20 Mitos Tentang Pasar – Bagian 2 Oleh: Tom G. Palmer*
Ketika kita berpikir tentang manfaat dan batasan solusi dari persoalan koordinasi sosial melalui mekanisme pasar, maka sudah seharusnya kita membersihkan beberapa mitos umum. Mitos dalam hal ini adalah pernyataan-pernyataan yang langsung diterima sebagai sebuah kebenaran, tanpa adanya adu argumen atau pembuktian. Biasanya mitos semacam ini datang dari radio, teman, politisi – mereka yang suaranya mengudara. Pendapat mereka kerap diulan layaknya sebuah kebijaksanaan yang dalam. Bahayanya adalah, karena sudah terlanjur tersebar luas maka persoalan tersebut tidak sempat diuji dan diperdebatkan. Untuk itulah tujuan tulisan saya disini. Sebagian besar, tidak semuanya, mitos semacam ini disebarkan oleh mereka yang membenci pasar bebas. Beberapanya disebarluaskan oleh orang-orang dalam lingkaran yang lebih kecil yang bahkan mungkin terlalu antusias terhadap pasar bebas. Kedua puluh mitos tersebut bisa dikelompokkan ke dalam empat kategori:
Kritik Etis
Kritik Ekonomi
Campuran dari Kritik Ekonomi dan Etis; dan
Pembelaan yang Terlalu Berlebihan
6. Pasar Tidak Mungkin Bisa Memproduksi Barang Publik (Kolektif)
Bila saya memakan apel, maka kamu tidak bisa; konsumsi dari sebuah apel sangat penuh persaingan. Jika saya menunjukkan sebuah film dan tidak menginginkan orang lain menontonnya, maka saya harus menghabiskan uang untuk membangun dinding-dinding untuk menjaga orang yang tidak membayar. Beberapa barang yang dikonsumsi tanpa persaingan dan dikecualikan karena terlalu berbiaya, maka barang tersebut tidak bisa diproduksi pasar, karena setiap orang mempunyai instentif menunggu orang lain memproduksinya. Jika kamu memproduksi sebuah unit, maka saya hanya bisa
mengkonsumsinya, maka saya tidak punya insentif memproduksinya langsung. Hal tersebut akan belaku kepada setiap orang. Kepentingan publik dari barang tersebut membutuhkan ketetapan negara, yang merupakan satu-satunya jalan menyediakan barang tersebut. Barang semacam itu tidak hanya termasuk di dalamnya pertahanan dan ketetapan sistem hukum, tetapi juga pendidikan, transportasi, jaminan kesehatan, dan banyak lagi barang publik lainnya. Pasar tidak hanya tidak pernah bisa diandalkan untuk memproduksi barang publik, karena yang tidak membayar menginginkan fasilitas gratis dari mereka yang membayar, maka semua orang akan menjadi “penunggang bebas”, maka kemudian tidak akan ada yang membayar. Oleh karenanya, hanya pemerintah yang bisa memproduksi barang semacam itu. Justifikasi barang publik dikuasai oleh negara adalah salah satu dari banyak argumen ekonomi yang salah dipergunakan. Entah suatu barang bisa dikompetisikan atau tidak, seringkali bukanlah sebuah ciri yang melekat dalam suatu barang, tetapi yang paling penting adalah ciri ukurannya ketika dikonsumsi; sebuah kolam renang mungkin bukanlah barang persaingan bagi dua orang, tetapi cukup penuh persaingan bagi dua ratus orang. Biaya pengecualian juga bisa masuk ke dalam semua barang, barang publik maupun barang privat; melakukan beberapa tindakan untuk melindunginya, seperti membangun pagar. Banyak barang yang tidak penuh persaingan dalam konsumsi, seperti permainan football profesional (jika kamu menonton itu, maka bukan berarti saya tidak bisa juga menontonnya) diproduksi hanya karena pengusaha berinvestasi di jalan yang mengecualikan yang tidak membayar. Di samping tidak menjadi ciri yang melekat dalam diri suatu barang, unsur publik yang diduga ada dalam banyak tipe barang adalah ciri keputusan politik untuk membuat barang sebagai barang yang tersedia pada non-eksklusif, atau bahkan dasar yang tak berharga. Bila negara memproduksi jalan tol, sulit untuk melihat berapa perusahaan swasta bisa memproduski jalan tol, yaitu transportasi gratis (zero-priced) yang bisa berkompetisi. Tetapi sebenarnya bahwa jalan tol tidak benar-benar gratis, bila melihat bagaimana jalan tol didanai melalui pajak (yang menyakitkan sebagai bentuk dari sebuah pengecualian, seperti penjara), dan juga buruknya harga adalah alasan utama bagi pola penggunaan yang tidak efisien, seperti kemacetan, yang mencerminkan buruknya mekanisme alokasi sumber daya yang langka (ruang dalam lalu lintas) bagi penggunaan berharga mereka. Tentu saja, tren di seluruh dunia telah melalui jalan berbayar, yang memotong argumen barang publik oleh ketentuan negara terhadap jalan raya.
Banyak barang yang diduga mustahil disediakan ke pasar di masa lalu, atau masa sekarang, yang telah menyediakan melalui mekanisme pasar – dari listrik, pendidikan, kepolisian sampai transportasi – yang menyarankan bahwa seruan umum agar menyerahkan sesuatu sebagai barang publik tidak bisa djustifikasi, atau berlebihan. Bentuk umum dari argumen bahwa barang-barang tertentu hanya dapat diproduksi melalui tindakan negara adalah karena terdapat eksternalitis yang tidak terkontrak melalui mekanisme harga. Dengan demikian, pendidikan yang tersebar luas akan memberikan keuntungan publik di luar keuntungan bagi orang-orang yang berpendidikan, sehingga membenarkan ketetapan negara dan mendanainya lewat pendapatan negara melalui pajak. Namun bukannya menguntungkan orang lain, yang mungkin dampaknya besar atau kecil, keuntungan yang besar bagi orang berpendidikan oleh karenanya bisa menyebabkan investasi yang cukup kepada pendidikan. Keuntungan publik tidak selalu memperoleh pembelotan penumpang gelap. Faktanya, sebagaimana ditunjukkan banyak hasil penelitian, ketika negara memonopoli pendidikan, negara seringkali gagal menyediakan pendidikan bagi kaum miskin, yang jelas merasakan keuntungan pendidikan bagi mereka dan berinvestasi dalam bagian substansial pendapatan mereka yang sedikit, untuk mendidik anak-anak mereka. Apapun eksternalitas yang diperoleh dari pendidikan anak-anak mereka, tidak akan menghentikan mereka membayarkan uang mereka untuk memperoleh pendidikan bagi anak-anak mereka. Akhirnya, harus diingat bahwa secara kasat mata setiap argumen yang berasal dari dugaan ketidakmungkinan produksi efisien barang publik melalui pasar minimal sama dan sekuat – dan dalam banyak kasus lebih kuat – dengan kemungkinan bahwa negara memproduksi barang publik. Hadir dan beroperasinya sebuah keadilan dan negara hukum itu sendiri adalah sebuah barang publik, yaitu konsumsi keuntungannya tidak bersaing (setidaknya di antara warganya), dan hal ini akan sangat mahal untuk membuat pengecualian bagi mereka yang bukan kontributor dalam pemeliharaannya (seperti pemilih yang terinformasi) dari menikmati keuntungan ini. Insentif bagi politisi dan pemilih untuk menciptakan keadilan dan pemerintahan yang efisien tidak sangat mengesankan, terutama ketika ditempatkan kepada pengusaha dan konsumen yang memiliki insentif untuk memperoleh barang publik melalui kerja sama dalam pasar. Tidakberarti bahwa negara tidak boleh mempunyai sama sekali peran dalam memproduksi barang publik, tetapi negara seharusnya membuat warga negara tidak ingin menyerahkan tanggung jawab tambahan negara dalam menyediakan barang dan jasa, faktanya lebih banyak tanggung jawab diberikan kepada negara, lebih sedikit
kemungkinannya bisa memproduksi barang publik yang utama, seperti pertahanan militer dari agresi luar, yang sebenarnya negara menikmati keuntungan spesialnya disitu. 7. Pasar Tidak Bekerja (atau Efisien) ketika Terdapat Eksternalitas Positif Atau
Negatif Pasar hanya bekerja ketika semua dampak kegiatannya dilimpahkan kepada para membuat keputusan. Bila orang-orang menerima keuntungan tanpa berkontribusi kepada produksinya, pasar akan gagal memproduksi jumlah yang tepat. Sama saja dengan, jika orang-orang menerima “keuntungan negatif”, yaitu bila mereka disakiti dan biaya yang diambil untuk laporan keputusan memproduksi barang, pasar akan menguntungkan beberapa yang membebani yang lain, seperti keuntungan dari aktivitas pergi ke pesta dan biaya yang dibebankan kepada yang lain. Satu-satunya kehadiran dari eksternalitas adalah tidak adanya argumen agar negara mengambil alih beberapa aktivitas atau mengganti pilihan swasta. Pakaian yang bagus dan dandanan yang baik menghasilkan banyak eksternalitas positif, misalnya orang lain yang mengagumi pakaian dan dandanan yang bagus, tetapi itu bukan alasan untuk membelokkan pilihan kepada ketetapan pakaian dan dandanan melalui negara. Perkebunan, arsiterktur, dan banyak aktivitas lainnya memperoleh eksternalitas positif dari orang lain, tetapi orang-orang mempercantik kebunnya atau bangunannya dengan alasan yang sama. Di semua kasus, keuntungan bagi produsen sendiri – termasuk persetujuan dari mereka yang memberikan eksternalitas – cukup untuk membuat mereka memproduksi sebuah barang. Dalam kasus lain, ketetapan televisi dan siaran radio, barang publik akan “diikat” kepada ketetapan barang yang lain, seperti periklanan perusahaan; keseragaman mekanisme untuk memproduksi barang publik sebaik dan semurni pengusaha yang memproduksi barang-barang tersebut. Lebih umumnya lagi, kehadiran eksternalitas negatif yang membuat orang-orang mempertanyakan kemanjuran atau keadilan mekanisme pasar. Polusi adalah contoh yang paling banyak diambil. Jika seorang produsen bisa memproduksi produk secara menguntungkan karena dia memaksakan biaya produksi ke dalam hal lain yang tidak disetujui sebagai bagian dari proses produksi, katakanlah, dengan membuang jumlah besar asap ke udara atau bahan kimia ke dalam sungai, dia mungkin akan melakukan hal demikian. Mereka yang menghirup udara tercemar atau minuman yang mengandung air beracun mungkin akan menanggung biaya produksi kepada produk, ketika produsen mendapatkan keuntungan penjualan dari produk tersebut. Masalah dalam kasus tersebut, bukanlah pasar
yang gagal, tetapi mereka yang absen. Pasar bersandar pada kepemilikan dan tidak bisa berfungsi ketika hak kepemilikan tidak diatur dan ditegakkan. Kasus polusi adalah utamanya sebuah kasus dimana pasar tidak gagal, tetapi pemerintah yang gagal untuk mengatur dan mempertahankan hak kepemilikan orang lain, seperti mereka yang menghirup udara tercemar dan meminum air yang terkontaminasi. Ketika semua di seluruh tempat mempunyai hak untuk mempertahankan haknya, mereka bisa menegaskan haknya dan menghentikan pencemar tersebut. Produsen bisa menambahkan dalam biaya alat atau teknologinya untuk menghilangkan polusi (atau menguranginya ke level tidak membahayakan dan bisa ditoleransi), atau menawarkan untuk membayar orang-orang di mana pun untuk menggunakan sumber daya mereka (mungkin menawarkan mereka sebuah tempat yang lebih baik atau tinggal – relokasi), atau berhenti memproduksi produk tersebut, karena dirinya telah membahayakan hak dari orang lain yang tidak menerima penawarannya, untuk menunjukkan bahwa biaya total telah melebihi keuntungan. Hal ini adalah hak kepemilikan yang membuat kalkulasi semacam itu mungkin dan mendorong orang-orang untuk bertanggung jawab atas dampak kegiatannya kepada orang lain. Dan itulah pasar, yang berarti sebuah kesempatan untuk ikut serta dalam hak untuk pertukaran suka rela, yang mengizinkan semua kelompok yang beragam untuk menghitung biaya dari sebuah aktivitas. Eksternalitas negatif seperti udara, polusi udara bukanlah tanda kegagalan pasar, tetapi kegagalan pemerintah untuk mengatur dan menegakkan hak kepemilikan, dimana pasar menyandarkan eksistensinya. 8. Semakin Kompleks Sebuah Tatanan Sosial, maka Semakin Sulit Untuk
Mengandalkan Pasar, sehingga Membutuhkan Pengarahan Negara Mengandalkan pasar bekerja dengan baik ketika masyarakat kurang kompleks, tetapi dengan besarnya pertumbuhan ekonomi dan koneksi sosial, pemerintah perlu mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan banyak orang. Kebalikan dari kata-kata tersebut adalah benar. Sebuah tatanan sosial yang sederhana, seperti sebuah gerombolan pemburu atau orang yang berkumpul mungkin saja bisa dikoordinasikan dengan efektif oleh seorang pemimpin dengan kekuatan untuk menegakkan ketaatan. Tetapi sebagai relasi sosial, menjadi lebih kompleks, mengandalkan pertukaran pasar suka rela menjadi lebih – bukan kurang – penting. Sebuah tatanan sosial yang kompleks membutuhkan koordinasi dengan jauh lebih banyak informasi dibanding pikiran apapun atau sekumpulan pikiran yang bisa memimpin. Pasar
telah mengembangkan mekanisme pengiriman informasi dalam sebuah cara yang relatif murah; harga merangkum informasi tentang penawaran dan permintaan dalam bentuk unit-unit yang bisa dibandingkan di antara barang dan jasa yang berbeda, dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh birokrasi pemerintahan. Ditambah lagi, harga menerjemahkan berbagai bahasa, adat istiadat, etnis, dan perbedaan agama, membolehkan orang untuk mengambil keuntungan dari pengetahuan yang dimiliki orang yang tak dikenal ribuan mil jauhnya, dengan siapapun yang tak pernah ada hubungan sebelumnya. Semakin kompleks sebuah ekonomi dan masyarakat, semakin penting untuk mengandalkan pada mekanisme pasar. 9. Pasar Tidak Bekerja di Negara-Negara Berkembang
Pasar bekerja dengan baik di negara-negara dengan infrastruktur dan sistem hukum yang maju, tetapi karena tidak hadir keduanya, negara berkembang tidak bisa menggunakan pasar. Dalam kasus-kasus tersebut, arahan negara diperlukan, minimal sampai infrastruktur dan sistem hukum berhasil dikembangkan yang bisa mengizinkan ruang bagi pasar untuk berfungsi. Secara umum, pembangunan infrastruktur adalah ciri akumulasi kekayaan melalui pasar, bukan sebuah kondisi agar pasar bisa hadir. Kegagalan sebuah sistem hukum bukanlah sebuah alasan mengapa pasar tidak maju, tetapi kegagalan tersebut adalah alasan kuat untuk mereformasi sistem hukum agar dapat menyediakan landasan pembangunan pasar, bukan untuk untuk menunda reformasi hukum dan pembangunan pasar. Satu-satunya cara untuk mencapai kekayaan negara-negara maju adalah menciptakan landasan hukum dan kelembagaan agar pasar, pengusaha, konsumen, investor, dan pekerja bisa secara bebas bekerja sama untuk menciptakan kemakmuran. Semua negara makmur saat ini, merupakan negara miskin di masa lalu dengan beberapa kenangan yang masih hidup. Apa yang perlu dijelaskan bukanlah kemiskinan, yang merupakan keadaan alamiah manusia, tetapi kemakmuran itu sendiri. Kemakmuran harus diciptakan, dan cara terbaik untuk yakin agar kemakmuran bisa benar-benar diciptakan adalah membuat insentif agar orang melakukannya. Tidak ada sistem yang lebih baik dari pasar bebas, berdasarkan hak kepemilikan yang aman secara hukum dan institusi legal yang memfasilitasi pertukaran, yang pernah ditemukan untuk memperoleh insentif demi penciptaan kemakmuran. Ada satu jalan keluar dari kemiskinan, dan jalan itu adalah jalan penciptaan kemakmuran melalui pasar bebas.
Istilah negara berkembang itu sendiri seringkali salah digunakan ketika diletakkan kepada negara-negara yang memiliki pemerintah yang menolak pasar demi melaksanakan sistem perencanaan terpusat, kepemilikan negara, merkantilisme, proteksionisme, dan keistimewaan yang buruk. Negara-negara tersebut tidaklah berkembang sama sekali. Suatu negara berkembang dimana memulai kekayaan dalam posisi miskin, tetapi telah mulai menciptakan institusi hukum untuk kepemilikan dan kontrak, pasar yang lebih bebas, dan pembatasan kekuasaan, anggaran, ruang lingkupnya. 10. Pasar Menuntun pada Siklus Bencana Ekonomi, seperti Depresi Besar (Great
Depression) Bergantung kepada kekuatan pasar akan menuntun kepada siklus ledakan (ledakan dan kegagal), sebagai akibat terlalu percaya pada diri sendiri, menuntun kepada ledakan kuat dalam investasi yang tidak bisa dihindarkan dan diikuti oleh kontraksi produksi, pengangguran, dan secara umum memperburuk kondisi ekonomi. Siklus ekonomi ledakan krisis seringkali disalahkan kepada pasar. Buktinya, menggeneralisasi produksi yang berlebihan bukan merupakan ciri pasar; ketika suatu barang dan jasa diproduksi berlebih, maka harga akan menyesuaikan dan hasilnya adalah kemakmuran umum, bukan “ledakan”. Ketika suatu industri berekspansi melebihi kapasitas pasar demi keuntungan yang berkelanjutan, proses koreksi mengatur dan tanda profit akan menuntun sumber daya ke lahan aktivitas lain. Tidak ada alasan yang melekat dalam pasar tentang koreksi semacam itu diterapkan ke semua industri; tentu saja, hal ini adalah kontradiksi (bila investasi dibawa pergi dari semua tempat dan disebarkan ulang ke semua tempat, maka sebenarnya itu tidak diambil pergi sama sekali). Walaupun demikian, periode berkepanjangan dari pengangguran umum adalah mungkin ketika pemerintah mendistorsi sistem harga melalui manipulasi bodoh terhadap sistem keuangan, sebuah kebijakan keliru yang sering dikombinasikan dengan subsidi kepada industri yang seharusnya menjadi kontraktor, pengendalian upah dan harga yang membuat pasar sulit menyesuaikan, dengan demikian memperpanjang pengangguran. Contohnya adalah Depresi Besar yang terjadi pada tahun 1929 hingga akhir Perang Dunia II, dimana ekonom (seperti pemenang Nobel Milton Friedman) tunjukkan adalah akibat kontraksi suplai uang yang besar-besaran dan mendadak oleh sistem bank sentral Amerika Serikat, yang meraih tujuannya secara politis. Kontraksi umum kemudian memperdalam tingginya proteksionisme, yang memperpanjang penderitaan seluruh dunia dan
diperpanjang akibat semacam program seperti Aksi Pemulihan Nasional, program yang membuat harga meninggi (dengan merusak kuantitas produk pertanian dan melarang adanya suplai), dan program “persetujuan baru” yang ditujukan untuk menjaga kekuatan pasar dan mengoreksi dampak bencana akibat kesalahan kebijakan pemerintah. Krisis yang lebih terkini adalah krisis keuangan Asia 1997, yang telah diakibatkan dari kelalaian kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar yang telah mendistorsi sinyal kepada para investor. Kekuatan pasar mengoreksi kebijakan yang gagal dari pemerintah, tetapi prosesnya bukanlah tanpa kesulitan; sebab dari kesulitan ini bukanlah obat yang bisa menyembuhkan penyakit, tetapi kebijakan moneter dan nilai tukar asing yang buruk dari pemerintah merupakan penyebab awalnya. Dengan adopsi kebijakan moneter yang lebih bijaksana oleh otoritas moneter pemerintah, siklus semacam itu seharusnya cenderung tidak terjadi. Ketika dikombinasikan dengan keterlibatan yang lebih besar pada proses penyesuaian pasar, hasilnya adalah pengurangan frekuensi dan kerasnya siklus ekonomi, serta perbaikan jangka panjang dan berkelanjutan dalam negara-negara tersebut yang telah mengikuti kebijakan perdagangan bebas, pembatasan anggaran, dan aturan hukum. Tom G. Palmer adalah Vice President for International Programs dari ATLAS Network, sebuah lembaga jaringan think-tank yang mempromosikan gagasan liberalisme klasik di seluruh dunia. Menulis beberapa buku diantaranya Realizing Freedom: Libertarian History, Theory, and Practice (2009), Morality of Capitalism (2011), After Welfare State (2012), Why Libertarianism (2013), dan Peace, Love, and Liberty (2014). Bisa dihubungi melalui email
[email protected] dan akun twitter @tomgpalmer.