ANALISIS SYARAH KITAB SHAHIH MUSLIM: STUDI PERBANDINGAN ANTARA KITAB SYARAH MUSLIM KARYA IMAM NAWAWI DENGAN KARYA SHIDDIQ HASAN KHAN Oleh: Azhariah Fatia Abstrak Kitab Shahih Muslim adalah salah satu kitab rujukan teks hadis yang terpopuler dan valid. Para ulama ahli hadis menemukan bahwa hadis-hadis yang ditulis oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya, diriwayatkan oleh orang-orang adil, kuat hafalannya (dhabith) dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Tingginya kualitas yang dimiliki kitab ini mendorong banyak ulama hadis menelaah karya Imam Muslim tersebut, mulai dari mensyarah, meringkas, mengomentari, dan meneliti kitab ini. Di antara ulama yang menyusun syarah kitab ini terdapat nama Imam Nawawi dan Sayyid Shiddiq Hasan Khan. Tulisan berikut ini akan memaparkan secara ringkas analisa perbandingan antara dua Kitab Syarah Shahih Muslim yang ditulis oleh Imam Nawawi dan Sayyid Shiddiq Hasan Khan. Pemilihan dua syarah ini dinilai penting karena dapat mewakili gambaran perkembangan pemikiran hadis abad XIII H dan abad IXX H serta menganalisa perbedaannya. Kata kunci: Shahih Muslim, Syarah, Nawawi, Shiddiq Hasan Khan. A. Pendahuluan Kitab Shahih Muslim merupakan salah satu dari dua kitab hadis (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) yang paling otentik. Penyusun kitab ini bernama Muslim ibn al-Hajjaj atau lebih populer dengan nama Imam Muslim. Imam Muslim dikenal sebagai ulama yang sangat teliti dalam mempelajari hadis. Ia juga sangat teliti mempelajari para pembawa berita hadis (perawi).
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
Para ulama hadis yang berupaya meneliti kitab ini menemukan bahwa hadis-hadis yang ditulis oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya, diriwayatkan oleh orang-orang adil, kuat hafalannya (dhabith) dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kriteria ini memang pada umumnya digunakan para ulama hadis sebagai syarat diterimanya suatu hadis. Imam Nawawi menjelaskan bahwa Imam Muslim menyatakan semua hadis yang ada dalam kitabnya merupakan hadis shahih yang disaring dari 300.000 hadis yang didengarnya.1 Imam Muslim sendiri menyatakan bahwa hadishadis dalam Shahihnya telah memuat sebahagian besar dari hadis-hadis Rasulullah, dengan menyebutkan bahwa: “Seandainya pada ahli hadis menulis hadis selama dua ratus tahun, maka kisarannya berada dalam musnad ini”,2 yakni kitab Shahih Muslim. Tidaklah mengherankan, dengan kualitas kitab hadis yang demikian, sejarah perkembangan hadis kemudian membuktikan bahwa banyak ulama sesudah Imam Muslim yang mencurahkan perhatian untuk mempelajari dan mengembangkan kitab ini. Itu dibuktikan dari banyaknya kitab yang ditulis untuk menjelaskan atau meringkas Kitab Hadis Shahih Muslim tersebut. Di antaranya adalah: Al-Mufhim fi Syarh Gharib Muslim karya Abd al-Ghafir ibn Ismail al-Farisi (w. 529 H), AlMu’lim bi Fawa’id Kitab Muslim karya Muhammad bin Ali alMaziri (w. 536 H), Ikmal al-Mu’lim bi Fawa’id Syarh Shahih Muslim karya al-Qadli „Iyadh (w. 544 H), Al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj karya Yahya Ibn Syaraf al-Nawawi (w. 676 H), Al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim karya Ahmad bin Umar ibn Ibrahim al-Qurthubi (w. 656 H), AlDibaj ‘ala Shahih Muslim ibn al-Hajjaj karya Jalal al-Din alSuyuthi (w.911 H), dan Ikmal al-Mu’lim karya Muhammad bin 1
Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim (Beirut: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1987), vol. I, h.15. 2 Ibid
70
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
Khalifah al-Wasythani al-Ubbi (w. 827 H). Hajji Khalifah menyebutkan bahwa kitab al-Ubbi ini tercakup juga di dalamnya kitab syarh al-Maziri, al-Qadli „Iyadh, al-Qurthubi dan al-Nawawi. 3 al-Syiraj al-Wahhaj min Kasyf Mathalib Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj karya Shiddiq Hasan Khan. Selain kitab-kitab di atas, ada pula kitab ringkasan shahih Muslim yang berjudul Mukhtasyar Shahih Muslim karya „Abd al-Qawi alMundziri (w.656 H). Kitab ini kemudian disyarahkan oleh Shiddiq Hasan Khan. Dalam tulisan ini, kita akan membahas sekilas tentang Syarh Shahih Muslim karya Imam al-Nawawi dan Shiddiq Hasan Khan. Pembahasan ini akan memaparkan biografi singkat kedua tokoh tersebut, metodologi yang mereka gunakan dalam menyusun kitab, serta analisis perbandingan antara kitab Kitab Syarh Muslim karya Imam Nawawi dengan karya Shiddiq Hasan Khan. B. Syarh al-Nawawi 1. Biografi Imam Nawawi Nama lengkap Imam Nawawi adalah Muhy al-Din Yahya bin Syaraf ibn Hasan bin Husein ibn Jum‟ah bin Hazm al-Nawawi al-Syafi‟i. Imam Nawawi kecil dilahirkan di Nawa, Damaskus pada bulan Muharram tahun 631 H/1282 M. Pertama kali belajar al-Qur‟an ditempuhnya di Nawa, kemudian ia pergi mendalami ilmunya ke Damaskus pada tahun 649 H (sekitar usia 18 tahun) dan belajar kepada ulama-ulama di sana. Diriwayatkan bahwa di masa mudanya al-Nawawi mampu menghafal kitab al-Tanbih dalam waktu empat setengah bulan. Ia juga membaca dua belas subjek dalam sehari dihadapan para gurunya.4 Dengan demikian 3
Hajji Khalifah, Kasyf al-Zuman ‘an Usami al-Kutub wa al-Funun, (Beirut: Dar al-Fikri, 1994), vol. I, h. 440 4 Ismail Ibn Katsir, Bidayah wa al-Nihayah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmuyah, 1987), vol. XIII, h. 294 Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
71
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
tidak heran bila kemudian Imam Nawawi menjadi seorang ilmuwan yang luar biasa. Di antara guru-guru al-Nawawi adalah al-Radhi ibn al-Burhan, Abd al-„Azis ibn Muhammad al-Anshari (w.654 H), Zain al-Din Ahmad ibn „Abd alDa‟im (w. 668 H), dan ulama-ulama lainnya. Dalam kitab Syadzarah al-Dzahab fi Akhbar man Dzahab, karya „Abd al-Hayy al-Imad didapatkan keterangan bahwa Imam Nawawi adalah sosok yang tak pernah puas dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Disamping mempelajari hadis-hadis Rasulullah ia juga mempelajari ilmu kedokteran sehingga ia membeli kitab al-Qanun. Namun belakangan ia merasa hatinga menjadi gelap sehingga membuatnya tidak dapat mencurahkan konsentrasinya selama berhari-hari. Kemudian ia mendapatkan ilham dari Allah bahwa yang menyebabkan hatinya semakin gelap karena kesibukannya mempelajari ilmu kedokteran. Pada saat itu juga ia menjual kitab al-Qanun miliknya dan tak lama kemudian hatinya pun terang kembali.5 Imam Dzahabi (w. 748 H) sebagaimana dikutip alImad (w.1089 H) menyebutkan dalam kitabnya Siyar ‘Alam al-Nubala bahwa Imam Nawawi telah menyibukkan dirinya siang dan malam selama dua puluh tahun dalam ilmu dan amal sehingga lebih mementingkan murid-muridnya dari pada kerabatnya (ia juga tidak berkeluarga) dan mulai mengarang sekitar tahun 660 H (sekitar usia 29 tahun) sampai beliau wafat tahun 676 H dalam usia 45 tahun. Sebelum meninggal ia sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji bersama orangtuanya, menetap di Madinah selama 1,5 tahun, dan berkunjung ke Baitul Maqdis.6 Kesaksian ini membuktikan bahwa al-Nawawi
5
Abd Hayy ibn al-Imad, Syadzarah al-Dzahab fi Akhbar man Dzahab, (Beirut: Dar al-Fikr, tt) vol. V, h. 335 6 Ibid.
72
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
benar benar mencurahkan hidupnya untuk mengembangkan ilmu keislaman. Dalam hidupnya Imam Nawawi telah menyelesaikan dan menyusun beberapa kitab diantaranya adalah Syarh Shahih Muslim, Riyadh al-Shalihin, al-Azkar, al-‘Asma wa al-Lughat, al-Irsyad fi’Ulum al-Hadis, dan al-Taqrib. (Ibn Katsir: 1987) Sebagai seorang Imam besar dan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang luas, Imam Nawawi memiliki banyak murid, di antaranya A‟a al-Din „Ali ibn Ibrahim ibn al-„Athar (w. 724 H), Yusuf Ibn „Abd alRahman al-Mizzi, dan al-Khatib Shadr Sulaiman al-Ja‟fari. Ibn al-„Athar adalah murid terbesar Imam Nawawi. Ibn Katsir menyebutnya sebagai Mukhtashar al-Nawawi kerena kualitas keilmuannya hampir menyamai Imam Nawawi ( Ibn Katsir: 1987). Sedangkan al-Mizzi (w. 742 H) adalah seorang ulama besar dalam hadis yang menulis kitab Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal (Ibn al‟Imad: tt). 2. Metodologi Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi. Untuk mengetahui metode yang digunakan Imam Nawawi dalam menyusun kitab syarh Muslim ini dapat dilihat dalam muqaddimah yang ia tulis dalam kitab tersebut. Mengawali muqaddimahnya, Imam Nawawi menguraikan pentingnya posisi hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam dan menyebutkan bahwa kitab hadis yang paling otentik adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dan ia ingin menulis kitab yang menjelaskan apa yang terkandung di dalam kedua kitab tersebut. Imam Nawawi menjelaskan ia telah menulis sebagian syarh Shahih Bukhari (Imam Nawawi: tt), namun tampaknya Imam Nawawi tidak sempat menyelesaikan kitab ini. Mengenai syarah Shahih Muslim, Nawawi mengemukakan akan menuliskan penjelasan yang cukup Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
73
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
memadai, tidak terlalu singkat atau terlalu panjang. Karena jika bukan karena akan menyebabkan sedikit orang yang membacanya sehingga tidak tersebar luas, kitab ini akan lebih dari seratus jilid tanpa pengulangan.(al-Nawawi: tt). Pasal-pasal pertama yang dikemukakan Imam Nawawi dalam Muqaddimah Syarahnya adalah tentang: a. Silsilah sanad antara dirinya dengan Imam Muslim, suatu hal yang sangat dipertimbangkan untuk menentukan kehujjahan hadis; b. Keutamaan kitab Shahih Muslim dan alasan kehujjahannya; c. Syarat-syarat Imam Muslim dalam menerima sebuah riwayat hadis; d. Perbedaan akhbarana dengan haddatsana; e. Jawaban para ulama atas kritikan yang menyatakan dalam kitab Muslim terdapat hadis Mu’allaq serta perawi yang lemah; f. Dalam muqaddimahnya Nawawi juga terlebih dahulu memberikan pengertian hadis marfu’, mauquf, maqthu’ dan mursal dan perbedaan pendapat para ulama dalam mendefenisikannya; g. Tingkat keshahihah Hadis Shahih Muslim; h. Jumlah hadis dalam al-Shahih, ketelitian dan metode yang diterapkan Imam Muslim, pembagian hadis versi Muslim, dan kitab-kitab Mukharrij Shahih Muslim; i. Berdebatan ulama tentang kategori hadis marfu‟ dan mauquf; j. Pembahasan tentang Isnad Mu’an’an, Tadlis, hadis Ikhthilath, hadis Mukhtalif, huruf-huruf serta Mukhtashar dalam menerangkan nasikh dan mansukh;
74
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
k. Ulasan tentang riwayat bil ma’na, larangan meriwayatkan semua yang didengar, istilah-istilaj baku ulama hadis dan lainnya.7 Dalam Muqaddimahnya, Imam Nawawi menjelaskan bahwa, setelah melalui pertimbangan yang matang, maka aku memutuskan untuk mengemas kitab syarah ini dalam format yang biasa-biasa saja, tidak terlalu ringkas dan tidak terlalu panjang. Namun demikian Imam Nawawi mengatakan bahwa dia tetap mencantumkan ilmu pengetahuan yang penting yakni dengan: a. Menjelaskan kandungan hadis dengan pendekatan hukum, cabang-cabang hukum, etika, isyarat-isyarat yang penting dan pokok-pokok kaidah syar‟iyah; b. Faedah yang bermacan-macam dari ilmu agama; c. Penjelasan makna kata-kata yang terdapat di dalam hadis; d. Nama-nama perawi dan cara membacanya; e. Menyebutkan gelar atau nama bapak-bapaknya; f. Menerangkan keadaan sebagian perawi, nama-nama perawi yang masih samar statusnya; g. Mengkompromikan hadis yang lahirnya tampak berbeda; h. Mengutip pendapat ulama pendahulu ketika membicarakan masalah perawi, masalah bahasa, hukum atau lainnya; i. Memaparkan beberapa versi dalil yang berkaitan erat dengan hadis yang di bahas.8 Selain hal-hal di atas, Imam Nawawi juga mengemukakan bahwa jika terjadi pengulangan dalam hadis, nama perawi, kata atau lainnya, penjelasannya akan 7 8
Ibid, h. 22-60 Ibid, h. 25
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
75
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
diletakkannya di awal. Jika kemudian hal itu dijumpai ditempat lain, ia menjelaskan bahwa penjelasan atas hal ini telah ada di bab ini dan ini. (al-Nawawi: 1987). Di awal setiap kitab, Nawawi menjelaskan pengertian tema kitab, ejaan, perbedaan ejaan dan dampaknya, beberapa pendapat para ulama mengenai makna hadis dan beberapa sanad yang berbeda. Contohnya sebelum Nawawi menjelaskan hadis-hadis tentang thaharah, ia menjelaskan pengertian thaharah, ejaannya, dan perbadaan makna yang timbul bila ejaannya berbeda. Setelah menjelaskan tema kitab, barulah kemudian ia menjelaskan makna hadis. Penulis mengamati dari beberapa hadis yang dijelaskan Nawawi, tampak jelas bahwa Nawawi tidak memberikan penjelasan secara rinci. Nawawi lebih cenderung memberikan pemahaman global yang penting ia tuliskan, perbedaan pendapat ulama seputar hadis, serta maksud utama disampaikan sebuah hadis. Berbagai pendapat ulama dalam memaknai hadis sangat banyak disebutkan Imam Nawawi dalam menjelaskan hadis-hadis. Karena itu sebagian pengamat kitab hadis menilai syarah Nawawi terhadap shahih Muslim menggunakan metode muqarran, karena didominasi oleh penjelasan Nawawi tentang pendapat-pendapat ulama seputar hadis. Sebagai contoh dapat diamati dari kutipan syarah hadis (jilid 3 halaman 99-103) berikut:
“ قال مجهور أىل اللغة يقال الوضوء والطهور بضم أوذلما إذا أريد بو الفعل الذي ىو ادلصدر ويقال الوضوء والطهور بفتح أوذلما إذا أريد بو ادلاء الذي يتطهر بو ىكذا نقلو بن االنباري ومجاعات من أىل اللغة وغريىم عن أكثر أىل اللغة وذىب 76
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
اخلليل واالصمعي وأبو حامت السجستاين واألزىري ومجاعة إىل أنو بالفتح فيهما قال صاحب ادلطالع وحكى الضم فيهما مجيعا وأصل الوضوء من الوضاءة وىي احلسن والنظافة ومسى وضوء الصالة وضوءا ألنو ينظف ادلتوضئ وحيسنو وكذلك الطهارة أصلها النظافة والتنزه وأما الغسل فاذا أريد بو ادلاء فهو مضموم الغني واذا أريد بو ادلصدر فيجوز بضم الغني وفتحها لغتان مشهورتان وبعضهم يقول أن كان مصدرا لغسلت فهو بالفتح كضربت ضربا وان كان مبعىن االغتسال فهو بالضم كقولنا غسل اجلمعة مسنون وكذلك الغسل من اجلنابة وأجب وما أشبهو وأما ما ذكره بعض من صنف يف حلن الفقهاء من أن قوذلم غسل اجلنابة وغسل اجلمعة وشبههما بالضم حلن فهو خطأ منو بل الذي قالوه صواب كما ذكرناه وأما الغسل بكسر الغني فهو اسم دلا يغسل بو الرأس من خطمى وغريه وهللا أعلم ( باب وجوب الطهارة للصالة ) يف اسناده ( أبو كامل اجلحدري ) بفتح اجليم واسكان احلاء ادلهملة وفتح الدال وامسو الفضيل بن حسني منسوب إىل جد لو امسو جحدر وتقدم بيانو مرات وفيو ( أبو عوانة ) وامسو الوضاح 77
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
بن عبد هللا قولو صلى هللا عليو و سلم ( ال يقبل هللا صالة بغري طهور وال صدقة من غلول ) ىذا احلديث نص يف وجوب الطهارة للصالة وقد أمجعت االمة على أن الطهارة شرط يف صحة الصالة قال القاضي عياض واختلفوا مىت فرضت الطهارة للصالة فذىب بن اجلهم إىل أن الوضوء يف أول االسالم كان سنة مث نزل فرضو يف آية التيمم قال اجلمهور بل كان قبل ذلك فرضا قال واختلفوا يف أن الوضوء فرض على كل قائم إىل الصالة أم على احملدث خاصة فذىب ذاىبون من السلف إىل أن الوضوء لكل صالة فرض بدليل قولو تعاىل إذا قمتم إىل الصالة اآلية وذىب قوم إىل أن ذلك قد كان مث نسخ وقيل األمر بو لكل صالة على الندب وقيل بل مل يشرع اال دلن أحدث ولكن جتديده لكل صالة مستحب وعلى ىذا أمجع أىل الفتوى بعد ذلك ومل يبق بينهم فيو خالف ومعىن اآلية عندىم إذا كنتم حمدثني ىذا كالم القاضي رمحو هللا تعاىل واختلف أصحابنا يف ادلوجب للوضوء على ثالثة أوجو أحدىا أنو جيب باحلدث وجوبا موسعا والثاين ال جيب اال عند القيام إىل الصالة والثالث جيب باألمرين وىو الراجح عند أصحابنا وأمجعت االمة على حترمي Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
78
Azhariah Fatia
الصالة بغري طهارة من ماء أو تراب وال فرق بني الصالة ادلفروضة والنافلة وسجود التالوة والشكر وصالة اجلنازة اال ما حكى عن الشعيب وحممد بن جرير الطربى من قوذلما جتوز صالة اجلنازة بغري طهارة وىذا مذىب باطل وأمجع العلماء على خالفو ولو صلى حمدثا متعمدا بال عذر أمث وال يكفر عندنا وعند اجلماىري وحكى عن أيب حنيفة رمحو هللا تعاىل أنو يكفر لتالعبو ودليلنا أن الكفر لالعتقاد وىذا ادلصلى اعتقاده صحيح وىذا كلو إذا مل يكن للمصلى حمدثا عذر أما ادلعذور كمن مل جيد ماء وال ترابا ففيو أربعة أقوال للشافعي رمحو هللا تعاىل وىي مذاىب للعلماء قال بكل واحد منها قائلون أصحها عند أصحابنا جيب عليو أن يصلي على حالو وجيب أن يعيد إذا متكن من الطهارة والثاين حيرم عليو أن يصلي وحيب القضاء والثالث يستحب أن يصلي وجيب القضاء والرابع جيب أن يصلي وال جيب القضاء وىذا القول اختيار ادلزين وىو أقوى االقوال دليال فاما وجوب الصالة فلقولو صلى هللا عليو و سلم واذا أمرتكم بأمر فافعلوا منو ما استطعتم …”
79
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
Mengenai sitematika penulisan kitab syarahnya -walaupun Nawawi tidak menjelaskan dalam muqaddimahnya-- sama dengan sistematika kitab Shahih Muslim. Diawali dengan penjelasan tentang Iman, Thaharah, Wudu‟ dan seterusnya yang diakhiri dengan hadis tentang tafsir ayat, sesuai sistematika Shahih Muslim. C. Syarh Shiddiq Hasan Khan 1. Biografi Shiddiq Hasan Khan Nama lengkapnya adalah Abu Thayyib Sayyid Shiddiq bin Hasan bin „Ali bin Luthfullah al-Husaini. Nasabnya bersambung sampai kepada Imam Husein, cucu terkecil Ali bin Abi Thalib. Ia lahir pada tahun 1248 H/1832 M di Buraili, kemudian ia pindah ke Qinauj India. Ketika umur 6 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga ia dibesarkan oleh ibunya dalam keadaan yatim. Hal ini tidak mengurangi semangatnya untuk belajar ilmu agama dari para ulama yang ada di kotanya, Buraili. Pada usia remaja ia melakukan perjalanan menuntu ilmu ke Delhi. Di sana ia sangat sungguh-sungguh mempelajari dan mendalami alQur‟an dan Sunnah, serta membukukan ilmu keduanya. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk mengumpulkan bukubuku agama, mendapatkan pemahaman tambahan dengan membacanya, serta meraih faedahnya, khususnya kitab-kitab tafsir, hadis dan ushul. Kemudian ia safar ke Bahubal, disana ia bekerja, berdakwah dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Ia menikah dengan ratu Bahubal dan ia digelari dengan Nawwab Jaah Amiruk Malik bi Hadar Sayyid Shiddiq Hasan Khan. Dalam berbagai perjalanan menuntut ilmu, guru yang ia temui cukup banyak. Diantara gurugurunya terdapat nama Shadr al-Din Khan (salah seorang mufti kota Delhi), „Abd al-Haq ibn Fadhlullah al-Hindi (murid Imam Syaukani) dan Muhammad Ya‟qub al-Muhajir. (Abdullah Ibn Ibrahim al-Anshari: dalam kata pengantar 80
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
kitab al-Siraj al-Wahjah min Kasyf al-Mathalib Shahih Muslim, tt). Shiddiq Hasan Khan muda selalu mencurahkan perhatiannya dalam mempelajari ilmu agam sehingga ia menguasai beberapa disiplin ilmu. Hasil jerih payahnya kemudian membuahkan hasil. Ia juga merupakan ulama yang produktif dan juga sangat cepat dalam menulis. Diceritakan orang bahwa ia dapat menulis berlembar-lembar dalam sehari dan mengarang kitab dalam beberapa hari saja. Syaikh Abdul Hakim Syafaruddin pentahqiq dan penta’liq kitab al-Tajul al-Mukalla mengatakan karangan Shiddiq Hasan Khan ditulis dalam beberapa bahasa, diantaranya 54 berbahasa Arab, 42 berbahasa Persi, dan 107 berbahasa Urdu. Beberapa karyanya yang kami sebutkan di sini adalah „Awn al-Bari li Halli ‘Adillah al-Bulhari, Fath al-Mughits bi Fiqh al-Hadis, Nayl al-Maram fi Tafsir ayat Ahkam, al-Siraj al-Wahjah min Kasyf al-Mathalib shahih Muslim al-Hajjaj, dan Hidayah al-Sail ila ‘Adillah al-Masa’il . Dengan kapasitas kemampuannya tidaklah mengherankan bila karyakarnya tersebar ke berbagai daerah seperti Hijaz, Yaman, Mesir, Irak dan lainnya (Shiddiq Hasan Khan:tt).9 Shiddiq Hasan Khan wafat tahun 1307 H/1889 M (sekitar usia 57 tahun). Di akhir hayatnya, ia mendapatkan cobaan kehilangan orang yang dicintainya dan banyaknya orang yang memusuhinya karena pengaruh politik ketika itu. Tapi keadaan tersebut tidaklah menudarkan nama besarnya terbukti dari karyanya yang masi dibaca hingga sekarang (Abdullah Ibn Ibrahim al-Anshari: tt).
9
Shiddiq Hasan Khan, al-Siraj al-Wahjah min Kasyf al-Mathalib shahih Muslim al-Hajjaj, (Qatar: Kementerian Agama, tt) Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
81
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
2. Metode Syarh Shiddiq Hasan Khan Judul lengkap kitab ini adalah al-Siraj al-Wahjah min Kasyf al-Mathalib shahih Muslim al-Hajjaj. Dalam muqaddimahnya Shiddiq Hasan Khan mengemukakan latar belakang ditulisnya kitab ini. Ia menyatakan keinginannya untuk menulis dua syarah dari dua ringkasan kitab hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dua kitab Shahih yang disepakati ulama sebagai kitab hadis paling otentik dari sekian kitab hadis yang ada. Adapun syarah ringkasan kitab hadis Shahih Bukhari telah ditulisnya dan diberi judul dengan “Awn al-Bari li Halli Adillah al-Bukhari” (Shiddiq Hasan Khan: tt, h. 8). Untuk mensyarahkan kitab ringkasan Shahih Muslim, pada awalnya ia tidak menemukan kitab yang merupakan ringkasan Shahih Muslim. Namun pada akhirnya ia menukan ringkasan Shahih Muslim yang disusun oleh „Abd al-„Azhim al-Mundziri. Dengan demikian kitab bukanlah murni kitab syarah Shahih Muslim tapi penjelasan dari hadis-hadis Shahih Muslim yang disusun dalam ringkasan tersebut yang ditulis oleh al-Mundziri (Shiddiq Hasan Khan: tt, h. 8). Ia juga mengemukakan “jika tidak akan menyebabkan kitab ini ditinggalkan orang lantaran terlalu tebal, kitab ini akan lebih tebal dari yang ditulisnya (Shiddiq Hasan Khan: tt, h.11). Dalam kitab ini Shiddiq Hasan Khan juga mengemukakan sumber rujukan tulisannya. Ia menyatakan bahwa kitab ini bersandarkan kepada kitab Syarah Nawawi dan kitab-kitab lain yang juga merupakan syarah Shahih Muslim (Shiddiq Hasan Khan: tt, h.9). Penulis menilai sangat wajar bila Shiddiq Hasan Khan banyak merujuk kepada kitab-kitab syarah para pendahulunya, karena memang ia lahir belakangan di abad ke-19 Masehi. Ia banyak terpengaruh oleh karya-karya sebelumnya, tapi itu bukan berarti ia hanya mengutip kitab syarah terdahulu 82
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
tanpa mengemukakan pendapatnya sendiri. Dengan menyebutkan sumber rujukannya secara jujur, ini menunjukkan ia memiliki kejujuran ilmiah yang sangat penting dalam kajian hadis. Dengan demikian pembaca akan dapat memahami mana diantara tulisannya yang merupakan rujukan, dan mana yang merupakan hasil pemikirannya sendiri. Shiddiq Hasan Khan mengemukakan dalam kitabnya bahwa “cukuplah bagi seseorang yang ingin mengamalkan hadis mengetahui arti serta kandungannya serta permasalahan yang ada di dalam matan (Shiddiq Hasan Khan: tt, h. 11). Penjelasan terhadap ini mencakup kosakata, hukum-hukum, adab dan lainnya. Hal ini bukan berarti penulis kitab ini tidak memperdulikan kajian sanad, tapi untuk memberi kemudahan kepada orang yang tidak memahami ilmu hadis untuk mampu memahami hadis dengan baik. Ia juga mempersilakan bagi yang ingin mendapatkan penjelasan hadis Shahih Muslim secara keseluruhan (sanad dan matan) agar merujuk pada kitabkitab syarh yang ada seperti syarh Nawawi, al-Qadhi „Iyadh dan yang lainnya. Hal yang menarik dari Shiddiq Hasan Khan adalah mengapa ia tidak langsung menulis syarah dari kitab Shahih Muslim? Penulis menilai bahwa metodenya dalam mensyarahkan kitab ringkasan Shahih Muslim berhubungan dengan asumsinya terhadap Shahih Muslim. Menurutnya seluruh hadis dalam Shahih Muslim telah disepakati keshahihannya oleh para ulama sehingga tidak perlu lagi untuk menjelaskan sanad dan para perawinya. Jadi sangat wajar bila ia hanya menulis syarah hadis dari ringkasannya saja yang disana tidak terdapat pengulangan riwayat atau hadis. Tampak jelas di sini, Shiddiq Hasan Khan lebih mengutamakan kandungan hadis, bukan rangkaian perawi ataupun sanad. Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
83
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
Sistematika pembahasan dalam kitab ini merujuk kepada sistematika kitab ringkasan Shahih Muslim karya alMundziri. Hal ini dapat diketahui dari pernyataannya bahwa ia tidak menjelaskan muqaddimah Shahih Muslim yang ditulis Imam Muslim karena al-Mundziri juga tidak menuliskannya dalam ringkasannya (Shiddiq Hasan Khan: tt, h.11). D. Analisa Perbandingan Metode Penulisan Syarah Dari penjelasan kedua metode penulisan kitab Syarah Shahih Muslim di atas, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dari keduanya. Analisa persamaannya adalah: 1. Ditinjau dari latar belakang penulisan kitab, kedua pengarang sama-sama terdorong menyusun kitab syarah karena pengakuan akan keshahihan kitab Shahih Muslim sehingga mereka memandang pentingnya menjelaskan hadis dalam Shahih Muslim yang memang tidak dijelaskan oleh penulisnya. 2. Ditinjau dari kajian isi syarah, sama-sama menjelaskan halhal yang terdapat pada matan, seperti makna kosa kata, aspek hukum, adab dan etika serta hal lain yang terkandung dalam hadis. 3. Ditinjau dari rujukan penulisan, kedua kitab syarah ini samasama merujuk dan mengomentari pendapat para ulama yang datang sebelumnya. Sedangkan analisa perbedaanya adalah: 1. Ditinjau dari sistematika penulisan kitab, syarah Nawawi mengikuti sistematika kitab Shahih Muslim secara keseluruhan, sedangkan Shiddiq Hasan Khan menulis syarah dari ringkasan kitab Shahih Muslim karya al-Mundziri, sehingga sistematikanya mengikuti sistematika penulisan kitab syarah al-Mundziri juga.
84
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
2. Ditinjau dari sumber rujukan, Shiddiq Hasan Khan menjadikan syarah Nawawi sebagai salah satu rujukan kitabnya. Hal ini tidak berlaku sebaliknya. 3. Ditinjau dari isi syarah, Imam Nawawi menjelaskan tentang sanad hadis, nama perawi berikut gelar dan laqab mereka serta mengulas tentang ilmu hadis. Sedangkan Shiddiq Hasan Khan hanya menjelaskan matan saja berangkat dari asumsinya bahwa semua hadis yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim adalah hadis Shahih dan para perawinya merupakan orang-orang yang dapat dipercaya. E. Penutup Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kitab Shahih Muslim karya Imam MuslimIbn al-Hajjaj adalah kitab yang memang diakui paling otentik -sesudah Shahih Bukhari- oleh para ulama dibandingkan dengan kitab hadis lainnya. 2. Al-Nawawi dan Shiddiq Hasan Khan, dalam menyusun kitab syarah Shahih Muslimnya menggunakan metode yang berbeda. Imam Nawawi menjelaskan kitab Shahih Muslim secara keseluruhan baik penjelasan sanad atau matan dengan sistematika yang sama, sedangkan Shiddiq Hasan Khan hanya menjelaskan kandungan matan tanpa menjelaskan sanad serta sistematika yang berbeda dengan Shahih Muslim. 3. Kitab Syarah Nawawi menggambarkan ghirah kajian hadis dimasanya, dimana kajian sanad dan matan merupakan kajian yang sangat serius dan urgen dimasa itu. Sedangkan Syarah Shiddiq Hasan Khan menggambarkan bahwa kebutuhan studi hadis di masanya (abad ke 19) lebih kepada pemahaman matan. 4. Perkembangan studi matan hadis diprediksi akan terus berkembang sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
85
Analisis Syarah Kitab Muslim: Studi Perbandingan Antara Kitab Syarah Muslim Karya Imam Nawawi dengan Karya Shiddiq Hasan Khan
dimana hadis itu terus diupayakan hidup dalam keseharian umat Islam di seluruh dunia.
86
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
Azhariah Fatia
DAFTAR PUSTAKA Ibn al-„Imad, Abd al-Hayy, Syadzarah al-Dzahab fi Akhbar man Dzahab, Beirut: Dar al-Fikr, tt. Ibn Katsir, Ismail, al-Bidayah wa al-Nihayah, Beirut: Dar alKutub al-Ilmiyah, 1987 Khalifah, Hajji, Kasyf al-Zunun ‘an Usami al-Kutub wa alFunun, Beirut: Dar al-Fikr, 1994 Khan, Shidiq Hasan, al-Shiraj al-Wahhaj min Kasyf Mathalib Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, Qatar: Kementerian Agama, tt. Al-Nawawi, Yahya ibn al-Syaraf, Beirut: Dar al-Rayyan li alTurats, 1987
Al Muqaranah Volume IV, Nomor 2, Tahun 2013
87