Buletin Tiga Bulanan
Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
PELATIHAN COMPREHENSIVE COURSE ON CLINICAL MANAGEMENT OF DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS
T
B Resistan Obat pada saat ini merupakan salah satu hal yang sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan klinisi yang menangani TB. Sampai dengan saat ini masih banyak klinisi yang masih belum memahami dengan jelas mengenai penanganan pasien TB Resistan Obat, padahal klinisi adalah merupakan garda terdepan dalam penatalaksanaan pasien. Untuk itu Program Pengendalian TB Nasional dengan didukung oleh UNION International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD), serta dibantu penyelenggaraannya oleh tim RETRAC Fakultas Kedokteran UGM Jogjakarta menyelenggarakan Comprehensive Course On Clinical Management Of Drug Resistance Tuberculosis. Pelatihan ini ditujukan terutama untuk klinisi (Dokter/Spesialis Paru atau Spesialis Penyakit Dalam) yang akan menjadi Tim Ahli Klinis dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTRO) di seluruh provinsi di Indonesia. Pelatihan tersebut selalu diadakan di luar negeri sehingga kuota untuk peserta dari Indonesia terbatas sekitar 2-3 orang pertahun, dikarenakan kebutuhan untuk mendukung perluasan MTRO di Indonesia maka Program Pengendalian TB melakukan kordinasi dengan UNION IUATLD untuk bisa menyelenggarakan pelatihan ini di Indonesia sehingga lebih banyak klinisi yang berpeluang untuk bisa mengikuti pelatihan ini setiap tahunnya. Pelatihan ini diadakan di Indonesia sejak 2011 dan pada tahun ini merupakan pelatihan batch III yang diselenggarakan pada 9–13 September 2013 bertempat di Hotel Harris, Kelapa Gading Jakarta. Yang bertindak sebagai fasilitator dari UNION yaitu Chiang Chen-Yuan MD, MPH, Dr.Philos dan Dr Sarabjit S. Chadha, sedangkan fasiltator dari Indonesia antara lain drg.Dyah Erti Mustikawati, MPH, dr.Thomas Handoyo, Sp.PD, dr.Yani Jane Sugiri, Sp.P (K), dr. M. Akhtar, dr. Fathiyah
Daftar Isi: PELATIHAN COMPREHENSIVE COURSE ON CLINICAL MANAGEMENT OF DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS PEJUANG TANGGUH (PETA) Suatu bentuk dukungan sebaya untuk pasien Tuberkulosis Apresiasi Presiden RI Terhadap Upaya Pengendalian TB di Indonesia dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2013 Sosialisasi Pedoman Penyusunan Modul TB untuk Pendidikan Dokter di Indonesia Jakarta, 16 September 2013 USAID LUNCURKAN PROGRAM CEPAT UNTUK PERANGI TUBERKULOSIS
Presentasi Short Standardized Treatment of Multidrug Resistant TB
Isbaniah, Sp.P, dr.Harsini, Sp.P, dr. Sri Prihatini B, Sp. P, DR. dr. Erlina Burhan, MSc, Sp.P (K), dr.Triya Novita Dinihari, dr.Setiawan Jati L dan dr.Prayudi Santoso, Sp. PD, K-P. Peserta pelatihan Comprehensive Course on Clinical Management of Drug Resistance Tuberculosis batch ke 3 ini diikuti oleh 25 peserta yang terdiri dari dokter spesialis paru dan penyakit dalam dari beberapa provinsi di Indonesia antara lain Lampung, Jambi, Bengkulu, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, Papua, Jawa Timur serta beberapa klinisi dari FHI, WHO dan Program Pengendalian TB sendiri.
Pelatihan Comprehensive Course on Clinical Management of Drug Resistance Tuberculosis ini dilaksanakan dalam 5 hari meliputi pemaparan materi secara interaktif, diskusi dan latihan praktis yang bertujuan meningkatkan kapasitas peserta dalam manajemen klinis program TB MDR. Metodologi dalam pelatihan ini lebih menekankan pada tukar pendapat dan diskusi antara peserta dan fasilitator. Pembagian sesi dari pelatihan tersebut yaitu sekitar 70% untuk penyajian materi yang bertujuan memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan peserta dan 30% waktu pelatihan digunakan untuk diskusi. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan keaktifan partisipasi peserta. Selain
Peserta Pelatihan Comprehensive Course On Clinical Management Of Drug Resistance Tuberculosis.
Indonesia Berperan Dalam Forum Global Pertemuan Tahunan Access Advisory Committee Trump Building, New York, 17-18 September 2013 Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) Menjawab Tantangan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
itu juga dilakukan kunjungan lapangan (field trip) di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, dimana peserta dapat melihat secara langsung pelaksaanaan dan penanganan pasien TB-MDR di RS Pusat Rujukan TB MDR. Pelatihan ini memfokuskan pada faktor-faktor yang terkait dengan munculnya TB MDR, isu-isu terkait manifestasi klinis, diagnosis, pengobatan dan pencegahan TB MDR dan TB XDR dan menampung masalahmasalah yang dihadapi oleh klinisi dalam penanganan pasein TB MDR. Setelah pelatihan Comprehensive Course on Clinical Management of Drug Resistance Tuberculosis, diharapkan kompetensi peserta tentang manajemen klinis pasien TB MDR akan semakin meningkat dan juga didukung dengan meningkatnya pengetahuan klinisi tentang aspek kesehatan masyarakat. Selain itu peserta juga dituntut berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik dalam penanganan pasien TB MDR dan diharapkan nantinya saat bertugas bisa memberikan pelayanan yang berkualitas untuk kesembuhan pasien TB MDR. (Rena Titis)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
1
PEJUANG TANGGUH (PETA)
Suatu bentuk dukungan sebaya untuk pasien Tuberkulosis cara membangun organiasasi peer yang baik, serta evaluasi hasil kerja dan kegiatan mereka dalam kurun waktu Mei-Agustus 2013. Saat evaluasi ini, peserta dapat berbagi dan memaparkan apa yang mereka alami serta kendala-kendalanya selama menjadi peer educator untuk kemudian dicari solusinya. Pada hari kedua mereka diajarkan mengenai pengisian form peer educator, konsep mengenai jejaring dan rujukan, pendokumentasian kasus, rencana tindak lanjut (RTL) sebagai peer educator. Peer educator juga diberi kesempatan untuk mengemukakan kesan–kesan mereka baik suka maupun duka selama menjadi peer educator.
Peserta dipandu untuk belajar bermain peran (role play)
T
uberkulosis (TB) resistan obat atau dikenal sebagai TB MDR atau TB pada saat ini sedang menjadi perhatian dari seluruh kalangan. Hal ini dikarenakan penemuan pasien TB MDR yang meningkat dari tahun ke tahun, sehingga TB MDR merupakan suatu beban baru dalam masalah kesehatan di masyarakat. Di samping itu masalah yang timbul adalah pengobatan TB MDR membutuhkan waktu yang lama yaitu 18-24 bulan dan juga biaya yang lebih besar sehingga akan melahirkan permasalahan ekonomi pada kehidupan pasien. Lamanya masa pengobatan juga akan membuat munculnya masalah pada pasien itu sendiri seperti rasa bosan, kecemasan, terisolasi, depresi bahkan kehilangan pekerjaan, hal yang lebih mengenaskan adalah timbulnya penolakan maupun pandangan negatif dari masyarakat. Permasalahan yang dialami pasien TB MDR tersebut membutuhkan perhatian lebih terutama untuk penanganan aspek psikososial pasien. Pasien-pasien tersebut membutuhkan dukungan psikologis dari keluarga, masyarakat, petugas kesehatan juga dari pasien lainnya (peer/sebaya). Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang diselenggarakannya Training Peer Educator TB MDR. Training Peer Educator TB MDR adalah training bagi pasien TB MDR yang telah konversi dan sembuh, yang bertujuan untuk meningkatkan peran pasien menjadi peer educator atau pendidik sebaya. Konsep peer educator ini dengan cara memberikan motivasi dan edukasi yang dilakukan oleh pasien kepada pasien. Pasien yang telah sembuh dilatih, diberdayakan, disiapkan lewat serangkaian pelatihan dan bimbingan untuk kemudian dapat berperan dalam mendukung dan mendampingi pasien TB MDR yang masih dalam masa pengobatan. Dukungan dan informasi dari dari rekan sebaya yang mempunyai latar belakang yang sama akan lebih efektif dalam memberikan dukungan psikologis bagi pasien agar semangat dan cepat sembuh.
2
Training Peer Educator TB MDR pertama kali diselenggarakan di RSUP Persahabatan pada Mei 2013. Hasilnya ada 20 orang peer educator yang siap untuk mendukung dan mendampingi para pasien TB MDR yang sedang dalam masa pengobatan. Bahkan mereka menamai organisasi mereka yaitu Pejuang Tangguh (PETA). Untuk itu, dalam rangka memberikan apresiasi bagi para yang telah bekerja secara sukarela dalam kurun waktu Mei-Agustus 2013 maka Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Jakarta bersama dengan KNCV kembali menyelenggarakan Refreshing Training Peer Educator TB MDR. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada 20–21 September 2013 di Hotel Cemara, Jakarta Pusat. Refreshing Training Peer Educator TB MDR diikuti oleh 20 orang peer educator yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Bogor dan Tangerang. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Subdit TB Kemenkes RI, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, KNCV, FHI, Japeti, Organisasi Layak dan tim TB MDR RSUP Persahabatani. Sedangkan untuk fasiliator utama adalah dari FHI, KNCV, Japeti dan Layak.
Output dari kegiatan ini adalah para peer educator dapat memberikan dukungan dan edukasi pada pasien lainnya, terbentuk dan berfungsinya peer educator yang bisa menjadi ujung tombak dalam edukasi yang efektif pada pasien dan masyarakat, terjalin hubungan dan komunikasi yang lebih efektif antar pasien dan pemberi layanan. Hal tersebut dianggap berhasil karena dengan adanya peer educator yang memberikan dukungan psikososial pada pasien maka pasien menjadi lebih semangat untuk sembuh, merasa mendapatkan teman dengan latarbelakang yang sama, lebih terbuka dalam menceritakan permasalahan selama menjalani pengobatan sehingga memudahkan dalam penanganan jika terjadi efek samping, serta percaya dan yakin bahwa dengan komitmen terhadap diri sendiri TB MDR dapat disembuhkan. Harapan dengan diselenggarakannya refreshing training peer educator TB MDR bagi peserta adalah pengetahuan peserta mengenai TB MDR menjadi meningkat, kemampuan peserta dalam mengedukasi pasien TB MDR dan juga keluarganya menjadi meningkat, peserta dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan masyarakat lingkungannya dalam mendukung pengendalian TB MDR serta peserta dapat berkomitmen untuk selalu mendukung, mendampingi, dan memotivasi pasien TB MDR agar selalu semangat menjalani pengobatan hingga mencapai kesembuhan.
Tujuan utama Refreshing Training Peer Educator TB MDR adalah memberikan pengayaan dan pemahaman kepada peserta tentang TB MDR, meningkatkan kemampuan peserta dalam memberikan edukasi dan dukungan pada pasien TB MDR, memberdayakan peserta agar nantinya dapat terlibat secara aktif dalam memotivasi dan mengedukasi pasien lain dan masyarakat, serta mengajak peserta untuk bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan masyarakat lingkungan mereka.
Harapan lain terhadap kegiatan refreshing training peer educator TB MDR adalah kegiatan sejenis dapat dikembangkan juga dikota dan provinsi lain di Indonesia. Mengingat edukasi, dukungan dan informasi yang dilakukan peer (sebaya) dinilai akan lebih efektif dalam aspek psikologis dan kesembuhan pasien TB MDR karena mereka mempunyai latarbelakang yang sama. Selain itu, keberhasilan para peer educator melewati masa pengobatan diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pasien lainnya dan masyarakat bahwa TB MDR dapat disembuhkan.
Refreshing Training Peer Educator TB MDR dilaksanakan dalam dua hari dengan metodologi pemaparan materi secara interaktif, diskusi dan permainan/ ice breaking. Pada hari pertama, para peserta diberikan pemaparan materi secara interaktif mengenai TB MDR, role play atau bermain peran untuk mencapai komunikasi yang efektif, konsep menjadi educator dan motivator yang baik,
Dari adanya kegiatan dan lahirnya kelompok PETA ini menunjukkan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia sudah memulai suatu gerakan ke arah yang lebih baik, salah satunya adalah dengan peduli terhadap penderitaan sesama, dan kita berharap semua tujuan mulia dari teman-teman PETA ini akan membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. (Rena Titis)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
Apresiasi Presiden RI Terhadap Upaya Pengendalian TB di Indonesia dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2013
…….”Bahkan kita menjadi contoh keberhasilan sebuah Negara, yang mampu menurunkan VHFDUDVLJQLÀNDQSHQGHULWD7XEHUNXORVLVEDLNPHODOXLSHQGHWHNVLDQGLQLPDXSXQ pengobatannya….”
K
alimat di atas adalah sepenggal Pidato Kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka upacara peringatan HUT ke-68 Proklamasi Kemerdekaan RI pada 16 Agustus 2013 di Istana Negara. Pernyataan presiden tersebut merupakan apresiasi atas keberhasilan Program Pengendalian TB Nasional yang ditandai dengan pencapaian indikator MDG’s 6C untuk TB yang saat ini sudah on the track dan diperkirakan semua indikator dapat dicapai sebelum waktu yang ditentukan. Pada saat ini situasi TB di Indonesia telah menunjukkan adanya penurunan dari prevalensi dan kematian akibat TB. Selain itu angka notifikasi kasus TB juga menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun serta angka keberhasilan pengobatan menunjukkan konsistensi di atas 90% selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menggambarkan adanya peningkatan dalam kualitas diagnosis dan pengobatan TB. Berbagai terobosan telah dilakukan dalam Program Nasional Pengendalian TB di Indonesia, diantaranya adalah pendekatan Public Private Mix (PPM) untuk pelayanan TB dengan melibatkan sektor pemerintah dan swasta; pengembangan Pelayanan Pasien TB MDR (TB Resisten Obat); Penggunaan alat diagnosa cepat untuk TB resisten obat dan TB HIV; Penguatan peran pasien dan masyarakat dalam Pengendalian TB; Disusunnya Exit Strategy untuk pendanaan penyakit TB, sehingga untuk ke depannya Program Pengendalian TB tidak tergantung pada donor. Keberhasilan Program
Pengendalian TB di Indonesia juga diapresiasi oleh beberapa tokoh penting dunia, diantaranya Sekjen PBB Ban Ki Moon melalui surat langsung kepada Presiden RI yang menyampaikan penghargaan atas upaya Pengendalian TB di Indonesia pada 2012. Pemerintah Amerika Serikat melalui Global Health USAID juga memberikan penghargaan Champion Award for Exceptional Work in the Fight Againts TB kepada Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI atas upaya dalam Pengendalian TB. Penghargaan tersebut diberikan selain karena Indonesia telah mencapai MDG’s untuk Program Pengendalian TB, juga dinilai karena
keberhasilan kepemimpinan dalam meningkatkan akses pasien serta membangun kemitraan. Seluruh penghargaan tersebut merupakan hasil kerjasama yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam upaya pengendalian TB di Indonesia di seluruh tingkatan dari Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, para petugas kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu juga bantuan dan dukungan dari semua mitra yang terlibat yaitu LSM peduli TB, pasien dan seluruh masyarakat Indonesia. (Triya Novita Dinihari/Devi)
Sosialisasi Pedoman Penyusunan Modul TB untuk Pendidikan Dokter di Indonesia Jakarta, 16 September 2013
T
uberkulosis (TB) masih menjadi beban permasalahan yang sangat besar di Indonesia dengan jumlah kasus baru sebesar 450.000 dan jumlah kematian 64.000 pertahun. Dalam sepuluh tahun terakhir sudah banyak pencapaian yang dilakukan Oleh Kementerian Kesehatan antara lain pencapaian indikator MDG’s yang dipastikan akan tercapai sebelum waktu yang ditentukan. Selain itu pencapaian indikator yang penting adalah angka notifikasi kasus TB yang terus meningkat dan angka keberhasilan pengobatan TB di atas 90%. Meskipun demikian masih diperlukan upaya yang lebih intensif dan sistematik untuk menjamin agar semua masyarakat yang terdampak TB dapat menjangkau layanan TB berkualitas baik di layanan pemerintah maupun swasta. Pada saat ini, hal tersebut masih sulit dilaksanakan dikarenakan pelayanan swasta belum seluruhnya melaksanakan penatalaksanaan TB sesuai dengan
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
3
standar ataupun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran TB. Beberapa survei baik kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan jika pada pasien TB tidak dilakukan penatalaksanaan sesuai standar maka hal ini akan dapat menurunkan kemungkinan pasien sembuh sehingga akan memicu terjadinya TB resisten obat (TB MDR/XDR) dan meningkatnya kematian karena TB. Untuk dapat menjangkau seluruh penyedia layanan TB dan menjamin hak masyarakat untuk memperoleh layanan TB berkualitas, sejak 2005 Ditjen PP dan PL Kemenkes telah merintis kerjasama dengan Ditjen Dikti Kemendikbud untuk memasukkan modul TB dalam kurikulum Fakultas Kedokteran di Indonesia. Upaya tersebut dimulai di 9 Fakultas Kedokteran perintis dan menghasilkan buku TB dalam Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi yang digunakan sebagai acuan dalam memasukkan TB dalam materi ajar di Fakultas Kedokteran. Upaya ini pastinya menemui berbagai kendala diantaranya adalah sistem penyusunan kurikulum di masing-masing Fakultas Kedokteran yang beragam, sehingga dalam pengembangannya perlu dilakukan evaluasi dalam penggunaan buku tersebut di atas. Pada 2012, dengan bantuan dari TB Regional Training Center (ReTraC) FK UGM dilakukan evaluasi dan juga langkah tindak lanjut untuk implementasi. Sebagai tindak lanjut Evaluasi Implementasi Pedoman TB dalam Kurikulum Dokter Berbasis Kompetensi (KBK), TB Regional Training Center (ReTraC) Universitas Gadjah Mada memfasilitasi serangkaian lokakarya pengembangan modul TB bagi pendidikan kedokteran di Indonesia pada April – Juni 2013. Hasil dari lokakarya berupa Pedoman Penyusunan Modul TB di Fakultas Kedokteran oleh panel ahli dalam bidang TB dan pendidikan kedokteran di Indonesia dan kegiatan ini mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Ditjen Dikti Kemendikbud.
P
Dalam Acara peluncuran dan sosialisasi Pedoman Penyusunan Modul TB di Fakultas Kedokteran disampaikan harapan dari Dirjen Dikti yang disampaikan oleh Ibu Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen DIKTI yaitu Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kedokteran harus diarahkan untuk pemenuhan kompetensi lulusan, sehingga diharapkan semua lulusan memahami kompetensi yang harus dimiliki dan ini akan berdampak pada pelayanan yang berkualitas di masyarakat. Selain itu juga diharapkan buku ini nantinya akan masuk di Perpustakaan Nasional dan seharusnya di tayangkan di website masingmasing Fakultas Kedokteran dan Universitas. Hasil dari penyusunan kurikulum ini nantinya akan dinilai oleh Kemenkes, IDI, Kolegium dan KKI. Pada penutupan acara ini disampaikan pesan dari Dirjen PPPL Kemenkes RI, Prof. Tjandra Yoga
Aditama, bahwa program TB adalah satu-satunya program yang telah mencapai kesepahaman dengan organisasi profesi terutama dalam hal penatalaksanaan TB. Hal ini dicapai dengan berbagai upaya yang salah satunya adalah adanya ISTC (International Standars for TB Care) dan saat ini dengan adanya Pedoman Penyusunan Modul TB di Fakultas Kedokteran ini merupakan salah satu bentuk komitmen dari akademisi dalam mendukung pengendalian TB di Indonesia. Untuk semua hal tersebut Prof. Tjandra Yoga, menyampaikan penghargaan bagi semua yang telah terlibat, dan beliau juga berjanji untuk “membesarkan” dan “mempromosikan” buku ini supaya penerapan di seluruh FK bisa terlaksana dengan cepat dan ini berdampak untuk meningkatkan jumlah SDM kesehatan yang berkualitas terutama dalam pengendalian TB di Indonesia.
Untuk seluruh upaya ini Program Pengendalian TB Nasional menyampaikan penghargaan atas upaya seluruh tim penyusun yang mempunyai dedikasi yang tinggi dalam proses penyusunan pedoman ini, hal ini menunjukkan kepedulian mereka untuk menyelamatkan masyarakat umumnya dan pasien TB khususnya. Dan itu juga merupakan suatu wujud bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang bergerak ke arah yang lebih baik dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia. (Triya Novita Dinihari)
USAID LUNCURKAN PROGRAM CEPAT UNTUK PERANGI TUBERKULOSIS
ada 3 September 2013, Derrick Brown, Wakil Direktur USAID (United States Agency for International Development) dan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan program CEPAT (Community Empowerment of People Against Tuberculosis).
Program USAID senilai AS$ 12 juta diberikan kepada tiga organisasi lokal, yaitu Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), Jaringan Kesehatan Masyarakat (JKM) dan Keuskupan Katolik Roma - Timika/Roman Catholic Diocese (RCD). Program lima tahun ini membantu pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan RI, memerangi TB sejak dini dengan diagnosis dan pengobatan efektif. “USAID bangga bermitra dengan Kementerian Kesehatan RI dan sangat berkomitmen mendukung program pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia,” ujar Derrick Brown, Wakil Direktur USAID. “Dukungan kami untuk memerangi TB merupakan komponen penting dari kerjasama Pemerintah AS dengan Indonesia di bidang kesehatan dan merupakan komitmen bersama yang dibuat oleh Presiden Obama dan Presiden RI untuk
4
Pedoman Penyusunan Modul TB di Fakultas Kedokteran pada akhirnya akan diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan bersama Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan dan ReTraC, Universitas Gadjah Mada. Sosialisasi dan peluncuran Buku Pedoman Penyusunan Modul TB tersebut dilaksanakan Oleh Dirjen Dikti dan Dirjen PP dan PL, di Jakarta pada Senin, 16 September 2013 dan dihadiri Oleh Dekan/ Wakil Dekan atau penanggung jawab penyusunan modul kurikulum 72 Fakultas Kedokeran di Indonesia.
mempererat hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia.” Meski Indonesia mendapatkan penghargaan Achievement Award dalam mencapai Tujuan Pembangunan Millenium untuk TB tetapi Indonesia masih berada di urutan keempat teratas dari negaranegara dengan infeksi TB tertinggi. Sekitar 460.000 kasus TB baru dan 67.000 kematian terkait TB terjadi di Indonesia setiap tahun. Kasus TB yang resisten obat anti TB (Multi Drug Resistance Tuberculosis) juga meningkat. Sekitar 30% kasus TB di Indonesia diperkirakan belum dapat terdeteksi dan banyak pasien yang terlambat diagnosis. Program USAID CEPAT akan membantu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang TB, menjangkau lebih banyak pasien TB untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan TB yang berkualitas, mendukung pasien TB untuk berobat sampai sembuh, serta melakukan advokasi keberbagai pihak, khususnya pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan dukungan sumber daya terhadap pengendalian TB. “Program USAID CEPAT mendukung Program TB Nasional Indonesia untuk menyediakan akses universal
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
terhadap diagnosis dini dan pengobatan TB yang bermutu di semua penyedia layanan kesehatan,” menurut Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama dalam sambutannya. Program USAID CEPAT dirancang dalam koordinasi erat dengan National TB Program (NTP) guna mendukung Penguatan Sistem Kemasyarakatan-salah satu dari enam pilar Model Public Private Mix (PPM) Komprehensif NTP untuk pengendalian TB di Indonesia. Program ini bekerja sama dengan masyarakat dan organisasi lokal lainnya dengan prioritas sasaran masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan atau daerah terisolir, orang-orang dengan kekebalan tubuh kurang akibat kekurangan gizi atau terinfeksi HIV, termasuk perempuan dan anak. Program CEPAT USAID diharapkan akan meningkatkan jumlah penemuan pasien TB yang diperiksa, diobati dan disembuhkan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, JawaTimur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. Kerjasama USAID dengan Pemerintah Indonesia di tingkat pusat dan daerah diharapkan dapat mengurangi ancaman penyakit menular serta memberikan pelayanan terbaik sehingga akan mengurangi kematian akibat TB.
CEPAT LKNU Keterlibatan Masyarakat dalam Upaya Penanggulangan TB Tentang CEPAT-LKNU Tidak terasa pada akhir Oktober 2013, program Community Empowerment for People Against Tuberculosis (CEPAT)-LKNU, sudah berjalan selama 1 tahun. Program penanggulangan TB yang berbasis masyarakat dilaksanakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) organisasi massa Islam terbesar di Indonesia melalui Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU). Program yang mendapatkan dukungan dana dari USAID dan mendukung upaya Kementerian Kesehatan khususnya Subdit TB (DirJen PPPL) dalam penanggulangan TB ini, akan berlangsung selama 5 tahun dan selanjutnya diharapkan sudah dapat diambil alih secara penuh oleh NU bersama masyarakat. Guna memastikan keberhasilan program, sejak awal pelaksanaannya, CEPAT-LKNU telah menjalin kerjasama dengan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan University Research CO, LCC (URC). Tujuan umum program CEPAT-LKNU adalah untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat penyakit TB dengan melibatkan masyarakat untuk memastikan setiap anggota masyarakat memiliki akses yang mudah terhadap layanan diagnosis dan pengobatan TB yang berkualitas dalam waktu sedini mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut, program CEPAT-LKNU mempunyai dua komponen utama kegiatan yaitu 1. Mobilisasi Masyarakat.
Melalui ujung tombak para Kader dan Tokoh Agama terlatih, program mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan TB berkualitas. Berbagai kegiatan peningkatan pengetahuan tentang TB, perbaikan perilaku kesehatan terkait TB, dan peningkatan dukungan terhadap pasien TB dilakukan, agar pasien TB segera ditangani dan mampu berobat hingga tuntas
Jumlah orang dengan BTA+; (c.) Jumlah Pasien TB yang didampingi dan; (d.) jumlah Pasien TB yang menyelesaikan pengobatannya. Pencapaian ke-4 indikator tersebut akan dipantau secara berkala untuk memastikan program CEPAT-LKNU dapat mencapai tujuan utama program. Implementasi program mencakup 6 propinsi dan pada tahun 1 telah dimulai di 3 Propinsi, 6 kabupaten yaitu DKI Jakarta (Jakarta Utara dan Jakarta Pusat), Jawa Barat (Kota Depok dan Kabupaten Cirebon), Jawa Timur (Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar). Selanjutnya, sejak Oktober 2013, CEPAT-LKNU akan memulai proses pengembangan pelaksanaan program di 3 Provinsi berikutnya yaitu; Banten, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat. Kemajuan Sejak Program Dimulai Pada tahun pertama program (Januari– September, 2013), implementasi program hanya dilakukan pada 3 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur agar tim CEPAT-LKNU dapat benar-benar fokus pada penyiapan model pemberdayaan masyarakat yang efisien dan juga untuk memastikan program berjalan sesuai dengan standar dan mencapai semua tujuan khusus yang telah ditetapkan.
Tabel. Capaian Program CEPAT-LKNU per 30 September, 2013 Indikator
Total
JakUt
JakPus
Cirebon
Depok
Kediri
Blitar
Jumlah orang dengan gejala TB yang di test
663
34
35
304
31
179
80
Jumlah BTA +
103
11
26
42
11
5
8
Jumlah pasien TB yang didampingi
318
17
26
79
62
70
34
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah yang menyelesaikan pengobatan
2. Advokasi
Masyarakat, melalui tim Advokasi, akan difasilitasi untuk melakukan advokasi berkelanjutan yang bertujuan agar adanya peningkatan dan perbaikan sumber daya yang mencakup pendanaan, kebijakan, program dan sumber daya manusia sesuai kondisi dan kebutuhan pelaksaan program TB di setiap Kabupaten
Ada 4 indikator utama yang digunakan untuk memastikan tujuan umum bisa dicapai yaitu, (a.) Jumlah orang dengan gejala TB yang di test; (b.)
Implementasi program di lapangan, masih berjalan sangat singkat, karena pada tahap awal program fokus pada penyiapan fondasi program terutama memastikan kordinasi yang baik dengan Dinas Kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya yang ada di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Kegiatan utama adalah menyiapkan modul pelatihan dan instrumen yang dibutuhkan program, mekanisme rinci dan instrumen untuk pelaksanaan program serta monitoring & evaluasi, menyiapkan staff dan infrastuktur terkait lainnya di setiap Kabupaten serta mengembangkan media KIE yang sesuai. Sejak Juli 2013, Kader yang telah dilatih mulai menjalankan perannya di masyarakat. Kader-Kader potensial yang memang memiliki jiwa kerelawanan dan telah membuktikan kepeduliannya terhadap sesama manusia adalah kekuatan NU yang dioptimalkan oleh CEPAT. Pada tahap awal ini, CEPAT-LKNU memiliki 24 orang kader di setiap kabupaten. Pada awal tahun kedua, direncanakan program telah mampu mengidentifikasi kebutuhan Kader di setiap Kabupaten berdasarkan luas dan tingkat kesulitan wilayah serta populasi yang ada. Pada tahun kedua ini, selain terus memotivasi dan memfasilitasi kerja Kader, CEPAT-LKNU juga akan melatih Tokoh Agama agar mereka secara berkelanjutan dapat menyiarkanTB di dalam ceramah atau kegiatan keagamaan yang ada.
Diskusi tentang kepatuhan minum obat antara Kader CEPAT-LKNU dengan Pasien TB saat melakukan pendampingan
Kegiatan Adokasi yang akan dimulai akan dilaksanakan melalui wakil masyarakat yang dipilih berdasarkan kepedulian dan hasil kerja mereka bagi masyarakat. Kegiatan Advokasi akan dilakukan pada tingkat Kecamatan kepada para pimpinan Kecamatan dan Puskesmas, serta pada tingkat Kabupaten yang ditujukan kepada DPRD, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan dan sektor swasta jika ada untuk memastikan penyediaan sumber daya penanggulangan TB. (Tim Cepat LKNU)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
5
CEPAT JKM PENDEKATAN ADVOKASI PROGRAM TB DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TB DI INDONESIA Pada Desember 2012, Jaringan Kesehatan/ Kesejahteraan Masyarakat (JKM) meluncurkan suatu program penanggulangan TB melalui program CEPAT (Community Empowerment of People Against Tuberculosis) yang pendanaannya dibantu oleh United States Agency for International Development (USAID). Peluncurkan program pemberdayaan masyarakat ini akan berjalan selama lima tahun dengan wilayah intervensi di tiga propinsi yaitu Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan sasaran masyarakat yang rentan terhadap TB seperti masyarakat yang tinggal di daerah kumuh, daerah terpencil, masyarakat miskin, masyarakat di daerah bencana, orangorang yang kontak dengan penderita TB, orangorang yang putus berobat dan cenderung akan menjadi MDR-TB, dan orang-orang dengan HIV/ AIDS. Kegiatan-kegiatan dalam program ini meliputi kegiatan mobilisasi dan pemberdayaan masyarakat, diantaranya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang informasi kunci TB, mengurangi stigma TB di masyarakat, meningkatkan perilaku masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan, meningkatkan penemuan kasus TB dan pengobatannya, serta kegiatan advokasi diantaranya penguatan advokasi program TB, peningkatan alokasi pendanaan untuk program TB serta keterlibatan pemerintah provinsi maupun kabupaten dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kebijakan penanggulangan TB. Kegiatan advokasi yang telah dilaksanakan JKM dalam program CEPAT ini, melalui pendekatan
CEPAT ini juga adalah dalam rangka memperoleh dukungan penanggulangan TB dari pihak pemerintah yaitu adanya kesepakatan dalam bentuk komitmen politik untuk secara bersama-sama saling membantu melaksanakan penanggulangan TB di wilayah masing-masing. Di Sumatera Barat (Sumbar), launching program CEPAT dibuka oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, serta dihadiri Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes M. Subuh, dan Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Rosnini Savitra. Pada kesempatan tersebut Gubernur mengharapkan agar melalui kegiatan sosialisasi ini, kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap bahaya penyakit TB dapat ditingkatkan, terlebih di Sumatera Barat masih terdapat mitos-mitos yang menyatakan TB merupakan penyakit kutukan atau akibat terkena guna-guna sehingga penderita hanya pasrah saja menerima penyakitnya. Hal yang senada juga disampaikan Kepala Dinas Kesehatan bahwa di Sumbar masih banyak kasus TB belum terlayani, akibat kurangnya pemahaman masyarakat. Ada stigma di tengah masyarakat bahwa penyakit TB itu adalah penyakit yang tidak dapat diobati, padahal tidak demikian. Penyakit TB dapat diobati dengan meminum obat TB secara rutin paling tidak selama 6 bulan. Pemerintah Indonesia menargetkan tahun 2050 mendatang Indonesia bebas TB, sedangkan Provinsi Sumbar menargetkan tahun 2020 mendatang bebas TB. Melalui kegiatan advokasi, JKM mengajak para pembuat keputusan/pemerintah untuk lebih memberi perhatian terhadap penanggulangan masalah TB yang terjadi di tengah masyarakat. Dinas Kesehatan Sumbar, Tim Penggerak PKK bersama JKM telah menyelenggarakan kegiatan Lomba Mewarnai Buku Penanggulangan TB bagi murid-murid sekolah dasar (SD) dengan mengangkat tema “Ayo Kenali Si TB Sejak Dini”. Hal dimaksudkan agar memberikan pengenalan penyakit TB dan penanggulangannya sedini mungkin kepada generasi muda, sehingga diharapkan mereka mengerti tentang penyakit TB, tidak mempercayai mitos-mitos dan stigma yang berkembang di masyarakat. Buku mewarnai yang berisikan tentang apa TB ini, bagaimana
Pelatihan Kader TB di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, yang dibuka oleh Ibu Bupati Deli Serdang sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Deli Serdang, turut didampingi oleh Ibu Wakil Bupati, Ketua Penggerak PKK Kecamatan, Direktur JKM dan Perwakilan USAID Indonesia
secara informal dan formal oleh para COD (Coordinator of District) di setiap provinsi terhadap pihak Puskesmas, Kecamatan, Dinas Kesehatan dan Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dimana disepakati secara bersama melalui kegiatan launching program CEPAT dengan tema “Membangun Komitmen Bersama Dalam Penanggulangan TB”. Selain itu tujuan program
6
Pelatihan Kader TB, para nara sumber yang berasal dari Dinas Kesehatan, Puskesmas dan JKM.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
cara penularan hingga pengobatannya, akan dicetak Dinas Kesehatan dan dibagikan ke seluruh pelajar di Padang. Jika pendekatan ini berhasil, diharapkan dapat menjadi model pendekatan penanggulangan TB bagi provinsi lainnya. Selain itu pada launching program CEPAT di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat juga dihadiri oleh Sekda Tanah Datar, Kepala Dinas Kesehatan Tanah Datar, Para Camat dan Ketua Tim Penggerak PKK serta Pimpinan SKPD lainnya. Hal ini menunjukkan adanya komitmen politis dari pemerintah. Hasil kegiatan advokasi lainnya juga terlihat pada saat pelaksanaan pelatihan kader di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, dimana pembukaan pelatihan kader tersebut dibuka oleh Ibu Bupati Kabupaten Deli Serdang, yang juga sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Deli Serdang. Dalam menjalankan penjangkauan ke masyarakat, JKM nantinya dibantu oleh para kader PKK untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai TB dan penanggulangannya. Di tingkat Provinsi Sumatera Utara (Sumut), untuk melaksanakan program CEPAT, JKM bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut untuk mendapatkan rumah sakit dan puskesmas rujukan, sehingga dana pengobatan juga bisa ditanggung pemerintah. Sedangkan JKM melalui bantuan USAID akan memberikan dana transportasi dan perawatan bagi penderita TB yang terjaring dalam program ini. JKM juga meminta agar pemerintah daerah mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk TB ini. Karena selama ini, dana yang dianggarkan untuk penanggulangan TB relatif kecil, dan hanya tergantung pada dana luar negeri. Berkat kegiatan advokasi yang sering didengungkan ini Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada 2013 telah mengajukan peningkatan anggaran untuk penanggulangan TB dari APBD Provinsi Sumut sebesar Rp350 juta. Jumlah tersebut naik dari 2012 yang hanya Rp300 juta, meski tetap diakui, anggaran ini belum bisa menanggulangi penyakit TB di Sumut secara menyeluruh. Oleh karena itu tetap dibutuhkan kontribusi pihak swasta, instansi non kesehatan lainnya maupun lembaga swadaya masyarakat termasuk JKM melalui program CEPAT ini untuk menanggulangi penyakit TB di masyarakat. (Tim Cepat JKM)
Indonesia Berperan Dalam Forum Global Pertemuan Tahunan Access Advisory Committee, Trump Building, New York, 17-18 September 2013
T
uberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan kematian hampir 2 juta orang pertahunnya. Lebih dari 90 persen dari TB di dunia terjadi di negara sedang berkembang dimana sumber daya untuk pengobatan masih sangat terbatas. Sampai saat ini TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian pada anak yang cukup menonjol diseluruh dunia, dikarenakan anak sangat rentan tertular infeksi Mycobacterium tuberkulosis dari orang dewasa disekitarnya. Jadi singkatnya epidemi TB pada anak mengikuti pola epidemi TB pada orang dewasa disuatu wilayah tertentu. Walaupun sampai saat ini beban permasalahan TB anak ditingkat global masih belum begitu jelas, diberbagai negara sedang berkembang resiko terjadinya penularan TB anak pertahun sekitar 2-5%. Hal ini diperparah dengan tingginya angka kematian pada anak yang disebabkan oleh TB, yaitu sekitar 8-20%. Vaksinasi BCG memang memberikan hasil terhadap penurunan kejadian penularan dan kondisi yang mematikan, namun demikian pada anak dengan HIV tetap risiko untuk terjadi penularan TB masih cukup tinggi. Diagnosis TB pada anak saat ini masih merupakan isu problematik karena masih berdasarkan pada pemeriksaan sputum padahal pada kasus TB anak sputum biasanya sulit sekali didapat. Oleh karena itu kemudian disusun algoritme diagnostik dengan menggunakan kartu scoring yang memanfaatkan parameter klinis dan hasil dari investigasi. Berbagai teknik baru seperti pemeriksaan kultur, serodiagnosis dan amplifikasi nucleic acid saat ini sudah dikembangkan untuk meningkatkan diagnosis TB pada anak. Serodiagnostik memang tampaknya menarik tetapi sampai sekarang belum ada satupun test yang menghasilkan sensitivitas dan specificitas yang sesuai dengan harapan. Tests berbasis pemeriksaan amplifikasi nucleic acid terlihat sangat menjanjikan dan saat ini Amplifikasi nucleic acid ini sedang dikembangkan untuk memperbaiki kualitas diagnostik pada TB anak tetapi masih memerlukan waktu untuk pengembangan lanjutannya mengingat belum banyak pengalaman penerapan
pada TB anak dan masih memerlukan keahlian untuk mengurangi faktor risiko. Pengobatan jangka pendek untuk TB anak sudah dikembangkan, baik untuk yang intermittent maupun dosis harian. Shortcourse chemotherapy for childhood tuberculosis is well established. DOTS juga menunjukkan hasil yang cukup baik. Kelompok kerja TB anak Global, termasuk diantaranya perwakilan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, berperan optimal dalam pengembangan pedoman untuk TB anak dan penggunaan kartu scoring. Regimen obat-obatan TB yang ada saat ini adalah hasil dari riset ilmiah pada 1960an dan bekerja dengan baik pada pasien dengan TB aktif dan sensitif terhadap pengobatan regimen tersebut dengan syarat pasien menyelesaikan pengobatan secara lengkap dalam kurun waktu 6-9 bulan. Namun demikian pengobatan 4 regimen dengan observasi langsung dari petugas kesehatan ternyata mengalami kendala dalam pelaksanaanya di berbagai negara dan setting layanan, mengingat sudah terjadi resistensi yang cukup tinggi terhadap baik INH maupun Ethambutol. Hal ini menimbulkan rendahnya keberhasilan pengobatan serta menurunkan kepatuhan minum obat dan putusnya pengobatan sebelum waktunya (default). Kepatuhan minum obat yang kurang baik serta tidak tuntasnya pengobatan TB menyebabkan terjadinya multi dan ekstensif resistensi obat (MDR/ XDR TB). Kondisi ini diperparah dengan adanya kompleksitas pengobatan TB pada pasien dengan ARV, mengingat regimen pengobatan TB saat ini ada yang tidak compatible dengan regimen obat Anti retroviral yang dipergunakan untuk mengobati pasien HIV/AIDS saat ini. Perkembangan riset terkait obat-obatan TB dirasakan berjalan sangat lambat dan tidak sejalan dengan tuntutan respon dan tantangan yang dihadapi. Pada 2006, The Global Alliance for TB Drug Development (TB Alliance) mulai menginisiasi jalan untuk menjangkau pasien: commissioned Pathway to Patients: Menjembatani dinamika Pasar Obat TB Global. TB Alliances berusaha menjembatani perspektif kesehatan masyarakat dan kepentingan industri Obat agar
memberikan manfaat secara optimal. Dalam menjalankan misinya TB Alliances merasa perlu untuk memperoleh dukungan dari Tim ekspert dan menginisiasi pembentukan Access Advisory Committee for TB Alliance. Anggota dari komite ini dipilih sangat selektif berdasarkan rekomendasi dari pakar-pakar dibidang TB drug development dan Kasubdit TB (Dyah Erti Mustikawati) terpilih untuk menjadi salah satu anggota tetapnya pada tingkat global. Access Advisory Committee (AAC) terbentuk pada tahun 2010 dengan keanggotaan bertahan sampai sekarang. Tujuan dari dibentuknya AAC adalah untuk membantu TB Alliance dalam mengembangkan strategi dan pendekatan untuk menjamin ketersediaan pengobatan baru yang efektif dengan harga terjangkau serta dapat diterima oleh negaranegara yang membutuhkannya. Tugas utama dari AAC adalah memastikan bahwa pendekatan dalam pengembangan pengobatan baru yang dilakukan oleh TB Alliance betul-betul berorientasi kepada kepentingan pengguna (klien dan Negara) dan bukan semata-mata didorong oleh bisnis atau orientasi komersial. Adapun tujuan dari pertemuan AAC ini adalah: 1. Mengkaji dan memberikan komentar terhadap kegiatan dan kemajuan yang sudah dicapai dalam pengembangan pengobatan baru TB, termasuk terkait dengan ketepatan waktu peluncuran produk, strategi pendekatan serta rekomendasi untuk pengembangan selanjutnya. 2. Mengkaji dan memberikan pendapat tentang strategi pemasaran yang tepat terhadap rencana pemasaran yang sudah disusun. 3. Memberikan masukan terhadap bagaimana caranya memperoleh komitmen dan pelibatan dari masyarakat yang terdampak TB agar perkembangan kemajuan pengobatan diterima dengan lebih terbuka oleh komunitas dan pemangku kepentingan TB. Pertemuan periodik AAC dilakukan melalui teleconference dan pertemuan tahunan di New York. (Team AKMS Subdit TB)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
7
Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) Menjawab Tantangan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
S
alah satu tantangan dalam pengendalian TB adalah manajemen informasi kesehatan yang belum optimal. Arus informasi data surveilans epidemiologi dari daerah ke pusat dan sebaliknya terutama yang berbasis fasilitas mengalami hambatan sejak desentralisasi. Masalah ini tentu akan mempengaruhi proses perencanaan. Perangkat lunak yang ada saat ini juga masih ditemukan beberapa kekurangan untuk dapat menghasilkan data yang lengkap, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga, proses komputasi berjalan lambat bila ukuran filenya besar. Untuk menjawab tantangan tersebut, salah satu strategi yang diambil adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan informasi yang berfokus pada pemanfaatan informasi rutin dengan mengembangkan pelaporan rutin berbasis web. Strategi selanjutnya dengan mengupayakan adanya integrasi data surveilans TB ke dalam Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang dikembangkan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI. Subdit TB bekerja sama dengan Pusdatin dan mitra TB telah mengembangkan sistem informasi yang diberi nama Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). SITT adalah sistem/aplikasi/ software berbasis web yang digunakan untuk pelaporan data TB dari kabupaten/kota (compiler). Website SITT ini dapat diakses di http://sitt.depkes. go.id. SITT tahap 1 telah diperkenalkan penggunaanya kepada wasor TB dan petugas datin dari 33 provinsi pada acara Workshop Sistem Informasi TB tahap 1 di Bandung pada 6-9 Juni 2012. Workshop ini bertujuan agar petugas TB di provinsi dapat menggunakan SITT dan mampu memberikan pelatihan kepada wasor TB kabupaten/kota serta mulai terjalinnya kerja sama antara wasor TB
8
Monev Bali, 3-7 Juli 2013
dengan petugas datin. Pelatihan kepada wasor TB kabupaten/kota juga sudah dilaksanakan. Pengkayaan SITT tahap 1 akan diakomodir pada pengembangan SITT tahap 2 dengan tidak hanya memasukan informasi kasus dan logistik saja tetapi juga laboratorium dan data dasar (fasilitas dan ketenagaan) serta adanya link antara SITT dengan sistem informasi TB MDR (pengobatan OAT lini 2) yaitu E-TB Manager. SITT tahap 2 ini sepenuhnya berbasis web. Dengan mempertimbangkan kondisi di daerah yang memiliki disparitas kemampuan mengakses internet, maka aplikasi SITT tahap 2 disiapkan untuk online dan offline. Selain itu, pada tahap 2 ini memungkinkan juga unit pelayanan kesehatan yang mampu menggunakan aplikasi tersebut untuk melaporkan. Hal ini berbeda dengan SITT tahap 2 di mana seluruh data dimasukan dan diunggah oleh wasor kabupaten/kota. \Pembuatan software/aplikasi SITT tahap 2 sudah mulai dilakukan sejak Februari 2013. Aplikasi final diharapkan sudah selesai pada akhir Agustus 2013. Workshop penggunaan SITT tahap 2 kepada wasor provinsi sudah dilaksanakan pada 20-24 Mei 2013. SITT tahap 2 akan diimplementasikan untuk pelaporan TB triwulan 1, 2014. Untuk menunjang penggunaan data yang diperoleh dari SITT, Subdit TB juga telah memberikan pengenalan workshop Pemanfaat Manajemen dan Analisis Data TB dengan STATA bagi wasor provinsi pada Monev Nasional di Bali pada 1-2 Juli 2013. Diharapkan dengan adanya SITT dan kegiatan lain dalam hal manajemen dan analisis data, akan terjadi peningkatan dalam manajemen informasi TB berbasis bukti (evidence based) yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap program pengendalian TB di Indonesia. (Helmi)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 25 - Oktober 2013 - 25/X/2013
Warta
TUBERKULOSIS INDONESIA
Wadah Informasi Gerakan Terpadu Nasional TB
Pelindung:
Prof. dr Tjandra Yoga Aditama (Direktur Jenderal PP dan PL)
Penasehat:
dr. Slamet, MHP (Direktur PPML)
Penanggung Jawab:
Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH (Ka Subdit TB)
Dewan Redaksi: Ketua Redaksi dr. Dyah Armi Riana, MARS. Redaksi dr. Triya Novita Dinihari Drg. Siti Nur Anisah Budiarti, S, SKM, M. Kes Crysti Mei Manik, SKM drg. Devi Yuliastanti Ratih Kumalasari, SKM. Ketua Kehormatan: Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso
Administrasi Harsana, SE
Alamat Redaksi:
Subdit TB, Dit PPML, Ditjen PP dan PL, DEPKES RI Gedung B Lantai 4 Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Indonesia Telp/Fax: (62 21) 42804154 website: www.tbindonesia.or.id Email:
[email protected]