20 Mitos Tentang Pasar – Bagian 4 Oleh: Tom G. Palmer*
Ketika kita berpikir tentang manfaat dan batasan solusi dari persoalan koordinasi sosial melalui mekanisme pasar, maka sudah seharusnya kita membersihkan beberapa mitos umum. Mitos dalam hal ini adalah pernyataan-pernyataan yang langsung diterima sebagai sebuah kebenaran, tanpa adanya adu argumen atau pembuktian. Biasanya mitos semacam ini datang dari radio, teman, politisi – mereka yang suaranya mengudara. Pendapat mereka kerap diulan layaknya sebuah kebijaksanaan yang dalam. Bahayanya adalah, karena sudah terlanjur tersebar luas maka persoalan tersebut tidak sempat diuji dan diperdebatkan. Untuk itulah tujuan tulisan saya disini. Sebagian besar, tidak semuanya, mitos semacam ini disebarkan oleh mereka yang membenci pasar bebas. Beberapanya disebarluaskan oleh orang-orang dalam lingkaran yang lebih kecil yang bahkan mungkin terlalu antusias terhadap pasar bebas. Kedua puluh mitos tersebut bisa dikelompokkan ke dalam empat kategori:
Kritik Etis
Kritik Ekonomi
Campuran dari Kritik Ekonomi dan Etis; dan
Pembelaan yang Terlalu Berlebihan
16. Pasar Hanya Menguntungkan Orang Kaya dan Orang Berbakat
Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Jika kamu mau menghasilkan banyak uang, maka kamu pun harus memulai dengan banyak uang. Dalam pacuan pasar untuk keuntungan, mereka yang memulai lebih dulu akan mencapai garis akhir paling pertama. Proses pasar bukanlah sebuah pacuan, yang memiliki pemenang dan pecundang. Ketika dua pihak secara suka rela setuju untuk saling bertukar, mereka melakukan hal tersebut
karena mereka mengharapkan untung, bukan karena mereka mengharapkan menang dan yang lain kalah. Tidak seperti sebuah pacuan, dalam sebuah pertukaran, jika seorang menang, bukanlah berarti orang lainnya kalah. Keduanya sama-sama menang. Poin disini bukanlah saling mengalahkan, tetapi meraih keuntungan pertukaran kerja sama yang suka rela, dengan cara menawarkan keuntungan kepada pihak lain juga. Terlahir menjadi kaya mungkin sebuah hal baik, sesuatu yang mungkin kurang dihargai oleh warga negara-negara kaya seperti halnya mereka yang mencari suaka dari negara miskin ke negara kaya; mereka biasanya mengerti keuntungan hidup di negara kaya yang lebih baik daripada yang dilahirkan di negara kaya itu sendiri. Tapi di dalam sebuah pasar bebas, dengan kebebasan masuk dan kesetaraan hak untuk seluruh pembeli dan penjual, mereka yang bisa memenuhi permintaan pasar kemarin, mungkin tidak akan sama dengan mereka yang bagus dalam memenuhi permintaan pasar besok. Pakar sosiologis merujuk hal ini kepada “sirkulasi elit” yaitu karakter yang dimiliki masyarakat bebas; dibanding elit yang bersandar pada kekuatan militer, sistem kasta, koneksi kesukuan atau keluarga, sedangka elit dalam masyarakat bebas – termasik elit kesenian, elit kebudayaan, elit saintis, dan elit ekonomi – terbuka kepada setiap anggota baru dan sangat jarang melepaskan keanggotaan kepada anaknya sendiri, sehingga banyak yang berpindah dari kelas atas kepada kelas menengah. Masyarakat kaya dipenuhi oleh orang-orang sukses, yang meninggalkan negaranya yang masih melarang pasar dan terhambat oleh perlakuan khusus untuk yang terkuat, melalui berbagai cara seperti proteksionisme dan monopoli merkantilis, dimana kesempatan untuk maju dalam pasar sangat terbatas. Mereka meninggalkan pasar dengan masyarakat semacam itu dengan sedikit, atau bahkan sama sekali tanpa modal, kemudian menemukan kesuksesan di dalam masyarakat yang pasarnya lebih terbuka, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Apa bedanya antara masyarakat yang mereka tinggalkan dan masyarakat yang mereka pilih? Sebuah kebebasan untuk berkompetisi dalam pasar. Sangat menyedihkan bagi negara miskin bahwa merkantilisme dan pelarangan lainnya membawa mereka harus ke luar negeri, sehingga mereka tidak bisa tinggal di kampung halaman dan memperkaya lingkungan sekitar dan kerabatnya dengan memberikan dorongan kewirausahaan dalam bentuk pekerjaan. Secara umum, negara yang pasarnya lebih bebas, dengan keberuntungan besar yang diciptakan, bukan untuk memuaskan keinginan orang kaya, tetapi memuaskan keinginan
kelompok-kelompok yang lebih sederhana. Dari Ford Motors, Sony, sampai dengan WalMart, perusahaan-perusahaan besar yang memperoleh keberuntungan besar cenderung memenuhi kepentingan kelompok kecil menengah, bukan selera orang-orang kaya. Pasar bebas cenderung dikarakteristikkan sebagai “sirkulasi elit”, tanpa satu orang pun yang menjamin sebuah tempat atau menjaganya masuk secara tidak sengaja. Frase “yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin” seharusnya diletakkan bukan pada pasar bebas, tetapi pada merkantilisme dan kronisme, yaitu sistem yang meraih kekayaan dengan cara kedekatan politik. Di bawah pasar, pengalaman yang selama ini terjadi adalah orang kaya tetap kaya (atau mungkin tidak lagi tetap “kaya” menurut standar masyarakatnya) dan orang miskin menjadi lebih kaya dengan menjadi kelas menengah atau kelas di atasnya. Pada saat tertentu, 20% dalam populasi akan berada pada level pendapatan terbawah dan 20% berada pada level pendapatan teratas. Tetapi hal itu tidak sesuai dengan level tersebut, sehingga bisa mengukur jumlah pendapatan yang sama (seperti halnya pendapatan dalam pendapatan sebuah grup yang naik seiring ekonomi yang tumbuh) atau kategori pendapatan tersebut diisi oleh orang yang sama. Kategori tersebut layaknya sebuah kamar hotel atau tempat duduk bus; orang-orang mengisinya, tapi tidak selalu oleh orang yang sama. Ketika distribusi pendapatan dalam masyarakat berorientasi pasar dipelajari dalam jangka waktu tertentu, sebuah jumlah perubahan pendapatan tertentu bisa dilihat, dengan jumlah orang yang luar biasa naik dan turun dalam distribusi pendapatan. Apa yang paling penting adalah, ekonomi pasar yang sejahtera melihat semua pendapatan naik, dari yang terendah sampai yang paling tinggi. 17. Ketika Harga Diliberalisasi dan Disesuaikan dengan Kekuatan Pasar, Harga Akan
Naik Fakta bahwa ketika harga diserahkan kepada pasar, tanpa intervensi pemerintah, harga akan merangkak naik, sehingga orang akan semakin berdaya beli rendah. Mekanisme harga pasar bebas hanyalah nama lain dari kenaikan harga. Harga yang terkontrol dan berada di bawah level pasar cenderung akan naik, minimal dalam jangka pendek ketika harga tersebut dibebaskan. Tetapi sebenarnya ada cerita yang lebih panjang dari itu. Untuk satu hal, beberapa harga yang terkontrol dan berada dalam level atas pasar, ketika dibebaskan, harga tersebut akan jatuh. Ditambah lagi, ketika melihat harga uang yang dikontrol oleh kekuasaan negara, penting untuk mengingat bahwa uang yang mengubah diserahterimakan biasanya tidak hanya harga yang
dibayarkan oleh orang yang berhasil mendapatkan suatu barang. Bila barang tersebut dijatah oleh antrian, maka waktu yang dihabiskan menunggu antrian tersebut adalah bagian dari apa yang orang tersebut habiskan untuk mendapatkan suatu barang. (Terutama, waktu menunggu menggambarkan pemborosan murni, sejak bukan menjadi waktu yang diberikan kepada produsen, yang menyebabkan mereka membuat lebih banyak barang untuk memuaskan permintaan yang belum tercapai). Jika pejabat korup meminta jatah, harus dihitung juga biaya yang dikeluarkan untuk menyuap pejabat tersebut. Jumlah dari pembiayaan yang legal, menyuap pejabat, dan waktu yang dihabiskan menunggu antrian, harga yang diberlakukan oleh negara dalam barang dan jasa seringkali lebih tinggi dibandingkan harga yang disetujui oleh orang-orang melalui pasar. Ditambah lagi, uang yang dihabiskan untuk suap dan waktu yang dihabiskan untuk menunggu merupakan sebuah pemborosan – barang tersebut dihabiskan oleh konsumen tetapi tidak diterima oleh produsen, sehingga mereka tidak mempunyai insentif bagi produsen untuk memproduksi lagi dan dengan demikian meringankan kekurangan akibat kontrol harga. Ketika nilai uang naik dalam waktu yang singkat pada saat harga dibebaskan, hasilnya adalah meningkatkan produksi dan menghapuskan jatah suap dan korupsi, dengan hasil berupa harga asilnya – diungkapkan dalam hal komoditas dasar, waktu pekerja – yang turun. Jumlah waktu kerja yang seorang perlu habiskan dalam menghasilkan sepotong roti di tahun 1800 merupakan bagian serius dalam hari kerjanya; ketika upah terus naik, jumlah waktu bekerja yang diperlukan untuk membeli sepotong roti terus jatuh hanya sekitar beberapa menit saja di negara-negara kaya. Untuk ukuran pekerja harga semua barang telah turun secara drastis, dengan satu pengecualian: pekerja itu sendiri. Ketika produktivitas pekerja dan upah yang terus naik, mempekerjakan pekerja manusia menjadi semakin mahal, yang menjelaskan mengapa orang sederhana di negara miskin secara umum mempunyai pelayan, sedangkan orang kaya di negara kaya lebih murah untuk membeli mesin untuk mencuci baju dan piringnya. Hasil dari pasar bebas adalah turunnya harga apapun dalam hal pekerja, dan naiknya harga pekerja dalam hal apapun. 18. Privatisasi dan Marketisasi di Negara Pasca-Komunis Menjadikan Mereka Korup,
yang Menunjukkan Pasar adalah Jalan ke Korupsi
Kampanye privatisasi hampir selalu curang. Ini adalah sebuah permainan yang hanya menghadiahi aset-aset terbaik negara kepada oportunis korup dan kejam. Seluruh permainan privatisasi dan marketisasi adalah kotor dan mewakili pencurian dari rakyat. Berbagai negara yang dulunya sosialis (baca: komunis) telah menciptakan kampanye privatisasi yang memiliki hasil yang berbeda. Beberapa sukses mencapai tatanan pasar, yang lainnya tergelincir dan kembali kepada otoritarianisme dan menganggap “privatisasi” sebagai proses elit baru mengontrol bisnis negara dan swasta, seperti yang dilakukan sistem “Siloviki” di Rusia. Kekotoran tangan-tangan kotor yang mencurangi skema privatisasi adalah hasil dari kelemahan institusi pasar yang sebelumnya ada, terutama aturan hukum yang merupakan landasan pasar. Menciptakan institusi-institusi pasar bukanlah tugas mudah, dan belum ada teknik yang diketahui dan secara umum bisa diterapkan di semua kasus. Tetapi kegagalan di beberapa kasus institusi penegak hukum adalah alasan yang harus dilihat; bahkan untuk kasus di Rusia, skema privatisasi cacat mendalam dan terinstitusi merupakan sebuah perbaikan atas tirani satu partai yang mendahuluinya, kemudian bangkrut akibat ketidakadilan dan inefisiensi. Privatisasi saja tanpa adanya sistem hukum yang bekerja tidak sama dengan menciptakan sebuah pasar. Pasar bekerja di atas landasan hukum; privatisasi gagal bukan karena kegagalan pasar, tetapi kegagalan negara menciptakan landasan hukum untuk pasar.
Pembelaan Antusias Yang Berlebihan 19. Seluruh Relasi Antar Manusia bisa Direduksi ke dalam Relasi Pasar
Semua tindakan diambil karena si pelaku memaksimalkan utilitasnya. Bahkan menolong orang lain pun dilakukan untuk mendapatkan sebuah keuntungan bagi dirinya sendiri, atau tidak akan melakukannya. Pertemanan dan cinta mewakili pertukaran jasa atas keuntungan timbal-balik, tidak lebih seperti pertukaran yang melibatkan sekantong kentang. Ditambah lagi, seluruh bentuk interaksi manusia bisa dipahami dalam kerangka pasar, termasuk politik dimana pemilih menukarkan janji atas keuntungan, dan bahkan kriminalitas dimana seorang kriminal dan korban saling bertukar dalam contoh yang umum, “uang atau nyawa”. Usaha untuk mereduksi semua tindakan kepada satu motivasi, sama saja memalsukan seluruh pengalaman umat manusia. Para orang tua tidak berpikir keuntungan dirinya
ketika mereka mengorbankan dirinya bagi keselamatan anaknya yang berada dalam keadaan bahaya. Ketika orang berdoa bagi keselamatan atau pencerahan spiritual, motivasi mereka tidaklah sama ketika mereka belanja pakaian. Apa yang sama mungkin mereka melakukannya dengan tujuan, bahwa mereka melakukannya untuk meraih tujuantujuan tertentu. Tetapi tidak serta-merta secara logis tujuan yang mereka usahakan bisa direduksi ke dalam unit yang sepadan dengan substansi yang sama. Tujuan dan motivasi kita mungkin saja berbeda-beda; ketika kita pergi ke pasar untuk membeli palu, ketika kita memasuki sebuah museum seni, dan ketika membelai seorang bayi yang baru lahir, kita menyadari tujuan yang sangat berbeda, tidak semuanya bisa diekspresikan dengan baik dengan cara jual-beli dalam pasar. Memang benar bahwa konstruksi dan instrumen intelektual bisa digunakan untuk memahami dan mencerahkan interaksi yang berbeda-beda dan beragam. Konsepsi ekonomi misalnya, digunakan untuk memahami pertukaran dalam pasar, juga bisa digunakan untuk memahami ilmu politik atau bahkan ilmu agama. Pilihan politik mungkin saja memiliki biaya dan keuntungan yang bisa dihitung, sama seperti pilihan bisnis; partai politik atau kartel mafia bisa dibandingkan dengan perusahaan dalam pasar. Tetapi hal ini tidak begitu saja menyamakan penerapan konsep tersebut tentang dua situasi pilihan yang secara moral atau hukum setara. Seorang penjahat yang menawarkanmu sebuah pilihan antara mengambil uangmu atau mengambil hidupmu sangat tidak berhubungan seperti seorang seorang pengusaha yang menawarkanmu sebuah pilihan untuk tetap menyimpan uangmu atau membeli sebuah barang, untuk sebuah alasan sederhana bahwa seorang penjahat memaksamu untuk memilih antara dua hal yang sebenarnya kamu sendiri mempunyai hak moral dan hukum untuk kedua barang itu, sedangkan pengusaha menawarkan pilihan dimana kamu hanya punya satu hak, dan satu hak lagi dimiliki oleh pengusaha tersebut. Di dalam dua kasus tersebut, kamu membuat sebuah pilihan dan bertindak dengan tujuan tertentu; di kasus pertama penjahat telah memaksamu untuk memilih, sedangkan di kasus kedua pedagang tersebut benarbenar memberimu pilihan; yang pertama mengurangi hakmu, sedangkan yang kedua menawarkan hal yang menguntungkannya dengan menawarkan sesuatu yang tidak kamu miliki tetapi bernilai untukmu. Tidak semua hubungan antar manusia bisa direduksi ke dalam istilah yang sama seperti pasar. Terakhir, mereka yang terlibat dalam pertukaran tanpa kesukarelaan sangat berbeda, karena mereka mewakili kerugian kesempatan dan nilai, dibandingkan kesempatan untuk mendapatkan nilai.
20. Pasar Bisa Mengatasi Seluruh Masalah tanpa Pemerintah Sama Sekali
Negara sangat tidak kompeten dan tak bisa melakukan apapun dengan benar. Pelajaran utama dari pasar adalah bahwa kita harus selalu melemahkan negara, karena negara adalah lawan dari pasar. Semakin sedikit negara yang kamu miliki, semakin besar pasar yang bisa kamu miliki. Mereka yang menyadari keuntungan dari pasar harus menyadari bahwa di banyak belahan di dunia, mungkin hampir semuanya, masalah mendasar bukanlah hanya negara terlalu banyak terlibat, tetapi juga mereka terlibat sangat sedikit. Kategori sebelumnya – yang negara tidak boleh lakukan – termasuk A) aktivitas yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sekalipun, seperti “pembersihan etnis”, pencurian tanah, dan menciptakan keistimewaan khusus bagi elit, dan B) hal-hal yang bisa dan seharusnya dilakukan melalui interaksi suka rela seperti perusahaan dan pengusaha dalam pasar, seperti manufakturisasi mobil, publikasi koran, dan menjalankan restoran. Negara harus berhenti melakukan semua hal tadi. Tetapi selain negara harus berhenti mengerjakan apa yang seharusnya mereka tidak kerjakan, negara harus melakukan beberapa hal yang dalam faktanya meningkatkan keadilan dan menciptakan landasan bagi interaksi suka rela sehingga mengatasi masalah. Faktanya, terdapat relasi antara dua hal berikut: negara yang menghabiskan sumber dayanya menjalankan pabrik mobil atau menerbitkan koran, atau lebih buruk – merampas kepemilikan dan menciptakan keistimewaan legal bagi beberapa orang – keduanya mengurangi kemampuannya untuk menyediakan layanan yang benarbenar dibutuhkan yang negara bisa lakukan. Contohnya, pemerintah di suatu negara jarang melakukan pekerjaan yang baik seperti menyediakan tingkat hukum yang jelas, bukan malah melindungi kepemilikan daripada mengambilnya. Sistem hukum seringkali inefisien, sulit digunakan, dan lemah dalam independensi dan imparsialitas yang sebenarnya dibutuhkan untuk memfasilitasi transaksi suka rela. Agar pasar bisa menyediakan kerangka kerja bagi koordinasi sosial, kepemilikan dan kontrak haruslah dibangun secara baik dalam hukum. Negara yang gagal menyediakan keuntungan publik tersebut menghambat pasar bekerja. Negara bisa melayani kepentingan publik dengan menjalankan otoritasnya untuk menciptakan hukum dan keadilan, bukan melemahkan, tetapi sebagai otoritas legal di saat yang sama terbatas kekuasannya. Negara yang lemah, tidaklah sama dengan negara yang terbatas. Negara yang tak terbatas namun lemah bisa menjadi marabahaya karena mereka melakukan
sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan tetapi tidak memiliki otoritas untuk menegakkan peraturan dan menyediakan keamanan bagi kehidupan, kebebasan dan bangunan negara yang dibutuhkan bagi kebebasan dan pertukaran dalam pasar bebas. Pasar bebas tidak sama dengan tidak adanya negara. Tidak semua sistem anarki menarik, pada akhirnya. Pasar bebas menjadi mungkin dengan adanya negara yang terbatas dan efisien menjalankan administrasinya, yaitu yang jelas mengatur dan menegakkan aturan hukum secara imparsial. Juga penting diingat bahwa terdapat banyak masalah yang harus diselesaikan melalui aksi kesadaran; tidaklah cukup untuk hanya mengandalkan proses pasar yang impersonal kemudian akan mengatasi semua masalah. Faktanya, ekonom pemenang Hadiah Nobel Ronald Coase menjelaskan dalam karyanya yang penting terkait pasar dan perusahaan, perusahaan biasanya menyandarkan pada perencanaan dan koordinasi yang disengaja untuk meraih tujuan-tujuan umum, daripada menyandarkan pada jalan lain yang konstan ke arah pertukaran pasar, karena berjalan ke pasar sangat berbiaya. Dalam perusahaan, kontrak jangka panjang menggantikan tempat pertukaran dan termasuk relasi pekerja yang melibatkan kerja tim dan arahan yang disadari, dibandingkan penawaran konstan untuk jasa-jasa tertentu. Perusahaan – tempat kerja tim dan perencanaan – bisa sukses karena mereka menavigasikannya dengan samudera keteraturan spontan yang lebih luas melalui pertukaran pasar (kesalahan terbesar dari kaum sosialis adalah mencoba untuk mengatur seluruh kegiatan ekonominya seperti sebuah perusahaan besar; sama kelirunya dengan tidak menyadari peran yang terbatas dari arahan kesadaran dan kerja tim dengan keteraturan spontan yang lebih besar dari pasar). Menuju tingkat dimana pasar bisa menyediakan kerangka pemikiran atas kreasi dan penegakan hukum, para pembela pasar bebas harusnya hanya mempromosikan itu. Perusahaan pengamanan swasta seringkali lebih baik dari polisi negara (dan sedikit kekerasan, jika tidak ada alasan lain daripada kekerasan maka biaya dari kekerasan tidak begitu saja mudahnya dialihkan kepada pihak ketiga, kecuali oleh negara); kesukarelaan pengadilan arbitrase seringkali jauh lebih bekerja lebih baik dibandingkan pengadilan negara. Tetapi menyadari bahwa hal itu mensyaratkan adanya peran sentral dari aturan untuk menciptakan pasar dan oleh karenanya, membantu peraturan yang efisien dan adil, bila disediakan oleh pemerintah atau oleh pasar, dibandingkan hanya menjadi “anti-negara”. Akhirnya, harus diingat bahwa kepemilikan dan pertukaran pasar tidak mengatasi semua masalah.
Misalnya,
bila
pemanasan
global
faktanya
adalah
ancaman
bagi
keberlangsungan kehidupan bumi, atau lapisan ozon yang semakin tipis akan membahayakan kehidupan, maka solusi pemerintah yang terkoordinasi mungkin menjadi yang terbaik, atau mungkin hanya untuk menghindari bencana. Secara alamiah, hal itu bukanlah berarti bahwa pasar tidak memainkan peran sama sekali; pasar dalam hal menentukan hak menggunakan emisi karbon dioksida mungkin saja membantu dalam hal penyelarasan dengan mulus, tetapi pasar tersebut harus dibentuk terlebih dahulu melalui koordinasi di antara negara-negara. Yang penting diingat adalah menentukan suatu instrumen yang tidak memadai atau layak bagi semua masalah tidak berarti bahwa instrumen tersebut tidak memadai atau layak bagi masalah tertentu. Instrumen tersebut mungkin saja bekerja dengan baik bagi beberapa atau sebagian besar masalah. Kepemilikan dan pasar mengatasi banyak masalah dan bisa diandalkan untuk dilakukan; jika keduanya tidak bisa mengatasi semuanya, bukan berarti menjadi sebuah alasan menolak pasar bagi masalah yang ditawarkan dengan solusi yang lebih efisien dan adil. Pasar bebas mungkin tidak mengatasi seluruh masalah yang dihadapi umat manusia, tetapi pasar bebas dapat dan memang menciptakan kebebasan dan kesejahteraan. Dan ada yang bisa dikatakan untuk mendukung argumen tersebut. Tom G. Palmer adalah Vice President for International Programs dari ATLAS Network, sebuah lembaga jaringan think-tank yang mempromosikan gagasan liberalisme klasik di seluruh dunia. Menulis beberapa buku diantaranya Realizing Freedom: Libertarian History, Theory, and Practice (2009), Morality of Capitalism (2011), After Welfare State (2012), Why Libertarianism (2013), dan Peace, Love, and Liberty (2014). Bisa dihubungi melalui email
[email protected] dan akun twitter @tomgpalmer.