PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM AKTIVITAS WISATA BAHARI (STUDI KASUS OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA PANTAI TULAMBEN BALI) APNI TRISTIA UMIARTI dan MADE SUKANA (Universitas Udayana)
E-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam aktivitas wisata bahari di objek dan daya tarik wisata Tulamben Bali. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan teknik analisis teks terhadap dokumen dan wawancara mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang multi perspektif mengenai partisipasi perempuan dalam kegiatan wisata di Pantai Tulamben. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan beberapa pekerjaan terkait dengan pariwisata di Tulamben seperti sebagai pengusung atau pengangkut alat-alat diving (porter), tukang pijat (massage), membuka usaha/entrepreneur (seperti warung, berjualan sarana upacara/canang sari, dan berbagai usaha dagang lainnya). Bentuk partisipasi perempuan sebagai pengangkut alat-alat diving (porter) merupakan temuan yang sangat menarik di Tulamben. Pekerjaan ini memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata sejak tahun 1980-an. Kelompok yang menangani jasa porter ini terdiri dari dua buah yaitu Kelompok Sekar Baruna dan Siskamling. Kelompok yang pertama terdiri dari 29 orang anggota tetap dan kelompok kedua adalah 100 anggota. Para porter perempuan bekerja atau terhimpun pada kelompok Sekar Baruna. Mereka mulai bekerja sekitar pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00. Sejumlah 19 orang perempuan menjalankan pekerjaan sebagai anggota tetap ataupun buruh (menggantikan pekerjaan pemilik anggota tetap). Partisipasi perempuan dalam kegiatan layanan porter di Tulamben masih relatif kurang. Dari segi keorganisasian, kepemilikan nomor kenggotaan (mereka menyebutnya pemilik saham atau yang punya tamu) adalah atas nama para suami, orang tua, dan anggota keluarga mereka lainnya yang berjenis kelamin laki-laki. Dari 19 perempuan yang bekerja sejumlah lima orang melakukan pekerjaan sebagai anggota langsung dan 14 orang lainnya adalah buruh yang bekerja sebagai porter yang diminta untuk menggantikan pekerjaan mereka yang memiliki keanggotaan tetap. Sebagai buruh, para perempuan ini mendapatkan sebagian dari total penghasilan setiap anggota tetap (50% untuk pemilik dan 50% buruh). Para buruh perempuan ini dalam posisi pekerjaan yang tidak tetap. Jika mereka tidak diminta untuk berkerja oleh anggota tetap pada oraganisasi tersebut, maka mereka mengerjakan pekerjaan buruh lainnya seperti buruh material bangunan, buruh tani, dan dan berbagai pekerjaan buruh lainnya yang memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan. Pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dilakukan dengan kerja keras, di samping pekerjaan domestik mereka untuk mengurus rumah tangga. Kata kunci:
Perempuan Pekerja Porter, Partisipasi Perempuan, Wisata Bahari, Pantai Tulamben
PENDAHULUAN Pantai Tulamben merupakan sebuah objek dan daya tarik wisata alam yang berlokasi di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Pripinsi Bali. Objek dan daya tarik wisata ini berjarak sekitar 25 Kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Karangasem dan sekitar 82 Kilometer dari Ibu Kota Propinsi yaitu Denpasar. Pantai Tulamben memiliki air yang jernih dan arus yang tenang, pemandangan bawah laut yang indah, dan beranekaragam jenis ikan dan biota laut lainnya. Pantai Tulamben sangat diminati wisatawan domestik dan mancanegara untuk melakukan aktivitas menyelam (diving) dan snorkeling. Tempat ini memiliki bangkai kapal (shipwreck) di bawah laut yang hanya berjarak sekitar 15 meter dari pesisir pantai. Kapal yang tenggelam pada tahun 1942 merupakan kapal perang Amerika Serikat jenis kargo yang diberi nama USAT Liberty Glo. Kapal ini dibangun pada tahun 1918 dengan panjang 120 meter untuk melayani kebutuhan militer Amerika Serikat pada perang dunia II. Dalam perjalanannya dari Australia menuju Filipina, kapal ini ditorpedo kapal selam Jepang yang mengakibatkan kapal tenggelam di perairan Tulamben hingga saat ini. Saat ini kapal karam berada di kedalaman 30-35 meter dari permukaan laut. 215
Peningkatan jumlah kunjungan ke objek dan daya tarik wisata Pantai Tulamben membutuhkan partisipasi masyarakat setempat baik laki-laki maupun perempuan. Namun, pandangan masyarakat secara umum yang menempatkan peran perempuan pada urusan rumah tangga menyebabkan adanya dominasi laki-laki dalam aktivitas ekonomi termasuk pariwisata. Meskipun demikian, perempuan tetap berpartisipasi pada pekerjaanpekerjaan tertentu yang memiliki peranan penting dalam sistem maupun layanan pariwisata. Perempuan memegang peranan penting dalam industri pariwisata. Berdasarkan data International Labor Organizationa (ILO), rata-rata perempuan yang bekerja pada hotel dan restoran mencapai 49% (UNWTO, 2011). Proporsi terbesar terletak di kawasan Latin Amerika dan Kepulauan Karibia dengan jumlah masing-asing 58,5% dan 55,4%. Mereka sebagian besar menduduki jabatan pada posisi pelayan (service workers) dan kasir atau tenaga keuangan lainnya/administrasi (clerks) yaitu masing-masing sebesar 59% dan 44,7%. Rata-rata jumlah perempuan yang menduduki jabatan sebagai pengusaha atau pemilik hotel atau restoran adalah masingmasing 21,95% dan 36,08%. Keterlibatan perempuan dalam pariwisata dapat mengurangi ketimpangan gender dalam pembangunan. Beberapa fakta umum tentang perempuan dalam pariwisata diuraikan oleh UNWTO (2011), sebagai berikut: 1. Wanita memenuhi sebagian besar proporsi tenaga kerja pariwisata yang formal. 2. Perempuan terwakili dalam pekerjaan pelayanan dan tingkat administrasi, tetapi kurang terwakili pada tingkat profesional. 3. Perempuan di bidang pariwisata biasanya mendapatkan 10% sampai 15% lebih sedikit dari pada tenaga kerja laki-laki. 4. Sektor pariwisata manjadikan perempuan sebagai pemilik usaha/majikan yaitu hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. 5. Satu dari lima menteri pariwisata di seluruh dunia adalah perempuan. 6. Perempuan yang bekerja di sektor pariwisata menjadi pekerja sendiri/mandiri dengan proporsi yang jauh lebih tinggi dari pada sektor lain. 7. Sejumlah besar pekerjaan tidak berbayar sedang dilakukan oleh perempuan dalam bisnis pariwisata keluarga. Perempuan di Objek dan Daya Tarik Wisata Pantai Tulamben bekerja sebagai pengusung (bahasa Bali: tukang suwun) tabung gas untuk kegitan menyelam (diving). Beberapa perempuan bekerja di hotel dan usaha jasa pariwisata lainnya, sebagai tukang pijat (massage) paruh waktu di hotel, dan berbagai pekerjaan tidak langsung lainnya. Dengan semakin banyaknya perempuan yang terlibat terkait aktivitas wisata bahari di Pantai Tulamben, maka perlu diidentifikasi partisipasi mereka sehingga bisa mendapatkan
rekomendasi untuk
meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksplorasi terhadap berbagai fakta dan data empiris yang terkait dengan partisipasi perempuan dalam kegiatan wisata menyelam di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, review literatur pariwisata yang khusus terkait dengan partisipasi perempuan dalam kegiatan pariwisata dilakukan untuk menjelaskan konsep maupun teori. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan kajian lapangan dengan pedoman wawancara untuk
216
memperdalam berbagai asumsi dan dugaan. Data statistik dalam bentuk angka maupun data sekunder lainnya dianalisis dan di cross check kembali dengan berbagai pendapat, argumen dari informan di lapangan.
PEREMPUAN DALAM PARIWISATA Partisipasi membahas tentang keterlibatan individu atau kelompok dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan kemasyarakatan. Partisipasi dapat memberikan manfaat pada aktor-aktor yang berinteraksi. Semakin tinggi manfaat yang diperoleh maka relasi akan berlangsung semakin kuat. Partisipasi perempuan dalam pekerjaan sebagai sebuah peranan dalam aspek ekonomi, menurut Fakih (1996;2005) berkaitan dengan demokrasi politik, kultur, dan gender. Lebih lanjut Fakih menjelaskan bahwa “…masalah demokrasi politik, ekonomi, kultur dan gender adalah saling berkaitan dan saling bergantung” Fakih (1996;2005:118) Dengan mengacu pada pemikiran Fakih (1996;2005), partisipasi perempuan sebagai fenomena di masyarakat dapat dikaji dari dua unsur penting yaitu “unsur kelas dan non kelas”. Perempuan yang bekerja terkait dengan kegiatan wisata menyelam di Pantai Tulamben dapat diamati dari hubungan antara pekerja perempuan dengan majikan. Hubungan ini dinyatakan sebagai sebuah “hubungan di mana unsur majikan dengan dibantu oleh para manajer mendapatkan nilai lebih (surplus value) dari hasil kerja buruh” (Fakih, 1996;2005:120). Unsur non kelas berhubungan dengan hasil yang didistribusikan kepada pihak lain seperti unsur “keamanan, pendidikan, dan lembaga-lembaga lain” (Fakih, 1996;2005:120). Kegiatan wisata memberikan kesempatan dan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan layanan kepada wisatawan. Perempuan kemudian mendapatkan manfaat dari kegiatan layanan tersebut baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Untuk mengetahui tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan wisata, dapat diketahui dari empat sudut pandang yang merupakan hasil modifikasi pemikiran Michael Rush dan Phillip Althoff (1971;2008) tentang partisipasi politik. Keempat sudut pandang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Apa bentuk partisipasi? 2. Seberapa luas partisipasi tersebut? 3. Siapa yang berpartisipasi dan tidak? 4. Mengapa mereka berpartisipasi dan tidak? Lebih lanjut disajikan Tabel 1 yang merupakan ringkasan pemikiran Rush dan Althoff (1971; 2008: 121180) tentang materi dan isi dari masing-masing sudut pandang. Tabel 1. Sudut Pandang dan Materi Terkait Sudut Pandang a. Bentuk Partisipasi
b. Seberapa luas?
Materi Terkait Posisi atau jabatan yang diemban atau diduduki, apakah mereka sebagai pemimpin atau anggota, dan sebagainya. ii. Tugas, fungsi, dan peran atas posisi atau jabatan masing-masing. iii. Partisipasi dapat dilihat dari bentuknya yang aktif dan pasif. Partisipasi aktif terjadi secara terus menerus dan berkontribusi maksimal, sedangkan yang tidak aktif hanya sewaktu-waktu saja. i. Bagaimana mereka memandang pentingnya partisipasi ii. Sistem sosial budaya dan berbagai faktor lainnya dapat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. iii. Minat dan tingkat partisipasi. i.
217
c. Siapa yang berpartisipasi dan tidak?
i. Identifikasi terhadap mereka yang tidak berpartisipasi. ii. Mereka yang berpartisipasi tinggi seringkali merupakan minoritas dalam masyarakat iii. Karakteristik ekonomi dan sosial budaya dapat dikaitkan dengan tingkat dan minat partisipasi d. Mengapa mereka berpartisipasi dan Pengelompokkan ke dalam empat sikap atas orang-orang tidak? yang tidak berpartisipasi yaitu: apati, sinisme, alienasi, dan anomi dengan pengertian sebagai berikut: i. Apati: “tidak punya minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala pada umumnya atau pada khususnya”. ii. Sinisme: “perasaan yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan rasa kecurigaan, bahwa pesimisme adalah lebih realistis dari pada optimisme” iii. Alienasi: ”perasaan keterasingan seseorang” iv. Anomi: “perasaan kehilangan nilai dan arah” Sumber: Ringkasan Pemikiran Michael Rush dan Phillip Althoff (1971;2008: 121-180) Peran perempuan secara ekonomi untuk mengatasi kemiskinan mengalami perkembangan positif yang sangat signifikan. United Kingdom Department for International Development (2010), Agenda 2010-The turning point on poverty: background paper on gender, menyampaikan beberapa fakta yang sangat mendukung peran perempuan tersebut (OECD, 2011), yaitu: 1. Pendapatan dan daya tawar perempuan yang semakin tinggi mendukung investasi yang lebih besar dalam pendidikan, kesehatan dan gizi anak, yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Penerimaan perempuan dalam gaji dan upah meningkat dari 42% pada tahun 1997 menjadi 46% pada tahun 2007. 2. Di India, Produk Domestik Bruto (PDB) dapat meningkat 8% jika rasio pekerja wanita /pria naik sebesar 10%. 3. Jumlah hasil pertanian di Afrika dapat meningkat hingga 20% jika akses perempuan terhadap input pertanian setara dengan laki-laki. 4. Perempuan pemilik bisnis mencapai 38% dari semua usaha kecil yang terdaftar di seluruh dunia. Jumlah perempuan pemilik bisnis di Afrika, Asia, Eropa Timur dan Amerika Latin berkembang pesat dan, dengan pertumbuhan itu, memberikan dampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.
Studi tentang perempuan Bali dalam aspek gender dan pariwisata (gender and tourism) dipublikasikan oleh Long dan Kindon (1997). Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa ideologi, tipe, dan skala pariwisata sangat menentukan adanya pembagian pekerjaan yang digeluti oleh laki-laki maupun perempuan. Perbedaan pembagian kerja tersebut diterima baik oleh masyarakat. “…ideologi, gender, tipe, dan skala pariwisata berkaitan sangat erat dengan pembagian kerja yang diakui dan ditentukan oleh masyarakat yang terjadi dalam pembangunan formal dan skala besar.” (Long dan Kindon, 1997:111). Long dan Kindon (1997) dalam kesimpulannya juga mengasumsikan bahwa pariwisata skala kecil memberikan manfaat yang lebih besar dalam hal partisipasi perempuan. Pariwisata skala kecil menyediakan lebih banyak pekerjaan sektor informal yang memungkikan dikerjakan perempuan Bali dengan tetap menjalankan pekerjaan domestik maupun kewajiban agama dan budaya.
218
PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM AKTIVITAS WISATA BAHARI TULAMBEN Para pekerja mengangkut alat-alat diving disebut dengan istilah porter. Belum diketahui dengan pasti sejak kapan istilah ini digunakan. Namun, baju yang digunakan oleh salah satu pekerja perempuan berisi tulisan „Porter Tulamben‟. Istilah ini sering digunakan wisatawan untuk menyebut para pengangkut alat-alat diving saat mulai dan selesai kegiatan. Sistem pembagian pekerjaan dilakukan secara kolektif. Hal ini sangatlah unik yang juga terkait dengan sistem masyarakat komunal di Desa Pakraman (Desa Tradisional) Tulamben. Wisatawan atau agen perjalanan yang memanfaatkan jasa porter membayar karcis di area parkir umum maupun area terdekat lainnya menuju atraksi utama Tulamben. Biaya jasa yang dikenakan untuk mengangkut peralatan diving untuk satu set peralatan adalah Rp. 6.000,-. Jasa untuk pengangkutan sebanyak dua kali dikenakan biaya sebesar Rp. 9.000,-. Bagi wisatawan maupun operator diving menggunakan jasa mereka untuk mengangkut hingga tiga kali dikenakan biaya sebesar Rp. 15.000,-. Penghasilan yang diterima dalam satu hari tergantung dari jumlah wisatawan yang melakukan aktivitas diving di Tulamben. Penghasilan paling kecil sebesar Rp. 8.000,- sampai dengan Rp. 10.000. Pada musim kunjungan ramai, dalam satu hari bisa mengahasilkan pendapatan sebesar Rp. 15.000,- sampai dengan Rp. 25.000,-. Pada musim penuh (peak season) di Bulan Juli hingga Agustus misalnya, pendapatan mereka dapat mencapai Rp 80.000,- sampai dengan Rp. 100.000,-. Jumlah penghasilan tersebut diterima oleh mereka yang melakukan pekerjaan sebagai buruh. Secara keorganisasian, jasa layanan pengangkut alat-alat menyelam (diving porter) di Tulamben dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu Sekar Baruna dan Kelompok Siskamling. Pekerja perempuan sebagai porter terdapat pada organisasi pertama yang bekerja pada pagi hingga sore hari. Kelompok Sekar Baruna terdiri dari 29 anggota tetap, sedangkan Kelompok Siskamling terdiri dari 100 anggota. Dalam memberikan pelayanan dibagi dalam 2 waktu (shift) yaitu pagi untuk kelompok Sekar Baruna mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 15.00 dan sore untuk kelompok Siskamling yang bekerja mulai pukul 15.00 sampai dengan 22.00 dan bahkan hingga tenagh malam. Dari kelompok pertama yaitu kelompok Sekar Baruna memiliki pekerja perempuan yang berjumlah 19 orang dan 10 laki-laki, sedangkan kelompok Siskamling terdiri 100 anggota yang semuanya pekerja laki-laki. Tulisan ini lebih fokus pada kelompok pertama untuk melihat partisipasi mereka dalam kegiatan wisata menyelam di daerahnya. Jumlah tenaga perempuan bisa mengalami perubahan oleh karena sistem pembagian dan pendelegasian pekerjaan pada kelompok ini. Secara tetap, jumlah anggota kelompok Sekar Baruna adalah 29 orang yang pada awalnya tercatat atas nama laki-laki, umumnya suami dari dari pekerja yang hingga saat ini mengerjakan langsung. Jika tidak dikerjakan langsung, para pemilki keanggaotaan mencari buruh (tenaga kerja) untuk menggantikan pekerjaan sebagai pengusung alat-alat diving dengan sistem pembagian yaitu 50%:50%. Mereka yang mewakikili pemilik keanggotaan menerima setangah dari upah yang diberikan dari hasil pembagian. Anggota pekerja yang terlibat dalam kegiatan mengangkut peralatan diving terdiri dari 19 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Kaum perempuan mengangkut dengan mengusung, dalam istilah Bahasa Bali dikenal dengan nama tukang suwun. Para laki-laki mengangkutnya dengan memikul (menggunakan pundak) yang kemudian dikenal dengan istilah tukang tikul. Mereka bekerja dengan sangat baik dan selalu saling membantu untuk menyelesaikan pekerjaan.
219
SIMPULAN Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Perempuan melakukan beberapa pekerjaan terkait dengan pariwisata di Tulamben seperti sebagai pengusung atau pengangkut alat-alat diving (porter), tukang pijat (massage), membuka usaha/entrepreneur (seperti warung, berjualan sarana upacara/canang sari, dan berbagai usaha dagang lainnya). Bentuk partisipasi perempuan sebagai sebagai pengangkut alat-alat diving (porter) merupakan temuan yang sangat menarik di Tulamben. Pekerjaan ini memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata sejak tahun 1980-an 2. Kelompok yang menangani jasa porter ini terdiri dari dua buah yaitu Kelompok Sekar Baruna dan Siskamling. Kelompok yang pertama terdiri dari 29 orang anggota tetap dan kelompok kedua adalah 100 anggota. Para porter perempuan bekerja pada kelompok pertama (Sekar Baruna) yang bekerja mulai sekitar pukul 07.00 sampai dengan 15.00. Mereka berjumlah 19 orang baik yang menjalankan pekerjaan sebagai anggota langsung maupun sebagai buruh (menggantikan pekerjaan pemilik anggota tetap). 3. Partisipasi perempuan dalam kegiatan layanan porter di Tulamben masih relatif kurang. Dari segi keorganisasian, kepemilikan nomor kenggotaan (mereka menyebutnya “pemilik saham” atau “yang punya tamu”) adalah atas nama para suami, orang tua, dan anggota keluarga mereka lainnya yang berjenis kelamin laki-laki. Dari 19 perempuan yang bekerja sejumlah 5 orang melakukan pekerjaan sebagai anggota langsung dan 14 orang lainnya adalah buruh yang bekerja sebagai porter yang diminta untuk menggantikan pekerjaan mereka. Sebagai buruh, para perempuan ini mendapatkan sebagian dari total penghasilan setiap anggota tetap (50% untuk pemilik dan 50% buruh). 4. Para buruh perempuan ini dalam posisi pekerjaan yang tidak tetap. Jika mereka tidak diminta untuk berkerja oleh anggota tetap pada oraganisasi tersebut, maka mereka mengerjakan pekerjaan buruh lainnya seperti buruh material bangunan, buruh tani, dan dan berbagai pekerjaan buruh lainnya yang memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan. Pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dilakukan dengan kerja keras, di samping pekerjaan domestik mereka untuk mengurus rumah tangga.
REKOMENDASI Beberapa hal yang dapat direkomendasikan terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Diperlukan adanya peningkatan harga jasa pengangkutan yang saat ini masih relatif kecil yaitu Rp. 6.000,(1 kali), Rp. 9.000,- (dua kali), dan Rp. 15.000,- (tiga kali). Dengan durasi kerja delapan jam, mereka para buruh paruh waktu (part time), menerima rata-rata penghasilan Rp. 15.000,- hingga Rp. 25.000,-. Jumlah ini masih relatif kecil dengan semakin meningkatknya harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti biaya pendidikan, kegiatan sosial dan kegamaan. Diperlukan perhitungan jasa pengangkutan yang cermat dengan melibatkan pemnagku kepentingan seperti: pemerintah, pengusaha pariwisata, masyarakat dan wisatawan.
2.
Dengan minimnya pendapatan perempuan yang bekerja sebagai porter, pemerintah disarankan dapat memberikan bantuan beberapa kebutuhan mereka saat bekerja seperti: baju seragam (kaos lengan panjang), handuk, sandal, tempat minuman, dan berbagai kebutuhan penunjang lainnya terkait dengan kegiatan layanan porter di Tulamben.
220
3.
Wisatawan yang berkunjung secara musiman menyebabkan penghasilan mereka dari jasa porter ini tidak menentu. Untuk itu, diperlukan penyediaan lapangan pekerjaan lainnya bagi para buruh perempuan. Dengan demikian mereka akan tetap mendapatkan penghasilan pada saat jumlah wisatawan yang menyelam sedikit atau jika mereka tidak lagi diminta untuk bekerja oleh pemilik anggota permanen pada organanisasi Sekar Baruna.
4.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kesetaraan gender bagi pekerja porter di Pantai Tulamben.
DAFTAR PUSTAKA Fakih, Mansour. (1996, 2005). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Long dan Kindon. (1997). Gender and Tourism Development in Baliese Villages, dalam: Gender, Work and Tourism (editor: M. Thea Sinclair), London: Routlegde. OECD. (2011). Women’s Economic Empowerment: Issues paper. Paris: DAC Network on Gender Equality (GENDERNET). Rush, M. dan Althoff, P. (1971, 2008). Pengnatar Sosiologi Politik (An Introduction to Political Sociology), Alih bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers. UNWTO dan UN Women. (2011). Global Report on Women in Tourism 2010: Preliminary Findings. Madrid: World Tourism Organization (UNWTO) and the United Nations Entity for Gender Equality and the Employment of Women (UN Women).
221