Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan M Rezha Remontito Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kehilangan fungsi otak fokal atau global yang bersifat akut yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian. Gangguan ini dapat disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak adekuat ke suatu bagian otak. Studi ini bersifat laporan kasus. Data primer diperoleh melalui alloanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan penunjang di Rumah Sakit. Dari anamnesis didapatkan, Tn. N berusia 61 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) saat beraktifitas. Awalnya terasa lemas, muntah dan sakit kepala. Kemudian pasien dibawa ke RS Kalianda dan dirujuk ke Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM). Riwayat darah tinggi sejak 5 tahun lalu. Saat datang ke RSAM pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, GCS E3V3M6 = 12. Tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 86 x/menit. Pemeriksaan kekuatan otot : kesan lateralisasi ke dekstra. Pemeriksaan nilai algoritma gajah mada menunjukan kesan stroke hemoragik Pasien didiagnosa Stroke Hemoragik, diobati dengan Manitol 250 cc, Furosemide IV, antihipertensi : captopril dan non medikamentosa. Kata kunci : hipertensi, penurunan kesadaran, stroke hemoragik
Patient Male 61 Years Old with Post Impairment of Consciousness And Hemiparese Dextra E.C Susp Hemorrhagic Stroke Abstract A stroke is an syndromes characterized clinically by loss of brain function acute sometimes global focal length that lasted for more than 24 hours early death caused by a spontaneous or black-and-blue adekuatnya no blood supply to the brain a stroke ischemic. This is a case study. Obtained through data, the primary alloanamnesis physical checks and supporting checks in the hospital., the process, the end of the study and quantitatively and qualitatively. Mr N aged 61 come with complaints impairment of consciousness from 6 hours smrs when consume. Originally felt limp, vomiting and headache. Originally felt limp , vomiting and headache. Then the patients were brought to the Kalianda hospital and referred to the Abdoel Moeloek hospital (rsam). High blood the acts since five years ago. When coming to rsam looked ill patients heavy somnolen awarenes, GCS E3V3M6 =12, blood pressure 160/100 mmHg, pulse 86 x/m. The muscular impression lateralisasi to dekstra. Patient diagnosed with hemorrhagic stroke, treated with mannitol 250 cc, furosemide IV, antihypertensive : captopril and non medikamentosa. Keywords : hemorrhagic stroke, hypertension, impairment of consciousness Korespondensi : M Rezha Remontito, S.Ked, Alamat Jl. Pulau Buru No. 105 Way Halim Permai , HP 082179569091, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Berdasarkan angka kematian di dunia didapatkan terdapat 54.600.000 kematian pada tahun 2011, dimana sebagian besar dari total kematian tersebut 66% disebabkan oleh penyakit tidak menular. Sebagian besar orang dewasa meninggal karena penyakit kardiovaskuler (38,5%), dan kanker (34%), diikuti oleh penyakit pernapasan kronis (10,3%), HIV/AIDS (5,7%), dan diabetes (4,5%).1 Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 106
adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun).1 Kejadian stroke atau insiden sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan 4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil usia produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.2,3
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup, sedangkan di sisi lain meningkatknya usia harapan hidup akan meningkatkan risiko terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.3 Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penelusuran faktor risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh karena itu, penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan. Setiap pasien stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko yang dimiliki, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap kerabat dekat pasien.4 Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit stroke dalam Pelayanan kesehatan primer meliputi seluruh aspek masalah kematian (mortality), keluhan sakit (illness), penyakit (disease), ketidakmampuan (disability), kecacatan (handicap), dan juga keadaan kesehatan yang positif. Yaitu upaya peningkatan kesehatan pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Peranan dokter keluarga berfungsi untuk gatekeeper (penapisan), membuat keputusan yang tepat untuk tindakan penyelesaian masalah. Seyogyanya dokter praktek mencari kepastian dalam pencarian informasi untuk menegakkan diagnosis dengan memperhitungkan seluruh aspek dari kehidupan seseorang dan juga keluarganya, yang dikenal dengan istilah diagnosis holistic.5 Kasus Pasien Tn. N, usia 61 tahun, yang berdomisili di Kalianda datang ke UGD RS RSAM pada tanggal 6 Februari 2015 dengan keluhan penurunan kesadaran. Pasien datang dengan keluhan tiba-tiba pingsan sejak 6 jam SMRS. Keluhan terjadi ketika pasien berjalan menuju ruang karyawan dari dapur kantor pada pukul 15.30 WIB tanggal 6 Februari 2014. Sebelumnya pasien merasakan lemas tiba-tiba sehingga pasien pingsan mengalami muntah menyembur sebanyak 3 kali yang berisi makanan. Keluhan tersebut disertai nyeri kepala seperti tertekan yang mengganggu aktivitas dan semakin memberat. Rasa berputar dan berdenyut
disangkal, pandangan kabur disangkal. Keluhan kejang pun disangkal oleh anggota keluarga pasien. Keluhan kesemutan dan kelemahan pada anggota gerak sebelum serangan ini tidak ada. Keluhan berbicara pelo sebelumnya juga disangkal oleh keluarga pasien. Gangguan menelan sebelum serangan disangkal. BAB dan BAK biasa sebelum serangan. Riwayat pingsan atau penurunan kesadaran sebelum serangan ini disangkal oleh istri pasien. Demam sebelum serangan juga tidak ada. Sebelum pingsan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Setelah pingsan pasien kemudian langsung dibawa keluarga berobat ke RS Kalianda lalu langsung di rujuk ke RSAM. Pasien tinggal bersama istri dan 1 orang anak di rumah. Rumah berukuran 10x8 meter berdinding bata plester sebagian di cat, lantai semen dengan jumlah kamar tiga, satu kamar mandi, 1 dapur dan 1 ruang keluarga pada bagian depan. Riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama tidak ada. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berlemak seperti santan dan pindang serta pasien jarang melakukan olahraga. Kebiasaan meminum alkohol (-) dan merokok (+). Istri pasien mengatakan suaminya yaitu Tn. N sulit untuk diminta berhenti merokok dan memakan makanan bersantan setiap harinya. Pasien memiliki kebiasan jarang mengkonsumsi sayuran dan jarang berolahraga kecuali pada hari jumat dikantornya. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Pasien telah menderita hipertensi sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal. Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu. Riwayat keluarga hipertensi (+), dan DM (). Kebiasaan keluarga pasien saudara merokok (+) dan minuman keras (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran : somnolen, GCS : E3M6V3, vital sign dengan hasil pengukuran tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi : 86 x/menit, RR : 20 x/menit, suhu : 37,2oC. Status Neurologis pasien dianataranya tanda perangsangan selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig test (-), Lasseque test(-), Brudzinsky I (-), Brudizinsky II (-). Saraf-saraf Kranialis : refleks cahaya langsung/ tidak langsung +/+, pupil isokor. Kekuatan otot : kesan lateralisasi ke dekstra. Sensorik: sulit
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 107
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
dinilai. Reflek fisiologis : refleks bisep +/+, refleks trisep +/+, refleks patella +/+, refleks achilles +/+. Reflek patologis : babinski +/-, chaddok +/-, Hoffman trommer +/-, gonda +/-. Fungsi bahasa : sulit dinilai. Skoring pada pasien ini didapatkan hasil siriraj skor: +1,5, algoritma gajah mada : kesan stroke hemoragik. Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini dilakukan pada tanggal 7 Februari 2015 dengan hasil Darah lengkap didapatkan Hb : 12,2 mg/dl dan Leukosit : 8640/ul. Kimia Darah dengan hasil GDS : 107 mg/dl, Kolesterol : 233 mg/dl, LDL : 194 mg/dl, Ureum : 20 mg/dl, Kreatinin : 1,7 mg/dl, Natrium : 136 mmol, Kalium : 4,1 mmol, Kalsium : 9,6 mg/dl, dan Klorida : 101 mmol. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis pada kasus ini post penurunan kesadaran+hemiparese dextra e.c susp stroke hemoragik. Tatalaksana non farmakologi dengan mengelevasi kepala 20-30o, O2 nasal 4 liter/menit memasang kateter, memasang infus RL 20 tetes/menit , dan memantau tanda-tanda vital. Terapi farmakologi Manitol 250cc, Ceftriaxone 1g/12 jam, Ranitidin 1 amp/8 jam, Citicoline 250 mg/12 jam, Asam traneksamat 250 mg/8 jam. Selain itu diberikan edukasi kepada istri dan keluarga pasien mengenai penyebab penyakit pasien, faktor resiko, tatalaksana, diagnosis, serta prognosis. Pembahasan Pasien ini didiagnosa post penurunan kesadaran+hemiparese dextra e.c susp stroke hemoragik berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan menurut kriteria dari perdosi serta ditunjang oleh siriraj skor = +1,5, algoritma gajah mada memberi kesan stroke hemoragik. Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh kehilangan fungsi otak fokal akut yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dini, yang disebabkan baik oleh perdarahan spontan atau berkurangnya suplai darah kebagian otak tertentu. Meliputi jaringan otak (perdarahan Intraserbral atau Perdarahan Subarachnoidstroke hemoragik) atau suplai darah yang tidak
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 108
adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan suatu penyakit pembuluh darah, jantung atau darah(stroke iskemik atau infark serebri).6 Diagnosis kerja ke arah stroke hemoragik dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan tanda-tanda klinis stroke hemoragik. Untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke hemoragik dilakukan CT Scan kepala.7 Pada pasien ini didapatkan: keluhan tiba-tiba pingsan sejak 6 jam SMRS, serangan muncul. Keluhan berbicara pelo sebelumnya juga disangkal oleh keluarga pasien. Gangguan menelan sebelum serangan disangkal. BAB dan BAK biasa sebelum serangan. Riwayat pingsan atau penurunan kesadaran sebelum serangan ini disangkal oleh istri pasien. Demam sebelum serangan juga tidak ada. Sebelum pingsan pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Riwayat darah tinggi tidak terkontrol sejak 5 tahun. Gejala klinis dan skoring dalam menegakkan diagnosis stroke.5,7 Gejala fokal neurologis dan okular : Gejala motorik (Hemiparesis, Paraparesis/ tetraparesis, Disfagia , Ataksia), Gangguan bicara atau bahasa (Disfasia, Disleksia, Disgrafia, Diskalkulia, Disartria), Gejala sensoris (Somatosensoris, gangguan hemisensoris, Visual, hemianopia, kebutaan bilateral, diplopia), Gejala vestibular (vertigo), Gejala kognitif dan tingkah laku (Kesulitan berpakaian, menyisir rambut, disorientasi tempat, amnesia). Pemeriksaan jenis stroke dengan algoritma/skore8 : algoritma Stroke Gajah Mada, algoritma Stroke Skore, Siriraj Stroke Skore. Dari pemeriksaan fisik yaitu kesadaran : somnolen, GCS : E3M6V3, vital sign dengan TD : 160/100 mmHg. Status Neurologis pasien didapatkan kekuatan otot : kesan lateralisasi ke dekstra, sensorik: sulit dinilai, reflek patologis : babinski +/-, chaddok +/-, Hoffman trommer +/-, gonda +/-, fungsi bahasa : sulit dinilai, skoring pada pasien, hasil siriraj skor : +1,5, algoritma gajah mada : kesan stroke hemoragik. CT Scan : (-). Tujuan terapi pada fase akut adalah mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang, mencegah upaya agar cacat dapat dibatasi, mencegah terjadinya komplikasi, mencari penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke, membantu pemulihan penderita, mencegah terjadinya
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
kematian. Penatalaksanaan umum stroke akut menurut PERDOSSI tahun 2011 yakni :10,11 Penatalaksanaan di ruang gawat darurat 1. Umum a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan b. Stabilisasi Hemodinamik - Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti glukosa). c. Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik (Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi). d. Pemeriksaan Awal Fisik Umum - Tekanan darah - Pemeriksaan jantung - Pemeriksaan neurologi umum awal:i.Derajat kesadaran, ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor, i i i . Keparahan hemiparesis Pengendalian peninggian Tekanan Intrakranial (TIK).11,12 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.13 1. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. 2. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi: 8,13 1. Tinggikan posisi kepala 20-300 2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular 3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik 4. Hindari hipertermia 5. Jaga normovolernia 6. Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25-0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target ≤310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau
perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v. 7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif. 8. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. 9. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.14 Pengendalian Suhu Tubuh Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Penatalaksanaan di ruang rawat :14,15 Cairan. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas.10,12 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia.2,15 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oralhanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisidiberikan melalui pipa nasogastrik.c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.16
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 109
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
Pencegahan dan Penanganan Komplikasia. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan.2,10 Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dansensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.17 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur antidekubitus. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.13,18 Pada pasien imobilisasi yang tidak bisa menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.13 Penatalaksanaan Medis Lain.Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilize seperti benzodiazepin short acting atau propofol bias digunakan. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung). Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.19 Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasi. Rehabilitasi. Edukasi. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit). Penatalaksaan Tekanan Darah pada stroke akut.20,21 1. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 110
2.
3.
4.
5.
6.
7.
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120 mmHg.Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).24 Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.22,24 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.25 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.24,35 Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol danesmolol), penyekat kanal
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas. 8. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai literatur panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhirakhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.24 9. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organlainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akutdan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.26 Rehabilitasi - Menjaga atau menigkatkan kemampuan jasmani, rohani, sosial. - Fisioterapi, tes ocupasi, latihan berjalan(25). Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi 1. Umum Tirah baring, elevasi kepala 20-30°, pemasangan kateter, oksigenasi : O2 4 L/menit, pemberian cairan kristaloid : IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, observasi KU, TTV, status neurologis. 2. Medikamentosa Manitol 250 cc, Furosemide IV, antihipertensi misal, kaptopril. 3. Rehabilitasi : Fisiotherapy Kesimpulan Diagnosis stroke hemoragik dan intervensi yang dilakukan pada kasus ini telah sesuai dengan beberapa literature, dimana terdapat beberapa faktor internal maupun eksternal yang memicu terjadinya serangan stroke yang ditemukan dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Penatalaksanaan stroke terdiri dari edukasi mengenai penyebab penyakit, patofisiologi, kebiasaan pasien serta cara pemakaian obat dan intervensi farmakologis
semua anggota keluarga yang terkena. Tanpa adanya perubahan perilaku berupa pola makanan dan olahraga serta dukungan seluruh anggota keluarga, bahwa stroke bisa terulang kembali. Penatalaksanaan pelayanan kesehatan pada penderita stroke perlu dilakukan secara menyeluruh, komprehensif, terpadu dan kesinambungan. Perlunya mengedukasi pasien mengenai penyakit, perjalanan penyakit, pola hidup sehat dan cara penggunaan obat yang benar. DAFTAR PUSTAKA 1. Yayasan Stroke Indonesia. Tangani masalah stroke di indonesia [ internet ] . 2012 [diakses tanggal 20 maret 2014]. tersedia dari: http://www.yastroki.or.id/read.php?id=4 2. Dewanto D, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosa dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009. 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Bakti Husada; 2013. 4. WHO. WHO reference 2007 for child and adolescent. Geneva: WHO; 2007. 5. Depkes RI. Pedoman pengobatan dasar Di puskesmas 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2012. 6. American Heart Association and American Stroke Association. Statistical fact sheet 2013 update [internet]; 2013. Diakses pada tanggal [20 maret 2014]. tersedia dari: www.heart.org/statistics. 7. Khan AN, McAlister AF, Rabkin WS. Hypertension education program recommendations for the management of hypertension: part II–therapy. Can J Cardiol. 2005; 22(7):583–93. 8. Wolf Maier K, Cooper RS, Kramer H; 2004. Hypertension treatment and control in the five european countries, canada and the united states. hypertension. 2004; 43(1):10-7. 9. Novack DH, Cameron O, Epel E, Ader R, Waldstein SR, Levenstein S. Psychosomatic medicine: the scientific foundation of the biopsychosocial model. Academic Psychiatry. 2007; 31:388-401.
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 111
Remontito R. M | Pasien Laki-Laki Usia 61 Tahun Dengan Penurunan Kesadaran dan Hemiparese Dextra e.c Suspek Stroke Perdarahan
10. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI); 2011. 11. Khairunnisa N. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke Nonhemorrhagic. JUKE Unila. 2014 ; 2(3):53. 12. Soetadjo, Sukoco. Masalah-masalah diagnosis stroke akut. Semarang: BP UNDIP; 2002. 13. Morgenstern LB, J Claude H, Craig A, Kyra B, Joseph PB, E Sander C, et al. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage. J of American Heart Association. 2010; (1):2115-21. 14. Williams LS, Weinberger M, Harris LE, Clark DO, Biller J. Development of a strokespecific quality of ife scale. Stroke. 1999 ; 30(7):1362-9. 15. Lata-Caneda MC, Piñeiro-Temprano M, García-Fraga I. Spanish adaptation of the stroke and aphasia quality of life scale-39 (SAQOL-39). Eur J Phys Rehabil Med. 2009; 45:379–84. 16. Konndrup, J, Rasmussen H. H, Hamberg, O. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new method based on an analysis of controlled clinical trials. Clin Nutrition. 2003; (1):321–36. 17. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi kesebelas. Dian Rakyat 2009 . 18. Nasution LF. Stroke non hemoragik pada laki-Laki usia 65 tahun. JUKE Unila. 2013; 1(3):8. 19. Parmet S, Tiffany J. G, Richard MG. Hemmorhagic stroke. J of American Medical Association. 2004; 15(292):1916. 20. Broderick J, Sander C, Edward F, Daniel H, Carlos K, Derk K., et al. 2007. Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults. J of American Heart Association. 2007; (1): 2005-17. 21. Cohen SN. The subacute stroke patient: preventing recurrent stroke. Dalam: Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw-Hill; 2000. hlm. 89-109. 22. Castillo J, Leira R, Garcia MM. 2004. Blood pressure decrease during the acute phase of ischemic stroke is associated with brain
J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 112
23.
24.
25.
26.
injury and poor stroke outcome. Stroke Magazine. 2004; (35): 520–6. Goldstein,L.B, Adams, R, Alberts,M.J, Appel,L.J, et al. Primary prevention of ischemic stroke: a guideline from the american heart association/american stroke association stroke counsil. Stroke. 2006; (37):1583-633. James A Paul, Oparil S. Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. Joint National Committee (JNC8). JAMA. 2014; 311(5):507-20. Wolf Maier K, Cooper RS, Kramer H et al;2004. Hypertension treatment and control in the five european countries, canada and the united states. Hypertension. 2004; 43(1):10-7. Yani FIA. Perbedaan skor kualitas hidup terkait kesehatan antara pasien stroke iskemik serangan pertama dan berulang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.