Hubungan Tingkat Daya Tarik Objek Wisata dan Karakteristik Objek Wisata di Kabupaten Kuningan Adi Maulana (Penulis), M.H. Dewi Susilowati (Pembimbing) Triarko Nurlambang (Pembimbing)
ABSTRAK Kabupaten Kuningan memiliki beberapa objek wisata yang banyak menarik kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan asing. Objek wisata yang diteliti meliputi Waduk Darma, Balong Keramat Darmaloka, Balong Ikan Cigugur, Taman Purbakala Cipari, Buper Palutungan, Gedung Perundingan Linggarjati, Linggarjati Indah, Curug Sidomba, Kolam Pemandian Cibulan, dan Telaga Remis. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui hubungan tingkat daya tarik dan karakteristik objek wisata di Kabupaten Kuningan. Metode analisis yang digunakan adalah metode spasial komparatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat daya tarik dan karakteristik objek wisata. Objek wisata dengan tingkat daya tarik tinggi cenderung berada di kelas jalan provinsi dengan fasilitas wisata yang lengkap dan aksesibilitas yang mudah dijangkau. Sedangkan objek wisata dengan tingkat daya tarik rendah cenderung berada di kelas jalan lokal dengan fasilitas wisata yang kurang lengkap dan aksesibilitas yang sulit dijangkau. Kata Kunci : Tingkat daya tarik, fasilitas wisata, aksesibilitas
ABSTRACT Kuningan Regency has several interesting tourist objects that many tourists visit both public and tourists from outside Kuningan Regency itself. Research objects are Waduk Darma, Balong Keramat Darmaloka, Balong Ikan Cigugur, Taman Purbakala Cipari, Buper Palutungan, Gedung Perundingan Linggarjati, Linggarjati Indah, Curug Sidomba, Kolam Pemandian Cibulan, and Telaga Remis. The purpose of the research is to identify the correlation of level tourist attraction and characteristic of attraction in Kuningan Regency. The analytical method used in this research is a descriptive comparative spatial. The result show that there was no correlation between the level tourist attraction and characteristic of attraction. Attraction with a high level of attractiveness disposed to be in the class province with complete tourist facility and good accessibility. While the attraction with low level attractiveness disposed to be in the class local roads with uncomplete tourist facility and bad accessibility. Keywords : Attraction level, tourism facilities, accessibility
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
PENDAHULUAN Pariwisata atau kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisata, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha (Dahuri dan Nugroho, 2012). Sektor pariwisata saat ini menjadi salah satu sektor unggulan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam mendapatkan devisa negara. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan pariwisata ke Indonesia khususnya ke Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencanangkan program Visit West Java. Program ini dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Jawa Barat dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sektor pariwisata. Kabupaten Kuningan adalah salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Jawa Barat. Prioritas utama Pemerintah Kabupaten Kuningan adalah menjadikan sektor pariwisata dalam pembangunan kepariwisataan pada objek dan daya tarik wisata, serta penggalian objek wisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kuningan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dalam rencana pembangunan menempatkan pariwisata sebagai komponen pembangunan yang utama. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah menargetkan menjadi “Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun 2027”. Target tersebut dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009-2013 dengan menetapkan tujuan pembangunan selama 5 tahun seperti yang dimuat dalam visi RPJM yaitu “Kuningan Lebih Sejahtera Berbasis Pertanian dan Pariwisata Yang Maju Dalam Lingkungan Yang Lestari dan Agamis Tahun 2013”. Perkembangan pariwisata berkaitan erat dengan ketersediaan infrastruktur serta sarana dan pra-sarana yang ada seperti jaringan transportasi dan penyediaan akomodasi (Jansen-Verbeke, 1986). Sebagai suatu destinasi pariwisata, dibutuhkan aksesibilitas yang baik dengan daerah sekitar, keterkaitan antara daya tarik wisata lain di sekitarnya, akomodasi, dan berbagai sarana pendukung lainnya. Menurut Wardiyanta (2006), Sebuah objek wisata akan dikatakan menarik jika banyak dikunjungi wisatawan. Wisatawan merupakan parameter utama dalam keberhasilan pariwisata. Unsur yang lain adalah objek wisata dan sarana serta prasarana pariwisata. Terlaksananya kegiatan pariwisata bergantung pada adanya interaksi antara wisatawan dan objek wisata, yang didukung dengan berbagai sarana dan prasarana pariwisata.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Berkaitan dengan produk pariwisata menurut Yoeti (2002) bahwa produk pariwisata adalah sejumlah fasilitas dan pelayanan yang disediakan dan diperuntukkan bagi wisatawan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu sumber daya yang terdapat pada suatu Daerah Tujuan Wisata, fasilitas yang terdapat di suatu Daerah Tujuan Wisata dan transportasi yang membawa dari tempat asalnya ke suatu Daerah Tujuan Wisata tertentu. Dari uraian tersebut, bahwa produk pariwisata merupakan produk gabungan (composite product), campuran dari berbagai objek dan atraksi wisata, tranportasi, akomodasi dan hiburan (Moscardo, 2001). Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai Tingkat Daya Tarik Objek Wisata dan Karakteristik Objek Wisata di Kabupaten Kuningan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan perbedaan tingkat daya tarik tiap-tiap objek wisata di Kabupaten Kuningan terkait jenis objek atau atraksi wisata, serta pemanfaatan sarana dan prasarana wisata masing-masing objek wisata.
TINJAUAN TEORITIS
Pendekatan Geografi Pariwisata Pendekatan geografi adalah menganalisis dimana, bagaimana, dan mengapa sesuatu dapat terjadi dalam sebuah ruang, maupun berbagai interaksi yang ada di dalam ruang tersebut seperti interaksi antara lingkungan dengan segala kegiatan sosioekonomi (Ibanescu dkk. 2012). Pendekatan dalam melihat interaksi antara lingkungan dengan segala kegiatan sosio-ekonomi juga dapat diaplikasikan kedalam penelitian kepariwisataan. Ciri khas yang menjadi pendekatan dalam ilmu geografi dalam penelitian kepariwisataan adalah mengenai lokasi, tempat, dan interaksi antara lingkungan dengan keadaan sosio-ekonomi. Selanjutnya menurut Ludiro, (2008), bahwa “deskripsi tentang lokasi wisata adalah uraian yang menjelaskan tentang perbedaan“ yang dapat diartikan sebagai deskripsi tentang lokasi fasilitas sumberdaya rekreasi, dimana persebaran setiap sumberdaya rekreasi untuk berbagai kegiatan tertentu harus dipetakan untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah dan kualitasnya. Dalam prespektif spasial, hakekat pariwisata adalah berhubungan dengan fenomena yang terdapat di atas permukaan bumi, yaitu : perjalanan (bersifat dinamis)
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
dan lokasi tujuan perjalanan dan yang bukan tempat tinggal wisatawan (bersifat statis). Dua fenomena yang terdapat di atas permukaan bumi tersebut dapat ditampilkan dalam suatu model atau wujud ruang permukaan bumi yang disederhanakan, dan menggambarkan suatu sistem kegiatan perjalanan wisata (sistem spasial wisata). Menurut Leiper dalam Sewoyo (2004) Di dalam kegiatan kepariwisataan, perpindahan manusia yang terjadi mengakibatkan dapat ditemukannya tiga komponen penting secara geografi, yang meliputi: 1. Daerah Asal Wisatawan (DAW), merupakan komponen permintaan wisata yang juga tempat kediaman wisatawan. Komponen ini dapat pula disebut sebagai pasar wisata. 2. Daerah Tujuan Wisata (DTW), tempat dimana penawaran atau daya tarik wisata tersedia. 3. Rute antara, komponen ini disebut pula sebagai penghubung antara potensi wisata dengan keinginan dan kemampuan wisatawan. Penelitian ini berfokus kepada mengapa suatu objek wisata sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Kuningan memiliki tingkat daya tarik yang dilihat dari jumlah banyaknya pengunjung di setiap objek wisata tersebut, sehingga terlihat perbedaan karakteristik antar satu lokasi dengan lokasi lainnya. Daerah Tujuan Wisata Dalam kepariwisataan pembagian wilayah yang dilihat memiliki potensi dan selanjutnya dapat dikembangkan sebagai suatu tujuan wisata disebut juga sebagai perwilayahan. Berdasar pengertian itu, perwilayahan disebut sebagai suatu daerah tujuan wisata (DTW) dengan atraksi sebagai daya tarik dan keadaan aksesibilitas serta fasilitas pariwisata yang menyebabkan daerah ini menjadi objek kebutuhan wisatawan. Menurut Middleton (1994), unsur-unsur utama komponen produksi pariwisata terdiri dari 3 bagian: (1) Daya Tarik DTW, termasuk didalamnya citra yang dibayangkan oleh wisatawan (atraksi), (2) Fasilitas DTW seperti akomodasi, usaha pengolahan makanan, hiburan, dan rekreasi (amenitas), (3) Kemudahan pencapaian DTW tersebut (aksesibilitas). Objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Kuningan merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki tingkat daya tarik, yang dipengaruhi oleh daya tarik utama (atrakasi) dan
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
fasilitas-fasilitas penunjang lainnya serta aksesibilitas yang berdampak terhadap banyaknya jumlah pengunjung atau wisatwan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini membahas tentang kegiatan pariwisata di Kabupaten Kuningan yang memiliki berbagai macam atraksi wisata yang dibedakan kedalam jenis wisata, yaitu wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus. Unit analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah objek wisata. fokus penelitian ini mengenai tingkat daya tarik objek wisata dan karakteristik objek wisata di Kabupaten Kuningan. Variabel-variabel yang diperlukan untuk mengetahui tingkat daya tarik objek wisata dan karakteristik objek wisata yaitu jumlah pengunjung, fasilitas wisata, dan aksesibilitas. Pada variabel tingkat daya tarik objek wisata, indikatornya dilihat dari banyaknya pengunjung wisata. Variabel karakteristik objek wisata memiliki indikator fasilitas wisata dan aksesibilitas. Setelah karakteristik dari objek wisata tersebut diketahui, peneliti akan melihat hubungan antara tingkat daya tarik objek wisata dan karakteristik dari objek wisata tersebut dengan menggunakan metode analisis spasial komparatif deskriptif.
Gambar.2. Alur Pikir Penelitian
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Pengolahan Data 1. Triangulasi data Melakukan crosscheck ulang antara data primer, data sekunder, dengan literatur. 2. Visualisasi data a. Tabel dan Grafik Hasil temuan-temuan fenomena yang ada di lapangan divisualisasikan ke dalam bentuk tabular kemudian juga dibentuk grafik untuk mengetahui dinamika yang ada. Hasil tabel dan grafik kemudian akan di analisis secara deskriptif untuk menggambarkan lokasi dan situasi dari gejala yang ada di lapangan. b. Peta Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta, data sekunder dan data primer yang telah didapatkan akan diolah untuk menghasilkan peta. Peta tematik yang dibuat pada penelitian ini diolah dengan menggunakan software ArcGIS. Adapun peta yang dihasilkan adalah sebagai berikut : 1. Peta jumlah site attraction objek wisata di Kabupaten Kuningan 2. Peta keberadaan fasilitas wisata di Kabupaten Kuningan 3. Peta aksesibilitas objek wisata di Kabupaten Kuningan 4. Peta tingkat daya tarik objek wisata (diambil dari data jumlah pengunjung).
HAIL PENELITIAN Jumlah Pengunjung Objek Wisata Berdasarkan peta aksesibilitas objek wisata di Kabupaten Kuningan terkonsentrasi disebelah utara menuju arah selatan mengikuti jalur jalan propinsi yang menghubungkan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka sebagai jalur utama menuju Bandung. Berikut adalah pembagian lokasi objek wisata di Kabupaten Kuningan menurut kelas jalan. Objek wisata yang lokasinya ada di kelas jalan provinsi memiliki kecenderungan jumlah kunjungan wisatwannya lebih banyak dari objek wisata yang lokasinya berada di kelas jalan lokal. Namun, tidak semua objek wisata yang lokasinya berada di kelas jalan lokal angka kunjungan wisatanya rendah.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Tabel 1. Lokasi Objek Wisata berdasarkan Kelas Jalan Kelas Jalan Provinsi
Lokal
Objek Wisata Waduk Darma Balong Keramat Darmaloka Balong Ikan Cigugur Curug Sidomba Gedung Perundingan Linggarjati Taman Purbakala Cipari Buper Palutungan Linggarjati Indah Talaga Remis Kolam Pemandian Cibulan
Berikut angka jumlah pengunjung objek wisata di Kabupaten Kuningan selama 7 tahun yaitu tahun 2006 – 2012 dapat dilihat pada Gambar 3. :
Gambar.3. Jumlah Pengunjung Objek Wisata Tahun 2006 – 2012 Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa secara umum pola jumlah kunjungan wisata ke beberapa objek wisata di Kabupaten Kuningan cenderung merata dan meningkat mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2012. Pada tahun 2012 objek wisata yang memiliki jumlah pengunjung paling banyak adalah objek wisata Cibulan yang terkenal dengan ikan dewa nya. Selanjutnya ada linggarjati indah, dan objek wisata Waduk Darma memiliki jumlah pengunjung yang berada di urutan kedua dan ketiga serta gedung perundingan Linggarjati yang memiliki jumlah pengunjung lebih rendah di banding tiga objek wisata tersebut. Dari fenomena diatas hanya objek wisata Waduk Darma yang letaknya berada dikelas jalan provinsi yang memiliki angka kunjungan wisatawan yang tinggi selebihnya objek wisata lainnya berada di kelas jalan lokal, meski
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
berada di kelas jalan lokal, ketiga objek tersebut memiliki jumlah kunjungan wisatawan yang banyak, hal ini dikarenakan lokasi objek wisata tersebut jaraknya tidak jauh dari jalan provinsi (Gambar 5) serta ketersediaan angkutan yang memadai menuju objek wisata tersebut. Selain dikarenakan lokasinya atau aksesibilitasnya yang baik, objek wisata yang memiliki jumlah pengunjung banyak ditunjang pula oleh fasilitas yang dimiliki atau ditawarkannya banyak dan beragam. Untuk objek wisata lainnya, terlihat jumlah kunjungan wisatwananya memiliki jumlah pengunjung yang lebih sedikit dan realatif sama dengan selisih yang jauh berbeda dengan jumlah pengunjung objek wisata yang berada diurutan satu sampai empat. Lokasi objek wisata tersebut hampir semua berada dikelas jalan lokal kecuali objek wisata balong keramat darmaloka dan Balong Ikan Cigugur yang lokasinya berada di kelas jalan provinsi. Untuk objek wisata balong keramat darmaloka dan Balong Ikan Cigugur, meskipun lokasinya berada di kelas jalan propinsi serta tersedianya angkutan yang memadai tetapi jumlah kunjungan wisatawannya sedikit. Hal ini dikarenakan,fasilitas yang dimiliki atau ditawarkannya sedikit. Fasilitas Wisata Perkembangan sektor pariwisata sangat berkaitan dengan lengkapnya infrastruktur seperti kelengkapan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata. Sebagai sebuah kabupaten yang memprioritaskan pembangunannya terhadap kegiatan kepariwisataan, maka Kabupaten Kuningan harus memperhatikan ketersediaan infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata sebagai elemen utama dalam perkembangan pariwisata di Kabupaten Kuningan. Dalam hal ini fasilitas wisata adalah kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan pengunjung dalam menikmati kegiatan wisatanya.
Fasilitas Primer Pada Kabupaten Kuningan, fasilitas primer berupa daya tarik utama atau objek wisata, yang terbagi menjadi dua jenis yaitu fasilitas primer dengan objek wisata komersial dan fasilitas primer dengan objek wisata non komersial, yaitu: 1. Objek Wisata Komersial, adalah objek wisata yang memerlukan syarat khusus untuk melakukan kegiatan wisata. Syarat tersebut adalah dibutuhkannya tiket untuk masuk yang didapatkan melalui transaksi pembayaran terlebih dahulu. Objek wisata komersial yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: Talaga Remis, Waduk Darma, Balong Keramat Darmaloka, Curug Sidomba, Buper Palutungan, Linggarjati Indah, Balong Ikan Cigugur, dan Kolam Pemandian Cibulan 2. Objek Wisata Non Komersial, adalah tempat yang tidak memerlukan syarat khusus untuk melakukan kegiatan wisata. Tidak dibutuhkan tiket masuk sehingga tidak ada
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
transaksi pembayaran. Objek wisata non komersial yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: Gedung Perundingan Linggarjati, Taman Purbakala Cipari. Terdapat 8 fasilitas primer yang menggunakan tiket masuk, dengan pembagian 4 objek merupakan objek wisata alam dan 4 objek wisata minat khusus. Sedangkan untuk fasilitas primer objek wisata budaya berupa (museum), sebagian besar tidak menggunakan tiket masuk atau karcis. Hal ini dikarenakan peraturan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan yang tidak memungut retribusi atau pajak dari bangunan atau kawasan museum.
Fasilitas Sekunder Fasilitas ini memang bukan merupakan bagian dari kunjungan wisata yang menarik perhatian utama wisatawan. Namun adanya fasilitas sekunder menjadi komponen dasar bagi kunjungan wisatawan karena merupakan kebutuhan mendasar bagi wisatawan. Fasilitas-fasilitas sekunder ini termasuk semua bentuk fasilitas untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan. Dalam hal ini fasilitas sekunder ialah, fasilitas dan jasa yang bukan merupakan daya tarik utama wisata, akan tetapi digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama pengunjung untuk akomodasi, makan, dan membeli cinderamata.
Fasilitas Kondisional Fasilitas kondisional, yaitu infrastruktur pariwisata yang mengkondisikan kegiatan wisata, fasilitas seperti ini diantaranya kamar mandi/toilet, tempat parkir dan sarana ibadah. Secara umum fasilitas kondisional objek wisata yang ada di Kabupaten Kuningan bisa dikatakan lengkap.
Gambar 4. Peta Keberadaan Fasilitas Objek Wisata.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Aksesibilitas Tersedianya aksesibilitas yang baik merupakan salah satu modal dasar untuk meningkatkan kegiatan yang ada pada suatu daerah, baik untuk kegiatan sosial maupun kegiatan perekonomian. Menurut Burton (1995) Aksesibilitas tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan sistem transportasi: (1) Angkutan transportasi seperti mobil, bis, kereta api, pesawat udara; (2) Jaringan rute, sejalan dengan angkutan transportasi seperti jalan, rel kereta api, jalur udara. Pada tabel 5. Ditampilkan ketersediaan angkutan umum menuju lokasi objek wisata. Kemudahan akses menuju objek wisata menjadi faktor utama dalam kategori aksesibilitas. Kemudahan akses tersebut ditunjang dari segi jalan yang dilewati dan juga banyaknya angkutan umum yang melewatinya. Secara keseluruhan, Kabupaten Kuningan memiliki kondisi jalan yang baik dengan permukaan yang di aspal. Dalam hal angkutan umum, terdapat angkutan umum berupa angkot, angdes, bus kecil dan bus besar yang bisa memenuhi kebutuhan wisatawan.
Gambar 5. Peta Aksesibilitas Objek Wisata . Tingkat Daya Tarik Objek Wisata Menuurut Wardianta (2006), sebuah objek wisata akan dikatakan menarik jika banyak dikunjungi wisatawan. Sebaik apapun suatu objek wisata, jika tidak ada yang mengunjungi, tidak akan dikatakan menarik perhatian wisatawan. Jumlah pengunjung yang dijadikan dasar perhitungan tingkat daya tarik objek wisata hanya pada tahun kunjungan terakhir yaitu tahun 2012. Terlihat pada gambar 5.28 Bahwa jumlah pengunjung tertinggi dimiliki oleh objek wisata Kolam Pemandian Cibulan, diikuti oleh Linggarjati Indah, Waduk Darma, Gedung Perundingan Linggarjati, Buper Palutungan,
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Balong Ikan Cigugur, Talaga Remis, Curug Sidomba, Balong Keramat Darmaloka, dan pengunjung terendah ada di Taman Purbakala Cipari.
Gambar 6. Jumlah Pengunjung Objek Wisata tahun 2012 Berdasarkan gambar diatas objek wisata yang memiliki angka kunjungan yang tinggi itu berada di kelas jalan provinsi dan kelas jalan lokal yang jaraknya dekat dengan jalan provinsi. Bisa dilihat pada lampiran peta. 5 bahwa jumlah kunjungan wisatawan yang tinggi memiliki kecenderungan mengikuti jalur jalan utama (jalan propinsi) yang menghubungkan Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka menuju Bandung. Jumlah pengunjung objek wisata di Kabupaten Kuningan tahun 2012 terbagi menjadi tiga kelas, dengan batasan pada tiap kelas sebagai berikut: Tabel 2. Tingkat Daya Tarik Objek Wisata
Masing-masing kelas jumlah pengunjung merupakan gambaran tingkat daya tarik objek wisata. Berdasarkan jenisnya secara keseluruhan objek wisata alam dan objek wisata minat khusus mempunyai tingkat daya tarik yang tinggi dan diwakili oleh objek wisata Linggarjati Indah, Waduk Darma, dan Kolam Pemandian Cibulan. Sedangkan jenis objek wisata budaya berada di kelas sedang yang diwakili oleh Gedung Perundingan Linggarjti.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Tingkat Daya Tarik dan Fasilitas Tabel 3. Tingkat Daya Tarik dan Fasilitas Wisata Fasilitas Wisata Lengkap
Tidak Lengkap
Daya Tarik Waduk Darma Tinggi
Sedang
Linggarjati Indah Gd. Perundingan Linggarjati
Balong Ikan Cigugur Buper Palutungan
Curug Sidomba Rendah
Kolam Pemandian Cibulan
Talaga Remis Taman Purbakal Cipari Balong Keramat Darmaloka
Terlihat adanya perbedaan ketersediaan fasilitas wisata pada objek wisata dengan tingkat daya tarik tinggi dan tingkat daya tarik sedang serta rendah. Dalam hal jenis fasilitas memang terlihat tidak jauh berbeda, tetapi jika dilihat dalam intensitas pemanfaatannya terdapat perbedaan. Pada objek wisata dengan tingkat daya tarik sedang dan rendah, dalam penyediaan fasilitas sekunder terlihat adanya keterbatasan jumlahnya, seperti jumlah warung makan yang jumlahnya terbatas. Selain itu, Tidak adanya toko cinderamata ataupun makanan sebagai oleh-oleh menjadi indikator bahwa pengunjung yang datang tidak banyak berasal dari luar Kuningan. Begitu pula dengan fasilitas tempat penginapan juga belum tersedia di objek wisata dengan tingkat daya tarik rendah. Meski fasilitasnya lengkap, objek wisata Curug Sidomba memiliki tingkat daya tarik rendah, hal ini dikarenakan lokasinya berada di kelas jalan lokal dan bisa dikatakan akses menuju lokasi objek wisata tersebut sulit. Tingkat Daya Tarik dan Aksesibilitas Faktor pendukung tingginya daya tarik suatu objek wisata selain lengkapnya fasilitas wisata adalah aksesibilitas yang mendukung. Objek wisata waduk darma berada pada jalan provinsi dan ditunjang dengan adanya lebih dari satu trayek angkutan umum yang menjangkaunya. Jumlah armada yang tersedia juga turut mendukung kemudahan menjangkau objek wisata Waduk Darma. Hal inilah yang menjadikan objek wisata Waduk Darma memiliki daya tarik yang tinggi selain ditunjang pula oleh fasilitas wisata yang ditawarkannya banyak dan beragam.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Tabel 4. Tingkat Daya Tarik dan Aksesibilitas Aksesibilitas Mudah
Sulit
Daya Tarik Waduk Darma Tinggi
Linggarjati Indah Balong Ikan Cigugur
Sedang
Buper Palutungan
Gd. Perundingan Linggarjati Balong Keramat Darmaloka
Rendah
Kolam Pemandian Cibulan
Talaga Remis Taman Purbakal Cipari Curug Sidomba
Dilihat dari kelas jalan, jalan menuju objek wisata Linggarjati Indah dan Kolam Pemandian Cibulan memang berada di kelas jalan lokal, namun lokasi objek wisata tersebut yang berada di jalan lokal jaraknya dekat dengan kelas jalan provinsi, hal ini lah yang menjadikan objek wisata tersebut mempunya tingkat daya tarik yang tinggi dikarenkan akses menuju lokasi objek wista tersebut yang mudah, ditunjang dengan ketersediaan jumlah dan jenis angkutan umum yang memadai.
Gambar 7. Peta Tingkat Daya Tarik Objek Wisata.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Untuk objek wisata Balong Keramat Darmaloka dan Balong Ikan Cigugur, meski lokasinya berada dijalan propinsi dan ketersediaan angkutan yang memadai, tingkat daya tarik dari kedua objek wisata tersebut tidak tinggi, hal ini dikarenakan ketersedian fasilitas yang ditawarkan dari objek wisata tersebut tidak lengkap. Karakteristik Objek Wisata Karakteristik objek wisata adalah ciri tersendiri yang dimiliki suatu objek wisata dimana ciri-ciri tersebut mempengaruhi jalannya kegiatan atau aktivitas yang berada pada objek wisata tersebut. Dalam hal ini dipengaruhi oleh fasilitas dan aksesibilitas objek wisata. Fasilitas wisata merupakan salah satu penunjang keberhasilan daerah tujuan wisata atau objek wisata dalam menarik datangnya pengunjung. Fasilitas primer dan site attraction yang berfungsi sebagai daya tarik utama susatu objek wisata dibahas pada bagian hasil. Adapun yang dibahas pada bagian ini adalah fasilitas sekunder dan kondisoional saja. Dengan demikian klasifikasi objek wisata berdasarkan fasilitas dibagi kedalam dua bagian, yaitu: 1. Klasifikasi Lengkap : Waduk Darma, Curug Sidomba, Gedung Perundingan Linggarjati, Linggarjati Indah, Kolam Pemandian Cibulan. 2. Klasifikasi Tidak Lengkap : Talaga Remis, Balong Keramat Darmaloka, Taman Purbakala Cipari, Buper Palutungan, Balong Ikan Cigugur. Sebagaimana dijelaskan pada bagian metodologi, variabel aksesibilitas mencakup kelas jalan dan ketersediaan angkutan umum menuju lokasi wisata. Berikut klasifikasi objek wisata berdasarkan aksesibilitas dibagi kedalam dua bagian, yaitu : 1. Klasifikasi Mudah : Waduk Darma, Balong Keramat Darmaloka, Gedung Perundingan Linggarjati, Linggarjati Indah, Balong Ikan Cigugur. 2. Klasifikasi Sulit : Talaga Remis, Curug Sidomba, Taman Purbakala Cipari, Buper Palutungan, Kolam Pemandian Cibulan.
Hubungan Tingkat Daya Tarik dan Karakteristik Objek Wisata Karakteristik objek wisata adalah ciri tersendiri yang dimiliki suatu objek wisata dimana ciri-ciri tersebut mempengaruhi jalannya kegiatan atau aktivitas yang berada pada objek wisata tersebut. Karakteristik objek wisata merupakan gambaran kondisi
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
yang dimiliki oleh setiap objek wisata yang terdiri dari fasilitas dan aksesibilitas menuju objek wisata tersebut. Selain fasilitas primer yang memiliki site attraction yang beragam sebagai daya tarik utama dalam menarik minat wisatawan, kondisi fasilitas yang lengkap dan aksesibilitas yang mudah untuk dijangkau wisatawan juga mempengaruhi akan minat wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata tersebut. Begitupun sebaliknya apabila sebuah objek wisata memiliki kondisi fasilitas yang tidak lengkap dan aksesibilitas yang sulit untuk dijangkau, maka secara tidak langsung akan mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung. Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara tingkat daya tarik objek wisata dan karakteristik objek wisata digunakan uji statistik chi square.
Hubungan Tingkat Daya Tarik dengan Karakteristik Fasilitas Wisata
Tabel 5. Hasil Uji Chi Square berdasarkan karakteristik fasilitas Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2sided) Pearson 2.000 2 .368 a Chi-Square Likelihood 2.093 2 .351 Ratio N of Valid 10 Cases a. 6 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00. Pada hasil uji Chi-Square, kolom Asymp. Sig. (2-Sided) menunjukan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0,368 yang berarti lebih besar dari 0,05. Maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara jumlah tingkat daya tarik objek wisata dengan karakteristik fasilitas objek wisata.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Gambar 8. Hubungan tingkat daya tarik objek dengan karakteristik fasilitas Berdasarkan gambar diatas, ada kecenderungan bahwa semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan suatu objek maka tingkat daya tarik objek itu akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya apabila fasilitas yang tersedia tidak lengkap maka tingkat daya tarik objek tersebut akan rendah. Hubungan Tingkat Daya Tarik dengan Karakteristik Aksesibilitas
Tabel 6. Hasil Uji Chi Square berdasarkan karakteristik aksesibilitas Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi- 2.000 2 .368 a Square Likelihood 2.093 2 .351 Ratio N of Valid 10 Cases a. 6 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
Pada hasil uji Chi-Square, kolom Asymp. Sig. (2-Sided) menunjukan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0,368 yang berarti lebih besar dari 0,05. Maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara jumlah tingkat daya tarik objek wisata dengan karakteristik aksesibilitas objek wisata.
Gambar 9. Hubungan tingkat daya tarik objek dengan karakteristik aksesibilitas Berdasarkan gambar diatas, ada kecenderungan bahwa semakin mudah aksesibilitas menuju suatu objek maka tingkat daya tarik objek itu akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya apabila aksesibilitas menuju objek tersebut sulit maka tingkat daya tarik objek tersebut akan rendah.
KESIMPULAN
Tingkat daya tarik objek wisata di Kabupaten Kuningan tidak memiliki hubungan dengan karakteristik objek wisata. Ada beberapa objek wisata yang memiliki fasilitas yang lengkap atau memiliki aksesibilitas yang mudah namun tingkat daya tariknya rendah, hal ini dikarenakan kurang beragamnya atraksi wisata yang ditawarkan. Terlihat pada objek wisata Telaga Remis dan Balong Keramat Darmaloka. Ada pula objek wisata yang memiliki fasilitas yang tidak lengkap dan aksesibilitas yang sulit namun
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
tingkat daya tariknya tinggi, terlihat pada objek wisata Kolam Pemandian Cibulan. Hal ini dikarenakan banyaknya atraksi wisata yang dimiliki oleh objek wisata Kolam Pemandian Cibulan.
DAFTAR ACUAN [1]
Abipraja. 2005. Perilaku Wisatawan Nusantara Jurnal NEED: Lingkungan Manajemen Ilmiah. Vol 2 No. 1 hal 8-14. Universitas Pelita Harapan: Jakarta.
[2]
Bintarto. 1991. Metode Analisa Geografi. LP3ES: Jakarta.
[3]
Burton, Rosemary. 1995. Travel Geography. Pitman Publishing: London.
[4]
Butler, R. W., 1992. Alternative Tourism: The Thin Edge of The Wedge. In V. L. Smith, W. R. Eadington (Eds.), Journal : Tourism Alternatives: potentials and problems in the development of tourism (pp. 302–321). University of Pennsylvania Press: Philadelphia
[5]
Chen, J. S. and Uysal, M. (2002): Market positioning analysis – A hybrid approach. Journal : Annals of Tourism Research, 29 (4), 987-1003.
[6]
Dahuri, R. dan Iwan Nugroho. 2012. Pembangunan Wilayah (Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan). LP3ES: Jakarta.
[7]
Elliot-White, M.P., Finn, M., 1998. Growing in sophistication: the application of GIS in post-modern marketing, Journal of Travel and Tourism Marketing, 7(1), pp. 65–84
[8]
Ibanescu, Bogdan et al. 2012. Geographichal Approach of Tourism Phenomena – Between Undeniable Utility and Artifical Need. “Al.I.Cuza” University of Iasi, Faculty of Geography and Geology, Department of Geography, Bd.Carol I 20A, 700505, Iasi, Romania. Journal : LUCRĂRILE SEMINARULUI GEOGRAFIC “DIMITRIE CANTEMIR” NR. 33, 2012
[9]
Jansen-Verbeke, M. 1986. Inner City Tourism: Resources, Tourists, Promoters. Journal : Annals of Tourism Research, 13, 79-100.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013
[10]
Ludiro, Djamang. 2008. Model Spasial Pariwisata Urban Kota Cirebon. Jurnal Geografi, vol. 1, Januari 2008 hal 1-14. Depok: Departemen Geografi Universitas Indonesia.
[11]
Middleton, Victor T.C.1994. MarketingIin Travel And Tourism 2nd Edition. Martins the Printers Ltd. Great Britain
[12]
Moscardo, G. (2001). Visitor evaluations of built tourist facilities: pontoons on the Great Barrier Reef. Journal of Tourism Studies, 12 (1), 28-38.
[13]
Pemerintah Kabupaten Kuningan. 2007. Laporan Akhir Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Kuningan.
[14]
Pemerintah Kabupaten Kuningan. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010
[15]
Pemerintah Kabupaten Kuningan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009-2013
[16]
Pemerintah Kabupaten Kuningan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025
[17]
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 dan No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
[18]
Sewoyo, Hendro. 2004 Pariwisata dan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Kebudayaan dan Pariwisata Vol. X: Jakarta.
[19]
Siswanto, Herry. 2006. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Serta Alternatif Perencanaan Paket Wisata di Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Skripsi Sarjana. IPB: Bogor.
[20]
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar – Dasar Pariwisata. CV Andi Offset: Yogyakarta.
[21]
Tideswell, C. & Faulkner, B. (1999). Multidestination travel patterns of international visitors to Queensland. Journal of Travel Research, 37, 364-374.
[22]
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. CV Andi Offset: Yogyakarta.
[23]
Yoeti, Oka A. 2002. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Pradnya Paramita: Jakarta.
[24]
Yoeti, Oka. A. 1993. Pengantar Ilmu Pariwisata. Angkasa: Bandung.
Hubungan tingkat..., Adi Maulana, FMIPA UI, 2013