20 Mitos Tentang Pasar – Bagian 1 Oleh: Tom G. Palmer*
Ketika kita berpikir tentang manfaat dan batasan solusi dari persoalan koordinasi sosial melalui mekanisme pasar, maka sudah seharusnya kita membersihkan beberapa mitos umum. Mitos dalam hal ini adalah pernyataan-pernyataan yang langsung diterima sebagai sebuah kebenaran, tanpa adanya adu argumen atau pembuktian. Biasanya mitos semacam ini datang dari radio, teman, politisi – mereka yang suaranya mengudara. Pendapat mereka kerap diulan layaknya sebuah kebijaksanaan yang dalam. Bahayanya adalah, karena sudah terlanjur tersebar luas maka persoalan tersebut tidak sempat diuji dan diperdebatkan. Untuk itulah tujuan tulisan saya disini. Sebagian besar, tidak semuanya, mitos semacam ini disebarkan oleh mereka yang membenci pasar bebas. Beberapanya disebarluaskan oleh orang-orang dalam lingkaran yang lebih kecil yang bahkan mungkin terlalu antusias terhadap pasar bebas. Kedua puluh mitos tersebut bisa dikelompokkan ke dalam empat kategori:
Kritik Etis
Kritik Ekonomi
Campuran dari Kritik Ekonomi dan Etis; dan
Pembelaan yang Terlalu Berlebihan
Kritik Etis 1. Pasar Tidak Bermoral, atau Amoral
Pasar akan membuat orang-orang berpikir hanya tentang kalkulasi keuntungan, sederhana dan tidak lebih. Tidak ada moralitas dalam interaksi pasar, tidak ada komitmen yang mencirikan perbedaan kita sebagai manusia: kemampuan kita untuk berpikir tidak hanya tentang apa yang menguntungkan kita, tetapi juga tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Apa yang bermoral dan apa yang tidak bermoral.
Lebih banyak klaim palsu akan sedikit sulit dibayangkan. Ketika terjadi sebuah pertukaran dalam pasar, maka harus ada penghargaan atas keadilan. Orang yang bertukar sesuatu hal berbeda akan menghargai klaim sah yang dimiliki orang lain. Alasan utama orang-orang melakukan pertukaran adalah mereka menginginkan apa yang orang lain punya, namun dilarang untuk mengambilnya (baca: merampas/mencuri) karena moralitas dan aturan hukum. Sebuah pertukaran pasar adalah perubahan alokasi sumber daya dari satu ke yang lain; hal ini berarti bahwa apapun pertukarannya diukur sebagai garis belakang, bila pertukaran tidak terjadi, maka kedua belah pihak tetap menjaga apa yang telah dia punya. Kerangka pemikiran bagi terlaksananya sebuah pertukaran dalam pasar membutuhkan landasan dalam keadilan. Tanpa landasan hukum dan moral, maka tidak akan ada pertukaran pasar. Pasar juga tidak hanya didirikan sebagai penghormatan terhadap keadilan. Pasar juga dibuat di atas kemampuan manusia yang tidak hanya memenuhi keinginan dirinya, namun juga memenuhi keinginan orang lain. Seorang pemilik restoran yang tidak peduli dengan keinginan pengunjungnya, maka bisnisnya tidak akan bertahan lama. Bila tamu tidak puas dengan makanannya, maka mereka tak akan kembali. Bila makanan tidak bisa menyenangkan para tamu, maka tamu tersebut tidak akan kembali. Dia akan keluar dari bisnis. Pasar menyediakan insentif bagi pelakunya untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, untuk mempertimbangkan keinginan orang lain, dan untuk mencoba melihat seperti apa yang dilihat orang lain. Pasar adalah alternatif untuk kekerasan. Pasar membuat kita menjadi makhluk sosial. Pasar mengingatkan kita bahwa orang lain pun penting. 2. Pasar Mendorong Keserakahan dan Keegoisan
Orang-orang dalam pasar hanya berusaha untuk mendapatkan harga terendah atau membuat keuntungan setinggi-tingginya. Tindakan seperti itu didorong hanya oleh keserakahan dan keegoisan, bukan pada kepedulian terhadap sesama. Pasar tidak mendorong maupun menghilangkan keegoisan dan keserakahan manusia. Pasar membuat suatu keadaan yang mungkin bagi orang paling altruis sekalipun, sama halnya dengan orang yang egois, untuk memajukan tujuan mereka masing-masing dalam keadaan yang damai. Mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang lain menggunakan pasar untuk meningkatkan jumlah kekayaan mereka. George Soros dan Bill Gates adalah contoh dari kasus tersebut; mereka menghasilkan uang yang sangat banyak,
kemudian sebagiannya digunakan meningkatkan kemampuannya menolong orang lain melalui kegiatan amal. Bunda Teresa ingin menggunakan kekayaan yang tersedia baginya untuk memberi makan, memberi pakaian, dan memberi kenyamanan kepada orang-orang yang jumlahnya sangat besar. Pasar mengizinkan Bunda Teresa untuk menemukan harga terendah untuk mendapatkan selimut, makanan, dan obat-obatan untuk merawat mereka yang memerlukan perawatan. Pasar memperbolehkan penciptaan kekayaan yang bisa digunakan untuk menolong yang membutuhkan dan memfasilitasi kegiatan amal untuk memaksimalkan kemampuannya menolong sesama. Pasar menjadikan kondisi yang memungkinkan bagi adanya kegiatan amal. Kesalahan yang umum terjadi adalah mengenali tujuan manusia yaitu “kepentingan diri” (self-interest) yang sering disalahartikan sebagai “keegoisan” (selfishness). Tujuan manusia dalam pasar tentu saja adalah tujuan dirinya sendiri, tetapi tujuan ini tidaklah mengesampingkan perhatian lain dalam kepentingan hidup manusia – seperti anggota keluarga, sahabat, tetangga, dan bahkan orang yang sama sekali asing. Seperti yang dijelaskan di atas, pasar membantu mempersiapkan manusia agar mempertimbangkan kebutuhan sesama, bahkan orang asing sekalipun. Seperti yang juga sering dijelaskan, landasan terdalam kemasyarakatan bukanlah kasih sayang atau kekerabatan. Kasih sayang dan kekerabatan adalah buah dari keuntungan timbal balik dari sebuah kerja sama, baik dalam skala kecil maupun besar dalam sebuah kelompok. Tanpa sebuah keuntungan timbal balik, masyarakat tidaklah mungkin terbentuk. Tanpa kemungkinan akan keuntungan timbal balik, keuntungan bagi Tom akan menjadi kerugian bagi June, dan juga sebaliknya. Mereka tidak akan bisa menjalin kerja sama, tidak akan bisa menjadi kolega, bahkan tidak akan pernah menjadi sahabat. Kerja sama sangat dijunjung tinggi oleh pasar, yang mengizinkan kerja sama bahkan di antara mereka yang secara pribadi tidak saling mengenal, bukan penganut agama ataupun bicara dalam bahasa yang sama, atau bahkan tidak pernah bertemu. Adanya potensi keuntungan dari perdagangan, fasilitas perdagangan dari kesepahaman yang baik dan hukum yang akan memberi keamanan bagi hak kepemilikan, memungkinkan aktivitas amal di antara orang yang tidak mengenal, kasih sayang, dan persahabatan lintas batas.
Kritik Ekonomi
3. Bergantung kepada Pasar akan Menyebabkan Monopoli
Tanpa intervensi pemerintah, bergantung kepada pasar bebas akan menyebabkan hanya beberapa perusahaan saja yang menjual banyak hal. Pasar secara alamiah menciptakan monopoli, produsen kecil diperas oleh perusahaan-perusahaan yang hanya mencari keuntungan mereka sendiri, sedangkan pemerintah termotivasi untuk membela kepentingan publik dan akan melakukan pelarangan monopoli. Pemerintah bisa – bahkan terlalu sering – memberikan hak monopoli kepada individu atau kelompok yang diistemawakan; dalam hal ini mereka melarang kelompok lain ikut berkompetisi di suatu pasar yang bisa menguntungkan konsumen. Itulah yang disebut monopoli. Monopoli mungkin diberikan kepada unit pemerintah (seperti dalam monopoli layanan pos di banyak negara) atau diberikan kepada perusahaan, keluarga, dan seseorang yang mempunyai posisi istimewa. Apakah pasar mendorong monopolisasi? Ada sedikit atau bahkan tidak ada alasan yang tepat untuk berpikir begitu, di sisi lain juga banyak alasan yang berpendapat tidak demikian. Pasar bebas bersandar pada kebebasan setiap orang untuk bisa mengakses pasar, untuk keluar dari pasar, dan membeli dari atau menjual kepada siapa yang mereka senangi. Jika beberapa perusahaan dalam pasar bebas mendapatkan keuntungan di atas rata-rata, keuntungan tersebut akan memancing perusahaan lawan untuk “mencuri” keuntungan tersebut. Beberapa literatur ekonomi menawarkan deskripsi situasi hipotesis dimana kondisi pasar tertentu bisa membawa kepada rente yang kuat (persistent rents), yaitu ketika pendapatan dalam biaya peluang yang berlebih, atau berarti apa yang bisa dihasilkan oleh suatu sumber daya dalam penggunaannya yang lain. Tetapi contoh konkrit sangat sulit ditemukan, selain kasus lain yang relatif tidak menarik seperti kepemilikan sumber daya unik (misalnya, lukisan karya Rembrandt). Sebaliknya, sejarah mencatat contoh jelas dan sederhana bagaimana pemerintah memberikan keistimewaan khusus kepada para pendukungnya. Kebebasan mengakses pasar dan kebebasan memilih kepada siapa harus membeli, mendorong terciptanya kepentingan konsumen dengan mengikis rente-rente yang menikmati hasil karena menjadi pihak yang pertama kali menawarkan barang dan jasa. Sebaliknya, memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menyediakan barang dan jasa akan menciptakan monopoli – dimana sejarah telah membuktikan – akan menyakiti konsumen, dan monopoli pun menghalangi kekuatan produktif umat manusia, dimana perbaikan manusia itu berasal. Jika memang pasar secara
rutin menyebabkan monopoli, kita tak akan berharap melihat banyaknya orang yang pergi ke lembaga-lembaga pemerintah meminta hak monopoli karena kurang kuatnya kompetitor dan konsumen. Padahal mereka bisa saja mendapatkan monopoli melalui pasar. Selalu patut diingat bahwa pemerintah sendiri selalu mencari cara menggunakan monopoli; definisi klasik menggambarkan karakteristik pemerintah yang menggunakan monopoli kekuatan dalam suatu area geografis. Mengapa kita harus berharap kepada monopoli agar ramah kepada kompetisi, sedangkan pasar sendiri memang sudah dirancang untuk bebas berkompetisi? 4. Pasar Bergantung pada Informasi yang Sempurna, maka Dibutuhkan Regulasi
Pemerintah agar Informasi Tersebut Tersedia Agar pasar menjadi efisien, semua pelaku pasar harus diinformasikan dengan lengkap biaya aktivitas mereka. Jika sebagian pelaku pasar memperoleh informasi yang lebih banyak dari pelaku lain, maka terjadi sesuatu yang asimetris dan akan mendorong hasil yang inefisien dan ketidakadilan. Pemerintah harus turut campur untuk menyediakan informasi dimana pasar lemah, sehingga menciptakan hasil yang efisien dan adil. Informasi, seperti setiap hal lain yang kita inginkan selalu mengandung biaya. Untuk itu, kita harus memberikan timbal-balik untuk mendapatkannya. Informasi sendiri adalah sebuah produk yang diperjualbelikan dalam pasar; contohnya, kita membeli buku yang mengandung informasi maka kita menghargai informasi yang adalah buku itu dibanding barang yang kita tukarkan dengan buku tersebut. Pasar dalam operasinya tidak membutuhkan informasi yang sempurna, tidak seperti demokrasi. Asumsi bahwa informasi memberi biaya pada pelaku pasar, namun tak memberi biaya kepada pelaku politik tidak realistis dalam cara yang sangat merusak. Baik politisi maupun pemilih mempunyai informasi yang sempurna. Secara signifikan, politisi dan pemillih kurang memiliki insentif untuk memperoleh jumlah informasi yang cukup dibandingkan pelaku pasar, karena mereka tidak menghabiskan uang milik mereka sendiri. Misalnya, ketika menghabiskan uang dari anggaran publik, para politisi tidak mempunyai insentif untuk lebih berhati-hati dalam memperoleh sebanyak mungkin informasi sebagaimana orang-orang yang akan menghabiskan uang milik mereka sendiri. Argumen umum bagi intervensi negara bersandar pada informasi yang asimetris antara konsumen dan penyedia layanan khusus. Misalnya, dokter hampir selalu mempunyai pengetahuan lebih tentang urusan medis dibandingkan pasien; itulah kenapa kita pergi ke
dokter dibandingkan menyembuhkan diri kita sendiri. Karena itu, diduga konsumen tidak memiliki pengetahuan mana dokter yang lebih kompeten, agar bisa mendapatkan tindakan yang tepat, atau mungkin membayar lebih mahal. Lisensi oleh negara mungkin saja menjadi solusi; dengan mengeluarkan lisensi, seringkali dikatakan orang-orang akan mendapatkan jaminan bahwa dokter akan berkualitas, kompeten, dan jujur. Namun pembuktian dari studi lisensi kedokteran maupun dunia profesional lainnya menyatakan sebaliknya. Pasar cenderung menghasilkan gradasi dari sebuah sertifikasi, sedangkan lisensi mempunyai dampak ganda; kamu berlisensi atau tidak. Ditambah lagi, sangat umum terjadi dalam profesi yang berlisensi bahwa lisensi dicabut bila seorang yang sudah memiliki lisensi bersikap tidak profesional, yang biasanya didefinisikan termasuk periklanan! Tetapi periklanan adalah salah satu cara agar pasar berkembang dan menyediakan informasi – tentang ketersediaan produk dan layanan, tentang kualitas relatif, dan tentang harga. Lisensi bukanlah solusi bagi kasus asimetris informasi; lisensi adalah penyebab. 5. Pasar Hanya Bekerja Ketika Sejumlah Orang yang Tidak Terbatas dengan Informasi
Sempurna Memperdagangkan Komoditi yang Tidak Dibeda-bedakan Efisiensi pasar, dimana output dimaksimalkan dan keuntungan diminimalkan, membutuhkan tidak adanya pengaturan harga, yaitu, ketika pembeli atau penjual masuk atau keluar dari pasar tidak akan mempengaruhi harga. Dalam sebuah pasar kompetitif sempurna, tidak ada pembeli individu ataupun penjual yang bisa memberikan dampak kepada harga. Semua produk adalah homogen, dan informasi terkait produk dan harga tidak berbiaya. Tetapi pasar sebenarnya tidaklah kompetitif sempurna, sehingga pemerintah perlu masuk dan mengoreksi beberapa hal. Model-model abstrak interaksi ekonomi bisa menjadi berguna, tapi ketika secara normatif sudah memuat istilah semacam “sempurna” dan ditambahkan kepada abstraksi teoritis, bahaya besar bisa saja terjadi. Bila suatu kondisi tertentu dalam pasar didefinisikan sebagai kompetisi “sempurna”, maka yang lainnya adalah “tidak sempurna” dan butuh perbaikan yang barangkali dari lembaga di luar pasar itu sendiri. Faktanya, kompetisi “sempurna” secara sederhana adalah model kejiwaan, dimana kita bisa mengambil kesimpulan dari beberapa fakta yang menarik, seperti peran profit dalam mengarahkan sumber daya (ketika keuntungan lebih tinggi dibanding rata-rata, kompetitor akan mengalihkan sumber daya untuk meningkatkan penawaran, sehingga menurunkan harga dan mengurangi profit) dan peran dari ketidakpastian dalam menentukan permintaan untuk menahan uang tunai (karena
bila informasi bersifat gratis, maka semua orang akan menginvestasikan semua uangnya dan mempersiapkannya ke dalam uang tunai suatu ketika mereka membutuhkannya, sehingga kita bisa simpulkan bahwa hadirnya uang tunai adalah bentuk kekurangan informasi). Kompetisi “sempurna” bukan panduan untuk meningkatkan kinerja pasar; kompetisi “sempurna” juga istilah buruk yang dibuat model kejiwaan dalam proses pasar, dimana sangat abstrak dari kondisi nyata di area kompetisi itu sendiri. Bila negara yang akan menjadi agensi pendorong pasar agar lebih mendekati “kesempurnaan”, kita akan berharap seperti itu tentunya, maka negara menjadi produk kebijakan demokratis yang “sempurna” juga, dimana sejumlah pemilih dan kandidat tak terbatas tidak mempunyai dampak individu kepada kebijakan, semua kebijakan adalah homogen, dan informasi tentang biaya dan keuntungan dari kebijakan-kebijakan juga tak berbayar. Ini adalah contoh kasus yang tak pernah terjadi. Metode saintifik dalam memilih pilihan kebijakan membutuhkan pilihan-pilihan yang benarbenar dibuat atas dasar pilihan yang tersedia. Keduanya, pilihan politik dan pilihan pasar adalah sama-sama “tidak sempurna” di semua sisi spesifik di atas, sehingga pilihan seharusnya dibuat atas dasar perbandingan yang nyata – bukan “sempurna” – baik proses pasar maupun proses politik. Pasar yang nyata menghasilkan banyak cara dalam menyediakan informasi dan menghasilkan kerja sama yang saling menguntungkan di antara pelaku pasar. Pasar menyediakan cara berpikir bagi orang untuk menemukan informasi, termasuk bentuk-bentuk kerja sama. Periklanan, biro perkreditan, pembentukan reputasi, perdagangan komoditas, perdagangan saham, lembar sertifikasi, dan banyak institusi lain muncul dalam pasar untuk melayani sebuah tujuan memfasilitasi terciptanya kerja sama yang saling menguntungkan. Daripada mencampakkan pasar karena ketidaksempurnaannya, kita seharusnya mencari lebih banyak cara untuk memanfaatkan pasar untuk memperbaiki ketidaksempurnaan negara dalam menciptakan kekayaan manusia. Akhirnya, kompetisi lebih baik dipahami, bukan sebagai sebuah kondisi pasar, tetapi sebagai sebuah proses perilaku persaingan. Ketika pengusaha bebas mengakses untuk berkompetisi dengan pengusaha lainnya, dan konsumen bebas memilih produsen manapun, persaingan di antara
produsen
demi
kepentingan
mengistimewakan konsumen.
konsumen
akan
membawa
perilaku
yang
Tom G. Palmer adalah Vice President for International Programs dari ATLAS Network, sebuah lembaga jaringan think-tank yang mempromosikan gagasan liberalisme klasik di seluruh dunia. Menulis beberapa buku diantaranya Realizing Freedom: Libertarian History, Theory, and Practice (2009), Morality of Capitalism (2011), After Welfare State (2012), Why Libertarianism (2013), dan Peace, Love, and Liberty (2014). Bisa dihubungi melalui email
[email protected] dan akun twitter @tomgpalmer.