u
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Daya Tarik Wisata Palasari Bali
uw
PARIWISATA SPIRITUAL
N
iK ad ek
Ni Kadek Widyastuti Dermawan Waruwu I Ketut Suartana
Pustaka Larasan 2017 i
u uw ar W W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n PARIWISATA SPIRITUAL Daya Tarik Wisata Palasari Bali Penulis Ni Kadek Widyastuti Dermawan Waruwu I Ketut Suartana Tata Letak Slamat Trisila
N
iK ad ek
Rancang Sampul Ibed Surgana Yuga
Penerbit Pustaka Larasan Jalan Tunggul Ametung IIIA/11B Denpasar, Bali 80116 Ponsel: 0817353433 Pos-el:
[email protected] Cetakan Pertama: 2017 ISBN 978-602-1586-88-4
ii
KATA PENGANTAR
ar
uw
u
Oleh Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE. M.MA. MA.1
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
Pembangunan Pariwisata Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan dan mengusahakan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang pariwisata. Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu menggairahkan aktivitas bisnis untuk menghasilkan manfaat sosial. budaya, dan ekonomi yang signifikan bagi suatu negara. Ketika pariwisata direncanakan dengan baik, mestinya akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan pariwisata terlihat dari penerimaan pemerintah dari sektor pariwisata dapat mendorong sektor lainnya untuk berkembang. Keberhasilan yang paling mudah untuk diamati adalah bertambahnya jumlah kedatangan wisatawan dari periode ke periode. Pertambahan jumlah wisatawan dapat terwujud jika wisatawan yang telah berkunjung puas terhadap destinasi dengan berbagai atribut yang ditawarkan 1 Dosen Tetap Kepariwisataan pada Program Studi Manajemen Perhotelan Universitas Dhyana Pura, Alumni Program Doktor Pariwisata Universitas Udayana Bali, dan Alumni Program Master of Arts International Leisure and Tourism Studi, CHN University, Netherlands.
iii
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
oleh pengelolanya. Wisatawan yang puas akan cenderung menjadi loyal untuk mengulang liburannya dimasa mendatang, dan memungkinkan mereka merekomen teman-teman, dan kerabatnya untuk berlibur ke tempat yang sama. Fenomena yang terjadi pada trend pariwisata, khususnya di dunia saat ini adalah pesatnya pertumbuhan wisata rohani atau spiritual. Dari perspektif ekonomi, dampak positif pariwisata yaitu: (1) mendatangkan devisa bagi negara melalui penukaran mata uang asing di daerah tujuan wisata, (2) pasar potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat, (3) meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya terkait langsung atau tidak langsung dengan jasa pariwisata, (4) memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada sektor-sektor yang terkait langsung seperti perhotelan, restoran, agen perjalanan, maupun pada sektorsektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-jasa lain dan sebagainya, (5) sumber pendapatan asli daerah, dan (6) merangsang kreaktivitas seniman, baik seniman pengrajin industri kecil maupun seniman ‘tabuh’ dan tayang diperuntukkan konsumsi wisatawan. Kasus pembangunan pariwisata di banyak destinasi, memang tak terbantahkan telah menimbulkan dampak positif bagi perekonomioan regional dan nasional, namun patut pula diakui bahwa pariwisata juga menimbulkan dampak negatif antara lain, menyusutnya lahan pertanian untuk pembangunan pendukung infrastruktur pariwisata, meningkatnya kriminalitas, kepadatan lalu lintas, urbanisasi dan emigrasi, bermuculannya ruko-ruko, shopping centre yang melanggar tataruang wilayah, degradasi lingkungan iv
ar
u
uw
dan polusi. Dampak negatif yang disebutkan terakhir disebut eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif yaitu aktivitas kepariwisataan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, polusi air (sungai, laut dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
Daya Tarik Wisata Sejarah Daya tarik wisata pada awal perkembangan pariwisata di Indonesia adalah untuk mengistilahkan objek wisata, namun setelah Peraturan Pemerintah (PP) pada tahun 2009 diterbitkan, kata objek wisata selanjutnya tidak digunakan lagi untuk menyebut kata objek wisata yang merupakan suatu daerah tujuan para wisatawan. Untuk memahami pengertian dan makna dari kata daya tarik wisata tersebut, berikut dijabarkan pengertian daya tarik wisata dari beberapa sumber berikut ini: Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan. Pada dasarnya, daya tarik wisata dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni daya tarik wisata alamiah, dan daya tarik wisata buatan. Daya tarik wisata alamiah adalah daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari keadaan alam, flora dan fauna, sedangkan daya tarik wisata buatan merupakan hasil karya manusia yang terdiri dari museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan kompleks hiburan. Daya tarik v
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
wisata lainnya yakni minat khusus yang merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik sesuai dengan minat dari wisatawannya seperti berburu, mendaki gunung, menyusuri gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lainnya. Daya tarik daerah untuk tujuan wisata akan mampu menarik wisatawan untuk mengunjunginya jika memenuhi unsur-unsur daya tarik wisata, yakni: (1) Daya tarik yang dapat disaksikan (what to see), hal ini mengisyaratkan bahwa pada daerah harus ada sesuatu yang menjadi daya tarik wisata, atau suatu daerah mestinya mempunyai daya tarik yang khusus dan atraksi budaya yang bisa dijadikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam, kegiatan, kesenian, dan atraksi wisata. (2) Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to do), hal ini mengisyaratkan bahwa di tempat wisata, menyaksikan sesuatu yang menarik, wiatawan juga mesti disediakan fasilitas rekreasi yang bisa membuat para wisatawan betah untuk tinggal lebih lama di tempat tujuan wisata. (3) Sesuatu yang dapat dibeli (what to buy), hal ini mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata mestinya menyediakan beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat asal wisatawan. (4) Alat transportasi (what to arrived), hal ini mesti mampu dijelaskan bahwa untuk dapat mengunjungi daerah daya tarik tujuan wisata tersebut, kendaraan apa yang digunakan dan berapa lama wisatawan tiba ke tempat tujuan wisata yang akan dituju. (5) Penginapan (where to stay), hal ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal sementara bagi vi
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Wisata Rohani, Ziarah, Spritual? Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat– tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. Dalam hubungan ini, orang–orang Khatolik misalnya melakukan wisata ziarah ini ke Istana Vatikan di Roma, orang–orang Islam ke tanah suci, orang–orang Budha ke tempat–tempat suci agama Budha di India, Nepal, Tibet dan sebagainya. Di Indonesia banyak tempat–tempat suci atau keramat yang dikunjungi oleh umat-umat beragama tertentu, misalnya seperti Candi Borobudur, Prambanan, Pura Basakih di Bali, Sendangsono di Jawa Tengah, makam Wali Songo, Gunung Kawi, makam Bung Karno di Blitar dan sebagainya. Banyak agen atau biro perjalanan menawarkan wisata ziarah ini pada waktu–waktu tertentu dengan fasilitas akomodasi dan sarana angkuatan yang diberi reduksi menarik ke tempat–tempat tersebut di atas. Jika dilihat dari unsur-unsur pembentuk Daya Tarik Wisata yang Ideal, maka Palasari sebagai Daya Tarik Wisata
u
wisatawan yang berkunjung, daerah tujuan wisata perlu mempersiapkan penginapan-penginapan, seperti hotel berbintang atau hotel tidak berbintang dan sejenisnya.
vii
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Spritual, Rohani, atau Ziarah sudah dianggap memenuhi kriteria, yakni: [1] Apa yang dapat disaksikan (what to see) di Palasari? atraksi budaya (artefak bangunan Gereja, Bendungan Palasari, areal pertanian) dapat dipromosikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam berupa hamparan perkebunan, kegiatan keagamaan, ziarah di pemakaman Katolik, kesenian khas Jembrana, dan atraksi wisata lainnya. [2] Aktivitas wisata yang dapat dilakukan (what to do)? Palasari mengisyaratkan telah memenuhi unsur sebagai daya tarik wisata, karena wisatawan dapat melakukan aktivitas memancing, camping, trekking, dan aktivitas rohani Katolik [3] Apa yang dapat dibeli (what to buy)?, hal ini mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata Palasari telah memiliki beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat asal wisatawan. [4] Alat transportasi (what to arrived)?, Walaupun jarak Palasari dengan Kota Denpasar termasuk cukup jauh (120 km), namun Palasari sangat mudah diakses karena terletak dekat dengan jalan lintas DenpasaGilimanuk, dan dapat diakses dengan berbagai jenis kendaraan, seperti bus besar, mini bus, dan jenis kendaraan lainnya. [5] Adakah penginapan (where to stay)?, Poin ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal viii
u
uw
sementara bagi wisatawan yang berkunjung, Palasari telah mempersiapkan penginapan-penginapan, seperti hotel dan sejenisnya yang dibangun oleh pengusaha lokal maupun penduduk setempat.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Sesungguhnya jenis–jenis wisata lain dapat saja ditambahkan di sini, tergantung kapada kondisi dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri yang memang mendambakan industri pariwisatanya dapat maju dan berkembang. Pada hakekatnya semua ini tergantung kepada selera atau daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri pariwisata ini. Makin kreatif dan banyak gagasan–gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, makin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan industri ini, karena industri pariwisata pada hakikatnya kalau ditangani dengan kesungguhan hati mempunyai prospektif dan kemungkinan sangat luas, seluas cakrawala pemikiran manusia yang melahirkan gagasan–gagasan baru dari waktu–kewaktu. Pengembangan Palasari sebagai Daya Tarik Wisata Spritual dan berbagai strategi pengembangannya adalah usaha yang kreatif dan inovatif untuk memperkaya pembangunan sektor kepariwisataan Kabupaten Jembrana, Bali. Pengembangan daya tarik wisata Palasari diharapkan akan berdampak positif secara ekonomi, maupun dinamika pembangunan sosial dan budaya bagi Kabupaten Jembrana.
ix
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Tak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata telah menjadi salah satu komoditi yang menunjang perekonomian berbagai negara di dunia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia sangat memperhatikan sektor ini karena telah mampu menggenjot perekonomian masyarakat selama beberapa tahun terakhir. Wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan budaya, keindahan alam, dan bendabenda bersejarah lainnya telah memberikan daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara selama ini. Daerah Bali sudah lama terkenal di seluruh dunia serta menjadi penghasil devisa bagi daerah maupun negara selama ini. Pariwisata Bali salah satu ikon pariwisata nasional, karena memiliki daya tarik wisata berupa seni, budaya, benda-benda bersejarah, serta alam yang indah. Berbagai keunikan dan keindahan inilah sehingga Bali mendapat julukan: “Pulau Seribu Pura”, “The Island of Paradise”, dan “The Island of God”. Secara umum, pengelolaan dan pengembangan pariwisata Bali masih mengacu pada pendekatan kearifan lokal serta pariwisata berbasis masyarakat. Penduduk Bali mayoritas beragama Hindu. Kendati demikian, anggota masyarakat yang mendiami pulau ini juga memiliki latar belakang budaya, etnis, suku, dan agama yang beragam seperti agama Kristen, Katolik, Islam, Budha, dan Kong Hu Chu. Setiap kayakinan agama ini biasanya
uw
u
PENGANTAR
x
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
mendiami suatu wilayah tertentu, sehingga memiliki ciri khas sesuai dengan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Salah satunya adalah Desa Palasari yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Desa ini memiliki ciri khas serta nuansa agama Katolik tanpa menghilangkan budaya Balinya. Desa Palasari memiliki keunikan serta daya tarik wisata tersendiri bila dibandingkan dengan desa-desa lain di sekitarnya. Mulai dari lokasi pemukiman, tempat ibadah, serta ritual peribadatan dilakukan dengan perpaduan antara budaya Bali, Katolik, dan Eropa atau modern. Pada setiap kegiatan ibadah terlihat adanya suasana yang menggambarkan masyarakat Bali pada umumnya, tetapi mereka sebenarnya beragama Katolik. Gedung gereja yang berarsitektur Bali dan Eropa, Goa Maria sebagai tempat berdoa, keindahan alam yang dipoles dengan nuansa budaya Bali, serta bendungan Palasari sebagai sumber air yang kental dengan nilai-nilai religius. Jadi, setiap wisatawan yang datang ke Palasari akan diberikan kepuasan secara jasmani maupun rohani. Keunikan inilah yang membuat wisatawan domestik maupun mancanegara semakin tertarik untuk mengunjungi desa ini. Dengan demikian, buku ini merupakan hasil penelitian serta beberapa pengalaman dan pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama ini. Kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan informasi menarik serta pengetahun yang baru tentang jenis-jenis pariwisata di Indonesia, ciri khas pariwisata spiritual, konsep dan teori pariwisata spiritual, budaya organisasi spiritual, dan strategi pengembangan daya tarik wisata spiritual. Oleh xi
uw
u
sebab itu, kiranya buku ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat mengembangkan pariwisata spiritual di daerahnya masing-masing.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Denpasar, Februari 2017
xii
DAFTAR ISI
uw
u
KATA PENGANTAR
W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
DAFTAR ISI
ar
PENGANTAR PENULIS
BAB I. PARIWISATA INDONESIA
1.1 Dasar Hukum Kepariwisataan 1.2 Bali Ikon Pariwisata Nasional 1.3 Pariwisata Budaya 1.4 Pariwisata Alam
1.5 Pariwisata Spiritual
BAB II. PERKEMBANGAN PARIWISATA
DI INDONESIA
1.1 Penelitian Pariwisata 1.2 Potensi Wisata
1.3 Daya Tarik Wisata
N
iK ad ek
1.4 Motivasi Wisatawan 1.5 Persepsi Wisatawan
1.6 Strategi Pengembangan Pariwisata
BAB III. TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA 1.1 Teori Motivasi 1.2 Teori Persepsi xiii
1.3 Teori the Tourist Qualities of a Destination
uw
u
BAB IV. METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
1.3 Jenis dan Sumber Data
W
1.2 Lokasi Penelitian
ar
1.1 Rancangan Penelitian
1.4 Teknik Pengumpulan Data
1.5 Jenis dan Pengukuran Variabel 1.6 Teknik Analisis Data
1.7 Penyajian Hasil Analisis Data
BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL 1.1 Konsep Dasar Budaya Organisasi 1.2 Budaya Organisasi Spiritual
1.3 Hakikat Budaya Organisasi Spiritual
1.4 Karakteristik Budaya Organisasi Spiritual
1.5 Pembentukkan Budaya Organiasi Spiritual BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI
iK ad ek
1.1 Kondisi Geografis Palasari 1.2 Demografis Palasari 1.3 Sejarah Palasari
1.4 Daya Tarik Wisata Palasari
N
1.5 Potensi Wisata Palasari
xiv
BAB VII. DASAR PEMBENTUKAN PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI 1.1 Tuhan Yesus Hadir di Palasar
uw
u
1.2 Kepemimpinan Sang Guru Spiritual 1.3 Kehadiran Pemimpin Spiritua
W
ar
1.4 Peran Pemimpin Menuju Perubahan
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
BAB VIII. MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
1.1 Dasar Motivasi Wisatawan 1.2 Motivasi Fisik
1.3 Motivasi Kebudayaan 1.4 Motivasi Pribadi
1.5 Motivasi Status atau Prestise
BAB IX. PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
1.1 Persepsi Terhadap Atraksi Wisata 1.2 Persepsi Terhadap Aksesibilitas 1.3 Persepsi Terhadap Amenitas
N
iK ad ek
1.4 Persepsi Terhadap Organisasi
BAB X. FAKTOR PENGEMBANGAN PARIWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
1.1
Faktor Kekuatan
1.2
Faktor Kelemahan
1.3
Faktor Peluang
1.4
Faktor Ancaman xv
BAB XI. STRATEGI PENGEMBANGAN
1.3
Strategi Weaknesses Opportunities
1.4
Strategi Weaknesess Threats …
uw
Strategi Strenghts Threats
ar
1.2
W
Strategi Strenghts Opportunities
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
1.1
u
PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI
BAB XII. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA INDEKS
N
iK ad ek
PROFIL PENULIS
xvi
Dasar Hukum Kepariwisataan
N
ar
1.1
uw
u
bAB I Pariwisata INDONESIA
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
egara Indonesia merupakan salah satu kawasan yang memiliki daya tarik wisata yang unik, indah, dan langka di dunia. Daya tarik wisata ini berupa keindahan alam, seni, budaya, adat istiadat, benda-benda bersejarah, dan sebagainya. Pemerintah saat ini sedang menata dan mengembangkan segala potensi daya tarik wisata tersebut. Tujuan pengembangan daya tarik wisata ini adalah sebagai upaya pelestarian budaya serta menjadi identitas kebanggaan bangsa Indonesia di dunia internasional. Selain itu, keanekaragaman daya tarik wisata juga memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan devisa bagi daerah maupun negara selain komoditi alam lainnya. Sejak tahun 1978 pemerintah terus berusaha mengembangkan kepariwisataan di Indonesia. Dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978 menjelaskan bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan maupun pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan pelestarian budaya serta 1
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
keperibadian nasional. Pengembangan pariwisata yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta telah meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan dari suatu daerah ke daerah lain. Kunjungan wisatawan terus merangsang interaksi sosial dengan penduduk di sekitarnya sesuai dengan kemampuan mereka dalam beradaptasi baik di bidang ekonomi, kemasyarakatan maupun kebudayaan (Soebagyo, 2012: 17). Dasar hukum dalam pengembangan serta pengelolaan kegiatan kepariwisataan terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman dan fenomena sosial. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat atau stakeholder berusaha untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam pembangunan kepariwisataan di seluruh wilayah Indonesia yaitu dengan membuat Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah (pusat dan daerah), dan berbagai peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan. Salah satu peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
u uw
W
ar
Dasar hukum dalam pengembangan serta pengelolaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman dan fenomena sosial di masyarakat.
N
iK ad ek
Secara ringkas materi yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 di atas adalah hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia. Sumber daya manusia, sumber daya alam, dan modal yang tersedia harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga tercipta keanekaragaman daya tarik wisata di Indonesia. Dengan banyaknya daya tarik wisata diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta menambah devisa bagi daerah atau negara. Keberadaan pariwisata dapat juga memperluas serta membuka lapangan kerja baru secara khusus yang
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
berkompetensi dalam industri pariwisata. Selain itu, kehadiran pariwisata dapat mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan seni, budaya, dan adat istiadat suatu daerah, serta mendayagunakan daya tarik wisata tersebut sebagai strategi dalam memperat persahabatan antar suku, agama, ras, dan golongan di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan industri pariwisata di Indonesia tentu bukan pekerjaan yang mudah sekalipun sudah ada Undang-undang maupun kebijakan pemerintah sebagai dasar hukumnya. Pembangunan inPotensi sumber daya madustri ini masih mennusia, sumber daya alam, galami proses yang dan segala modal sosial cukup panjang. Oleh yang ada harus dimansebab itu, semua stakefaatkan secara maksiholder harus mampu mal, sehingga tercipta bekerjasama tanpa keanekaragaman daya harus mementingkan tarik wisata di Indonesia. ego sektoral, RAS, Dengan banyaknya daya dan kedudukannya tatrik wisata tersebut masing-masing. Nadiharapkan dapat menmun perlu dipahami ingkatkan pendapatan lebih awal oleh semua masyarakat dan menampihak yang terjun dabah devisa bagi daerah lam bisnis pariwisata ataupun negara. harus bersinergi dan
W
u uw
ar
Pembangunan industri pariwisata di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah, namun lebih penting dibutuhkan kerjasama yang baik antara semua stakeholder tanpa melihat ego sestoral, RAS, dan kedudukannya masing-masing.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
menyiapkan berbagai hal, antara lain: pembangunan struktur (fungsi, hierarki, dan hubungan) industri pariwisata, daya saing produk pariwisata, kemitraan usaha pariwisata, kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. Dalam pembangunan suatu destinasi pariwisata sudah sepatutnya memberdayakan masyarakat lokal. Selanjutnya, pembangunan daya tarik wisata terus ditingkatkan sehingga lebih baik dari sebelumnya, baik pembangunan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung kegiatan pariwisata lainnya. Setelah pembanguan yang bersifat mendasar tersebut, maka dilanjutkan dalam pembangunan pendukung yaitu pembangunan di bidang pemasaran (promosi). Promosi ini sangat diperlukan mengingat pangsa pasar industri pariwisata bukan saja diperuntukan bagi wisatawan domestik, melainkan bagi wisatawan mancanegara. Oleh sebab itu, pembangunan pemasaran ini harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Pemangku kepentingan dalam hal ini adalah pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. Semua stakeholder ini harus bertanggung jawab dalam membangun citra positif tentang pariwisata di Indonesia kepada dunia internasional. Secara garis besar ada dua manfaat dari kegiatan pariwisata pada suatu negara, yaitu: Pertama, pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam. Kedua, pariwisata menjadi faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya (Irianto, 2011: 57). Membangun citra positif terhadap pariwisata Indonesia cukup beralasan. Hal ini dikarenakan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi segenap umat manusia di dunia ini. Dengan demikian, pemerintah maupun pemerintah daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin setiap orang
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
yang berwisata pada suatu daerah dapat memperoleh kenyamanan dan keamanan. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan pada suatu daerah menunjukkan bahwa pengembangan serta pengelolaan objek wisata tersebut dilakukan dengan baik oleh stakeholder yang ada. Semakin tinggi minat wisatawan mengunjungi suatu wilayah berarti memberikan devisa bagi daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini pariwisata telah memberikan devisa yang cukup besar bagi daerah maupun negara. Pariwisata selain mendatangkan devisa bagi negara, juga membuka lapangan kerja baru yang dapat mengurangi pengangguran. Kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian bangsa Indonesia serta dapat meningkatkan kegiatan di sektor-sektor lain secara tidak langsung.
Meningkatnya kunjungan wisatawan pada suatu daerah menunjukkan bahwa pengembangan serta pengelolaan terhadap suatu objek wisata telah dilakukan secara maksimal oleh semua stakeholdernya. Semakin tinggi minat wisatawan berarti memberikan devisa serta mendapat citra positif terhadap objek wisata tersebut.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Wilayah Indonesia memiliki daya tarik wisata yang cukup banyak dan sangat unik dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hal ini didasarkan pada kondisi Indonesia secara geografis sebagai negara kepulauan yang kaya keindahan alam serta beraneka ragam kebudayaan. Kondisi geografis inilah yang menunjang keunikan serta daya tarik wisata tersebut. Banyak daerah tujuan wisata di Indonesia, salah satunya adalah pulau Bali. Daerah Bali sudah terkenal secara nasional maupun internasional. Bali merupakan ikon pariwisata nasional serta telah lama menjadi tujuan wisatawan domestik dan mancanegara selama beberapa tahun sampai saat ini. Bali memiliki keunikan tersendiri karena keindahan dan panorama alam serta adat istiadatnya yang beranekaragam bentuknya. Keunikan yang dimiliki oleh Pulau Bali membuat namanya terkenal di seantero dunia serta berbagai julukan disematkan padanya, seperti “Pulau Dewata” atau “The Island of God”, “Pulau Seribu Pura”, dan “The Island of Paradise”.
u
Bali Ikon Pariwisata Nasional
uw
1.2
Daerah Bali memiliki keindahan alam dan aneka ragam seni budaya. Berbagai julukan disematkan padanya, seperti “The Island of Paradise”, “The Island of God”, “Pulau Seribu Pura”, dan sebagainya. Berlibur ke Bali dapat memberikan suasana damai, romantis, dan terkenang sepanjang hayat.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Ketertarikan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara terhadap suatu objek wisata menjadi peluang besar bagi pariwisata Bali. Apalagi masyarakatnya sebagian besar membuka diri serta terlibat langsung terhadap keradaan pariwisata tersebut. Kawasan Bali telah mengalami beberapa perkembangan yang signifikan sehingga wisatawan terus tertarik untuk berlibur di daerah ini. Salah satunya dengan bertambahnya objek wisata serta semakin bervariasi atraksi wisata yang ditampilkan oleh masyarakat maupun pengelola pariwisata. Menurut Mahadewi (2004) dan Putra (2008) bahwa atraksi wisata merupakan faktor penting dalam meningkatkan kunjungan wisatawan yang datang ke Bali. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya ke Bali tentu menjadi kebanggaan bagi masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Perkembangan pariwisata Bali telah menjadi tolak ukur bagi objek wisata di Indonesia maupun negara ASEAN yang memiliki daya tarik wisata. Pariwisata Bali memiliki ciri khas dengan pendekatan pada pariwisata budaya. Ciri khas pariwisata budaya tidak berarti mengenyampingkan ciri khas lainnya seperti pariwisata alam dan pariwisata spiritual. Apalagi masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu yang kental dengan nuansa spiritualnya tentu saja menambah
u uw ar
W
Perkembangan pariwisata Bali menjadi tolok ukur bagi setiap objek wisata di seluruh Indonesia. Bahkan Bali juga telah menjadi rujukan bagi negara-negara ASEAN atau internasional selama ini. Pariwisata Bali memiliki ciri khas dengan pendekatan pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata spiritual.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
daya tarik tersendiri bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Selain itu, keberadaan agama Kristen, Katolik, Islam, Budha, dan Kong Hu Cu juga memberikan kontribusi positif terhadap keberadaan pariwisata spiritual tersebut. Keberagaman agama, etnis, dan suku di Bali menjadi modal penting dalam pengembangan pariwisata spiritual. Rasa toleransi serta kebinekaan sudah sejak lama masyarakat Bali wujudkan dalam realita kehidupan sosialnya. Lokasi tempat ibadah yang saling berdampingan yaitu Puja Mandala di Nusa Dua menjadi bukti toleransi tersebut. Selain daerah Puja Mandala ternyata objek wisata di Desa Palasari menjadi ikon pariwisata spiritual yang cukup terkenal di Bali. Oleh sebab itu, setiap wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Bali benar-benar merasa nyaman dan puas, bukan saja kepuasaan secara fisik namun kepuasan secara rohani. Jadi, daerah Bali bukan saja menyuguhkan pariwisata bernuansa budaya dan alam, tetapi juga wisata spiritual
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
(rohani) bisa didapatkan Keberagaman agama, di setiap kabupaten/kota etnis, dan suku di Bali di Provinsi Bali. menjadi modal pentDampak pengeming dalam pengembanbangan dan pengelolaan gan pariwisata spiritual. Rasa toleransi dan secara maksimal pada kebinekaan sudah sesetiap daya tarik wisata jak lama masyarakat di Bali ditujukan denBali wujudkan dalam gan adanya peningkarealita kehidupan sosialnya seperti lokasi tan jumlah kunjungan tempat ibadah yang wisatawan. Pengembansaling berdampingan. gan daya tarik wisata Bali secara umum tercermin dari rata-rata jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat selama 5 (Lima) tahun terakhir. Peningkatan jumlah wisatawan ini sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun 2008 ‑ 2012 Tahun
Jumlah Wisatawan (Orang)
Persentase Perubahan (%)
2008 2009 2010 2011 2012
1.968.892 2.229.945 2.493.058 2.756.579 2.892.019
13,25 11,79 10,57 10,49
Sumber: Disparda Provinsi Bali, 2013.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Jumlah wisatawan yang datang ke daearah Bali sejak tahun 2008 sampai 2012 terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini sangat bervariatif mulai tahun 2009 sebesar 13,25%. Peningkatan jumlah kunjungan ini selain daya tarik wisatanya juga didukung dengan program pemerintah pada tahun 2009 dengan slogan “Visit Indonesia Year”. Program ini terbukti dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia, secara khusus daerah Bali. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mulai dari 1.968.892 orang menjadi 2.229.945 orang. Demikian juga pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebanyak 2.493.058 orang (11,79%). Pada tahun 2011 meningkat menjadi 2.756.579 orang (10,57%) dan tahun 2012 sebanyak 2.892.019 orang (10,49%). Kendati mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya, namun pemerintah, pelaku usaha pariwisata, serta masyarakat terus berupaya mengembangkannya secara maksimal. Beberapa objek wisata baru yang menarik minat wisatawan sampai hari ini. Dalam konteks ini menegaskan bahwa pada dasarnya pariwisata itu bersifat dinamis, meningkatkan nilai ekonomi, serta berkelanjutan apabila dikembangkan dengan baik.
1.3
Pariwisata Budaya
Modal kepariwisataan (tourism assets) sering juga disebut sumber daya kepariwisataan (tourism resource)
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan suatu objek wisata. Suatu daerah dapat menjadi tujuan wisata apabila dikembangkan dengan baik. Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Menentukan potensi kepariwisataan di suatu daerah harus berpedoman pada apa yang dicari oleh wisatawan tersebut. Adapun modal atraksi yang menarik bagi setiap wisatawan, yaitu: alam, budaya, dan sumber daya manusia yang terdapat di daerah tersebut. Kebudayaan yang dimaksud di sini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak saja meliputi kebudayaan tinggi seperti kesenian atau kehidupan keraton, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengahtengah suatu masyarakat seperti pakaian, caranya berbicara, kegiatan di pasar, dan sebagainya. Menurut Koentjaraningrat (Herawati, 2010) bahwa kebudayaan itu diekspresikan dalam tiga wujud, yakni kebudayaan sebagai kompleks tingkah laku, kebudayaan sebagai ide gagasan nilai, dan kebudayaan sebagai hasil karya manusia. Jadi, semua tingkah laku dan hasil karya Pariwisata yang tetap eksis adalah pariwisata yang terus mengalami pengembangan sesuai kebutuhan wisatawan. Pariwisata bersifat dinamis serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
manusia (act dan artifact) dalam suatu masyarakat menjadi modal atraksi wisata (Soekadijo, 2000: 54). Ada satu pertanyaan penting yang bagi stakeholder terkait, yaitu “Apakah budaya Bali masih menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara maupun domestik sampai saat ini?” Berdasarkan Perda No.3/1991 pasal 3 tentang konsepsi pariwisata budaya menegaskan bahwa diharapkan adanya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara penyelenggaraan pariwisata dan kebudayaan Bali. Selain itu, mutu objek dan daya tarik wisata diharapkan semakin meningkat serta terus dilestarikan. Sebaliknya norma, nilai kebudayaan, dan agama harus dipertahankan untuk membendung pengaruh negatif dari aktivitas pariwisata yang sedang berkembang tersebut. Pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali tampaknya selaras dengan kecenderungan pariwisata global yang sedang berkembang saat ini. Sejak dua dekade terakhir ini di Eropa khususnya mulai digalakkan kembali pariwisata budaya (cultural tourism). Bentuk pariwisata budaya ini dikemas sedemikan rupa untuk dikonsumsi oleh para wisatawan yang berkecimpung pada situs arkeologi dan museum, arsitektur (reruntuhan bangunan, bangunan yang terkenal, seni (art), patung, kerajinan, galleri, festival dan event budaya, musik dan tari, bahasa dan kesusastraan, upacara agama dan ziarah, budaya tradisional atau primitif.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Budaya Bali tampaknya menjadi daya tarik yang paling dominan dalam perkembangan kepariwisataan nasional maupun global saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61% wisatawan yang berkunjung ke Bali karena ingin menikmati keunikan budaya, 32% disebabkan oleh keindahan alam atau panorama alam yang mempesona, dan sisanya mencari hal-hal lain (Mantra, 1992: 9). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi serta cara hidup orang Bali tampaknya memiliki daya tarik yang paling dominan bagi setiap wisatawan. Masyarakat Bali diharapkan untuk tetap memelihara, mempertahankan, dan melestarikan makna tradisi serta cara hidup yang diwarisi secara turun temurun tersebut. Oleh sebab itu, wisatawan tetap tertarik untuk datang ke Bali secara terus menerus. Bahkan selain tradisi dan cara hidup masyarakatnya, kebudayaan Bali dalam arti luas harus tetap dipelihara dan dilestarikan oleh semua elemen masyarakat, terlebih pemerintah daerah dan pusat.
Pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali selaras dengan kecenderungan pariwisata global yang sedang berkembang saat ini. Daerah Bali menyimpan segudang peninggalan sejarah peradaban masa lalu maupun era modern sehingga menjadi daya tarik bagi sejumlah wisatawan.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Pariwisata alam menjadi salah satu alternatif bagi setiap wisatawan yang berkunjung di Bali. Pariwisata alam di Bali sangat variatif seperti wisata arum jeram, wisata teras sering, wisata buah-buahan, wisata danau, wisata bendungan, wisata hutan yang dihuni oleh monyet, dan sebagainya. Wisata alam ini selalu memberikan kesejukan dan kenikmatan tersendiri bagi setiap wisatawan yang datang ke Bali. Wisata alam buatan seperti Bendungan Palasari merupakan tempat berwisata ideal bagi setiap orang yang berkunjung ke daerah Palasari Bali. Bendungan Palasari pada awalnya berfungsi sebagai pengendali banjir dan irigasi untuk pertanian. Pembangunan Bendungan Palasari ini dimulai sekitar tahun 1986 dengan luas sekitar 100 hektar. Selain berfungsi sebagai penampung air hujan dan pengendali banjir juga sebagai wisata alternatif di kawasan Kabupaten Jembrana. Bendungan ini di latar belakangi oleh hutan lindung yang cukup bagus serta mempunyai hawa sejuk, sehingga cocok untuk wisata tirta serta wana wisata di daerah sekitarnya. Bendungan ini sudah dilengkapi dengan sampan (perahu), sehingga wisatawan bisa berekreasi mengelilingi bendungan tersebut. Keberadaan Bendungan Palasari ini memiliki nilai yang sangat strategis karena selain pemanfaatan
u
Pariwisata Alam
uw
1.4
16
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
air untuk irigasi, bendungan ini juga memiliki nilai eksotik sehingga banyak memikat hati wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke sana. Aliran airnya yang jernih terus mengalir dari kawasan pegunungan sehingga berpadu dengan hamparan sawah di sekelilingnya. Keindahan aliran air ini menambah daya tarik bagi wisatawan yang datang ke bendungan tersebut.
1.5
Pariwisata Spiritual
N
iK ad ek
Salah satu desa yang menjadi daya tarik wisata spiritual (wisata rohani) yang sudah cukup terkenal di daerah Bali yaitu Desa Palasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Desa Palasari yang mayoritas penduduknya beragama Katolik memiliki keunikan serta keindahan pada arsitektur gedung gerejanya. Keunikan bangunan Gereja Katolik ini terletak pada perpaduan antara arsitektur Belanda dan Bali. Gereja ini sudah berusia tua, tetapi kondisi gedungnya masih terlihat sangat kokoh dan modern. Gedung gereja ini bisa dikatakan gedung bersejarah di Desa Palasari, Bali. Keunikan lainnya adalah gereja Katolik di Palasari memiliki perpaduan akulturasi budaya Kristen dengan budaya Bali pada umumnya. Hal ini terlihat pada saat memasuki gapura dihiasi dengan ukiran Bali. Sementara di dalam gedung gereja, wisatawan 17
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
u uw ar
W
Penduduk Desa Palasari mayoritas beragama Katolik. Gereja Katolik di daerah ini merupakan kolaborasi antara arsitektur Belanda dan Bali. Keunikan gereja ini terletak pada perpaduan antara budaya Kristen dengan budaya Bali, sehingga nuansa peribadatannya seperti masyarakat Bali pada umumnya.
N
iK ad ek
dimanjakan dengan foto-foto yang memperlihatkan sejarah pembangunan gereja tersebut. Selain itu, mulai dari altar, salib, dan ornamen di dalam gereja semuanya terlukis dengan perpaduan budaya Bali dan nilai-nilai kekristenan. Pada patung Bunda Maria dan Yesus yang terdapat di sisi kanan dan kiri altar terdapat payung atau tedung yang biasa dipakai dalam adat Bali. Selain terkenal dengan gerejanya, Desa Palasari juga memiliki objek wisata spiritual lain yang sering dikunjungi oleh wisatawan, yaitu Goa Maria (Palinggih Ida Kaniaka Maria). Palinggih Ida Kaniaka Maria berarti tempat suci bagi Bunda Maria. Goa Maria di Palasari menjadi pusat ziarah (spiritual tourism) yaitu tempat umat memanjatkan doa supaya mendapatkan mujizat kesembuhan dari Tuhan. Perpaduan budaya Bali bukan saja hanya terlihat pada gedung gereja tetapi dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Setiap hari raya besar seperti Natal
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
dan Paskah, dekorasi gedung gereja dihiasi dengan pohon natal serta berbagai sesaji dalam kombinasi buah dan janur (gebogan). Pada gapura gereja dan pintu masuk rumah masyarakatnya dihias dengan penjor. Demikian pula busana yang dikenakan oleh jemaat pria dan wanita semuanya bernuansa adat Bali. Perpaduan antara budaya Bali dengan nilainilai kekristenan secara khusus yang beragama Katolik di Palasari merupakan tradisi yang diwarisi secara turun temurun. Umat katolik di desa ini berupaya melestarikan warisan seni budaya Bali melalui nilainilai spiritual yang dianutnya. Pelestarian seni budaya Bali ini merupakan salah satu bentuk dalam memelihara dan memantapkan kerukunan hidup beragama antara umat Hindu dengan Katolik maupun agama lain. Toleransi kehidupan beragama ini begitu kuat yang tercermin dalam penggunaan bahasa Bali dalam kidung kebaktian (lagu rohani) yang juga diiringi dengan gong yang biasa digunakan oleh umat Hindu selama ini pada setiap banjar di seluruh Bali.
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
P
W
2.1 Penelitian Pariwisata
ar
uw
u
BAB II PERKEMBANGAN PARIWISATA DI INDONESIA
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
ariwisata merupakan pilar pembangunan nasional. Dengan adanya sektor pariwisata di Indonesia mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan devisa, pajak, maupun pengentasan kemiskinan. Walaupun dalam praktiknya selama ini masalah kemiskinan pada setiap daerah wisata masih cukup tinggi. Kendati demikian, pembangunan pariwisata dapat meningkatkan perekonomian suatu negara dikarenakan sektor ini memberikan peluang dalam pergerakan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Dampak krisis ekonomi global juga sema kin mendorong negara-negara di beberapa belahan dunia untuk memprioritaskan pembangunan pada sektor pariwisata sebagai upaya pemulihan ekonomi tersebut. Untuk menjawab tujuan dan manfaat pariwisata di atas, maka para peneliti berupaya keras melakukan penelitian di berbagai daerah yang telah menjadi tujuan wisatawan selama ini. Berikut ini merupakan hasil penelitian dari beberapa peneliti yang berkaitan dengan
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
u uw ar
W
Persepsi wisatawan terhadap keberadaan objek wisata Tanah Lot di Bali menunjukkan pada level yang cenderung baik. Oleh sebab itu, melalui sektor pariwisata, pemerintah mampu meningkatkan penerimaan devisa, pajak, maupun pengentasan kemiskinan.
N
iK ad ek
dampak kunjungan wisatawan pada suatu objek wisata di seluruh Indonesia. Hasil penelitian Sujana (2009) yang berjudul “Persepsi wisatawan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke daya tarik wisata Tanah Lot, Tabanan Bali” menunjukkan bahwa persepsi wisatawan terhadap objek wisata Tanah Lot secara umum baik. Kendati pada dasarnya persepsi ini baik, namun pada kenyataannya terdapat sedikit perbedaan antara persepsi wisatawan domestik dengan wisatawan mancanegara terhadap keberadaan objek wisata Tanah Lot tersebut. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 155 sampel persepsi maka diperoleh hasil bahwa skor rata-rata variable 4,03 yang masuk dalam kategori baik pada skala Likert. Perbedaan ini terletak pada kepentingan masing-masing wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Selanjutnya, penelitian Pradnyani (2012) dengan judul “Persepsi wisatawan mancanegara terhadap
W
u uw
ar
Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kawasan wisata Senggigi, cukup baik. Fasilitas dan daya tarik wisata merupakan komponen utama yang dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
fasilitas dan daya tarik wisata di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat”. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa fasilitas dan daya tarik wisata merupakan komponen utama yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi pariwisata. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah wisatawan mancanegara yang berasal 15 negara. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap fasilitas pariwisata memiliki nilai rata-rata 3.18%. Sementara penilaian yang baik diberikan terhadap daya tarik wisata dengan nilai rata-rata 3.51%. Penelitian ini menggunakan teori persepsi, teori pertukaran sosial, dan teori siklus hidup area wisata. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) tentang “Persepsi wisatawan domestik (Bogor) terhadap “the island of paradise” menunjukkan hubungan yang saling mempengaruhi antara motivasi dan persepsi. Wisatawan domestik yang berasal dari Bogor memiliki motivasi dan persepsi yang cenderung positip terhadap keberadaan pariwisata Bali. Padahal daerah Bogor
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
merupakan daerah wisata yang cukup menarik di Indonesia. Hanya saja kelebihan Bali tentu tidak bisa dibandingkan dengan daerah wisata lain di seluruh Indonesia. Penelitian mengenai persepsi konsumen yang dilakukan oleh Suradnya bersama rekan-rekannya (2002) membuktikan bahwa persepsi konsumen merupakan faktor yang paling menentukan dalam memilih tempat wisata yang akan dikunjunginya. Pada umumnya wisatawan memilih daerah tujuan wisata tergantung pada pilihan produk wisata yang tersedia di daerah tujuan wisata tersebut. Apabila wisatawan merasa puas selama berwisata maka dapat dipastikan akan kembali mengunjungi daerah itu dalam waktu Peningkatan jumcepat atau lambat. Semua lah wisatawan tertergantung pada kepuasaan hadap objek wisata wisatawan pada daerah apabila daya tarik wisata yang terseyang dikunjunginya. dia berbeda denK e p u a s a a n gan daerah asalwisatawan bisa diukur nya. Memberikan melalui pelayanan selama kepuasan kepada wisatawan salah melakukan kunjungan satu solusi dalam pada objek wisata. Salah mempertahankan satu indikator kepuasaan eksistensi destinasi wisatawan terletak pada wisata tersebut. pelayanan hotel tempat
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
meraka menginap. Persepsi konsumen ini sangat bergantung pada pelayanan hotel pada setiap daerah wisata. Penelitian Putra (2009) dengan judul “Persepsi wisatawan terhadap pelayanan hotel melati di kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar”. Hasil penelitian ini menunjukkan sebuah kepuasan kendati masih perlu lagi ditingkatkan pelayanan pada hotel tersebut. Implikasi terhadap pelayanan hotel melati di kawasan Ubud perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan sehingga dapat bersaing dengan hotel berbintang di sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kepuasaan wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah wisata ditentukan oleh pelayanan yang maksimal serta fasilitas yang memadai. Motivasi wisatawan untuk terus mengunjungi daerah wisata karena memiliki daya tarik wisata yang unik, indah, serta pelayanan dan fasilitas yang memudahkan wisatawan tersebut beraktivitas selama di daerah tersebut. Oleh sebab itu, kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan pengusaha pariwisata dapat terjalin dengan baik serta tetap memberikan pelayanan yang maksimal kepada setiap wisatawan yang berkunjung di daerahnya.
2.2 Potensi Wisata Istilah potensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
(kekuatan, kesanggupan, daya) sedangkan kata potensial mempunyai arti potensi (kekuatan, kesanggupan, kemampuan). Menurut Pendit (1999) dalam buku Ilmu Pariwisata bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi wisata tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Pertama, potensi budaya adalah potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat baik itu adat istiadat, mata pencaharian, kesenian, dan budaya. Kedua, potensi alamiah adalah potensi yang ada di masyarakat berupa potensi fisik dan geografi seperti alam. Ketiga, potensi manusia adalah manusia juga memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat pementasan tarian/pementasan seni budaya suatu daerah. Mariotti (Yoeti, 1983) mengemukakan bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata serta merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut Gunn bahwa potensi wisata ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan didasarkan pada empat aspek, yaitu: mempertahankan kelestarian lingkungannya, meningkatkan kesejahteraan ma syarakat di kawasan tersebut, menjamin kepuasan pengunjung, meningkatkan keterpaduan dan unit pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya (Gunn, 1994: 26).
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa kepariwisataan merupakan usaha yang menyediakan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggara pariwisata. Sementara daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan serta nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dengan demikian, pengembangan pariwisata pada umumnya bertujuan untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan serta meningkatkan mutu objek daya tarik wisata. Dalam pembangunan objek wisata dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan kelestarian budaya dan lingkungan (Widyastuti, 2010). Daya tarik wisata yang baik memiliki empat ciri khas, yaitu: keunikan, orijinalitas, otentisity, dan keragaman. Keunikan ini diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas yaitu mencerminkan suatu
u
2.3 Daya Tarik Wisata
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan keanekaragaman kekayaan alam, budaya, serta hasil buatan manusia sehingga menjadi tujuan wisatawan.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
keaslian dan kemurnian objek wisata tersebut. Apakah objek wisata itu terkontaminasi atau mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisity di sini juga mengacu pada keaslian bendanya. Otensitas lebih sering dikaitkan dengan keantikkan atau eksotisme suatu daya tarik wisata (Damanik dan Weber, 2006: 13). Daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata pada sebuah destinasi (Ismayanti, 2009: 147). Dengan kata lain, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat atau daerah wisata. Dengan melihat definisi daya tarik wisata di atas, maka setiap wilayah memungkinkan untuk dijadikan sebagai daya tarik bagi wisatawan apabila dikelola dan dikembangkan secara maksimal. Jenis-jenis daya tarik wisata ini berupa wisata rekreasi, wisata agro, wisata belanja, wisata budaya, wisata alam, wisata kuliner, dan wisata religi (spiritual tourism). Secara kualitasnya maka wisata religi ini paling unik dan mengesankan karena setiap wisatawan dapat memberikan kepuasaan bagi jasmani maupun rohaninya. Wisata religi merupakan indikator yang berkontribusi paling kuat dalam membentuk kepuasan konsumen (wisatawan).
2.4 Motivasi Wisatawan Secara umum keberadaan pariwisata di Indonesia diawali pada tahun 1988 yang ditandai
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
dengan tema tahunan kunjungan seni dan budaya. Melalui program ini wisatawan didorong untuk datang serta menyaksikan pergelaran seni dan budaya yang ada di seluruh Indonesia. Kunjungan wisatawan makin digalakkan dengan adanya program tahunan kunjungan yang dimulai pada tahun 1991, sehingga banyak wisatawan mancanegara termotivasi untuk datang ke Indonesia. Sebab, wisatawan yang datang ke Indonesia memiliki motivasi yang berbeda-beda. Motivasi ini merupakan faktor penting bagi setiap wisatawan dalam mengambil keputusan tentang daerah yang akan dikunjunginya. Motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini seringkali tidak disadari oleh wisatawan itu sendiri (Pitana & Gayatri, 2005: 56). Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah sangat beragam. Ditinjau dari aspek sifatnya maka setiap wisatawan memiliki motivasi umum dan
Motivasi wisatawan ketika mengunjungi suatu daerah sangat beragama karena untuk menikmati keindahan alam, keunikan suatu daerah, serta berbagai atraksi wisata yang dipentaskan. Oleh sebab itu, setiap wisatawan belum tentu memiliki keinginan yang sama pada suatu tempat ketika bersama rombongannya. 29
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
motivasi khusus. Motivasi perjalanan dikatakan umum apabila motivasi ini mendorong seseorang hanya sekedar untuk beralih tempat. Suatu motivasi menjadi khusus atau selektif bilamana wisatawan terdorong untuk mengunjungi suatu objek wisata atau negara tertentu untuk menikmati atraksi wisata yang ada pada daerah tersebut. Motivasi yang spesifik seperti halnya motivasi umum akan berbeda dari satu orang dengan lainnya. Semuanya bermuara pada faktor apa yang mendorong wisatawan berkunjung ke suatu destinasi wisata tersebut (Murphy, 1985).
2.5 Persepsi Wisatawan
N
iK ad ek
Kata Persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu “perception” yang berarti penglihatan atau daya memahami. Menurut Jalaludin (1998: 51) persepsi merupakan sebuah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga dapat didefinisikan sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek-objek eksternal. Persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indera. Selain itu, persepsi ini timbul karena adanya informasi yang diinterpretasikan. Informasi yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui sensasi atau indera. Persepsi merupakan suatu proses yang
30
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
didahului melalui penginderaan, proses berwujud diterimanya rangsangan oleh individu melalui alat reseptornya (alat inderanya). Namun menurut Walgito, Hamner maupun Organ (Emi, 2002) menjelaskan bahwa bila ditinjau dari proses psikologi maka proses ini tidak berhenti sampai pada panca indera semata tetapi rangsangan ini diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak. Suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan memperoleh petanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya”. Jadi persepsi adalah dasar proses psikologis. Oleh sebab itu, setiap individu menyadari apa yang dilihatnya, didengarnya, dan sebagainya. Proses inilah yang membuat persepsi setiap orang terhadap sesuatu menjadi sempurna. Agar setiap orang memperoleh persepsi yang lengkap terhadap sesuatu maka ada beberapa syarat yang harus dipenuihi, yaitu: 1. Perhatian, merupakan syarat psikologis dalam individu mengadakan persepsi yang merupakan langkah persiapan. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh individu yang ditunjukkan pada suatu kelompok objek. 2. Adanya objek yang dipersepsi, menimbulkan rangsangan, mengenai alat inderanya (reseptor). 3. Alat indera (reseptor) yaitu alat untuk menerima rangsangan. 31
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Jadi, persepsi merupakan suatu aktivitas individu untuk mengenali suatu objek melalui inderanya yang kemudian diteruskan ke otak, sehingga individu dapat memberikan tanggapan terhadap objek tersebut dengan sadar. Dengan demikian, persepsi dalam kaitannya dengan pariwisata adalah pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh panca indera bagi setiap wisatawan yang diproses secara psikologis sehingga persepsinya menjadi lengkap dan bahkan sempurna terhadap sesuatu hal. Persepsi adalah suatu proses penginderaan serta proses psikologis seseorang terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Jadi, persepsi pariwisata merupakan suatu pengetahuan wisatawan secara lengkap yang ditangkap oleh panca inderanya serta diproses secara psikologis sehingga memberikan penilaian terhadap objek wisata tersebut.
N
iK ad ek
2.6 Strategi Pengembangan Pariwisata
Pengembangan suatu kawasan wisata perlu memperhatikan beberapa kriteria agar dapat memberikan arahan yang jelas dan berhasil tentunya. Strategi pengembangan pariwisata salah satunya diperkenalkan oleh Rev Ron O’grady (Suwantoro, 2004: 81) sebagai berikut: 32
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
1. Decision making about the form of tourism in any place must be made in consultation with the local people and be acceptable to them. 2. A reasonable share of the profit deliver from tourism must return to the people. 3. Tourism must be based on sound environment and ecological principles, be should not place any members of the host community in a position inferiority. 4. The number of the tourism visiting any area should not be such that they overs helm the local population and the possibility of genuine human encounter.
N
iK ad ek
Dengan demikian, pengembangan pariwisata juga tidak terlepas dari komponen dasar yaitu proses perencanaan, berupa: a) Atraksi wisata dan aktivitasnya. b) Fasilitas akomodasi dan pelayanan. c) Fasilitas lainnya dan jasa seperti, operasi perjalanan wisata, tourism information, restaurant, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos. d) Fasilitas dan pelayanan transportasi. e) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbah dan telekomunikasi. f) Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, 33
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u
ar
Dalam menerapkan strategi pengembangan pariwisata ini tentu saja harus memperhatikan lingkungan internal dan eksternal suatu daerah wisata. Lingkungan internal menekankan pada faktor-faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan lingkungan eksternal menekankan pada faktor-faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Kedua faktor di atas bila digabungkan dikenal dengan istilah analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunity and threats). Selain itu, strategi lainnya dalam mengembangkan suatu destinasi wisata yaitu lingkungan internal dalam matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan lingkungan ekternal dalam matrik EFAS (External Factor Analisys Summary). Dari kedua matrik IFAS dan EFAS digabungkan akan menghasilkan strategi umum (grand strategy) yang kemudian dipadukan dalam matrik SWOT. Penggabungan kedua matrik ini bisa menghasilkan empat set alternatif strategi dalam pengembangan daerah wisata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh destinasi wisata tersebut.
uw
perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi structural private dan public serta program sosial ekonomi dan lingkungan.
34
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dalam mengembangkan suatu daerah agar menjadi daya tarik wisata serta sesuai harapan wisatawan, maka diperlukan kerjasama yang berkelanjutan dengan semua pihak. Stakeholder yang dimaksud berupa departemen konservasi alam, departemen pariwisata, pelaku industri pariwisata, tokoh masyarakat, akademisi, dan peneliti serta keterlibatan masyarakat lokal. Peran semua pihak di atas sangat diperlukan, namun penting untuk dipahami oleh pemegang kebijakan yaitu pemerintah harus memperhatikan secara serius masyarakat lokal tersebut. Keterlibatan penduduk lokal sangat bermanfaat dalam pengembangan destinasi wisata karena mereka lebih mengetahui tentang daerah mereka serta sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya masingmasing, tetapi memiliki fokus dan tujuan bersama yaitu mengembangkan destinasi wisata tersebut.
35
36
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
W
D
ar
uw
u
BAB III TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
alam mengembangkan suatu daerah menjadi tempat wisata tentu saja diperlukan beberapa teori dasar untuk membedah persoalan yang ada di wilayah tersebut. Secara umum teori pariwisata sudah cukup banyak beredar dalam setiap buku maupun hasil penelitian para peneliti. Penggunaan teori-teori ini didasarkan pada persoalan atau bidang kajian yang diteliti pada suatu wilayah atau objek penelitian. Artinya, tidak semua teori pariwisata digunakan dalam menganalisis suatu fenomena kepariwisataan. Oleh sebab itu, ada beberapa teori yang disajikan dalam buku ini untuk memperdalam kajian-kajian pariwisata yang sesuai dengan masalah yang sedang diteliti ataupun menjadi referensi tambahan pada kajian-kajian ilmu sosial humaniora yang berkaitan dengan kepariwisataan.
3.1 Teori Motivasi Motivasi adalah hasil proses yang bersifat internal atau ekternal bagi seorang individu yang menimbulkan sikap entusias dan persistensi untuk mengikuti 37
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
arah tindakan-tindakan Motivasi merupakan tertentu (Winardi, 2002: proses internal mau25). Oleh sebab itu, mopun eksternal yang tivasi merupakan hal timbul dari setiap yang sangat mendasar orang terhadap sesuatu hal yang ada di dalam mempelajari tensekitarnya. Motivasi tang wisatawan maupun seseorang didasarkan pariwisata secara keselupada kebutuhan-keruhan karena motivasi butuhan fisik, rohani atau psikologisnya. merupakan trigger dari proses perjalanan wisata. Walaupun motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Pitana & Gayatri 2005: 58). Menurut Abraham Maslow (1943) pada prinsipnya manusia memiliki lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: kebutuhan fisik (fisiological need), kebutuhan rasa aman, (security need), kebutuhan sosial (social need), kebutuhan penghargaan atau pengakuan (esteem need), dan kebutuhan jati diri (self actualization need). Jika kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Pada proses seperti ini manusia memiliki sifat tidak pernah merasa puas tentang yang telah dimilikinya. Dengan mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow di atas, maka moti38
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
vasi setiap wisatawan dalam melakukan perjalanan ke suatu destinasi wisata dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Pertama, physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), meliputi yang berhubungan dengan istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, bersantai dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan kesehatan jasmani seseorang. Keseluruhan motivasi-motivasi ini memiliki satu kesamaan yaitu pengurangan ketegangan melalui aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik. Kedua, cultural motivator (motivasi kebudayaan) diidentifikasikan dengan keinginan wisatawan untuk mengetahui musik, seni, sejarah, tari-tarian, lukisanlukisan, agama dan aktivitas-aktivitas budaya dari negara-negara lain. Ketiga, interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi) yang mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mengunjungi teman dan keluarga, pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemuan-pertemuan baru dan seterusnya. Keempat, status dan prestige motivators (motivasi karena status atau prestise) yaitu motivasi-motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalanan-perjalanan yang berkaitan dengan bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi 39
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
dan pendidikan, seringkali ketertarikan pekerjaan atau profesi. Motivasi-motivasi seperti keinginan untuk diakui, diketahui, penghargaan dan reputasi yang baik dapat diraih dengan melakukan perjalanan. Selain keempat dasar motivasi di atas, maka McIntoch dan Goeldner (1986: 124-125) menegaskan bahwa motivasi utama seseorang untuk melakukan perjalanan wisata didorong oleh motivasi fisik, budaya, motivasi antar orang, serta pengembangan status dan pribadi. Pengertian dari masing-masing motivasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Motivasi fisik, motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan untuk beristirahat, mengurangi ketegangan dan penyegaran pada tubuh dan pikiran melalui aktifitas fisik seperti berpartisipasi dengan olah raga, bersantai atau dapat juga berhubungan dengan kesehatan. b. Motivasi budaya, yaitu adanya keinginan utuk melihat dan mempelajari mengenai kota lain seperti musiknnya, makanan, sejarah, agama, dan kesenian. c. Adanya keinginan untuk bertemu dengan orang baru, mencari teman, melarikan diri dari rutinitas disebut motivasi antar pribadi. d. Motivasi pengembangan status dan pribadi adalah motivasi yang lebih mementingkan kebutuhan akan ego dan pengembangan pribadi, 40
W
ar
u
uw
seperti keinginan untuk dikenal, dihormati, dan diperhatikan. Teori motivasi ini digunakan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai motivasi wisatawan untuk memilih mengunjungi suatu daerah wisata.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Motivasi setiap wisatawan saat melakukan perjalanan wisata dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), cultural motivator (motivasi kebudayaan), interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi), dan status dan prestige motivators (motivasi karena status atau prestise).
3.2
Teori Persepsi
N
iK ad ek
Menurut Assael (Suradnya dkk, 2002: 2) bahwa persepsi diartikan sebagai “the process by which people select, organize, and interpret sensory stimuli into a meaningful and coherent picture” atau dengan kata lain “the way consumers view an object (e.g., their mental picture of a brand or the traits they attribute to the brand”. Dalam hal ini, persepsi merupakan suatu proses pengenalan terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan pancaindra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar. Dari 41
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
setiap proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari alam individu tersebut. Dengan demikian persepsi seseorang sangat tergantung pada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan segala stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Dengan kata lain, persepsi bersifat subjektif yaitu wisatawan yang berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbeda pula. Pernyataan di atas sejalan dengan Robbins dan Judge (2008: 175) yang mengatakan bahwa persepsi sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Seharusnya tidak perlu ada perbedaan tersebut. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk bahkan terkadang mengubah persepsi karena: (a) faktor yang terletak dalam diri pembentuk persepsi; (b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan; dan, (c) faktor situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Persepsi diidentifikasi sebagai suatu proses di mana individu memilih, mengorganisasikan, mengartikan stimulus yang diterima melalui alat indranya menjadi suatu makna (Rangkuti, 2003: 33). 42
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Selanjutnya, Rangkuti menambahkan bahwa persepsi berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada waktu tertentu. Persepsi dapat terjadi kapan saja, yaitu saat stimulus menggerakkan indra. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi prilaku dan membentuk sikap. Menurut Schiffman-Kanuk (Widjaja, 2009: 32), persepsi sebagai suatu proses di mana individu menyeleksi, mengorganisasi, dan menerjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti. Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh Rangkutti (2003: 32) bahwa persepsi pelanggan didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Persepsi merupakan suatu proses pengenalan setiap individu terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan panca indra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar serta segala gejala alam di sekitarnya. 43
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu hal yaitu faktor eksternal dan internal. Kedua faktor ini diuraikan oleh Rangkuti (2003) sebagai berikut: 1) Faktor Eksternal. Pada faktor eksternal ini dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara objektif. Kedua, novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik unutk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama. Ketiga, velocity percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat. Keempat, conditional stimuli yaitu stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain-lain. 2) Faktor Internal. Pada faktor internal juga dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, motivation, misalnya merasa lelah unutk menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat. Kedua, interest, halhal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik. Ketiga, needs, kebutuhan pada hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. Keempat, assumptions, persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain. Dalam konteks ini menegaskan bahwa konsep persepsi dapat diartikan dengan suatu proses individu
44
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
untuk menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh indera untuk diberi makna secara subkektif. Pemberian makna ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan luar individu tersebut. Dengan demikian, persepsi seseorang terhadap objek wisata semakin lengkap dan memberi penilaian apakah akan kembali berkunjung ke daerah itu atau tidak.
3.3 Teori the Tourist Qualities of a Destination
N
iK ad ek
Menurut Burkat dan Medlik (1976: 44) bahwa seberapa penting unit geografis sebuah destinasi wisata ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: atraksi, aksesibilities, dan fasilitas. Atraksi wisata adalah suatu perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup seni budaya, serta sejarah bangsa, dan tempat atau fenomena alam yang mempunyai daya tarik. Atraksi wisata dapat berupa sumber daya alam, budaya, etnisitas, ataupun hiburan (Latupapua, 2011). Atraksi di sini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: objek wisata (site attraction) dan atraksi wisata (event attraction). Objek wisata bersifat statis, terikat pada tempat, dapat dijamah (tangible) seperti: pantai, gunung, danau,pemandangan alam, taman nasional. Sedangkan Atraksi wisata (event attraction) bersifat dinamis yang mencerminkan adanya gerak, tidak terikat tempat dan tidak dapat dijamah seperti: adat istiadat, pakaian tradisional, seni budaya yang 45
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
melekat pada kehidupan masyarakat, upacara ritual keagamaan (caretourism.wordpress.com). Menurut Kuncoro (Nandi, 2008) bahwa atraksi wisata dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) atraksi sumber daya alam adalah setiap ekosistem dan segala isinya. Sumber daya alam fisik dan hayati merupakan atraksi wisata yang dapat dikembangkan untuk objek wisata alam; (2) atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya (agama, budaya modern, museum, galeri, seni, situs arekeologi, bangunan), tradisi (kepercayaan, animisme budaya, festival) dan peristiwa olahraga (olimpiade, piala dunia, turnamen). Atraksi dapat berbentuk atraksi situs (contohnya kongres-kongres, pameran dan acara olah raga), yang keduanya memiliki sebuah pengaruh gravitasional pada orang-orang bukan penduduk. Selanjutnya dapat diartikan aksesibilitas adalah sebuah fungsi dari jarak antar pusat-pusat populasi, yang berbentuk pasar wisatawan, dan dari transportasi eksternal dan komunikasi yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Fasilitas pada setiap destinasi mencakup akomodasi, cattering, hiburan, dan juga transportasi internal dan komunikasi, yang memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama tinggal di tempat tersebut. Jelas bahwa fasilitas-fasilitas menyumbang banyak pada resor-resor yang terkenal sebagai destinasi wisatawan, kebalikannya pada area 46
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
yang kurang dalam penyediaan akomodasi tertentu bagi pengunjung. Sebuah destinasi wisata harus juga memiliki sebuah organisasi kepariwisataan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja dimana pariwisata dapat beroperasi untuk mengembangkan produk wisata dan untuk mempromosikannya dalam pasar-pasar wisatawan yang sesuai serta dapat menentukan tingkat kepentingan dan kesuksesan dari sebuah destinasi tersebut. Ketiga faktor ini dapat diterminologikan sebagai kualitas wisatawan terhadap sebuah destinasi wisata pada suatu daerah.
47
48
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
W
P
ar
uw
u
BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
ada dasarnya setiap penelitian memerlukan metode penelitian. Penelitian pariwisata maupun penelitian-penelitian bidang keilmuan sosial humaniora lainnya pasti menggunakan sejumlah metode penelitian. Dalam penelitian pariwisata yang secara khusus mengkaji tentang pariwisata spiritual tentu saja memiliki persamaan dengan metode penelitian pariwisata pada umumnya. Hanya saja penelitian pariwisata spiritual lebih menekankan pada pendekatannya terhadap segala aspek spiritual yang terdapat pada suatu objek wisata. Objek wisata yang dimaksud adalah objek wisata yang memiliki nilai-nilai spiritual, benda-benda spiritual, tokoh-tokoh spiritual, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam penelitian pariwisata spiritual sebagaimana diuraikan berikut ini.
4.1
Rancangan Penelitian
Dalam metode penelitian pariwisata, masalah rancangan penelitian merupakan salah satu indikator penting yang harus diperhatikan oleh setiap peneliti. 49
Lokasi Penelitian
N
iK ad ek
4.2
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Dalam rangka memberikan gambaran serta hasil penelitian yang lengkap dan jelas maka biasanya digunakan dua pendekatan sekaligus yaitu pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara umum dapat digunakan untuk menentukan katagori persepsi, motivasi serta responden yang diukur dengan menggunakan skala Likert. Skala ini merupakan alat untuk mengukur persepsi dan motivasi dari keadaan yang sangat positif. Pada alat ukur ini dapat ditentukan skore tertinggi 5 (lima) sampai keadaaan sangat buruk dengan skore terendah pada setiap satu pertanyaan yang diajukan pada setiap responden. Setiap unsurunsur penilaian pada skala tersebut akan diberikan katagori pada masing-masing variabel persepsi. Dengan demikian, penyajian hasil analisis data selama melakukan penelitian dilakukan secara formal (dalam bentuk tabel) maupun secara informal (dalam bentuk naratif).
Lokasi penelitian dapat ditentukan secara porposive (sengaja) oleh peneliti itu sendiri. Dalam hal ini, peneliti harus menentukan lokasi penelitian serta mengukur jaraknya pada titik tertentu. Tujuan penentuan lokasi penelitian ini adalah agar setiap orang dapat dengan mudah mencari, mengetahui, dan
50
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
mengenali lokasi penelitian tersebut. Setiap peneliti harus menentukan lokasi penelitian. Dalam menentukan suatu lokasi penelitian, setiap peneliti harus mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Lokasi (daerah) itu layak untuk diteliti secara ilmiah. 2. Adanya permasalahan yang menarik untuk dianalisis, sehingga dapat menjadi rujukan baru bagi setiap orang yang ingin mengetahui lokasi penelitian tersebut. 3. Belum pernah ada penelitian serupa yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Lokasi penelitian yang sama dapat diteliti oleh beberapa orang dengan tujuan untuk memperdalam maupun mencari topik permasalahan yang berbeda. 4. Adanya daya tarik wisata spiritual di lokasi tersebut. Apabila tidak ada unsur-unsur spiritual pada lokasi penelitian itu, maka peneliti sebaiknya mencari lokasi penelitian yang lain.
4.3
Jenis dan Sumber Data
Jenis data pada umumnya menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, misalnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah wisata. Jumlah wisatawan ini dapat dilihat dari badan 51
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
pusat statistik atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan jumlah wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Sementara data kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk keterangan-keterangan serta berbagai uraian baik dari pihak pengelola destinasi wisata maupun wisatawan (domestik dan mancanegara). Semua pihak yang berkaitan dengan topik penelitian ini digunakan sebagai responden. Setiap responden dilakukan wawancara secara mendalam sehingga dapat menemukan jawaban atas permasalahan pada penelitian tersebut. Selain itu, sumber data primer maupun sumber sekunder sangat diperlukan dalam penelitian pariwisata spiritual. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung pada lapangan penelitian dengan melakukan survei secara langsung. Semua data ini merupakan sumber utama yang diperoleh dari responden seperti data persepsi wisatawan terhadap objek wisata spiritual atau hasil wawancara secara langsung. Sementara sumber data sekunder adalah sumber data dari pihak kedua misalnya lembagalembaga yang terkait dengan penelitian berupa datadata atau dokumen lainnya. Semua sumber data ini diolah secara seksama sehingga memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang objek pariwisata spiritual tersebut. 52
Teknik Pengumpulan Data
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian pariwisata spiritual biasanya menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif atau penggabungan kedua pendekatan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif atau bahkan penggabungan keduanya pasti menggunakan teknik observasi, wawancara, penyebaran angket, dan dokumentasi. Secara rinci beberapa teknik yang dimaksud akan diuraikan berikut ini: 1. Teknik observasi. Teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung untuk melihat dari dekat kejadian yang terjadi dilokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan, peneliti berbaur dengan masyarakat untuk mengamati secara langsung kegiatan sehari-hari yang sedang dijadikan objek penelitian. 2. Teknik wawancara. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan tanya jawab atau wawancara langsung dengan beberapa narasumber seperti: masyarakat lokal, wisatawan asing, wisatawan domestik (nusantara) yang sedang berkunjung atau pernah berkunjung ke suatu destinasi wisata spiritual tersebut. Dari setiap informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan atau topik penelitian.
u
4.4
53
4.5
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
3. Teknik penyebaran angket. Teknik ini dilakukan dengan menyiapkan daftar pertayaan yang akan diberikan kepada wisatawan. Hal ini bertujuan untuk mencari informasi yang lengkap tentang objek penelitian. 4. Teknik dokumentasi. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pelestarian budaya, seni, kebiasaan masyarakat, peraturan pemerintah, literatur yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritual suatu destinasi wisata.
Jenis dan Pengukuran Variabel
N
iK ad ek
Dalam menentukan jenis variabel serta pengukuran variabel terhadap objek penelitian, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu: a. Keunikan yang terdapat pada daerah penelitian. b. Keindahan pemandangan di kawasan tempat penelitian. c. Keramahan masyarakat di tempat penelitian. d. Faktor pendorong dan penarik pada objek penelitian.
4.6 Tehnik Analisis Data Dalam menganalisis data penelitian pariwisata spiritual ada beberapa teknik yang akan digunakan, 54
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
yaitu: 1. Teknik deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif berfungsi untuk mengidentifikasi potensi serta menganalisis persepsi dan motivasi wisatawan terhadap objek wisata spitual tersebut. Teknik analisis deskriptif kualitatif ini menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (1997: 73) bahwa skala likert merupakan skala pengukuran yang diberikan pada pembobotan secara gradasi dari nilai yang positif hingga negatif. Skala likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi sekumpulan atau seseorang tentang fenomena sosial yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi dan selanjutnya dimensi akan dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dalam bentuk pertanyaan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut:
55
1 - < 1,8 1,8 - < 2,6 2,6 - < 3,4 3,4 - < 4,2 4,2 – 5,0
Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik
uw
1 2 3 4 5
ar
Kriteria
W
Kisaran Skore
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Skore
u
Tabel 4.1 Pengukuran Persepsi dan Motivasi Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata Dengan Skala Likert
Sumber: Modifikasi Skala Likert
N
iK ad ek
2. Analisis SWOT Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah suatu cara untuk mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2002). Analisis ini didasarkan pada logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang ada di tempat objek wisata. Analisis SWOT mempertimbangkan dan membandingkan antara faktor eksternal dengan faktor internal serta kekuatan dan kelemahan. Dengan demikian, hasil analisisnya dapat diambil suatu keputusan strategi pada objek atau daya tarik wisata yang sedang diteliti. 56
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Proses pembuatan analisis SWOT dapat dilakukan melalui delapan tahap penentuan strategi pada setiap objek atau daya tarik wisata yang sedang diteliti, antara lain: 1) Membuat daftar kekuatan internal objek. 2) Membuat daftar kelemahan internal objek. 3) Membuat daftar peluang eksternal objek. 4) Membuat daftar ancaman eksternal objek. 5) Menginterpretasikan dari kombinasi kekuatan maupun peluang yang kemudian dicatat hasilnya dalam sel strategi SO (Strengths Opportunities). 6) Menginterpretasikan dari kombinasi kelemahan maupun peluang yang kemudian dicatat hasilnya dalam sel strategi WO (Weaknesses Opportunities). 7) Menginterpretasikan dari kombinasi kekuatan maupun ancaman yang dicatat hasilnya dalam sel strategi ST (Strengths Threats). 8) Mengintepretasikan dari kombinasi kelemahan maupun ancaman sehingga dicatat dalam sel strategi WT (Weaknesses Threats).
57
STRATEGI WO Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T) Tentukan faktorfaktor ancaman eksternal
uw
STRATEGI SO
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
OPPORTUNITIES (O) Tentukan faktor peluang eksternal
WEAKNESSES (W) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
ar
Faktor Eksternal
STRENGTHS (S) Tentukan faktorfaktor kekuatan internal
W
Faktor Internal
u
Tabel 4.2 Matriks SWOT Pada Daya Tarik Wisata Spiritual
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT Ciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti, 2002
N
iK ad ek
Keterangan: 1) Srategi SO (Strengths Opportunities). Strategi SO yaitu strategi yang dibuat berdasarkan jalan pikiran objek, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2) Strategi ST (Strengths Threats). Strategi ST yaitu 58
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
strategi yang dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman. 3) Strategi WO (Weaknesses Opportunities). Strategi WO yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT (Weaknesses Threats). Strategi WT yaitu strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif serta berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
4.7
Penyajian Hasil Analisis Data
N
iK ad ek
Hasil analisis data dalam suatu penelitian pariwisata spiritual akan disajikan secara formal (dalam bentuk tabel) dan secara informal (dalam bentuk naratif). Hasil analisis mengenai persepsi wisatawan terhadap destinasi wisata spiritual dapat disajikan dalam bentuk tabel yang didukung dengan penjelasanpenjelasan baik secara formal maupun informal.
59
60
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
5.1
W
ar
uw
u
BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL
Konsep Dasar Budaya Organisasi
D
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
alam analisis Keith Davis dan John W. Newstrom menjelaskan bahwa konsep dasar budaya organisasi sebagai “organizational culture is the set of assumption, beliefs, values, and norms that is shared among its members” (Mangkunegara, 2005: 113). Penjelasan di atas menekankan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi serta menjadi pedoman tingkah laku anggotanya. Namun bagi Robbins (2002) budaya organisasi lebih berkembang ke arah persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi yang memiliki makna bersama. Makna bersama yaitu seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi menjadi sebuah sistem nilai serta kepercayaan bersama dalam organisasi, sehingga memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya. 61
W
ar
uw
u
Budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, serta harapan yang diyakini oleh semua anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Dalam analisis Komariah dan Triatna (2005), Stoner (1996), dan Ismaningsih (2003) menegaskan bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan yang diyakini oleh anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi. Hal ini diungkapkan oleh Tika (2006) bahwa budaya organisasi berfungsi dalam penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal secara konsisten oleh suatu kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini pun diwariskan kepada anggota baru agar mampu memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai masalah yang terkait dalam organisasi tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata spiritual, maka budaya organisasi yang bercirikan spiritual sangat diperlukan dewasa ini. Apalagi sektor pariwisata telah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah maupun negara. Oleh sebab itu, pariwisata spiritual harus mampu bersaing dalam
62
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
dinamika kepariwisataan saat ini. Budaya organisasi spiritual dikembangkan menjadi sebuah sistem keyakinan, nilai, norma, cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi dengan memancarkan prinsip-prinsip spiritual pada daerah wisata tersebut. Untuk mewujudkan budaya organisasi spiritual ini maka sangat dibutuhkan peran serta para pemimpin yang berjiwa spiritual. Spirit pemimpin ini menjadi faktor utama dan sekaligus motor penggerak agar tercapai suasana spiritual pada destinasi wisata. Setiap pemimpin spiritual harus memiliki mental programming dengan nilai-nilai spiritual serta kearifan lokal masyarakatnya. Modal kepribadian pemimpin spiritual inilah dapat menjadi derajat homogenitas dan kekuatan, sehingga setiap orang yang ada di lokasi wisata tersebut selalu memancarkan sikap hidup secara spiritual.
5.2
Budaya Organisasi Spiritual
N
iK ad ek
Dalam proses pengelolaan, pengembangan, serta pemanfaatan lahan atau suatu wilayah menjadi sebuah objek wisata dapat dipastikan telah terjadi interaksi sosial antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pengusaha pariwisata. Oleh karena itu, dalam pengembangan pariwisata spiritual tentu saja dibutuhkan aspek sosial maupun aspek budaya. Dalam setiap interaksi sosial pasti terjadi transformasi 63
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
budaya. Salah satu kejelian seorang pemimpin harus mampu melihat perkembangan setiap kebudayaan yang ada di sekitarnya. Aspek budaya ini dapat dipelajari melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan formal dapat melalui SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sementara pendidikan nonformal yaitu lingkungan sosial seperti kegiatan seni budaya yang diselenggarakan di wilayah tersebut. Pada intinya, aspek sosial dan aspek budaya dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Menurut Tilaar (2000: 54) bahwa salah satu proses transmisi kebudayaan yaitu proses pendidikan. Melalui pendidikan terjadilah proses transmisi kebudayaan. Pada umumnya, aspek budaya yang berkembang di dunia pendidikan terjadi secara organisatoris. Organisasi lembaga pendidikan pariwisata misalnya pasti memiliki budaya dan bercirikan dunia pariwisata. Oleh sebab itu, semua aspek budaya yang dikembangkan, ditanamkan, dan ditransmisi kepada anggota masyarakat melalui pada dasarnya melalui proses pendidikan. Dalam pandangan Ndraha (Mangkunegara, 2005) bahwa budaya organisasi sebagai input dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya manusia, pihak yang berkepentingan, serta anggota 64
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
masyarakat. Nuansa budaya organisasi seperti ini digerakkan oleh semua insan yang ada pada suatu wilayah tersebut. Pada konteks ini tokoh agama, tokoh masyarakat, dan semua anggota masyarakat tetap memegang prinsip-prinsip spiritual serta tingkat kerohanian yang memadai. Pada konteks budaya organisasi pariwisata spiritual tentu harus mampu mencerminkan normanorma, nilai-nilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Lebih jelasnya, budaya organisasi yang mereka ciptakan harus tetap mencirikan organisasi pariwisata spiritual. Dengan memiliki ciri-ciri seperti ini maka suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual.
N
iK ad ek
Dalam budaya organisasi pariwisata spiritual harus mencerminkan norma-norma, nilainilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual apabila memiliki ciri-ciri budaya organiasi spiritual.
5.3
Hakikat Budaya Organisasi Spiritual
Pengembangan destinasi pariwisata spiritual pada suatu daerah tentu tidak bisa terlepas dari adanya budaya organisasi spiritual. Setiap pemimpin spiritual, tokoh masyarakat, anggota masyarakat, dan 65
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
pelaku usaha pariwisata harus memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan pariwisata spiritual. Dalam perspektif psikologi, semua elemen masyarakat ini harus memiliki semangat dan jiwa yang sama serta saling terkait demi tercapainya tujuan bersama tersebut. Dalam pembentukan budaya pada suatu lembaga pariwisata spiritual pasti memiliki pola tingkah laku yang sama. Dalam hal ini, Robbin (1996) menjelaskan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi serta membangkitkan pola tingkah laku orang-orang yang ada di dalamnya. Tingkah laku orang pada organisasi itu sebagai “milik dari” organisasi tersebut. Apabila anggota organisasi telah memegang teguh nilai-nilai kunci organisasi maka pasti terbentuk budaya yang kuat yaitu budaya organisasi pariwisata spiritual. Menurut Tika (2006: 109), budaya organisasi bisa kuat apabila: (1) nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan anggota organisasi; (2) nilai-nilai budaya mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota organisasi; (3) membangkitkan semangat berperilaku dan bekerja lebih baik; (4) resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal; (5) mempunyai sistem peraturan formal dan informal; (6) memiliki koordinasi dan kontrol perilaku. Selanjutnya, Stephen P. Robbins (Tika, 2006: 20) mengemukakn bahwa ada tiga kekuatan untuk 66
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
mempertahankan suatu budaya organisasi, yaitu: a. Praktik seleksi. Proses seleksi ini bertujuan mengidentifikasi serta mempekerjakan setiap individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang pernah sukses dalam sebuah organisasi. b. Manajemen puncak. Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Ucapan dan perilaku sangat berpengaruh terhadap psikologis anggota organisasi tersebut. c. Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan yang baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya orgnisasi tersebut.
N
iK ad ek
Dengan demikian, hakikat budaya organisasi terjadi dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan yang kurang terlihat berupa nilai-nilai yang dianut oleh anggota kelompok yang cenderung bertahan meskipun anggotanya sudah ganti. Nilai-nilai ini sangat sukar berubah dan anggota organisasi seringkali tidak menyadari karena banyaknya nilai. Tingkatan yang lebih terlihat berupa pola gaya perilaku organisasi, yakni orang-orang yang baru masuk terdorong untuk mengikutinya. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama67
u uw ar W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Tiga kekuatan yang terdapat dalam budaya organisasi, yaitu: praktik seleksi, manajemen puncak, dan tindakan sosialisasi. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama-sama.
sama. Semua nilai dan norma yang dianut itu harus dilaksanakan secara bersama-sama baik pemimpin maupun anggotanya.
5.4
Karakteristik Budaya Organisasi Spiritual
N
iK ad ek
Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem makna dan kesepakatan bersama, sehingga memiliki karakteristik atau ciri-ciri utama yang harus dihargai oleh organisasi tersebut. Menurut Rivai (2004) ada tujuh karakteristik primer pada suatu organisasi, yaitu: Pertama, inovasi dan pengambilan risiko terhadap tujuan yang hendak dicapai. Setiap karyawan didorong untuk inovatif serta berani mengambil risiko atas pekerjaannya. Kedua, karyawan harus cermat dan mampun menganalisis pergerakan organiasasinya. Ketiga, manajemen memiliki orientasi pada hasil tetapi bukan teknik ataupun proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. Keempat, keputusan yang diambil
68
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
harus memperhitungkan efek terhadap orang-orang yang ada di dalam organisasi itu. Kelima, terciptanya tim yang solid, sehinga tidak menonjolkan sikap individualisme. Keenam, semua anggota harus agresif dan kompetitif. Ketujuh, organisasi harus mampu mempertahankan status quo terhadap organisasi di sekitarnya. Selanjutnya, Luthans (Lako, 2004: 33) me nambahkan enam karakteristik lainnya, yaitu: 1. Observed behavioral regularites, yaitu partisipan dalam organisasi saling berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan bahasa, terminologi, dan ritual-ritual yang sama dengan memberi rasa hormat satu sama lain. 2. Norms, yaitu standard perilaku yang mencakup tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuata apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 3. Dominant values, yaitu nilai utama yang diharapkan kepada semua anggota organisasi untuk memberikan kualitas produk dan absensi yang rendah dalam pekerjaannya. 4. Philosophy, yaitu kebijakan tentang bagaimana para anggota dan para pelanggan diperlakukan dengan baik. 5. Rules, yaitu pedoman atau aturan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. 69
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u
ar
Dari beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa karakteristik sebuah organisasi terus mengalami perkembangan dan perubahan setiap waktu sesuai konteks serta daerahnya masing-masing. Oleh sebab itu, Stepen P. Robbin (Tika, 2006) menambahkan 10 (sepuluh) karakteristik yang menjadikan budaya organisasi dapat berkualitas, yaitu: 1. Inisiatif individual. Inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu ini tetap dihargai oleh anggota kelompok atau pimpinan sepanjang manyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi tersebut. 2. Toleransi terhadap tindakan berisiko. Dalam budaya organisasi setiap pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko pada tugas serta tanggung jawabnya. Apabila pemimpin memberikan toleransi kepada anggota untuk bertindak agresif dan inovatif, maka organisasi tersebut dapat mengalami kemajuan di bidangnya.
uw
6. Organizational climate, yaitu cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya dalam menghadapi pihak pelanggan dan pihak luar lainnya.
70
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
3. Tanggung jawab. Tanggung jawab (pengarahan) dimaksudkan agar sasaran dan harapan yang diinginkan secara jelas tercantum dalam visi, misi, serta tujuan organisasi. 4. Integrasi (kebersamaan). Integrasi bertujuan untuk mendorong unit-unit organisasi bekerja secara terkoordinasi. Kekompakan setiap unit organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pada pekerjaannya. 5. Dukungan manajemen. Setiap pemimipin dapat memberikan arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. 6. Kontrol/tata aturan. Alat kontrol berupa peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam organisasi. 7. Identitas. Para karyawan harus mampu mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. 8. Sistem imbalan. Sistem imbalan yaitu kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya didasarkan atas prestasi kerja pegawai. Dengan reward ini dapat mendorong karyawan lebih bersemangat dan bertindak inovatif, sehingga kualitas kerja yang lebih maksimal. 9. Toleransi terhadap konflik. Para karyawan didorong untuk mengemukakan pendapat 71
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat maupun kritik bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan agar organisasi yang lebih baik. 10. Pola komunikasi. Komunikasi harus diatasi oleh hirarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hirarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dengan bawahan atau antara karyawan itu sendiri.
iK ad ek
Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi-asumsi dasar yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap organisasi harus mampu berinovasi setiap saat demi menjaga stabilitas dan keamanan (stability and security) baik dalam maupun di luar organisasinya.
N
Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi dasar dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya.
72
ar
Pembentukan Budaya Organisasi Spiritual
W
5.5
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Pembentukan budaya organisasi spiritual sangat mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja setiap anggota kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini memiliki korelasi yang erat dengan kinerja ekonomi serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Secara sederhana budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berpikir, cara bekerja, cara berkomunikasi yang penuh nilai edukatif dari pemimpin organisasi tersebut. Dengan demikian, adanya hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan keefektifan proses belajar setiap anggota masyarakat terhadap lingkungan sosial barunya seperti keberadaan organisasi destinasi pariwisata spiritual di Palasari Bali sampai saat ini. Menurut Deal & Kennedy (Tika, 2006) ada 5 (lima) unsur pembentuk budaya organisasi secara umum, yaitu: a. Lingkungan usaha. Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan
iK ad ek
N
u
uw
Dengan kemampuan manajerial serta organisasi yang kuat maka dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sekalipun.
73
c.
iK ad ek
d.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
b.
tantangan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan usaha yang berpengaruh meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh organisasi. Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan/misi organisasi tersebut. Pahlawan (keteladanan). Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilainilai budaya pada kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer/ direktur, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. Ritual. Ritual merupakan kegiatan yang mengungkapkan serta memperkuat nilai-nilai yang dianut oleh organisasi tersebut. Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan diberikan penghargaan yang dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal atau saluran komunikasi primer. Melalui jaringan informal, maka kehebatan organisasi dapat diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi informal ini dapat dilakukan melalui orang-orang pandai bercerita, alim ulama,
N
e.
74
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Selanjutnya, Tika (2006) menambahkan beberapa proses terbentuknya budaya oragnisasi, yaitu: (1) interaksi antarpemimpin atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam organisasi; (2) interkasi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi; (3) artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya organisasi; (4) untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran kepada anggota baru dalam organisasi. Menurut Sobirin (2007: 220) mengidentifikasi proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya sebuah organisasi. Tahap ini merupakan titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Begitu pendiri memiliki ide untuk mendirikan organisasi, maka saat itu pula embrio terbentukknya budaya organisasi tidak terelakkan. Sedangkan realisasinya baru terjadi
u
mata-mata, dan sebagainya.
Proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide sehingga menjadi titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Oleh sebab itu, ide seorang pemimpin atau pendiri begitu penting dalam pembentukan sebuah organisasi. 75
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
pada saat organisasi betul-betul sudah berdiri. Bisa dikatakan bahwa begitu organisasi didirikan pembentukan budaya pun dimulai. Pembentukan suatu budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi tersebut. Para pemimpin mempunyai potensi paling besar untuk menanamkan serta memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Menurut Schein (Gary, 1998) ada lima mekanisme utama yang diperankan oleh setiap pemimpin, yaitu: 1. Perhatian (attention). Para pemimpin meng_ komunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mengenai sesuatu seperti merencanakan rapat mengenai kemajuan atau “management by walking around”. 2. Reaksi terhadap krisis. Sebuah perusahaan yang sedang menghadapi tingkat penjualan yang turun maka semua pegawai bekerja dalam waktu lebih pendek dan bersedia menerima pemotongan gaji. 3. Pemodelan peran. Para pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapanharapan melalui tindakan mereka sendiri. 4. Alokasi imbalan. Kreteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan seperti peningkatan upah atau promosi dapat dikomunikasikan oleh pemimpin. 5. Kriteria menyeleksi dan memberhentikan. Para 76
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Dengan adanya keyakinan pada pendiri organisasi maka masalah eksternal maupun internal dapat dicari jalan keluarnya. Masalah eksternal merupakan misi inti (core mission) atau alasan (couse) bagi eksistensi organisasi tersebut. Terciptanya strategi ini demi pencapaian sasaran organisasi. Kendati dalam organisasi kadang memiliki banyak sasaran serta prioritas tertentu. Fungsi dari budaya organisasi adalah untuk membantu memahami lingkungan serta cara menanggapinya. Budaya organisasi dapat mengurangi ketegangan, ketidakpastian, dan kekacauan yang terjadi dalam organisasi maupun lingkungannya. Masalah internal dan eksternal ini bisa saling berhubungan, sehingga setiap organisasi harus mampu menghadapinya secara simultan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi pariwisata spiritual merupakan hal baru dalam dunia kepariwisataan. Oleh sebab itu, sektor pariwisata harus mengedepankan nilai-nilai spiritual dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan pariwisata spiritual tersebut. Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral karena karena masih banyak
u
pemimpin dapat merekrut orang yang mempunyai nilai-nilai, keterampilan, atau ciri-ciri tertentu.
77
u uw ar W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral masyarakat. Oleh sebab itu, semua pemimpin dan anggota masyarakat harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan bagi hawa nafsunya dan hawa nafsu manusia harus dikendalikan dengan nilai-nilai spiritual atau kerohaniaan.
N
iK ad ek
para pemimpin, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat menjadikan sektor ini sebagai sumber pendapatan semata tanpa memperdulikan lingkungan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagian besar pemimpin dan anggota masyarakat terpengaruh oleh budaya Barat yang kapitalis, mereka lupa bahwa bekerja merupakan ibadah dan tanggung jawab secara moral kepada Tuhan. Banyak pula pemimpin yang memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Herman Soewardi bahwa “Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya, sedangkan menurut ajaran agama, hawa nafsu manusia harus dikendalikan” (Mangkunegara, 2005: 114). Akibat teladan yang diberikan oleh tokoh dan pemimpin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai spiritual, maka generasi muda atau remaja saat ini 78
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
mengalami peningkatan penyimpangan moral. Dengan menerapkan sistem budaya organisasi spiritual pada suatu destinasi pariwisata maka diharapkan agar semua elemen masyarakat dapat mematuhi serta berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan normanorma yang berlaku dalam organisasi tersebut.
79
80
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
6.1
Kondisi Geografis Palasari
D
W
ar
uw
u
BAB VI PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
esa Palasari terletak di ujung barat Pulau Bali, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Jaraknya sekitar 20 menit dari pelabuhan penyeberangan Gilimanuk. Secara geografis Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk maupun ke luar Pulau Bali melalui pelabuhan tersebut. Kawasan Desa Palasari sebagian besar areal perbukitan yang memiliki struktur tanah yang sangat subur. Sementara dataran rendahnya sangat potensial untuk persawahan karena memiliki sumber air yang berasal dari Bendungan Palasari. Pada bagian tanah perbukitan dikembangkan menjadi lahan perkebunan dengan tanaman kelapa, pisang, coklat, berbagai jenis buah-buahan tropis, vanili, dan lain-lain.
81
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
u
Gambar 6.1 Lokasi Desa Palasari, Kabupaten Jembrana
N
iK ad ek
Luas Desa Palasari secara keseluruhan sekitar 280.00 Ha. Adapun rincian penggunaan lahannya adalah perumahan dan pekarangan seluas 97,70 Ha, persawahan seluas 5,00 Ha, perkebunan seluas 152,59 Ha, bangunan umum 6,51 Ha, dan lain-lain 17,20 Ha. Dengan pemanfaatan lahan seperti ini menunjukkan bahwa penduduk Desa Palasari memiliki potensi ekonomi di berbagai sektor seperti perkebunan, pertanian, peternakan, dan lain-lain.
82
Demografis Palasari
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Jumlah penduduk Desa Palasari tahun 2014 sebanyak 1.359 jiwa. Dilihat dari komposisi jenis kelamin maka penduduk perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan laki-laki. Penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 738 jiwa dan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 621 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif rata-rata berumur antara 15 - 54 tahun dengan jumlah 425 jiwa. Sementara penduduk yang non produktif mulai dari umur 0 0 14 tahun dan umur 55 - 59 tahun berjumlah sekitar 934 jiwa. Komposisi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
u
6.2
Tabel 6.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin-Usia
Jenis Kelamin dan Usia
Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
1
Perempuan
738
0,543
2
Laki-laki
621
0,456
3
Usia Produktif
425
0,312
4
Usia Non Produktif
934
0,687
N
iK ad ek
No
Sumber: Pendataan Desa Palasari 2014
83
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Mata pencarian penduduk Desa Palasari cukup bervariasi, yaitu: petani sebanyak 642 orang, pegawai swasta sebanyak 138 orang, pegawai negeri sipil sebanyak 182 orang. Mata pencaharian yang lain adalah pedagang sebanyak 119 orang, peternak sebanyak 98 orang, bekerja di bidang medis seperti dokter sebanyak 6 orang, bidan sebanyak 76 orang, perawat sebanyak 83 orang, dan sisanya bekerja sebagai romo/pastor 15 orang. Secara lengkap mata pencarian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6.2 Komposisi Penduduk Desa Palasari Menurut Mata Pencaharian
No
Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Persentase (%)
1
Petani
642
0,472
2
Pegawai Swasta
138
0,101
3
PNS
182
0,133
4
Pedagang
119
0,087
5
Peternak
98
0,072
7
Dokter
6
0,004
8
Bidan
76
0,055
9
Perawat
83
0,061
9
Pastor
15
0,011
iK ad ek
N
Jumlah (Orang)
Sumber: Pendataan Desa Palasari 2014
84
Sejarah Palasari
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Pada tanggal 15 September 1940, Pastor Simon Buis, SVD bersama dengan 18 orang kepala keluarga dari Tuka, 6 kepala keluarga dari Gumbrih, dan ditambah satu orang pimpinan rohani berangkat menuju daerah transmigrasi di Bali Barat. Alasan mereka transmigrasi ke Bali Barat karena motivasi untuk memperoleh ketenangan serta berusaha mendapatkan kepastian hidup setelah manjadi penganut agama Katolik. Apalagi mereka pada umumnya hidup dalam berbagai kesulitan ekonomi maupun hubungan sosial di desa asalnya. Melalui kepemimpinan dari Pastor Simon Buis, mereka ingin memiliki masa depan yang lebih baik serta kelangsungan generasinya ke depan. Selain itu juga didorong oleh kemauan untuk membebaskan diri dari himpitan kehidupan ekonomi karena sebagian besar masyarakatnya sebagai petani penggarap yang miskin dan melarat. Oleh sebab itu, Pastor Simon sebagai gembala dan sekaligus pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di Palasari-Bali. Umat Katolik pindah ke Palasari merupakan sebuah ujian iman dan pengorbanan yang besar. Mereka berkeinginan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak cucunya ke depan. Mereka merasakan bahwa untuk bisa tumbuh dan berkembang perlu tempat yang lebih tenang dan subur. Mereka ingin mempunyai tanah garapan sendiri sebagai
u
6.3
85
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
tumpuan mata pencaharian dan sumber kehidupannya. Dampak dari transmigrasi ke Palasari inilah yang memungkinkan perkembangan agama Katolik di Pulau Bali sampai sekarang ini. Berdasarkan penuturan pelaku sejarah berdirinya Desa Palasari menjelaskan bahwa selama tiga hari proses pemberangkatan anggota transmigrasi tersebut. Pada awalnya mereka mendiami kawasan hutan Pangkung Sente yang banyak ditumbuhi hutan lebat serta pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah melalui upacara dan doa, pekerjaan yang bersejarah inipun dimulai dengan menggarap hutan lebat serta pohon-pohon besar ini dengan mengandalkan kapak. Dalam proses mengubah hutan lebat menjadi pemukiman dan lahan pertanian, anggota masyarakat ini mengalami berbagai kesulitan serta pergumulan hidup. Dengan adanya penderitaan ini, maka mereka mulai tergoda untuk kembali ke kampung asalnya yang masih indah. Kondisi inilah yang membuat mereka mengalami perpecahan dan perbedaan pendapat selama mengerjakan hutan lebat tersebut. Akibat perpecahan ini maka sekitar 18 orang di antara mereka melarikan diri tanpa permisi pada pimpinan rohani pada saat itu. Hanya 6 orang yang tetap bertahan serta bertekad untuk meneruskan pembongkaran hutan tersebut dengan harapan bisa memperoleh masa depan yang lebih baik. Keenam orang ini dijuluki sebagai 86
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
“sisa kecil yang tangguh dan setia, perjuangan yang gigih dengan penuh pengorbanan”. Pengorbanan serta kesetiaan mereka dalam menjalani ujian iman ini membuat kawasan angker dan hutan yang lebat menjadi pemukiman indah dengan nama Palasari sampai hari ini. Sejarah munculnya Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat banyaknya pohon pala yang tumbuh subur di hutan tersebut. Nama Palasari merupakan bagian dari vegetasi alam yang ada di sekitar masyarakat. Secara filosofis, I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Kedua istilah ini mengandung makna sebagai “sisa kecil yang setia”. Bahkan Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna yang merupakan sahabat Pastor Simon Buis memberi makna dari arti Palasari yang terdiri dari dari kata “pahala” dan “sari”. Istilah Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat pohon pala yang tumbuh subur di daerah tersebut. I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Jadi, Palasari berarti “sisa kecil yang setia”. Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna memberi makna Palasari yaitu “pahala” dan “sari”. 87
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Setelah mengalami perkembangan beberapa tahun kemudian maka banyak anggota masyarakat yang berdatangan untuk mendiami kawasan Palasari tersebut. Semakin hari penduduknya bertambah banyak, sehingga Pastor Simon memohon tambahan lahan baru seluas 200 Ha kepada tuan Kontrolir dan Anak Agung (Raja Negara) pada saat itu. Permohonan ini pun dikabulkan sehingga kawasan Palasari semakin luas sebagaimana terlihat saat ini. Kendati sudah memiliki lahan yang luas dan pemukiman yang baik, namun perjuangan Pastor Simon Buis tidak berhenti di situ. Pemimpin spiritual ini terus berjuang untuk membangun Palasari dengan “Model Dorf” yaitu desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik. Pada tahun 1955 bukit di sebelah timur desa diratakan yang kemudian dibangunlah sebuah gereja dengan arsitektur Bali. Kerjasama yang baik terbangun di antara para tokoh-tokoh masyarakat, seperti Mr. Ignatius dari Belanda dan Gusti Rai S. dari Bali yang merancang pembangunan gedung gereja, sedangkan Mr. Hermens yang mengusahakan dananya. Gereja ini terletak di atas bukit yang dikelilingi oleh tembok yang disebut jaba gereja. Beranda depan gereja dibangun sebuah patung yang tinggi yaitu patung Hati Kudus Yesus sebagai simbol dari Paroki Palasari. Gereja Palasari ini diresmikan oleh Pastor Simon Bois pada tanggal 13 Desember 1958, sehingga
88
u uw
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Mayoritas penduduk Desa Palasari beragama Katolik, namun ketika mereka melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Kearifan lokal inilah yang membuat daerah Palasari semakin terkenal dan menjadi destinasi wisata spiritual karena memiliki 3 daya tarik wisata, yaitu gedung gereja berarsitektur Bali dan Eropa, Goa Maria, serta Bendungan Palasari.
N
iK ad ek
gereja ini merupakan cikal bakal perkembangan agama Katolik pertama di daerah Bali Barat. Mayoritas penduduk asli Desa Palasari menganut agama Katolik. Kendati mereka beragama Katolik, namun pada saat melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Dengan tetap memegang kearifan lokal tersebut, maka daerah Palasari memiliki 3 (tiga) daya tarik wisata atau pariwisata spiritual yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu: Gereja Hati Kudus Yesus, Gua Maria, dan Bendungan Palasari.
6.4
Daya Tarik Wisata Palasari
Wisatawan yang sering berkunjung ke kawasan wisata Palasari berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2014 sangat bervariasi. Keanekaragaman ini dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, tingkat usia, 89
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
pekerjaan, daerah asal, dan frekuensi kunjungan. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengujungi daerah ini didominasi oleh kaum perempuan. Dari total pengunjung yang datang ke kawasan ini sekitar 60% berjenis kelamin perempuan dan 40% berjenis kelamin laki-laki. Perbedaan minat yang signifikan antara wisatawan perempuan dengan laki-laki dikarenakan daerah Palasari merupakan tempat ibadah. Kondisi inilah yang menjadikan daerah ini lebih cocok sebagai destinasi pariwisata spiritual (spiritual tourism). Pada umumnya laki-laki tidak begitu menyukai tempattempat bersejarah apalagi tempat ibadah. Sementara kaum perempuan lebih menyukai bangunan-bangunan bersejarah seperti gedung gereja Katolik di Palasari dan Goa Maria. Kaum perempuan menyukai tempat ini karena mereka datang untuk berdoa dan meminta kesembuhan serta keselamatan dari Tuhan. Dengan demikian, tempat ibadah atau tempat bersejarah di Palasari lebih disukai oleh kaum perempuan dengan tujuan untuk berdoa dan beribadah. Wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke desa ini pada bulan Januari 2014 berjumlah 30 orang. Dari total pengunjung tersebut, maka ditemukan mulai usia 15-34 tahun sebanyak sekitar 40%, usia 35-59 tahun sekitar 50%, dan berusia di 90
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
atas 60 tahun sekitar 10%. Wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke tempat wisata Palasari didominasi oleh umur antara 35-59 tahun. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa rata-rata wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata spiritual ini pada umumnya berusia produktif seperti pelajar, mahasiswa, dan guru-guru yang ingin mengetahui sejarah dan adat istiadat masyarakat Desa Palasari. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan (domestik maupun mancanegara) yang berkunjung ke Desa Palasari menunjukkan bahwa guru/dosen sekitar 26,6%, pegawai swasta sekitar 13,3%, mahasiswa/ pelajar sekitar 33,3%), Pegawai Negeri Sipil sekitar 6,6%, pengusaha/pebisnis sekitar 13,3%, dan ibu rumah tangga sekitar 6,6%. Mahasiswa atau pelajar dan guru lebih mendominasi karena mereka bertujuan untuk mengetahui sejarah dan seni budaya Bali yang masih dilestarikan di Desa Palasari. Selain berwisata mereka juga ingin mendapatkan pengetahuan tentang adat istiadat yang masih dilestarikan melalui keberadaan gedung gereja tersebut. Dengan demikian, tempattempat wisata spiritual lebih disukai oleh kalangan terpelajar dari pada ibu rumah tangga. Apabila ditinjau dari daerah asal wisatawan maka wisatawan dari Denpasar (Bali) sekitar 6,7%, Surabaya sekitar 26,7%, Malang sekitar 46,6%, Belanda sekitar 13,3%, dan Jerman sekitar 6,7%. Wisatawan 91
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
domestik yang berasal dari daerah Malang merupakan konsumen potensial dan terbanyak selama ini. Hal ini dikarenakan persekutuan gereja-gereja yang ada di Malang memiliki program rutin setiap tahunnya untuk berwisata spiritual di berbagai daerah di Indonesia dan secara khusus di Desa Palasari, Bali. Wisatawan yang menyukai tempat wisata spiritual biasanya mereka mencari gereja-gereja bersejarah yang memiliki keunikan, baik dari aspek bangunannya maupun seni budayanya. Oleh sebab itu, kawasan wisata spiritual Palasari menjadi salah satu alternatif pilihan bagi wisatawan karena memiliki gedung gereja yang unik serta Goa Maria sebagai tempat berdoa. Hampir semua wisatawan yang pernah berkunjung ke kawasan wisata spiritual Palasari lebih dari satu kali. Frekuensi kunjungan wisatawan ini ratarata 1 kali, 2 - 5 kali, dan lebih dari 5 kali. Dari hasil penelusuran menunjukkan bahwa total wisatawan yang baru pertama sekali datang ke kawasan wisata ini sekitar 26,7%, wisatawan yang datang 2 - 5 kali sekitar 50%, dan wisatawan yang berkunjung lebih dari 5 kali sekitar 23,3%. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wisatawan (domestik dan mancanegara) lebih dari 2 kali mengunjungi tempat wisata spiritual tersebut. Daya tarik wisata yang ada di tempat ini sangat disukai oleh wisatawan karena memiliki keuntungan ganda yaitu selain berdoa 92
6.5
Potensi Wisata Desa Palasari
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Potensi yang dimiliki Desa Palasari sebagai daya tarik wisata spiritual tentu dapat dilihat dari berbagai indikator. Berdasrkan konsep yang diberikan oleh Damardjati yang kemudian dipertegas kembali oleh Pendit bahwa suatu daerah yang memiliki potensi wisata harus dilihat dari indikator yaitu adanya potensi budaya, adanya potensi alamiah, dan adanya potensi manusia. Ketiga indikator yang dimaksud akan dijelaskan di bawah ini. 1. Potensi Budaya Potensi budaya yang dimiliki oleh Desa Palasari dapat dilihat dari adat istiadat yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Setiap perayaan Natal sangat kental dengan nuansa Bali (Hindu). Anggota masyarakat yang mendiami kawasan ini memasang penjor di setiap rumah mereka, masyarakat yang beragama Katolik juga melakukan tradisi ngelawar dan nguling (Guling babi) sebagaimana dilakukan oleh umat Hindu pada setiap Hari Raya Galungan. Pada pintu gedung gereja dihiasi penjor serta beragam ornamen Bali (Hindu) lainnya. Tidak itu
iK ad ek
N
u
uw
sekaligus belajar tentang adat istiadat, seni budaya, dan nilai-nilai kerohanian yang terdapat dalam agama Katolik.
93
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
saja, setiap warga yang melakukan kebaktian di gereja mengenakan pakaian adat Bali, seperti umat Hindu yang pergi sembahyang ke Pura. Di pelataran gereja terdapat sejumlah pajegan dari berbagai aneka buah dan jajanan khas Bali. Potensi budaya yang ada di gereja Katolik Palasari terlihat pada penggunaan arsitektur Bali, adat istiadat, seni budaya, dan kidung dalam bahasa Bali yang diiringi dengan gong. Kawasan wisata spiritual Palasari ini telah terjadi kolaborasi serta kontekstual antara budaya Bali (agama Hindu) dengan agama Katolik sebagaimana ditujukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 6.2 Natal di Gereja Katolik Mengenakan Busana Bali (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
94
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Berdasarkan wawancara kepada ketua Paroki “Hati Kudus Yesus” di Palasari bernama Romo Bartolomeus mengatakan: “Dengan dimasukkannya unsur budaya Bali sangat baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Hal ini sebagai usaha untuk tetap melestarikan budaya Bali sesuai dengan tujuan semula yaitu membangun desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik”. Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa budaya pada dasarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan secara khusus agama Katolik. Seni dan budaya dapat dimasukan dalam gereja dengan pendekatan nilai-nilai kristiani.
Gambar 6.3 Gedung Gereja Katolik “Hati Kudus Yesus” (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
95
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Keunikan bangunan gereja Katolik di Palasari menunjukkan bangunan gereja yang memadukan arsitektur ghotik dengan budaya Bali. Walaupun gereja ini sudah berusia tua namun kondisinya terlihat sangat modern dan kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada pintu masuk terdapat gapura yang pada umumnya terdapat di pura-pura (tempat ibadah umat Hindu) atau pintu rumah masyarakat Bali pada umumnya. Bagian dalam gereja terdapat patung, tabernakel, altar, salib, dan 14 ukiran jalan salib yang diukir dengan menampilkan nuansa budaya Bali. Seperti terlihat pada patung Bunda Maria dan Yesus di sisi kanan dan kiri altar terdapat payung (tedung) yang kebanyakan dipakai oleh umat Hindu Bali atau adat Bali.
N
iK ad ek
2. Potensi Alam Potensi alam yang dimiliki oleh Desa Palasari sebagai daya tarik wisata secara umum maupun secara spiritual sangat memuaskan wisatawan. Dari segi alamnya memiliki keindahan seperti yang terdapat di kawasan Bendungan Palasari. Bendungan ini memiliki latar belakang hutan lindung yang cukup luas serta mempunyai hawa yang sejuk, sehingga kawasan bendungan ini sangat cocok untuk wisata tirtha maupun wahana wisata lainnya. Bendungan Palasari mulai dibangung pada bulan April 1986 yang memiliki luas 100 Ha dengan 96
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
volume air 8.000.000 m3. Pembangunan bendungan ini diselesaikan dalam waktu 3,5 tahun sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan dengan biaya sebesar Rp 9 Milyar yang bersumber dari pinjaman Asian Development Bank (ADB). Bendungan Palasari diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Juli 1989. Akses untuk mencapai bendungan ini sudah sangat baik berkat perhatian pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Secara umum tujuan atau fungsi pembangunan Bendungan Palasari adalah sebagai pengendalian bencana banjir, irigasi, dan usaha perikanan air tawar. Pemeliharaan ikan tawar sangat menguntungkan secara ekonomi maupun sebagai tempat pariwisata
Gambar 6.4 Bendungan Palasari (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
97
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
alam (tempat wisata pemancingan). Ikan air tawar sangat beragam seperti ikan mujair, ikan nila, gurame, ikan gabus, lele, kaper, udang, dan asih banyak lagi ikan air tawar lainnya. Tempat ini juga dilengkapi dengan fasilitas sampan, sehingga wisatawan dapat refresing serta berekreasi mengelilingi bendungan tersebut. Selain keunikan bendungan tersebut, kawasan di sekitarnya memiliki nilai eksotik yang banyak memikat pengunjung baik wisatwan domestik maupun mancanegara. Kawasan ini dapat dijadikan sebagai tempat untuk menyalurkan hobi motorcross dan offroad. Biasanya event perlombaan motorcross dan offroad sering dilaksanakan di sekitar kawasan bendungan ini. Jadi, potensi alam di daerah Palasari sangat mendukung kegiatan pariwisata, baik wisata spiritual maupun wisata alam lainnya.
N
iK ad ek
3. Potensi Manusia Potensi manusia pada konteks ini adalah kemampuan penduduk Palasari dalam menciptakan kreasi seni. Mereka mementaskan tarian malaikat pada saat misa di gereja. Tari malaikat merupakan modifikasi dari tarian Bali yang disesuaikan dengan nilai spiritual agama Katolik seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
98
u uw ar W W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Gambar 6.5 Tari Malaikat dimodifikasi dari tarian Bali
N
iK ad ek
(Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
99
100
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
Tuhan Yesus Hadir di Palasari
K
W
7.1
ar
u
uw
BAB VII DASAR PEMBENTUKAN PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
ehadiran Tuhan Yesus di Desa Palasari bukan berarti kehadiran secara fisik, melainkan kehadiran melalui iman atas segala bentuk karya-Nya bagi umat kristiani selama ini. Dalam konteks ini menegaskan bahwa keberadaan Desa Palasari tidak terjadi begitu saja, namun ada dalam rencana indah Allah Tritunggal (Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus). Kita sebagai umat beragama tentu percaya dan mengakui kemahakuasaan Allah atas dunia ini. Oleh kuasa Allahlah Desa Palasari masih eksis sampai hari ini. Dengan anugerah Allah maka kawasan Palasari dari hutan rimba menjadi pemukiman yang terkenal sampai saat ini. Segala sesuatu yang telah ada, sedang terjadi, dan bahkan yang akan terjadi di dunia tidak terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan serta perinjinan Allah Pencipta langit dan bumi. Begitu pula keberadaan pariwisata spiritual yang telah dinikmati oleh wisatawan domestik maupun mancanegara sampai hari ini merupakan kehendak Allah di dalam 101
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Yesus Kristus. Kehadiran Tuhan Yesus Tuhan Yesus di Desa Palasari bukan menjadi pemilik sorga kehadiran secara fisik, dan seluruh yang ada melainkan kehadiran di dunia ini. Dengan melalui iman atas segala bentuk karya-Nya kekuasaan itu pulalah, bagi umat kristiani seDia tidak ingin manusia lama ini. Oleh karena di dunia binasa karena anugerah Allah maka dosa mereka. Dia mehutan belantara menjadi tempat pemunyelamatkan setiap makiman dan kawasan nusia agar bertobat dan pariwisata spiritual memperoleh kehidupan yang terkenal sampai yang kekal. Itulah sesaat ini. babnya orang Kristen memberitakan Injil Yesus Kristus kepada semua umat manusia di dunia ini (Brotosudarmo, 2008: 60). Memberitakan Injil berarti memberitakan berita kabar baik, berita sukacita, dan berita keselamatan yang datang dari Yesus sendiri kepada seluruh umat manusia. Ketika Tuhan Yesus berkata: “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28:18) menunjukkan bahwa Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus (Allah Tritunggal) merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan tugas penyelamatan umat manusia yang berdosa dan dunia secara keseluruhan. Apa yang menjadi kehendak Allah 102
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Bapa dan Roh Kudus juga menjadi kehendak Yesus Kristus. Sorga dan bumi adalah milik Yesus Kristus, sedangkan manusia hanya sebagai pribadi yang menumpang sementara di dunia ini. Perkataan Yesus di atas bukan berarti sorga dan bumi akan menjadi milik-Nya atau baru menjadi milikNya, melainkan telah menjadi milik-Nya sebelum manusia ada di dunia ini. Segala yang ada di sorga dan bumi ini berada di bawah kuasa, pemerintahan, pemeliharaan, dan perlindungan-Nya. Gunung, lembah, angin, laut, dan segala musim berada di dalam pengawasan-Nya. Semua manusia harus hidup setia sesuai petunjuk dan perintah-Nya. Manusia yang tidak setia dan taat atas perintah-Nya pasti menerima hukuman berdasarkan keadilan-Nya. Yesus ingin agar semua manusia tidak ada satu pun tersesat dan binasa oleh karena penghukuman-Nya (Waruwu & Gaurifa, 2015). Kehadiran umat kristiani yaitu agama Katolik di Desa Palasari maupun agama Kristen di Desa Blimbingsari merupakan sebuah panggilan untuk menghadirkan kemuliaan Tuhan Yesus di daerah tersebut. Tuhan Yesus menginginkan agar daerah ini menjadi berkat, makmur, sejahtera, dan sebagai salah satu desa wisata yang terkenal di Indonesia sampai hari ini. Kedua desa tersebut memiliki sejarah dan pengorbanan yang sama dalam menjadikan hutan 103
angker menjadi daerah yang subur, bersih, dan bahkan bisa menjadi destinasi wisata spiritual seperti saat ini
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
uw
ar
Semangat masyarakat dalam membangun kawasan Palasari sebagai salah satu destinasi wisata spiritual adalah upaya menghadirkan Injil Kristus (Kabar Sukacita) bagi Desa Palasari pada khususnya serta Pulau Bali dan Indonesia pada umumnya. Keindahan alam serta keunikan yang terdapat di daerah Palasari sebagai bukti keagungan Tuhan bagi umat manusia dan alam semesta ini. Setiap wisatawan betul-betul merasakan kehadiran Tuhan ketika mereka berdoa di gereja maupun di Goa Maria. Oleh sebab itu, kawasan wisata ini sebagai sarana memberitakan Injil kepada setiap wisatawan secara tidak langsung maupun secara langsung. Dalam Alkitab ditegaskan bahwa semua umat kristiani (Katolik dan Kristen) diperintahkan untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa (Matius
u
(Junaedi & Waruwu, 2016).
N
iK ad ek
Kehadiran umat kristiani di dunia ini merupakan sebuah panggilan pelayanan untuk menghadirkan kemuliaan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menginginkan agar setiap daerah yang didiami oleh umat Kristiani harus menjadi berkat, makmur, sejahtera, dan sebagai salah teladan bagi daerah lainnya.
104
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
28:19-20) serta harus mampu menjadi berkat bagi semua orang di manapun mereka berada (Kejadian 12:2-3; Galatia 3:14). Selain itu, Tuhan Yesus memiliki tujuan agung yaitu menyelamatkan umat manusia dari segala dosa-dosa mereka. Keberadaan umat kristiani di Palasari sebagai bentuk kehadiran Tuhan Yesus dalam mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, dan sebagainya. Kawasan Palasari ini secara khusus gedung gerejanya yang bersejarah terdapat banyak simbol-simbol kekristenan dengan makna spiritual (rohani). Melalui simbol tersebut memberi pencerahan bagi setiap wisatawan tentang perjalanan suci Tuhan Yesus selama di dunia ini dalam melayani umat manusia dengan penuh ketulusan serta menyelamatkan umatNya dari dosa. Dengan demikian, setiap wisatawan dapat mengintropeksi diri serta memberikan kekuatan spiritual dalam hati dan hidup mereka agar mampu menjalani masa depan yang lebih baik.
N
iK ad ek
7.2
Kepemimpinan Sang Guru Spiritual
Seorang pemimpin berkualitas memang sangat sulit ditemukan pada era yang serba kompleks saat ini. Hampir semua orang yang sedang memimpin di Indonesia sekarang ini telah terjebak dalam tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kendati ada sebagian kecil orang yang jujur pada awal 105
W
ar
uw
u
Hampir semua orang yang sedang memimpin di Indonesia saat ini sedang terjebak dalam tindakan KKN. Untuk menyingkapi masalah krisis kepemimpinan ini, maka setiap orang harus belajar kepada Tuhan Yesus selaku pemimpin sejati dan spiritual.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
kepemimpinannya, namun bisa saja terjebak dalam “sistem” KKN yang sudah mengakar selama bertahuntahun di negeri ini. Bisa dikatakan bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan yang berkualitas. Dengan adanya krisis kepemimpinan ini membuat generasi muda kesulitan untuk mencari orang yang patut untuk diteladani pada masa mendatang. Untuk menyingkapi masalah krisis kepemimpinan ini, maka setiap orang harus belajar kepada Tuhan Yesus. Selama kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus di dunia walau dalam waktu singkat menunjukkan sebuah kualitas kepemimpinan yang terbaik (Junaedi & Waruwu, 2016). Pola kepemimpian dan pelayanan Tuhan Yesus ini pun diakui oleh beberapa pemimpin Islam di dunia. Menurut D’Souza (2009) bahwa dalam dunia Islam, kepemimpinan Tuhan Yesus yang dikenal dengan nama Isa Almasih sangat dihormati serta memberi inspirasi bagi mereka. Jika para pemimpin ingin menunjukkan kepemimpinan spiritualnya tentu harus meniru cara 106
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus. Apapun lembaga atau organisasi yang dipimpinnya, setiap pemimpin harus menghadirkan prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus selama kepemimpinannya. Gaya maupun tipe kepemimpinan setiap orang saat ini harus mengacu kepada kepemimpinan Tuhan Yesus. Kepemimpinan Tuhan Yesus merupakan sebuah model kepemimpinan spiritual yang sejati. Nilai spiritualitas seseorang sangat mempengaruhi pola kepemimpinannya. Melalui nilai spiritualitas ini dapat membantu seorang pemimpin membangun karakter yang baik dalam dirinya. Dengan memiliki karakter yang baik, maka dapat dipastikan sangat berdampak positif yaitu mengembangkan lembaga atau organisasi yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik (Junaedi & Waruwu, 2016). Menyadari betapa pentingnya prinsip kepemimpinan spiritual dalam berbagai bidang kehidupan saat ini, maka pilihan terakhir harus belajar dari kepemimpinan Tuhan Yesus. Untuk memimpin Memimpin organisasi bukan sekedar jabatan atau kekuasaan, tetapi sebuah panggilan batin untuk melayani semua golongan sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sikap rela berkorban dan melayani semua orang tanpa melihat status sosialnya. 107
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
sebuah lembaga negara, perusahaan, maupun organisasi-organisasi lainnya, termasuk dalam mengembangkan pariwisata spiritual di Palasari harus menerapkan prinsip dan nilai kepemimpinan spiritual tersebut. Oleh sebab itu, apapun agama, suku, dan jabatan yang dipegang oleh seorang pemimpin harus berpedoman pada prinsip-prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus. Kepemimpinan Tuhan Yesus bermuara pada keadilan, kasih, dan pelayanan yang tulus. Memimpin suatu lembaga atau organisasi bukan hanya sekedar jabatan maupun kekuasaan, tetapi sebuah panggilan batin dalam melayani semua golongan sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sikap rela berkorban serta melayani semua orang tanpa melihat latarbelakang suku, ras, maupun etnis. Tuhan Yesus telah memberi contoh tentang bentuk pelayanan yang maksimal di dunia ini. Dalam pelayanan-Nya kadang mendapatkan hinaan, caci maki, dan bahkan mati disalibkan di antara orang berdosa. Sekalipun Tuhan Yesus tidak pernah melakukan dosa sedikitpun. Konsep kepemimpinan inilah yang harus diterapkan oleh semua pemimpin di negara ini mulai dari pusat sampai pelosok desa.
7.3
Kehadiran Pemimpin Spiritual
Secara etimologis, kata “spiritualitas” berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus yang artinya roh, jiwa 108
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
atau semangat. Kata ini memiliki padanan dengan Bahasa Ibrani yaitu ruach dan Bahasa Yunani yaitu pneuma. Kedua istilah itu memiliki arti sebagai angin atau nafas. Sementara istilah spiritual berasal dari kata dasar Bahasa Inggris yaitu spirit yang memiliki cakupan makna yaitu jiwa, arwah/roh, semangat, hantu, moral, dan tujuan atau makna yang hakiki. Dalam bahasa Arab, istilah ini juga terkait dengan yang ruhani dan ma’nawi dari segala sesuatu. Dalam Bahasa Indonesia istilah ini dapat diartikan sebagai ‘semangat yang menggerakkan’. Dengan demikian, kata spiritual berarti berbicara tentang hati nurani, moral, serta tingkah laku yang baik serta terpuji dari seseorang maupun dari sekelompok orang dalam suatu komunitas masyarakat. Kata spiritualitas merupakan suatu kata yang bersifat universal karena bisa digunakan oleh semua agama. Istilah spiritualitas merupakan saripati religius yang ada di balik ajaran atau aturan-aturan formal keagamaan, seperi agama Katolik maupun Kristen. Nilai spiritual merupakan daya dorong, motivasi, serta menumbuhkan semangat bagi seseorang sehingga memiliki keselarasan antara apa yang diimani (agamanya) dengan yang dilakukannya bagi sesama maupun dunia di sekitarnya. Menurut Zohar dan Marshall (2007) bahwa kecerdasan spiritual memiliki andil 80% dalam 109
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
kesuksesan karir seseorang. Sedangkan kepemimpinan spiritual berdasarkan hasil penelitian Percy (2003) menunjukkan bahwa para direktur dan Chief of Excutive Officer (CEO) yang efektif dalam hidup dan kepemimpinannya memiliki spiritualitas yang tinggi serta menerapkan gaya kepemimpinan spiritual. Apapun jabatan dan tugas yang diemban oleh seseorang harus memiliki dan menerapkan gaya kepemimpinan spiritual. Selama kepemimpinannya harus bisa menjadi berkat bagi anggotanya maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Apapun yang hendak dia lakukan bukan untuk kebanggaan dirinya, tetapi selalu berorientasi untuk kemuliaan nama Tuhan dan kebaikan orang lain. Semua pemimpin seyogianya memiliki karakter dan sifat kepemimpinan spiritual tersebut. Keberadaan Desa Palasari tentu didukung dengan kehadiran tokoh-tokoh spiritual yang ada pada saat itu. Pastor Simon Buis bersama beberapa orang kepala keluarga yang berasal dari Tuka dan Gumbrih bisa dikatakan sebagai tokoh-tokoh penting yang harus diingat jasa dan pengorbanannya dalam membangun Desa Palasari sehingga ada sampai hari ini. Jerih payah tokoh-tokoh ini tidak bisa dibayar dengan uang atau harta apapun. Semangat dan pengorbanan mereka merupakan wujud dari panggilan iman. Mereka tetap percaya kepada Yesus Kristus sekalipun mendapatkan 110
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
penghinaan dan penganiayaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehadiran Pastor Simon Buis sebagai gembala serta sekaligus menjadi pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di daerah Palasari tersebut. Pastor Simon bersama sebagian anggota masyarakat kristiani memiliki keinginan besar untuk membebaskan diri dari berbagai himpitan kehidupan ekonomi yang sulit serta dari tekanan sosial lainnya. Mereka pada awalnya sebagian besar merupakan petani miskin dan melarat yang kesehariannya hanya menggarap sawah tuan tanah di desanya. Melalui terpaan kehidupan ini maka masyarakat Palasari semakin menyadari bahwa penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yesus merupakan jalan terbaik karena memiliki kepastian yaitu hidup kekal. Mereka semakin hari memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi dalam hidupnya sehingga terlihat dalam berbagai aktivitas mereka seperti dalam hal berdoa, karya seni, budaya, adat istiadat, pembangunan gedung gereja, dan sebagainya. Penerapan nilai spiritual ini semakin bertumbuh seiring dengan pengalaman dan perjalanan hidup mereka sampai sekarang ini. Keteladanan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap sendi kehidupan manusia, secara khusus untuk mengembangkan pariwisata spiritual di Palasari. Memang harus diakui bahwa 111
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
hampir semua orang di dunia ini banyak yang berminat menjadi pemimpin. Untuk menjadi pemimpin sebagian orang menghalalkan berbagai macam cara untuk dapat meraihnya. Menjadi seorang pemimpin bukan sesuatu yang harus direbut dari seseorang ataupun dari lembaga tertentu, tetapi panggilan batin yang membutuhkan pengorbanan serta pelayanan yang maksimal. Keteladanan seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap sendi kehidupan manusia. Menjadi seorang pemimpin bukan sesuatu yang harus direbut, tetapi keterpanggilan batin yang membutuhkan pengorbanan dan pelayanan yang maksimal.
7.4
Peran Pemimpin Menuju Perubahan
N
iK ad ek
Kawasan Palasari yang terkenal angker, hutan lebat yang tidak berpenghuni, penyakit malaria ganas, dan akses jalan yang sulit tentu bukanlah pekerjaan yang mudah bagi setiap pemimpin masa kini. Kenyataan inilah yang harus dihadapi oleh para pemimpin yang ada di Palasari pada waktu itu. Pekerjaan yang sulit ini pun dibutuhkan peran pemimpin yang religius, inovatif, serta memiliki visi-misi untuk menuju perubahan yang lebih baik.
112
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dengan berpedoman kepada kepemimpinan Tuhan Yesus, maka setiap pemimpin di daerah ini memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak pernah mengenal lelah. Menurut Andi (Lugo, 2009: 181-183) seorang pemimpin ideal yang dapat membuat sebuah perubahan pada negaranya atau suatu wilayah harus memiliki 5 (lima) ciri khusus, yaitu: 1. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang menyerahkan nyawanya demi rakyatnya. 2. Pemimpin yang cerdas ialah menjadi sahabat rakyatnya. 3. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang memiliki integritas. 4. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang tegas dan memiliki keberanian moral. 5. Pemimpin yang cerdas ialah pemimpin yang melayani orang yang dipimpinnya.
N
iK ad ek
Kelima ciri pemimpin di atas sesungguhnya merupakan ciri khas dari kepemimpinan Tuhan Yesus. Memang sangat sulit untuk mencari figurfigur pemimpin yang cerdas serta berintegritas pada saat ini. Akan tetapi, tidak salah jika kita melihat salah satu contoh figur seorang pemimpin yang hampir sama dengan kepemimpinan Tuhan Yesus yaitu kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 113
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Kepemimpinan mereka perlu ditiru dan diteladani oleh semua pemimpin di Indonesia saat ini. Sekalipun mereka mendapat tekanan, fitnah, dan penghinaan dari beberapa pihak, namun mereka tetap memberikan kualitas terbaik selama kepemimpinannya. Selama kepemimpinan Jokowi maupun Ahok menunjukkan sikap seorang pemimpin yang melayani, penuh ketulusan, dan kejujuran. Lebih penting untuk diingat bahwa sejauh ini mereka bebas dari KKN (kurupsi, kolusi, dan nepotisme). Kendati Jokowi beragama Islam namun tersirat prinsip-prinsip kepemimpinan serta pelayanan Tuhan Yesus dalam kepemimpinannya selama ini. Apalagi Ahok yang beragama Kristen tentu harus selalu berpedoman pada kepemimpinan dan pelayanan Tuhan Yesus tersebut. Demikian pula dalam setiap pribadi pemimpin yang ada di Desa Palasari harus memiliki jiwa dan prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus. Prinsip kepemimpinan ini dimulai dari Pastor selaku tokoh agama, Kepala Desa, tokoh masyarakat, pelaku usaha (pariwisata), dan semua anggota masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Dengan kerjasama serta visi-misi yang jelas, maka Desa Palasari sampai hari ini telah mengalami perubahan yang signifikan baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya. Dengan adanya perubahan ini maka anggota masyarakatnya maupun wisatawan yang berkunjung di daerah tersebut merasa 114
u uw
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Figur seorang pemimpin yang hampir sama dengan kepemimpinan Tuhan Yesus yaitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sekalipun mereka mendapat tekanan, fitnah, dan penghinaan, namun mereka tetap memberikan kualitas terbaik selama kepemimpinannya. Mereka menunjukkan sikap seorang pemimpin yang melayani, penuh ketulusan, kejujuran, dan bebas dari tindakan KKN.
N
iK ad ek
senang dan nyaman dalam melaksanakan wisata spiritualnya seperti berdoa dan beribadah di gereja. Perubahan yang terjadi di Desa Palasari dari daerah angker dapat berubah menjadi destinasi wisata spiritual waktu dan kerja keras seorang pemimpin. Peranan pemimpin dalam melakukan sebuah transformasi sangat diperlukan. Pemimpin merupakan aktor penggerak atau motivator yang baik bagi lembaga pemerintahan desa maupun pemerintahan gereja. Kehadiran seorang pemimpin dapat memberikan semangat untuk terus berjuang, sehingga mampu merubah nasib anggota masyarakatnya. Memiliki pemimpin yang transformatif serta spiritual tentu membawa perubahan besar dalam seluruh aspek hidup masyarakatnya. Bukan saja transformasi secara ekonomi, sosial, seni, dan budaya, 115
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
tetapi juga transformasi terhadap pengembangan daya tarik wisata spiritual pada suatu wilayah. Peran sentral seorang pemimpin yang transformatif dan spiritual ternyata menjadi cikal bakal perubahan pada kawasan Palasari tersebut. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang transformatif dan spiritual menjadi modal penting bagi pembangunan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dan Palasari pada khususnya.
N
iK ad ek
Memiliki pemimpin yang transformatif serta spiritual tentu membawa perubahan besar dalam seluruh aspek hidup masyarakatnya. Bukan saja transformasi secara ekonomi, sosial, seni, dan budaya, tetapi juga transformasi terhadap pengembangan daya tarik wisata spiritual pada suatu wilayah.
116
Dasar Motivasi Wisatawan
M
W
8.1
ar
u
uw
BAB VIII MOTIVASI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
otivasi merupakan hal yang paling mendasar dalam mempelajari pariwisata maupun wisatawan. Motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun kadang tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Pitana dan Gayatri, 2005). Pada dasarnya motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan (need) dari diri manusia. Jika kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya. Motivasi inilah yang mendorong wisatawan untuk memilih suatu daya tarik wisata yang akan dikunjunginya seperti daya tarik wisata spiritual di Desa Palasari. Motivasi wisatawan domestik maupun mancanegara untuk mengunjungi daya tarik wisata di Desa Palasari sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian kami pada tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah wisatawan (domestik dan mancanegara) yang berkunjung ke daerah ini sekitar 1.800 orang. Dengan mengambil sampel penelitian pada pengunjung 117
u uw ar W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan diri manusia. Jika kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya seperti berwisata. Motivasi inilah yang mendorong wisatawan untuk memilih suatu daya tarik wisata spiritual di Desa Palasari sampai saat ini.
N
iK ad ek
pada bulan Januari 2014 yang berjumlah 30 orang, maka sekitar 6,7% bermotivasi untuk meningkatkan pengetahuan, sekitar 3,3% bermotivasi untuk mempelajari keterampilan baru, sekitar 3,3% untuk mendapatkan pengalaman tentang budaya baru, sekitar 3,3% bertujuan untuk melihat-lihat (mengamati), sekitar 6,7% untuk tujuan nostalgia, dan sekitar 10% untuk spiritual fulfillment. Motivasi untuk berwisata spiritual tentu sangat mendasar karena kawasan ini merupakan tempat ibadah yang memiliki sejarah kehidupan umat Katolik yang menarik dan unik. Selanjutnya, wisatawan domestik maupun mancanegara datang ke daerah ini karena memiliki motivasi adanya suasana romantik sekitar 3,3%, sekitar 6,7% bermotivasi karena masyarakat lokalnya yang menarik dan ramah, sekitar 6,7% bermotivasi karena adanya kehidupan masyarakat yang unik dan berbeda 118
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
dari yang lain, sekitar 6,7% bermotivasi karena suasana yang eksotik, sekitar 6,7% bermotivasi karena cuaca (iklim) yang sejuk, sekitar 3,3% bermotivasi untuk fotografi, sekitar 6,7% bermotivasi untuk memancing di bendungan, sekitar 13,3% bermotivasi karena melihat bangunan dan tempat sejarah, dan sekitar 13,3% menyatakan motivasinya untuk melihat atraksi seni dan budaya. Apabila dicermati dengan baik bahwa motivasi wisatawan yang datang ke daerah ini didominasi dengan tujuan untuk spiritual fulfillment sekitar 10%, melihat bangunan dan tempat sejarah sekitar 13,3%, dan melihat atraksi seni dan budaya sekitar 13,3%. Ketiga motivasi ini merupakan satu aspek mendasar dari pariwisata spiritual. Sebab, kawasan wisata di Desa Palasari memiliki ciri khas tersendiri serta terpadu dengan nilai-nilai agama, seni, budaya, dan adat istiadat masyarakat Bali pada umumnya. Berdasarkan pengakuan wisatawan domestik yang bernama Deasy Anita Sari seorang pelajar dari Malang yang mengatakan: “Saya mengunjungi Desa Palasari karena ingin mengetahui budaya Bali yang masih dilestarikan baik dari dekorasi gerejanya yang mendapatkan sentuhan budaya Bali maupun dalam prosesi misa di gereja tersebut”.
119
W
u uw
ar
Hal senada juga diungkapkan oleh wisatawan yang berasal dari Perancis bernama Michele Baughman yang menyatakan bahwa motivasinya berkunjung ke Desa Palasari adalah karena adanya atraksi seni dan budaya yang dipadukan dengan nilai-nilai agama Katolik. Berikut pernyataan wisatawan tersebut:
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
“I Have heard very often of Palasari Village about church’s uniqueness. Therefore I am curious to see this place on my own. I really interested on it’s culture, attraction, especially spiritual performance such as Balinese choir, angel dance that usually performed on spiritual event like Easter and Christmas”. Sementara Agus Prasetyo seorang guru agama Kristen Katolik yang berasal dari Malang Motivasi memiliki motivasi dalam menambah wawasan ketika mengajar siswanya di sekolah. Ketertarikannya didasarkan pada sejarah serta keunikan Gereja Katolik tersebut. Dia menyatakan bahwa:
N
iK ad ek
“Motivasi saya datang ke sini karena tertarik dengan sejarah dan keunikan Gereja Katolik Desa Palasari yang menjadi wisata rohani, sehingga dalam saya mengajar agama Kristen Katolik kepada anak didik di sekolah, saya bisa membagikan pengalaman saya yang sudah mengunjungi langsung Gereja Katolik “Hati Kudus Yesus”.
120
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Berdasarkan hasil wawancara kepada wisata wan domestik maupun mancanegara di atas menunjuk kan bahwa motivasi yang mendorong mereka untuk berkunjung ke Desa Palasari merupakan salah satu bentuk kecintaan terhadap agama, seni, dan budaya yang ada di Bali. Sikap ini sekaligus sebagai salah satu cara pelestarian seni dan budaya pada suatu daerah. Apabila semua elemen masyarakat mencintai seni dan budaya pada daerahnya maka dapat dipastikan akan menjadi daya tarik bagi setiap wisatawan. Pada umumnya, atraksi wisata dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu atraksi sumber daya alam dan atraksi buatan manusia. Atraksi sumber daya alam yaitu setiap ekosistem serta segala yang terdapat di dalamnya, sedangkan atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya (agama, budaya modern museum, galeri, seni, situs, arkeologi, bangunan) dan tradisi (kepercayaan, animisme budaya, festival) serta kegiatan olahraga (olimpiade,
Motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Palasari merupakan salah satu bentuk kecintaan terhadap agama, seni, dan budaya yang ada di Bali. Sikap ini sekaligus sebagai salah satu cara dalam melestarikan seni dan budaya Bali maupun daerah lain di Indonesia. 121
8.2
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
piala dunia, turnamen). Dengan melihat berbagai latar belakang pekerjaan dan motivasi wisatawan berarti kawasan Palasari memiliki daya tarik wisata yang unik dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan melihat kembali teori hierarki kebutuhan setiap manusia menurut Maslow yang mengelompokkan motivasi menjadi empat kategori, yaitu: motivasi fisik, motivasi kebudayaan, motivasi pribadi, motivasi status atau prestise (McIntosh, 1986). Keempat motivasi inilah yang mendorong setiap wisatawan (domestik dan mancanegara) datang untuk berkunjung ke Desa Palasari.
Motivasi Fisik (Physical Motivators)
N
iK ad ek
Motivasi ini merupakan segala motivasi yang berhubungan dengan istirahat fisik, kenyamanan, olah raga, bersantai, serta kesehatan jasmani. Keseluruhan motivasi memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi ketegangan dan beban pekerjaan melalui aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik. Salah satu contoh aktivitas fisik yang dimaksud dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
122
u uw ar W W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Gambar 8.1 Wisatawan memancing di Bendungan (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
N
iK ad ek
Motivasi yang bersifat fisik ini didukung dengan ketersediaan daya tarik wisata di Desa Palasari yaitu salah satunya Bendungan Palasari. Lokasi ini sangat cocok untuk bersantai bersama keluarga dengan menikmati hawa yang sejuk sambil mancing ataupun berkeliling di sekitar bendungan tersebut. Wisatawan datang ke tempat wisata Palasari sebagaimana dikemukakan sebelumnya menunjukkan bahwa hanya sekitar 3,3% yang bertujuan untuk melihat-lihat dan tujuan memancing sebanyak 6,7%. Kedua motivasi ini merupakan motivasi fisik karena berhubungan dengan kenyamanan, bersantai untuk menikmati keindahan daya tarik wisata di Palasari. Kendati motivasi ini presentase masih relatif kecil namum sangat bermanfaat bagi setiap wisatawan yang berkunjung di lokasi tersebut. 123
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
uw
ar
Motivasi kebudayaan dalam hal ini adalah berkaitan dengan keunikan dan sejarah, tari-tarian, adat istiadat, dan berbagai aktivitas budaya lainnya yang terdapat di kawasan wisata Palasari selama ini. Setiap wisatawan yang datang ke daerah ini disuguhkan berbagai daya tarik wisata baik panorama alam, budaya, maupun spiritual. Kawasan Palasari adanya berbagai keunikan mulai dari sejarah pendirian Desa Palasari, keunikan gedung gereja, pementasan taritarian, dan adat istiadatnya yang bernuansa budaya Bali. Keunikan dan keindahan daerah ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
u
8.3 Motivasi Kebudayaan (Cultural Motivators)
Gambar 8.2 Gedung gereja dengan akulturasi budaya (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
124
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Motivasi wisatawan berkunjung ke Desa Palasari karena keinginan mendapatkan pengalaman tentang budaya baru, bangunan bersejarah, atraksi seni, dan budaya. Motivasi kebudayaan merupakan motivasi yang paling disukai oleh setiap wisatawan yang berkunjung ke Palasari. Wisatawan ini ingin mengetahui keanekaragaman seni dan budaya di Bali. Terlebih lagi memiliki keunikan tersendiri karena seni dan budaya Bali dipadukan dengan nilai-nilai kekristenan. Bisa dikatakan bahwa gereja Katolik atau kawasan Palasari inilah yang berusaha memadukan nilai seni budaya dengan nilai agama.
8.4
Motivasi Pribadi Motivators)
(Interpersonal
N
iK ad ek
Motivasi yang bersifat pribadi mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru serta mengunjungi teman dan keluarga. Motivasi ini sebagai pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan atau kesibukan pekerjaan. Dengan berwisata seperti ini dapat membangun pertemanan baru atau komunitas baru di sekitar kawasan wisata Palasari tersebut.
125
u uw ar W W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Gambar 8.3 Wisatawan berdoa di Goa Maria (Sumber: Dokumen Widyastuti dan Waruwu, 2014)
N
iK ad ek
Dari seluruh total wisatawan yang berkunjung di Palasari ini pada tahun 2014 menunjukkan persentase yang beragam. Wisatawan yang berkeinginan mempelajari keterampilan baru sebanyak 3,3%, motivasi nostalgia sebanyak 6,7%, spiritual fullfiment sebanyak 10%, menikmati suasana romantik sebanyak 3,3%, kehidupan masyarakat lokal yang menarik dan ramah sebanyak 6,7%, kehidupan mayarakat yang unik dan berbeda dengan daerah lain sebanyak 6,7%, adanya suasana yang eksotik sebanyak 6,7%, dan adanya cuaca yang sejuk sebanyak 6,7%. Motivasi di atas merupakan suatu motivasi yang timbul secara pribadi agar terhindari dari berbagai rutinitas yang 126
Motivasi Status atau Prestise (Status and Prestige Motivators)
uw
8.5
u
menjenuhkan pada hari-hari sebelumnya.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Motivasi karena status atau prestise merupakan motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan akan kepercayaan diri serta pengembangan pribadi. Motivasi seperti keinginan untuk diakui, mendapat perhatian, penghargaan dan reputasi yang baik selama melakukan perjalanan wisata tersebut. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi wisatawan yang berkunjung ke desa ini karena keinginan meningkatkan pengetahuan sebanyak 6,7% dan fotografi sebanyak 3,3%. Kedua motivasi ini merupakan motivasi status atau prestise karena keinginan untuk mengenal budaya Bali ataupun menyalurkan hobby. Wisatawan yang datang ke Desa Palasari berusaha memenuhi motivasi status atau prestise ini dengan berbagai cara seperti belajar mengenai budaya Bali, sekedar menyalurkan hobby seperti fotografi, memancing, atau berdoa di Goa Maria karena memiliki pergumulan yang belum terjawab selama ini.
127
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
u
Motivasi wisatawan berkunjung ke Desa Palasari didorong oleh beberapa hal, yaitu: motivasi fisik, motivasi kebudayaan, motivasi pribadi, motivasi prestise, dan lebih mendasar lagi adalah motivasi spiritual atau kerohaniaan.
128
P
W
ar
u
uw
BAB IX PERSEPSI BERWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
ersepsi wisatawan terhadap keunikan gereja Katolik di Palasari dihubungkan dengan teory The Tourist Qualities of Destination dari Burkart dan Medlik. Menurutnya ada 4 variabel untuk melihat persepsi wisatawan yang berkunjung ke objek wisata, yaitu atraksi-atraksi, aksesibilities, amenities (fasilitasfasilitas), dan organisasi wisatawan (pengelola). Keempat persepsi (variebel) tersebut lebih rinci diuraikan di bawah ini.
9.1
Persepsi Terhadap Atraksi Wisata
N
iK ad ek
Atraksi yang terdapat di Desa Palasari meliputi beberapa variabel di antaranya arsiktektur, pemandangan alam, seni dan budaya, adat istiadat, spiritual dan fotografi. Adapun data yang diperoleh mengenai persepsi wisatawan terhadap keunikan gereja Palasari dapat dilihat pada di bawah ini.
129
130
6
19
10
15
7
Pemandangan Alam
Seni dan Budaya
Adat istiadat
Spiritual
Fotografi
35
75
50
95
30
50
Skor
10
10
12
9
15
15
Jml (org)
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014
10
Jml (org)
Cuku (3)
40
40
48
36
60
60
13
5
8
2
9
5
39
15
24
6
27
15
Skor Jml Skor
Baik (4)
-
-
-
-
-
Jl m
Skor
Buruk (2)
-
-
-
-
-
Jml
Krite Ria
Baik
Sangat Baik
Baik
Sangat Baik
Baik
Sangat Baik
u
uw
114/30 = 3,8
130/30 = 4,3
122/30 = 4,1
137/30 = 4,6
117/30 = 3,9
125/30 = 4,2
Rata-rata
ar
W
Skor
Sangat Buruk (1)
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Sangat Baik (5)
Tabel 9.1 Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi di Palasari
iK ad ek
Arsitektur
Atraksi
N
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan pada di atas dengan menggunakan konversi Skala Likert, maka dapat diketahui bahwa dari variabel atraksi-atraksi yang ada di Desa Palasari indikator Seni dan Budaya memperoleh penilaian persepsi sangat baik (skor 4,6), selanjutnya indikator spiritual memperoleh penilaian persepsi sangat baik (skor 4,3), dan indikator arsitektur memperoleh penilaian sangat baik (skor 4,2), Berikutnya indikatorindikator yang mendapat penilaian persepsi baik secara berurutan dari skor terbesar adalah indikator adat istiadat (skor 4,1), kemudian pemandangan alam (skor 3,9), serta indikator fotografi yang memperoleh penilaian persepsi baik (skor 3,8). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari memiliki persepsi yang sangat baik terhadap seni dan budaya Bali yang masih dilestarikan serta mengakar pada anggota masyarakatnya. Daerah ini memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung di kawasan tersebut. Ditambah lagi keunikan arsitektur gedung gereja sebagai hasil perpaduan ghotik dan Bali. Dengan demikian, setiap wisatawan memiliki persepsi yang baik karena memiliki adat istiadat yang unik serta pemandangan alam yang eksotik. 131
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Variabel berikutnya menurut teori The Tourist Qualities of Destination dari Burkart dan Medlik adalah aksesibilitas. Aksesibilitas yang dimaksudkan yaitu alat transportasi dan komunikasi yang memungkinkan sebuah destinasi mudah dijangkau oleh wisatawan. Adapun persepsi wisatawan terhadap aksesibilitas di Desa Palasari sebagai daya tarik wisata selama ini dapat dilihat pada tabel 9.2 Hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan pada di atas dengan menggunakan konversi data melalui skala likert, maka dapat diketahui bahwa dari katagori aksesibilitas Desa Palasari, indikator Lokasi Objek mendapatkan penilaian persepsi sangat baik dengan skor sebesar 4,4, indikator jarak penyeberangan Gilimanuk dan kondisi jalan menuju lokasi mendapatkan penilaian persepsi baik dari para responden dengan jumlah skor masing-masing sebesar 4,1 dan indikator transportasi menuju lokasi mendapat penilaian persepsi baik dengan jumlah skor 3,9. Berdasarkan data pada tebel di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi wisatawan terhadap lokasi wisata di Desa Palasari sangat baik karena mudah dijangkau kurang lebih 20 menit dari penyeberangan Gilimanuk.
u
Persepsi Terhadap Aksesibilitas
uw
9.2
132
133
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
60
12
10
7
Jarak dari penyeberangan Gilimanuk
Kondisi jalan menuju lokasi
Transportasi menuju lokasi
10
12
10
10
Jlm
40
48
40
40
Skor
Baik (4)
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014
35
50
80
16
Skor
Lokasi Objek
jlm
Sangat Baik (5)
14
8
8
4
Jml
42
24
24
12
Skor
Cukup (3)
Jml
Skor
Buruk (2)
Jml
u
uw
117/30 3,9
122/30 4,1
124/30 4,1
132/304,4
Rata-rata
ar
W
Skor
Sangat Buruk (1)
Tabel 9.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas Palasari
iK ad ek
Atraksiatraksi
N
Baik
Baik
Baik
Sangat Baik
Kriteria
W
ar
uw
u
Persepsi wisatawan terhadap keberadaan daya tarik wisata spiritual di Palasari sangat baik. Mereka tertarik dengan seni dan budaya Bali yang masih dilestarikan serta mengakar pada masyarakatnya.
Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/ Fasilitas
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
9.3
N
iK ad ek
Variabel amenitas/fasilitas merupakan variabel yang ketiga menurut teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik. Amenitas yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas yang tersedia pada destinasi yang mencakup akomodasi, cattering, hiburan, transportasi, dan alat komunikasi. Fasilitas ini berfungsi bagi setiap wisatawan selama berada di kawasan wisata tersebut. Dengan adanya fasilitas ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan suatu daya tarik wisata seperti restaurant, pasar oleholeh, dan hotel-hotel atau penginapan-penginapan yang dibangun di sekitarnya. Apabila suatu kawasan wisata tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan maka destinasi tersebut akan susah berkembang. Persepsi wisatawan terhadap amenitas/fasilitas yang terdapat di Desa Palasari dapat pada tabel di bawah ini.
134
135
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
8
6
7
Pasar oleh– oleh
Restaurant
Area Parkir
35
30
40
15
Skor
10
13
9
4
Jml
40
52
36
16
Skor
Baik (4)
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014
3
Hotel
Jml
Sangat Baik (5)
13
11
13
23
Jml
39
33
39
66
Skor
Cukup (3)
Jml
Sangat Buruk (1)
u
uw
114/30 3,8
115/30 3,8
115/30 3,8
97/30 3,2
Rata-rata
ar
W
Skor Jml Skor
Buruk (2)
Tabel 9.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas di Palasari
iK ad ek
Amenitas / fasilitas
N
Baik
Baik
Baik
Cukup
Kriteria
9.4
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan dengan menggunakan skala Likert, maka dapat diketahui bahwa dari variabel amenitas/fasilitas yang ada di Desa Palasari mendapat penilaian persepsi baik secara berurutan dengan skor 3,8 yaitu indikator pasar oleh-oleh, indikator restaurant dengan skor 3,8 yang juga mendapat penilaian persepsi baik. Selanjutnya area parkir yang mendapatkan skor yang sama yaitu 3,8 sedangkan yang mendapatkan skor terendah yaitu 3,2 adalah indikator hotel dengan penilian cukup. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi wisatawan terhadap fasilitas pendukung pariwisata yang ada di Desa Palasari sudah baik kecuali fasilitas hotel masih masih dianggap cukup dan perlu ditingkatkan lagi.
Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi
N
iK ad ek
Variabel keempat menurut teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik yaitu organisasi kepariwisataan. Organisasi ini antara lain pihak pemerintah, desa adat Palasari, dan ketua paroki Gereja Katolik Palasari. Sebuah destinasi wisata harus memiliki sebuah organisasi kepariwisataan yang teratur, sehingga mampu menyediakan kerangka kerja yang maksimal bagi perkembangan destinasi wisata.
136
u uw
W
ar
Terwujudnya sinergi antara atraksi, aksesibilitas, amenitas, dan organisasi kepariwisataan merupakan kunci kesuksesan dari sebuah destinasi pariwisata.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Organisasi ini bertugas untuk mengembangkan produk wisata serta mempromosikannya ke pasar-pasar wisatawan sehingga meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata tersebut. Pihak desa adat Palasari dan ketua paroki gereja Palasari memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaku utama dalam pengelolaan aktivitas seni budaya serta berbagai atraksi yang ditawarkan kepada wisatawan. Masyarakat setempat juga berperan penting dalam mengembangkan Desa Palasari sebagai daya tarik wisata dengan cara menjaga kebersihan lingkungan, keramahan kepada pengunjung, dan pelestarian seni budaya. Semua pihak ini harus bersinergi dalam mengembangkan Palasari sebagai daya tarik wisata. Adapun persepsi wisatawan terhadap pengelola kawasan desa ini terlihat pada tabel di sini.
137
138
9
10
4
Kebersihan
Keamanan
Informasi untuk wisatawan
20
50
45
15
Skor
3
12
12
3
Jml
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2014
3
Promosi
Jml
12
48
48
12
Skor
Baik (4)
23
8
9
24
Jml
69
24
27
72
Skor
Cukup (3)
Jml
Skor
Buruk (2)
u
101/30 3,3
122/30 4,1
120/30 4,0
99/30 3,3
Total Skor
uw
ar
W
Skor
Sangat Buruk (1)
Jml
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Sangat Baik (5)
Tabel 9.4 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Kepariwisataan di Palasari
iK ad ek
Organisasi Kepariwisataan/ Pengelolaa
N
Cukup
Baik
Baik
Cukup
Nilai
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dari hasil pengolahan data pada tabel di atas menunjukkan organisasi kepariwisataan/pengelola kawasan Desa Palasari dipersepsikan oleh wisatawan dalam kategori baik. Indikator penilaian persepsi baik ini yaitu indikator keamanan dengan skor 4,1 dan indikator kebersihan memperoleh penilaian baik dengan skor 4,0 untuk indikator yang memperoleh penilaian cukup dari para wisatawan adalah indikator promosi dengan skor 3,3 diikuti indikator informasi untuk wisatawan yang juga mendapat penilaian cukup dengan skor 3,3. Oleh sebab itu, persepsi wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari sudah baik dalam aspek kebersihan dan keamanan, tetapi aspek promosi dan informasi masih kurang baik sehingga harus mendapat perharian secara serius dari organisasi tersebut. Berdasarkan teori The Tourist Qualities of Destination dari Burkart dan Medlik menunjukkan bahwa sinergi dari keempat variabel di atas yaitu atraksi, aksesibilitas, amenitas (fasilitas), dan organisasi kepariwisataan/pengelola merupakan kunci kesuksesan dari sebuah destinasi pariwisata. Hendaknya keempat kategori yang menjadi kekuatan Desa Palasari ini dapat tetap memperoleh persepsi yang sangat baik dari setiap wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Assael (Suradnya dkk, 2002: 2); Robbins dan Judge (2008: 175) bahwa 139
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
persepsi seseorang tergantung pada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Demikian pula persepsi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang mengunjungi Desa Palasari memiliki persepsi yang berbeda-beda. Persepsi mereka sangat berbeda-beda meskipun disuguhi objek atau stimulus yang sama. Salah satu contoh persepsi dari seorang wisatawan asal Jerman bernama Ms.Vanessa Dalton tentang atraksi yang paling disukainya mengatakan: “The arsitecture of Khatolic church is very unique and it’s good for me because my hobby is fotografi” (Arsitektur gereja Katolik di Palasari sangat unik pas dengan hobbynya yang suka fotografi). Sementara Ibu Dhian Sri Lestari dari Surabaya berpendapat:
N
iK ad ek
“Kalo saya kurang begitu suka fotografi, saya lebih suka berwisata rohani dengan ikut misa di gereja dan berdoa di Goa Maria”. Ibu Dhian Sri Lestari di atas lebih tertarik mengunjungi Desa Palasari karena ingin mengikuti misa di gereja dan berdoa di Goa Maria. Menurut Schiffman-Kanuk (Widjaja, 2009: 32) perbedaan persepsi semacam ini disebabkan oleh berbagai hal seperti pengalaman masa lalu dari individu tersebut. 140
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Selain faktor pengalaman masa lalu, persepsi setiap wisatawan bisa berbeda karena dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal yang mempengaruhi persepsi terdiri dari concreteness, novelty, velocity, dan conditional stimuli. Concreteness berupa wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara objektif, seperti pemahaman tentang budaya yang sulit bila dibandingkan secara obyektif. Budaya tradisional Bali yang tercermin pada aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Palasari menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi wisatawan sehingga memperoleh persepsi yang sangat baik. Novelty atau hal yang baru biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dari hal yang lama. Velocity atau percepatan dimana memunculkan stimulasi persepsi yang lebih efektif. Sesuatu yang baru seperti gereja dengan arsitektur yang unik yaitu perpaduan arsitektur Belanda dan Bali sertqa dekorasinya kental dengan sentuhan budaya Bali. Kondisi inilah yang dipersepsikan dengan sangat baik oleh beberapa pengunjung karena unik dan Budaya tradisional Bali yang tercermin pada aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Palasari menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi setiap wisatawan, sehingga memperoleh persepsi yang sangat baik sampai saat ini. 141
W
ar
uw
u
Setiap wisatawan yang berwisata di Palasari disuguhkan berbagai macam kepuasaan, baik kepuasan jasmani maupun kepuasan spiritual atau rohani yang tidak ada di lokasi wisata yang lain di Indonesia.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
menarik serta berbeda dengan konsep gedung pereja pada umumnya. Sementara faktor internal dipengaruhi terbentuknya persepsi pengunjung terhadap daya tarik wisata di Palasari. Faktor internal itu terdiri dari motivation, interest, needs, dan assumptions. Motivasi wisatawan mengunjungi Desa Palasari didorong oleh motivasi fisik (physical motivators) seperti istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, bersantai, dan sebagainya. Wisatawan memberikan interest yaitu minat atau ketertarikan terhadap seni dan budaya yang terdapat di Desa Palasari. Oleh sebab itu, faktor needs atau kebutuhan merupakan faktor pembentuk persepsi yang cukup kuat karena wisatawan memiliki kebutuhan secara fisik maupun rohani. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi kunjungan wisatawan sebanyak 2 sampai 5 kali atau lebih. Secara keseluruhan persepsi wisatawan yang pernah berkunjung ke kawasan wisata Palasari menunjukkan penilaian yang positif. Akan tetapi, ada 142
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat maupun pengelola objek wisata ini yaitu penataan objek wisata dan kebersihan toilet khususnya di kawasan bendungan Palasari. Kondisi ini dibenarkan oleh Bapak Kuswantoro dari Surabaya yang mengatakan: “Tempat ini memang cukup bagus, tapi sayangnya kurang ditata baik, agak kotor banyak sampah-sampah plastik juga toiletnya kurang dirawat dengan baik”. Dengan demikian, pihak pengelola perlu melakukan penataan dan perawatan serta memperhatikan kebersihan kawasan wisata Palasari, sehingga setiap wisatawan merasa nyaman ketika berkunjung ke daerah ini. Motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari selama ini untuk memenuhi kebutuhan (needs) mereka. Para pengunjung merasakan pengalaman pribadi yang dipersepsikan dengan baik, sehingga mendorong mereka untuk kembali mengunjungi kawasan tersebut. Kendati demikian, masih banyak hal yang perlu dikembangkan dan diperbaiki pada kawasan wisatawa Palasari ini.
143
144
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
uw
W
ar
FAKTOR PENGEMBANGAN PARIWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
u
BAB X
S
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
ebelum melakukan analisis SWOT maka perlu mengidentifikasi faktor internal yaitu Strength dan Weakness serta faktor ekternal yaitu Opportunity dan Threats yang mempengaruhi pengembangan daya tarik wisata di Desa Palasari. Dalam menentukan keberhasilan dalam pengembangan daya tarik wisata tersebut, maka perlu memperhatikan tabel di bawah ini. Tabel 10.1 Faktor Internal dan Eksternal Daya Tarik Wisata di Desa Palasari
N
iK ad ek
No 1
Fakta Internal
Fakta Ekternal
Kekuatan (Strenght)
Peluang (Opportunities)
1. Adat istiadat Kristen Bali yang masih kuat dan mengakar pada masyarakat Desa Palasari.
1. Berkembangnya minat wisatawan terhadap daya tarik wisata alternatif dan wisata minat khusus.
145
2. Terdapat Gedung Gereja Khatolik yang unik.
2. Kecendrungan wisatawan eropa dan nusantara terhadap pariwisata budaya.
uw
u
3. Terdapat Bendungan Palasari.
W
Kelemahan (Weaknesess)
Ancaman (Threats)
1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia.
1. Semakin banyak berkembangnya (ODTW) obyek dan daya tarik wisata baru baik didalam maupun di luar negeri.
2. Kurangnya aksesibilitas menuju Desa Palasari.
2. Masuknya budaya asing yang berkembang di masyarakat.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
2
ar
4. Terdapat Goa Maria sarana memanjatkan doa dan berwisata rohani.
3. Kurangnya promosi.
4. Kurangnya sadar wisata.
N
iK ad ek
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan daya tarik wisata spiritual di Desa Palasari. Faktorfaktor ini akan dijelaskan secara lengkap di bawah ini.
10.1 Faktor Kekuatan Pada faktor internal terdapat kekuatan dalam mengembangkan daya tarik wisata di Desa Palasari. 146
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Adapun kekuatan yang dimaksud antara lain: 1. Adat istiadat Kristen Bali. Adat istiadat Kristen dengan Bali masih sangat kuat dan mengakar pada masyarakat Desa Palasari. Penduduk Desa Palasari yang mayoritas pemeluk agama Katolik masih menggunakan nuansa budaya Bali dalam setiap upacara keagamaannya, baik dalam gereja maupun dalam masyarakat. Keunikan inilah yang tetap dipertahankan sampai saat ini. Mengakarnya adat istiadat Bali dalam kegiatan gereja dan masyarakatnya menjadi kekuatan serta daya tarik bagi wisatawan.
N
iK ad ek
2. Gedung gereja yang unik. Wisatawan yang berkunjung ke desa ini karena tertarik pada keunikan gedung gerejanya. Dalam gedung gereja ini terdapat perpaduan antara arsitektur Belanda dan Bali. Selain itu, seni dan budaya sebagai peninggalan sejarah merupakan salah satu kekuatan dan daya tarik tersendiri bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. 3. Bendungan Palasari yang sejuk. Desa Palasari memiliki objek wisata lain yang banyak dikunjungi oleh wisatawan yaitu bendungan Palasari. Bendungan ini dilatarbelakangi oleh hutan lindung yang mempunyai hawa sejuk sehingga 147
u uw ar W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Daya tarik wisata di Palasari yang menjadi faktor kekuatan adalah adat istiadat Bali yang sudah diakulturasi dalam nilai-nilai kekristenan, gedung gereja yang unik, Bendungan sebagai representasi karya Allah kepada manusia, dan Goa Maria sebagai sarana untuk berdoa.
cocok untuk wisata tirta serta wana wisata di daerah sekitarnya. Bendungan ini juga memiliki nilai eksotik sehingga banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang mengunjungi kawasan tersebut.
N
iK ad ek
4. Goa Maria sebagai sarana doa dan wisata rohani. Goa Maria yang ada di Palasari sering juga disebut Lourdes yang berarti ‘Palinggih Ida Kaniaka Maria’. Dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai tempat suci bagi Bunda Maria. Lokasi ini menjadi pusat ziarah atau wisata rohani serta sekaligus sarana untuk memanjatkan doa. Tempat ini diyakini oleh umat dapat memberikan mujizat seperti mujizat kesembuhan. Selain itu, adanya areal khusus stasi Jalan Salib yang biasa digunakan oleh para peziarah. Aspek spiritual inilah yang menjadi kekuatan dan daya tarik wisata yang terdapat di Desa Palasari selama ini.
148
W
ar
uw
Di balik kekuatan yang dimiliki oleh Desa Palasari selama ini, ternyata ada juga beberapa kelemahan yang ditemukan oleh wisatawan pada saat berkunjung ke daerah ini. Adapun kelamahan yang dimaksud, yaitu:
u
10.2 Faktor Kelemahan
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
a. Kurangnya sumber daya manusia. Jika dilihat dari kondisi demografis Desa Palasari, maka mata pencaharian penduduknya sebagian besar petani serta didominasi oleh usia penduduk non produktif. Usia produktif lebih banyak tinggal di kota karena pekerjaan maupun pendidikan. Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang pariwisata sangat mempengaruhi atau menjad ancaman dalam pengembangan daya tarik wisata di daerah ini.
N
iK ad ek
b. Kurangnya aksesibilitas. Desa Palasari terletak diujung barat Pulau Bali, sehingga lokasinya jauh dari bandara Ngurah Rai. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan daya tarik wisata di kawasan ini. c. Kurangnya promosi. Persepsi wisatawan terhadap organisasi kepariwisataan/pengelola Desa Palasari dalam hal 149
u uw
ar
promosi masih mendapat penilaian cukup. Promosi maupun informasi kepada wisatawan masih belum mendapat perhatian serius dari pihak pengelola desa wisata ini. Kelemahan ini harus cepat diatasi oleh pihak pengelola daya tarik wisata tersebut.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
d. Kurangnya sadar wisata. Melihat mata pencaharian penduduk Desa Palasari sebagian besar petani, sehingga kesadaran terhadap pariwisata masih sangat kurang. Masyarakat kurang berminat untuk mengembangkan desa ini sebagai destinasi wisata alam maupun wisata spiritual. Daya tarik wisata di Palasari memiliki beberapa kekurangan, yaitu: sumber daya manusia yang minim dalam pengelolaan daya tarik wisata, fasilitas, promosi yang kurang, dan kesadaran wisata oleh masyarakatnya.
N
iK ad ek
10.3 Faktor Peluang
Faktor eksternal terhadap keberadaan daya tarik wisata terdapat dua kemungkinan yaitu peluang ataupun ancaman. Keberadaan daya tarik wisata di Desa Palasari perlu disadari adanya dua aspek penting yaitu peluang dan ancaman. Adapun peluang yang harus diambil secara cepat dan diorganisir dengan
150
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
baik, antara lain: a. Berkembangnya minat wisatawan terhadap daya tarik wisata alternatif dan wisata minat khusus. Berbagai macam daya tarik wisata bisa dijumpai di Bali mulai dari pantainya yang indah, gunung yang menjulang dan hijau, hutan yang asri dan alami, sungai yang eksotis dan bersih, museum, air terjun dan sebagainya. Akan tetapi, tidak semua wisatawan mempunyai keinginan untuk mengunjungi daerah tersebut. Dari sekian banyak wisatawan yang datang ke Bali justru lebih memilih tempat wisata alternatif yang kurang populer selama ini seperti goa, museum, candi, dan lainlain. Motivasi khusus wisatawan ini menjadi peluang untuk mengembangkan Desa Palasari sebagai tempat wisata rohani (spiritual tourism).
N
iK ad ek
b. Kecendrungan wisatawan Eropa dan Nusantara terhadap pariwisata budaya. Dengan melihat karakteristik wisatawan yang pernah mengunjungi Desa Palasari menunjukkan bahwa wisatawan dari Eropa dan Malang lebih menyukai seni, budaya, dan bangunan bersejerah. Oleh sebab itu, Desa Palasari yang kental dengan seni dan budaya Bali perlu dikembangkan lebih baik lagi untuk mengakomodir minat wisatawan tersebut. 151
W
ar
uw
u
Peluang yang terbuka lebar di Palasari betulbetul harus dimaksimalkan. Kawasan ini menjadi daya tarik wisata alternatif dan wisata minat khusus, sehingga wisatawan mancanegara dan nusantara terus berkunjung ke Palasari.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
10.4 Faktor Ancaman
Secara teoritis, keberadaan Desa Palasari memiliki peluang untuk dikembangkan lebih baik lagi, namun pada satu sisi terdapat ancaman yang siap menghancurkannya. Adapun ancaman yang diprediksi dapat menimpa pariwisata spiritual di Palasari apabila tidak diantisipasi, yaitu:
N
iK ad ek
a. Semakin banyak berkembangnya objek daerah tujuan wisata (ODTW) baru di dalam maupun di luar negeri. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah maupun nasional. Semakin banyak daerah yang dikembangkan sebagai daya tarik wisata membuat wisatawan memiliki banyak alternatif pilihan untuk berwisata. Oleh sebab itu, keberadaan daya tarik wisata di Desa Palasari mendapat ancaman karena ketatnya persaingan tersebut.
152
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
b. Masuknya budaya asing di masyarakat. Keberadaan tempat wisata tidak bisa dihindari dari hadirnya budaya asing serta percampuran budaya. Masuknya budaya asing ke Indonesia pada umumnya dan secara khusus di Desa Palasari tentu saja menjadi ancaman bagi budaya tradisional. Percampuran budaya asing dengan budaya tradisional (daerah) sangat mempengaruhi sistem nilai yang dianut oleh masyarakat lokal. Kemungkinan besar budaya Indonesia (daerah Bali) secara perlahanlahan semakin punah karena masuknya budaya asing. Oleh sebab itu, masyarakat harus mampu mengfilter setiap pergerakan budaya asing, sehingga budaya daerah tetap eksis di tengah perkembangan globalisasi dan perubahan sosial seperti ini. Keberadaan pariwisata spiritual di Palasari akan mendapat ancaman apabila tidak diantisipasi secara cepat dan strategi yang tepat. Ancaman ini disebabkan oleh berkembangnya destinasi wisata baru baik dalam negeri maupun luar negeri dan masuknya budaya asing di Desa Palasari yang berdampak negatif bagi pelestarian budaya daerah.
153
154
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
u uw
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
P
W
ar
BAB XI STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA SPIRITUAL DI PALASARI
N
iK ad ek
erumusan strategi pengembangan Desa Palasari sebagai suatu daya tarik wisata di Bali salah satunya menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini bertujuan untuk merumuskan strategi yang dapat diimplementasikan dalam mengembangkan daya tarik wisata daerah tersebut. Perumusan strategi ini melalui kombinasi antara faktor internal dan ekternal ke dalam matriks SWOT. Dengan demikian, analisis ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa strategi, yaitu strategi SO (Strenght Opportunities), strategi WO (Weaknesess Opportunities), strategi ST (Strenght Threats) dan strategi WT (Weaknesess Threats). Penjelasan strategi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
155
2.
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities /O)
4.
Strategi SO
1. Berkembang1. Mengkemas paket nya minat wisata rohani ke wisatawan Desa Palasari (S1, terhadap daya S2, S4, O1, O2). tarik wisata 2. Melestarikan bualternatif dan daya Kristen Bali wisata minat yang mengakar khusus. pada masyarakat 2. Kecenderungan Desa Palasari (S1, wisatawan EroS2, S4, O1, O2). pa dan nusan- 3. Mengembangkan tara terhadap ekowisata di Desa pariwisata Palasari (S3, S4, O1, budaya. O2).
iK ad ek
N
3.
156
ar
1. Rendahnya kualitas sumber daya manusia 2. Kurangnya aksesibilitas menuju Desa Palasari. 3. Kurangnya promosi. 4. Kurangnya sadar wisata.
uw
Kelemahan (Weaknesess/W)
W
1.
Kekuatan (Strenght/S) Adat istiadat Kristen Bali yang masih kuat dan mengakar pada masyarakat Desa Palasari. Terdapatnya Gedung Gereja Khatolik yang unik. Terdapatnya Bendungan Palasari. Terdapatnya Goa Maria merupakan sarana memanjatkan doa dan berwisata rohani.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Faktor Internal
u
Tabel 11.1 Tabel Matrik SWOT Pariwisata Spiritual di Palasari
Strategi WO
1. Memperbaiki aksesibilitas dan menyediakan fasilitas akomodasi disekitar kawasan Desa Palasari (W2, O1, O2). 2. Meningkatkan promosi (W3, O1, O2).
Strategi ST
Strategi WT
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
1. Meningkatkan 1. Semakin banyak 1. Tetap menjaga kulitas sumber keunikan Gedung berkembangdaya manusia Gereja dan adat istianya (ODTW) melalui jalur dat di Desa Palasari obyek dan daya pendidikan (S1, S2, T1, T2). tarik wisata formal dan baru baik dida- 2. Memelihara keininformal (W1, dahan dan fasilitas lam maupun di rekreasi di sekitar W4, T1, T2). luar negeri mekawasan Bendungan 2. Memberikan nambah ketatPalasari (S3, T1). penyuluhan nya persaingan. sadar wisa2. Masuknya buta kepada daya asing masyarakat mempengaruhi Desa Palasari budaya lokal. (W1, W4, T1, T2).
u
Ancaman (Threats)
N
iK ad ek
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan pariwisata spiritual di Palasari pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, beberapa strategi ini akan diuraikan secara lebih jelas di bawah ini.
11.1 Strategi SO (Strenghts Opportunities) Strategi SO (Strenghts Opportunities) merupakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Penggunaan strategi ini dapat menghasilkan beberapa hal, yaitu: 157
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
1. Mengemas paket wisata rohani ke Desa Palasari. Motivasi wisatawan berkunjung ke suatu daya tarik wisata memang bervariasi, salah satunya dengan berwisata rohani (spiritual). Desa Palasari menjadi salah satu daerah tujuan wisata rohani yang banyak dikunjunngi wisatawan selama ini. Lokasi ini memiliki gedung gereja yang unik serta akulturasi budaya Bali ke dalam nilai-nilai kristiani. Keberadaan Goa Maria menjadi sarana memanjatkan doa untuk memperoleh berkat dari Tuhan berupa kesembuhan dari penyakit. Melihat potensi yang dimiliki oleh Desa Palasari sebagai daya tarik wisata khususnya wisata rohani maka perlu dipikirkan sebuah strategi yang tepat sehingga daya tarik wisata ini dapat diketahui oleh semua orang. Salah satu strategi yang sesuai dengan lokasi ini yaitu mengemas paket wisata rohani selama beberapa hari di desa ini dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan destinasi wisata lain. Untuk mewujudkan strategi ini, maka beberapa langkah atau program yang harus dilakukan, antara lain: a. Bekerjasama dengan biro perjalanan wisata. Melihat karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari yang dominan dikunjungi oleh wisatawan nusantara khususnya tamu rombongan yang 158
Mengemas paket wisata rohani agar mudah dikenal oleh wisatawan serta bekerja sama dengan biro perjalanan dan persekutuan gereja-gereja di Indonesia maupun luar ne geri.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
perjalanannya di atur oleh biro-biro perjalanan, melalui kerjasama yang dilakukan dengan biro perjalanan wisata baik yang ada di Bali maupun luar Bali dengan mengkemas paket wisata rohani ke Desa Palasari sehingga Desa Palasari akan banyak dikenal dan dikunjungi oleh wisatawan yang ingin berwisata rohani. b. Bekerjasama dengan persekutuan gereja-gereja baik yang ada di Bali maupun di luar Bali. Persekutuan gereja-gereja baik yang ada di Bali maupun diluar Bali memiliki hubungan dan komunikasi yang sangat baik, dan sering mengadakan tour wisata rohani sambil mempelajari budaya ditempat tersebut. Dengan mengkemas paket wisata rohani di Desa Palasari dan bekerjasama dengan persekutuan Gereja-gereja yang ada di Bali maupun diluar Bali maka Desa Palasari akan lebih dikenal dan dikunjungi wisatawan.
159
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
2. Melestarikan budaya Kristen Bali yang mengakar pada masyarakat Desa Palasari. Mengakarnya budaya Bali pada penduduk Desa Palasari yang mayoritas agama Katolik menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah ini. Dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja mereka senantiasai memperlihatkan nuansa budaya yang dipentaskan secara kristiani. Daya tarik wisata seperti ini tentu saja tidak dapat dijumpai ditempat di daerah lain. Dalam mewujudkan strategi ini, maka beberapa program yang telah dilakukan selama ini, antara lain: a. Menerapkan minggu bahasa Bali di Gereja Palasari. Setiap minggu ke tiga di Gereja Katolik Palasari diadakan minggu bahasa Bali, dimana semua umat dari kecil, muda sampai tua pada saat misa di Gereja mengenakan busana Bali, bahasa yang digunakan baik dalam kidung pujian maupun pengantar ibadahnya juga bahasa Bali, hal ini merupakan beberapa cara yang dilakukan untuk melestarikan budaya Bali di Desa Palasari. b. Mengadakan latihan tari dan tabuh di Gereja. Latihan tari dan tabuh yang diadakan di Gereja oleh anak-anak maupun dewasa dengan tujuan meregenerasi dan melestarikan budaya Bali, tarian Bali yang di modifikasi disesuaikan dengan kebutuhan acara misa di Gereja. 160
u uw
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Masyarakat Desa Palasari melestarikan budaya Bali dengan ciri khas agama Katolik. Mereka menggunakan bahasa Bali dalam kegiatan ibadah serta menggunakan tari-tarian yang dimodifikasi dengan menonjolkkan nilai-nilai kekristenan.
N
iK ad ek
3. Mengembangkan Ekowisata di Desa Palasari. Ekowisata adalah jenis pariwisata yang kegiatannya semata-mata menikmati aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan alam. Bendungan Palasari yang dilatar belakangi oleh hutan lindung yang mempunyai hawa sejuk sehingga cocok untuk wisata tirta dan wana wisata. Bendungan Palasari dapat dikembangkan menjadi ekowisata karena memiliki nilai eksotik yang banyak memikat pengunjung baik domestik maupun mancanegara. Strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Mengembangkan wisata tirta di Desa Palasari. Bendungan Palasari berfungsi sebagai pengendali bencana banjir, irigasi, perikanan dan tempat rekreasi. Bendungan Palasari merupakan tempat untuk bersantai bersama keluarga dengan menikmati hawa sejuk dikawasan bendungan dengan mancing ataupun berkeliling disekitar 161
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
bendungan dengan menggunakan sampan yang sudah disediakan, dengan mengembangkan tirta wisata di Bendungan Palasari merupakan beberapa program untuk mengembangkan ekowisata di Desa Palasari. b. Mengembangkan Wana Wisata di kawasan bendungan Desa Palasari. Bendungan Palasari selain dapat di gunakan untuk tirta wisata juga bisa untuk wana wisata karena bendungan ini dilatar belakangi oleh hutan lindung yang bagus serta memiliki hawa sejuk dengan mengembangkan wana wisata dikawasan bendungan Palasari merupakan salah satu program dalam mengembangkan ekowisata di Desa Palasari dimana ekowisata merupakan pariwisata yang kegiatannya sematamata menikmati aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan alam.
N
iK ad ek
Pengembangan ekowisata terbuka lebar karena memiliki lingkungan alam yang masih asri dan sejuk. Bendungan Palasari bukan saja berfungsi sebagai pengendali bencana banjir, irigasi, perikanan, tetapi menjadi tempat rekreasi. Bendungan ini dapat digunakan untuk wisata air.
162
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman. Melalui strategi ini akan menghasilkan beberapa hal, yaitu: 1. Tetap menjaga keunikan Gedung Gereja dan adat istiadat di Desa Palasari. Desa Palasari terkenal dengan keunikan gedung Gerejanya yang merupakan arshitektur Belanda dan Bali , usianya yang sudah puluhan tahun dan menjadi bagian dari sejarah pada jaman penjajahan di tahun 1940an, menjadi daya tarik tersendiri. Gereja Palasari ini telah menjadi salah satu tempat wisata rohani utama di kawasan Bali Barat. Gereja Katolik Palasari merupakan akulturasi budaya Kristen dan Bali, hal ini bisa dilihat pada pintu masuknya terdapat gapura yang umumnya terdapat di pura atau perumahan masyarakat Bali. Dengan tetap menjaga keuinikan Gedung Gereja ini, Desa Palasari akan tetap menjadi daya tarik wisata yang dikunjungi wisatawan baik asing maupun nusantara. Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Tidak mengubah keunikan arshitektur gedung Gereja Katolik Palasari. Arshitektur gedung Gereja Katolik Palasari memiliki keunikan tersendiri karena merupakan perpaduan ghotik dan Bali,
u
11.2 Strategi ST (Strenghts Threats)
163
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
hal ini yang menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari dengan tidak mengubah arsitektur gedung Gereja dan tetap memperlihatkan kearifan lokal sehingga tetap menjadi daya tarik wisata di Desa Palasari. b. Menerapkan budaya Bali dalam bermasyarakat dan bergereja di Desa Palasari. Dalam setiap upacara keagamaan dan adat di Desa Palasari baik busana yang digunakan maupun sarana dan tata cara yang digunakan tidak terlepas dari unsur Bali. Seperti upacara tiga bulanan, pemasangan penjor baik di Gereja maupun di rumah-rumah penduduk Desa Palasari pada saat hari raya keagamaan seperti natal dan paskah juga dilengkapi dengan sesaji dan kombinasi janur dan buah (gebogan). Ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam menjaga keunikan adat istiadat di Desa Palasari.
N
iK ad ek
2. Memelihara keindahan dan fasilitas rekreasi di sekitar kawasan Bendungan. Motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari bervariasi selain karena motivasi kebudayaan juga motivasi fisik maupun pribadi seperti memancing serta suasana yang eksotik sehingga perlu untuk memelihara keindahan dan fasilitas rekreasi di sekitar kawasan Bendungan. 164
u uw
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Gedung gereja Palasari memiliki ciri khas yang unik karena arsitekturnya merupakan perpaduan antara Eropa, Bali, dan nilai-nilai agama Katolik. Setiap hari raya agama Katolik selalu menggunakan adat Bali seperti busana, penjor, dan sebagainya.
N
iK ad ek
Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Menyediakan fasilitas toilet di kawasan Bendungan. Bendungan Palasari merupakan salah satu daya tarik wisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik asing maupun nusantara sehingga diperlukan fasilitas penunjang di kawasan bendungan seperti menyediakan fasilitas toilet yang refresentatif, ini merupakan salah satu program dalam memellihara keindahan dan fasilitas rekreasi di sekitar kawasan Bendungan Palasari. b. Menyediakan fasillitas parkir di kawasan Bendungan. Persepsi wisatawan yang berkunjung ke Bendungan Palasari mengenai fasilitas parkir di kawasan Bendungan perlu mendapat perhatian dari pihak pengelola Desa Palasari untuk menyediakan fasilitas parkir yang memadai sehingga wisatawan merasa aman pada saat memarkirkan kendaraannya. Hal ini merupakan 165
uw ar W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Penyediaan fasilitas yang memadai dapat mendorong wisatawan untuk berekreasi di sekitar bendungan tersebut. Menjaga kebersihan dan keasrian hutannya membawa kesejukan bagi setiap wisatawan yang datang, baik untuk tujuan berdoa maupun rekreasi.
11.3 Strategi Weaknesses Opportunities)
N
iK ad ek
Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Dengan adanya pengembangan strategi ini maka dapat menghasilkan: 1. Memperbaiki aksesibilitas dan menyediakan fasilitas akomodasi di sekitar kawasan Desa Palasari. Mengingat jarak yang jauh dari bandara Ngurah Rai ke Desa Palasari sehingga wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari memerlukan fasilitas akomodasi di sekitar kawasan Desa Palasari, juga pentingnya memperbaiki aksesibilitas jalan menuju Desa Palasari sehingga wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari merasa nyaman.
166
u
salah satu program dalam memelihara keindahan dan fasilitas rekreasi di sekitar kawasan Bendungan Palasari.
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Membangun hotel-hotel atau penginapan di kawasan Desa Palasari. Suatu daya tarik wisata dalam perkembangannya memerlukan fasilitas pendukung yang dapat memudahkan wisatawan dalam melakukan perjalanannya seperti hotel-hotel atau penginapan yang dibangun disekitarnnya, dengan melihat jarak yang jauh dari bandara Ngurah Rai ke Desa Palasari sehingga wisatawan memerlukan fasilitas akomodasi dikawasan Desa Palasari, dengan mengadakan pembangunan hotelhotel atau penginapan di kawasan Desa Palasari akan memudahkan wisatawan yang memerlukan fasilitas akomodasi sehingga wisatawan yang berkunjung dapat beristirahat sebelum melanjutkan perjalanannya. b. Meningkatkan aksesibilitas jalan dari penyeberangan Gilimanuk menuju Desa Palasari. Karakteristik wisatawan yang mengunjungi Desa Palasari berdasarkan daerah asal sebagian besar berasal dari Malang karena adanya program wisata rohani dari persekutuan gereja gereja di Malang, sehingga hal ini menjadi pertimbangan dalam meningkatkan aksesibilitas jalan dari penyeberangan Gilimanuk menuju Desa Palasari. 167
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
2. Meningkatkan promosi. Pentingnya promosi dalam pengembangan suatu daya tarik wisata, dimana promosi dapat dilakukan dengan melihat tipe wisatawan dan minat wisatawan yang akan menjadi target pasar. Saat ini wisatawan yang berkunjung ke Desa Palasari lebih dominan berasal dari Malang merupakan persekutuan Gereja gereja yang bertujuan untuk melakukan wisata rohani. Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Promosi kepada biro-biro perjalanan wisata, hotelhotel serta dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Jembrana. Promosi Desa Palasari sebagai daya tarik wisata masih sangat kurang sehingga perlu ditingkatkannya melalui mengadakan pendekatan dengan biro-biro perjalanan wisata, hotel-hotel serta dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Jembrana melaui pencetakan brosur, booklet dan sejenisnya sehingga Desa Palasari semakin dikenal oleh wisatawan. b. Promosi melaui internet. Berkembangnya kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi mempermudah promosi melalui internet ke berbagai negara sehingga Desa Palasari semakin dikenal sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana. 168
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Dampak penggunaan strategi ini dapat menghasilkan beberapa hal, yaitu: 1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan formal dan informal. Kondisi demografis Desa Palasari dari segi ekonomi, mata pencaharian sebagaian besar sebagai petani, sehingga rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di Desa Palasari dengan demikian perlu ditingkatkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Sehingga melalui strategi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Desa Palasari. Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Meningkatkan pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Jalur formal dapat dilakukan melalui pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan kepariwisataan mulai dari sekolah kejuruan sampai tingkat magister sehingga dengan demikian semakin banyak sumber daya manusia di Desa Palasari yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang pariwisata.
u
11.4 Strategi WT (Weaknesess Threats)
169
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
b. Meningkatkan pendidikan melalui jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan informal dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan pada industri pariwisata baik di hotel-hotel maupun restoran. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak pemerintah (dinas pariwisata), lembaga pendidikan kepariwisataan serta praktisi pariwisata, dengan demikian pengembangan daya tarik wisata Desa Palasari dapat berbasiskan pada masyarakat.
N
iK ad ek
2. Memberikan penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat Desa Palasari. Melihat mata pencaharian penduduk Desa Palasari yang sebagian besar petani, maka diperlukan sosialisasi dan penyuluhan sadar wisata. Dalam strategi ini dapat diwujudkan dengan menerapkan beberapa program antara lain: a. Mengadakan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan latihan pariwisata. Masyarakat bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan pariwisata dalam rangka memberikan pemahaman tentang sapta pesona, yaitu: keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, dan kenangan. b. Bekerjasama dengan dinas pariwisata. Meningkatkan kerjasama dengan dinas pariwisata 170
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Kabupaten Jembrana untuk memberikan penyuluhan kepariwisataan pada masyarakat Palasari sehingga mereka mengerti dan dapat menerima pengembangan pariwisata di Desa Palasari.
171
172
N
iK ad ek W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n u
uw
ar
W
W
P
ar
uw
u
BAB XII KESIMPULAN
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
otensi yang dimiliki oleh Desa Palasari sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana berupa potensi budaya, alam, dan manusia. Potensi budaya antara lain adat istiadat Bali yang mengakar dalam kehidupan bermasyarakat serta bergereja, arsitektur gedung gereja yang memadukan arsitektur ghotik dan Bali. Keindahan alam di kawasan bendungan Palasari yang dilatarbelakangi oleh hutan lindung serta mempunyai hawa sejuk. Kemampuan anggota masyarakat dalam pementasan tari malaikat pada saat misa natal. Tarian malaikat ini merupakan modifikasi dari tarian Bali yang disesuaikan dengan kebutuhan acara misa di gereja. Motivasi wisatawan berkunjung ke Desa Palasari tentu sangat bervariasi. Ada beberapa motivasi dari setiap wisatawan ini yaitu meningkatkan pengetahuan, mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengalaman terhadap budaya baru, melihat-lihat pemandangan, nostalgia, spiritual fulfillment, suasana romantik, masyarakat lokal yang menarik dan ramah, 173
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
kehidupan masyarakat yang unik dan berbeda, suasana yang eksotik, cuaca, berpetualang, memancing, bangunan dan tempat sejarah, atraksi dan seni budaya. Motivasi yang paling dominan adalah faktor atraksi seni dan budaya juga bangunan dan tempat sejarah Persepsi wisatawan terhadap Desa Palasari sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana terhadap atraksi, aksesibilitas, amenitas maupun organisasi kepariwisataan/pengelola usaha daya tarik wisata Desa Palasari secara keseluruhan mendapat penilaian baik, hanya ada beberapa indikator yang mendapat penilaian cukup. Strategi pengembangan Desa Palasari sebagai daya tarik wisata dilakukan dengan analisis SWOT dengan mempertimbangkan faktor internal dan ekternal yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, dengan melakukan beberapa strategi yaitu: SO (Strenghts Opportunities) merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, ST (Strenghts Threats) merupakan strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman, WO (Weaknesses Opportunities) merupakan strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, dan WT (Weaknesess Threats) yang merupakan strategi yang didasarkan pada kegiatan yang berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari 174
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
ancaman. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka kami menyampaikan beberapa saran bagi setiap pembaca, yaitu: 1. Keberadaan Desa Palasari sebagai daya tarik wisata spiritual di Kabupaten Jembrana hendaknya dipertahankan dan dikembangkan karena membawa misi konservasi serta eksistensi budaya Bali. Dalam konteks ini diharapkan semua elemen masyarakat di Desa Palasari perlu untuk tetap mempertahankan nilai-nilai spiritual sehingga tidak mudah terpengaruh dengan budaya dari luar. Dengan demikian, daya tarik wisata di daerah ini memiliki ciri khas tersendiri atau bisa disebut memiliki kearifan lokal (local genius) yang tidak ada di tempat lain. 2. Dalam mencapai suatu perubahan yang lebih baik tentu setiap stakeholder hendaknya memperhatikan pendapat atau saran-saran yang membangun dan bermanfaat dari pengunjung. Suatu objek wisata yang berk mampu memenuhi kebutuhan wisatawan secara maksimal. Ada beberapa indikator yang perlu mendapatkan perhatian secara serius seperti fasilitas hotel dan promosi secara terus menerus sehingga semakin banyak yang mengenal pariwisata spiritual di Desa Palasari. 3. Dalam usaha pengembangan Desa Palasari sebagai 175
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
daya tarik wisata, secara khusus pariwisata spiritual perlu mengimplementasikan strategi serta berbagai program yang telah dirumuskan dalam analisis SWOT tersebut. Kehadiran pariwisata spiritual di Desa Palasari, Bali memberikan satu alternatif dalam destinasi pariwisata di Indonesia maupun dunia. Pariwisata spiritual seperti ini perlu dikembangkan karena bukan saja memberikan keuntungan secara ekonomi maupun kebutuhan fisik (jasmani), namun memuaskan kerohanian setiap wisatawan yang ada dalam berbagai pergumulan hidupnya. Keunggulan inilah yang mungkin tidak disediakan oleh destinasi wisata lain selama ini. Dengan demikian, pariwisata spiritual ini kiranya bermanfaat bagi semua komponen masyarakat secara khusus tokoh agama, pegiat kebudayaan, serta pelaku pariwisata di seluruh Indonesia.
176
uw
u
DAFTAR PUSTAKA
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Brotosudarmo, R.M. Drie S. 2008. Pendidikan Agama Kristen Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset. Burkart, A.J dan Medlik, S. 1976. Tourism Past, Present and Future. London: Heinemann. Damanik, Janianton & Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta: Andi.
D’Souza, Anthony. 2009. Ennoble, Enable, Empower: Kepemimpinan Yesus Sang Almasih. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
N
iK ad ek
Emi, Luh Putu. 2002. “Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda” (tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin. Gary, Yukl. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi (Leadership in Organization). Jakarta: Prenhallindo. Gunn, C.A. 1994. Tourism Planning Basic Concept Cases. Third Edition. Washington D.C – USA: Taylor & 177
W
uw
ar
Herawati, Niken.E. 2010. Makna Simbolik dalam Tatarakit Tari Bedhaya. Jurnal Seni dan Tari. Vol 1: No1. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
u
Francis.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Irianto. 2011. Dampak Pariwisata Tehadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Gili Trawangan Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol 7: No 5. Mataram: STIE Mataram. Ismaningsih, R.A. Sri. 2003. “Dampak Budaya Organisasi, Iklim Organisasi, dan Kinerja Kepala Sekolah Terhadap Keefektifan Proses Belajar Mengajar pada SMU Negeri di Kota Malang” (tesis). Malang: Fakultas Pascasarjana, Universitas Negeri Malang .
N
iK ad ek
Ismayanti. 2009. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT. Grasindo. Jalaludin, Rahmat. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Junaedi, I Wayan Ruspendi dan Dermawan Waruwu. 178
u
uw
2016. Kepemimpinan dan Transformasi Ekonomi: Kajian Desa Blimbingsari. Denpasar - Bali: Pustaka Larasan.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2005. Visionary Leadrership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Lako, Andreas. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi: Isu, Teori, dan Solusi. Yogyakarta: Ambara Books. Latupapua, Yosevita, Th. 2011. Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Objek Daya Tarik Wisata Pantai di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Agroforestri. Vol VI: No 2. Ambon: Universitas Pattimura.
N
iK ad ek
Lugo, Gunche. 2009. Manisfeto Politik Yesus. Yogyakarta: Andi Offset. Mahadewi, Eka. 2004. Atraksi Budaya dan Event Pariwisata (Kasus Bali). Jurnal Pariwisata. Vol 1: No 4. Aceh: Akademi Pariwisata Muhammadiah Aceh. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya 179
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
Maslow, Abraham. 1943. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat.
uw
Mantra, IB. 1992. Bali: Masalah Sosial Budaya dan Modernisasi. Denpasar: Upada Sastra.
u
Organisasi. Bandung: PT. Refika Adiama.
McIntosh, W. Robert dan Charles R. Goeldner. 1986. Tourism: Principles, Practices, Philosophies. Inc: John Wiley & Sons. Murphy, PE. 1985 Tourism: A Community Approach. London: Routlegde. Nandi. 2008. Pariwisata dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jurnal GEA. Vol. 8: No.1. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila Jakarta.
N
iK ad ek
Pendit, Nyoman S. 1999. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Percy, Ian. 2003. Going Deep: Exploring Spirituality in Life and Leadership. Canada: Ian Percy Corporation.
Pitana, I Gede dan G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Kajian Sosiologis Terhadap Struktur, Sistem, dan 180
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
uw
Pradnyani, Ayu, Ketut. 2012. “Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Fasilitas dan Daya Tarik Wisata di Kawasan Wisata Senggigi Kabupaten Lombok Barat” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
u
Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset.
Putra, Cahaya, D, Kadek. 2008. Strategi Public Relations Pariwisata Bali. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol 5: No 1. Bali: Politeknik Negeri Bali. Putra, Dewa, Gede. 2009. “Persepsi Wisatawan terhadap Pelayanan Hotel Melati di Kawasan Ubud Kabupaten Gianyar” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
N
iK ad ek
Rahayu, Kania, Sofiantina. 2011. “Persepsi Wisatawan Domestik (Bogor) Terhadap The Island of Paradise” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rivai, Veithzal. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku 181
W
uw
ar
Robbins, Stephen, P. 1996. Perilaku Organisai: Konsep, kontroversi, dan Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo. _______. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.
u
Oraganisasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi Pengertian, Makna dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Soebagyo, 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Jurnal Pariwisata Vol 1: No.2. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila Jakarta.
N
iK ad ek
Soekadijo, R.G. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Stoner, J.A.F. 1996. Manajemen. Jakarta: Erlangga. Sugiyono, 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. 182
ar
u
uw
Sujana, Made. 2009. “Persepsi Wisatawan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata Tanah Lot Tabanan Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
Suradnya, Made dkk. 2002. Analisis Persepsi Wisatawan Eropa, Australia/New Zealand dan Jepang serta Implikasinya Terhadap Strategi Pemasarannya. Jurnal Kepariwisataan. Vol I: No. I. Bali: STP Nusa Dua Bali. Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Yogyakarta: Andi Offset.
Pariwisata.
Tika, Pabundu, Moh. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
N
iK ad ek
Tilaar, H.A.R. 2000. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Walgito, Bimo. 1994. Pengantar Psikologi Umum. 183
uw
ar
Waruwu, Dermawan dan Suardin Gaurifa. 2015. Gereja Pecah: Perspektif Kajian Budaya. Yogyakarta: Sunrise.
u
Yogyakarta: Andi Offset.
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
Widjaja, Bernard T. 2009. Lifestyle Marketing, SERVLIST: Paradigma Baru Pemasaran Bisnis Jasa dan Lifestyle. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Widyastuti, Reni A. 2010. Pengembangan Pariwisata yang Berorientasi pada Pelesatarian Fungsi Lingkungan. Jurnal Ekosains Vol. II: No. 3. Medan: Fakultas Hukum Universitas Katolik St.Thomas Sumatera Utara Medan. Winardi. 2002. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo.
N
iK ad ek
Yoeti, Oka A. 1983. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung: Angkasa. Zohar, Danah dan Ian Mashall. 2007. SQ: Spiritual Intelligence, the Ultimate Intelligence (Kecerdasan Spiritual). Bandung: PT. Mizan Pustaka.
184
uw
u
INDEKS
ar
W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
A adat istiadat, 1, 8, 18, 34, 59, 112, 119, 140, 150, 163, 183, 194, 215 Ahok, 143 analisis SWOT, 72, 192
D daya tarik wisata, 1, 4, 6, 10, 19, 28, 46, 66, 73, 113, 118, 122, 146, 148, 154, 171, 186, 195, 210, 212, 215, 217, 218 devisa, 2, 5, 9, 27
N
iK ad ek
B bendungan, 22, 102, 113, 122, 155, 181, 192, 201, 204, 205 budaya, 5, 14, 26, 34, 52, 60, 78, 86, 93, 98, 119, 140, 153, 171, 182, 197, 202, 215, 217 budaya Bali, 19, 24, 25, 26, 116, 120, 121, 126, 151, 160, 188, 195, 198, 203, 217 Budaya organisasi, 79, 86, 92, 93, 98
E ekonomi, 2, 8, 12, 17, 28, 45, 93, 104, 107, 123, 139, 145, 210, 219 G Gereja Hati Kudus Yesus, 113 Goa Maria, 25, 114, 117, 130, 159, 161, 175, 181, 184, 192, 195 I Indonesia, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 16, 27, 28, 31, 38, 185
W
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
N
iK ad ek 186
uw
P Palasari, 14, 26, 93, 102, 114, 124, 135, 146, 155, 166, 175, 183, 189, 197, 202, 209, K 217, 219 Katolik, 13, 24, 26, 107, pariwisata, 2, 10, 19, 27, 118, 126, 139, 149, 151, 158, 37, 68, 99, 126, 173, 194, 163, 170, 182, 198, 203 213, 218, 219 kearifan lokal, 80, 112, 203, pariwisata budaya, 13, 19, 218 20 keindahan alam, 1, 10, 20 pariwisata spiritual, 13, kepemimpinan, 107, 132, 67, 83, 99, 114, 126, 140, 137, 138, 142, 143, 146 150, 189, 194, 219 kepemimpinan spiritual, Pastor, 106, 107, 110, 111, 134, 137, 138 112, 138, 139, 144 kepemimpinan Tuhan pelestarian budaya, 1 Yesus, 133, 135, 143 Pemerintah, 1, 3, 4, 16 KKN, 132, 144 Persepsi, 28, 29, 30, 41, 53, 72, 163, 170, 186, 205, 216 N Negara Indonesia, 1, 220 promosi, 7, 172, 186, 209, 210 O Puja Mandala, 14 objek wisata, 12, 29, 36, 37, Pulau Dewata, 11 60, 178 Pulau Seribu Pura, 11
ar
J Jalan Salib, 184 Jokowi, 143
u
116, 130, 143, 146, 154, 184, organisasi spiritual, 79, 80, 190, 219 93, 100
W
ar
uw
W wisata, 12, 28, 34, 39, 60, 73, 113, 130, 160, 180, 193, 219 wisata spiritual, 14, 23, 69, 76, 115, 125, 145, 187, 217 wisatawan, 2, 36, 37, 38, 51, 122, 78, 181, 205, 219 wisatawan domestik, 7, 14, 23, 29, 69, 113, 152, 184 wisatawan mancanegara, 7, 11, 19, 29, 38
N
iK ad ek
T The Island of God, 11 The Island of Paradise, 11 Tuhan Yesus, 126, 127, 133, 139, 141, 142, 144
u
V Visit Indonesia Year, 16
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
S seni, 1, 5, 20, 26, 34, 38, 60, 69, 81, 118, 140, 151, 163, 183, 216 sosial, 6, 8, 25, 45, 63, 71, 81, 99, 107, 135, 145, 190 stakeholder, 3, 6, 7, 9, 218 strategi, 5, 45, 98, 191, 201, 210
187
ar
uw
u
PROFIL PENULIS
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
Ni Kadek Widyastuti, SE.,M.Par., lahir di Badung, 17 Mei 1979. Pada saat ini tinggal di Jl. Anom 14A, Dalung, Badung, Provinsi Bali, Hp. 08123638288, E.mail. widya_
[email protected], NIDN: 0817057901. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar mulai tahun 1991 di SD Negeri 2 Mengwi; SMP Kristen Harapan Untaluntal tahun 1994; SMA Negeri 1 Kuta Utara tahun 1997; D2 Front Office di PPLP Dhyana Pura Bali tahun 2002; S1 Jurusan Manajemen Bisnis Pariwisata di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia Denpasar tahun 2004; dan S2 pada Magister Pariwisata, Universitas Udayana Bali tahun 2014. Untuk meningkatkan kompetensi pendidikan, maka beberapa pelatihan dan pekerjaan yang dilakukan selama ini, yaitu: The job traning at Olio Dome Suntec Singapore (1998); The job training at Hotel Sativa Sanur Cottages (1999); Front office staff at Hotel Sativa Sanur Cottages (2000 – 2002); Receptionist at Hotel Alam Kulkul (2002 – 2003); dan tahun 2003 sampai sekarang sebagai staf serta dosen Front Office di Universitas Dhyana Pura Bali.
188
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
Dermawan Waruwu, S.Th.,M.Si., lahir tanggal 8 Desember 1979 di Umbu, Kabupaten Nias, Sumatera Utara. Tinggal di Jl. Gunung Catur, Perumahan Mekar Sari II No. 6 Denpasar, Bali, Hp. 081338665028, E.mail.
[email protected], dan NIDN: 0808127901. Menikah dengan Ni Luh Swarni, SE., serta dikarunia dua orang putra bernama Agung Harryawan Waruwu dan Made Abdiel Febriano Waruwu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar tahun 1994 di SDN Umbu Daulo, tahun 1997 di SMPN 7 Gunung Sitoli, dan tahun 2000 di SMAN 1 Gunung Sitoli. Tahun 2002 mendapatkan beasiswa dari Belanda selama 5 tahun dan menyelesaikan S1 (Sarjana Teologi) tahun 2008 di John Calvin Theological Seminary (Sekolah Tinggi Teologi Johanes Calvin) Bali. Kemudian tahun 2012 menyelesaikan S2 Magister Kajian Budaya, Universitas Udayana Bali. Tahun 2014 mendapatkan beasiswa dari Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi selama 3 tahun untuk melanjutkan S3 di Kajian Budaya, Universitas Udayana (On-going). Kegiatan yang dilakukan selama ini, yaitu: Tahun 2007-2008 guru PAK di SMP-SMA Reformasi Kupang, tanggal 1 Oktober 2008-31 Maret 2013 Gembala Sidang di Christian Fellowship Chruch/Chinese Foreign Missionary Union Bali; tahun 2008-2012 guru PAK di SD Santo Yoseph Denpasar; tahun 2009-2013 guru PAK di SD Tunas Harapan Jaya; tahun 2012-2014 guru PAK di SMP Pertiwi; tahun 2011-2014 dosen PAK di Politelkom; tahun 2015 sampai sekarang dosen di SPPT (Mercy Indonesia); tahun 2010 sampai sekarang 189
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
dosen di STIKOM Bali; dan sejak tanggal 1 Januari 2013 sampai sekarang sebagai dosen tetap pada Program Studi Psikologi, Universitas Dhyana Pura Bali. Mata kuliah yang pernah diampuh selama ini, yaitu: Pendidikan Agama Kristen, Filsafat Ilmu dan Logika, Etika, Sosiologi, Antropologi, Metodologi Penelitian, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Budaya Dasar, Dinamika Kelompok, Komunikasi Lintas Budaya, dan Teologi Agama-agama. Penulis juga melakukan pengabdian kepada masyarakat seperti berkhotbah, ceramah, dan seminar pada beberapa lembaga di Indonesia. Selain itu, aktif melakukan penelitian, menulis artikel di koran, serta karya tulis berupa buku yang berjudul: (1) “Gereja Pecah: Perspektif Kajian Budaya”; (2) “Kepemimpinan dan Transformasi Ekonomi: Kajian Desa Blimbingsari”. Kendati demikian, penulis tetap memiliki filosofi hidup, yaitu “Semakin banyak belajar, semakin banyak hal yang tidak diketahui”. Segala hormat dan kemuliaan hanya ditujukan kepada Allah Tritunggal. Amin!
Drs. I Ketut Suartana, M.Pd., lahir di Sading, 10 Januari 1965 Mengwi, Badung, Bali. Penulis merupakan anak dari pasangan I Wayan Cekug (alm.) dan Ni Ketut Sukerti (alm.) Penulis merupakan anak keempat dari sebelas bersaudara. Menikah dengan Ni Luh Soni Hawariati pada tanggal 3 Oktober 1998, serta dikaruniai satu putra bernama Putu Julius Andreas 190
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
ar
u
uw
lahir pada tanggal 19 Juli 1999 dan satu putri bernama Kadek Febriana Teresia lahir pada tanggal 19 Februari 2003. Pada tahun 1979 menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Sading, tahun 1982 di SMP Kristen Widhya Pura III di Melaya-Jembrana, dan tahun 1985 di SMA Kristen Widhya Pura Sesetan Denpasar. Kemudian melanjutkan studi pada Perguruan Tinggi di FKIP Unud Singaraja pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selesai tahun 1991. Pada tahun 1998 menyelesaikan studi Diploma III pada Program Studi Food and Beverage di LPP Dhyana Pura Badung. Setelah menyelesaikan studi, beberapa kegiatan yang dilakukan, antara lain: Tahun 1992-1995 menjadi Pengasuh di Panti Asuhan Widhya Asih Singaraja; tahun 1993 dan 1994 mengikuti Pelatihan Profesi Pekerjaan Sosial Depsos RI di Denpasar; tahun 1996 mengikuti Training Food and Beverage Service di Hotel Santika Beach Kuta Bali; tahun 1997 mengikuti Training Food and Beverage Product di Hotel Dhyana Pura Kuta Bali; tahun 1997-1999 guru di SMP Kristen Widhya Pura I Sesetan Denpasar; dan tahun 1997-1998 guru SMIP Kristen Widhya Pura di Sesetan Denpasar. Selama ini ada beberapa pengalaman kerja yang dimiliki, yaitu: tahun 1998 sampai sekarang sebagai karyawan dan instruktur di PPLP Dhyana Pura Badung. Selain itu, dosen tetap di Universitas Dhyana Pura Bali dengan mengampuh beberapa mata kuliah, yaitu: Bahasa Indonesia, Tata Hidangan, Strategi 191
N
iK ad ek
W BU id K H yas U P tu IN 08 ti I 13 & DIJ 38 De U 66 rm AL 50 aw 28 a n
W
u uw
ar
Belajar Mengajar, Dasar Design Pendidikan Kejuruan, Perencanaan Pengajaran, Pengelolaan Bar, Carving dan Dekorasi Hidangan, dan Praktek Pengalaman Lapangan. Selain bergelut di dunia pendidikan, penulis juga banyak melakukan pelatihan serta kegiatan yang bermanfaat di masyarakat selama ini. Informasi lebih jauh tentang profil penulis dapat menghubungi Hp. 08123602693 dan NIDN: 0810016501.
192