PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA ) bagian 4 PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA ) Bab 2 ﺪًاﺑ اﻬِﻢﻠَﻴﺨَﻂُ ﻋﺴ ﻳََ ﻓﻨﱠﺔ اﻟْﺠﻞﻫ اَﻠانِ ﻋﻮِﺿلِ اﻟﺮَﺣ اﺎبﺑ Pemberian “Ridhwan” (atau: Ridho) kepada Penduduk Jannah, Sehingga Allah Ta’ala tidak akan murka kepada mereka selamanya. Hadits No.4 Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘anhu, beliau mengabarkan bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ؟ﻴﺘُﻢﺿ رﻞ ﻫ:ﻘُﻮلﻚَ ﻓَﻴﺪَﻳ ﻳ ﻓﺮاﻟْﺨَﻴﻚَ وﺪَﻳﻌﺳﻨَﺎ وﺑﻚَ رﻴ ﻟَﺒ:َﻘُﻮﻟُﻮن ﻓَﻴﻨﱠﺔ اﻟْﺠﻞﻫﺎ ا ﻳ:ﻨﱠﺔ اﻟْﺠﻞﻫ ﻘُﻮل ﻳﻪنﱠ اﻟا
ﻣﻞﻓْﻀ اﻢﻴﻄﻋ ا ا:ﻘُﻮل ﻓَﻴ،َﻚ ﺧَﻠْﻘﻦﺪًا ﻣﺣ اﻂ ﺗُﻌﺎ ﻟَﻢﺘَﻨَﺎ ﻣﻄَﻴﻋﻗَﺪْ اِ وبﺎ ر؟ ﻳﺿ ﻧَﺮ ﺎ ﻟَﻨَﺎﻣ و:َﻘُﻮﻟُﻮنﻓَﻴ ﻦ ﺪًاﺑ اﺪَهﻌ ﺑﻢﻠَﻴﺨَﻂُ ﻋﺳ اََ ﻓ،اﻧﻮ رِﺿﻢﻠَﻴ ﻋﻞﺣ ا:ﻘُﻮلﻚَ؟ ﻓَﻴ ذَﻟﻦ ﻣﻞﻓْﻀ اءَ ﺷياِ وبﺎ ر ﻳ:َﻘُﻮﻟُﻮنﻚَ؟ ﻓَﻴذَﻟ “Sungguh Allah ‘Azza waJalla akan mengajak bicara penduduk Jannah dengan mengatakan, “Wahai Penduduk Jannah!”
Mereka pun menjawab: “Labbaik (Kami sambut panggilan-Mu) dengan senang hati, wahai Robb kami. Seluruh kebaikan ada di kedua tanganmu.” Allah Azza waJalla pun mengatakan: “Apakah kalian rela?” Mereka pun menjawab: “Kenapa kami tidak rela, Wahai Tuhan kami? Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu.” Allah ‘Azza waJalla mengatakan: “Maukah Ku berikan kepada kalian sesuatu yang lebih baik dari itu semua?”
Mereka menjawab: “Wahai Robb Kami, Sesuatu apakah itu? Yang lebih baik dari (pemberianmu) ini? Allah ‘Azza waJalla mengatakan: : ﺪًاﺑ اﺪَهﻌ ﺑﻢﻠَﻴﺨَﻂُ ﻋﺳ اََ ﻓ،اﻧﻮ رِﺿﻢﻠَﻴ ﻋﻞﺣا “Sekarang, Aku halalkan kepada kalian Ke-Ridho-an Ku, Dan Aku tidak akan murka kepada kalian setelah ini, selamanya.” (HR. Muslim No.2829) Takhrij Hadits: Hadits ini diriwayatkan pula oleh: Al-Bukhori (6549), (7518), Muslim (2829), Ahmad (11835), At-Tirmidzi (2555), Al-Hakim di dalam “Al-Mustadrok (8736), Ma’mar bin Rosyid di dalam “Jami’-nya” (20857), Ibnul-Mubarok di dalam “Musnadnya” (112), Abu Daud At-Thoyalisi di dalam Musnadnya (2293), dan selain mereka.
Syarah (Penjelasan): Di dalam hadits ini Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kita sebuah sesi hari Akhir berisi percakapan antara Allah ‘Azza wa Jalla dengan satu golongan penduduk Jannah yang disebut dengan “Jahannamiyyun”, (bekas penduduk Jahannam yang dimasukkan ke dalam Jannah). Mereka belum pernah beramal kebaikan sama sekali. Namun dengan rahmat Allah Ta’ala mereka bisa mendapatkan kenikmatan Jannah. Bahkan mendapatkan ke-Ridhoan-Nya. Sehingga selamat dari murka Allah Ta’ala selama-lamanya. (Lihat “Al-Mustadrok” no.8736, Jami’ Ma’mar bin Rosyid no.20857, Musnad Abi Dawud At-Thoyalisi No.2293, Lihat pula “Shohih Al-Bukhori” no.7450 dari shahabat Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu tentang rahmat Allah Ta’ala kepada mereka). Faedah: Hadits ini termasuk dalil yang menetapan sifat Kalam untuk Allah Ta’ala sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya. Bahwasanya Allah Ta’ala berbicara
sekehendak-Nya, kapanpun Dia menginginkannya, dengan suara yang didengar dan dipahami, ucapan yang betul-betul hakiki. (Selengkapnya lihat “Ma’arijul-Qobul” (1/255), karya Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rohimahullah) -Wallahu a’lamu bisshowabIkuti terus pelajaran Shahih Muslim di channel ini, insya Allah. Dirangkum oleh: al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan —————– Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com —————– Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/224
PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA) bagian 3 PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA) Kitabul-Jannah Bab 1: Sebuah Pohon yang Besar di Jannah Hadits No.3 Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, beliau berkata; Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda: ﺎﻬﻘْﻄَﻌ ﻳ ﻻ،ﻨَﺔﺔَ ﺳﺎﯨﺎ ﻣﻬّﻠ ﻇ ﻓﺐاﻛ اﻟﺮﻴﺮﺴةً ﻳﺮ ﻟَﺸَﺠﻨﱠﺔ اﻟْﺠنﱠ ﻓا “Sungguh, di dalam Jannah ada sebuah pohon yang (jarak) naungannya (ketika) ditempuh selama 100 tahun oleh pengendara kuda, (tetap) tidak bisa melampauinya.” (HR. Muslim No.2826) Takhrij Hadits: Hadits ini diriwayatkan pula oleh: Al-Bukhori (3252), (4881), Ahmad (7498), (9243), (9832), (9870), (9950), (10065), (10259), At-Tirmidzi (2523), Ibnu Majah (4335), Ma’mar bin Rosyid dalam Jami’-nya (20877), Abu Nu’aim dalam Sifatul-Jannah (403), Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhud (1485), Ad-Darimi dalam Sunannya(2881) dan selain mereka.
Syarah (Penjelasan): Rasulullah Sholalllahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepada kita bahwa di dalam Jannah terdapat sebuah pohon yang sangat besar. Jarak antara ujung naungannya begitu jauh. Walaupun seorang pengendara memacu kuda pacuannya untuk berlari kencang selama 100 tahun perjalanan, niscaya tetap tidak bisa melewati ujungnya. Hal ini, sebagaimana disebutkan dalam hadits nomer 2828 dalam Shohih Muslim …ﺮِﻳﻊ اﻟﺴﺮﻤﻀ اﻟْﻤادﻮ اﻟْﺠﺐاﻛاﻟﺮ “… Pengendara kuda pacuan yang berlari kencang…” Dalam Jami’ Ma’mar bin Rosyid rohimahullah (no.20877) disebutkan: ﺎﻠُﻐُﻬﺒ ﻳ “(Pengendara tersebut tetap) Tidak bisa melewatinya.”
Dalam kitab “Az-Zuhud” milik Al-Imam Ibnul Mubarok –rohimahullah- (no. 1485) disebutkan: ﺎﻓَﻬﻠُﻎُ ﻃَﺮﺒﺎ ﻳﻣ “(Pengendara tersebut) Belum bisa mencapai ujungnya.” Itulah yang disebut oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam dengan: ٍﺪُودﻤ ﻣﻞﻇو “Naungan yang terbentang luas.” Yang disebutkan di dalam surat Al-Waqi’ah ayat 30. (Lihat Shohih Al-Bukhori (3252), (4881) dan juga Musnad Ahmad (10259)) Sampai-sampai, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan bahwa dedaunannya menutupi Jannah, beliau Shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, َﻨﱠﺔ اﻟْﺠﺮﺨَﻤﺎ ﻟَﻴﻗَﻬرنﱠ واو “Dan sungguh! Dedaunannya menutupi Jannah.” (Musnad Ahmad no.9243) Berkata Ka’ab Al-Ahbar (*): “Maha Benar (Allah Ta’ala) yang telah menurunkan Taurat kepada nabi Musa ‘Alaihis salam, dan menurunkan Al-Qur`an kepada Nabi Muhamamad Shollallahu ‘alaihi wasallam, Jika seandainya seseorang itu menaiki unta yang berumur 3 tahun atau unta yang berumur 4 sampai 5 tahun untuk mengelilingi batang pohon itu, niscaya dia tidak akan bisa melakukannya, walaupun sampai tua renta (dimakan usia).” (Lihat “Az-Zuhud” (1485) karya Ibnul-Mubarok dan “Sifatul-Jannah” no.42, karya Ibnu Abid-Dunya)
(*) Beliau adalah seorang mukhoddrom (hidup sejaman dengan Nabi Sholllallahu ‘alaihi wasallam namun belum pernah ketemu dengan beliau) (Lihat At-Taqrib no.5648) Saudaraku,… Tatkala kita yakin akan besarnya pohon ini, Tentu kita juga akan semakin yakin akan kebesaran penciptanya; yang pasti lebih besar lagi.
Ikuti terus pelajaran Shahih Muslim di channel ini, insya Allah.
Dirangkum Oleh: al Ustadz Abdul Hadi Pekalongan hafizhahullah
—————– Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com —————– Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/218
PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA ) Bagian 2 PELAJARAN SHAHIH MUSLIM (PEMBAHASAN TENTANG SURGA ) Kitabul-Jannah Hadits No.2 Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Allah subhanahu wata’ala berfirman: ٍﺸَﺮ ﻗَﻠْﺐِ ﺑَﻠ ﻋ ﺧَﻄَﺮ و،ﺖﻌﻤذُنٌ ﺳ ا و،تا رﻦﻴ ﻋ ﺎ ﻣﻴﻦﺤﺎﻟ اﻟﺼﺎدِيﺒﻌ ﻟتﺪَدﻋا “Telah ku sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang sholih, sesuatu yang
tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbayang di dalam hati seorang manusia pun.” Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Pembenarnya terdapat di dalam Al-Qur`an: َﻠُﻮنﻤﻌﺎﻧُﻮا ﻳﺎ ﻛ ﺑِﻤاءﺰ ﺟﻦﻴﻋ اة ﻗُﺮﻦ ﻣﻢ ﻟَﻬﺧْﻔﺎ ا ﻣ ﻧَﻔْﺲﻠَﻢ ﺗَﻌََﻓ “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (As-Sajdah:17) HR. Muslim No.2824 dalam beberapa lafadz. Disebutkan pula pada nomer 2825 hadits yang semakna, dari shahabat Sahl bin Sa’ad As-Sa’idy rodhiyallahu ‘anhu Takhrij Hadits: Hadits ini diriwayatkan pula oleh: Al-Bukhori (3244), (4779), (4780), (7498), Ahmad (8143), (9649), (10017), (10423), (10577), At-Tirmidzi (3197), (3292), Ibnu Majah (4328), dan selain mereka. Syarah (Penjelasan): Di dalam hadits ini dijelaskan, bahwa kenikmatan di dalam Jannah tidak pernah dilihat, didengar, atau dibayangkan oleh seorang pun. Pendalilan ini diperkuat dengan surat As-Sajdah ayat 17 yang dibacakan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (As-Sajdah:17) Di dalam hadits ini pula disebutkan, bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah menyediakan Jannah bagi hamba-hamba-Nya yang sholih, yaitu yang bertakwa. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman: ﻴﻦﺘﱠﻘﻠْﻤ ﻟﺪﱠتﻋ اضرا واتﺎوﻤﺎ اﻟﺴﻬﺿﺮ ﻋﻨﱠﺔﺟ وﻢِﺑ رﻦ ﻣةﺮﻐْﻔ ﻣَﻟﻮا اﺎرِﻋﺳو
“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang (telah) disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Al-Imron:133) Faedah: Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa al-Jannah (surga)) sekarang sudah diciptakan dan sudah ada. Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagaimana disebutkan dalam kitabkitab Aqidah. Di antaranya kitab “Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah” karya Imam Ath-Thohawi, kitab “Lum’atul I’tiqod” karya Imam Ibnu Qudamah rohimahullah, dimana mereka menjelaskan: ﺨْﻠُﻮﻗَﺘَﺎن ﻣ اﻟﻨﱠﺎرﻨﱠﺔُ و… اﻟﺠ “Al-Jannah dan An-Nar (keduanya) sudah diciptakan….” Di antara dalil yang menunjukkan permasalahan itu adalah Surat Ali Imron ayat 133 yang tadi disebutkan di atas. Kemudian hadits ini. Kemudian sabda Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam (setelah beliau sholat gerhana): ﺎﺖِ اﻟﺪﱡﻧْﻴﻴﻘﺎ ﺑ ﻣﻨْﻪ ﻣﻠْﺘُﻢﻛ ﺧَﺬْﺗُﻪ اﻟَﻮ و،اﻨْﻘُﻮدﺎ ﻋﻨْﻬ ﻣﻟْﺖ ﻓَﺘَﻨَﺎو،َﻨﱠﺔ اﻟْﺠﺖﻳا رّﻧ…ا “Sesungguhnya aku telah melihat Jannah (surga) (ketika dalam sholat gerhana tersebut), Akupun berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Andai aku berhasil mengambilnya, niscaya kalian dapat memakannya selama dunia ini masih ada.” (HR. Al-Bukhori No.1052 dan Muslim No.907 , dari Abdullah bin Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma) (Silahkan lihat penjelasan Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rohimahullah selengkapnya di kitab “Syarh Lum’atul I’tiqod” karya beliau Hal.131-133)
Ikuti terus pelajaran Shahih Muslim di channel ini, insya Allah.
Dirangkum Oleh: al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan hafizhahullah ————– Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com ————– Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/215
Pelajaran TAUHID: Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 9) ﻗـــــــﺎل ﻪاﻟﺒﺨﺎري رﺣﻤﻪ اﻟ Pelajaran TAUHID: Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 9) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahullah berkata, ﻪ اﻟ اﻟَﻪ ا ﻻﻧﱠﻪ اﻠَﻢ }ﻓَﺎﻋ:َﺎﻟ ﺗَﻌﻟُﻪ ﻗَﻮﻴﻞاﻟﺪﱠﻟ و.(( ﻞﻤاﻟْﻌلِ و اﻟﻘَﻮﻞ ﻗَﺒﻠْﻢ اﻟﻌﺎب ((ﺑ: ﻪوﻗﺎل اﻟﺒﺨﺎري رﺣﻤﻪ اﻟ ﻓﺒﺪأ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻗﺒﻞ اﻟﻘﻮل واﻟﻌﻤﻞ، [19 : اﻵﻳﺔ،ﺬَﻧْﺒِﻚَ{ ]ﺳﻮرة ﻣﺤﻤﺪ ﻟﺮﺘَﻐْﻔاﺳو. “(Imam) Al-Bukhori Rohimahullah berkata: ‘Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan’, Dalilnya firman Allah Ta’ala (artinya): “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Sesembahan Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (Surat Muhammad ayat 19), (Di dalam ayat ini) Allah Ta’ala memulai dengan (menyebut) Ilmu (terlebih dahulu) sebelum ucapan dan perbuatan.”
PENJELASAN: Pembahasan kali ini terbagi menjadi dua bagian; Bagian Pertama: Biografi Ringkas Al-Imam Al-Bukhori Rohimahullah. Bagian Kedua: Penjelasan ucapan beliau Rohimahullah. Bagian Pertama: Biografi Ringkas Al-Imam Al-Bukhori Rohimahullah: Nama Beliau: Muhammad bin Isma’il bin Ibrohim bin al-Mughiroh al-Ju’fi alBukhori (*) Kunyah beliau: Abu Abdillah (*) al-Bukhori (nisbah kepada kota Bukhoro; tempat kelahiran beliau); Al-Bukhori kecil lahir di bulan Syawwal tahun 194 Hijriah, tepatnya malam Jum’at tanggal 13. (Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah” 11/30) Keadaan beliau yang yatim sepeninggal ayahnya tidak menghalanginya untuk melanglang buana, mengembara mencari hadits ke segala penjuru negeri, mengambil ilmu dari para Ulama, setelah beliau selesai menghafal Al-Quran. Imam Bukhori menuturkan, “Aku temui lebih dari seribu orang Ulama dari Hijaz, Mekkah, Madinah, Kufah, Basroh, Wasith, Baghdad, Syam, dan Mesir.” (“Sifatus-Shofwah” 2/345 , Ibnul Jauzi) Hingga akhirnya beliau mendapatkan ratusan ribu hadits yang menancap kuat di dalam dadanya. Beliau mengatakan, “Aku hafal 100.000 hadits shohih, dan 200.000 hadits dho’if.” (Lihat“Ma’rifah Anwa’ Ulumil-Hadits” 1/20; IbnusSholah) Al-Hafizh Ibnu Hajar menjuluki beliau dengan “Jabalul-Hifzh” (Gunung Hafalan, dikarenakan banyak dan kuatnya hafalan beliau, pen) (At-Taqrib No.5726) Karya tulis beliau sangat banyak. Yang paling masyhur adalah: “Al-Jami’ Al-Musnad Ash-Shohih Al-Mukhtashor min Umuuri Rasulillah Shollallahu ‘alaihi wasallam Wa Sunanihi wa Ayyaamihi”.
Yang dikenal sebagai “Shohih Al-Bukhori”. Sebuah kitab yang disepakati oleh umat Islam sebagai kitab paling shohih setelah Al-Qur`an. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam An-Nawawi Rohimahullah. (Lihat “Al-Minhaj” 1/14)
Begitu panjang coretan pena Ulama menuliskan pujian mereka terhadap Imam besar semisal Al-Bukhori. Yang kesemuanya itu berujung pada firman Allah Ta’ala, ﺸَﺎء ﻳﻦ ﻣﻴﻪﺗﻮ ﻳﻪ اﻟﻞﻚَ ﻓَﻀذَﻟ “Itulah keutamaan (dari) Allah, (yang) diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.” [Al-Maidah:54, Al-Hadid:21, Al-Jumu’ah:4] Wallahu A’lamu bisshowaab. Ikuti terus pelajaran Tsalatsatul Ushul ( )ﺛﻼﺛﺔ اﻷﺻﻮلsetiap hari senin dan kamis, Insya Allah
Dirangkum Oleh: al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan hafizhahullahu Ta’ala
……………………………… Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com ……………………………… Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/221
PELAJARAN TAUHID : Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 8) bag-2 PELAJARAN TAUHID : Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 8)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata, ﻔﺘﻬﻢ اﻟﺴﻮرة ﻟﺬِهﻻ ﻫ اﻪ ﺧَﻠْﻘَﻠﺔً ﻋﺠ ﺣﻪ اﻟلﻧْﺰﺎ ا ﻣ ﻟَﻮ:ﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌ “Asy-Syafi’i berkata, Kalau seandainya Allah Azza wa Jalla tidak menurunkan hujjah kepada makhluk-Nya kecuali surat ini saja, niscaya (surat ini) sudah mencukupi mereka.” ……………………………………… PENJELASAN: Ucapan Imam Asy-Syafi’i bagian-2 Makna Ucapan tsb: Empat sebab kebahagiaan hakiki (yang telah kita pelajari) pada hakekatnya dijelaskan secara ringkas di dalam surat ini (secara garis besar). Adapun isi Al-Qur`an (seluruhnya) beserta As-Sunnah, menjabarkan rinciannya. (Sehingga perlu kita pahami) Bahwa tatkala surat ini menjelaskan sebabsebab kebahagiaan secara garis besar. Saat itulah hujjah telah ditegakkan terhadap makhluk dengan surat ini. Adapun dalil-dalil yang ada, Yakni selain surat ini –baik dari Al-Qur`an maupun dari as-Sunnah- maka (kedudukannya) sebagai perinci dan penjelas empat hal tadi. Jangan sampai kita memahami: Bahwa, “Surat ini (sudah) cukup bagi makhluk-Nya, andaikata Allah tidak
menurunkan selainnya.” Namun (yang seharusnya kita katakan), “Surat ini sudah cukup sebagai hujjah (penuntut atau pembela, -pen) bagi makhluk-Nya (secara garis besar) , karena Allah Ta’ala telah menjelaskan sebab-sebab kebahagiaan dan kesengsaraan (di dalamnya). Sehingga pada hari kiamat nanti, tidak ada seorang pun yang mengatakan: Saya tidak tahu sebab-sebab kebahagiaan, (atau mengatakan) Saya tidak tahu sebab-sebab kesengsaraan. Dalam keadaan, (di dunia) dia telah membaca surat yang ringkas dan pendek ini. (Disadur dari Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah (hal.24), karya Asy-Syaikh Sholih AlFauzan Hafizhohullah) ……………………….. Sebagian Ulama menyatakan bahwa pernyataan ini tidak benar. Karena terdapat beberapa versi riwayat dari Asy-Syafi’i rohimahullah yang secara dhohir maknanya berbeda. Namun di atas tadi kita telah baca bersama makna yang seharusnya kita pahami dari ucapan seorang Imam, seperti Asy-Syafi’i rohimahullah, hal ini karena menimbang kepercayaan kita kepada penukilnya, yaitu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahullahu Ta’ala. Wallahu A’lamu bish showab
Sebagai Penutup: Sebagai seorang mukmin; Seharusnya hati kita tergerak untuk meraih kebahagiaan tatkala membaca surat ini. Dengan giat berusaha: Menjadi insan beriman yang melandasi keimanannya dengan ilmu, (kemudian) Beramal sholih, Berdakwah kepada kebenaran , Serta Bersabar hingga kita bertemu dengan Allah Azza wa Jalla-.
Semoga Allah Azza wa Jalla memudahkan jalan kita untuk meraih kebahagiaan yang hakiki…. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalaamiin Ikuti terus pelajaran Tsalatsatul Ushul ( )ﺛﻼﺛﺔ اﻷﺻﻮلsetiap hari senin dan kamis
Dirangkum Oleh: al Ustadz Abdul Hadi Pekalongan hafizhahullah ======== Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
………………………….. Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/212
SIFAT-SIFAT AL-JANNAH, KENIKMATANNYA, DAN SIFAT PENDUDUKNYA SIFAT-SIFAT AL-JANNAH, KENIKMATANNYA, DAN SIFAT PENDUDUKNYA ====================== Pelajaran Shohih Muslim Kitabul-Jannah Hadits No.1
———————Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: ِاتﻮ ﺑِﺎﻟﺸﱠﻬﻔﱠﺖِ اﻟﻨﱠﺎرﺣ و،ﺎرِهﻨﱠﺔُ ﺑِﺎﻟْﻤﻔﱠﺖِ اﻟْﺠﺣ “Al-Jannah (surga) dikelilingi oleh perkara-perkara yang tidak disenangi, dan An-Naar (neraka) dikelilingi oleh syahwat (hawa nafsu).” (HR. Muslim No.2822)
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan pula oleh: Ahmad (12559), (13671), (14030), At-Tirmidzi (2559), Abu Nu’aim dlm “SifatulJannah” (42), dan selain mereka. Disebutkan pula dalam Shohih Al-Bukhori No. 6487 , dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu dengan lafazh, ﺎرِهﻨﱠﺔُ ﺑِﺎﻟْﻤﺖِ اﻟﺠﺠِﺒﺣ و،ِاتﻮ ﺑِﺎﻟﺸﱠﻬﺖِ اﻟﻨﱠﺎرﺠِﺒﺣ “An-Naar ditutupi dengan syahwat (hawa nafsu), dan Al-Jannah ditutupi dengan perkara-perkara yang dibenci.”
Syarah (Penjelasan): Makna Hadits ini, Al-Jannah tidak akan bisa dicapai kecuali dengan melakukan hal-hal yang dibenci hawa nafsu, misalnya: Bersungguh-sungguh dalam ibadah serta menekuninya, Bersabar dalam menghadapi kesulitan (kesukaran) ketika menjalankan ibadah tersebut, Menahan amarah, Memaafkan orang lain, Bersikap tenang (tidak terburu-buru), Bersedekah, Berbuat baik kepada orang yang menyakitinya, Bersabar dalam melawan tuntutan hawa nafsu,
Dan yang semisalnya.
Adapun An-Naar, dikelilingi oleh Syahwat (hawa nafsu) yang diharamkan, Misalnya: Minuman Keras (khomr), Perzinaan, Melihat wanita yang bukan mahrom, Ghibah (membicarakan aib orang lain), Bermain alat musik, Dan yang semisalnya.
Adapun Syahwat (hawa nafsu) yang diperbolehkan tidak masuk dalam pembahasan tadi. Namun makruh (dibenci hukumnya) jika dilakukan secara berlebihan, karena dikhawatirkan akan menyeret pelakunya ke dalam: Perbuatan haram, Membuat hatinya keras, Melalaikan dirinya dari amal ketaatan,
atau justru… Menjadikan dirinya semakin tamak dalam mendapatkan harta dunia untuk digunakan foya-foya, Dan yang semisalnya.
– SELESAI – Semoga Allah Ta’ala memasukkan kita semua ke dalam al-Jannah dan menjauhkan kita dari Adzab-Nya. Aamiin Wallahu a’lamu bisshowab… Diringkas dari Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim (8/165 – 166), karya: Al-Imam An-
Nawawi rohimahullah Dirangkum oleh: al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan hafizhahullah ———– Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com ———– Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/210
Pelajaran Kitab Tsalatsatul Ushul (8): ﻪ رﺣﻤﻪ اﻟﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌ PELAJARAN TAUHID : Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 8)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata, ﻔﺘﻬﻢ اﻟﺴﻮرة ﻟﺬِهﻻ ﻫ اﻪ ﺧَﻠْﻘَﻠﺔً ﻋﺠ ﺣﻪ اﻟلﻧْﺰﺎ ا ﻣ ﻟَﻮ: ﻪ رﺣﻤﻪ اﻟﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌ Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i rohimahullah, “Kalau seandainya Allah Azza wajalla tidak menurunkan hujjah kepada makhluk-Nya kecuali surat ini saja, niscaya (surat ini) sudah mencukupi mereka.” ……………………………… PENJELASAN: Pembahasan kali ini terbagi menjadi dua bagian:
Bagian Pertama: berisi biografi ringkas Al-Imam Asy-Syafi’i rohimahullah. Bagian Kedua: berisi kandungan makna ucapan beliau rohimahullah. Bagian Pertama: Biografi Ringkas Al-Imam Asy-Syafi’i rohimahullah: Nama Beliau Adalah: Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ al-Muttholibi alQurosyi Beliau masih satu nasab dengan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena kakek buyut beliau yang bernama Al-Muttholibi merupakan saudara kandung Hasyim yang merupakan kakek buyut Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.” (Lihat Siyar A’lam An-Nubala 10/6) Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan: ٌﺪاﺣ وءَ ﺷﻢﺎﺷﻨُﻮ ﻫﺑ وﺐﻄﱠﻠﻨُﻮ اﻟْﻤﺎ ﺑﻧﱠﻤا “Sungguh anak keturunan Al-Muttholib dan anak keturunan Hasyim (masih) satu nasab.” (HR. Al-Bukhori no.3502) Asy-Syafi’i termasuk Shighor Tabi’ut Tabi’in Al-Hafizh Ibnu Hajar rohimahullah dalam kitabnya Taqribut Tahdzib (no.5717) menyebutkan bahwa beliau berada pada thobaqoh (tingkatan) ke-9. (yaitu termasuk “Shighor Tabi’ut Tabi’in”) Sehingga beliau termasuk orang-orang yang direkomendasikan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dengan kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam hadits: ﻢﻠُﻮﻧَﻬ ﻳ اﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺛُﻢ،ﻢﻠُﻮﻧَﻬ ﻳ اﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺛُﻢ،ﻧ اﻟﻨﱠﺎسِ ﻗَﺮﺮﺧَﻴ “Sebaik-baik manusia adalah yang semasa denganku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya (lagi).” (Muttafaqun ‘alaih, dari Shahabat Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘anhu)
Beliau Termasuk Mujaddid (Pembaharu) Islam. Maksudnya seorang (ulama) yang menjelaskan sunnah dari bid’ah, menyebarkan
ilmu, dan menolong para Ulama, serta mengalahkan ahli bid’ah dan menghinakan mereka. (Lihat ‘Aunul Ma’bud 11/260) (Yaitu) Ketika mayoritas manusia menyimpang dari jalan agama yang lurus.. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah (Vol.1- (2/247) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, ﺎﺎ دِﻳﻨَﻬ ﻟَﻬﺪِّدﺠ ﻳﻦ ﻣﻨَﺔ ﺳﺔﺎﯨ ﻣﻞسِ ﻛا رَﻠ ﻋﺔﻣ اﺬِهﻬ ﻟﺚﻌﺒ ﻳﻪنﱠ اﻟا “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan mengutus untuk umat ini seseorang yang (akan) memperbaharui agama mereka, pada setiap penghujung 100 tahun.” (HR. Abu Dawud no.4291, Al-Hakim dalam AlMustadrok no.8592 dan 8593. Dari shahabat Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu) Asy-Syaikh Al-Albani menshohihkan hadits ini dalam Shohih Al-Jami’ (no.1874) Al-Imam Ahmad bin Hanbal Rohimahullah menjelaskan, bahwa pada penghujung 100 tahun pertama Allah Azza wa Jalla- memunculkan ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H) , kemudian pada 100 tahun kedua Allah Azza wa Jalla memunculkan Asy-Syafi’i (meninggal tahun 204 H). (lihat ‘Aunul Ma’bud 11/260 – 261) Ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Pada setiap penghujung 100 tahun” ada yg mengartikan pada setiap awal 100 tahun. Namun yg dipilih oleh penulis kitab ‘Aunul Ma’bud adalah setiap akhir 100 tahun. Wallahu a’lam . (lihat ‘Aunul Ma’bud 11/262)] Semoga Allah –ta’ala- merahmati beliau dan kita semua. Aamiin Ikuti terus pelajaran Tsalatsatul Ushul ( )ﺛﻼﺛﺔ اﻷﺻﻮلsetiap hari senin dan kamis FAEDAH INI DIKIRIM OLEH AL-USTADZ ABDUL HADI PEKALONGAN HAFIZHAHULLAH.
…………………. Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
…………………. Pelajaran ini diterbitkan oleh Channel telegram warisan salaf Link Telegram: https://t.me/warisansalaf/206
Pelajaran Kitab Tsalatsatul Ushul (7): واﻟﻌﺼﺮواﻟﺪﻟﻴﻞ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟ PELAJARAN TAUHID : Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 7) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata, :َﺎﻟ ﺗَﻌ ﻗَﻮﻟُﻪﻴﻞ اﻟﺪﱠﻟو ِﺮﺒﻮا ﺑِﺎﻟﺼاﺻ ﺗَﻮ وﻖﻮا ﺑِﺎﻟﺤاﺻ ﺗَﻮﺎتِ وﺤﺎﻟﻠُﻮا اﻟﺼﻤ ﻋﻨُﻮا و آﻣ اﻟﱠﺬِﻳﻦﺮٍ * إ ﺧُﺴﺎنَ ﻟَﻔﻧْﺴنﱠ اﻻ ا، ِﺮﺼ اﻟﻌو “Dalilnya firman Allah Ta’ala, { Demi Masa (1) Sesungguhnya (semua) manusia benar-benar dalam kerugian (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3) } (QS. Al-Ashr: 1-3) ……………………….. PENJELASAN: [ Dalilnya firman Allah Ta’ala ] Yaitu dalil tentang keempat permasalahan yang beliau sebutkan sebelumnya {Demi Masa (1) Sesungguhnya (semua) manusia dalam kerugian (2) } Kemudian Allah Ta’ala sebutkan kriteria orang-orang yang beruntung dan selamat dari kerugian: 1. Yang Pertama: Kecuali orang-orang yang beriman.
2. Yang Kedua: Dan beramal sholeh. 3. Yang Ketiga: Orang-orang yang saling menasehati untuk mentaati kebenaran. 4. Yang Keempat: Orang-orang yang saling menasehati untuk menetapi kesabaran. Berkata Al-Imam Ibnu Katsir Rohimahullah, “Allah Ta’ala bersumpah dengan masa bahwa semua manusia berada dalam kerugian dan kehancuran, kecuali orang-orang yang di dalam hatinya terdapat keimanan, beramal sholeh dengan anggota tubuhnya, melakukan amalan-amalan taat, meninggalkan perkara-perkara yang haram, bersabar terhadap musibahmusibah (yang menimpanya), bersabar terhadap takdir (yang telah ditentukan untuknya), bersabar terhadap gangguan orang-orang yang mengganggu yang ditujukan kepada orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. (Tafsir Ibnu Katsir 8/480 secara ringkas) Berkata Asy-Syaikh Bin Baz Rohimahullah: “Surat ini sebagai dalil tentang empat permasalahan (yang disebutkan sebelumnya). (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 25) Ikuti terus pelajaran Tsalatsatul Ushul ( )ﺛﻼﺛﺔ اﻷﺻﻮلsetiap hari senin dan kamis
Insya Allah mulai hari ini, pelajaran Tsalatsatul Ushul akan dipandu oleh Al Ustadz Abdul Hadi Pekalongan
================= Pelajaran ini diterbitkan oleh Channel telegram warisan salaf https://telegram.me/warisansalaf/199
Pelajaran Kitab Tsalatsatul Ushul (6): اﻷذى ﻓﻴﻪاﻟﺮاﺑﻌﺔ اﻟﺼﺒﺮ ﻋﻠ. PELAJARAN TAUHID : Kajian Kitab Tsalatsatul Ushul (Bagian 6) Penulis berkata, اﻷذى ﻓﻴﻪ اﻟﺼﺒﺮ ﻋﻠ:اﻟﺮاﺑﻌﺔ. Keempat: Bersabar atas gangguan di dalamnya. …………………………………..
PENJELASAN: [ Keempat: BERSABAR ATAS GANGGUAN PADANYA: ] Permasalahan yang keempat ini kembalinya kepada poin sebelumnya, yaitu mendakwahkan ilmu yang telah dipelajari dan diamalkan. Walaupun pada hakekatnya, kesabaran sangat dibutuhkan ketika mempelajarinya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya.
Arti “Sabar” secara bahasa adalah menahan diri, yaitu menahan diri dari tiga perkara: Bersabar tatkala melakukan ketaatan. Bersabar ketika meninggalkan kemaksiatan. dan bersabar disaat mendapati takdir yang tidak baik (menurutnya).
Sehingga seorang penuntut ilmu harus bersabar ketika mempelajari ilmu, tanpa kesabaran sangat mustahil dia akan meraih ilmu yang dipelajari. Demikian pula orang yang mengamalkan ilmunya butuh kesabaran, tanpa kesabaran dia tidak akan bisa istiqomah didalam mengamalkan ilmunya.
Dan orang yang berdakwah sangat butuh kepada kesabaran. Karena pasti ia akan berhadapan dengan orang-orang yang berusaha menjegal laju dakwahnya. Para Rasul yang Allah utus untuk berdakwah kepada kaumnya juga tidak lepas dari gangguan dengan bentuk yang beraneka ragam. Ada yang sekadar cemoohan, gunjingan, dan menyematkan gelar yang buruk. Hingga kepada pengusiran, penyiksaan fisik, dan ada juga yang sampai dibunuh. dan penentangan tersebut tidak hanya mereka rasakan dari orang-orang tidak ada hubungan kekerabatan. Bahkan orang yang dekat nasabnya sekali pun ikut memusuhi dan memerangi mereka. Apabila seseorang dapat bersabar di dalam mencari ilmu, mengamalkannya, dan, mendakwahkannya. Maka dia akan merasakan manisnya hasil dari usahanya tersebut. Sehingga, pembukaan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tsalatsatul Ushul ini sangat penting untuk selalu kita ingat. Wallahu a’lam bish showwab. Ikuti terus pelajaran Tsalatsatul Ushul ( )ﺛﻼﺛﺔ اﻷﺻﻮلsetiap hari senin dan kamis
Dirangkum Oleh: Abu Rufaidah Abdurrahman ================= Pelajaran ini diterbitkan oleh Channel telegram warisan salaf https://telegram.me/warisansalaf/165
FIKIH MUYASSAR TENTANG BEJANA
3:
BAB
BAB TENTANG BEJANA BAB TENTANG BEJANA, yaitu bab yang menjelaskan hukum menggunakan bejana untuk bersuci. Bejana yang dimaksud di sini ialah wadah yang biasa dipakai untuk menyimpan air dan selainnya. Ada yang terbuat dari besi dan juga dari benda lainnya. Sebenarnya hukum asal menggunakan bejana adalah mubah. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dialah (Allah) yang telah menciptakan bagi kalian apa yang ada di bumi seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah:29) Hanya saja, dalam Bab Bejana ini akan diuraikan 4 permasalahan yang samar bagi kebanyakan orang. 1. MENGGUNAKAN BEJANA YANG TERBUAT DARI EMAS DAN PERAK UNTUK BERSUCI Seperti yang kami singgung sebelumnya, bahwa hukum asal menggunakan bejana untuk semua keperluan adalah boleh. Baik bejana itu terbuat dari besi atau dari benda lainnya. Bahkan bejana yang mewah sekali pun. Akan tetapi timbul permasalahan jika bejana tersebut terbuat dari Emas dan Perak. Di dalam beberapa haditsnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang makan dan minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian minum dari bejana emas dan perak. Jangan pula makan dari piring-piring emas dan perak. Karena sesungguhnya bejana-bejana tersebut untuk mereka (yakni orang kafir,pen) di dunia, dan untuk kalian di akhirat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dalam hadits lain beliau bersabda, “Orang yang minum dari bejana perak, maka hakekatnya ia mengalirkan dalam perutnya api neraka jahannam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sekarang permasalahannya adalah, apakah larangan tersebut untuk makan dan minum saja atau berlaku juga untuk penggunaan lain seperti bersuci dan yang selainnya? Dalam hal ini ada 2 pendapat Ulama: Pendapat Pertama: Mayoritas ulama berpandangan bahwa larangan tersebut berlaku untuk semua penggunaan seperti makan, minum, bersuci, dan lainnya. Bahkan Al-Iman An-Nawawi dan al-Mundziri menegaskan telah terjadi kesepakatan ulama dalam hal ini. Pendapat Kedua: Sebagian ulama seperti Al-Imam Asy-Syaukani sebagaimana dalam Nailul Authar (1/91) menyatakan, “Larangan tersebut hanya berlaku untuk makan dan minum saja. Adapun penggunaan lainnya seperti bersuci maka tidak termasuk dalam larangan. “ Pendapat kedua inilah yang dikuatkan oleh para ulama yang menulis kitab AlFiqhul Muyassar dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah dalam Fathu Dzil Jalali wal Ikram (1/119). Beliau berkata, “Boleh menggunakan bejana emas dan perak pada selain makan dan minum. Dikarenakan larangan tersebut pada makan dan minum saja. Seandainya seseorang menggunakan bejana emas dan perak sebagai tempat menyimpan barangnya, atau uang logam, atau untuk kebutuhan-kebutuhan selain makan dan minum maka tidak mengapa. Hal itu disebabkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling fashih, pemberi nasehat, dan paling mengetahui. Seandainya menggunakan (bejana) emas dan perak pada selain makan dan minum adalah haram pasti sudah dijelaskan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan penjelasan yang gamblang hingga tidak terjadi kesamaran.” 2. BEJANA YANG DIPATRI DENGAN EMAS DAN PERAK (Mematri adalah melekatkan dua belahan bejana atau menambal bejana yang bolong) Jika mematrinya memakai emas maka dilarang menggunakannya untuk makan dan minum, karena masuk dalam keumuman hadits pada bab sebelumnya. Adapun jika memakai perak yang sedikit maka diperbolehkan. Hal ini
berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu, ia berkata
ﺐﺎن اﻟﺸﻌ – ﻓﺎﺗﺨﺬ ﻣﻠﱠﻢﺳ وﻪﻠَﻴ ﻋﻪ اﻟﻠﱠﻪ – ﺻﺴﺮ ﻗﺪح رﺳﻮل اﻟاﻧ ﺳﻠﺴﻠﺔ ﻣﻦ ﻓﻀﺔ “Bahwasanya gelas Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam retak (sedikit pecah) maka beliau (menambal) tempat yang retak itu dengan jalinan dari perak.” (HR al-Bukhari) 3. BEJANA ORANG KAFIR Hukum asal menggunakan bejana orang kafir adalah halal, kecuali bila diketahui kenajisannya maka tidak boleh digunakan sampai dicuci. Hal ini sebagaimana hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani ia berkata, “Aku berkata, wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami hidup dilingkungan ahli kitab. Bolehkah kami makan dengan bejana mereka?” Beliau menjawab, “Jangan kalian makan darinya kecuali tidak didapati selainnya, maka cucilah (bejana tersebut) dan makanlah darinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Jika diyakini bejana tersebut bersih dari najis dikarenakan pemiliknya tidak suka berinteraksi dengan najis, maka boleh langsung digunakan tanpa harus dicuci terlebih dahulu. ٍSebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya pernah mengambil air wudhu’ dari gentong air milik seorang wanita musyrik (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 4. BERSUCI DENGAN BEJANA YANG DIBUAT DARI KULIT HEWAN Kulit hewat apabila telah disamak maka menjadi suci dan boleh dipakai. Hal ini berdasarkan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
أﻳﻤﺎ إﻫﺎب دﺑﻎ ﻓﻘﺪ ﻃﻬﺮ “Manasaja kulit hewan yang telah disamak maka sungguh ia telah suci.” (HR. Tirmidzi) Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melewati seekor domba yang telah mati, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata, “Tidakkah mereka mengambil
kulitnya
dan
menyamaknya,
lalu
mereka
bisa
memanfaatkannya?” Para shahabat menjawab, “Sesungguhnya hewan itu sudah mati.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya yang diharamkan adalah memakannya.” (HR. Muslim) Catatan: kulit hewan yang dimaksud di sini adalah hewan yang halal dimakan dagingnya ketika ia hidup. Adapun hewan yang haram dimakan dagingnya ketika hidup, seperti kucing dan yang lainnya, maka kulitnya tetap najis walaupun sudah disamak. Wallahu a’lam bish shawwab ======================= Sumber Panduan: Al-Fiqhul Muyassar Fathu Dzil Jalali wal Ikram Nailul Authar ======================= Disajikan oleh: Abu Rufaidah al-Maidany ======================= Pelajaran ini diterbitkan oleh Channel Telegram Warisan Salaf: https://telegram.me/warisansalaf/81 https://telegram.me/warisansalaf/82