PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN UNIT SEKOLAH BARU Oleh: PARFI KHADIYANTO
Cetakan Pertama: Februari 2007 Pertama kali diterbitkan oleh Badan Penerbit Universitas Diponegoro Jalan Imam Bardjo, SH No. 1, Kotak Pos 270 Telepon (024) 311520 – Biro Rektor UNDIP SEMARANG ISBN : 979-704-476-9 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa seijin penerbit
1
Untuk Wiwik, Alfi, dan Ayas
Design grafis cover dan lay-out gambar oleh
Bagus Al Farazi dan Alfi Afadiyanti
2
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN UNIT SEKOLAH BARU Oleh: PARFI KHADIYANTO
ISBN : 979-704-476-9
BADAN PENERBIT UNIVERSITAS DIPONEGORO FEBRUARI 2007
3
DAFTAR ISI
PENGANTAR Bab I. A. B. C. D.
Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Dasar Hukum Manajemen Pembangunan E. Prinsip Pembangunan USB F. Alokasi dan Mekanisme Seleksi G. Sumber dan Alokasi Dana
Bab II. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan A. Pengertian tentang Partisipasi
1
9 12 13 13 15 18 23
27
4
B. Partisipasi dalam Pembangunan Kota C. Mengukur Tingkat Partisipasi D. Kegiatan Pendampingan E. Hambatan dan Kendala adanya Partisipasi F. Rangkuman Kajian tentang Partisipasi Masyarakat
Bab III. Pelaksanaan Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) dengan Mekanisme Partisipasi Masyarakat A. Tahap Persiapan B. Tahap Perencanaan C. Tahap Pelaksanaan
47 53 65 68 73
78 79 80 82
5
Bab IV. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Unit Sekolah Baru A. Tahap Persiapan B. Tahap Perencanaan C. Tahap Pelaksanaan Bab V. Penutup A. Kesimpulan B. Rekomendasi
89 90 91 91
95 104
Daftar Pustaka
6
PENGANTAR Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/pelibatan masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan 7
serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program. Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Proyek Perluasan dan peningkatan mutu SLTP/MTs dengan mekanisme Partisipasi Masyarakat sangat baik untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari partisipasi masyarakat mulai dari tahap awal proyek sampai penyelesaian. Dari partisipasi yang dilakukan dapat dilihat bahwa masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam pelaksanaan pembangunan USB ini. Konsultan yang ada hanya sebatas sebagai konsultan pendamping yaitu yang menjadi aktor dibelakang layar 8
kesuksesan kegiatan ini, sedangkan masyarakat merupakan komponen yang utama dan sangat besar andilnya. Di dalam proyek ini masyarakat tidak hanya sebagai obyek (kalau dilihat dari aturan juklak dan perilaku orang Jakarta terhadap masyarakat, maka masih dapat dikatakan bahwa masyarakat sekedar obyek/kelinci percobaan yang selalu jadi bahan makian, tumpuan kesalahan, dan tanpa rasa penghargaan sama sekali atas kebrhasilan mereka), tetapi dari kacamata pelaksanan di lapangan, masyarakat sudah menjadi subyek. Hal ini dapat dilihat melalui hasil analisis yang bisa dibaca secara lengkap dalam buku laporan ini. Intinya, dalam praktek pembangunan Unit Sekolah Baru melalui mekanisme partisipasi masyarakat, yang dikerjakan dengan dana pinjaman dari Bank Dunia [untuk propinsi Jawa 9
Tengah, melalui loan: IBRD Loan 4062 IND], yang terjadi adalah, bahwa sebenarnya pelibatan masyarakat masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengendalian saja, proses perencanaan yang meliputi penetapan tipe sekolah, proses pencairan dana, cara pengadaan barang dan material, serta bentuk pelaporan harus mengikuti aturan yang “kaku” dan kadang tidak realistis untuk kondisi masyarakat perdesaan, tetapi itu harus dilaksanakan tanpa melalui mekanisme konsultasi atau penjajagan ke masyarakat lebih dahulu. Sebagai contoh misalnya, penetapan tipe sekolah [tipe D dengan jumlah ruang kelas sebanyak 6] padahal yang dibutuhkan baru 2-3 ruang saja, kenapa dipaksakan harus dibangun semuanya, mestinya masyarakat bisa 10
membangun secara bertahap selama 23 tahun kedepan, di sini terlihat bahwa masyarakat seolah-olah dilatih, dibimbing untuk menjadi “kontraktor”, bukan menjadi aktor pembangunan bagi “rumahnya sendiri”, tetapi membangunkan gedung pemerintah tanpa pemerintah harus bersusah payah mencari/merekrut kontraktor. Barangkali memang ada semacam keraguan bahwa kalau tidak sekaligus seluruh gedung jadi terbangun [tuntas], uang bisa hilang nggak karuan rimbanya, sebenarnya kalau itu yang dijadikan masalah atau kekhawatiran, bisa saja uang disimpan di Bank Dunia terlebih dulu, kemudian baru dikeluarkan atau dicairkan sesuai kebutuhan dalam tahun tersebut. Ada kejanggalan di sini, yaitu kewajiban menerima siswa minimal 60 11
anak, tapi harus membangun 6 lokal, kenapa harus 6 lokal, yang 3 lokalpun kewajibannya hanya menerima siswa 30 anak, berarti ada penghamburan fungsi ruang sebanyak 75% dalam tahun pertama selesainya pembangunan sekolah. Sudah banyak diketahui bahwa gedung yang dibangun tapi tidak langsung digunakan akan cepat rusak dibandingkan dengan yang langsung digunakan, di sini masyarakat justru dibebani biaya pemeliharaan yang berlebihan untuk merawat ruangruang berikut furniturnya yang belum terpakai. Itulah kalau dari awal, pihak pusat merasa yang paling tahu kebutuhan orang-orang bawah, wal hasil, seolah-olah mekanisme partisipasi ini hanya sekedar alternatif lain cara membangun di luar sistem pembangunan via kontraktor. Mestinya bangunlah gedung sekolah 12
sesuai dengan kemampuan masyarakat menampung atau menerima siswa saat itu terlebih dahulu, kebutuhan selanjutnya menyesuaikan daya tampungnya. Pencairan dana yang dibagi dalam lima termijn dengan rentang waktu pembangunan yang hanya sekitar 6 bulan merupakan beban tersendiri bagi komite pembangunan yang dalam juklaknya dukungan sporting stafnya tidak memadai, sekretaris hanya bekerja sendirian, kalau menambah tenaga, honor untuk keperluan itu tidak dibenarkan, nggak ada di dalam juklak, harusnya ketika program berjalan 2-3 bulan, masyarakat dan pihak propinsi diberi kesempatan untuk melakukan perbaikanperbaikan yang kemudian diberita acarakan sesuai dengan kondisi setempat, dalam satu propinsi tidak 13
harus diberlakukan dengan ketentuan yang sama sebab masalah dan kondisinya juga tidak sama, tetapi ketika dilakukan suatu kebijakankebijakan khusus dan dilaporkan ke pusat, yang terjadi justru ancaman akan adanya miss procurement, bukannya melakukan pembahasan dengan duduk bersama untuk mengambil solusi yang terbaik, metoda ancaman jelas tidak sejiwa dengan semangat pemberdayaan, makanya kesan sekedar mencari alternatif mekanisme pembangunan di luar kontraktor sangatlah menonjol. Pengetrapan aturan yang kaku jelas bukan bagian dari proses pembangunan berbasis pada partisipasi masyarakat. Partisiapasi yang menggunakan tipe komunikasi satu arah, seperti arah yang diterapkan oleh staf tim Jakarta 14
pada saat kunjungan ke desa, atau dari CPCU kepada PPIU yang dikunjungi, memberikan kesan bahwa pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan “Kami lebih tahu apa yang paling baik bagimu“, rasanya tak sejalan dengan hakekat makanisme pembangunan berbasis partisipasi. Hampir pada setiap kunjungan, tim dari CPCU maupun Bank Dunia tidak pernah mau mendengar apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam mempertanggung jawabkan untuk suksesnya pembangunan USB yang mereka emban dengan tanpa mengabaikan muatan (hakekat) yang terdapat di dalam Juklak, dimana mereka telah dan harus melakukan penyesuaian-penyesuaian yang sangat kontekstual, dan sangat kondisional, tapi yang terjadi justru orang-orang dari Jakarta ini mendektekan kemauan 15
dan keinginan secara sepihak kepada para Ketua Komite Pembangunan, Pimpro, Konsultan yang ada di proponsi maupun yang ada di lokasi, ironis memang, ketika Jakarta menginginkan terlaksananya proses pembangunan secara partisipatoris, tapi personil yang bertugas mengabaikan proses partisipasi tersbut. Untungnya PPIU (konsultan pengadaan bekerjasama dengan pimpro) cukup tangkas mensiasati kejanggalan ini dengan pendekatan persuasif dan mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga hasilnya sangat memuaskan. Inilah sekelumit hasil analisis perjalanan proses pembangunan Unit Sekolah Baru dengan mekanisme partisipasi masyarakat yang terjadi di propinsi Jawa Tengah. Mungkin ada pihak-pihak yang kurang senang 16
dengan hasil ini, kami selaku penutur cerita mohon maaf, ini sekedar kilas balik yang terjadi, kami berusaha memuat apa adanya. Memang diperlukan suatu sikap kedewasaan dan kesepemahaman dalam mensikapi suatu proses pembangunan, adakalanya kita yang berpendidikan dan punya pengalaman (tetapi di kota dan pada masyarakat tertentu) ini merasa lebih tahu dan lebih mengerti apa yang harusnya dibutuhkan oleh masyarakat perdesaan, seolah kita berhak mengatur mereka, apalagi kalau ditambah dengan embel-embel, uang datangnya dari saya, astaghfirullah, ya Allah ampunilah kesombongan kami, ada cuplikan cerita yang barangkali bisa dicermati di bawah ini. Ketika Allah menciptakan Adam dan menetapkannya sebagai khalifah (representatif)-Nya di bumi, para 17
malaikat bertanya-tanya benar-benar mampukah Adam dan anak keturunannya mengemban misi khalifah ini? Pertanyaan yg dijawab Allah dengan pembuktian bahwa Adam punya pengetahuan mengenai semuanya, sementara malaikatmalaikat nggak punya pengetahuan tentang ini, padahal pengetahuan ini sangat dibutuhkan untuk menjalankan job khalifatullah di bumi. Maka setelah pembuktian ini, Allah menyuruh para malaikat semuanya sujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan mereka. Dan semuanya sujud, kecuali Iblis. Iblis dengan lantang mengatakan alasannya: "ana khairu minhu (aku lebih baik dari dia), Kau ciptakan aku dari api sedangkan dia dari tanah". Menilai tinggi diri sendiri dan merendahkan orang lain adalah sebuah penyakit hati yg berbahaya, lebih lagi 18
jika bukti-bukti kalau pendapatnya itu salah sudah terungkap (seperti kasus Iblis tsb). Penyakit ini bersemayam sangat nyaman di hati Iblis, dan dia meniup-niupkannya selalu kepada manusia-manusia, tak terkecuali kepada para konsultan, dan orang-orang yang bertugas menangani pembangunan USB ini. Contoh cerita lainnya, suatu saat, nabi Musa AS bermunajat kepada Allah. Selesai munajat, Allah berfirman agar pada munajat berikutnya Musa membawa serta seorang yang Musa anggap lebih rendah dibanding dirinya. Ini sebuah permintaan yang bagi kita sekalian (atau minimal saya) rasanya gampang banget, tapi ternyata sangat sulit bagi Musa. Setiap ketemu orang yang kelihatannya "nggak ada apa-apanya", Musa mengajaknya ngobrol atau mencari tahu lebih jauh 19
mengenai orang itu, siapa tahu Musa bisa temukan sesuatu keburukan dalam diri orang itu yang membuatnya lebih rendah dibanding dirinya. Tapi apa mau dikata? Alih-alih menemukan keburukan orang, nabi yang mulia ini selalu mendapati kelebihan-kelebihan mereka yang membuatnya nggak berani menganggap seorangpun lebih rendah darinya. Sementara, waktu untuk munajat kepada Allah sudah semakin dekat dan Musa belum menemukan seorangpun yg dimaksud. Maka dia berpikir "ah, kalo nggak ada seorangpun yg pantas aku anggap lebih rendah dariku, mungkin ada mahluk lain yg bisa aku hadapkan pada munajat nanti, dan semoga Allah memaafkanku". Dan Musa mulai mencari dari kalangan binatang ... siapa tahu, mungkin seekor anjing 20
kudisan bisa dibawanya menemui Tuhannya pada munajat nanti. You know what? Berbagai binatang ugly sudah Musa temui, tapi setiap kali dia berusaha mencari keburukan si binatang, hanya kesempurnaan penciptaNyalah yang terpancar dari si mahluk ugly itu. Musa pun sama sekali nggak berani menilai bahwa binatangbinatang itu lebih rendah dari dirinya. Akhirnya waktu habis, dan Musa datang bermunajat kepada Allah dengan tangan hampa. Musa mohon ampunan Allah karena gagal memenuhi perintahNya di munajat yg lalu walaupun sudah berusaha bahkan dengan mencari di kalangan binatang sekalipun. Allahpun menimpali "kamu Aku ampuni. Justru kalau kamu datang kali ini dengan membawa seseorang atau sesuatu mahluk, kenabianmu akan Aku cabut!"
21
Itulah, sebenarnya ini hanya saran kepada teman-taman baik di level propinsi maupun yang ada di Jakarta, janganlah terlalu memandang rendah kepada masyarakat perdesaan meskipun jabatan kita selangit, sudah keliling dunia berkali-kali, tapi di tiap tempat, di tiap waktu mestinya menjadikan kita bertambah ilmu, sebab kita bisa berguru pada tempat dan waktu yang kita lalui. Semoga bisa menjadi renungan, selamat membaca.
Ir. H. Parfi Khadiyanto, MS Dosen Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota FT UNDIP Semarang
22
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Dalam kurun waktu 10 tahun, telah terjadi peningkatan laju angka transisi SD ke SLTP dari 60.32% pada tahun 1990 menjadi 75.44%pada tahun 2000. Demikian pula dengan APK SLTP/MTs, terjadi peningkatan dari 52.85% pada tahun 1990 menjadi 73.35% pada tahun 2000. APK SLTP/MTs 1997/1998 tetap terjaga selama krisis ekonomi berlangsung karena adanya program Beasiswa dan DBO. Selain itu akses pendidikan bagi anak yang mempunyai kendala biaya dan waktu juga
23
meningkat dengan adanya program SLTP Terbuka. Hasil lain yang dicapai dalam pendidikan adalah meningkatnya akuntabilitas dan transparansi manajemen pendidikan melalui rintisan program block grant (dana hibah) yang langsung diberikan ke sekolah dan masyarakat. Pencapaian lainnya adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan melalui kelembagaan Komite sekolah dan dewan pendidikan. Dibalik keberhasilan tersebut, masih terdapat 3,6 juta anak usia 13-15 tahun dengan kondisi sosial-ekonomi dan geografis yang sangat sulit, belum mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Di lain pihak, anggaran pendidikan nasional 24
terbatas, sementara Program Pendidikan Dasar 9 Tahun harus tuntas pada akhir tahun 2008. Hal ini diperburuk lagi dengan kenyataan bahwa pendidikan belum menjadi prioritas pembangunan bagi sebagian pemerintah daerah sebagaimana terwujud dalam alokasi anggaran daerah. Dalam rangka menuntaskan wajib belajar 9 (sembilan) tahun maka Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Loan 4042-IND, 4062-IND, 4095-IND, melaksanakan tiga program alternatif pemecahan yaitu, pertama, membangun Unit Sekolah Baru (USB) di 25
kantung-kantung daerah yang tebal dan terkonsentrasi dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) di bawah rata-rata nasional (bibit lulusan SD 50-100 siswa < 73%). Kedua, membangun Ruang Kelas Baru (RKB) di sekolahsekolah yang over-capacity (bibit lulusan SD 15-50 siswa atau minimum 130% kapasitas tempat yang tersedia. Ketiga, mengembangkan SLTP Terbuka dan Paket B di kantung-kantung daerah yang tipis dan terpencar (bibit lulusan SD 5-15 siswa) Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (PPM-SLTP) bermaksud melaksanakan program pembangunan Unit Sekolah Baru untuk SLTP-MTs di area yang membutuhkan dengan menggunakan mekanisme 26
partisipasi masyarakat. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan memberikan Block Grant (dana hibah) kepada sekolah dan pengelolaan dana tersebut melibatkan partisipasi masyarakat di sekitar sekolah (antara lain: Camat, Kepala Desa, LKMD/Ormas sejenis, pemuka masyarakat, agama, pemuda dan orang tua murid). Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memberdayakan sekolah dan masyarakat, sehingga sekolah dan masyarakat mempunyai rasa kepemilikan yang tinggi dan bertanggung jawab penuh atas terwujudnya USB dan kegiatan pendidikan di dalamnya. Mengingat pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) merupakan kegiatan yang kompleks, maka 27
dibutuhkan suatu panduan berupa Petunjuk Pelaksanaan BG-USB. Petunjuk ini dimaksudkan untuk menyamakan pola pikir, pengertian dan memberikan pedoman teknis dan administratif yang jelas kepada pihak terkait sehingga mempermudah mereka dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, serta dalam menjalankan peran masingmasing. Petunjuk pelaksanaan kedua program lainnya dijelaskan dalam buku yang terpisah.
28
1.2. TUJUAN 1.2.1. Tujuan Umum Pembangunan USB bertujuan untuk memenuhi kekurangan sarana dan prasarana dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun, melalui mekanisme partisipasi masyarakat. 1.2.2. Tujuan Khusus 1) Menyediakan sarana dan prasarana SLTP/MTs di daerah yang membutuhkan. 2) Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan pembangunan,
29
mengelola dan memelihara USB. 3) Meningkatkan lapangan kerja sementara dan sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar sekolah. 4) Meningkatkan kemampuan lembaga, aparat dan masyarakat di sekitar sekolah dalam mengkoordinasikan dan memberdayakan masyarakat untuk melaksanakan program pembangunan. 1.3. DASAR HUKUM Pelaksanaan pembangunan USB SLTP/MTs dengan mekanisme partisipasi masyarakat di mana dananya bersumber dari pinjaman Bank Dunia sangat 30
berbeda dengan pelaksanaan pembangunan SLTP/MTs melalui kontraktor. Untuk pelaksanaan pembangunan USB dengan mekanisme partisipasi masyarakat ini dasar hukumnya adalah : 1) Loan Agreement Junior Secondary Education Project – Loan No. 4042-IND, 4062IND, 4095-IND. 2) Loan Amandment of the Loan Agreement Junior Secondary Education Project Loan No. 4042-IND, 4062-IND, 4095IND, June 30, 1998 3) Loan Amendment of the Loan Agreement Junior Secondary Education Project Loan No. 4042-IND, 4062-IND, 4095IND, June 23, 2000 4) Keppres No. 18 tahun 2000 pada bagian VI, pasal 2, 31
khususnya mengenai dana yang bersumber sebagian atau seluruhnya dari negara peminjam, donor dan atau hibah.
1.4. MANAJEMEN PEMBANGUNAN USB Program pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) berorientasi pada fungsi kegiatan belajar mengajar. Pembangunan USB dimulai dengan pembangunan fisik Unit Gedung Baru (UGB); kemudian pengadaan furniture, buku, alat; penempatan kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi; nomor satuan kerja; kelembagaan; penyediaan biaya operasional sekolah; sampai terjadinya kegiatan pembelajaran
32
dan pendidikan tersebut.
di
sekolah
Jadi input pendidikan yang diperlukan dalam unit sekolah baru, agar penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, adalah: 1) Unit Gedung Baru (UGB) dan jaringan infra struktur. 2) Pengadaan Furniture. 3) Pengangkatan/Penunjukan Kepala Sekolah secara definitif. 4) Pengangkatan guru mata pelajaran dan pembimbing. 5) Pengangkatan tenaga administrasi sekolah. 6) Pengadaan buku. 7) Alat penunjang pendidikan. 8) Kelembagaan Sekolah (pembukaan unit sekolah baru). 9) Nomor Satuan Kerja. 33
10) Asrama Guru dan Murid (bila ada). 11) Biaya Operasional. Pengadaan input tersebut dilakukan secara paralel dengan pembangunan unit gedung baru (lihat diagram di bawah). Dengan demikian, pada saat gedung selesai dibangun dan telah diserahterimakan, sekolah dapat segera berfungsi seratus persen. Pelaksanaan pembangunan UGB akan berlangsung 4 bulan, UGB yang dibangun diharapkan berfungsi sebagai USB setelah 6 bulan gedung selesai dibangun. Dengan demikian pengadaan input pendidikan lainnya dapat diadakan dalam kurun waktu 10 bulan tersebut. Pengadaan input pendidikan membutuhkan koordinasi dari 34
berbagai unit terkait, terutama proses pengadaannya dan pemecahan berbagai kendala yang mungkin dihadapi. Dengan demikian pembangunan USB membutuhkan : (1) lembaga penanggungjawab, (2) Komite koordinator pelaksana dan (3) pelaksana. 1.5. PRINSIP USB
PEMBANGUNAN
Program peningkatan Wajar 9 tahun didasarkan pada empat prinsip yaitu : 1.5.1 Peningkatan kerjasama Pemerintah dan Swasta Swasta diberi kesempatan lebih luas untuk turut bertanggung jawab mengatasi masalah kekurangan akses pendidikan. Kerjasama 35
tersebut diwujudkan dalam bentuk penyediaan dana hibah oleh pemerintah, dana dikelola oleh swasta atau lembaga lainnya untuk melaksanakan pembangunan USB sehingga pada akhirnya terwujud USB dan kegiatan pembelajaran yang diharapkan. 1.5.2 Memberdayakan masyarakat Program ini melibatkan masyarakat secara aktif, baik pria maupun wanita, dalam setiap tahap pembangunan USB. Keterlibatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pemantauan, pemeliharaan USB dan
36
pengelolaan kegiatan pendidikan di dalam USB. Pembahasan tentang masalah yang dihadapi sekolah, pemecahan masalah, rencana kegiatan dan rencana pengembangan sekolah selalu melibatkan setiap unsur sekolah, termasuk guru, BP3, orang tua siswa, tokoh masyarakat, pengawas. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan gedung USB melibatkan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pengawas. Pertemuan dilakukan sekurang-kurangnya 5 kali. Pertemuan pertama membicarakan rencana penggunaan dana. Pertemuan kedua 37
membahas tentang penggunaan dana tahap I sebesar 40% dana total yang diterima Komite Sekolah. Pertemuan ketiga membicarakan tentang realisasi pemanfaatan dana 40% tahap I dan rencana penggunaan dana 40% tahap II. Pertemuan keempat membahas tentang realisasi pemanfaatan dana tahap II dan rencana penggunaan dana tahap III sebesar 20% dana total. Pertemuan kelima dilakukan untuk melaporkan realisasi penggunaan dana dan rencana pengelolaan dan pemeliharaan. Notulen pertemuan setiap rapat
38
dilampirkan dalam laporan pertanggungjawaban. 1.5.3 Mengoptimalkan sistem desentralisasi pendidikan Kewenangan untuk merencanakan, melaksanakan, mengelola, memelihara serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan pendidikan di USB sepenuhnya ada pada masyarakat. 1.5.4 Transparansi Komite Pembangunan USB diwajibkan mengumumkan informasi pelaksanaan pembangunan USB di papan pengumuman sekolah serta secara berkala memperbaharui isi informasi tersebut sesuai 39
dengan perkembangan pelaksanaan kegiatan. Papan pengumuman diletakkan di tempat yang mudah terlihat oleh masyarakat umum. Papan informasi yang memuat informasi yang sama, diletakkan di los kerja (direksi keet). Pengumuman tentang penerimaan BG-USB disebarluaskan ke mesjid atau gereja, kelurahan, dan kecamatan setempat. Buku tabungan, buku penerimaan maupun pengeluaran dana, buktibukti pengeluaran dana, pengadaan dan penggunaan alat dan material serta laporan pekerjaan hendaknya disimpan di 40
tempat yang aman namun mudah diambil dan diperiksa oleh proyek, unsur lain yang terkait, serta masyarakat umum.
1.6. ALOKASI DAN MEKANISME SELEKSI 1.6.1 Alokasi Dasar pertimbangan alokasi USB di setiap kabupaten adalah tingkat APK dan tingkat kebutuhan akan USB berdasarkan hasil pemetaan sekolah. Berdasarkan data tahun 2000, Proyek Pusat menentukan alokasi USB di setiap propinsi. 41
1.6.2 Mekanisme Seleksi Seleksi penerimaan USB didasarkan pada dua persyaratan yang saling berurutan yaitu : 1) Persyaratan Lembaga Penerima Hibah Lembaga penanggung jawab pembangunan USB yang menerima hibah ini adalah pemerintah kabupaten atau yayasan. Lembaga tersebut harus memenuhi syarat berikut ini. a. Menyediakan lahan siap bangun milik sendiri minimum seluas 6.000 m 2. Kepemilikan ditandai dengan adanya 42
sertifikat kepemilikan tanah oleh instansi yang berwenang. b. Merekrut guru dengan kualifikasi sesuai dengan kualifikasi minimum yang diterapkan pemerintah (acuan SPM = Standar Pelayanan Mutu). c. Menjamin kelancaran operasional USB melalui penyediaan buku, alat, bahan dan biaya operasional sekolah yang memadai (acuan SPM) d. Membentuk Komite Sekolah dan Komite Pembangunan Kabupaten. 43
e. Menjamin dapat merekrut siswa baru SLTP/MTs minimum 30 siswa untuk USB tipe E dan 60 siswa untuk USB tipe D setiap tahun. f. Mempunyai kebijakan khusus yang dapat menjamin keadilan bagi keluarga miskin untuk mendapat kesempatan pendidikan (minimum 20% dari daya tampung siswa yang ada). g. Menjamin sekolah dapat beroperasi minimum 20 tahun (sebuah kontrak jangka panjang)
44
h. Mendapat dukungan tertulis tentang pendirian sekolah ini dari 3 anggota masyarakat, 3 tokoh masyarakat, 3 tokoh pemuda, 3 kepala desa, 1 pengawas sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan Tingkat II. 2) Persyaratan Pembangunan Gedung USB a. Prioritas pembangunan gedung USB diberikan pada daerah miskin dan pedesaan. b. Berada di kabupaten dengan APK atau 45
tingkat transisi dari SD ke SLTP, rendah < 73%. c. Berada dalam area yang sesuai dengan rencana umum tata ruang kecamatan. d. Sesuai dengan rencana tahunan pembangunan gedung pendidikan tingkat kabupaten. e. Tipe gedung USB yang akan dibangun sesuai dengan jumlah calon siswa yang ada, penentuan tipe USB didasarkan pada hasil pemetaan sekolah yang dilakukan proyek pusat.
46
f. Tanah/site USB harus memenuhi kriteria sebagai berikut: • Kemiringan kontur tanah kurang dari 30% • Terdapat area datar seluas 200 M2 untuk lapangan bermain. • Mudah dijangkau oleh siswa • Bebas banjir dan genangan air g. Permohonan lembaga/yayasan untuk setiap USB harus disertai dengan lokasi sekolah pada peta di kabupaten dengan menyertakan gambar-gambar berikut ini. 47
•
•
•
•
•
•
Adanya batas setiap wilayah kabupaten dan setiap wilayah kecamatan. Sungai, jembatan dan jalan utama Pusat/ ibu kota kabupaten, kecamatan dan kota-kota lain serta desa sekitar. SD/MI baik Negeri atau Swasta yang ada SLTP/MTs baik Negeri atau Swasta yang ada Lokasi SLTP/MTs Negeri maupun Swasta yang akan dibangun apabila ada. 48
h. Harus memenuhi standar teknis bangunan gedung yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sebagai misal yaitu Buku Pembakuan Gedung dan Perabot dari Depdiknas, serta standar lain yang mengikat. i. Sebelum dilakukan pelaksanaan pembangunan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus telah dilengkapi. Mekanisme seleksi dimulai dengan kegiatan pengajuan proposal. Lembaga calon penerima BG-USB mengajukan 49
proposal pernyataan minat membangun USB kepada Dinas Pendidikan Kabupaten. Dinas mengidentifikasi proposal USB yang memenuhi syarat, menelaah usulan, dan menseleksi proposal. Hasil seleksi disetujui oleh Komite Kabupaten atau Dewan Pendidikan Kabupaten. Proposal terseleksi kemudian dikirim ke PPIU untuk verifikasi. PPIU mengadakan verifikasi terhadap kondisi lembaga terpilih dan lokasi USB di lapangan. Setelah verifikasi menunjukkan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, PPIU akan menetapkan lembaga penerima program USB. Kegiatan dilanjutkan dengan pengajuan proposal teknis dan biaya dari Komite Sekolah penerima 50
program dengan bnatuan Konsultan Managemen Konstruksi yang ditugasi oleh PPIU. Penandatanganan kontrak atau Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) antara sekolah dengan PPIU dilakukan setelah klarifikasi dan negosiasi proposal oleh PPIU. Dokumen SPPB disimpan oleh sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten, Komite Kabupaten, Dewan Pendidikan Kabupaten, dan PPIU, ditembuskan kepada CPCU. 1.7. SUMBER DANA
DAN
ALOKASI
Sumber dana Pembangunan USB SLTP/MTs berasal dari dana pinjaman Bank Dunia Loan No 4042-IND, 4062-IND dan 4095IND, termasuk pengalihan Loan 51
JPS untuk mengakomodasikan Deutch Grant II, Rupiah Murni, APBD Pemerintah Kabupaten dan partisipasi masyarakat. Dana hibah seluruhnya berasal dari dana pinjaman atau disebut juga 100% RK (Rupiah Kerjasama). Besar dana yang dialokasikan tergantung pada: • Tipe USB yang akan dibangun antara lain adalah USB tipe D atau tipe E. • Hasil kesepakatan antara proyek dan Komite sekolah. 1.7.1. Penyaluran dan Pencairan Dana 1) Penerima bantuan adalah masyarakat melalui Komite Pembangunan USB di mana Ketua Komite
52
sebagai penanggung jawabnya. 2) Tahap penyaluran dana a. Dana pembangunan USB akan disalurkan ke sekolah dalam 3 tahap. Tahap I sebesar 40%, tahap II sebesar 40%, dan tahap III sebesar 20% dari total biaya pembangunan. b. Pencairan dana tahap II dapat dilakukan setelah kemajuan pekerjaan mencapai 36% dan penggunaan dana tahap I telah mencapai 90% atau lebih sebagaimana
53
telah dituangkan dalam BAPPD c. Pencairan dana tahap III dapat dilakukan setelah kemajuan pekerjaan mencapai 72% dan penggunaan dana tahap II telah mencapai 90% atau lebih sebagaimana telah dituangkan dalam BAPPD d. Setiap pengambilan dana dari rekening sekolah maksimum berjumlah sebesar Rp. 10 juta, mekanisme pencairan dana dari rekening sekolah mengacu pada juklak Tugas dan 54
Tanggung Jawab Komite Pembangunan USB. 3) Mekanisme Dana
Pencairan
Komite sekolah mengajukan permohonan kepada Pemimpin Proyek PPMSLTP Propinsi untuk mendapatkan dana, dilampiri dengan proposal dan SPPB. Mekanisme pencairan dana yang lebih detil dapat dilihat pada Bab V juklak Tugas dan Tanggung Jawab Komite Pembangunan USB.
55
1.7.2. Dana Operasional Komite dan FKP-USB Untuk membiayai kebutuhan kegiatan operasional, Komite Sekolah mendapat dana sebesar maksimal 4% (empat persen) dari usulan dana bantuan Pembangunan USB tersebut. Dana dapat digunakan untuk : Biaya administrasi dan pelaporan pembangunan USB. Transport dan konsumsi rapat-rapat untuk Komite Sekolah, Komite Pembangunan USB (tetapi tidak termasuk FKP) selama pelaksanaan pembangunan USB.
56
Honorarium Komite Pembangunan USB, Tim Teknis USB, dan FKP. 1.7.3. Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Dana 1) Pengelolaan dan pertanggung-jawaban dana Pembangunan USB dilaksanakan sepenuhnya oleh Komite Pembangunan USB. 2) Di samping dana yang berasal dari pinjaman, jika ada dana yang berasal dari masyarakat, maka pengelolaannyapun menjadi tanggung jawab Komite Pembangunan USB.
57
3) Laporan pertanggungjawaban dana disampaikan kepada masyarakat melalui pengumuman di papan informasi dan secara tertulis kepada PPIU.
58
BAB II PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN A. PENGERTIAN TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT Permasalahan mendasar dari proses pembangunan di Negaranegara berkembang seperti halnya Indonesia adalah bagaimana mempercepat penyebaran pertumbuhan ekonomi melalui berbagai aktivitas produktif sesuai dengan tingkat kebutuhan penduduk dan sumber daya yang tersedia. Salah satu pendekatan yang sedang dilakukan yaitu dengan 59
menggunakan pendekatan pembangunan yang bersifat partisipasif. Partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung ataupun tidak langsung (Wibisana, 1989 41). Menurut Sunarti (2003) kata partisipasi mengandung arti ikut serta, yang berasal dari kata asing take a part atau ambil bagian. Selanjutnya istilah partisipasi mempunyai hubungan yang erat dengan istilah partnership yang berarti bahwa partisipasi hendaknya harus disertai dengan sikap ikut bertanggung jawab dari kesatuan yang turut ambil bagian dalam aktivitas tersebut. Sedangkan menurut Sastroputro (dalam 60
Sunarti Jurnal Tata Loka, 2003 : 41) menyatakan bahwa orang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya yang sifatnya lebih daripada sekedar keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja melainkan keterlibatan total yang berarti termasuk keterlibatan pikiran dan perasaan. Selain itu ada beberapa definisi partisipasi masyarakat dari para ahli antara lain : 1. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai peran aktif berkontribusi dan mempengaruhi proses pembangunan, yang secara merata dan bersama-sama mengambil manfaat dari
61
pembangunan tersebut (United Nation, 1981) 2. Partisipasi dapat dipandang sebagai agen atau tindakan atau program-program yang dijalankan oleh pemerintah dan sebagai salah satu hal yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dan penerapan kebijaksanaan (Batley, 1983) 3. Partisipasi adalah suatu tindakan yang mendasar untuk bekerja sama yang memerlukan waktu dan usaha, agar menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan bersama (Korten, 1986 : 162) 4. Di Indonesia partisipasi sebagai masukan pembangunan ditetapkan di 62
dalam GBHN yaitu : Partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyekproyek pemerintah, juga diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah, serta keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan memetik hasil atau manfaat pembangunan (Suherlan, 1996 : 1) 5. Arnstein (1969) mendefinisakan partisipasi masyarakat sebagai istilah kekuasaan/ kekuatan pada masyarakat, dan pendistribusian kembali 63
kekuatan yang memungkin masyarakat yang tidak mampu dikeluarkan dengan segera dari proses politik dan ekonomi, untuk pertimbangan masukan di masa depan (Panuju, 1999 : 70) 6. Sihombing (1980) menjelaskan bahwa pengertian partisipasi dalam konteks pembangunan yang memerdekakan, bukan semata-mata berdasarkan kebaikan hati para elit pengambil keputusan, tetapi partisipasi adalah hak dasar yang sah dari umat manusia untuk turut serta merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan yang menyajikan harapan 64
pemerdekaan dirinya (Khairudin, 2002 : 11) 7. Pengertian partisipasi masyarakat secara lebih luas lagi didefinisikan oleh FAO (1989) yaitu antara lain (Siswanto, 2002:11) a. Kontribusi sukarela masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. b. Suatu proses aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. c. Pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk 65
menanggapi proyekproyek pembangunan d. Keterlibatan suka rela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri e. Keterlibatan masyarakat pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. 8. Partisipasi boleh juga diartikan sebagai keikutsertaan dalam suatu yang ditawarkan secara baru. Dan apabila dilihat lebih jauh tindakan berpartisipasi ini tidak akan terlepas dari kemampuan diri serta perhitungan untung rugi. Partisipasi masyarakat merupakan suatu bagian yang dikaitkan dengan keikutsertaan, keterlibatan, 66
dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program (Ndrahz, 1990:101) Definisi yang telah dijelaskan diatas dapat dirumuskan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/pelibatan masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan 67
kebijaksanaan, pelaksanaan program.
hingga
Dalam praktek pembangunan Unit Sekolah Baru melalui mekanisme partisipasi masyarakat, yang dikerjakan dengan dana pinjaman dari Bank Dunia [untuk propinsi Jawa Tengah, melalui loan : IBRD Loan 4062 IND], yang terjadi adalah, pelibatan masyarakat masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengendalian saja, proses perencanaan yang meliputi penetapan tipe sekolah, proses pencairan dana, cara pengadaan barang dan material, serta bentuk pelaporan harus mengikuti aturan yang “kaku” dan kadang tidak realistis untuk kondisi masyarakat perdesaan, tetapi itu harus dilaksanakan tanpa melalui mekanisme konsultasi atau
68
penjajagan ke masyarakat lebih dahulu. Sebagai contoh misalnya, penetapan tipe sekolah [tipe D dengan jumlah ruang kelas sebanyak 6] padahal yang dibutuhkan baru 2-3 ruang saja, kenapa harus dibangun semuanya, mestinya masyarakat bisa membangun secara bertahap selama 2-3 tahun kedepan, di sini terlihat bahwa masyarakat dilatih, dibimbing untuk menjadi “kontraktor”, bukan menjadi aktor pembangunan bagi “rumahnya sendiri”, tetapi membangunkan gedung pemerintah tanpa pemerintah harus bersusah payah mencari/merekrut kontraktor. Barangkali memang ada semacam keraguan bahwa kalau tidak sekaligus jadi [tuntas], uang bisa hilang nggak karuan rimbanya, kalau itu masalahnya, silahkan uang 69
disimpan di Bank Dunia dulu, dikeluarkan atau dicairkan sesuai kebutuhan dalam tahun tersebut. Ada kejanggalan di sana, yaitu kewajiban menerima siswa minimal 60 anak, tapi harus membangun 6 lokal, kenapa harus 6 lokal, yang 3 lokalpun kewajibannya hanya menerima siswa 30 anak, mengapa harus demikian? Sudah banyak diketahui bahwa gedung yang dibangun tapi tidak langsung digunakan akan cepat rusak dibandingkan dengan yang langsung digunakan, di sini masyarakat justru dibebani biaya pemeliharaan yang berlebihan untuk merawat ruangruang berikut furniturnya yang belum terpakai. Itulah kalau dari awal, pihak pusat merasa yang paling tahu kebutuhan orang-orang bawah, wal hasil, seolah-olah mekanisme 70
partisipasi ini hanya sekedar alternatif lain cara membangun di luar sistem pembangunan via kontraktor. Mestinya bangunlah gedung sekolah sesuai dengan kemampuan masyarakat menampung atau menerima siswa saat itu terlebih dahulu, kebutuhan selanjutnya menyesuakan daya tampungnya. Pencairan dana yang dibagi dalam lima termijn dengan rentang waktu pembangunan yang hanya sekitar 6 bulan merupakan beban tersendiri bagi komite pembangunan yang dalam juklaknya dukungan sporting stafnya tidak memadai, sekretaris hanya bekerja sendirian, kalau menambah tenaga, honor untuk keperluan itu tidak dibenarkan, nggak ada di dalam juklak, harusnya ketika program berjalan 2-3 bulan, masyarakat dan 71
pihak propinsi diberi kesempatan untuk melakukan perbaikanperbaikan yang kemudian diberita acarakan sesuai dengan kondisi setempat, dalam satu propinsi tidak harus diberlakukan dengan ketentuan yang sama sebab masalah dan kondisinya juga tidak sama, tetapi ketika dilakukan suatu kebijakankebijakan khusus dan dilaporkan ke pusat, yang terjadi justru ancaman akan adanya miss procurement, bukannya melakukan pembahasan dengan duduk bersama untuk mengambil solusi yang terbaik, metoda ancaman jelas tidak sejiwa dengan semangat pemberdayaan, makanya kesan sekedar mencari alternatif mekanisme pembangunan di luar kontraktor sangatlah menonjol. Pengetrapan aturan yang kaku jelas 72
bukan bagian dari pembangunan berbasis partisipasi masyarakat.
proses pada
Ide dasar partisipasi masyarakat seperti dikatakan oleh Midgley (1986:13), muncul dari pemikiran bahwa golongan miskin dan tertindas dapat dimobilisir oleh agen-agen luar, sehingga mereka memberanikan diri berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan sosial pada tingkat lokal. Walaupun demikian, konsepsi partisipasi masyarakat memiliki bermacammacam latar belakang yang mewarnai tradisi pemikiran yang kompleks dan bervariasi. Tingkat partisipasi ini untuk setiap anggota masyarakat berlainan satu sama lain, sesuai 73
dengan kemampuan masingmasing dan yang lebih penting adalah dorongan untuk ikut berpartisipasi, yaitu berdasarkan atas motivasi, cita-cita dan kebutuhan individu yang kemudian diwujudkan secara bersama-sama. Motivasi atau hal yang mendorong munculnya partisipasi dapat dibedakan sebagai berikut (Wibisono, 1989 : 34). 1. Keterikatan Memori Hal itu terjadi apabila masyarakat mempunyai suatu keterikatan memori terhadap suatu hal yang dapat menggerakkan niatnya untuk berpartisipasi terhadap suatu kegiatan. Partisipasi semacam ini dapat digolongkan sebagai 74
partisipasi karena keterkaitan memori. 2. Sebagian Hak Miliknya Terambil Hal ini dapat terjadi pada saat masyarakat yang merasa hak miliknya terambil untuk suatu kegiatan (pembangunan) 3. Ingin Mendapatkan Keuntungan Partisipasi ini sering juga muncul dalam kegiatan pembangunan. Ada sebagian masyarakat yang berniat mencari keuntungan pribadi di dalam pelaksanaan suatu kegiatan (pembangunan). Contoh konkritnya yang sering terjadi, yaitu munculnya spekulanspekulan tanah dalam suatu kegiatan pembangunan yang 75
berskala besar (permukiman, jalan tol dan sebagainya). 4. Niat Ikhlas dan Suka Rela Pada saat sekarang ini sudah jarang ditemukan masyarakat atau kelompok masyarakat yang mempunyai kemauan sendiri melakukan kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum atau kelompok yang lebih besar, terutama di kota-kota besar. Partisipasi secara etimologi berarti ikut serta, konsep partisipasi sebenarnya mengandung 6 subtansi, yaitu : a. Partisipasi dalam menerima dan memberi informasi b. Partisipasi dalam pemberian tanggapan dan saran terhadap informasi yang diterima 76
c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan d. Partisipasi dalam palaksanaan pembangunan e. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan f. Partisipasi dalam menilai hasil pembangunan Ada dua maksud yang mendasar perlunya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan : a. Bahwa pembangunan diperuntukan bagi anggota masyarakat dan oleh karena itu mereka ikut menentukan apa yang baik bagi mereka. b. Sejalan dengan harkat itu sendiri, yang memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang baik bagi hidupnya. 77
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional merupakan salah satu prasyarat utama untuk keberhasilan pembangunan. Keinginan pemerintah untuk memahami pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan suatu langkah maju, hal ini dapat disimpulkan bahwa : partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukanlah mobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk mengembangkan dan melembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus diciptakan suatu perubahan dalam persepsi pemerintah terhadap pembangunan, untuk membangkitkan partisipasi 78
diperlukan sikap toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternative yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri (Soetrisno, 1995). Sedangkan keuntungan yang akan didapat dari pendekatan partisipatoris sendiri adalah :
- Data dikumpulkan, dikaji dan dicoba langsung oleh pemakai - Pemecahan masalah sudah langsung dicoba selama berlangsungnya proses itu sendiri - Kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh pelaku dapat diukurnya sendiri - Meningkatnya motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam 79
pengambilan keputusn dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Menurut (Eko, 1992) tujuan dari partisipasi adalah sebagai berikut : - Melibatkan masyarakat dalam pembangunan (dalam proses perencanaan) atau memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan prioritas mereka dalam pembangunan, jadi dalam hal ini masyarakat sebagai subyek pembangunan dan sebagai obyek dari pembangunan. - Jika masyarakat telah dilibatkan sejak awal proses pembangunan yaitu tahap penyusunan dan penetapan rencana, masyarakat akan 80
mempunyai rasa memiliki terhadap hasil-hasil pembangunan sehingga diharapkan partisipasinya dalam pembangunan dan pemeliharaan akan sangat tinggi. - Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam suatu pembangunan maka layanan atau kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi tanpa tergantung sepenuhnya kepada peran pemerintah daerah untuk menyediakanya. Menurut J. Pretty dan Guijt (1992) bahwa pendekatan partisipasi menilai dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka untuk mengembangkan diri. 81
Pada lain pihak partisipasi merupakan alat untuk mencapai efisiensi dalam manajemen proyek sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan, kebijakan implikasi yang menyangkut strategi manajemen. Sebagai suatu tujuan, partisipasi akan menghasilkan suatu pemberdayaan yaitu setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Menurut (Mitchell, 1989) terdapat beberapa faktor agar partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan baik adapun faktor tersebut meliputi : - Informasi yang ada harus dibagi dengan masyarakat yang terlibat dalam suatu pekerjaan sehingga 82
masyarakat dapat mempertimbangkan tujuantujuan dari pekerjaan yang berlangsung pada lingkungannya dan mengetahui tugas dan wewenang dari lembaga yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. - Setelah informasi disampaikan kemudian masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya mengenai berbagai persoalan yang ada, berbagai kemungkinan penyelesaian atau peran dari masyarakat dalam mengimplementasikan dan memonitor hasil keputusan.
83
Partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui perorangan maupun kelompok tetapi melihat sosial politik Indonesia saat ini peran serta masyarakat dalam bentuk perorangan masih sangat lemah atau kurang efektif. Hal tersebut disebabkan karena kekuasaan pemerintah atau swasta masih dominan sehingga upaya keterlibatan perorangan tidak efektif. Dalam konteks partisipasi atau peran serta masyarakat dalam bentuk kelompok dipandang lebih kuat dan menjanjikan, kelompok tersebut dapat berupa kelompok masyarakat berdasarkan satuan wilayah, mata pencaharian ataupun adat. Menurut John M Cohen dan Uphoff (1997) terdapat empat tipe partisipasi yaitu :
84
- Partisipasi dalam membuat keputusan (membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan dan menyusun rencana-rencana yang bisa dilaksanakan, dapat atau layak untuk dioperasikan) - Partisipasi dalam implementasi (kontribusi sumber daya, administrasi dan koordinasi kegiatan yang menyangkut tenaga kerja, biaya dan informasi) - Partisipasi dalam kegiatan yang memberikan keuntungan - Partisipasi dalam kegiatan evaluasi dan keterlibatan dalam proses yang sedang berjalan. Menurut Keith Davis (Sunarti, Jurnal Tata Loka, 2003 : 42), dia mengemukakan bahwa bentuk
85
partisipasi dapat terjadi dalam bentuk : - konsultasi biasanya dalam bentuk jasa - sumbangan spontan biasanya uang dan barang - ikut aktif melaksanakan proyek yang sifatnya berdikari dan dananya berasal dari pihak ketiga - ikut aktif melaksanakan proyek yang sifatnya berdikari dan didanai oleh masyarakat sendiri - sumbangan dalam bentuk kerja - aksi masa - mengadakan pembangunan di kalangan keluarga - membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom 86
Sedangkan jenis terdiri dari : -
partisipasinya
Pikiran Tenaga Pikiran dan Tenaga Keahlian Barang Uang
Partisipasi masyarakat merupakan faktor kunci dalam konsep pembangunan berkelanjutan, dan partsipasi tersebut muncul dalam siklus perencanaan pembangunan melalui tahap : -
Partnership Sebagai suatu kegiatan awal, berisi penjajakan dan pendekatan kepada masyarakat sasaran. Melalui penjajakan dan 87
pendekatan yang ada dibangun kesadaran masyarakat terhadap masalah dan kondisi yang ada di lingkungan. Kesadaran inilah yang menghasilkan Community Vision. -
Community Based Issue Analysis Community vision yang tercipta diikuti dengan usaha mengidentifikasikan masalahmasalah yg ada dan prioritas yang harus segera ditangani. Penyelesaian masalah tersebut memerlukan bantuan dari pihak luar yang berpengalaman terhadap masalah tersebut.
-
Action Planning Merupakan tahap perencanaan yang meliputi : penetapan target, tujuan dan strategi pelaksanaan dan semuanya 88
merupakan hasil kesepakatan bersama -
Implementasi dan monitoring Tahap pelaksanaan program dengan pemantauan masyarakat terhadap setiap pelaksanaan
-
Evaluating and Feed Back Hasil monitoring berguna untuk mengevaluasi pelaksanaan terhadap target yang telah disepakati. Informasi evaluasi juga sebagai bahan untuk melanjutkan rencanarencana selanjutnya.
A.1.
Penggolongan Partisipasi Berdasarkan Cara Keterlibatan: Dasar klasifikasi ini sangat dikenal dalam suatu ilmu politik, 89
penggolongan partisipasi berdasarkan cara keterlibatan dibedakan menjadi dua jenis yaitu : - Partisipasi langsung Partisipasi ini terjadi bila diri orang itu menampilkan kegiatan tertentu di dalam proses partisipasi seperti misalnya mengambil peranan di dalam pertemuan pertemuan, turut berdiskusi dan menyumbangkan tenaga. - Partisipasi tidak langsung partisipasi ini terjadi bila seseorang mendelegasikan hak partisipasinya, misalnya dalam mengambil keputusan kepada orang lain yang berikutnya dapat mewakilkannya dalam 90
kegiatan-kegiatan pada tingkat yang lebih tinggi. A.2.
Penggolongan Partsipasi Berdasarkan Pada Keterlibatan Dalam Berbagai Tahap Dalam Proses Pembangunan Terencana: Pada partisipasi ini dipengaruhi oleh enam langkah yaitu : perumusan tujuan, penelitian, persiapan rencana, penerimaan rencana, pelaksanaan, dan penelitian. Dalam tingkat partisipasi ini dibedakan menjadi dua macam yaitu : partisipasi lengkap dan partisipasi sebagian . Partisipasi lengkap terjadi apabila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat di dalam enam tahapan diatas. Sedangkan partisipasi 91
sebagian bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung tidak terlibat di dalam seluruh enam tahapan tersebut. Dengan perkataan lain seseorang tetap dianggap berpartisipasi sebagian, sekalipun dia hanya terlibat dalam lima tahap atau kurang dari itu. A.3. Penggolongan Partisipasi berdasarkan tingkat Organisasi: Dalam klasifikasi ini Dusseldrof membedakan dua macam partisipasi menurut klasifikasi ini yaitu : partisipasi yang terorganisasi dan partisipasi tidak terorganisasi. Partisipasi terorganisasi terjadi apabila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata kerja 92
dikembangkan atau sedang dalam proses penyiapan. Sedangkan yang dimaksud dengan partisipasi yang tidak terorganisasi terjadi apabila orang-orang berpartisipasi hanya dalam tempo yang kadangkadang saja umumnya karena keadaan yang gawat seperti : kebakaran, gempa, banjir, dan bencana alam. A.4. Penggolongan Partisipasi Berdasarkan pada intensitas dan Frekuensi Kegiatan: Dalam penggolongan partisipasi ini dibedakan menjadi dua yaitu : partisipasi intensif dan partisipasi ekstensif. Partisipasi intensif terjadi bila disitu ada frekuensi aktivitas partisipasi yang tinggi. Menurut Muller hal 93
ini diukur melalui dimensi kuantitatif dari partisipasi, sedangkan yang kedua adalah partsipasi ekstensif. Partisipasi ini terjadi bila pertemuanpertemuan secara tidak teratur dan kegiatan-kegiatan atau kejadian yang membutuhkan partisipasi dalam interval waktu yang panjang. A.5.
Penggolongan Partisipasi Berdasarkan Pada Lingkup Liputan Kegiatan: Pada penggolongan ini dibedakan menjadi dua yaitu : pertama partisipasi tak terbatas yaitu terjadi apabila seluruh kekuatan yang mempengaruhi komunitas tertentu dapat diawasi oleh dan dijadikan sasaran kegiatan yang 94
membutuhkan partisipasi anggota komunitas tersebut, yang kedua adalah partisipasi terbatas yaitu partisipasi yang terjadi bila hanya sebagian kegiatan sosial, politik, administrasi & lingkungan fisik yang dapat dipengaruhi melalui kegiatan partisipasi. A.6.
Penggolongan Partisipasi Berdasarkan Pada Efektifitas: Penggolongan berdasarkan tingkat efektifitas partisipasi dibedakan menjadi dua yaitu : partisipasi efektif dan partisipasi tidak efektif. Partisipasi efektif yaitu kegiatan-kegiatan partisipasi yang telah menghasilkan perwujudan seluruh tujuan yang mengusahakan aktivitas 95
partisipasi. Partisiapsi tidak efektif terjadi bila tidak satupun atau sejumlah kecil saja dari tujuan-tujuan aktivitas partisipasi yang dicanangkan dapat terwujud. Sedangkan permasalahan dalam partisipasi masyarakat dapat ditinjau dari 2 hal yaitu : Ditinjau dari pelaku pembangunan Pelaku partisipasi meliputi individu yang menyuarakan aspirasi mereka dan individu yang mewakili suara kelompok. Permasalahan yg ada bila ditinjau dari pelaku pembangunan yaitu : Masyarakat enggan berpartisipasi atau kurang mempunyai kesadaran untuk 96
berpartisiapsi. Keengganan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor : masyarakat merasa bahwa partisipasi mereka tidak mempunyai pengaruh pada rencana akhir dan kegiatan yang membutuhkan partisipasi, masyarakat tidak mempunyai pengaruh langsung yang dapat mereka rasakan. Dalam demokrasi perwakilan seringkali individu yang mewakili masyarakat tidak mampu menyuarakan aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Ditinjau dari pemimpin atau tokoh pembangunan Permasalahan partisipasi dari pemimpin pembangunan disebabkan karena adanya beberapa sifat dan sikap 97
pemimpin yang kurang mendukung partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang meliputi : Kurang terbuka dalam menjelaskan kepada masyarakat tertentu tentang suatu system yang melibatkan partisiapsi masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang memperoleh informasi mengenai partisipasi mereka dalam pembangunan. Kurang perduli dan kurang memperhatikan aspirasi atau usulan yang merupakan kehendak rakyat. Pemimpin kurang dapat memperhatikan atau 98
melakukan pendekatan partisipasif yaitu tindakan untuk menggerakkan masyarakat agar mau berpartipasi dan pemimpin kurang komunikatif dalam menjembatani antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan pihak dari luar. B. PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN KOTA Partisipasi masyarakat mempunyai peran penting dalam menunjang pembangunan kota. Namun demikian tidaklah mudah untuk mengajak masyarakat agar mau berpartisipasi dalam membangun kotanya. Keragu99
raguan untuk berpartisipasi timbul karena masyarakat menyangsikan keberhasilannya. Selain itu, juga menyangsikan siapa atau pihak mana yang pada akhirnya mendapatkan manfaat atau keuntungan setelah pelaksanaan pembangunan selesai dilaksanakan (Eko, 1993 : 4) Usaha-usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat perlu terus dilakukan, sebab melalui keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan kota, usaha untuk memajukan program ekonomi dan sosial bisa dipercepat. Disamping itu dengan partisipasi masyarakat, dapat lebih menjamin manfaat dan keuntungan hasil-hasil 100
pembangunan secara merata, tidak hanya golongan tertentu saja yang menikmati hasil pembangunan tersebut. Poston (1962) menjelaskan perbaikan kondisi hidup masyarakat dan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dapat menggerakkan partisipasi. Agar perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat dapat meningkat, karena adanya usaha untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, usaha itu adalah (Ndraha, 1990 : 104) 1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata 2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat yang berfungsi 101
mendorong timbulnya jawaban yang dikehendaki 3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki secara berlanjut. Selain cara-cara di atas Bryant dan White (1982) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui (Ndraha, 1990 : 105). 1. Proyek pembangunan yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat 2. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat 102
3. Peningkatan masyarakat pembangunan
peranan dalam
Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Subakti (1984) mengemukakan kegiatan-kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai berpartisiapsi adalah (Suherlan, 1996 : 40) 1. Ikut serta memajukan usulusul mengenai perbaikan kampung 103
2. Ikut serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan tentang alternative program manakah yang dianggap paling baik untuk memperbaiki daerahnya. 3. Ikut serta melaksanakan apa yang telah diputuskan termasuk disini memberi iuran atau sumbangan materi 4. Ikut serta mengawasi pelaksanaan keputusan tersebut, termasuk di dalamnya mengajukan saran dan kritik untuk meluruskan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diputuskan tersebut. 5. Ikut serta dalam penentuan dan pelaksanaan keputusan mengenai program rehabilitasi sosial daerah kumuh tersebut, diharapkan warga masyarakat 104
tersebut akan ikut serta juga menikmati hasil dari program tersebut. Pembangunan masyarakat diarahkan pada perbaikan kondisi kehidupan masyarakat, atau memberikan tekanan pada pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mengubah keadaan dari kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik. Dengan demikian pembangunan masyarakat merupakan salah satu metode perubahan sosial, maka pembangunan masyarakat dititik beratkan pada pembangunan masyarakat yang diprakarsai oleh pemerintah dan masyarakat di dalam system politik bercorak demokrasi. Secara konseptual pembangunan 105
masyarakat adalah gambar berikut ini :
seperti
106
GAMBAR I: MODEL KONSEPTUAL PEMBANGUNAN MASYARAKAT Peranan Pemerintah Masyarakat Ideal
Partisipasi Masyarakat Sumber : Ramlan Surbakti dalam Mumu Suherlan, 1996
107
Berdasarkan hal tersebut maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan masyarakat sangat penting karena berfungsi sebagai masukan proses pembangunan. Pada umumnya di Negara berkembang partisipasi yang dimaksud tidak segera kelihatan, tetapi harus digerakkan dan dibentuk yang memegang peranan dalam membangkitkan dan membentuk partisipasi masyarakat adalah pemerintah. Menurut Ramlan tiga unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi, yaitu (Suherlan, 1996 : 4) 1. kesempatan yang memadai 2. motivasi yang cukup memadai 3. tersedianya sumber-sumber yang memadai pula
108
pada pelaksanaan partisipasi masyarakat terdapat tahapan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan. Ada 6 bentuk tahapan partisipasi masyarakat yaitu (Ndraha, 1990: 103) 1. Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain sebagai suatu titik awal perubahan sosial 2. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi, melaksanakan) mengiyakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya. 3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk 109
dalam pengambilan keputusan, penetapan rencana, hal itu perlu ditumbuhkan sedini mungkin di dalam masyarakat 4. Partisipasi dalam pelaksnaan oprasional pembangunan 5. partisiapsi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan 6. Partisipasi dalam menilai pembangunan C. MENGUKUR TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Paradigma pembangunan yang mensyaratkan keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan merupakan suatu tantangan berat bagi masyarakat 110
Indonesia. Masyarakat akan diperlakukan sebagai partner, aktor/petaruh dalam proses pembangunan dan harus mengambil keputusan dalam langkah-langkah penanganan pembangunan. Hal tersebut dapat tercipta bila visi dan kemauan yang sama dari masingmasing petaruh (stakeholders) untuk menjamin keberlangsungan proses pembangunan. Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penyiaan masyarakat untuk pengembangan asset komunitas ini adalah (Dinas Kimtaru Jateng, 2001 : Pendampingan Masyarakat Pelaksanaan Tridaya, Penataan dan Rehabilitasi Kawasan Kumuh Propinsi Jawa Tengah) : 111
1. Membangun kapasitas/kemampuan masyarakat dalam bentuk wadah partispasi masyarakat (pembangunan bertumpu pada masyarakat) 2. Meningkatkan peran serta lingkungan masyarakat dalam kegiatan perbaikan sarana prasarana lingkungan permukiman. 3. Menyiapkan komponen pembangunan masyarakat melalui pengembangan tridaya. Sedangkan secara khusus adalah untuk mendapatkan : a. Tersosialisasikannya gambaran umum kegiatan perbaikan prasarana dan sarana pemukiman yang 112
bertumpu pada partisipasi masyarakat. b. Membentuk wadah partisipasi dan komunikasi guna melakukan berbagai rangkaian kegiatan dalam tahap pembangunan, terutama penanganan perbaikan prasarana permukiman seperti jalan dan saluran drainase. c. Memformulasikan polapola sosialisasi, pendampingan dan penyiapan peran serta masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya dalam proses kegiatan pembangunan prasana dan sarana lingkungan. d. Menyiapkan kader pembangunan sehingga memungkinkan unsur 113
unsur komunitas berperan serta secara aktif di dalam kegiatan pembangunan prasarana lingkungan. Lingkup kegiatan pemberdayaan manusia yang dapat dikembangkan adalah: 1. Rembug desa dan sosialisasi 2. Pelatihan tenaga penyuluhan masyarakat 3. Survei kampung sendiri 4. Pendampingan masyarakat 5. Penyusunan rencana teknis/ DED 6. Penyusunan PJM Dimuka telah diuraikan mengapa dan dasar hukum 114
Peran Serta Masyarakat (PSM) dalam penataan ruang. Pada prakteknya terdapat berbagai jenjang peran serta masyarakat, dimana jenjang ini ditentukan oleh seberapa jauh masyarakat dapat melakukan control terhadap seluruh proses penataan ruang. PSM pada jenjang tertinggi adalah PSM yang benar-benar memberikan otoritas pada komunitas atau masyarakat. Sementara PSM pada jenjang rendah adalah PSM yang dilakukan sekedar sebagai proses manipulasi atau mengelabuhi. Sebagaimana dikatakan Arnstein (1969) terdapat apa yang ia sebut 115
sebagai ledder of citizen participation atau tangga partisipasi masyarakat sebagaimana dapat dilihat dalam table 1.
116
TABEL - 1: TANGGA PARTISIPASI MASYARAKAT (ARNTEIN, 1969) Sumber : Arntein, S. R, 1969. A Ladder Of Citizen Partizipation Institute Of Palnner, 35 : 217 Tangga / tingkatan partisipasi
Hakekat kesertaan
Tingkatan pembagi kekuasaa n
1. Manipul Permainan asi oleh pemerintah Tidak ada 2. Terapi Sekedar partisipasi agar masyarakat 3. Pemberi tidak ta-huan marah/men gobati Sekedar pemberitah 117
uan searah/sosia lisasi 4. Konsult Suara asi masyarakat didengar, tapi tidak selalu 5. Penentr dipakai aman suaranya Saran masyarakat diterima 6. Kemitra tapi tidak an selalu dilaksanaka n Timbal balik dinegosiasi 7. Pendele Masyarakat gasian diberi kekuasa kekuasaan
Tokenism/ sekedar justifikasi agar masyaraka t menyetuju i
Tingkatan kekuasaan 118
an
untuk ada di sebagian masyaraka atau t seluruh 8. Kontrol program Masyara Sepenuhnya kat dikuasai oleh masyarakat Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Arnstein dibagi menjadi 8 tipologi seperti yang dijelaskan di atas (Panudju,1999:72). 1. Manipulation atau manipulasi Tingkat partisipasi ini adalah yang paling rendah karena masyarakat hanya dipakai namanya sebagai anggota dalam badan penasehat. Dalam hal ini tidak ada partisipasi masyarakat yang sebenarnya dan tulus, tetapi diselewengkan dan 119
dipakai sebagai alat publikasi dari pihak pengusaha. 2. Therapy atau penyembuhan Istilah ini diambil dari group therapy atau kelompok penyembuhan. Dengan berkedok melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Meskipun masyarakat terlibat dalam banyak kagiatan. Pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat yang bersangkutan daripada mendapatkan masukan atau usulan-usulan dari mereka. 3. Informing atau pemberian informasi memberikan informasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka, tanggung jawab dan berbagai pilihan, dapat menjadi langkah pertama yang sangat 120
penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. 4. Consultation atau Konsultasi Mengundang opini masyarakat, setelah memberikan informasi kepada masyarakat, dapat merupakan langkah penting dalam menuju partisipasi masyarakat penuh dari masyarakat. Metode yang digunakan adalah attitude surveys atau survey tenang arah pikiran masyarakat dan public hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat. 5. Placation atau perujukan Pada tingkat ini masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh meskipun tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan.
121
6. Partnership atau kemitraan Pada tingkat ini, atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal dibagi antara pihak masyarakat dengan pihak pemegang kekuasaan. Dalam hal ini disepakati bersama untuk saling membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan kebijakan dan pemecahan berbagai masalah yang dihadapi. 7. Delegated Power atau Pelimpahan Kekuasaan Pada tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk emmbuat keputusan pada rencana atau program tertentu. Pada tahap ini masyarakat mempunyai kewenangan untuk memperhitungkan bahwa program-
122
program yang akan dilaksanakan bermanfaat bagi mereka. 8. Citizen Control atau Masyarakat Yang Mengontrol Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur program tertentu kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka mempunyai kewenangan penuh dibidang kebijaksanaan, aspek-aspek pengelolaan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak melakukan perubahan. Delapan tipologi tersebut diatas, menurut Arnstein secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut : 1. Tidak ada partisipasi masyarakat atau non participation yang meliputi 123
prtisipasi masyarakat pada tingkat manipulasi dan terapi. 2. Partisipasi masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan yang diberikan adalah degrees of tokenism yang meliputi partisipasi pada tingkat informing, konsultasi dan perujukan. 3. Partisipasi masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees of citizen yang meliputi partisipasi masyarakat pada tingkat partnership, delegated power dan citizen control. Tabel di atas juga menjelaskan bahwa berbagai tingkat kesertaan dapat diindetifikasikan mulai dari tanpa partisipasi sampaii pelimpahan kekuasaan. Pengelola tradisional selalu enggan untuk melewati tingkat tanpa partisipasi dan tokenism, dengan keyakinan bahwa masyarakat biasanya 124
apatis, membuang-buang waktu, pengelola mempunyai tanggung jawab untuk melakukannya berdasar kaidahkaidah ilmiah, serta lembaga-lembaga masyarakat mempunyai tugas berdasarkan hukum yang tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain. Sebaliknya, masyarakat semakin meningkatkan kesadarannya dengan mengharap partisipasi yang lebih beramfaat yang dalam keyakinan mereka termasuk pula pelimpahan sebagian kekuasaan. Adalah kewajiban kita semua untuk mengembangkan program PSM (Peran Serta Masyarakat) pada jenjang yang semakin tinggi. PSM dapat dilakukan dalam beberapa kali selama proses analisis dan perencanaan. Smith (1982 : 561 –563) menyarankan bahwa perencanaan dapat dilakukan dalam tiga tahap : Normative, dimana keputusan diambil untuk menentukan apa yang 125
seharusnya dilakukan. Strategi, dimana keputusan dibuat untuk menentukan apa yang akan dilakukan. Dia mengatakan bahwa banyak program partisipasi masyarakat dilakukan pada tahap operasional. Walaupun demikian, Smith dan banyak ahli lain menyatakan bahwa kemitraan seharusnya dilakukan lebih awal dalam proses perencanaan. Sehingga anggota masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang lebih awal dan penting. Kalau tidak, masyarakat akan melihat proses partisipasi tidak jauh dari sekedar kosmetik, atau dalam bahasa Arnstein disebut sebagai tokenism, karena banyak keputusan kunci diambil tanpa melibatkan masyarakat. Menurut Club Du Sahel (1988), terdapat pendekatan-pendekatan untuk memajukan partisipasi 126
masyarakat dengan terlebih dahulu mengetahui tingkat partisipasi. Tingkat partisipasi menurut Club du Sahel adalah sebagai berikut : 1. Partisipasi pasif, Pelatihan dan Informasi: Partisiapasi ini merupakan tipe komunikasi satu arah seperti arah antara guru dan muridnya yang diterapkan di antara staf proyek dan masyarakat setempat pada saat kunjungan ke desa, atau dari CPCU kepada PPIU dan masyarakat yang dikunjungi orang-orang CPCU. Paket teknis yang berbeda diiklankan kepada masyarakat untuk menerimanya. Pendekatannya “Kami lebih tahu apa yang baik bagimu“.
127
Hampir pada setiap kunjungan, tim dari CPCU maupun Bank Dunia tidak pernah mau mendengar apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam mempertanggungjawabkan untuk suksesnya pembangunan USB yang mereka emban dengan tanpa mengabaikan muatan (hakekat) yang terdapat di dalam Juklak, dimana mereka telah dan harus melakukan penyesuaian-penyesuaian yang sangat kontekstual, dan sangat kondisional, tapi yang terjadi justru orang-orang dari Jakarta ini mendektekan kemauan dan keinginan secara sepihak kepada para Ketua KP, Pimpro, Konsultan yang ada di proponsi maupun yang ada di lokasi, ironis memang, ketika Jakarta menginginkan terlaksananya proses pembangunan secara partisipatoris, tapi personil yang bertugas mengabaikan proses partisipasi 128
tersbut. Untungnya PPIU (konsultan pengadaan bekerjasama dengan pimpro) cukup tangkas mensiasati kejanggalan ini dengan pendekatan persuasif dan mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga hasilnya sangat memuaskan. 2. Sesi Partisipasi Aktif: Partisipasi ini merupakan dialog dan komunikasi dua arah memberikan kepada masyarakat kesempatan untuk berinteraksi dengan petugas penyuluhan dan pelatihan dari luar. Pendekatannya “ Pelatihan dan Kunjungan “ 3. Partisipasi dengan keterikatan: Masyarakat setempat baik sebagian pribadi ataupun kelompok kecil, diberikan pilihan untuk terikat 129
pada sesuatu dengan tanggung jawab atas setiap kegiatan pada masyarakat dan juga proyek. Model ini memungkinkan untuk beralih dari model yang diberi subsidi, dimana panitia setempat bertanggung jawab atas pengorganisasian dan pelaksanaan tugas. Manfaatnya : dapat dibuat modifiaksi seiring tujuan yang diinginkan. Pendekatannya “Kontrak tugas yang dibayar bila anda melakukan ini, maka proyek akan melakukan itu“. 4. Partisiapasi setempat:
atas
permintaan
Kegiatan proyek berfokus lebih menjawab kebutuhan yang dinyatakan masyarakat setempat, 130
bukan kebutuhan yang dirancang dan disuarakan oleh orang luar. Kegiatan bukanlah proyek yang tipikal. Tidak ada jadwal untuk intervensi fisik, tidak ada anggaran untuk suatu periode tertentu, tidak ada rencana pelaksanaan atau struktur proyek, dan tidak ada komando satu arah dari proyek kepada kelompok sasaran. Masalahannya : bagaimana masyarakat setempat dapat memberikan perhatian terhadap sesuatu yang baru dan berbeda, bila sebelumnya mereka tidak mengetahui apapun mengenai apa yang terjadi. Model yang dipakai adalah motivasi dan animasi bukan “menjual atau mendorong“. Pertanyaannya sukarela dan permintaan untuk bantuan serta lebih banyak informasi jelas yang diperlukan. 131
Menurut Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert (1997 : 66) sebagai bantuan untuk menguji alat dan teknik, tahapan tentang proyek atau program dihubungkan dalam matriks pada ketelitian tingkat partisipasi. Tingkat atau derajat partisipasi, mulai dari tidak berperan serta sampai dengan tahap pengendalian penuh oleh masyarakat. Lebih jelasnya tingkat partisipasi menurut Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert adalah sebagai berikut : 1. Tidak ada (none) : outsider adalah semata-mata bertanggung jawab pada semua pihak, dengan tanpa keterlibatan masyarakat. 2. Tidak langsung (Indirect) : adalah sama dengan tidak ada partisipasi tetapi informasi merupakan 132
sesuatu yang spesifik. Ada dua faktor yang dibutuhkan untuk keberhasilan partisipasi tidak langsung : ketersediaan data yang dapat dipercaya dan memadai, keahlian dalam mengumpulkan dan mengolah data. 3. Konsultatif (consultative) : para outsider mendasarkan pada informasi yang tidak langsung dan diperoleh dari masyarakat. Peran mereka secara prinsip sekedar untuk menghimpun informasi dan menentukan tindakan-tindakan yang sesuai menurut mereka. Tingkatan ini adalah tepat untuk masyarakat yang berperan sebagai kelompok kepentingan, tetapi mereka tidak/sedikit saja dipertimbangkan kedudukan-nya sebagai stakeholders. 133
4. Terbagi (shared) : pada tahapan ini masyarakat dan outsider berinteraksi sejauh mungkin secara bersamaan. 5. Pengendalian penuh (full control): masyarakat mendominasi dan outsider sebagai praktisi adalah sumber daya (resource). Para outsider yang melakukan pengamatan dan memberikan sesuatu secara teknis membantu ketika diperlukan.
134
GAMBAR 2: Kerangka Peran Serta Masyarakat dan Tahapan Proyek Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert Tahapan Proyek dan Program Tingkat Inisi Ren Ran Pelak Peme Partisipa atif can can sanaa lihara si a g-an n an Tidak Ada (none) Tidak langsung (consult ative) Pengend alian terbagi (shared control) Pengend alian penuh (full control) 135
Sumber Gambar : Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert, Action Planning For Cities A Guide To Community Practice, John Wiley & Sons, 1997 : 66.
D. KEGIATAN PENDAMPINGAN Pendampingan masyarakat bertugas menyertai proses pembentukan kelompok sebagai fasilitator, penghubung ataupun penggerak. Dengan adanya suatu pendampingan diharapkan kelompok tidak tergantung pada pihak luar. Peran pendamping diharapkan untuk dapat memperlancar proses dialog antar individu pada suatu kelompok. Karena proses partisipasi memengtingkan pematahan dari relasi obyek maupun obyek untuk itu peran pendamping 136
tidak sebagai orang yang berfungsi untuk menggurui atau mengajari individu dalam kelompok namun peran pendamping berfungsi sebagai stimulator atau pemicu diskusi. Menurut Onny P (1996) pendampingan bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu : - Pendampingan Lokal Dilakukan oleh pihak yang berpengaruh terhadap suatu komunitas atau kelompok atau pihak yang peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh komunitas tersebut. - Pendampingan teknis Dilakukan oleh tenaga-tenaga terampil yang telah dipersiapkan, dididik, dibekali dengan kemampuan yang cukup untuk mampu membantu suatu kelompok tersebut berkembang. 137
- Pendampingan Khusus Dilakukan oleh tenaga-tenaga yang secara khusus didelegasikan kepada kelompok komunitas untuk melakukan pembinaan secara khusus. Pendampingan disini bertugas sebagai pemancing daya masyarakat miskin sebelum akhirnya masyarakat sendiri yang berperan menganalisa masalahnya sendiri. Fungsi pendampingan sangat krusial dalam membina aktivitas kelompok. Pendamping bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok sebagai fasilitator (pemandu), komunikator (penghubung) ataupun dinamisator (penggerak). Dengan pendampingan ini diharapkan dapat memperlancar proses dialog antar individu, antar kelompok tadi. Pendamping tidak 138
sebagai orang yang berfungsi sebagai pihak yang menggurui tetapi berfungsi sebagai stimulator atau pemicu diskusi. Sikap harus netral dan
tidak berhak keputusan dan
mencampuri hasil diskusi,
sehingga pendamping diharapkan menjadi pihak yang membantu kelompok untuk suatu massa tertentu dan diharapkan nantinya kelompok akan dapat berfungsi mandiri. Kegiatan pendampingan biasanya dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (Sumodiningrat, 1996 : 6 dalam Ikhsan, 2002). - Pendampingan Lokal Pihak-pihak yang berpengaruh dalam suatu komunitas atau kelompok atau pihak yang peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh kelompok atau komunitas tersebut. 139
- Pendampingan Teknis Dilakukan oleh tenaga terampil yang telah disiapkan, dididik, dibekali dengan kemampuan untuk didelegasikan kepada kelompok komunitas untuk melakukan pembinaan secara khusus. Proses pendampingan diperlukan apabila kegiatan pendampingan memiliki dampak : - Membentuk iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang (menyadarkan dan memotivasi ) - Memperkuat potensi yang ada - Proses Perlindungan (Advocacy) Ciri masyarakat partisipasi yang mendesak untuk diberdayakan :
140
- Berada pada posisi yang paling bawah - Bergerak di sektor-sektor informal - Tidak memiliki akses terhadap sektor-sektor formal (keuangan dan pemerintahan, ijin dan sebagainya) - Kemampuan dasar (kapasitas) yang rendah termasuk kelembagaan yang ada di masyarakat. E. HAMBATAN DAN KENDALA ADANYA PARTISIPASI Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan. Peran serta masyarakat dalam system perencanaan dihadapkan pada berbagai persoalan baik pada level pemerintahan maupun 141
lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat pada kegiatan pembangunan (Donald Perlgut dalam Devtrianov 2002 : 31) yaitu : 1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail. 2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota. 3. Ketika partisipasi tersebut benarbenar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau terstruktur secara mapan yang
142
efektif mengajukan masukan dari komunitas. 4. Pemerintah Negara maupun pemerintah lokal (kota/kab), jika ingin menghindari peran serta masyarakat dengan membuat keputusan-keputusan secara rahasia atau dengan menyediakan waktu yang tidak memadai untuk public discussion, bahkan denga paraturan yang baik sekalipun dapat diabaikan oleh peraturan baru. 5. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumber daya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau uang untuk membuat aspirasinya di dengar secara aspiratif. Sedangkan menurut Swan 1980 (dalam bukunya Devtrianov 2002 : 31)
143
A. Kemiskinan Pada kondisi masyarakat yang serba kekurangan relative kecil kemungkinan yang diharapkan untuk ikut berpartisipasi. B. Pola Masyarakat Dalam suatu komunitas masyarakat, ada kelompok maupun individu yang tidak mau berpartisipasi. Persoalannya adalah sifat heterogenitas suatu masyarakat yang berwujud pada ras, etnik agama. Tipe masyarakat ini menimbulkan persaingan dan prasangka. C. Birokrasi Kebijakan dari pusat sering berbeda arah apabila telah sampai ke tingkat daerah. Hal ini disebabkan terlalu panjang dan rumitnya rantai birokrasi dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.
144
Banyaknya manfaat peran serta masyarakat dapat dengan mudah dibatasi atau sebaliknya, tergantung bagaimana menanganinya. Pada kenyataannya di dalam partisipasi terdapat banyak sekali keterbatasan, yaitu (Oosthuizen : 217 – 218 dalam Devtrianov 2002 : 31): a. Proses perencanaan menjadi lambat karena tertunda oleh proses partisipasi. b. Seringkali antar kelompok partisipasi saling bertentangan satu sama lain sehingga tidak ada keputusan yang diperoleh c. Pada implementasi level pelaksanaan memiliki kaitan kuat dengan intensitas dan karakter partisipasi d. Masyarakat seringkali merasa tidak pasti atas pilihan prioritas mereka dan munculnya dikotomi 145
e. Praktik pengulangan proses partisipasi terkait dengan biaya (tambahan) untuk memulai suatu program, serta sumberdaya yang diperlukan untuk proses dan kesulitan memperoleh informasi dan masyarakat. f. Persoalan menyangkut memadai tidaknya dan kesamaan representasi masyarakat sangat memusingkan lembaga pembuat keputusan. g. Selain itu juga mesti ditambahkan dengan bahaya-bahaya yang terkait dengan akses masyarakat terhadap informasi. Dari pengalaman praktek peran serta masyarakat dalam pembangunan di berbagai Negara, pada dasarnya dalam proses dan atau prosedur peran serta masyarakat terkandung beberapa hal
146
yang menjadi kendala atau penghambat, yaitu : - Memerlukan biaya mahal, waktu yang lama karena diperlukan sikap dari pemerintah ataupun para profesional dari provider menjadi enabler, kecakapan khusus, dan perubahanperubahan yang terus menerus. - Sangat penting memperhatikan konteks masa kini dan masa lalu - Semua keterlambatan akan ditanggapi dengan penuh kecurigaan - Tata administrasi dalam kepengurusan proyek dimana pemerintah sering kurang mendukung - Diperlukan unsur pendamping profesional untuk membantu dan mengisi kelemahan dari masyarakat yang dilibatkan karena
147
ketidaktahuan mereka penyandang proyek.
sebagai
Berdasarkan teori partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert kemudian dirumuskan menjadi tingkat partisipasi baru menurut tingkatan masing-masing yaitu: 1. Tingkat partisipasi rendah, karena pada tingkatan ini masyarakat hanya mendapatkan program yang ditawarkan pemerintah dan tidak terlibat dalam pembuatan program. Dalam kegiatan ini peran serta dan partisipasi masyarakat tidak digunakan dalam arti yangberperan adalah pemerintah. 2. Tingkat Partisipasi sedang, karena pada tingkat partisipasi ini masyarakat menjadi pihak penerima program serta pelaksana program pembangunan. Pada tingkat 148
partisipasi ini ditandai dengan kerjasama antara konsultan dengan masyarakat. 3. Tingkat Partisipasi Tinggi, karena pada tingkat partisipasi ini peran serta masyarakat sangat dominan dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan hingga pengendalian dan tanpa bantuan pihak luar. F. RANGKUMAN KAJIAN TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT Dari tinjauan literature tentang konsepsi partisipasi masyarakat yang telah disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/ pelibatan masyarakat dalam kegiatan 149
pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi baik secara langsung maupun tidak langsung sejak gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program. 2. Pembangunan masyarakat diarahkan pada perbaikan kondisi kehidupan masyarakat/ memberikan tekanan pada pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mengubah keadaan dari yang kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik yang diprakarsai oleh pemerintah dan masyarakat di dalam system politik bercorak demokrasi. 3. Menurut Club du Sahel (Sunarti Jurnal Tata Loka 2003 : 78) 150
tingkat pertisipasi masyarakat dibagi menjadi 4, yaitu partisipasi pasif, pelatihan dan informasi, sesi partisipasi aktif, partisipasi dengan keterikatan dan partisipasi atas permintaan setempat sebagai tingkat partisipasi tertinggi karena dalam tahap ini akan lebih menjawab kebutuhan yang dinyatakan masyarakat setempat. 4. Tingkat partisipasi yang diutarakan oleh Nabeel Hamdi dan Reinhard Goethert adalah sebagai berikut : tidak ada (none) sebagai tingkat partisipasi yang terendah kemudian partisipasi tidak langsung, konsultatif, terbagi dan pengendalian penuh sebagai tingkat partisipasi yang tinggi. 5. Menurut Keith Davis (Sunarti Jurnal Tata Loka, 2003) 151
mengemukakan bahwa bentuk partisipasi adalah : - Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa - Sumbangan spontan, biasanya uang dan barang - Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dananya berasal dari pihak ketiga - Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan didanai oleh masyarakat sendiri - Sumbangan dalam bentuk kerja - Aksi Massa - Mengadakan pembangunan dari kalangan keluarga - Membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom
152
Sedangkan jenis partisipasinya terdiri dari : pikiran, dan tenaga, keahlian, barang, uang. 6. Unsur pembentuk tingkat partisipasi seperti yang dikemukakan oleh Chapin (Slamet 1994 : 82-89) yaitu keanggotaan dalam organisasi atau lembaga-lembaga sosial, kehadiran-kehadiran dalam pertemuan, membayar iuran/ sumbangan-sumbangan, keanggotaan di dalam kepengurusan, kedudukan anggota di dalam kepengurusan. 7. Menurut Goldhamer (Slamet, 1994 : 84) untuk mengukur tingkat partisipasi dengan menggunakan lima variable yaitu jumlah asosiasi yang dimasuki, frekuensi kehadiran, jumlah asosiasi untuk dia yang memangku jabatan, lamanya 153
menjadi anggota, tipe asosiasi yang dimasuki. 8. Tingkat partisipasi masyarakat dari yang terendah, yaitu digolongkan dalam kelompok bukan partisipasi (terapi dan manipulasi), sampai dengan kelompok yang tertinggi, yaitu derajat kekuasaan masyarakat (kontrol masyarakat, pelimpahan kewenangan, dan kemitraan). Tingkat partisipasi tersebut (menurut teori Arstein), adalah yang dapat dijadikan acuan identifikasi seberapa besar partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan proyek pembangunan block grant unit sekolah baru. 9. Perumusan tingkat partisipasi pembangunan unit sekolah baru, menurut teori Arstein dan Nabeel Hamdi & Reinhard Goethert, diklasifikasikan menjadi tingkat 154
partisipasi rendah, partisipasi sedang, dan partisipasi tinggi.
BAB III PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNIT SEKOLAH BARU (USB) DENGAN MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROYEK PERLUASAN DAN PENINGKATAN MUTU SLTP JAWA TENGAH Untuk mensukseskan wajib Belajar 9 Tahun yang dicanangkan oleh Pemerintah rasanya kurang bisa berhasil sesuai dengan harapan karena keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah dalam penyediaan dan pemenuhan kebutuhan sarana dan 155
prasana pendidikan. Melalui bantuan dari Bank Dunia untuk menyediakan sarana prasarana pendidikan sangat berguna sekali dalam rangka mensukseskan wajar 9 tahun tersebut. Tujuan program ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pengadaan sarana pendidikan bagi daerah yang sangat membutuhkan. Proses pelaksanaan pembangunan unit sekolah baru dengan mekanisme partisipasi masyarakat melalui beberapa tahap pelaksanaan yaitu : A. Tahap Persiapan 1. Sosialisasi Pembangunan USB Tahap persiapan ini merupakan tahap sosialisasi dimana ketua komite yang terpilih melalui FKP-USB (Forum Komite Pembangunan USB) mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk 156
memberitahukan adanya proyek pembangunan USB. Dalam sosialisasi bersama dengan FKP dan didampingi oleh konsultan lapangan. 2. Pembentukan KP–USB atau pengorganisasian peserta Setelah diadakannya sosialisasi ketua komite bersama FKP mengadakan pendataan terhadap masyarakat berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat untuk menjadi anggota KP–USB untuk membantu dalam pelaksanaan proyek pembangunan USB. Anggota KP-USB terpilih berjumlah 8 orang yang berasal dari masyarakat setempat yang dipercaya dan berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pemilihan pengurus KP–USB dilaksanakan secara musyawarah 157
dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Pemilihan ini juga berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh masyarakat desa, seperti tenaga ahli di bidang ekonomi untuk membantu mengurus administrasi, tenaga ahli sipil yang akan dipercaya sebagai kepala pelaksana dalam kegiatan pembangunan fisik dan keahlian-keahlian lain yang membantu jalannya proses pembangunan USB. 3. Pelatihan KP – USB tingkat desa Konsultan Construction Management (konsultan coordinator CM dan konsultan lapangan). Melakukan pelatihan di desa lokai USB. Melalui pelatihan diharapkan agar KPUSB dan tim teknis lebih memahami konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan 158
USB. Dalam pelatihan ini pesertanya adalah KP–USB beserta tim teknis dan materi pelatihan meliputi teknis, keuangan dan prosedur administrasi yang digunakan dalam pelaksanaan pembangunan USB. Pelatihan diadakan di kota Semarang bertempat di BPG Semarang. B. Tahap Perencanaan 1. Penyusunan Rencana Tindak Penyusunan rencana tindak ini disusun oleh KP–USB bersama tim teknis. Perencanaan pembangunan ini merupakan kegiatan yang menyangkut aspek fisik dalam kegiatan pembangunan. Pada penyusunan rencana tindak ini materi yang disusun merupakan awal dari
159
kegiatan fisik yang dilakukan, antara lain :
akan
a. Perencanaan tata letak bangunan b. Gambar Kerja (Detail Engineering) c. Volume pekerjaan, survei harga dan perhitungan RAB d. Proses permohonan IMB 2. Penyusunan Proposal Pembangunan USB Urutan kerja selanjutnya adalah penyusunan proposal pembangunan USB. Proposal ini terbagi tiga yaitu : a. Proposal Adminitrasi Proposal ini mencakup berita acara pemilihan dan pembentukan KP – USB beserta tim teknis, bagan organisasi pelaksana, rekening 160
komite pembangunan USB, alamat domisili komite, identitas KP – USB. b. Proposal Teknis Proposal teknis memuat teknis-teknis pelaksanaan pekerjaan USB yang terdiri atas: - Informasi singkat tentang lokasi pembangunan, jalan masuk, daya dukung sekolah di sekitar lokasi, penduduk, kodisi social masyarakat, serta informasi lain yang diperlukan. - Gambar rancangan gedung lengkap dengan RKS - Metode pelaksanaan mencakup penjabaran rinci tentang urutan-urutan pekerjaan, tata cara pelaksanaan, infrastruktur dan lain-lain. Selain itu 161
dijelaskan pula tentang halhal yang berkaitan dengan kemanan, keselamatan dan kualitas pekerjaan yang diharapkan. - Jadwal pelaksanaan. c. Proposal Biaya Proposal biaya meliputi dua jenis biaya, yaitu biaya operasional dan biaya pembangunan fisik gedung. Proposal ini sisusun oleh tim teknis KP – USB sesua dengan jabatannya masing-masing. Mereka saling membantu apabila kesulitan dan berkonsultasi kepada konsultan pendamping lapangan.
162
C. Tahap Pelaksanaan 1. Tahap Persiapan Non Fisik a Tahap ini sangat mendukung suksesnya pelaksanaan pekerjaan. Kegiatan tahap persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan persiapan lapangan dimulai. Tahap ini meliputi evaluasi dan mempelajari kembali kesiapan dokumen pelaksanaan (gambar, spesifikasi teknis, RAB dan volume pekerjaan ) b Menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk proses perijinan IMB, sambungan listrik dan telepon untuk USB. c Menyiapkan asuransi tenaga kerja untuk keselamatan dan keamanan tenaga kerja
163
d Mengecek harga bahan, alat Bantu kerja dan pemilihan tenaga kerja e Menyiapkan dan menghitung Rencana Anggaran Pelaksanaan Pekerjaan (RAPP) 2. Tahap Persiapan Pekerjaan Lapangan tahap ini meliputi: a. Rapat pra konstruksi Rapat ini diadakan sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai. Rapat inii membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan teknis dan administrasi. Pada kegiatan rapat ini dihadiri oleh tim teknis KP– USB, tokoh masyarakat dan anggota FKP. b. Koordinasi pekerjaan untuk prasarana pekerja untuk menunjang pelaksanaan 164
pekerjaan, maka komite pembangunan USB wajib melakukan koordinasi terhadap penyediaan fasilitas penunjang sementara yang mencakup kantor sementara, WC dan kamar mandi darurat,fasilitas air kerja, fasilitas listrik, dan lain-lain. c. Persiapan fisik pembangunan gedung USB, persiapan ini meliputi : - Mobilisasi personil tenaga kerja - Pembersihan lokasi atau pematangan tanah - Persiapan pengukuran - Pemasangan bouwplank, pembuatan los bahan dan direksi keet - Pemasangan papan nama, papan pengumuman dan papan informasi dan lain165
lain yang dianggap memberikan kelengkapan untuk pelaksanaan fisik pembangunan. 3. Perekrutan Tenaga Kerja, Pengadaan Material bangunan dan Peralatan pada tahap ini KP– USB mengumumkan tentang rencana perekrutan tenaga kerja. Masyarakat disekitar lokasi dapat mendaftarkan diri dengan persyaratan diatas umur 16 tahun. Calon pekerja juga diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, dan pendidikan atau pengalaman. KP–USB juga harus memberi catatan kepada orang kurang mampu pada formulir pendaftaran tenaga kerja. Seleksi tenaga kerja mengacu pada syarat-syarat pemilihan tenaga kerja dan apabila jumlah tenaga kerja lebih 166
banyak dari yang ditentukan maka pembangunan dilakukan secara bergiliran. Setelah tenaga kerja terkumpul dilakukan sosialisasi untuk memberitahukan bagaimana dan kapan pelaksanaan akan dimulai. Pengadaan bahan dan alat bangunan harus mengikuti ketentuan yang berlaku, dimana orang yang ditunjuk sebagai ketua pelaksana menyiapkan jadwal dan jumlah kebutuhan bahan bangunan, peralatan atau sewa alat disesuaikan dengan rencana pelaksanaan dan telah disetujui oleh konsultan. Pengadaan material serta survei harga dibicarakan melalui rapat penetapan pembelajaan. Untuk pembelian material dilengkapi dengan kuitansi dan material buku materail dan dilaporkan 167
juga penggunaan dan pengadaan bahan dan alat setiap bulannya. 4. Rencana Tindak Pelaksanaan pembangunan dilakukan secara transparan dengan memasang informasi keuangan, jadwal rapat evaluasi beserta hasilnya, jumlah dan nama tenaga kerja, uraian pekerjaan yang telah dilaksanakan dan lainnya. Pada tiap pelaksanaan pekerjaan disesuaikan dengan kesesuaian gambar yang telah diajukan melalui penandatanganan SPPB (Surat Perjanjian Pemberian Bantuan) dan juga material yang telah disetujui melalui dokumen persyaratan bahan bangunan atau spesifikasi teknis (RKS), serta jadwal pengadaan. Revisi pekerjaan dilakukan pada saat evaluasi yang diadakan satu 168
minggu sekali dan pada tiap bulannya dilakukan evaluasi oleh FKP. 5. Pengawasan dan Pengendalian Pekerjaan Pengawasan dan pengendalian pekerjaan wajib dilakukan oleh KP–USB yang dibantu oleh konsultan sebagai pendamping. Pengawasan dan pengendalian dilakukan pada hal-hal yang berhubungan dengan sarana atau alat pengendalian, mutu pekerjaan, keamanan pekerjaan dan hal lainnya.
169
170
Kegiatan awal proses pembangunan Unit Sekolah Baru masih dipandu konsultan dari Bank Dunia sebagai institusi pemberi donor, masyarakat diberdayakan untuk mengetahui betul peran dan tanggung jawabnya dalam pembangunan Unit Sekolah Baru yang dibangun dengan dana sebesar 1 Milyar Rupiah
171
Dengan keterbatasan yang dimiliki masyarakat, melalui pendampingan konsultan lokal, akhirnya mereka bisa membangun sekolah senilai 1 Milyar Rupiah
172
BAB IV ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN UNIT SEKOLAH BARU PROYEK PERLUASAN DAN PENINGKATAN MUTU SLTP JAWA TENGAH Analisis partisipasi masyarakat di wilayah studi di identifikasi mulai tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan yang diberikan pada tahap tersebut. Konstribusi yang diberikan dapat berupa usulan, saran dan kritik. Setiap bentuk partisipasi yang diberikan oleh masyarakat didasarkan pada tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan. 1. Tahap Persiapan a. Sosialisasi Pembangunan USB 173
Pada tahap ini masuk pada tingkat partisipasi rendah, karena pada tahapan ini masyarakat hanya menerima program yang ditawarkan oleh pemerintah. Disini masyarakat hanya diperkenalkan pada program yang akan dilakukan melalui ketua komite yang didampingi oleh konsultan pendamping. b. Pembentukan KP – USB atau pengorganisasian peserta pada tahapan ini masuk pada tahapan partisipasi tinggi yaitu masyarakat diberi kekuasaan untuk merencanakan, melaksanakan hingga mengendalikan. Dalam tahapan ini pemberian kekuasaan dan wewenang mengenai pembentukan komite pembangunan Unit Sekolah Baru 174
dipilih sesuai dengan keahlian di bidang masing-masing dan konsultan hanya bertugas sebagai pendamping. c. Pelatihan KP-USB di tingkat desa tahapan ini masuk dalam partisipasi sedang yaitu partisipasi yang mampu mengadakan kerjasama antara konsultan dan masyarakat. Disini konsultan bertindak sebagai pelatih bagi anggota Komite Pembangunan dan Tim Teknis agar lebih memahami tentang partisiapsi masyarakat dalam pembangunan Unit Sekolah Baru. 2. Tahap Perencanaan a. Penyusunan Rencana Tindak Penyusunan rencana tindak ini masuk dalam partisipasi sedang 175
dimana terjadi kerjasama antara konsultan dengan anggota masyarakat yang diwakili didalam komite pembangunan. Disini peran konsultan dibutuhkan karena materi yang dibuat merupakan rencana awal pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Unit Sekolah Baru b. Penyusunan Proposal Pembangunan USB Pada tahapan penyusunan proposal pembangunan masuk dalam partisipasi sedang karena terjadi kerjasama antara komite pembangunan dengan konsultan pendamping lapangan. Dalam penyusunan proposal masingmasing anggota Komite Pembangunan mengerjakan tugas sesuai dengan bagiannya dan antar anggota saling membantu satu dengan yang lain 176
dengan didampingi konsultan lapangan. 3. Tahap Pelaksanaan a. Tahap Persiapan Non Fisik Tahapan persiapan non fisik ini masuk ke dalam partisipasi sedang karena terjadi kerjasama antara konsultan dengan anggota tim teknis komite pembangunan. Pada tahap ini merupakan tahap evaluasi dan mempelajari kesiapan dokumen pelaksanaan. b. Tahap Persiapan Pekerjaan Lapangan Tahapan ini masuk dalam partisipasi tinggi dimana masyarakat mempunyai kekuasaan dan mendominasi kegiatan yang dilakukan. Pemberian kekuasaan ini dalam hal pembahasan mengenai teknis dan administrasi yang akan 177
dilakukan pada tahap pelaksanaan dimana dihadiri oleh tim teknis, komite pembangunan serta tokoh masyarakat setempat. c. Perekrutan tenaga kerja, pengadaan material bangunan dan peralatan Pada tahapan ini masuk ke dalam partisipasi tinggi karena masyarakat mempunyai wewenang penuh didalam suatu kegiatan dan konsultan hanya sebagai pendamping. Dalam perekrutan tenaga kerja KP – USB memilih anggota pekerja yang berusia 16 tahun ke atas, dan ditempatkan sesuai dengan keahliannya masing-masing. d. Rencana Tindak Tahapan ini masuk dalam partisipasi tinggi dimana masyarakat mempunyai 178
wewenang penuh terhadap suatu kegiatan. Rencana tindak ini merupakan suatu evaluasi pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan evaluasi dilakukan oleh Forum Komite Pembangunan Unit Sekolah Baru. e. Pengawasan dan Pengendalian Pekerjaan. Dalam tahap pengawasan dan pengendalian pekerjaan masuk dalam partisipasi sedang karena terjadi kerjasama antara masyarakat dengan konsultan lapangan. Pengawasan dan pengendalian dilakukan pada hal-hal yang berhubungan dengan sarana atau alat pengendalian, mutu pekerjaan, keamanan pekerjaan dan hal lainnya. 179
Masyarakat perdesaan kalau diberi kepercayaan, kemudian dibimbing dengan baik, ternyata mereka mampu membangun gedung sekolah dengan kualitas prima (SMPN 3 Pakis, Magelang)
180
Anak-anak bercerita tentang kualitas bangunan sekolah mereka yang sangat nyaman untuk belajar, tinggal bagaimana kualitas SDM yang menangani mereka supaya benar-benar bermutu
181
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Program Perluasan dan peningkatan mutu SLTP/MTs dengan mekanisme Partisipasi Masyarakat sangat baik untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari partisipasi masyarakat dari mulai tahap awal proyek sampai penyelesaian. Dari partisipasi yang dilakukan dapat dilihat bahwa masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam pelaksanaan pembangunan USB ini. Konsultan yang ada hanya sebatas sebagai 182
konsultan pendamping yaitu yang menjadi aktor dibelakang layar kesuksesan kegiatan ini, sedangkan masyarakat merupakan komponen yang utama dan sangat besar andilnya. Di dalam proyek ini masyarakat tidak hanya sebagai obyek (kalau dilihat dari aturan juklak dan perilaku orang Jakarta terhadap masyarakat, maka masih dapat dikatakan bahwa masyarakat sekedar obyek/kelinci percobaan yang selalu jadi bahan makian, tumpuan kesalahan, dan tanpa rasa penghargaan sama sekali atas kebrhasilan mereka), tetapi dari kacamata lapangan, masyarakat adalah sebagai subyek. Hal ini dapat dilihat melalui hasil analisis yang sudah dilakukan, yaitu :
183
a. Tahap Persiapan Pada tahap ini, partisipasi yang ada di lokasi dapat dimasukkan ke dalam partisipasi sedang, karena didalam pelaksanaannya terjadi timbal balik dan kerjasama antara pihak masyarakat Desa dengan proyek PPIU, CM, dan konsultan pendamping yang ada di lokasi. b. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan juga hampir sama dengan tahap persiapan, dimana pada tahap ini juga terjadi kerjasama dan timbal balik antara masyarakat desa dengan Konsultan pendamping sehingga pada tahap ini juga masuk ke dalam partisipasi sedang.
184
c. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, partisipasi masyarakat desa masuk dalam tingkat partisipasi tinggi, disini masyarakat sudah mendominasi dan melaksanakan kegiatan pelaksanaan proyek ini. Dari tahap-tahap yang ada dapat dilihat bahwa masyarakat yang ada di lokasi menunjukkan sikap yang proaktif (mau membangun lingkungannya sendiri). Hal itu berarti bahwa tingkat kesadaran dan tingkat kepedulian masyrakat terhadap daerahnya sangat tinggi. Masyarakat Desa merasa beruntung karena mempunyai sekolah yang letaknya berada di tengah desa mereka. Karena inilah Masyarakat Desa mempunyai rasa memiliki yang tinggi. Setelah pembangunan, sekolah tersebut menjadi tanggung 185
jawab masyarakat sekitar, jadi masyarakat merasa mempunyai tanggung jawab juga untuk memelihara sekolah tersebut. Sedangkan Konsultan yang ada hanya sebagai pendamping dan pengawas teknis, konsultan tidak menjadi penentu, sekedar penggerak ataupun pemandu masyarakat, sesuai dengan fungsinya. Disini konsultan dan masyarakat secara bersama-sama mempunyai peranan yang penuh. Oleh karena itu, untuk selanjutnya, sebaiknya pemerintah dalam memberikan proyek tidak perlu lagi melalui pihak ketiga tetapi langsung kepada masyarakat saja, sehingga masyarakat akan dapat meningkatkan dan mengembangkan kesadaran/partisipasinya pada setiap tahapan proyek. Selain itu 186
masyarakatlah yang mengetahui kondisi lingkungannya sehingga masyarakat tahu apa yang terbaik bagi lingkungannya. Untuk hasil analisis mengenai kajin teori yang didapatkan dari rumusan teori Arnstein dan Nebeel Hamdi & Reibhard Goethert, terbagi menjadi tiga kategori yaitu : a. Tingkat Partisipasi Rendah, pada tingkatan ini masyarakat hanya mendapatkan program yang ditawarkan Pemerintah dan tidak terlibat dalam pembuatan program. Dalam kegiatan ini peran serta dan partisipasi masyarakat tidak dibutuhkan, yang berperan dan merasa tahu kebutuhan masyarakat masih dipegang oleh Pemerintah, hal tersebut terlihat dari tipe sekolah, aturan main yang 187
membutuhkan tanggungjawab besar dari masyarakat, dan proses pembangunan yang harus sekaligus jadi (gedung selesai 100% dengan tipe yang dikehendaki pemerintah). b. Tingkat Partisipasi Sedang, karena pada tingkat ini partisipasi masyarakat menjadi pihak penerima program serta pelaksana pembangunan. Pada tingkat partisipasi ini ditandai dengan kerjasama antara konsultan dan masyarakat, kalau saja konsultan tak mampu memotivasi masyarakat dalam proses pendampingan yang baik, maka sebagian masyarakat merasa akan lebih nyaman sekedar diberi bangunan tanpa harus repot mengurusi proses pembangunan yang terlalu didekte dari Jakarta. Hal ini 188
terbukti dengan sebaran angket yang diedarkan, ternyata hanya 18% yang masih bersedia untuk menjadi KP-USB, lainnya lebih baik menghindar dengan alasan sekedar dijadikan tameng tetapi tak diberi perlindungan. c. Tingkat Partisipasi Tinggi, karena pada tingkat partisipasi ini peran serta masyarakat sangat dominan, khususnya dimulai pada tahap pelaksanaan hingga pengendalian, mereka merasa bahwa bantuan pihak luar yang dibutuhkan hanya sebatas pemberian saran, yaitu dalam penentuan kualitas material, warna, serta fasilitas tambahan dalam rangka menjadikan sekolah tersebut membuat siswa dan guru bangga dan nyaman tinggal di sekolah. Tetapi hal inipun sebagian dari 189
mereka ada yang akhirnya kecewa, sebab kebanggaan mereka dilibas dari Jakarta dan dinyatakan tak ada manfaatnya, mereka jadi bingung, haruskah membangun sekolah seperti dambaan orang Jakarta atau boleh membangun sekolah sesuai dengan nuansa dan rasa desa mereka? Terasa sekali Jakarta masih ingin mendominasi dan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap program pembangunan yang berbasis partisipasi B. REKOMENDASI Setelah mengikuti dan menganalisis proyek pembangunan Unit Sekolah Baru dengan mekanisme partisipasi masyarakat dapat dirumuskan beberapa masukan diharapkan bisa
190
menjadi perbaikan dalam kegiatan di masa mendatang. 1. Pemerintah diharapkan untuk dapat menambah proyek yang menggunakan mekanisme partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengikuti serangkaian kegiatan proyek dari awal sampai akhir yang nantinya akan menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi dari masyarakat terhadap fasilitasfasilitas yang telah dibangun. 2. Peran Jakarta, dalam hal ini CPCU atau bank Dunia supaya benar-benar mengacu pada aturan main yang semestinya, yaitu sekedar sebagai auditor atau evaluator, bukan sebagai pengarah dan penentu kebijakan yang ada di lapangan, sehingga nuansa kebersamaan yang 191
dibangun lewat partisipasi masyarakat bawah tak akan tercemari oleh keinginan atau ambisi Jakarta terhadap wajah bangunan sekolah di perdesaan. 3. Rasanya masih diperlukan perbaikan, pembenahan, dan pemahaman tentang Juklak secara menyeluruh, baik oleh Jakarta maupun masyarakat desa, sehingga masing-masing bisa memahami posisinya.
192
DAFTAR PUSTAKA Budiharjo, Eko, 1993, Arsitektur dan Kota Di Indonesia, Alumni Bandung. Conyers, Diana,1992,Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Moedzakir, M. Djauni, 1986, Teori dan Praktek Pengembangan Masyarakat, Usaha Nasional, SurabayaIndonesia, Surabaya. Ndraha, Taliziduhu, 1990, Pemberdayaan Menyiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Penerbit Rineka Cipta. Prijono, Onny. S dan Pranaska. A.M.W., 1996, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi,
193
Centre For Strategic And International Studies, Jakarta. Soetrisno, Loekman,1995, Menuju Masyarakat Partisipasif, Kanisius, Yogyakarta. Devtrianov, 2002, Studi Identifikasi Tingkat dan Bentuk Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sungai Ciliwung, Kolokium tidak diterbitkan, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang. Noor, Ikhsan Fitrian, 2002, Identifikasi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan Dan Saluran Lingkungan Pemukiman Kumuh Di Kota Semarang, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro 194
Prosiding, 2003, Seminar Nasional Tata Ruang : Dilema Antara Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian, Pusat Studi Planologi Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. Sunarti, 2003, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perumahan Secara Berkelompok, Dalam Tata Loka Jurnal Ilmiah Perencanaan wilayah dan Kota, Biro Penerbit Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Faklutas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
195