PELATIHAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TINGKAT LANJUT
Disusun oleh : Totok Wahyu Wibowo Hero Marhaento
Bagian Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No. 1 Bulaksumur, Sleman, D.I.Yogyakarta Telp. 0274 550542, Fax. 0274 550541 Email :
[email protected] 2013
Bab I Pendahuluan Pengetian SIG Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System(GIS) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengolahan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. (Murai S. dalam Prayitno, 2000). ESRI, 1990,
mendefinisikan
SIG sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari
perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. SIG memiliki banyak nama alternatif yang sudah digunakan bertahun-tahun menurut cakupan aplikasi dan bidang khusus masing-masing, sebagai berikut: •
Sistem Infomasi Lahan (Land Information System – LIS)
•
Pemetaan Terautomatisasi dan Pengolahan Fasilitas (AM/FM-Automated Mapping and Facilities Management)
•
Sistem Informasi Lingkungan (Environmental Information System – EIS)
•
Sistem Informasi Sumber Daya (Resources Information System)
•
Sistem Informasi Perencanaan (Planning Information System)
•
Sistem Penanganan Data Keruangan (Spatial Data Handling System)
SIG kini menjadi disiplin Ilmu yang indipenden dengan nama “Geomatic”, “Geoinformatics”, atau “Geographic Information Science” yang digunakan pada berbagai departemen pemeritahan dan universitas. Dari definisi-definisi di atas maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu: a. Input Subsistem ini mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Data yang digunakan harus dikonversi menjadi format digital yang sesuai. Salah satu teknik mengubah data analog menjadi digital dengan digitasi menggunakan digitizer.
b. Manipulasi Penyesuaian terhadap data masuakan untuk proses lebih lanjut, misalnya: penyamaan skala, pengubahan sistem proyeksi, generalisasi dan sebagainya. c. Managemen Data Digunakan
Database Manegement System
(DBMS) untuk membantu menyimpan,
mengorganisai, dan mengelola data. d. Query Penelusuran data menggunakan lebih dari satu layer dapat memberikan informasi untuk menganalisis dan memperoleh data yang diinginkan, contoh:Dimana daerah yang sesuai untuk pembuangan limbah, Jenis tanah apa yang cocok untuk perkebunan, dll. e. Analisis Kemampuan untuk menganalisa data spasial untuk informasi baru. Dengan pembuatan model skenario “What if”. Salah satu fasilitas analisis yang banyak dipakai adalah analisis tumpangsusun peta (overlay). f. Visualisasi Penyajian hasil berupa informasi baru atau basis data yang ada, baik dalam bentuk softcopy maupun dalam bentuk hardcopy, seperti dalam bentuk: peta, tabel, grafik, dan lain-lain.
SIG merupakan suatu sistem komputer yang terintegrasi di tingkat fungsional dan jaringan. Komponen SIG terdiri dari : a. Perangkat Keras (hardware) Komputer (komputer tunggal, komputer sistem jaringan dengan server, komputer dengan jaringan global internet) dan periperalnya merupakan komponen yang harus tersedia untuk mengoperasikan SIG berbasis komputer. Perangkat keras untuk SIG meliputi perangkat keras: pemasukan data, pemrosesan data, dan penyajian hasil, serta penyimpanan (storage). b. Perangkat Lunak (software) Perangkat lunak yang mempunyai fungsi di atas dan fasilitas untuk penyimpanan, analisis, dan penayangan informasi geografi. Persyaratan yang penting harus dipenuhi software SIG, adalah: - Merupakan DatabaseManagement System (DBMS). - Fasilitas untuk pemasukan dan manipulasi data geografis. - Fasilitas untuk query, analisis, dan visualisasi. - Graphical User Interface (GUI) yang baik untuk mempermudah akses fasilitas yang ada.
c. Data (data) Data merupakan kompoinen yang penting dalam SIG. Keakurasian data dituntut dalam SIG. Dikenal konsep GIGO (Garbits In Garbits Out) sebaliknya Gold In Gold Out. d. Sumberdaya Manusia (People) Teknologi SIG menjadi sangat terbatas kemampuannya jika tidak ada sumberdaya yang mengelola sistem dan mengembangkan untuk aplikasi yang sesuai. Pengguna dan pembuat sistem harus saling kerjasama untuk mengembangkan teknologi SIG. e. Metode (methods) Model dan teknik pemrosesan untuk berbagai aplikasi SIG.
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data, pengolahan, analisis, pemodelan (modeling), dan penayangan data geospatial. Fungsi pengguna adalah untuk memilih informasi yang diperlukan, membuat standar, membuat jadwal pemutakhiran (updating) yang efisien, menganalisis hasil yang diinginkan dan merencanakan aplikasi. SIG bisa menjadi alat yang sangat penting pada pengambilan keputusan untuk pembangunan berkelanjutan, karena SIG memberikan informasi pada pengambil keputusan untuk analisis dan penerapan database keruangan. Pengambilan keputusan termasuk pembuatan kebijakan, perencanaan dan pengelolaan dapat diimplementasikan secara langsung dengan pertimbangan faktor-faktor penyebabnya melalui suatu kosensus masyarakat. Faktor penyebab itu bisa berupa pertumbuhan populasi, tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan, teknologi, ekonomi dll, yang kemudian ditentukan target dan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Jadi faktor penyebab dari manusia, elemen kunci dimensi manusia pada pengambilan keputusan, akan memberikan akibat pada lingkungan seperti peningkatan pemakaian sumber daya alam, urbanisasi, industrialisasi, kontruksi, konsumsi energi, dll. Akibat yang terjadi
Analisis SIG Analisis spasial Arc GIS spatial analyst menyediakan banyak fitur pemodelan dan analisis spasial. dapat digunakan untuk membuat, meng-query, memetakan dan menganalisa data raster berbasis sel, melakukan analisis gabungan raster atau vektor, memperoleh informasi baru dari data yang telah ada, meng_query informasi melalui persilangan layer data, menggabungkan data raster berbasis sel secara penuh dar data vektor tradisional. Beberapa contoh operasi spatial analyst
1. Memperoleh informasi baru dari data yang tersedia Contoh penggunaan spatial analyst tools untuk membuat informasi baru, mengukur jarak dari titik, polyline, atau polygon; menghitung kepadatan populasi dari pengukuran kuantitas pada beberapa titik; pengklasan data yang telah ada menjadi klas yang lebuh sesuai, membuat slope, aspect dan hillshade dari data elevasi.
2. Mencari lokasi yang sesuai Mencari area yang paling sesuai untuk tujuan tertentu (contoh mencari bangunan baru, atau analisis daerah risiko tinggi untuk banjir dan longsor), dengan mengkombinasikan beberapa informasi layer. Pada contoh pencarian daerah sesuai dengan kriteria lereng datar dan dekat dengan jalan diperoleh daerah dengan warna hijau meupakan yang paling sesuai untuk bangunan, warna merah paling tidak sesuai, serta warna kuning adalah daerah dengan kesusuaian sedang.
3. Identifikasi daerah terbaik antar lokasi Identifikasi bagian terbak atau penghubung optimal dari jalan, jalur pipa atau migrasi binatang. Faktor dalam ekonomi, lingkungan, atau kriteria lainnya
4. Analisis jarak dan biaya perjalanan
Membuat euclidean distance surfase untuk memahami jarak lurus dari satu lokasi ke lainnya, atau membuat cost-weighted distance surface untuk memahami biaya dari satu lokasi ke lainnya berdasarkan kriteria tertentu.
5. Analisis statistik berdasarkan local environment, small neighborhoods, or predetermined zone Melakukan perhitungan pada setiap sel diantara banyak raster, seperti perhitungan lahan pertanian rata-rata pada periode 10 tahun. Studi ketetanggaan dengan perhitungan seperti keberagaman spesies dalam lingkungan. menentukan nilai rata-rata tiap zona seperti ratarata ketinggian pada tiap zona hutan.
6. Interpolasi nilai data untuk studi area berdasarkan sample Mengukur fenomena dengan strategi lokasi sampel tersebar atau nilai ramalan untuk semua lokasi dengan menginterpolasi nilai data. Contohnya membuat raster permukaan dari ketinggian, polusi, atau titik sampel.
7. Membersihkan bermacam data untuk analislis atau tampilan tingkat lanjut Membersihkan data raster yang mengandung data salah atau tidak relevan untuk analisis lebih detail yang dibuthkan.
Analisis 3 dimensi Data yang dapat diolah secara 3D adalah data yang memiliki informasi nilai ketinggian (z). Analisis 3D pada ArcGIS digunakan untuk tampilan, analisis, dan pembuatan permukaan tiga dimensi (3D). Secara umum kemampuan 3D Analyst dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Melihat permukaan dari berbagai sudut pandang 2. Query permukaan 3. Membuat gambar perspektif realistis 4. Menguji dampak srruktur visual dari bangunan baru 5. Analisis sebaran polutan di atmosfer, permukaan, dan dibawah permukaan 6. Menampilkan distribusi pendapatan dalam komunitas 3D Analyst juga memiliki tool untul analisis dan pemodelan tiga dimensi seperti viewshed dan line-of-sight analyst, interpolasi titik tinggi, profiling, pembuatan kontur, penentuan bagian tercuram.
Silabus Pelatihan Tingkat Lanjut • Ditujukan kepada staf teknis pengelola kawasan konservasi yang dalam pelaksanaan tugasnya membantu kegiatan analisis data spasial untuk mendukung proses pengambilan keputusan • Prasyarat : o Calon peserta mampu mengoperasikan dasar ArcGIS 9.3. o Kantor/Instansi yang bersangkutan sudah memiliki perangkat komputer yang memadai untuk pengoperasian SIG dan sudah terinstall software ArcGIS 9.3. • Software yang digunakan : ArcGIS 9.3. • Output yang diharapkan : o Peserta mampu membangun logika basis data spasial dan berpikir secara spasial (think spatially) o Peserta pelatihan mampu melakukan analisis data spasial tingkat lanjut untuk mendukung kegiatan pengelolaan kawasan konservasi o Peserta mampu mengekstraksi data dari citra satelit untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi
o Peserta mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi (melalui studi kasus : zonasi/penataan blok) o Peserta mampu memanfaatkan teknologi SIG dalam membangun kerangka pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort Waktu
Materi
JPL (Jam Pelajaran)
Hari 1
1. Pengantar Geodatabase 2. Pemahaman logika basis data 3. Pre-test Pengetahuan Dasar Aplikasi SIG dengan ArcGIS 9.x 1. Pengantar Penginderaan Jauh 2. Pengolahan Citra Digital 3. Interpretasi Citra Satelit 1. Pengantar Aplikasi Digital Elevation Model (DEM) 2. Teknik Pengolahan Citra DEM 3. Ekstraksi data DEM untuk Berbagai Aplikasi bidang Kehutanan 1. Pengantar Aplikasi SIG untuk Penyusunan Zonasi/Blok Kawasan Konservasi 2. Praktek Penyusunan Zonasi/Blok Kawasan Konservasi
8
1.
8
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Pengantar Kerangka Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Resort 2. Penyusunan Basis Data Spasial dengan Grid Analysis 3. Penyusunan Protokol Sistem Informasi Manajemen Resort Total JPL : 40 jam
8
8
8
Bab II Refreshing ArcGIS
Arc GIS merupakan software yang rancang oleh ESRI, di dalam Arc GIS terdapat 5 jenis bagian jendela program yaitu Arc Catalog, Arc Globe, Arc Map, Arc Reader, dan Arc Scene. Setiap bagian jendela program tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam pengolahan data GIS. •
Arc Catalog secara umum memiliki fungsi yang mirip dengan “Windows Explorer”, digunakan untuk meng-copy/paste data, membuat data shapefile, melihat metadata, melihat preview, dll.
•
Arc Globe berfungsi seperti globe, digunakan untuk menampilkan data GIS dalam bentuk bumi bulat.
•
Arc Map merupakan bagian yan paling sering digunakan, berfungsi sebagai lembar kerja dalam pengolahan data GIS. Fungsi prosesing data GIS dilakukan pada Arc Map.
•
Arc Reader digunakan untuk menampikan/menerbitkan data GIS dalam jaringan internet.
•
Arc Scene digunakan untuk menampilkan data GIS dalam 3 dimensi. untuk menampilkan data dalam bentuk 3D, data yang digunakan harus memiliki nilai/informasi ketinggian (Z).
Membuat shapefile menggunakan ArcCatalog (titik, garis, area) UTM Zona 49S Shapefile merupakan jenis data GIS yang berbentuk vektor, terdiri dari 3 jenis yaitu titik, garis, dan area. Pembuatan shapefile dilakukan di ArcCatalog. 1.
Untuk membuka jendela Arc Catalog silahkan Klik Start > All Program > ArcGIS > ArcCatalog.
2.
Membuat folder sebagai tempat latihan, klik misalnya di drive D: dengan nama latihan.
3.
Setelah itu buat shapefile di folder latihan. Beri nama sesuai jenis shapefile-nya, untuk “Titik” Feature Shape yang dipilih adalah Point, “Garis” dipilih Polyline, sedangankan “Area” dipilih Polygon. Klik kanan pada folder latihan – New – Shapefile.
4.
Pada description tertulis ”Unknow Coordinate Systems”, untuk mengisinya klik edit muncul jendela Spatial Reference Properties klik Select > Projected Coordinate Systems > UTM > WGS 1984 > WGS 1984 UTM Zone 49S. Zona ini dipilih karena pada latihan ini karena data yang akan digunakan berada pada zona tersebut.
Open data dan atributnya (titik, garis dan area) Pembuatan data vektor (input data) dalam ArcGIS dilakukan menggunakan ArcMap. ArcMap dapat digunakan untuk pemrosesan data vektor dan data raster. Data vektor yang dapat diolah di ArcMap adalah data dalam format shapefile (*.shp), (*.gdb), (*.dwg), (*.arc). Sedangkan data raster yang dapat digunakan di ArcMap adalah data dalam format *.TIF, *.JPG, *.BMP, *.GRID, dll. Langkah dalam menggunakan ArcMap adalah sebagai berikut 1.
Membuka program Arc Map. Klik Start > All Program > ArcGIS > ArcMap.
2.
Beberapa Tool Dasar (Standart Tools) yang harus diketahui dalam Arc Map.
Keterangan : 1) Pembuatan Project baru (*mxd) 2) Membuka file project. 3) Menyimpan Project yang dikerjakan 4) Mencetak file peta (Print) 5) Cut feature dan label 6) Copy feature 7) Paste feature 8) Delete feature 9) Undo dan redo proses 10) Add feature, menembah data yang akan digunakan (raster dan vektor) 11) Pengaturan skala tampilan 12) Tool editor 13) ArcCatalog 14) ArcToolbox 15) Fasilitas comman line 16) Tool model builder 17) Tool bantuan perangkat (membutuhkan bantuan windows)
3.
Untuk menambahkan data raster dan atau vektor (*.shp) gunakan tool Add Data
.
Dalam latihan ini tambahkan data kecamatan_diy (titik), sungai_diy (garis), dan kecamatan_diy_poly (polygon) dari folder Data Pelatihan.
Selain memiliki data gambar/vektor, Shapefile juga memiliki informasi yang berupa atribut/tabel. Untuk menampilkan atribut dari suatu shapefile: 1.
Tampilkan data spasial yang ingin diedit atau dilihat atributnya, sehingga data tersebut tampak pada Table of Contents.
2.
Klik kanan pada data (layer) yang dimaksud kemudian pilih Open Attribute Table. Cobalah untuk membuka atribut dari ketiga shapefile di atas.
3.
Untuk menambahkan field/kolom tabel gunakan fasilitas Option > Add Field. Sebagai catatan pada saat operasi penambahan field ini hanya bisa dilakukan ketika Editor dalam keadaan Stop Editing.
4.
Isikan nama field yang diinginkan dan tentukan Type data yang akan diisikan. Beberapa type yang digunakan adalah short integer, long integer, float, double, text, dan date menyesuaikan dengan jenis data yang akan dimasukan.
5.
Kemudian ketika pengisian data atribut, aktifkan Editor pada keadaan Start Editing. Jika pada saat memasukkan data ingin menyimpan terlebih dahulu klik Editor > Save Edits, dan apabila telah selesai klik Editor > Stop Editing.
6.
Berikut ini adalah beberapa tools yang ada pada menu Options pada data Atribut.
Konversi data GPX menjadi data SHP Data dengan format *gpx umumnya merupakan data yang bersumber dari GPS. Untuk dapat diolah secara maksimal di ArcGIS, data tersebut harus diubah formatnya menjadi Shapefile. 1.
Pada jendela ArcMap silahkan add data dengan klik
, lalu arahkan pada lokasi
penyimpanan file *.gpx. Cukup klik sekali pada data tersebut lalu klik Add.
2.
Oleh karena file *.gpx merupakan gabungan dari 4 fitur utama GPS (Waypoint, Route, Track, dan Metadata) maka pada saat awal tampilan muncul keempat data tersebut pada Table of Content, meskipun hanya waypoint yang memiliki data. Silahkan hilangkan (Klik kanan > Remove) data yang tidak ingin dikonversi. Dalam hal ini sisakan hanya waypoint saja.
Klik kanan > Remove
3.
Data yang tertampil tersebut masih dalam format *.gpx sedangkan untuk mempermudah editing data tersebut harus diubah menjadi shapefile. Untuk mengubah format *.gpx menjadi *.shp digunakan export data. Pada layer klik kanan pada layer Waypoint > Data > Export Data.
4.
Pada Output shapefile or feature class pilih folder dan beri nama shapefile, misalnya titik_kecamatan.shp lalu klik Save > OK.
5.
Akan muncul kotak dialog yang menanyakan apakah anda akan menambahkan shapefile baru tersebut ke dalam ArcMap. Pilih Yes.
Menampilkan Data Spasial berdasarkan data Koordinat Arc Map dapat menampilkan data xy yang bersumber pada Microsoft Excel kemudian mengubahnya menjadi format Shapefile. 1.
Aturlah data koordinat anda pada Microsoft Excel sedemikian rupa sehingga baris pertama berisikan nama kolom, sementara baris selanjutnya adalah data. Jumlah kolom yang ditambahkan tidak memiliki batasan, yang utama adalah terdapat kolom Latitude dan Longitude baik dalam koordinat Geografis ataupun UTM. Dalam latihan ini data excel sudah disiapkan dengan nama data_titik_kecamatan.xlsx.
2.
Buka file data_titik_kecamatan.xlsx dengan cara klik Add Data pilih file Excel (double klik) yang akan dibuka kemudian pilh Sheet1$ (Sheet tempat menyimpan data).
3.
Maka akan bertambah satu tabel atribut baru yang hanya bisa dilihat pada Table of Content dengan tab Source.
Tab Source pada Table of Content
4.
Menampilkan data, klik kanan tabel sheet1$ > Display XY Data. Akan muncul jendela baru, silahkan pilih X pada X Field dan Y pada Y Field (sesuaikan dengan nama kolom pada file Excel).
5.
Pada Description apabila masih tertulis “Unknown Coordinate Systems” klik Edit muncul jendela Spatial Reference Properties klik Select > Projected Coordinate Systems > UTM > WGS 1984 > WGS 1984 UTM Zone 49S.
6.
Data akan ditampilkan dalam ArcMap tapi masih berupa file Events/temporary, untuk merubahnya menjadi shapefile silahkan klik kanan Sheet1$ Events > Export data.
7.
Pilih lokasi dan nama file pada Output shapefile or feature class.
Memberikan Informasi Koordinat pada Data Titik Informasi koordinat dapat ditambahkan dalam atribut tabel shapefile. 1.
Klik kanan pada data atau layer yang dimaksud pilih Open Attribut Table. Dalam latihan ini silahkan buka file kecamatan_diy.shp.
2.
Tambah Field baru dengan cara klik Option > Add Field.
3.
Muncul jendela Add Field. Beri nama untuk kordinat x (misal X), pilih tipe field Double. Lakukan penambahan kolom lagi untuk kordinat y.
4.
Pada atribut table klik kanan nama kolom (kolom X) yang akan diisi kordinat pilih Calculate Geometry.
Muncul jendela Calculate Geometry,
pada property
pilih
X Coordinate of Centroid untuk koordinat X. Ulangi proses yang sama untuk kolom Y, gunakan Y Coordinate of Centroid.
Menghitung Panjang dari Suatu Data Garis Menghitung panjang digunakan untuk data vektor yang berbentuk garis, misalnya fitur jalan, sungai, rute penerbangan, dan lainnya. 1.
Masukan data dengan cara klik Add Data
pilih nama file. Pada latihan ini gunakan
data sungai_diy.shp
2.
Klik kanan data atau layer yang akan dihitung panjangnya, pilih Open Attribute Table.
3.
Membuat kolom baru dengan cara klik Option > Add Field. Beri nama (misal Panjang) dan pilih Double sebagai tipe field.
4.
Klik kanan pada nama kolom yang akan diisi nilai panjang, pilih Calculate Geometry. Pada property pilih Length karena yang dihitung adalah panjang. Pilih Meters (m) pada Units, units yang dimaksud adalah satuan panjang yang akan dihitung. Klik OK.
Menghitung Luas dari Suatu Polygon Perhitungan luas digunakan untuk daya yang berbentuk area (Polygon). Cara yang digunakan mirip dengan perhitungan panjang. 1.
Masukan data dengan cara klik Add Data
pilih nama file. Pada latihan ini gunakan
data kecamatan_diy_poly.shp.
2.
Klik kanan data atau layer yang akan dihitung luasnya, pilih Open Attribute Table.
3.
Buatlah kolom baru dengan cara klik Option > Add Field. Beri nama (misal Luas) dan pilih Double sebagai tipe field.
4.
Klik kanan pada nama kolom yang akan diisi nilai luas, pilih Calculate Geometry. Pada property pilih Area karena yang dihitung adalah luas. Untuk perhitungan pada ArcMap versi 9.3 terdapat cacat (bug), yaitu ketidaksesuaian hasil perhitungan luasan jika menggunakan Units Hectares (ha). Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut gunakan adalah Squares Meter (sq m) setelah itu baru diubah kedalam satuan hektar.
5.
Untuk mengubah luas dalam satuan Squares Meter ke satuan Hectares, buatlah kolom baru (klik Option > Add Field). Beri nama (misal Hectares) dan pilih Type Double.
6.
Klik kanan pada nama kolom yang akan dihitung luas (Hectares) pilih Field Calculator.
7.
Pilih kolom yang berisi luas dalam Squares Meter (sq m) kemudian dibagi dengan 10000. Angka 10000 merupakan nilai pembagi dari satuan meter persegi ke dalam hektar. Formulanya adalah [luas] /10000.
Bab III Penginderaan Jauh
Pada bagian ini akan dibahas tentang pengolahan dasar citra penginderaan jauh dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS.
Display Data dan Komposit Citra 1.
Untuk membuka/menampilkan citra digital di ArcMap gunakan tombol Add Data
.
Buka file landsat.tif (terdiri atas 6 band/saluran) yang telah disediakan pada folder data pelatihan. Pilih semua band dengan cara drag selection, lalu klik Add.
Drag Selection lalu klik Add
2.
Akan muncul kotak dialog yang menanyakan “apakah anda ingin membuat Layer Pyramid?”, pilih Yes. Layer Pyramid akan memudahkan anda dalam display citra pada skala yang berbeda-beda. Buatlah Layer Pyramid untuk keenam saluran citra Landsat.
3.
Citra Landsat tersebut akan tampak pada display ArcMap secara terpisah seperti gambar berikut ini. Untuk membuat suatu tampilan komposit diperlukan penggabungan saluran (layer stacking) dengan cara aktifkan ArcToolbox > Data Management Tools > Raster > Raster Processing > Composite Bands.
4.
Masukkan semua file landsat ke dalam Input Rasters. Perhatikan urutan band/saluran pada kotak dialog tersebut, saluran 1 harus terletak paling atas, dan secara berurutan ke bawah hinggan saluran 7. Jika sudah tertata urutannya jangan lupa untuk menentukan nama file dan lokasi penyimpanannya. Pada penamaan nama file bubuhkan pula ekstensi *.tif (atau ekstensi lain, jika menggunakan data format lain). Jika sudah klik OK.
5.
Maka citra landsat_diy.tif akan muncul ke dalam display ArcMap. Pada awalnya tampilan citra akan kurang sedap dipandang mata, seperti tampak pada gambar berkut ini. Namun tampilan ini dapat diperbaiki dengan mengubah kombinasi komposit citra.
6.
Untuk melakukan komposit citra, caranya cukup klik kiri pada kotak warna Red, Green dan Blue, gantilah dengan komposit yang diinginkan (misalnya 321, 432, 457, atau 451). Dalam hal ini band 6 adalah band 7 dari citra Landsat.
Klik pada kotak berwarna
Pilih band
7.
Untuk contoh gunakan display Red: band_3, Green: band_2, dan Blue: band_1
8.
Lakukan komposit citra dengan kombinasi yang lain, lalu bandingkan hasilnya untuk objek vegetasi, tanah, air dan permukiman.
Masking Citra menggunakan Shapefile (Polygon) Masking dilakukan untuk menghilangkan bagian citra yang tidak diinginkan, misalnya terdapat bagian citra yang tertutup awan ataupun ingin menghilangkan citra di luar wilayah administrasi suatu daerah. Secara sederhana masking dapat diartikan sebagai pemberian penutup untuk citra, dimana bagian yang ditutup tersebut adalah bagian yang dipertahankan. Data citra Landsat pada latihan sebelumnya terdapat tutupan awan, yang tentunya cukup mengganggu. Oleh karena itu pada subbab ini anda akan belajar menghilangkan tutupan awan tersebut. 1.
Buat shapefile baru dengan tipe geometri Polygon. ArcToolbox > Data Management Tools > Feature Class > Create Feature Class. Tentukan folder tempat penyimpanan, beri nama file, dan tentukan tipe geometrinya (polygon). Klik OK.
2.
Gunakan komposit citra yang paling jelas untuk melihat tutupan awan, yaitu kombinasi 321. Mulailah editing dengan cara klik Editor > Start Editing.
3.
Pertama – tama buatlah polygon yang menutupi seluruh area citra (gunakan Task “Create New Feature”).
4.
Lalu ubah Symbology dari shapefile menjadi Hollow. Klik symbol kotak dari shapefile pada Table of Content hingga muncul Symbol Selector, lalu pilih Hollow (Outline dapat dimodifikasi warna ataupun ketebalannya). Klik OK.
Pilih Hollow Ubah sesuai selera Klik
5.
Ubah Task menjadi “Cut Polygon Features” kemudian potonglah polygon sesuai dengan area yang tertutup awan. Jika sudah selesai mendelineasi awan, jangan lupa untuk memotong area citra yang berwarna hitam di bagian kanan dan bawah.
Cut Polygon Features
6.
Setelah selesai digitasi, langkah selanjutnya adalah menghapus polygon yang terletak di atas daerah yang ingin dihilangkan.
Select Features
7.
Delete
Langkah selanjutnya adalah dengan menyimpan hasil editing Editor > Save Edits lalu Stop Editing. Sekarang Mask Features sudah terbentuk.
8.
Untuk melakukan masking gunakan ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Extratcion > Extract by Mask. Pada Input Raster masukkan landsat_band1.tif, pada Input Raster or Feature Mask Data masukkan shapefile hasil digitasi, dan tentukan lokasi penyimpanan. Lakukan hal yang sama untuk band yang lainnya, dan buatlah Composite Band yang baru.
Klasifikasi Tak Terselia (Unsupervised Classification) Dalam perangkat lunak ArcGIS, secara teknis klasifikasi tak terselia hanya berfungsi ketika mengumpulkan daerah contoh (signatures), yang dalam hal ini menggunakan algoritma ISO Cluster. Setelah daerah contoh hasil algoritma tersebut dihasilkan, klasifikasi masih harus dijalankan dengan menggunakan algoritma Maximum Likelihood. Berikut ini adalah langkah-langkahnya.
1.
Aktifkan ArcToolbox dengan cara klik pada ikon
.
2.
Pilih Spatial Analyst Tools > Multivariate > klik double pada Iso Cluster, sehingga muncullah kotak dialog Iso Cluster.
3.
Isikan citra Landsat hasil masking (band 1-7) sebagai Input raster bands, berikan nama output dan tempat penyimpanan, dan isikan jumlah kelas (dalam contoh ini diisi 10). Jika sudah klik OK, tunggu hingga proses clustering selesai.
4.
Tahap selanjutnya yaitu melakukan klasifikasi menggunakan algoritma Maximum Likelihood. Pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst > Multivariate > Maximum Likelihood Classification. Masukkan citra Landsat hasil masking (band 1 – 7) sebagai Input raster bands, pilih signature file yang telah dibuat sebelumnya, dan tentukan file output. Klik OK.
5.
Maka klasifikasi tak terselia pun berhasil dilakukan. Penting diperhatikan disini adalah bahwa kelas 1 – 10 yang telah dibuat belum memiliki makna, sehingga diperlukan kerja lapangan atau data bantu lain untuk mengartikannya.
Klasifikasi Terselia (Supervised Classification) Berbeda dengan klasifikasi tak terselia, yang pada pengumpulan daerah contoh (signatures) dilakukan secara otomatis, maka pada klasifikasi terselia pengumpulan daerah contoh dilakukan secara mandiri oleh pengguna. Berikut ini adalah langkah-langkahnya. 1.
Buat shapefile baru melalui ArcToolbox, yaitu ArcToolbox > Data Management Tools > Feature Class > Create Feature Class. Buat shapefile dengan tipe geometri Polygon.
2.
Mulailah sesi editing (Toolbar Editor > Start Editing > Task “Create New Feature”). Buatlah daerah contoh untuk kelas penutup lahan seperti tertera dalam tabel berikut. Pada satu kelas penutup lahan usahakan untuk membuat daerah contoh yang tersebar merata, tidak hanya satu bagian saja, agar hasil klasifikasi semakin akurat. Jangan lupa untuk memberikan data atribut pada poligon yang telah dibuat. Untuk kelas penutup lahan gunakan type field Text, sedangkan untuk Kode/ID gunakan type field Short Integer.
Tabel 1. kelas penutup lahan untuk klasifikasi terselia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
Penutup Lahan Hutan Tegalan Semak Belukar Kebun Campuran Rumput Permukiman Sawah Tubuh Air Pasir Lainnya*
Kode 10 20 30 40 50 60 70 80 90 ...
*) jika ingin menambahkan kelas penutup lahan.
3.
Langkah selanjutnya yaitu mengubah shapefile daerah contoh yang telah dibuat menjadi signatures, dengan cara Spatial Analyst Tools > Multivariate > Create Signatures. Pada Input raster bands masukkan citra Landsat hasil masking, pada input sample data masukkan shapefile daerah contoh, pada sample field pilih KODE dan tentukan lokasi penyimpanan signatures.
4.
Tahap selanjutnya yaitu melakukan klasifikasi menggunakan algoritma Maximum Likelihood. Pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst > Multivariate > Maximum Likelihood Classification. Masukkan citra Landsat hasil masking (band 1 – 7) sebagai
Input raster bands, pilih signature file yang telah dibuat sebelumnya, dan tentukan file output. Klik OK.
5.
Ubah (convert) data hasil klasifikasi tersebut dari format raster menjadi vektor, dengan cara ArcToolbox > Conversion Tools > From Raster > Raster to Polygon. Input raster masukkan file hasil klasifikasi lalu tentukan lokasi penyimpanan. Klik OK.
6.
Sampai tahap ini anda sudah berhasil menurunkan informasi penggunaan lahan dari citra penginderaan jauh menjadi data vektor. Langkah selanjutnya anda dapat memainkan analisis Dissolve untuk menggabungkan kelas penggunaan lahan yang sama, lalu memberikan field keterangan dengan berdasar pada GRIDCODE. Jika hasil tersebut kurang memuaskan atau ternyata berbeda dengan hasil crosscheck lapangan, anda dapat mengulangi pembuatan daerah contoh (langkah 2).
Klasifikasi Manual (on screen digitizing) Umumnya dalam melakukan klasifikasi secara digital/otomatis adalah hasil klasifikasi yang kurang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu ambang batas akurasi 85 % pun sudah diterima sebagai data yang dapat digunakan. Untuk mengatasi kendala tersebut anda sebenarnya dapat menggunakan metode klasifikasi manual, yang secara teknis merupakan on screen digitizing. Namun anda juga harus bersiap diri, karena pekerjaan digitasi adalah hal yang sangat menguras tenaga dan pikiran. 1.
Masukkan (Add Data) citra Landsat hasil masking yang sudah dikompositkan beserta shapefile mask. Ubah Syombology shapefile mask menjadi hollow dan ubah pula outline-nya.
2.
Duplikasi shapefile mask, dengan cara klik kanan pada layer mask > Data > Export Data. Tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama, misalnya landuse_manual.shp. klik OK.
3.
Tambahkan shapefile baru tersebut ke dalam ArcMap, kemudian ubah symbology-nya. Sementara itu shapefile mask dapat dihilangkan (klik kanan > Remove).
4.
Sebelum memulai editing bukalah atribut dari shapefile landuse_manual kemudian tambahkan satu kolom baru (Options > Add Field) dengan nama Keterangan dan type field Text. Klik OK.
5.
Mulailah sesi editing dengan cara Editor > Start Editing, dengan Target landuse_manual dan Task “Cut Polygon Features”. Mulailah memotong bagian-bagian polygon sesuai dengan penggunaan lahan yang tampak pada citra Landsat. Jika anda tidak merasa nyaman pada suatu komposit, gantilah komposit citra sesuai keinginan anda. Gunakan kelas penggunaan lahan pada Tabel 1. Disini anda dituntut jeli dalam
menentukan polygon dari suatu kelas penggunaan lahan. Jangan lupa untuk menambahkan keterangan penggunaan lahan pada atribut shapefile landuse_manual. Perhatikan pula skala peta pada saat digitasi, usahakan sama atau lebih besar dengan skala peta output.
6.
Jika sudah selesai digitasi atau ingin istirahat jangan lupa untuk menyimpan hasil digitasi dan menutup sesi editing (Editor > Save Edits, Editor > Stop Editing).
Bab IV Analisis 3 Dimensi
Analisis 3 Dimensi selalu menjadi sub bahasan sendiri dalam Sistem Informasi Geografis, karena melibatkan dimensi data ketiga yang umumnya berupa data ketinggian tempat. Sebenarnya dimensi ketiga tersebut (sumbu-z) tidak hanya dapat diisi oleh data ketinggian saja, namun data lain seperti intensitas hujan, kelembapan, suhu, dan data continuous yang lain. Bentuk data 3 dimensi yang sering dijumpai pada peta dasar maupun tematik yaitu garis kontur. Pada dasarnya satu garis kontur merepresentasikan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama. Oleh karena memiliki informasi ketinggian, peta kontur dapat digunakan untuk memberikan gambaran 3 dimensi kenampakan muka bumi. Garis kontur yang rapat akan menunjukkan lereng yang curam, sebaliknya garis kontur yang renggang akan menunjukkan bahwa daerah tersebut relatif datar/landai. Pada latihan ini anda akan mempelajari bagaimana
mengolah data garis kontur menjadi data model elevasi digital (DEM) beserta berbagai turunannya. Sebelum memulai latihan analisis 3 dimensi terlebih dahulu aktifkan tools 3D analyst pada ArcMap melalui Tools > Extensions > contreng 3D Analyst > OK.
Pembuatan Data DEM Menggunakan Data Kontur 1.
Pada latihan ini telah disediakan data garis_kontur_diy.shp yang merupakan garis kontur dengan interval ketinggian 12,5 meter (ditambah kontur bantu). Bukalah data tersebut melalui fasilitas Add Data. Untuk memastikan ada tidaknya data ketinggian, bukalah
data atribut dari garis kontur tersebut, pastikan terdapat satu kolom yang berisi informasi ketinggian
(dalam
hal
ini
kolom
HEIGHT).
Tambahkan
pula
data
kecamatan_diy_poly.shp.
2.
Untuk mengubah data kontur tersebut menjadi model medan digital (DEM) pilih ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Interpolation > Topo to Raster. Pada Input Feature Layer masukkan garis_kontur_diy, simpan Output surface raster dengan nama DEM, tentukan Output cell size 30 (meter), ubah Output extent menjadi Same as layer kecamatan_diy_poly, lalu klik OK.
3.
Sampai disini anda telah berhasil membuat model elevasi digital (DEM) berdasarkan data kontur.
Turunan DEM a. Kelas Ketinggian (Elevation) Data DEM yang telah dibuat merupakan data continuous yang dapat direpresentasikan dalam kelas ketinggian. Namun untuk keperluan analisis berbasis vektor anda perlu mengubahnya terlebih dahulu. Berikut ini adalah langkah-langkahnya. 1.
Buka file DEM yang telah anda buat sebelumnya, lalu perhatikan nilai ketinggian minimum dan maksimumnya. Anda dapat mempersiapkan kelas ketinggian sebelumnya sesuai dengan tujuan analisis anda. Pada latihan ini kelas ketinggian dibedakan berdasarkan tipe vegetasinya (lihat Tabel 2).
Tabel 2 Kelas Ketinggian Menurut Tipe Vegetasi No. 1. 2. 3. 4. 2.
Kelas Ketinggian (dpl) < 700 meter 700 – 1500 meter 1500 – 2500 meter > 2500 meter
Keterangan Lowland Sub-Montana Montana Sub-Alpin
Pengelasan dapat dilakukan dengan cara klik ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify. Pada Input raster masukkan DEM, Reclass field biarkan tetap Value, kemudian klik Classify.
3.
Pada kotak dialog Classification anda dapat mengubah jumlah kelas dan batas kelas sesuai dengan keinginan anda. Bahkan berbagai metode klasifikasi sudah disediakan oleh ArcMap seperti Natural Breaks, Equal Interval, Quantile, Geometrical Interval, dan lainnya. Jika pilihan jumlah kelas tidak bisa diubah, gantilah metode klasifikasi menjadi Natural Breaks, lalu ubah jumlah kelas menjadi 4. Kemudian pada Break Values gantilah menjadi batas atas kelas. Jika sudah klik OK.
4.
Kembali pada kotak dialog Reclassify, tentukan lokasi penyimpanan hasil beserta namanya (beri nama Elevasi). Klik OK.
5.
Akan terbentuk data raster baru dengan nilai 1 – 4, yang merupakan representasi dari kelas ketinggian (simbol warna dapat berbeda antar komputer).
6.
Langkah selanjutnya adalah mengubah data raster tersebut menjadi data vektor, dengan mengakses ArcToolbox > Conversion Tools > From Raster > Raster to Polygon. Masukkan elevasi sebagai Input Raster, tentukan lokasi penyimpanan, dan berilah nama file output (misal peta_elevasi_diy.shp). Klik OK.
7.
Peta elevasi dalam format vektor pun muncul sebagai hasilnya, namun peta tersebut belum memiliki data atribut yang komprehensif karena hanya berisi data Gridcode. Tambahkanlah kolom baru dengan nama ELEVASI dengan type field Text. Isikan
keterangan ketinggian tempat sesuai dengan Tabel 2. Sebagai catatan, Gridcode adalan nomor kelas ketinggian.
b. Kemiringan Lereng (slope) Peta kemiringan lereng menunjukkan berapa derajad atau persen kemiringan suatu permukaan tanah. Secara teori penurunan informasi DEM menjadi data kemiringan lereng dapat dilihat pada menu Help ArcGIS dengan mengetikkan kata kunci slope. Pada prakteknya peta kemiringan lereng banyak digunakan sebagai dasar analisis-analisis spasial, sebagai contoh untuk penentuan area sukaan habitat, prediksi daerah rawan longsor, pembuatan peta arahan, dan lainnya. 1.
Buka data DEM, lalu akses ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Surface > Slope. Anda akan menemui kotak dialog Slope, masukkan data DEM sebagai Input raster, tentukan lokasi penyimpanan dan berilah nama, dan tentukan Output measurement (derajad atau persen). Dalam latihan ini gunakan Percent_Rise. Klik OK.
2.
Hasilnya adalah peta kemiringan lereng yang masih berupa data continuous.
3.
Seperti halnya peta elevasi, anda juga dapat mengelaskan kemiringan lereng berdasarkan kriteria yang anda inginkan. Dalam latihan ini gunakan kelas kemiringan lereng pada Tabel 3. Tabel 3 Kelas Kemiringan Lereng No. Kemiringan (Persen) 1. 0–8 2. 8 – 15 3. 15 – 25 4. 25 – 45 5. > 45
Kategori Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
4.
Untuk mengelaskan kemiringan lereng gunakan ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify. Sama seperti sebelumnya pada tool ini anda akan membagi kemirinan lereng ke dalam kelas yang telah ditentukan pada Tabel 3. Masukkan slope sebagai Input raster, lalu klik Classify. Ubahlah jumlah kelas menjadi 5 dan ubah pula batas atas dari setiap kelas sesuai dengan Tabel 3 (Lihat Gambar). Jika sudah klik OK.
5.
Hasil dari Reclassify tersebut adalah data raster yang siap diubah menjadi data vektor. Untuk mengubahnya akses ArcToolbox > Conversion Tools > From Raster > Raster to Polygon. Isikan peta slope hasil Reclassify ke dalam Input raster, tentukan lokasi penyimpanan dan nama file output (misal peta_slope_diy.shp).
6.
Tambahkan kelengkapan data peta_slope_diy dengan menambahkan informasi pada data atributnya. Buatlah kolom baru dengan nama LERENG dan type field Text, lalu isilah keterangannya.
c. Bayangan (Hillshade) Hillshade banyak digunakan untuk kepentingan estetika dalam menentukan tata letak suatu peta. Secara arti hillshade dapat dikatakan sebagai permukaan tiga dimensi yang merepresentasikan pencahayaan hipotetik yang dirancang sendiri oleh pembuatnya. 1.
Buka data DEM, lalu akses ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Surface > Hillshade. Masukkan data DEM sebagai Input raster, tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama file output (misal hillshade). Azimuth merupakan arah sinar datang, secara default ArcMap memilih arah 315° atau Barat Laut. Sementara itu Altitude yang dimaksudkan pada tools tersebut adalah sudut yang dibentuk antara tanah dengan sumber cahaya, secara default ArcMap memilih altitude 45°. Untuk sementara kedua opsi ini biarkan secara default. Klik OK.
2.
Akan tertampil data hillshade pada ArcMap. Tambahkah peta_slope_diy ke dalam ArcMap, lalu ubahlah tampilannya dengan mengatur transparansi hingga 40%, caranya dengan klik kanan peta_slope_diy > Properties > Display > isikan angka 40 pada form Transparent.
3.
Zoom In tampilan pada wilayah yang berbukit, lalu bandingkan tampilan antara sebelum dan sesudah menggunakan data hillshade. Tanpa Hillshade
Dengan Hillshade
d. Penampang Melintang (Profiling) Penampang melintang merupakan kenampakan dua dimensi dimana sumbu X menunjukkan jarak antara 2 titik, sementara sumbu Y menunjukkan data ketinggian. contoh aplikasi dari penampang melintang ini adalah untuk menentukan apakan rute suatu perjalanan dominan tanjakan/turunan ataukah hanya datar/landai saja. 1.
Aktifkan Toolbar 3D Analyst dengan cara klik View > Toolbars > contreng 3D Analyst. Jika sudah aktif maka sudah terdapat tanda contreng.
2.
Buka data DEM dan kecamatan_diy_poly.shp. Untuk menampilkan penampang melintang gunakan tombol Interpolate Line
pada Toolbar 3D Analyst, lalu
gambarlah garis antara dua kecamatan (sebagai contoh antara Kecamatan Pakem dengan Kecamatan Saptosari.
3.
Dalam kondisi garis tersebut terpilih (ditandai dengan garis putus-putus warna biru di sekelilingnya) klik tombol Create Profile Graph
pada toolbar 3D Analyst.
Maka akan terbentuklah penampang melintang (profil) antara dua daerah tersebut.
4.
Anda dapat menyimpan Profil tersebut dengan cara klik kanan pada gambar kemudian pilih Save, atau anda juga dapat menyimpannya dalam format lain semisal JPEG atau PDF dengan cara klik kanan pada gambar kemudian pilih Export.
e. Membuat Batas Daerah Aliran Sungai (DAS) ArcGIS 9.3 telah dilengkapi tools untuk menentukan batas DAS secara otomatis. Dasar dari penarikan DAS tersebut adalah data model elevasi digital (DEM). Berikut ini adalah langkah-langkahnya. 1.
Buka file kontur dengan nama kontur_diy_dsk, lalu buatlah DEM menggunakan tools Topo to Raster (seperti telah dibahas sebelumnya). Atur Output cellsize sebesar 30 meter.
2.
Oleh karena data DEM masih memiliki data yang minus (kurang dari 0), maka data tersebut perlu dinolkan terlebih dahulu. Aktifkan toolbar Spatial Analyst dengan mengakses View > Toolbars > contreng Spatial Analyst.
3.
Akses Spatial Analyst > Raster Calculator. Tuliskan [nama DEM] < 0, lalu klik Evaluate.
4.
Akan terbentuk data baru dengan nama Calculation, dimana nilai 0 menunjukkan area dengan ketinggian kurang dari 0, dan sebaliknya nilai 1 menunjukkan area yang memiliki ketinggian lebih atau sama dengan 0.
5.
Selanjutnya akses ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Conditional > Con. Untuk pengisiannya lihat gambar di bawah. Jika sudah Klik OK.
Masukkan Calculation Lihat gambar Masukkan DEM Ketik angka 1 Tentukan lokasi penyimpanan
6.
File DEM yang sudah tidak memiliki nilai negatif tersebut masih harus melalui satu tahapan lagi yaitu tahap penghilangan Sink, yang dapat dilakukan dengan cara mengakses ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology > Fill. Masukkan file hasil Conditional tadi sebagai Input surface raster, lalu tentukan lokasi penyimpanan dan nama file. Klik OK.
7.
DEM hasil Fill tersebut telah siap digunakan untuk pembuatan batas DAS secara otomatis. Pertama-tama buatlah Flow Direction dengan mengakses ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology > Flow Direction. Masukkan file hasil Fill tadi
sebagai Input surface raster, lalu tentukan lokasi penyimpanan dan nama file. Klik OK.
8.
Kedua, untuk mengetahui piksel akumulasi aliran akses ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology > Flow Accumulation. Masukkan file hasil Flow Direction tadi sebagai Input surface raster, lalu tentukan lokasi penyimpanan dan nama file. Klik OK.
9.
Ketiga, buatlah Pour Point dengan membuat shapefile baru. Pour Point sendiri merupakan titik outlet suatu DAS. Berikut ini adalah ilustrasi lokasi Pour Point yang diambil dari ArcGIS Desktop Help.
10. Buat shapefile dengan type geometri Point, lalu tambahkan data ke dalam ArcMap. Untuk memastikan Pour Point gunakan data Flow Accumulation sebagai background. Anda juga dapat menambahkan file sungai_diy jika kesulitan menemukan Pour Point. Titik yang anda tambahkan harus berada dalam piksel yang menjadi Outlet suatu DAS (gunakan fasilitas Zoom In). Tambahkan pula 4 titik ikat pada pojok file raster anda. Beri keterangan pada kolom Id angka yang berurutan dan khusus untuk keempat titik ikat biarkan tetap bernilai 0. Jika sudah jangan lupa untuk Stop Editing.
11. Sekarang delineasi batas DAS sudah siap untuk dilakukan. Anda dapat mengakses ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology > Watershed. Masukkan file hasil Flow Direction sebagai Input surface raster, masukkan Pour Point pada isian kedua, pada Pour point field pilih Id, lalu tentukan lokasi penyimpanan dan nama file. Klik OK.
12. Data watershed tersebut masih dalam format Raster, ubahlah ke dalam format vektor, lalu potonglah agar sesuai dengan file Administrasi DIY.
Tampilan 3 Dimensi Menggunakan ArcScene Mungkin anda bertanya-tanya mengapa pada bab analisis 3 dimensi ini tampilan peta yang dihasilkan masih 2 dimensi. Paket Desktop ArcGIS sudah menyiapkan satu perangkat khusus untuk menampilkan data 3 dimensi secara 3 dimensi pula, yaitu ArcScene. 1.
Buka program ArcScene melalui Start > All Program > ArcGIS > ArcScene.
2.
Tambahkan data landsat_diy.tif dengan cara Add Data. Tampilan data tersebut menunjukkan seolah-olah data berada pada ruang 3 dimensi. Edit komposit cira sesuai dengan keinginan anda dengan cara klik kanan layer landsat_diy > Properties > Symbology > ubah komposisi band (misal 432).
3.
Tambahkan data batas DAS yang telah anda buat pada sesi sebelumnya dengan cara Add Data. Ubah Symbology menjadi Hollow dan tebalkan Outline dengan warna yang cerah/terang.
4.
Untuk menampilkan data secara 3 dimensi klik kanan pada layer > Properties > Base Heights. Kemudian klik logo folder pada pilihan Obtain heights for layer from surface dan arahkan pada data DEM yang telah dibuat sebelumnya. Klik tombol Raster Resolution lalu ubah Cellsize X dan Y menjadi 50, klik OK. Ubah angka pada Z Unit
Conversion menjadi 4, klik OK. Lakukan pada data citra Landsat terlebih dahulu baru kemudian data batas DAS.
5.
Maka tampilan akan berubah menjadi seperti gambar berikut ini.
6.
Gunakan tombol Navigate
untuk menjelajahi tampilan, fungsi zoom juga dapat
dilakukan dengan menggunakan Scroll pada Mouse.
7.
Tombol lain yang dapat anda eksplorasi adalah Fly
, yang berfungsi untuk
menyimulasikan pandangan jika terbang di atas permukaan bumi. Perlu diperhatikan dalam menggunakan tombol ini adalah Klik Kiri: menambah kecepatan, Klik Kanan: mengurangi kecepatan. Fungsi dari fasilitas ini akan berhenti ketika kecepatan terbang = 0 atau pengguna menekan tombol Escape (ESC) pada keyboard. Pojok kiri bawah terdapat informasi kecepatan terbang.
8.
ArcScene juga memiliki kemampuan untuk menyimulasikan pergerakan di udara berdasarkan garis/path yang telah dibuat oleh pengguna. Untuk membuat garis/path aktifkan View > Toolbars > 3D Graphics.
9.
Buatlah garis lurus menggunakan tombol New Line
pada lokasi yang menurut anda
menarik (awal: klik 1x, akhir: klik 2x). Pada awal ini gambarlah garis sederhana saja, karena ArcScene membutuhkan performa Grafis yang tinggi.
10. Setelah itu aktifkan toolbar Animation, melalui View > Toolbars > Animation.
11. Untuk membuat animasi klik pada toolbar Animation > Create FlyBy from Path. Masukkan Vertical offset sebesar 50. Pada Orientation Settings gerakkan slider Lookahead sampai batas Max. Klik OK lalu Import.
12. Buka Animation Control dengan menggunakan tombol
pada toolbar Animation.
Klik tombol Options, lalu ubah angka pada By Duration menjadi 50. Tekan tombol Options untuk meminimalisir tampilan lalu klik Play
.
Data SRTM 90m DEM SRTM merupakan misi Radar yang menghasilkan data topografi yang meliput hampir di seluruh bagian bumi. Hasil dari misi ini berupa data DEM dengan berbagai varian resolusi spasial. Satu hal yang menarik adalah data DEM SRTM dengan resolusi spasial 90 meter (versi 4) disediakan secara gratis untuk diunduh oleh CGIAR-CSI, sebuah konsorsium yang bergerak di bidang penyediaan informasi spasial.
Tentunya hal ini menjadi salah satu alternatif ketersediaan data DEM apabila misalnya tidak tersedia data kontur. Anda dapat mengakses situs berikut untuk mengunduh data SRTM 90m DEM. http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTION/inputCoord.asp
Berikut ini adalah langkah-langkah pengunduhan data SRTM berserta cara menampilkannya di ArcGIS. 1.
Pilih/klik lokasi yang akan diunduh datanya.
2.
Tentukan format file yang diinginkan (pilih ArcInfo ASCII).
3.
Klik Click Here to Begin Search >>
3
2
1
4.
Klik simbol di sebelah Data Download (HTTP).
4 5.
Data selesai diunduh, silahkan ekstrak dengan perangkat lunak kompresi (WinRAR, WinZIP, Power Archiever, dll).
6.
Buka ArcMap, lalu akses ArcToolbox > Conversion Tools > To Raster > ASCII to Raster. Isikan seperti gambar berikut, lalu klik OK.
7.
Data SRTM pun siap diolah menggunakan ArcMap.
Bab V Analisis Khusus
Minimum Convex Polygon (MCP) Convex Polygon merupakan cara sederhana untuk menentukan Home Range suatu spesies, yang hanya menghubungkan titik-titik terluar perjumpaan dengan spesies tersebut. Berikut adalah langlah-langkahnya. 1.
Buka ArcMap kemudian tambahkan data kecamatan_diy.shp. Dalam latihan ini diandaikan data kecamatan adalah data perjumpaan suatu spesies.
2.
Aktifkan Toolbar Xtools Pro dengan mengakses View > Toolbars > X Tools Pro.
3.
Akses menu Xtools Pro > Convex Hull. Isi Base Layer dengan kecamatan_diy, kemudian tentukan lokasi penyimpanan dan berilah nama file output. Klik OK.
4.
Maka terbentuklah satu polygon baru yang menghubungkan titik-titik terluar data kecamatan_diy.
Membuat Shapefile Grid 1.
Buka ArcMap, buka data kecamatan_diy_poly.shp.
2.
Untuk membuat shapefile grid, silahkan akses ArcToolbox > Data Management Tools > Feature Class > Create Fishnet. Tentukan lokasi pada Output Feature Class, Template Extent pilih Same as layer kecamatan_diy_poly, Cell Size Width dan Height ubah menjadi 5000, Rows: 15, Columns: 19, dan hilangkan contreng pada Create Labels. Klik OK.
3.
Shapefile Gris yang terbentuk masih dalam tipe geometri garis, untuk mengubahnya menjadi data polygon silahkan akses ArcToolbox > Data Management Tools > Feature > Feature to Polygon. Isikan seperti gambar di bawah lalu klik OK.
4.
Hasilnya Shapefile Grid dengan tipe geometri polygon pun sudah terbentuk.