayang ke media tersebut kurang dikemas dengan baik sehingga kurang menarik perhatian generasi muda untuk mengkonsumsinya dan seringkali memberikan kesan kuno . Dari hasil suvey penulis ke 100 responden, media yang berkaitan dengan pelestarian wayang dalam kategori yang bagus & menarik untuk dikonsumsi yang ada saat ini, ternyata dinilai masih sedikit jumlahnya. Bahkan ada beberapa yang sudah dikemas menarik, namun karena frekuensi publikasinya hanya sebentar, hanya sedikit materi pewayangan yang bisa diterima dan diingat publik. Padahal minat masyarakat untuk mengenali seluk beluk Wayang Indonesia sebenarnya masih besar dengan berbagai macam alasan. Hanya saja kebanyakan masih bergantung pada perilaku media yang ada. Sehingga untuk upaya pelestarian wayang yang memiliki materi yang agak berat ini, materi perlu dipublikasikan dengan frekuensi yang bertahap dan diaplikasikan ke media yang tepat yang sering diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Salah satu media yang cukup menjanjikan sebagai media pelestarian wayang adalah Televisi. Di Indonesia, penetrasi media televisi relatif stabil dan masih yang tertinggi dibandingkan media lainnya, yaitu mencapai 94% dari populasi rumah tangga di 10 kota besar dan hampir sebagian besar masyarakat dari segala usia menontonnya sebagai media hiburan dan informasi mereka. Banyaknya kelebihan media televisi ini cukup menarik perhatian masyarakat, salah satunya karena mampu menayangkan program acara secara audio dan visual. Selain bisa terhibur Jika dibandingkan dengan media lainnya, materi berupa kabar berita atau cerita yang ditayangkan lewat televisi jelas akan lebih mudah dan cepat dipahami dengan bantuan penggambaran visual dan juga penuturan cerita dalam bentuk audio sehingga pemirsa televisi tidak perlu susah-susah membaca atau menggambarkan suasana berita untuk memahami sebuah informasi. Sampai saat ini hiburan masih menjadi alasan utama orang dalam menonton televisi. Dari sekian banyak program acara televisi, format film merupakan yang banyak digemari. Film serial animasi contohnya merupakan salah satu yang cukup mendapat perhatian dari generasi muda saat ini khususnya anak-anak dan remaja. Menurut data AGB Nielsen tahun 2010, Beberapa serial animasi bahkan seringkali masuk dalam daftar urutan 100 besar tayangan favorit pemirsa televisi Indonesia dari semua usia diantaranya yaitu Upin Ipin, Little Khrisna, Spongebob, Doraemon, Naruto, Scooby doo, dan Tom & Jerry . Hal ini tentunya menjadi peluang yang bisa dicoba untuk mentransformasikan wayang ke dalam format serial animasi televisi sehingga bisa menarik perhatian generasi muda kembali agar mau melirik kesenian wayang. Bisa dilihat dari “Little Khrisna” yang saat ini juga merupakan salah satu animasi yang cukup populer di Indonesia, meskipun bukan animasi dari pewayangan Indonesia, akan tetapi ternyata bisa berhasil mengangkat cerita mengenai Tokoh Khrisna yang juga merupakan salah satu tokoh di pewayangan Indonesia yang bisaa disebut dengan Kresna. Hal ini membuktikan bahwa cerita pewayangan masih bisa menjadi hal yang menarik untuk ditonton salah satunya dalam bentuk animasi asalkan diaplikasikan dalam bentuk yang lebih modern.
Animasi Televisi sendiri tentu saja berbeda dengan animasi di bioskop. Animasi Televisi biasanya hanya berdurasi kurang lebih 30 menit dan ditayangkan secara berseri atau berepisode. Beberapa kelebihan Animasi Televisi diantaranya adalah penayangannya pada media televisi yang merupakan media yang paling cepat untuk dapat menjangkau khalayak luas sehingga memungkinkan semua orang bisa menontonnya. Selain itu penayangannya yang berulang-ulang yang dapat membuat penonton bisa perlahan-lahan merekam tokoh-tokoh dan cerita animasi tersebut dalam memori mereka. Beberapa Film bergenre Animasi sendiri bahkan juga mampu menyasar ke semua usia terutama yang berbau komedi seperti Spongebob dan Looney Tunes . Bahkan Upin Ipin saat ini pun juga digemari masyarakat Indonesia dari yang tua maupun muda. Pada intinya yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sebuah animasi adalah karakteristik yang unik baik dari segi cerita maupun tampilan visual dari tokoh dan environmentnya. Hingga saat ini, tak sedikit Animasi Indonesia yang gagal mencapai pasar karena kurang mengikuti selera pasar. Sarity, selaku Foreign Acquisition khusus untuk animasi dari Global TV menyatakan masih kesulitan mendapatkan kartun buatan negeri sendiri yang memiliki „ramuan‟ seperti kartun luar. „Ramuan‟ yang dimaksud oleh Sarity adalah kisah action atau komedi yang kental, yang biasanya ada pada serial kartun buatan luar negeri, seperti Naruto atau Spongebob. Penonton Indonesia sudah terbisaa dengan kedua hal itu dan akhirnya bisa menghibur mereka. Sampai saat ini pihak Global TV lebih banyak menayangkan kartun Nickelodeon dan juga anime Jepang karena gambar dan alur cerita yang sangat menarik. Bahkan Spongebob selalu menghasilkan rating dan share yang sangat bagus, kapanpun dan berapa kalipun ditayangkan, karena kartun ini selalu dapat menghibur dan membuat orang tertawa. Ataupun Naruto, dengan banyak action dan juga kekonyolan yang ditampilkan membuat tontonan menarik untuk diikuti. Untuk bisa menjadi media pelestari kesenian yang baik, selain menghibur, animasi wayang juga harus memiliki konten materi dan nilai fungsionalitas yang cukup di setiap aspeknya seperti dari segi cerita, penokohan sampai environment serta frekuensi tayangnya yang mencukupi. Sehingga penonton tidak hanya sekedar menontonnya sebagai sarana hiburan saja, namun juga bisa mempelajari bagaimana kesenian wayang Indonesia itu dimainkan, siapa saja tokoh-tokohnya, bagaimana perjalanan hidup dan cerita wayang pada umumnya, dan seperti apa ornamenornamen khas wayang Indonesia itu sendiri. Format acara yang berseri tentu juga akan banyak membantu penonton menyerap tahap demi tahap materi yang diberikan. Dengan begitu nantinya pelestarian wayang tidak hanya berhenti pada animasi wayang saja, dengan mengenal cerita wayang dan tokoh-tokohnya lewat animasi televisi maka generasi muda diharapkan akan bisa lebih mudah mengikuti cerita wayang yang diadakan di pertunjukan. Ditambah juga dengan mengenal environment serta cara memainkan kesenian wayang, diharapkan mereka juga bisa mencintai unsur-unsur kebudayaan Indonesia dan mempunyai inisiatif untuk mengembangkannya ke dalam bentuk yang lebih kreatif serta melestarikannya sebagai sebuah kebudayaan nasional. Batasan/Pendekatan Penelitian Penelitian ini berkaitan erat dengan efektifitas penyampaian cerita wayang lewat serial televisi animasi ini kepada audien. Sehingga pembahasan akan fokus pada unsurunsur cerita dan visualisasi animasi yang disukai oleh target audiens dan bagaimana contoh cara pengaplikasiannya.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan contoh alternatif media baru yang mungkin akan mampu menarik para generasi muda Indonesia melirik kembali Kesenian Wayang Indonesia sehingga dapat memicu para budayawan, pemerintah, dan masyarakat untuk membangun pelestarian kesenian wayang yang lebih kreatif dan efektif lagi guna melestarikan Budaya Indonesia khususnya dalam hal ini adalah Kesenian Wayang Indonesia.
MASALAH
Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah : Bagaimana merancang sebuah film serial animasi untuk ditayangkan di televisi yang mengangkat tema pewayangan khas Indonesia dengan “konsep cerita yang menarik untuk ditonton” sehingga bisa menjadi media pelestarian Kesenian Wayang yang efektif pada target audien?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang penulis gunakan ada 2 tahap, yaitu melalui survey kuesioner untuk mendapatkan data primer dan dari tinjauan pustaka untuk mendapatkan data sekunder a. Data Primer Berdasarkan kebutuhan yang muncul dalam proses penelitian ini, adapun data primer yang kami peroleh berasal dari : - Kuisioner mengenai pengetahuan dan perkembangan media Kesenian Wayang dan AIO terhadap 100 responden sampel Kriteria Sampel : - Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan - Usia : 8-18 tahun (target primer) 18 tahun ke atas (target sekunder) - Geografis : Indonesia b. Data Sekunder - Data dari Buku Literatur Data yang diambil berasal dari literatur yang dapat menjadi acuan dalam menentukan kriteria desain yang ada. Adapun literatur yang digunakan adalah literatur bagaimana merancang sebuah animasi, membuat sebuah karakter, environment pendukung, mentransfer cerita menjadi sebuah karakter, menentukan alur dan unsur-unsur fantasi dalam sebuah jalan cerita, buku tentang kisah-kisah pewayangan, serta buku psikologi anak sebagai pelengkap dalam mengetahui karakter dari anak dan remaja disamping melalui kuisioner. - Data dari media massa cetak (surat kabar, majalah dsb.) - Data dari internet berupa artikel atau berita - Observasi film-film animasi lewat Media Televisi dan Video Streaming sebagai bahan eksisting
PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan penulis oleh dengan menggunakan metode penelitian di atas, hasil-hasil dari data primer maupun sekunder kemudian dianalisa sehingga menghasilkan sebuah keyword. Keyword inilah yang nantinya menjadi pedoman bagaimana mengembangkan sebuah animasi pewayangan yang sesuai dengan psikografis target audien sehingga pelestarian kebudayaan bisa berjalan efektif & tepat sasaran. Berikut merupakan gambar proses penentuan keyword oleh penulis:
Gambar 1 : Proses penentuan Keyword
Seperti yang terlihat pada diagram, keyword yang ditemukan penulis adalah “Modern Puppet Action Comedy” atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu “Aksi Komedi Wayang Modern”. Maksud dari keyword ini adalah sebuah gaya penceritaan film animasi wayang yang baru/modern melalui genre cerita aksi komedi. Penceritaan Wayang modern sendiri diartikan dengan gaya bercerita pewayangan yang baru dan lebih inovatif daripada gaya bercerita yang konvensional/ umum dipakai sebelumnya. Sifat modern bisa diaplikasikan mungkin seperti pada penggunaan properti-properti baru yang digunakan serta adegan-adegan aksi yang lebih kompleks yang dimainkan karakter dalam film, layout yang sinematik dan musik latar belakang dan efek suara yang lebih bersemangat. Sedangkan Aksi dan Komedi yang dimaksud di atas merupakan salah satu subgenre dari sebuah film Aksi. Aksi sendiri merupakan film yang melibatkan unsur-unsur kekerasan, paksaan, lingkaran pembalasan, pertaruhan, perkelahian, perselisihan, klimaks pertarungan dan tentunya tak ada kata mati untuk tokoh protagonist. Sedangkan Aksi komedi sendiri merupakan salah satu subgenre dari berbagai subgenre film aksi, yang menggabungkan antara adegan-adegan aksi/laga dengan humor. Adegan-adegan aksi dalam genre ini pada umumnya hanya bersifat menghibur dan santai dan jarang sekali melibatkan kematian atau luka serius. Contoh Film Aksi Komedi yang pernah ada diantaranya adalah The Blues Brothers (1980), 48 Hrs. (1982), Midnight Run (1988), Bad Boys (1995), Rush Hour (1998), Charlie's Angels (2000), sedangkan untuk film animasinya adalah The Powerpuff Girls (1998), Samurai jack (2001), Kim Possible (2002) dan My Life as a Teenage Robot (2003).
Gambar 2 : The Powerpuff Girls (1998) dan salah satu adegan action dalam film tersebut
Gambar 3 : Samurai Jack (2004) dalam adegan action comedy
Untuk penerapan genre action sangat sesuai sekali dengan cerita pewayangan Indonesia mengingat setiap tokoh karakter pewayangan mempunyai jurus-jurus dan karakteristik yang unik yang berbeda dengan karakter lainnya dan pada setiap ceritanya hampir selalu ada konflik dan pertarungan. Sehingga setiap episodenya akan bisa memuat unsur action di dalamnya. Sedangkan untuk film animasi dengan tema komedi sangat cocok dengan karakteristik target audien dengan usia anak-anak dan remaja mengingat di usia mereka sedang membutuhkan hiburan yang segar karena mudah stress terutama remaja pada masa-masa ini akibat banyaknya tekanan mungkin dari diri sendiri, orang tua, teman, orang lain dan lingkungan. Selain itu mereka juga butuh inspirasi untuk mencari jati diri sehingga mereka akan mudah tertarik dengan hal-hal yang baru lalu mencobanya kemudian bosan lalu mencari hal-hal yang baru lagi untuk dicoba sebelum nantinya menghadapi tahap pendewasaan dengan menetapkan suatu keputusan. Dengan komedi maka cerita dapat dibawakan dengan menarik, komedi yang ditawarkan di setiap episode dituntut untuk selalu segar dan baru sehingga audien bisa terhibur dan tidak cepat bosan. Selain itu format komedi juga memberikan kesempatan bagi produsen animasi untuk bisa menampilkan hal-hal yang baru yang tidak masuk akal di dunia nyata yang tentu saja bisa menjadi daya tarik dan hiburan tersendiri bagi target audien primer maupun sekunder. Adapun dalam pengaplikasiannya nanti, sesuai dengan keyword, animasi pewayangan mungkin akan mempunyai unsur-unsur action comedy seperti :baku tembak, tebakan/kuis, pengejaran, humor situasional, petasan/ledakan, musik bertempo cepat, paket aksi, baku hantam/permainan tinju, romantisme, pasangan partner yang aneh, desakan waktu, seni bela diri, jatuh terduduk dan unsur-unsur komedi lain seperti komedi slapstick, komedi karakter, maupun komedi satire.
HASIL
Konsep cerita bergenre „Action Comedy‟ merupakan konsep pembentukan cerita Action yang lebih flexibel karena adanya unsur komedi di dalamnya. Seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya di atas bahwa dengan unsur komedi memberikan kesempatan bagi produsen animasi untuk bisa menampilkan hal-hal yang baru yang tidak masuk akal di dunia nyata yang tentu saja bisa menjadi daya tarik dan hiburan tersendiri bagi target audien primer maupun sekunder. Dalam hal ini Penulis telah menguji coba sendiri membuat sebuah animasi pewayangan berjudul “Wayang Mahabharata” dengan menggunakan konsep keyword „Modern Puppet Action Comedy‟ dan setelah di post-test terbukti pengembangan animasi dengan konsep cerita seperti ini cukup bisa diterima oleh target audien semua umur. Contoh pengaplikasian keyword tersebut, penulis kembangkan dalam konsep setting cerita. Setting cerita animasi yang diambil dalam animasi “Wayang Mahabharata” penulis adalah perpaduan antara pagelaran wayang tradisional dengan kehidupan nyata. Hal ini diwujudkan dalam pembentukan karakter berupa bentuk boneka wayang yang khas Indonesia itu sendiri, dalam hal ini mengambil boneka Wayang Kulit sebagai boneka dengan bentuk yang cukup dikenal secara umum oleh masyarakat Indonesia dan cukup mewakili kesenian wayang itu sendiri. Sehingga Setting tempatnya nanti berupa dunia yang menyerupai pagelaran pewayangan namun dengan eksplorasi yang lebih unik. Sebagai gambarannya, karakter akan berbentuk wayang dengan berbahan dasar kertas/kulit dengan gagang di setiap ujung tangannya sehingga seolah-olah dibawah kendali seorang dalang, namun boneka wayangnya sendiri bisa berekspresi lebih dinamis dengan gerakan-gerakan yang luwes sehingga tidak kaku seperti wayang di pagelaran bisaa dan seperti hidup di dunia nyata. Begitu pula semua properti dan environment yang ada juga akan memiliki gagang direlasikan seperti gunungan pada pentas pewayangan yang juga mempunyai gagang sehingga bisa digerak-gerakkan untuk menggambarkan “bumi goncang-gancing”. Peletakkannya akan terkesan seperti bertumpuk-tumpuk atau berlayer terutama untuk environment. Perbedaan dengan pagelaran wayang asli terletak pada tidak ditampilkannya dalang yang memainkan karakter-karakter wayang tersebut, sehingga seolah-olah wayang bergerak sendiri, tapi adanya gagang bisa membuat penonton berpikir lain bahwa wayang itu mungkin dikendalikan oleh orang di bawah panggung. Banyaknya gerakan dari setiap properti dan karakter akan membuat penonton juga berpikir bahwa mungkin terdapat banyak dalang yang ada di sana. Kelengkapan environment dan properties juga akan lebih memberikan suasana tersendiri, mengingat pagelaran wayang sendiri memang pada umumnya tidak ada environment kecuali berupa gunungan atau berupa presentasi powerpoint saja. Dengan format animasi ini, pertunjukan wayang bisa lebih dinamis dengan sudut pandang yang lebih variatif dan gerakan-gerakan yang eksploratif yang tidak bisa dilihat dalam pertunjukan wayang biasa.
Gambar 4 : Konsep Setting Animasi Tampak depan
Gambar 5 : Konsep Setting Animasi Tampak Samping
Berikut merupakan beberapa screenshot prototype film animasi “Wayang Mahabharata” episode ke-1 yang telah penulis buat dengan menggunakan konsep setting di atas :
Gambar 6 : Screenshot serial animasi “Wayang Mahabharata” dengan konsep “Action Comedy” buatan penulis dan tim
Sesuai dengan fungsinya sebagai alat pelestarian, produk animasi pewayangan seperti ini selain menjanjikan keuntungan yang besar juga akan memberikan kontribusi besar dalam konteks pelestarian budaya Wayang. Berikut merupakan strategi pelestarian yang bisa dibangun lewat media animasi ini : a. Dalam Format Serial Animasi
-
-
-
-
-
Pemunculan karakter dan elemen-elemen wayang Indonesia dalam bentuk gambar kartun yang lebih sederhana dan mudah dingat, sehingga memudahkan target audien mengenali tokoh-tokoh pewayangan dari segi bentuk dan warna, terutama bagi beberapa audien yang suka menggambarkan tokoh-tokoh kesukaannya secara tidak langsung bisa mempelajari bentukan-bentukan khas Wayang Indonesia Pemunculan karakter Punakawan di setiap episode untuk mengenalkan karakter pewayangan asli Indonesia yang tidak terdapat pada cerita Mahabharata dan Ramayana versi manapun kecuali di Indonesia. Memperkenalkan pakaian-pakaian batik dan beberapa senjatasenjata khas Indonesia seperti keris lewat berbagai properti yang dikenakan oleh karakter-karakter wayang dalam animasi ini Pada Opening Credit, nama karakter-karakter wayang yang berperan dalam episode tersebut di perkenalkan bersama gambar tokoh wayang dalam versi kartun dan juga dalam versi bentuk wayang aslinya. Hal ini diulang lagi pada video Filler yang nanti penulis buat, dengan begitu dapat memberikan semacam edukasi yang repetisi sehingga memudahkan target audien mengingat tokoh-tokoh wayang. Gaya penceritaan yang dirancang sesuai dengan kriteria audien dapat membuat audien mudah memahami dan menikmati jalan cerita sehingga memberikan kesan, secara tidak langsung membuat audien bisa mengingat perlahan-lahan cerita pewayangan yang terkandung di dalamnya sehingga audien lebih mudah berinteraksi dengan media pelestarian wayang lain dalam bentuk apapun meskipun memiliki cerita atau penokohan yang berbeda versi. Format Serial Televisi memungkinkan film untuk bisa ditayangkan berulang-ulang secara acak sehingga lama-kelamaan memungkinnkan audien hafal dengan cerita pewayangan lewat film animasi ini.
b. Pengembangan dalam Berbagai Format selain Televisi - Format VCD/DVD Tak sedikit penonton serial televisi yang suka dengan tontonannya, rela membeli atau menyewanya dalam format VCD/DVD. Format VCD/DVD memungkinkan audien lebih fleksibel menonton film kesukaannya. Beberapa alasan lain audien membeli VCD/DVD ini adalah untuk koleksi atau karena tidak punya waktu menonton yang sesuai dengan jam tayang TV. - Format Digital Video Itunes Lain halnya dengan Format VCD/DVD yang hanya terbatas pada Region/area distribusi tertentu, Penjualan dalam bentuk Format Digital Video Itunes akan bisa merambah audien secara internasional sehingga secara tidak langsung mengenalkan budaya Wayang khas Indonesia ke dunia Internasional. Namun meskipun begitu, pembelian dalam format e-commerce online yang ditawarkan itunes mungkin peminatnya masih sedikit di bagian negara tertentu seperti halnya Indonesia dan juga rawan pembajakan. - Format Buku Komik ScreenShot Selain dapat dinikmati dalam bentuk film, ternyata screenshot film pun juga bisa diolah menjadi media yang patut untuk dinikmati konsumen. Contohnya saja komik Spongebob Squarepants yang meskipun isinya merupakan screenshot dari tayangan televisinya dan
-
sedikit dimodifikasi dengan balon komik ternyata juga tak kalah laku dengan penjualan komik lainnya. Format Lainnya Film animasi nantinya akan mudah di aplikasikan ke media dalam format llain terutama yang berkaitan dengan barang-barang yang disukai anak-anak dan dapat dikoleksi misalnya : Mainan (Video games, Card Games, Board Games, Action Figure, Boneka dsb), Merchandise (Peralatan Sekolah, Fashion, Peralatan sehari-hari), Komik dan Novel Grafis, dan lain sebagainya
KESIMPULAN & SARAN a.
Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang penulis dapat selama pengerjaan perancangan serial televisi animasi “Wayang Mahabharata” sebagai media pelestarian kesenian Wayang Indonesia ini yaitu sebagai berikut : - Ternyata cerita Wayang Indonesia sendiri masih bisa disukai oleh generasi muda asalkan dikembangkan lewat media yang sesuai dan diolah sesuai kriteria kegemaran mereka, salah satunya lewat media animasi seperti yang penulis rancang ini. - Dalam perancangan sebuah cerita animasi bertema pewayangan hendaknya penulis memiliki pengalaman, serta mengenal banyak ceritacerita, karakter tokoh dan seluk beluk kesenian wayang yang cukup sehingga konten cerita yang ditayangkan benar-benar sarat dengan nilainilai Wayang Indonesia dan tidak menimbulkan kontroversi. - Untuk pembuatan film animasi untuk anak-anak, perlu mengetahui karakter psikologis dan intelegensi anak contohnya dengan menerapkan bahasabahasa yang lebih sederhana dan bisa diterima anak-anak lain seumurannya. b. Saran - Pembuatan film animasi seperti yang penulis rancang ini, nantinya jika benar-benar disukai oleh pasar, akan lebih mudah diturunkan ke format lain yang tentunya bisa memberikan banyak keuntungan, seperti contohnya bisa dijual dalam bentuk kemasan DVD/VCD, tayangan televisi kabel dan Video On Demand, serta bisa juga dijual dalam format digital melalui website ecommerce seperti Itunes Store. Selain itu bagi para kolektor tentu saja akan suka merchandise yang berhubungan dengan film animasi favoritnya, sehingga pengembangan karakter film ke dalam bentuk merchandise ini, seperti stiker, buku komik, kaos, peralatan sehari-hari dan sebagainya kemungkinan akan laku di pasaran. - Pelestarian budaya wayang Indonesia melalui media televisi saat ini seperti dalam bentuk format film, sinetron, animasi, siaran pagelaran wayang, acara lawak dan sebagainya sebenarnya akan menjadi sangat efektif asalkan dikemas dengan kualitas visual yang benar-benar terkonsep dan bisa memanjakan mata penontonnya, misalnya mungkin dari segi fashion diperlukan model dan warna yang khas serta cukup mencolok, dari segi spesial efek, teknik perenderan dan modeling 3D perlu diolah lebih optimal agar hasilnya mendekati nyata, pembangunan environment pewayangan juga perlu diperhatikan karena kebanyakan media lebih terfokus mengeksplorasi aksesoris khas untuk karakter sedangkan untuk environment hanya memakai bangunan-bangunan seadanya, dan yang terakhir dari segi teknik permainan sinematografi, teknik angle kamera yang bervariasi tentunya akan bisa lebih menarik perhatian dan mempengaruhi emosi penonton. - Melalui perancangan ini, semoga dapat memberikan inspirasi bagi para budayawan, masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak media yang terkait agar dapat mengolah kebudayaan Indonesia baik wayang maupun budaya lainnya yang tentunya masih banyak lagi, dengan kemasan yang lebih kreatif dan modern sehingga tak hanya bisa melestarikan budaya itu sendiri nantinya tapi juga bisa dinikmati sebagai sebuah hiburan yang utuh bagi masyarakat Indonesia sendiri, lebih-lebih secara internasional supaya bisa meningkatkan rasa bangga genenasi muda akan budaya bangsanya sendiri.
DAFTAR RUJUKAN/PUSTAKA BUKU REFERENSI Lutters, Elizabeth (2005) Kunci Sukses Menulis Skenario. PT.Grasindo : Jakarta Marx, C. (2007). Writing for Animation, Comics, & Games. USA: Focal Press. Sarno, Gregory G.(2005). Lights! Camera! Action! Crafting an Action Script. Littlebear Productions : USA Wright, J. A. (2005). Animation Writing and Development. USA: Focal Press. Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Remaja Rosdakarya: Bandung.
MAJALAH, LAPORAN & NEWSLETTER AGB Nielsen Media Research. (2010, Januari). AGBNielsen Newsletter. EDISI 1, p. 4. AGB Nielsen Media Research. (2010, Maret). AGBNielsen Newsletter. EDISI 3, hal. 7. Ariana AGB Nielsen Indonesia. (2010). TOP 100 PROGRAM - ALL CHANNELS. Concept. (2008). Majalah Concept Vol.04 edisi 22. Jakarta: Concept.
WEBSITE Arjanti, R. A. (2008). Wayang Butuh “Packaging” yang Menarik. Dipetik September 16, 2010, dari www.qbheadlines.com: http://www.qbheadlines.com/text-137 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia). (2009). Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006 dan 2009. Retrieved September 16, 2010, from www.bps.go.id: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=27¬ ab=36 Mediaindonesia.com. (2010, Februari 5). Batik, Wayang, Keris, jadi Warisan Budaya Dunia. (MediaIndonesia.com) Dipetik September 17, 2010, dari Mediaindonesia.com: http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/05/121465/90/14/BatikWayang-Keris-jadi-Warisan-Budaya-Dunia TeknoPreneur.com. (2009, September 2). Penonton Indonesia Suka Serial Animasi Action dan Komedi. Dipetik 12 1, 2010, dari TeknoPreneur.com: http://teknopreneur.com/content/penonton-indonesia-suka-serial-animasiaction-dan-komedi Urak Urek. (2010). Urakurek.Net. Dipetik Desember 1, 2010, dari Urakurek.Net: www.urakurek.Net DEPTH INTERVIEW Giyanto. (2010, Oktober 13). Wawancara: Fenomena Pengunjung Pagelaran Wayang di THR Surabaya. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, A. Harlan, & R. N. Seto, Pewawancara) Gondo, S. (2010, Oktober 14). Wawancara : Fenomena Pengunjung Pagelaran Wayang. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, & A. Harlan, Interviewers) Retno. (2010, Oktober 21). Wawancara: Wayang dalam Kurikulum Pendidikan di Kota Surabaya. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, & A. Harlan, Pewawancara)