1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM) yang menyebabkan kebutuhan kalsium paling tinggi pada masa ini dibandingkan dengan tahapan-tahapan usia lain, karena terjadi pertumbuhan skeletal yang cepat. Remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik, biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weight velocity). Kecepatan pertumbuhan tinggi badan rata-rata mencapai 20 cm/tahun pada laki-laki dan 16 cm/tahun pada perempuan. Demikian pula kecepatan pertumbuhan berat badan rata-rata mencapai 20 kg/tahun pada laki-laki dan 16 kg/tahun pada perempuan. Kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa remaja ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa anak-anak usia dua sampai 10 tahun yang rata-rata hanya 5-6 cm/tahun dan 2-3 kg/tahun (Wahlavist, 1997). Pada masa remaja, rangka tubuh secara aktif tumbuh dan berkembang serta bertambah besar dan kuat. Pada akhir remaja pertumbuhan tulang sudah lengkap dan telah mencapai puncak massa tulang sampai 90%, dan massa tulang puncak diperoleh dengan usia 18 tahun pada remaja putri dan usia 20 tahun pada laki-laki. Pada masa ini pembentukan tulang pesat dan merupakan masa persiapan untuk
1 Universitas Sumatera Utara
2
mencapai puncak pertumbuhan massa tulang atau yang biasa disebut dengan peak bone massa. Puncak massa tulang yang terbentuk selama masa remaja hampir setengah dari kerangka dewasa, dan tulang yang terbentuk pada masa ini merupakan yang terkuat. Keadaan terbentuknya tulang pada masa remaja sangat dipengaruhi dengan kecukupan kalsium yang masuk ke dalam tubuh. Namun remaja yang mendapat cukup kalsium setiap harinya hanya sekitar 15%. Kebutuhan kalsium paling tinggi terjadi pada masa remaja dibanding tahapan usia yang lain. Pertumbuhan tulang terjadi secara cepat pada saat remaja karena 4050% dari total skeletal telah dibentuk. Kepadatan tulang (bone density) akan terus meningkat demikian pula penumpukan mineral pada skeletal dan biasanya berakhir pada usia 30 tahun. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama puncak pembentukan massa tulang tidak akan terbentuk secara optimal (Kalwarf, et.al., 2003; Debar, 2006; Ketchmer, 1997; Mann & Trusll, 2007). Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat dalam pembentukan tulang terbesar pada masa ini yang sangat tinggi efesiensi penyerapan dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjdadi sangat penting untuk memaksimalkan peak bone massa/PBM dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal. Peranan kalsium pada masa pertumbuhan remaja sangat penting maka rekomendasi kecukupan kalsium per hari tinggi.di negara-negara maju seperti Amerika dan Australia angka kecukupan kalsium yang
Universitas Sumatera Utara
3
dianjurkan bagi remaja adalah sebesar 1200-1500 mg/hari. Di Indonesia hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan angka kecukupan gizi (AKG) untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13-19 tahun sebesar 1000 mg/hari tidak jauh berbeda dengan angka kecukupan di negara-negara maju. Baik di negara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja umumnya masih kurang. Hasil survei NHANES di Amerika Serikat (AS) memperlihatkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja usia 12-15 tahun menurun dari 854 mg/hari pada tahun 19761980 menjadi 796 mg/hari menjadi 796 mg/hari 1988-1997. Data lainnya dari USDA nationwide food comsumption survei di 48 negara bagian AS tahun 1977-1978 menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada remaja awal (10-15 tahun) berkisar antara 70-79% recommended dietary allowance (RDA) dan kemudian menurun menjadi berkurang dari 70% RDA pada usia 15-18 tahun. Penelitian Blum (1997), menyatakan bahwa sekitar 26% keterlambatan pembentukan massa tulang terjadi pada masa pubertas sehingga kepadatan tulang rendah dengan prevalensi sekitar 25,8% remaja perempuan dan 12,1% pada laki laki. Kemudian pada tahun 2005 Pusat Latihan Pengembangan Gizi Indonesia telah melakukan pemeriksaan dengan densinometer hasilnya menunjukan angka prevalensi pada kaum muda yang berumur kurang dari 25 tahun sekitar 37,1% (Rahmawati, 2008). Menurut Broto (2004), pada pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densinometer merupakan pemeriksaan paling akurat sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prediksi penurunnya kepadatan tulang apabila asupan kalsium tidak mencukupi pada remaja maka tubuh akan dapat mengakibatkan terhambatnya
Universitas Sumatera Utara
4
pertumbuhan
dan
tertundanya
pematangan
seksual
selain
masa
puncak
perkembangan fisik dan mental juga pada masa ini merupakan kesempatan terakhir untuk status gizi khususnya dalam hubungan kepadatan tulang. Remaja membutuhkan kalsium lebih tinggi daripada masa anak-anak atau saat dewasa karena pertumbuhan dan pemeliharaan tulang digunakan untuk pembentukan skeletal, sehingga puncak massa tulang dapat terpenuhi (Suandi, 2004). Kalsium memperbaiki mengambil kalsium dari tubuh secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berlangsungnya massa dan kepadatan tulang menurun sehingga terjadilah penipisan tulang (Trusell, 2007). Kepadatan tulang dipengaruhi gaya hidup remaja yang kurang sehat terhadap konsumsi pangan, baik sosial ekonomi, personal preference, media. Semakin baik sosial ekonomi seseorang maka ketersedian pangan terhadap jenis dan kualitas makanan di rumah dan jajan semakin beragam, pengetahuan juga mempengaruhi konsumsi pangan kalsium pada remaja semakin banyak informasi yang diperoleh maka jenis makanan yang dipilih semakin tepat. Perubahan gaya hidup modernisasi, kondisi sosial ekonomi semakin meningkat serta aktivitas semakin tinggi keluar rumah bagi remaja menimbulkan dampak terhadap apa yang akan dimakan remaja tersebut remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk dirinya sendiri dan remaja suka makan serba instan di luar rumah seperti; fast food yang biasanya mengandung zat gizi tidak seimbang sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Prihartini (2010), menunjukkan bahwa remaja status gizi kurus dengan Indeks Massa Tubuh/IMT < 18,5 cm lebih
Universitas Sumatera Utara
5
rentan terhadap menurunnya kepadatan tulang, dibandingkan dengan orang IMT > 18,5 cm. Survei yang dilakukan Yuliarti (2008), menemukan bahwa sekitar 25% remaja memiliki asupan kalsium lebih rendah dari yang direkomendasikan sehingga berdampak terhadap pembentukan tulang terlambat dengan resiko terjadi osteopenia dimasa usia selanjutnya. Pada dasarnya manusia memang harus bergerak dan kebiasaan dewasa sekarang ini banyak orang yang kurang bergerak terutama penduduk Indonesia usia 12 tahun ke atas. Menurut Wijaya (2010), aktivitas fisik akan mempengaruhi terhadap penyerapan kalsium dalam usus juga mempengaruhi massa tulang dan kekuatan tulang yang keduanya secara langsung berdistribusi terhadap osteoblas dalam tulang berperan dalam penyerapan tulang dan merangsang penyerapan kalsium di usus halus. Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan berkurangnya kepadatan tulang panggul sebesar tiga persen (Kalkwarrf et. al., 2003). Apabila tidak dilakukan upaya pemeliharaan kepadatan tulang maka akan terjadi osteopenia sehingga akan mempercepat terjadinya penyakit osteoporosis (Suryono, 2007). Penelitian yang dilakukan olah Syafiq dan Fikawati (2004), menunjukkan bahwa konsumsi kalsium remaja siswa SMUN di Kota Bogor masih jauh dari Angka Kecukupan Gizi (37,79% AKG), sedangkan hasil penelitian Suryono (2007), pada remaja pria menunjukkan banwa pemberian susu berkalsium tinggi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap peningkatan kepadatan tulang pinggang dan panggul. Muhaimin (2008), menyatakan bahwa sekitar 60% risiko osteoporosis ditentukan oleh kepadatan tulang yang dicapai pada usia muda sehingga penting untuk
Universitas Sumatera Utara
6
memaksimalkan kepadatan tulang pada remaja dengan upaya yang dicanangkan pemerintah sesuai dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1142/Menkes/SK/XII/2008;
tentang
pedoman
pengendalian
terhadap
gangguan skeletal dengan faktor penyebab dasar pembentukan puncak massa tulang yang terhambat harus dilaksanakan koreksi bila mungkin. Bila pembentukan massa tulang akibat kesalahan diet maka perlu diberikan kaya protein dan kalsium dan vitamin D yang tinggi. Vitamin D akan meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ekstrasel maka tersedia ion kalsium dan fosfor untuk mineralisasi tulang. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Sekolah Swasta SMA Cahaya Medan bahwa lokasi sekolah ini sangat berdekatan dengan tempattempat perbelanjaan yang menyediakan berbagai jenis makanan yang cepat saji serta banyaknya billboard yang terpasang untuk mempromosikan berbagai produk jenis makanan jajanan sehingga mereka secara tidak langsung rutin melewati dan melihat tempat tersebut akan mempengaruhi mereka tentang produk yang dipromosikan melalui billboard. Kemudian melalui wawancara peneliti tentang aktitivitas fisik lebih banyak melakukan kegiatan duduk diam (sedenlentary life) misalnya bahwa mereka setelah selesai proses belajar mengajar di kelas langsung private les dan aktivitas beridiri aktif berat seperti; futsal, bulutangkis berada dalam ruangan yang tertutup yang tidak ada sinar matahari. Pola makan mereka dengan mengkonsumsi makanan yang kurang sehat atau kurang memperhatikan nilai gizi sebab mereka sering mengkonsumsi makanan bentuk jajanan serta minuman ringan (soft drink)
Universitas Sumatera Utara
7
seperti; pepsi, coca-cola, sprite. Setelah mempelajari hal tersebut di atas peneliti berkeinginan mengetahui asupan kalsium berdasarkan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik yang berdampak terhadap kepadatan tulang. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan yang adalah pola konsumsi pangan kalsium kurang sehat dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan (soft drink) seperti; coca-cola dan sejenisnya serta aktivitas fisik yang kurang menggerakkan beban kerangka tubuh berdampak kesehatan pertumbuhan pembentukan kepadatan massa tulang tidak maksimal. Berdasarkan kondisi di atas sehingga peneliti menentukan estimasi rumusan masalahnya bagaimana hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja di Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan.
Universitas Sumatera Utara
8
1.4. Hipotesis 1.
Ada hubungan antara jumlah asupan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.
2.
Ada hubungan antara jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.
3.
Ada hubungan antara frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.
4.
Ada hubungan antara frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsiun dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.
5.
Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 1518 tahun.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan mengevaluasi pola konsumsi kalsium (frekuensi bahan pangan kalsium tinggi dan rendah, frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya dan aktivitas fisik yang dapat memengaruhi kepadatan tulang remaja saat ini dalam upaya pemeliharaan yang akan dilaksanakan untuk mencengah kerapuhan tulang dimasa tua dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
9
1.5.2. Manfaat Praktisi. Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pengarahan pada masyarakat betapa pentingnya memperhatikan asupan kalsium, frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya (keju, mentega dan yoghurt) serta meningkatkan aktivitas fsik karena berhubungan dengan keterlambatan pembentukan massa tulang serta menurunnya kepadatan tulang pada remaja yang berisiko osteoporosis dimasa tuanya dikemudian hari, dan sebagai bahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Madya Medan Khususnya Wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan Baru untuk meningkatkan kualitas maupun kwantitas pelayanan program Usaha Kesehatan Sekolah sasaran remaja dalam memberikan komunikasi edukasi pedoman gizi seimbang dengan memuat sumber kalsium menu sehari-.hari, dalam upaya meningkatkan kesehatan tulang pengendalian osteopenia pada usia muda serta pencengahan penyakit osteoporosis di masa usia lanjut.
Universitas Sumatera Utara