Edisi XIX/2014
Direktur Jenderal Anggaran, Askolani:
“PBB, Bukan Sebatas Konsep” Refinement IKU Peran Kepemimpinan dan Strategic Thinking dalam Transformasi Kelembagaan
Foto: Arie Fikri
Dialog Kinerja Sudah Siapkah Kita?
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
1
Editorial Edisi XIX/2014
Redaksi Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Herry Siswanto, Yeti Wulandari, Eka Saputra, Herry Hernawan, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor I Made Edi Juliana, Agus Dwiatmoko, Susmianti, Misnilawaty Sidabutar, Azharuddin, Eman Adhi Patra, Wardah Adina Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Bagus Wijaya, Loka Yoga Hapsara, Tri Mundi Atmoko, Nico Ady Hasiholan Rajagukguk Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat.
2
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
Kaca Spion ADA saat tertentu dimana organisasi perlu memperhatikan ‘kaca spion’ disamping selalu memantau ‘dashboard’ kinerja organisasi. ‘Kaca spion’ memberikan informasi mengenai perjalanan strategi yang telah ditempuh serta kondisi internal maupun eksternal organisasi. Tahun 2014 merupakan saat yang krusial bagi Kementerian/lembaga termasuk Kementerian Keuangan, karena merupakan tahun terakhir periode Rencana Strategis (Renstra) 2009-2014 dan juga merupakan tahun politik terkait dengan pergantian kepemimpinan nasional. Artinya saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melihat ‘kaca spion’ dalam rangka mengidentifikasi capaian strategi organisasi, menggesa strategi yang belum berhasil dan merumuskan pilihanpilihan strategi untuk renstra periode selanjutnya serta memastikan bahwa organisasi akan ‘melakukan hal yang benar dengan benar’ (do the right things right). Dari kaca spion, dapat diketahui persoalan-persoalan yang belum tuntas, salah satunya adalah Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), yang implementasinya belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana amanat UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Masih perlu extra effort untuk mematangkan ’Kaca spion’ memberikan konsep dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar ABK dapat informasi mengenai segera diimplementasikan pada perjalanan strategi yang semua Kementerian/Lembaga. telah ditempuh serta Tentu saja selayaknya Kemenkeu siap menjadi tempat ‘uji coba’ kondisi internal maupun bagaimana implementasi ABK seeksternal organisasi. sungguhnya. Bukan hanya masalah terkait keuangan negara saja, Kementerian Keuangan sudah kadung menjadi percontohan bagi Kementerian/Lembaga lain dalam proses perbaikan tatakelola pemerintahan. Hal ini mengingat posisi Kementerian Keuangan yang menempati posisi strategis dalam tatanan pemerintahan. Bahkan Kemenkeu mendapat privilege dari Wakil Presiden untuk merencanakan sendiri agenda reformasi birokrasi melalui transformasi kelembagaan. Akhir tahun lalu, cetak biru transformasi kelembagaan telah selesai disusun dan saat ini masuk pada tahap yang paling penting yaitu tahap implementasi. Banyak strategi yang berhasil pada tahap perumusan, namun justru gagal pada tahap implementasi/eksekusi. Umumnya kegagalan disebabkan oleh gagal paham terhadap strategi, gagal komunikasi, dan gagal dalam mengawal strategi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka keterlibatan semua elemen di Kementerian Keuangan sangat dibutuhkan agar transformasi kelembagaan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semoga. [Eka Saputra]
Laporan Utama
Peta Strategi Kemenkeu-Wide Tahun 2014
Refinement IKU Perubahan adalah sesuatu keniscayaan. Perubahan didefinisikan beragam oleh banyak pakar dan praktisi. Ringkasnya, perubahan merupakan transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diharapkan di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Perubahan acap kali dilakukan dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan.
KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) pun tidak terhindar dari segala perubahan lingkungan. Berbagai program perubahan diluncurkan. Dekade terakhir, Kemenkeu menjalankan program Reformasi Birokrasi pada tahun 2006. Pada tahun 2013, Kemenkeu menjalankan program Transformasi Kelembagaan sebagai kelanjutan dari Reformasi Birokrasi. Perubahan visi dan misi Kementerian Keuangan merupakan salah satu keluaran dari program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Sehingga akhir tahun 2013 ini, Kemen-
keu memiliki Visi dan Misi Kementerian Keuangan terbaru. Visi dan misi tersebut dapat menjadi jalan yang mengarahkan seluruh komponen organisasi untuk memiliki harapan/ cita-cita yang sama. Perubahan visi dan misi organisasi memiliki konsekuensi pada banyak aspek, antara lain dalam perencanaan strategis, eksekusi kebijakan strategis, pengkoordinasian pekerjaan-pekerjaan, serta inovasi ke depan. Dalam rangka mencapai visi dan misi organisasi, Kementerian Keuangan menerapkan pengelolaan kinerja berBuletin Kinerja - Edisi XIX/2014
3
Laporan Utama
Visi:
Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di abad ke-21.
Misi:
1. Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan yang prima dan penegakan hukum yang tegas; 2. Mengimplementasikan kebijakan-kebijakan fiskal yang pruden; 3. Mengelola neraca pemerintah pusat dengan risiko minimum; 4. Memastikan dana pendapatan disalurkan secara efektif dan efisien; 5. Menarik dan mengembangkan talenta terbaik di kelasnya dengan proposisi nilai pegawai yang kompetitif.
Sumber: Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan (2013)
basis Balanced Scorecard (BSC). Sistem Pengelolaan Kinerja berbasis BSC ini merupakan alat eksekusi strategi, yang menerjemahkan visi dan misi menjadi sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai. Sasaran Strategis (SS) kemudian diukur pencapaiannya dengan Indikator Kinerja Utama (IKU). Dari tahun 2007 hingga tahun 2013, Kemenkeu telah mengalami rangkaian transformasi Peta Strategi, rumusan dan jumlah jumlah sasaran strategis/IKU, yang selalu disesuaikan dengan dinamika perubahan lingkungan organisasi. Refinement, istilah yang sampai saat ini masih digunakan, sebagai proses evaluasi, “kontemplasi”, penelaahan atas Peta Strategi dan IKU tahun sebelumnya hingga merumuskan kembali Peta Strategi dan IKU yang baru, selaras dengan perubahan kondisi internal maupun eksternal serta strategi Kemenkeu. Sampai tahun 2013, Peta Strategi Kemenkeu masih memiliki jumlah SS dan IKU yang relatif banyak, 14 SS dan 37 IKU. Keinginan untuk mengakomodasi sebagian besar SS level Kemenkeu-One menjadi latar belakangnya. Dorongan dari setiap unit eselon I pun cukup kuat
4
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
“Too Many Focus Means Not Focus” Kaplan dan Norton.
agar tugas, fungsi, dan sasaran strategis tergambar pada peta strategi Kemenkeu-Wide. Ini terjadi karena terdapat persepsi bahwa eksistensi organisasi akan lebih terlihat apabila semakin banyak SS Kemenkeu-One yang “diadopsi” di level Kemenkeu-Wide. Refinement tahun 2014 mengupayakan adanya perampingan jumlah SS dan IKU (streamline) serta mengacu pada dokumen Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan 2014-2024 (KSKK), hasil diskusi dengan pimpinan dan manajer kinerja, serta eksekusi strategi yang menjadi prioritas dan fokus pada tahun 2014. Rumusan SS dan IKU pun harus
tetap challenging, namun tetap achievable. Sehingga dapat dicapai sesuai dengan kemampuan/kondisi realistis Kemenkeu saat ini (best fit) dan tetap komitmen pada milestone (destination statement) menuju best practice. Ini sejalan dengan hasil diagnosis Transformasi Kelembagaan Kemenkeu oleh Tim Konsultan McKinsey. Streamlining penetapan IKU dititikberatkan pada beberapa hal seperti: 1. IKU diprioritaskan pada IKU yang lebih challenging dan berkualitas baik, yaitu bersifat outcome dan diupayakan mengukur pencapaian SS secara exact; 2. Berada pada rentang jumlah yang relatif mudah untuk dikelola/ monitor. Demi menjaga efektivitas pencapaian SS, ditempuh beberapa langkah sebagai berikut: 1. IKU yang tidak lagi berada di level Kwide diturunkan ke level K-one atau two, sehingga masih tetap menjadi dalam monitoring pimpinan; 2. Lebih mengefektifkan peran performance dialog pada setiap level monitoring kinerja. [Agus Dwiatmoko]
Laporan Khusus
Foto: Internet
Penganggaran Berbasis Kinerja:
Alat Ampuh Untuk Mewujudkan Efisiensi Belanja dan Akuntabiltas Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Base Budgeting) merupakan salah satu pilar dari tiga pilar yang harus diterapkan dalam sistem penganggaran Indonesia sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dua pilar lainnya adalah Penganggaran Terpadu (Unified Budget) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework).
Definisi dan pra-kondisi PBK Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan sebuah pendekatan dalam penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran atau hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk dapat menerapkan PBK dengan efektif dibutuhkan 5 (lima) pra-kondisi yaitu: 1. Lingkungan yang mendukung dan berorientasi pada pencapaian kinerja. Hal ini merupakan prasyarat utama dalam PBK mengingat berkaitan dengan perubahan paradigma dan mindset bagi para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan anggaran, yang selama ini lebih berorientasi pada besaran anggaran dari pada kinerja yang akan dihasilkan. 2. Sistem kontrol yang efektif dari Pimpinan K/L. Hal ini dibutuhkan dalam penerapan PBK mengingat target atau
rencana kinerja yang ditetapkan, secara top-down akan diturunkan (cascade) sesuai struktur dan hirarki organisasi bahkan sampai pada level masingmasing individu. 3. Tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal. Hal ini dibutuhkan sebagai instrumen pendukung dalam penerapan PBK, khususnya dalam penyusunan standar biaya yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah keluaran (output) dengan menggunakan pendekatan akuntansi biaya dan dalam rangka pencatatan setiap transaksi sebagai alat analisis efisiensi. 4. Mekanisme pengalokasian sumber daya yang berorientasi pada output. Hal ini juga merupakan perubahan yang sangat mendasar dibandingkan dengan sistem penganggaran sebelum era reformasi yang lebih berorientasi pada input dan jenis belanja. 5. Sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja dilaksanakan. Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
5
Laporan Khusus
Audit kinerja merupakan satu kesatuan dengan audit keuangan, mengingat melalui audit kinerja akan dapat dilihat akuntabilitas dari setiap unit pengguna anggaran atas capaian kinerja yang dihasilkan dari anggaran yang telah dibelanjakan.
Landasan konseptual dan Tujuan PBK Berdasarkan literatur dan international best practices, secara konseptual PBK mempunyai 3 (tiga) landasan utama yaitu: 1. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented). Hal ini dimaksudkan bahwa setiap rupiah anggaran yang dialokasikan mempunyai keterkaitan langsung dengan kinerja (berupa keluaran atau hasil) yang akan dicapai secara terukur. 2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Hal ini dimaksudkan bahwa dalam tahap implementasi anggaran, para manajer (Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran) diberikan fleksibilitas untuk melakukan perubahan atau pergeseran anggaran dalam rangka mencapai kinerja dengan cara yang lebih efisien dan efektif dengan tetap menjaga governance dan akuntabilitas. 3. Alokasi anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (money follow function). Hal ini dimaksudkan bahwa anggaran yang diberikan untuk mendanai program/ kegiatan harus sesuai dengan tugas dan fungsi unit yang bersangkutan sehingga tidak terjadi overlap pendanaan atau sebuah fungsi dilaksanakan oleh beberapa unit. Dengan memperhatikan landasan konseptual di atas, maka melalui penerapan PBK diharapkan penyusunan anggaran dan pelaksanaannya dapat mencapai tujuan, antara lain: 1. Menunjukan keterkaitan antara pen-
6
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
danaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget); 2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran (operational efficiency); 3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).
Instrumen PBK Selain adanya lima pra-kondisi yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan PBK secara efektif, untuk dapat mewujudkan tujuan PBK dalam sistem penganggaran perlu dibangun dan dikembangkan 3 (tiga) instrumen yaitu : (i) indikator kinerja, (ii) standar biaya, dan (iii) evaluasi kinerja. Indikator kinerja merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja kegiatan yang menghasilkan “keluaran” (output) maupun kinerja program yang menghasilkan “hasil” (outcome). Dalam merumuskan indikator kinerja, digunakan pendekatan sesuai dengan karakteristik “keluaran” atau “hasil” yang direncanakan, apakah berupa barang atau jasa. Pendekatan yang digunakan untuk merumuskan indikator kinerja kegiatan yaitu: kuantitatif, kualitatif, dan harga. Sedangkan untuk indikator kinerja program, pendekatan yang digunakan dapat berfokus pada tingkat efektivitas, efisiensi, atau kepuasan pelanggan. Standar biaya merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atas biaya yang dibutuhkan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dan menghasilkan“keluaran”. Standar biaya mencerminkan item-item yang harus didanai dan besaran unit cost yang digunakan. Dengan adanya standar biaya, efisiensi dapat diukur secara sederhana dengan mencermati apakah dengan standar biaya yang ditetapkan dapat menghasilkan “keluaran” lebih banyak, atau untuk menghasilkan “keluaran” yang sama dibutuhkan biaya yang lebih sedikit.
Evaluasi kinerja merupakan instrumen yang dibutuhkan untuk menilai dan menganalisis apakah realisasi capaian kinerja yang telah dihasilkan sesuai dengan target kinerja yang direncanakan dan sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Melalui evaluasi kinerja dapat dilakukan analisis dalam hal terjadi gap antara target kinerja yang direncanakan dengan realisasinya, khususnya terkait faktor-faktor penyebab terjadinya gap tersebut, untuk selanjutnya dirumuskan solusinya. Disamping itu, hasil dari evaluasi kinerja dapat berupa rekomendasi dalam rangka perbaikan indikator kinerja untuk tahun berikutnya atau rekomendasi terkait keberlangsungan dari sebuah kebijakan.
Kesimpulan Dengan memperhatikan landasan konseptual PBK dan instrumen yang harus dibangun dalam penerapan PBK, maka sangat jelas terlihat bahwa tujuan yang diharapkan melalui penerapan PBK adalah untuk mewujudkan efisiensi anggaran belanja dan meningkatkan akuntabilitas. Efisiensi anggaran dapat dicapai melalui alokasi anggaran yang berorientasi pada kinerja, fleksibilitas dalam pelaksanaan, alokasi anggaran mengikuti tugas dan fungsi unit, dan penerapan standar biaya yang efisien. Sedangkan terkait dengan akuntabilitas, dapat dicapai melalui penyusunan rumusan kinerja dan indikator kinerja sesuai dengan karakteristik program/kegiatan, melakukan restrukturisasi program/kegiatan yang spesifik mencerminkan tugas fungsi unit, alokasi anggaran dan penanggung jawab pelaksana program/kegiatan sesuai tugas fungsi unit, dan penerapan evaluasi kinerja secara terus menerus.
Made Arya Wijaya
Kasubdit Transformasi Sistem Penganggaran Direktorat Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan
Profil
nate tahun 2005. Setelah beberapa kali mutasi di berbagai kota di daerah, bapak yang memiliki empat anak ini kembali ditugaskan ke Sekretariat DJKN sebagai Kepala Bagian OKI pada tahun 2012.
Bagi Iwan, Balanced Scorecard (BSC) bukanlah merupakan hal yang baru. Saat ia masih bertugas di daerah, sebetulnya sudah mulai mengenal pengukuran kinerja. Namun, pada saat itu lingkupnya masih sangat sempit, sehingga masih mudah dipahami. Ketika menjadi
Foto: Edi Juliana
Foto di atas adalah hasil bidikan salah seorang Manajer Kinerja Organisasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kiprahnya dalam dunia pengelolaan kinerja Kemenkeu dimulai pada tahun 2012, sejak ia menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Kepatuhan Internal (OKI) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Dia adalah Dharmasetiawan Hardjowikarto, manajer kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Tim buletin kinerja akan mengupas lebih dalam sosok yang akrab dipanggil Iwan ini.
Foto: Dok. Iwan
“Jangan Ngoyo dan Jangan Ditunda”
Saat ia menduduki jabatan barunya, banyak perubahan yang sudah terjadi di Sekretariat DJKN. “Pekerjaan di sini mempunyai kecepatan yang tinggi, selain itu ekspektasi pimpinan juga sangat besar. Tugaspun bertambah dengan statusnya yang merangkap sebagai Manajer Kinerja Organisasi”, ujarnya. Saat ditanya bagaimana mengantisipasi hal tersebut, pria alumni UNDIP jurusan hukum ini menjawab dengan tenang dan tersenyum. “Jangan ngoyo, kerja sebaik mungkin dan semaksimal yang saya bisa, kemudian hasilnya atasan yang menilai.”
PENAMPILANNYA sederhana dan terkesan diam, namun saat tim buletin memasuki ruang kerjanya, suasana hangat dan akrab langsung terasa. Di ruang kerja yang sederhana dan di antara tumpukan berkas yang tertata rapi di meja kerjanya, pria berkacamata ini dengan santai dan serius memulai pembicaraan dan bercerita mengenai dirinya. Foto: Edi Juliana
Awal karirnya di Kementerian Keuangan dimulai pada tahun 1991. Saat itu, pria kelahiran tahun 1963 ini ditugaskan di Sekretariat Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), sampai ia dipromosikan sebagai Kepala KPKNL TerBuletin Kinerja - Edisi XIX/2014
7
Profil
Foto: Dok. Iwan
semua atribut kantor dan habiskan waktu bersama keluarga”, ujar Iwan menjelaskan kiat-kiatnya.
Manajer Kinerja Organisasi DJKN, tanggungjawabnya semakin luas karena cakupannya meliputi seluruh unit di DJKN. Bagian OKI terdiri dari tiga subbagian, yang mengerjakan pengelolaan kinerja, manajemen risiko dan kepatuhan internal. “Ketiganya merupakan pekerjaan yang strategis, namun tidak menarik”, lanjutnya sambil tertawa mengingat candaan teman-teman sejawatnya. Sistem pengelolaan kinerja di DJKN sudah berjalan dengan baik. Monitoring capaian kinerja di kantor pusat sudah dilakukan secara berkala setiap bulan. Demikian halnya di unit vertikal yang dilakukan setiap triwulanan. Semua itu bukan semata jerih payahnya, namun juga prestasi pendahulunya dan dukungan semua pihak. Di sisi pengawasan unit kepatuhan internal yang notabene masih baru, internalisasi dilaksanakan melalui kerjasama dengan Inspektorat Jenderal dan mengundang perwakilan dari masing-masing Kantor Wilayah. Pengalaman lainnya terkait dengan pengelolaan kinerja adalah saat awal implementasi sistem aplikasi pengelolaan kinerja pada tahun 2012. Banyaknya pertanyaan dari para pegawai di seluruh Indonesia sempat membuat Bagian OKI kewalahan. Untuk menangani hal tersebut, dibentuklah sarana komunikasi
8
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
“Setiap orang punya ambisi, tapi yang terpenting adalah kerja yang benar.” Dh a r m a s etiawan Hard jowi k ar to
melalui google talk terkait dengan permasalahan aplikasi penilaian kinerja. Hal yang sangat mendukung adalah peran para staf Bagian OKI. ”Beruntung semua teman-teman di OKI ini tempat tinggalnya dekat dengan kantor, jadi tidak ada masalah kalau harus pulang sampai malam atau bahkan sampai pagi”, ujarnya lagi sambil tersenyum. Sejak masuk OKI, pria yang gemar membaca ini sangat bersyukur karena seluruh pimpinan di DJKN sangat mendukung demi lancarnya pekerjaan. “Selama kerja disini, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi, tapi saya enjoy dan asyikasyik saja, kalau tidak begitu nanti stres”, ungkapnya sambil tertawa. Pekerjaan seperti apapun bisa menimbulkan stres. Dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan dengan proporsinya, jangan berlebihan. “Saat di kantor, kita pikirkan pekerjaan yang di kantor, jangan ditunda. Ketika pulang ke rumah, segera lepaskan
Setiap orang memerlukan manajemen stres. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi stres. Pria yang masih tampak segar di usianyanya yang tidak muda lagi ini, gemar memancing untuk mengisi waktu luangnya. Kegiatan ini sering dilakukan ketika masih bertugas di daerah, ini salah satu cara agar stres berkurang karena pekerjaan dan jauh dari keluarga. Saat di daerah pulang satu bulan satu kali, sekarang setiap malam bisa pulang, sehingga keluarga sangat bersukur sekali dan terus memberikan dukungan. Kehidupan sudah diatur sama yang di atas, namun memang susah menjalaninya, semua sudah ada garis tangannya. Di tengah kesibukannya selama ini, ternyata Iwan masih menyempatkan waktu untuk melakukan hobinya sejak masa kuliah, yaitu fotografi. “Setiap objek mempunyai daya tarik tersendiri, dan saya belajar secara autodidak, dari internet atau membaca buku”, ungkap pria kelahiran Cirebon ini. Bicara mengenai fotografi tidak bisa terlepas dari manajemen risiko. “Bagaimana kita bisa candid foto tanpa ketahuan orangnya. Ini mencerminkan, semua pekerjaan bisa diterapkan pada kehidupan sehari-hari.” Hobi Iwan lainnya adalah musik. “Saya suka alat musik terutama bas”, tambahnya. Baginya, sekecil apapun hasilnya, hal itu merupakan pencapaian yang dilakukan secara bersama-sama. Kita bisa menjadi yang terbaik karena belajar. Belajar itu wajib namun keberhasilan ditentukan oleh Tuhan. “Setiap orang punya cara untuk melakukan pekerjaannya, do your own way. Setiap orang punya ambisi, tapi yang terpenting adalah kerja yang benar”, ujarnya menutup pembicaraan. [Susmianti]
Klinik Kinerja
Kontrak Kinerja Pegawai Kemenkeu Per 1 Januari 2014, seluruh PNS di Indonesia akan menerapkan PP 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, dan Perka BKN 1/2013 sebagai aturan pelaksanaannya. Berikut ini pertanyaanpertanyaan yang sering muncul seputar implementasi aturan tersebut. Semoga jawabannya dapat memberikan pencerahan dalam mengimplementasikan PP 46/2011.
1
Dengan berlakunya PP Nomor 46 tahun 2011, apakah setiap pegawai harus menandatangani dua Kontrak Kinerja?
dengan aplikasi e-performance. Namun, format yang digunakan baik dalam Kontrak Kinerja dan penilaian disesuaikan dengan format pada PP tersebut.
Tidak. Pelaksanaan pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan akan diselaraskan dengan aturan pada PP tersebut. Di lingkungan Kementerian Keuangan telah dikenal istilah Kontrak Kinerja sedangkan dalam PP tersebut dikenal istilah Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Sehingga sejak tahun 2014, seluruh pegawai di lingkungan Kemenkeu akan menandatangani satu Kontrak Kinerja yang di dalamnya juga mencakup SKP.
Kedua, unsur dan mekanisme penilaian perilaku yang digunakan sesuai dengan yang sudah diterapkan di Kementerian Keuangan yaitu penilaian secara 3600. Hasil penilaian dari penilaian kinerja berbasis BSC dan penilaian perilaku 3600 tersebut digunakan sebagai komponen Penilaian Prestasi Kerja PNS (dahulu DP-3).
3
Apa saja bentuk penyelarasan antara sistem pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan dengan PP Nomor 46 tahun 2011?
Dalam aturan PP Nomor 46 tahun 2011, disamping nilai kegiatan tugas jabatan yang diukur melalui IKU, terdapat istilah Nilai Tugas Tambahan dan Nilai Kreativitas. Bagaimana membedakan kedua nilai tersebut?
Hal pertama yang diselaraskan adalah IKU yang disusun berdasarkan BSC digunakan sebagai isi dalam Kegiatan Tugas Jabatan pada PP Nomor 46 tahun 2011. Sistem penilaiannya juga tetap menggunakan sistem penilaian yang berlaku di Kementerian Keuangan yang didukung
Nilai Tugas Tambahan adalah pelaksanaan pekerjaan di luar tusi pegawai tersebut yang dibuktikan dengan surat keputusan dari minimal pejabat setingkat Eselon II. Sedangkan, Nilai Kreativitas diberikan apabila seorang pegawai menghasilkan inovasi yang berdampak kepada organi-
2
sasi dan ditetapkan oleh minimal pejabat setingkat Eselon II.
4
Kapan batas waktu pelaksanaan Kontrak Kinerja 2014 bagi seluruh pegawai?
Kontrak Kinerja bagi seluruh pegawai, yang dimulai dari level Kementerian-Wide hingga Kemenkeu-Five (pelaksana) wajib diselesaikan paling lambat tanggal 31 Januari 2014. Jika setelah tanggal tersebut terdapat promosi/mutasi, maka dilakukan penandatanganan Kontrak Kinerja kembali pada posisi jabatan baru yang disebut sebagai Kontrak Kinerja komplemen.
5
Apakah ada konsekuensi apabila tidak membuat Kontrak Kinerja atau SKP?
Ya. Sesuai aturan dalam PP tersebut, setiap pegawai yang tidak membuat Kontrak Kinerja atau SKP akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai PP Nomor 53/2010. [Misnilawaty Sidabutar]
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
9
Wawancara
Direktur Jenderal Anggaran, Askolani
“PBB, Bukan Sebatas Konsep” Jumlah APBN Indonesia kian tahun kian membesar. Peningkatan ini layaknya sejalan dengan salah satu tujuan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, tuntutan akan suatu sistem pengelolaan keuangan yang profesional sudah menjadi harga mati. Sebagai institusi yang diamanahkan tugas mengelola keuangan negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) memiliki tantangan untuk segera membenahi berbagai permasalahan terkait keuangan negara khususnya kualitas perencanaan anggaran yang masih rendah. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah penerapan penganggaran berbasis Kinerja/Performance Based Budgeting (PBB). Tentunya kita berharap bahwa implementasi PBB di seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) nantinya bukan hanya sekadar pemenuhan amanat undang-undang, melainkan benar-benar dapat memberikan dampak yang sangat optimal atas pengunaan anggaran negara.
BERANGKAT dengan tema tersebut, Tim Buletin Kinerja berkesempatan mewawancarai langsung sosok yang saat ini merupakan orang nomor satu di DJA yaitu Bapak Askolani selaku Direktur Jenderal Anggaran. Di sela-sela rutinitasnya yang cukup padat, pria kelahiran Palembang 47 tahun silam ini, memberikan penjelasan terkait rencana pemerintah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Dengan sangat tenang dan sistematis, Master Ekonomi dari University of Colorado at Denver, USA ini mencoba menjelaskan kronologis penerapan PBB di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya:
Salah satu hal yang diatur dalam UU No.17/2003 adalah Penganggaran Berbasis Kinerja. Terkait dengan hal tersebut, bagaimana perkembangan implementasinya sampai saat ini? Penggaran Berbasis Kinerja merupakan amanat UU No. 17 tahun 2003. Ada tiga hal yang diatur di dalamnya, yaitu Unified Budget, Penganggaran Berbasis Kinerja, dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Implementasinya dibagi dalam tiga fase. Fase pertama yaitu tahun 2005-2009. Pada fase ini, kita mencoba mengintegrasikan se-
10
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
luruh belanja ke dalam satu dokumen anggaran yang kemudian menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Kemudian, kita menerapkan belanja berdasarkan GFS (Government Financial Statistic) yang berlaku secara internasional, dimana belanja dibagi atas tiga kelompok, yaitu kelompok fungsi, jenis belanja, dan organisasi. Selanjutnya dibentuk satuan kerja sebagai unit pelaksana dan penanggung jawab kegiatan. Pada tahun 2006, pertama kalinya Peraturan Presiden tentang Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2006 dapat ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, DIPA dapat diterbitkan di penghujung bulan Desember, dimana sebelumnya DIPA baru ditetapkan pada bulan Januari, sehingga anggaran langsung dapat digunakan pada awal tahun anggaran. Fase kedua adalah tahun 2010-2014. Pada fase ini, mulai diperkenalkan standar biaya, terdiri dari standar biaya umum dan standar biaya khusus sebagai alat alokasi anggaran. Fase ini juga ditandai dengan diperkenalkannya KPJM/Medium Term Expenditure Framework (MTEF) agar segera disiapkan oleh Kementerian/Lembaga (K/L). Proses sinkronisasi antara fungsi program dan kegiatan juga dilakukan sampai level unit eselon I. Terakhir dengan banyaknya data yang digunakan, perlu peningkatan manajemen
data penganggaran yang didukung dengan peningkatan penggunakan teknologi informasi dalam proses penganggaran. Ini juga menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) DJA di tahun 2014. Selanjutnya, proses penelaahan anggaran tidak lagi dilakukan DJA, melainkan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) masing-masing K/L dan ini sudah dilakukan di tahun 2013 untuk anggaran tahun 2014. Harapannya proses ini dapat lebih efektif dan efisien. Langkah selanjutnya, penelaahan akan dilakukan secara online dan tahun 2014 kita akan melakukan pilot project terlebih dahulu pada dua K/L yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Fase ketiga merupakan fase penyempurnaan. Yang akan kita lakukan adalah mengevaluasi bagaimana implementasi sampai dengan fase kedua, apa yang telah dihasilkan dan apa yang sudah disiapkan. Berdasarkan evaluasi tersebut, kita bisa menilai dimana posisi kita untuk melangkah di tahun 2014-2015. Harapannya, ini dapat mulai diterapkan di tahun 2015 dimana kita akan mulai mendorong implementasi PBB dengan mempertimbangkan apakah masih bersifat pilot project terlebih dahulu atau langsung diterapkan di semua K/L. Tentunya, penerapannya akan dilaksanakan secara bertahap dan akan segera kita evalu-
Wawancara
Foto: Arie Fikri
“Tiga tantangan yang akan kita hadapi dalam mengimplementasikan PBB ini, yaitu kesiapan sistem pendukung, SDM, dan stakeholder.”
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
11
Wawancara
Bagaimana penerapan PBB untuk Satker yang ada di Kemenkeu, khususnya di kantor pusat?
Adakah kendala yang dihadapi DJA sebagai unit yang diamanahkan untuk menggawangi PBB? Bagaimana upaya DJA untuk mengantisipasi hal tersebut?
Sejauh ini kita belum melakukan evaluasi secara khusus seperti apa implementasi PBB di Kemenkeu. Tentunya, kita perlu evaluasi terlebih dahulu tiga hal utama mencakup sistem pendukung, SDM, dan stakeholder. Paling tidak, sebagai langkah awal, kita dapat menilai apakah PBB ini sudah cukup implementatif dan applicable di lingkungan Kemenkeu sendiri, sehingga langkah selanjutnya dapat diterapkan di K/L lain.
Berdasarkan evaluasi yang telah kita lakukan, paling tidak terdapat tiga tantangan yang akan kita hadapi dalam mengimplementasikan PBB ini, yaitu kesiapan sistem pendukung, SDM, dan stakeholder. Ketiga hal ini akan kita evaluasi sejauh mana kesiapannya. Banyaknya jumlah stakeholder kita yang mencapai 86 K/L, perlu terus dibina dan diarahkan dalam proses penganggarannya. Dalam pelaksanaannya, kita bekerja sama dengan Bappenas sejak tahun 2005 dalam menyusun perencanaan dan penganggaran.
Terkait dengan standar biaya umum dan khusus, bagaimana upaya DJA untuk menyajikan data yang sifatnya update dan lebih akurat? Selama ini, standar biaya selalu kita evaluasi setiap tahun dengan mempertimbangkan adanya inflasi dan perubahan harga. Kita juga terbuka dengan usulan K/L jika memang ada perubahan dan selanjutnya ini kita sosialisasikan. Langkah lain yang juga dilakukan adalah dengan survei dan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik. Bahkan, terkait standar biaya di luar negeri, kita bisa memperoleh informasi dari Kementerian Luar Negeri untuk mendapatkan data terkini dari masing-masing negara.
Anggaran setiap tahun terus bertambah misalnya anggaran terkait pendidikan dan transfer ke daerah. Bagaimana kaitan hal tersebut dengan penerapan PBB? Pada belanja daerah sudah terdapat formula tersendiri dan memang ini tidak ada kaitan-
12
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
Foto: Arie Fikri
asi. Kita mendorong agar PBB benar-benar dapat dilaksanakan dan tidak hanya sebatas konsep.
“Langkah awal adalah dengan menilai apakah PBB ini sudah cukup implementatif dan applicable di lingkungan Kemenkeu sendiri.”
Dalam menjalankan rutinitas yang super padat, apa motto hidup Bapak yang dapat disampaikan kepada Pegawai Kemenkeu agar dapat memotivasi kerja?
As k olani
nya dengan PBB. Pada belanja pusat, terdapat dua komponen, yaitu belanja K/L dan belanja non K/L. PBB akan kita kaitkan dengan penggunaan belanja K/L. Berdasarkan amanat UU No.17/2003, alokasi belanja K/L yang ada akan dialokasikan mengacu pada PBB. Ke depannya, pengganggaran berbasis kinerja akan lebih difokuskan pada output dan outcome yang dihasilkan sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan.
Intinya adalah kita harus tetap menjaga keseimbangan hidup, antara kerja, ibadah dan keluarga. Yang kedua, dalam bekerja kita juga harus menanamkan keikhlasan, dengan demikian setiap pekerjaan yang dihadapi tidak akan menjadi beban. Dan yang ketiga adalah kita harus dapat bekerja sebaik mungkin, memberikan kontribusi terbaik. Jangan pernah berhenti untuk menambah ilmu sehingga kita dapat mengombinasikan ilmu pengetahuan, bekerja dengan lebih tenang, dan pada akhirnya pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Bagaimana mekanisme reward dan punishment terkait penerapan PBB?
Apa saran Bapak agar manajemen kinerja di Kementerian Keuangan semakin baik?
Sementara ini belum ada reward dan punishment yang dikaitkan dengan PBB. Ke depannya akan coba kita terapkan. Sebagai langkah awal, perlu segera di-launching dan disusun aturannya. Selanjutnya, kita lakukan evaluasi. Bagi K/L yang tidak dapat mengimplementasikannya, akan kita dorong dengan punishment. Sepanjang terdapat K/L yang sukses menjalankannya, tidak ada alasan bagi K/L lain untuk tidak bisa mengimplementasikannya. Tentunya, bagi K/L yang sukses akan kita berikan reward.
Manajemen kinerja dapat berjalan dengan baik jika didukung proses evaluasi yang rutin dilakukan. Dengan evaluasi, kita akan dapat mengetahui kendala yang dihadapi sehingga dapat segera ditemukan solusi terbaik. Selain itu, terkait IKU yang disusun saat ini, walaupun apa yang disusun konsultan sudah merupakan best practice secara internasional, namun kita perlu lebih leluasa untuk memodifikasinya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. [Supendi, Herry Hernawan, Azharuddin]
Potret
Service Desk Kementerian Keuangan Melayani dengan Cepat JIKA dilihat dari luar, sekilas gedung ini tampak seperti sebuah bangunan lama. Tetapi begitu kita masuk ke dalamnya, kita akan menemukan suasana yang sangat berbeda dengan kesan pertama. Nuansa perkantoran modern yang tertata apik sangat melekat dengan suasana kantor unit pengelola IT Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini. Gedung Syafrudin Prawiranegara I, disitulah Pusat Informasi dan Teknologi (Pusintek) berada. Dalam edisi ini, tim buletin akan mengulas salah satu fungsi Pusintek yang setiap harinya membantu seluruh pegawai Kementerian Keuangan terkait dengan permasalahan IT Kementerian Keuangan yaitu service desk. Dengan dipandu oleh Sigit Hardiono, Plh. Kepala subbidang layanan Pengguna, tim buletin mencoba menggali seputar tugas dan fungsi, kesibukan serta prestasi kerja service desk Kemenkeu.
Peran Penting Dalam Pengelolaan IT Tujuan dari dibentuknya service desk Kemenkeu adalah agar terdapat single point of contact atau satu pintu yang menerima permintaan layanan (service request) ataupun laporan gangguan (incindent) dari pengguna layanan (pegawai Kemenkeu) terkait dengan sistem aplikasi IT Kemenkeu yang dikelola oleh Pusintek. Seringkali kita merasakan bahwa fungsi service desk dipandang sebagai pekerjaan “kelas dua di lingkungan IT, baik dari sisi jabatan, keahlian maupun penghasilan. Bahkan secara umum, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih memilih kualifikasi fresh graduate untuk menempati posisi di fungsi ini. Namun demikian, begitu kita melihat lebih dalam lagi mengenai fungsi service desk dalam information tech-
nology infrastructure library (ITIL), ternyata service desk memiliki peranan yang sangat penting dalam fungsi pengelolaan IT, diantaranya adalah: 1. sebagai single point of contact (SPOC) antara pengguna layanan dengan service provider (IT); 2. menjadikan layanan kembali “normal” dan meminimalisasi dampak incident terhadap kegiatan bisnis secepat mungkin, sehingga kualitas dan tingkat layanan IT dapat dipertahankan sesuai dengan service level agreement (SLA). Dengan peran tersebut, service desk menjadi kunci bagi meningkatnya persepsi pengguna layanan terhadap service provider (IT) karena apabila kesan pertama yang diberikan oleh service desk kurang baik, maka sebaik apapun second-liner sampai n-liner support bekerja, pengguna layanan akan tetap melihat service provider dengan persepsi yang kurang baik. Kinerja service desk dalam pencatatan, pengkategorisasian, diagnosis awal serta mengidentifikasikan impact, urgency dan priority suatu masalah, juga akan memudahkan support group lainnya untuk bekerja sehingga berdampak kepada penyelesaian masalah yang lebih cepat dan tepat. Semakin banyak masalah yang dapat diselesaikan oleh service desk secara mandiri, maka semakin baik dan efektif proses incident management. Hal ini berarti second-liner dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak berulang.
Pelayanan 365 Hari
Ruang Kerja Service Desk Pusintek
Foto: Eman Adhi Patra
Saat ini, service desk Kemenkeu memiliki 31 agent yang dibagi untuk beberapa tugas sebagai berikut : Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
13
Potret
1. satu orang service desk manager; 2. satu orang supervisor (MVP), yang di-rolling setiap minggu dan bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan harian service desk terkait dengan layanan dan laporan gangguan TIK; 3. dua agent pada front office bertugas menjawab email yang masuk ke
[email protected], dan menyediakan layanan onsite bagi pengguna yang datang; 4. dua agent bertugas menjawab e-mail layanan khusus (layanan e-performance dan LP2P); 5. 25 agent available online melalui telepon yang dibagi menjadi 4 bagian yakni Layanan Informasi, Teknis, eperformance, dan SPAN; 6. Adapun kegiatan rapat, pekerjaan ad hoc, dan disposisi surat dikoordinir oleh Kasubbid layanan pengguna dan MVP. Terkait dengan jam pelayanan, saat ini service desk Kemenkeu melayani permintaan layanan dan laporan gangguan pada hari kerja Senin sampai dengan Jumat pukul 07.30 s.d 17.00 WIB dan 2 petugas standby setelah jam kerja pukul 17.00 sampai jam 20.00 WIB. Sedangkan untuk hari sabtu, minggu, hari libur dan diluar jam kerja tersebut, dilakukan dengan mekanisme standby on call di nomor 0811-9910340.
Menghadapi Tuntutan Pengguna Layanan Menjadi bagian dari service desk memiliki tantangan tersendiri karena harus memiliki semangat pelayanan. Petugas service desk harus mampu mengelola emosi dan memiliki kepekaan untuk mendengarkan keluhan, komplain atau permintaan dari pengguna layanan. Karena tidak adanya tatap muka antara petugas dengan
14
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
Pengelola Service Desk Pusintek
pengguna layanan, maka suara yang keluar pada saat menjawab, gaya bahasa, dan intonasi merupakan kunci utama untuk memberikan kesan bersahabat dengan pengguna layanan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut service desk Kemenkeu melakukan berbagai upaya antara lain memberikan training untuk mengelola stres para pegawai. Ruangan pun didesain sedemikian rupa agar menjadi tempat yang nyaman bagi petugas. Salah satu hal yang unik adalah meletakkan cermin di masing-masing meja pegawai agar mereka dapat langsung mengevaluasi emosinya ketika sedang melayani pengguna layanan. Pegawai yang merasa emosinya (mood) kurang baik dapat melapor sehingga tidak ditugaskan sampai pegawai tersebut merasa kondisinya lebih baik. Mengendalikan emosi bukanlah hal yang mudah, bahkan tidak jarang pegawai menangis setelah mendapatkan komplain melalui telepon, karena pengguna layanan yang terkadang kurang memahami keterbatasan kondisi yang ada. Hal ini dinilai sangat wajar untuk menyalurkan emosi pegawai. Namun, semua itu selalu dapat diatasi oleh semua petugas dengan melakukan sharing dan kepedulian satu sama lain. Untuk memberikan appresiasi terhadap kinerja pegawai, Pusintek memberikan penghargaan kepada pegawai sebagai “Agent of the Week” (berdasarkan handling call dan jumlah tiket terbanyak).
Foto: Eman Adhi Patra
Kinerja dan Prestasi Sebagai unit yang memberikan pelayanan kepada pegawai Kemenkeu, service desk dinilai telah memuaskan pelanggannya. Hal ini terlihat dari hasil survey kepuasan pelanggan tahun 2012 yang dilakukan oleh Bina Kepatuhan dan Manajemen Resiko Pusintek, menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terhadap service desk mencapai sebesar 91%. Service desk sebagai bagian dari sistem IT service management Pusintek juga telah berhasil mendapatkan sertifikasi ISO 20000:1. Meskipun demikian, service desk tidak jarang mengalami kendala misalnya ketika peak season (pengisian e-performance dan pengisian LP2P) maupun ketika adanya gangguan telepon 4100 sehingga sampai saat ini diupayakan langkah-langkah antisipatif untuk meminimalisir gangguan yang mungkin timbul. Selain itu, untuk meningkatkan kinerjanya, service desk Kemenkeu juga telah melakukan studi banding ke call center Infomedia, Bank Mandiri dan Pertamina.
Harapan ke depan Dengan prestasi kerja yang telah diraih saat ini, diharapkan di masa yang akan datang service desk Kemenkeu dapat meraih sertifikasi ISO 9001, mencapai tingkat Kepuasan pelanggan sebesar 99% dan dapat menangani lebih banyak permintaan (coverage) sesuai harapan pengguna layanan. [Eman Adhi Patra]
Ragam Kinerja
Peran Kepemimpinan dan Strategic Thinking dalam Transformasi Kelembagaan DALAM mengelola strategi organisasi, terdapat dua konsep penting yaitu: strategic planning dan strategic thinking. Pengembangan kepemimpinan yang dapat mengimplementasikan strategic thinking dalam pengelolaan strategi organisasi akan mampu menghasilkan lompatan kinerja nyata menuju tercapainya visi yang ditetapkan. Dalam hal ini peran leader dari organisasi amat penting, dimulai dengan pernyataan visi yang jelas dan diikuti dengan iterasi untuk membangun/menyesuaikan langkah-langkah strategis yang harus diambil pada masa kini untuk meraih visi organisasi. Apabila pekerjaan strategic thinking didelegasikan kepada middle manager dan bawa-
han maka manajemen strategi organisasi akan cenderung membangun program strategic planning semata. Sehingga masih akan terjadi gap antara kinerja di masa datang dengan visi yang hendak dicapai (Gambar 1). Menurut McKinsey terdapat perbedaan yang jelas dari peran manajemen vs leadership dalam capaian kinerja organisasi. Sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 2, kepemimpinanlah yang mampu menggerakkan organisasi mencapai lompatan kinerja lebih dari sekedar pertumbuhan kinerja yang dapat dihasilkan manajemen.
Gambar 1: Menggapai Visi dengan Strategic Thinking vs Strategic Planning
Sumber: http://archive.constantcontact.com/fs123/1100874032403/archive/114230825624.html
Salah satu hasil tahap diagnostik McKinsey pada transformasi kelembagaan Kemenkeu, menunjukkan adanya kelemahan dalam aspek kepemimpinan di Kemenkeu. Berdasarkan hasil survey OHI (Organization Health Index) kepada 24.137 dari 60.499 (40%) pegawai Kemenkeu, terdapat perbedaan rata-rata skor OHI (78%) dengan skor praktiknya (68%) di level Kemenkeu secara keseluruhan. Dengan adanya selisih sebesar 10% tersebut, menunjukkan urgensi strategi Transformasi Kelembagaan (TK) yang mencakup paling tidak 4 aspek untuk menjawab kelemahan utama organisasi Kemenkeu yaitu: Kepemimpinan; Kemampuan/ kapabilitas; Motivasi; Koordinasi/akuntabilitas.
Kepemimpinan Tantangan terbesar dalam manajemen strategi Kemenkeu saat ini adalah masih kurangnya peran kepemimpinan dalam strategic thinking dan belum tersedianya leadership capability framework yang memungkinkan pembangunan leadership engine Kemenkeu. Leadership capability framework (sebagaimana di Australia dikembangkan konsep strategic leadership for the Australian Public Service leadership framework in the 22nd Century) adalah seperangkat acuan yang memuat dengan jelas perilaku dan kompetensi yang diharapkan di setiap eselon dan posisi jabatan. Idealnya acuan ini dapat digunakan untuk promosi, Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
15
Ragam Kinerja
Gambar 2: Pentingnya Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Kinerja
reviu kinerja dan identifikasi kebutuhan pengembangan SDM melalui performance dialogue.
Koordinasi/akuntabilitas
Sumber: McKinsey, 2013
mutasi dan pengembangan kompetensi staf secara lintas unit Eselon I. Saat ini, Assessment Center dan pengembangan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) yang ditetapkan untuk setiap eselon (yang terdiri atas kompetensi umum, inti dan khusus) masih belum dapat menjadi kerangka bagi praktik suksesi dan rotasi kepemimpinan efektif yang terbuka dan berbasis pada merit system.
Kemampuan/kapabilitas Program growing leaders dan talent management yang tengah dikembangkan di Biro SDM merupakan embrio strategy capacity building guna membangun organisasi efektif dan efisien, serta berkinerja tinggi, baik dari sisi organisasi maupun individu. Namun demikian, masih perlu dilakukan penguatan support kepada Menteri Keuangan dalam mengelola strategi organisasi secara terintegrasi melalui pengelolaan operasional (alokasi Dana, SDM dan IT support). Untuk itu diperlukan suatu unit tersendiri yang melakukan peran leadership support dalam implementasi agenda TK serta evaluasi strategi holistik Kemenkeu guna membantu Menteri Keuangan dalam proses pengambilan keputusan strategis. Unit ini juga diharapkan dapat mengarahkan praktik pengelolaan/evaluasi strategi yang dapat meman-
16
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
du alokasi dan pemanfaatan anggaran, IT dan SDM secara efektif bagi proses pencapaian visi Kemenkeu.
Motivasi Terkait dengan motivasi pegawai, masih terdapat kelemahan dalam implementasi manajemen kinerja dan penerapan konsep Human Asset Value Matrix (box pemetaan). Sebagaimana ditunjukkan dalam temuan McKinsey bahwa untuk Pegawai Eselon III (n=1025 orang), jumlah pegawai dengan kompetensi rendah yang menerima skor kinerja tinggi lebih besar dari jumlah pegawai dengan kompetensi tinggi yang menerima skor kinerja tinggi. Kendati hanya 14% pegawai yang memiliki kompetensi tinggi, namun 70% pegawai memiliki skor kinerja yang tinggi. Proses strategic thinking yang melibatkan pengelola kinerja, SDM dan keuangan sudah mulai dilakukan, salah satunya dengan cara menyempurnakan pengelolaan kinerja di lingkungan Kemenkeu. Beberapa area peluang untuk meningkatkan sistem manajemen kinerja adalah menyelaraskan indikator kinerja utama (IKU) dengan strategi, memastikan pegawai/pimpinan bertanggung jawab atas hasil akhir, mengupayakan indikator kinerja output/outcomes sebagai indikator kinerja utama, serta menerapkan
Strategi Transformasi Kelembagaan yang dicanangkan oleh Menteri Keuangan adalah ditujukan antara lain untuk merespons kebutuhan organisasi dalam membangun sinergi dan menghancurkan silo mentality bureacrats serta koordinasi dengan pihak stakeholders dalam perumusan strategi dan public financial policy. Upaya dalam hal ini ditandai dengan pembangunan values Kemenkeu dan kemauan pimpinan untuk berkomitmen mencapai outcomes atau IKU dalam perspektif stakeholders. Penggunaan Balanced Scorecard (BSC) sebagai strategic planning tool dirasakan sudah tepat, khususnya dalam menyediakan strategy map yang dapat memfokuskan sasaran strategis Kemenkeu. Namun demikian, proses strategic planning berbasis BSC harus dibarengi dengan peran leadership yang efektif khususnya dalam mengimplementasikan strategi TK mulai 2014 ini. Aplikasi strategi TK khususnya dalam 4 aspek di atas menjadi semakin urgent mengingat tantangan kebijakan ekonomi Indonesia di kancah ekonomi dunia pun tidak mudah. Dalam International seminar on Structural Policy Challenges in Indonesia yang diorganisir oleh BKFOECD pada 5 Desember 2013 yang lalu, OECD memprediksi bahwa dengan structural challenges yang ada dan tanpa adanya implementasi strategi Transformasi Kelembagaan, maka ekonomi Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menjadi high-income country yaitu baru pada tahun 2042 (sementara Malaysia pada 2020 & Thailand pada 2031).
Adi Budiarso
Staf Pushaka; Professional Doctorate in Business Administration
Rujukan
Dialog Kinerja Sudah Siapkah Kita? SEJAK tahun 2011 seluruh pegawai Kemenkeu dari level menteri, eselon I, sampai pelaksana sudah menandatangani Kontrak Kinerja (KK). Dapat dianalogikan bahwa KK merupakan janji pegawai untuk berkinerja tinggi. Melalui KK ini nantinya pegawai akan dinilai dan kinerjanya diperhitungkan. Tidak hanya itu, mulai tahun 2014 KK akan dipakai sebagai salah satu unsur Penilaian Prestasi Kerja PNS atau yang selama ini dikenal dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Sudah memiliki KK bukan berarti pekerjaan selesai sampai disini. Pengelolaan kinerja masih menyisakan pekerjaan yang sangat panjang. Agar Pengelolaan Kinerja bisa berperan sebagai mana mestinya, yaitu sebagai early warning system, menuju kinerja unit yang lebih baik, maka harus ada kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berkala antara atasan dan bawahan, yang dalam lingkup lebih luas disebut dengan Dialog Kinerja. Apa itu Dialog Kinerja? merupakan sebuah praktik manajemen yang mempertemukan antara bawahan dan atasan
langsung yang dilaksanakan secara berkala dan terstruktur untuk membahas kinerja dan memahami akar penyebab kesenjangan kinerja, kemudian memutuskan serta menyepakati cara atau rencana aksi untuk mengatasinya (Toby Gibbs and Elizabeth Irons, McKinsey, 2011). Dialog Kinerja memiliki manfaat yang luar biasa dalam hal pengembangan organisasi menuju organisasi yang berkinerja tinggi. Menurut Johanne Houle & Tania Chomyk dalam tulisan berjudul Organizational Development and Learning, manfaat Dialog Kinerja diantaranya: mempertajam dan meningkatkan efektivitas organisasi, sehingga sejalan dengan best practices; meningkatkan akuntabilitas dan pengukuran; meningkatkan motivasi dan kinerja; menarik, mempertahankan, mengembangkan dan menghargai talenta terbaik; hingga akhirnya mergeser organisasi ke arah budaya kinerja yang lebih baik. Dialog Kinerja yang baik (Toby Gibbs and Elizabeth Irons, McKinsey, 2011) harus memenuhi beberapa aspek sebagai berikut:
Bagaimana Implementasinya di Kementerian Keuangan? Beberapa penyesuaian dan perbaikan dalam Rapimja/Rapim atau Dialog Kinerja, setelah disesuaikan dengan best practices dan laporan hasil penyusunan cetak biru transformasi kelembagaan Kemenkeu, yang perlu dilakukan oleh Kemenkeu adalah sebagai berikut: Data dan informasi dalam laporan kinerja Setiap akhir triwulan (Maret, Juni, September, Desember) pengelola kinerja bertanggung jawab untuk mengumpulkan data dari eselon II dan menulis laporan kinerja level eselon I. Pimpinan unit selanjutnya mereviu dan kemudian memaparkan beberapa capaian IKU dan rencana aksi terutama IKU yang belum mencapai target. Ke depan, para pimpinan unit eselon I diharapkan lebih aktif dalam penyusunan laporan kinerja. Pengelola kinerja menyiapkan data yang diperlukan, kemudian pemimpin harus berdiskusi dan memberikan input dan saran dalam laporan dimaksud. Data yang disampaikan oleh pengelola kinrja harus berasal dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Problem solving yang berorientasi pada tindakan Dalam pelaksanaan rapimja atau rapim level eselon I, Kebanyakan dialog problemsolving hanya satu arah, pimpinan unit memaparkan capaian kinerja kurang lebih 15-20 menit kemudian atasan akan memberikan arahan pada akhir sesi. Selain itu lebih banyak proses problem solving yang tertunda. Solusi yang dihasilkan dinilai masih dangkal, misalnya kebanyakan solusi Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
17
Rujukan
hanya fokus pada koordinasi. Dialog kinerja yang baik seharusnya lebih fokus dan lebih banyak waktu pada problem solving, serta terjadi diskusi dua arah. Selanjutnya pimpinan memberikan solusi dan menyepakati rencana aksi yang benarbenar dapat menyelesaikan masalah. Pimpinan juga memberikan kata-kata yang memotivasi agat unit/pimpinan yang ditunjuk memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dialog Kinerja yang konstruktif dan menantang Waktu yang dialokasikan dalam Rapimja/ Rapim terlihat tidak cukup, khususnya untuk problem-solving yang sifatnya dua arah. Peserta yang terlibat juga perlu memerankan tugas (chairman, reviewer, reviewee, input, tenaga ahli, scribe, timekeeper) yang sesuai, tidak hanya fokus pada laporan kinerja masing-masing. Untuk membuat dialog kinerja lebih menantang, pemimpin harus proaktif pada agenda ketimbang menunggu isu untuk
diuangkapkan. Sikap ini menunjukkan pada peserta bahwa pimpinan merasa memiliki dan terlibat dalam permasalan. Selain itu pimpinan memberikan kesempatan bagi peserta lainnya untuk memberikan saran solusi pada permasalahan yang ada. Menjaga agar Dialog Kinerja tetap pada target yang telah ditetapkan Pada umumnya Dialog Kinerja Kemenkeu sudah dilaksanakan sesuai jadwal pada level Kemenkeu-Wide-One dan KemenkeuOne-Two, namun mekanisme ini belum ada pada level individu. Ke depan mekanisme Dialog Kinerja Kemenkeu diharapkan dapat terlaksana dengan baik sampai level individu dengan tujuan dan target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Data dan informasi yang dibahas dalam Dialog Kinerja harus berfokus pada kinerja, kesehatan dan risiko organisasi/unit/individu. Pimpinan rapat harus bisa menjaga agar fokus dialog tetap pada isu-isu yang penting ketimbang mencoba untuk membahas terlalu banyak agenda.
Banyak sekali literatur yang mengatakan bahwa pengelolaan kinerja yang baik itu sangat sederhana. Pada kenyataannya implementasi di Kemenkeu cukup susah. Banyak hal yang menentukan keberhasilan pengelolaannya, dari hal-hal manajerial seperti keterlibatan dan awareness pimpinan, sampai luasnya wilayah geografis Indonesia merupakan kendala yang patut diperhitungkan. Belum lagi sulitnya mengubah cara pandang agar pengelolaan kinerja atau Dialog Kinerja agar tidak dipandang sebagai beban administratif yang hanya merepotkan pegawai. Melihat kenyataan ini, sudah siapkah kita berkinerja, sudah siapkah kita melakukan Dialog Kinerja? Dialog Kinerja bisa menjadi langkah awal yang sangat baik untuk perbaikan (Toby Gibbs dan Elizabeth Irons, McKinsey). Dengan melaksanakan dialog kinerja dengan kualitas yang baik, menkeu dan pimpinan unit eselon I, bisa memulai pengelolaan kinerja yang lebih baik dan kuat serta tentu saja kinerja unit yang lebih baik. [I Made Edi Juliana]
PENELAAHAN DOKUMEN PERENCANAAN ANGGARAN
Ilustrator: Nico
18
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
Lensa Peristiwa
Foto: Edi Juliana
Selingan
Quiz
Pada sebuah kolam terdapat sebuah bunga yang cukup indah. Bunga tersebut setiap harinya tumbuh menjadi dua kali lebih besar dari ukuran di hari sebelumnya. Pada hari kesepuluh, ukuran bunga tersebut menjadi seukuran kolam. Pada hari keberapakah ukuran bunga tersebut menjadi setengah ukuran kolam?
Dapatkan bingkisan menarik bagi lima pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta alamat lengkap Anda ke
[email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XIX” atau dikirim ke Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a: Gedung Djuanda I Lantai 5, Jl. Dr.Wahidin Raya No.1, Jakarta, 10710
Jawaban dapat kami terima paling lambat tanggal 10 April 2014.
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
19
Kata Mereka
Service Desk Pusintek Kemenkeu PUSAT Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Kementerian Keuangan (Adapun beberpa jenis layanan Pusintek) merupakan unit eselon II yang bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Demi menjalankan salah satu tanggung jawabnya, mengelola operasional layanan teknologi informasi dan komunikasi, Pusintek memberikan berbagai bentuk layanan, antara lainseperti: yaitu : Layanan Pembangunan Aplikasi Baru, Layanan Hak Akses Aplikasi Dan Data, Layanan Hosting, Layanan Kolaborasi Korespondensi, dan Layanan Pemasangan Dan Konfigurasi Jaringan. Salah satu layanan yang dikenal oleh banyak kalangan di lingkungan Kementerian Keuangan adalah Service Desk. Layanan ini diberikan untuk menjamin semua layanan IT yang disediakan Pusintek dapat berjalan sebagai mestinya. Bagaimana pengalaman para pemberi layanan dan pengguna layanan Service Desk? Berikut petikan wawancaranya.
Ratna Oesmita Pranata Komputer Pertama Pusintek
PELAYANAN yang diberikan oleh Service Desk dilakukan melalui 3 (tiga) metode yaitu handling hold (pengangkatan telepon), layanan front office, dan layanan melalui email. Setiap metode pelayanan harus dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Untuk menjamin setiap metode layanan tersebut dapat dijalankan dengan baik maka ditetapkan SOP dan IKU-nya. Selain itu, Pusintek dan unit-unit pemilik aplikasi telah menyepakati dan menetapkan Service Level Agreement (SLA) sebagai komitmen bersama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Service Desk setiap harinya mendapatkan banyak pertanyaan dari user dengan berbagai macam variasi pertanyaan. Menyikapi hal tersebut, maka setiap pertanyaan yang masuk diklasifikasikan berdasarkan tema pertanyaan sehingga jika ada pertanyaan yang sama masuk dapat lebih cepat direspon. Selain melayani fungsi konsultasi, Service Desk memiliki berbagai layanan IT lainya yang memerlukan penanganan yang berbeda. Oleh sebab itu, Pusintek sangat mengharapkan semua pengguna layanan Service Desk agar dapat menaati seluruh prosedur yang ditetapkan untuk menjamin keamanan dan kelancaran penggunaan aplikasi IT.
20
Buletin Kinerja - Edisi XIX/2014
Febri Wulansari Pelaksana Bagian Kepegawaian Setditjen Kekayaan Negara
Akmal Rizki Putra Pelaksana Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal
PEGAWAI service desk sangat ramah dalam melayani setiap konsultasi terkait dan mampu memberikan respon dengan waktu yang cukup cepat. Namun, pelayanan yang diberikan oleh Service Desk lebih banyak terkait dengan permasalahan aplikasi atau jaringan internet. Sedangkan permasalahan terkait substansi masih harus menunggu jawaban dari unit terkait. Melihat kondisi tersebut, maka pertanyaan terkait subs-tansi sebaiknya langsung ditujukan kepada pengelola terkait. Seperti aplikasi e-perfomance maka pertanyaannya langsung ditujukan kepada Biro SDM. Harapan ke depan, service desk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait substansi secara langsung tanpa harus menunggu jawaban dari unit terkait. Selain itu, perlunya adanya pengembangan aplikasi e-perfomance sehingga aplikasi tersebut dapat lebih bagus dalam menunjang pengelolaan kinerja.
SERVICE Desk Pusintek telah memberikan pelayanan yang cukup baik dalam memberikan layanan terkait TIK kepada para user, khususnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke Service Desk. Dalam mendukung kinerja layanan service desk, Pusintek juga telah menggunakan aplikasi Information Technology Infrastructure Library (ITIL) untuk mendukung kegiatan administrasi pengelolaan layanan TIK di Pusintek. Untuk meningkatkan kualitas layanan ke depan, perlu adanya peningkatan kompetensi seluruh pegawai pada Service Desk sehingga memiliki kompetensi dan kemampuan yang sama sehingga akhirnya seluruh pegawai Service Desk dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang masuk dengan kualitas yang sama. Selain kompetensi, perlunya juga adanya penyempurnaan prosedur khususnya terkait hosting sehingga proses hosting dapat lebih mudah dan cepat.