Partisipasi Kelompok Masyarakat Dalam Pelestarian Kain Tenun Ikat Tradisional Di Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur Umbu Kudu, I Nengah Punia, I.G.P.B Suka Arjawa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK This study, entitled Participation of the community in conservation of traditional ikat in the village Rindi, District Rindi, East Sumba district. The purpose of this study was to analyze the level of participation of community groups in the preservation of traditional ikat in the village Rindi, District Rindi, East Sumba, and describes the obstacles encountered in conservation efforts in the traditional ikat Rindi Village, District Rindi, East Sumba district. The research location is in the village of Rindi, District Rindi, East Sumba district. Source data from this study are primary data and secondary data. The informant set by purposive. Interview guides used only contains the central questions only, while questions derivatives will evolve during the interview, with regard to the relationship with the principal statement. The data used in this study comes from observation, interview, and literature study. The data analysis was conducted on data reduction, data presentation, draw conclusions and implement verification. The survey results revealed Participation in terms of sharing information, working good comrade control group that is in the preparation of equipment and materials, the weaving process, promoting the production of weaving. Constraints facing a group consisting of various aspects, namely technical constraints, social constraints, social constraints, constraints of the availability of capital, human resource constraints and constraints in terms of marketing. Kata Kunci : Participation, Conservation, Woven Fabric Cloth
I.
Sumba Timur dikenal dengan motif-motifnya yang unik yang memiliki arti dan cerita yang berbeda-beda seperti motif manusia (menggambarkan sejarah kehidupan manusia pada zaman perang suku dan kerjaan zaman dahulu), motif binatang seperti kuda (melambangakan kejantanan dan kepahlawanan), motif buaya merah (melambangkan status sosial yang tinggi) dan masih terdapat beberapa motif lainnya. Selain itu tenun ikat Sumba Timur juga memiliki nilai budaya yaitu digunakan pada saat upacara adat dan dapat juga dijadikan sebagai pemberian terhadap keluarga atau kerabat pada upacara pemakaman tradisonal dan sebagai tanda penghormatan terhadap yang meninggal (pembungkus jenazah). Disamping itu dipakai dan digunakan juga sebagai mahar kawin (belis) pada acara perkawinan serta masih banyak lagi kegunaan yang lain (Anggraeni, 2005).
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Secara umum di Kabupaten Sumba Timur, semua benda seni primitif memiliki nilai sosial berkaitan dengan kepercayaan Marapu seperti Patung dan Ukiran (Penji) dari kayu dan batu, anyaman dari daun lontar (tikar, tas, dan mbuala pahapa/tempat sirih pinang) serta kerajinan tembikar dari tanah liat berbagai aksesoris logam (mamuli, luluamahu dan anting-anting). Selain itu terdapat juga salah satu kerajinan lokal yaitu kerajinan tenun ikat yang pembuatannya masih tradisional mulai dari membuat benang, pemintalan benang, pewarnaan sampai pada proses penenunannya semua menggunakan cara tradisional. Terdapat dua jenis tenun ikat Sumba Timur yaitu Hinggi (kain untuk pria) dan Lau (kain untuk wanita). Tenun ikat
1
Di Desa Rindi Kecamatan Rindi Kabupaten Sumba Timur terdapat sebuah kampung yaitu kampung Praiyawang yang masih terjaga kelestarian budayanya dan menjadi salah satu tujuan dari wisatawan yang berkunjung ke Sumba Timur. Terdapat kecenderungan sosial bahwa kurangnya partisipasi masyarakat dalam melestarikan budaya lokal khususnya Tenun Ikat Sumba Timur karena terdapat pemahaman bahwa kerajinan tenun ikat hanya dikerjakan oleh orang-orang tua yang berada di desa/kampung saja, selain itu kurangnya fasilitas kerja dan kecenderungan bahwa tenun ikat hanya dilakukan oleh kaum wanita serta masih minimnya kreativitas dalam hal penyediaan bahan untuk proses tenun ikat (zat pewarna kain dari bahan alam). Masyarakat lebih memilih untuk bekerja pada bidang lain yang tidak menyita waktu dan tenaga yang banyak tetapi menghasilkan keuntungan yang cepat sehingga sudah banyak yang bekerja dikota atau bahkan diluar Pulau Sumba. Di sisi lain dengan bertambahnya wisatawan yang berkunjung ke Sumba Timur seharusnya tenun ikat bisa menjadi sumber penghasilan yang cukup untuk membantu perekonomian keluarga, selain itu juga dapat membantu program pemerintah dalam melestraikan budaya lokal di Sumba Timur. Mencermati uraian diatas maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian tenun ikat tradisional di Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis partisipasi kelompok masyarakat dalam pelestarian kain tenun ikat tradisional di Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. 2. Mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi dalam usaha pelestarian kain tenun ikat tradisional di Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.II.
2.1.
Jenis Penelitian Jenis penilitian yang dilakukan adalah jenis penelitian kualitatif tipe deskriptif. Menurut J.W.Creswell (2004) penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan mendeskripsikan obyek apa adanya (dalam Sangadji & Sopiah, 2010:24). Penelitian ini sering disebut penelitian noneksperimen karena penelitian tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelestarian kain tenun ikat tradisional di Desa Rindi,Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. 2.2. Lokasi Penelitian Lokasi penilitian dilakukan di Desa Rindi,Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. Dalam menentukan lokasi penilitian penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu menentukan lokasi penilitian secara sengaja berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai berikut. 1. Di Desa Rindi terdapat kelompok pengrajin tenun ikat tradisional Sumba Timur. 2. Desa Rindi merupakan salah satu sentra penghasil tenun ikat di Sumba Timur. 2.3. Jenis dan Sumber Data Sumber data dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer adalah dapat berupa opini subjek (orang) secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap benda (fisik) kejadian atau kegiatan dan hasil pengujian. Jenis data sekunder umumnya tidak dirancang secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan penelitian tertentu. Adapun jenis data sekunder yaitu data internal adalah dokumen-dokumen akuntansi dan operasi yang yang dikumpulkan, dicatat dan disimpan dalam organisasi daam suatu organisasi merupakan tipe data internal.
METODELOGI PENELITIAN 2
informasi, dan yang menjadi alat utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, yang didukung dengan pedoman wawancara sebagai alat bantu, serta peralatan pendukung lainnya seperti : handphone sebagai alat perekam, kamera digital serta alat tulis. Pedoman wawancara dipergunakan agar pembicaraan antara peneliti dan informan dapat dilakukan lebih terarah. 2.6. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penilitian ini bersumber dari berikut ini. 1. Observasi atau pengamatan 2. Wawancara 3. Studi kepustakaan 2.7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yaitu analisis data yang telah terkumpul guna mengetahui besarnya tingkat korelasi berbagai data dalam penelitian, yang menunjukan indiksi keberhasilan penelitian ( Suyadi, 2011:95). Menurut Nasution (1992) dan Moleong (1991) (dalam Suharsaputra, 2012:216) data yang telah terkumpul dianalisis secara induktif dan berlangsung selama pengumpulan data di lapangan. Analisis data yang dilakukan meliputi mereduksi data, menyajikan data, menarik kesimpulan dan melaksanakan verifikasi. Proses reduksi data yang dilakukan peneliti adalah memilih data-data lalu mengkualifikasikan data-data sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan. Selanjutnya proses penyajian data dilakukan dengan menyusun data-data secara sistematis sehingga dapat diketahui apabila kekurangan data, maka peneliti mencari data untuk melengkapinya kembali. Proses selanjutnya yakni menarik kesimpulan dan memverifikasi data, disini peneliti menarik dan memverifikasi data-data yang sudah disusun sebelumnya. Kesimpulan yang dihasilkan adalah hasil pemikiran peneliti dari hasil menganalisis data (Suharsaputra, 2012:218-219).
Berbeda dengan data eksternal umumnya disusun oleh suatu entitas selain peneliti dari organisasi yang bersangkutan. Tipe data sekunder berdasarkan penerbit antara lain dapat berupa: a. Buku, jurnal, atau berbagai terbitan secara periodik yang diterbitkan oleh organisasi atau instansi tertentu. b. Terbitan yang dipublikasi oleh instansi pemerintah. c. Terbitan yang dikeluarkan oleh media massa atau perusahaan (Sangadji & Sopiah, 2010:170-171). Data primer diperoleh peneliti dengan cara mengajukan pertanyaan kepada para pengrajin atau kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di Desa Rindi, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. Kemudian data sekunder diperoleh peneliti melalui internet dengan mencari informasi yang berkaitan dengan para pengrajin tenun ikat tradisional. 2.4.
Kriteria dan Penentuan Informan Informan ditetapkan dengan cara purposive yaitu pengambilan hanya pada informan yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu. (Suharsaputra, 2012:118). Purposive yang diterapkan ialah memilih informan yang peneliti anggap paling mengetahui informasi terkait penelitian ini. Individu yang didasarkan pada pertimbangan dan karakteristik tertentu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tokoh Adat di Desa Rindi 2. Pengrajin tenun ikat ( Anggota Kelompok) 3. Ketua kelompok tenun ikat di Desa Rindi 4. Kepala Desa Rindi Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 14 orang. Dimana diambil tiga orang Tokoh Adat, sembilan orang Pengrajin tenun ikat, satu orang Ketua Kelompok dan satu orang Kepala Desa. 2.5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan
3
penyelenggaraan pengembangan pembelajaran. Kelompok-kelompok Pengrajin tenun ikat yang ada di Desa Rindi terbentuk pada tahun 2010. Awal terbentuknya kelompok ini dari Dinas Pariwisata, dengan materi muatan (kelompok sadar wisata) mengadakan pelatihan di Desa Rindi tentang pentingnya kelompok tenun ikat di Desa Rindi, Kecamatan Rindi. Kelompok ini merupakan kelompok percontohan atau kelompok yang diharapkan menjadi contoh dari kelompok yang lain yang ada di Sumba Timur karena melihat Desa Rindi sebagai pusat tenun ikat yang ada di Sumba Timur. Kelompok juga mempunyai uang kas kelompok, uang tersebut di dapatkan dari bantuan Dinas Pariwisata, uang tersebut bisa dipakai apabila anggota memerlukan uang untuk membeli benang dan keperluankepeluan untuk membuat kain apabila kain itu sedah laku terjual maka uang tersebut akan di kembalikan sebagai kas kelompok, intinya dalam membuat kain anggota kelompok tidak lagi memikirkan dana karena dana itu sedah ada di kelompok. Berdasarkan petikan wawancara dengan Vina Tika Wanda sebagai bendahara kelompok, dana mereka dapat dari Dinas Pariwisata, dana yang didapat mereka langsung membeli bahan bahan yang diperlukan sehingga mereka langsung mulai bekerja jadi tidak membuang waktu terlalu lama lagi untuk bekerja, dana yang didapat sebagian disimpan pada kas kelompok apabila ada keperluan mendadak anggota kelompok bisa langsung mengambil uang yang diperlukan dan sifatnya semacam simpan pinjam. Semua anggota kelompok saling memberikan informasi dan bekerja sama yang baik maka otomatis produksinya akan meningkat. Aturan dalam kelompok tidak mengikat contohnya dalam penentuan waktu kerja itu tergantung dari anggota sendiri. Anggota bebas menentukan waktu untuk kerja tetapi mereka saling mengontrol sehingga pekerjaan mereka tetap terus berjalan.
PEMBAHASAN 3.1.
Partisipasi Kelompok Dalam Pelestarian Kain Tenun Ikat Tradisional Sumba Timur Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2012) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan .Berdasarkan hal tersebut menurut Sundari (2010),terdapat beberapa unsur penting yang tercakup dalam pengertian partisipasi,diantaranya: Pertama,dalam pertisipasi yang ditelaah bukan hanya keikut sertaan secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (mental dan emosional). Menurut Mubyarto, 1995 (dalam Ndraha,1997) partisipasi adalah kesediaan untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tampa berarti mengorbankan mengorbankan kepentingan diri sendiri, sementara menurut Soetrisno (1995), partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Menurut Subrata (dalam Muslikh, 2012) partisipasi dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu bentuk finansial, material, kekuatan fisik dan moral. a. Partisipasi dalam bentuk finansial yaitu partisipasi dalam bentuk pemberian sumbangan, pinjaman dan lainnya. b. Partisipasi dalam bentuk material yaitu partisipasi dalam bentuk pengadaan gedung ,tanah dan lain sebagainya. c. Partisipasi dalam bentuk moral misalnya partisipasi partisipasi tenaga atau keterampilan. d. Partisipasi dalam bentuk moral misalnya partisipasi buah pikiran, pendapat/ide, saran, pertimbangan, nasehat, dukungan moral dan lain sebagainya yang berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan atau dalam pengambilan suatu keputusan dan atau dalam
4
• Membuka ikatan. • Memindankan benang ke Gedongan. • Pemasangan tali silangan (Gun). • Menenun Kain. a. Nama peralatan tenun dan fungsi • BOOM (Polu) bentangan Lusi terdiri dari dua kayu yang terbentang sejajar. • Parang tenun (Kalira) berupa selembar papan kecil yang panjangnya kurang lebih satu meter lebih dan lebar kurang lebih sepuluh senti meter ,salah satu bagiannya ditipiskan seperti parang yang berfungsi untuk merapatkan benang sehingga menjadi seperti kain. • Penahan pinggang (Liu) terbuat dari kayu yang di lilitkan pada pinggang penenun yang berfungsi mengatur ketegangan Lusi. • Pawunanggu adalah kayu kecil yang melintang diatas Lusi merupakan tali-tali silang (Gun) yang berfungsi untuk mengatur anyaman. b. Menenun Kain. • Benang Lusi ditegangkan dengan penahan belakang (Liu) oleh penenun. • Gun (Wunang) di angkat maka benang akan terbuka menjadi dua bagian maka di masukanlah benang di dalamnya dan dilakukan secara berulang-ulang secara terus menerus sampai kain itu selesai dan berbentuk kain/lembaran dan dipadatkan oleh kayu yang berupa parang (kalira). Penenun juga harus selalu memperhatikan bagian pinggir dari kain yang di tenun (Umbu, 1989). 3.4. Partisipasi Kelompok Dalam Mempromosikan dan Penjualan Hasil Produksi Kain Tenun Ikat. Partisipasi kelompok dalam mempromosikan hasil produksi kelompok ini dilakukan dengan berbagai cara, dalam mempromosikan hasil tenun kelompok semua anggota kelompok berperan. Berdasarkan wawancara dengan ketua kelompok Tamu Rambu Hamu Eti, partisipasi kelompok dalam mempromosikan kain tenun ikat Sumba Timur yaitu dengan mengikuti seminar, mengikuti pameran yang
Dalam hal mengontrol kawan kelompok masyarakat Sumba adalah masyarakat yang jiwa sosialnya tinggi, contohnya bisa dilihat dari cara menghargai tamu. Setiap tamu yang datang wajib diberi sirih pinang dan segelas kopi. Apabila tamu tersebut masih ingin berlama-lama untuk berbincang-bincang maka pemilik rumah atau tuan rumah akan menyiapkan makanan. Masih banyak lagi contoh lain yang membuktikan masyarakat di Sumba memiliki jiwa sosial yang tinggi. 3.2. Penyediaan Alat dan Bahan Setiap anggota kelompok pada umumnya sudah memiliki alat-alat menenun sendiri, karena alat-alat tersebut juga di ambil dari alam misalnya bambu, kayu, lidi, dan masih banyak alat-alat lainnya, tetapi apabila ada anggota kelompok yang tidak memiliki alat menenun bisa meminjam sesama anggota kelompok yang memiliki dua atau lebih alat tenun, karena anggota kelompok banyak mempunyai ketersediaan alat karena alat-alat kerja tersebut juga sudah didapat dari nenek moyang mereka dan ada juga yang baru dibuat. Berdasarkan wawancara dengan salah satu anggota kelompok Kahi Nalla dapat dilihat untuk penyediaan alat-alat tenun yang mengerjakan adalah laki-laki atau suami jadi perempuan cukup kasih tau ala tapa-apa yang kurang supaya lak-laki mengerjakannya, jadi bisa dilihat bukan hanya kaun wanita yang mengerjakan tetapi kaum laki-laki juga berpartisipasi untuk membuat kain tenun. 3.3. Proses Pembuatan Kain Tenun Ikat Tradisional di Desa Rindi 1. Merencanakan • Konstruksi/ukuran kain meliputi: • Motif 2. Mempersiapkan benang Lusi dan Pakan • Pembersihan kapas • Memintalkan Benang . • Mengelos Benang • Mengheni Lusi. • Mendesain/ Mengikat. • Mencelup.
5
membuka rahasia itu ke anggota kelompok yang lain. b. Kendala Sosial Pemerintah daerah selaku perintis dari kegiatan pelestarian kain tenun ikat di Sumba Timur belum menyediakan tempat kusus untuk pusat penjualan dari hasil produksi tenun ikat kelompok sehingga hasil yang mereka buat masih dijual secara individu.Berdasarkan wawancara dengan ibu Kahi Lepir dapat di lihat adanya kesulitan kesulitan dalam menjual hasil tenunan anggota kelompok sehingga anggota kelompok yang tidak memiliki langganan tetap susah dalam menjual kain tersebun lain halnya dengananggota kelompok yang sudah mengenal banyak pembeli mereka mudah saja untuk menjual karena mereka sudah banyak koneksi dengan penjual, ini sangat di rasa dari pengrajin yang baru mulai membuat kain, mereka hanya berharap pada turis asing yang membeli kain tetapi hanya untuk kenang kenangan dan biasanya harga yang ditawarpun lebih murah dari pembeli yang sengaja datang kekampung untuk membelukan. c. Kendala Modal Melihat petikan wawancara dengan Paji Tina anggota kelompok bahwa anggota kelompok yang tergabung mereka diberikan wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sehingga banyaknya anggota yang tidak bisa mengelola keuangannya secara baik itu dapat menghambat mereka dalam pembuatan berikutnya dikarenakan modal yang mereka habis pada keperluankeperluan pribadi anggota kelompok.Anggota kelompok belum mampu mengelola keuangannya dengan baik karena kain tenun ikat yang dibuat tidak langsung laku atau terjual itu dikarenakan pembeli yang belum secara terus-menerus membeli hasil tenun kelompok sehingga para pengrajin dalam mendapatkan penghasilannya tidak menentu, sehingga pengrajin tidak bisa menghitung pendapatannya secara teratur. d. Kendala Sumber Daya Manusia.
dilaksanakan di dalam maupun di luar Sumba dan memberikan Cinderamata kepada tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah, artis terkenal dan lain-lain. Strategi promosi inilah yang dilakukan oleh kelompok untuk membuat tenun ikat Sumba Timur lebih dikenal.Dalam menjual kain tenun ikat ini kelompok-kelompok yang ada di Desa Rindi biasanya memasarkan hasil produksi mereka kepada tamu-tamu yang datang ke kampung mereka ada juga yang membawa kain tersebut ke luar pulau seperti Bali atau Jakarta. 3.5. Kendala Yang Dihadapi Dalam Upaya Pelestarian Kain Tenun Ikat Tradisional a. Kendala Teknis Kelompok yang ada belum maksimal dalam membuat kain, karena banyaknya pekerjaan lain yang mereka tekuni seperti beternak, mengerjakan kebun dan ada juga yang menjadi nelayan pekerjaan ini menurut mereka lebih menjajikan bagi mereka untuk mendapatkan makan sedangkan membuat kain hanyalah pekerjaan sampingan bagi mereka alasan ini juga yang sehingga mereka tidak bisa secara fockus dalam mengerjakan tenun ikat. Melihat kutipan wawancara dengan salah satu anggota kelompok Paji Tina maka dapat dilihat bahwa mengerjakan kain tenun ikat belum bisa dijadikan sebagai pendapatan tetap karena pembeli belum secara rutin untuk membeli hasil karya mereka dan apabila mereka mengerjakan tenun ikat sawat dan ladang mereka bisa di lupakan karena tidak ada lagi yang mengerjakan tetapi mereka tidak akan berenti untuk kerja tenun ikat karena mereka butuh jaga akan tenun ikat selain mendapat penghasilan tambahan dari tenun ikat. Masih ada juga anggota kelompok yang belum terbuka dengan kelompok lain sehingga anggota lain yang memiliki kendala misalnya pada penentuan motif atau cara mengatur benang blum bisa teratasi karena setiap keluarga punya acara sendiri-sendiri menurut pengetahuan dan pengalamannya sendiri, mereka tidak
6
objek, agensi dan struktur, serta struktur dan proses, yang selama ini telah dipandang sebagai dualisme tersebut, Giddens mengoreksinya sehingga muncul istilah dualitas. Hasil yang ditemukan dilapangan menunjukkan bahwa kelompok-kelompok tenun ikat ini sudah mengenal istilah kerja sama sejak dahulu kala yang dalam bahasa daerah masyarakat Sumba Timur disebut Panjulur, akan tetapi belum mampu untuk membentuk kelompok karena pengetahuan untuk mengatur sebuah organisasi belum memadai seperti perhitungan untung rugi akan barang yang mereka produksi serta dalam proses penjualannya. Kemudian Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Timur melihat adanya potensi yang dimiliki oleh warga Desa Rindi dalam memproduksi tenun ikat sehingga dibuatlah program kelompok tenun ikat untuk memaksimalkan proses produksi tenun ikat di Desa Rindi.
Hasil wawancara dengan Rambu Ana anggota kelompok tenun, untuk menjual kain hasil tenun seharusnya pengrajin bisa berbahasa asing untuk memudahkan tamu pembeli dalam berkomunikasi karena tamu yang datang tidak semua bisa berbahasa Indonesia. Para pengrajin bisa mendapat banyak relasi dan informasi dari tamu, selain itu agar tidak gampang ditipu oleh para guide-guide yang sering membawa tamu. e. Kendala Pemasaran Apabila ada wisatawan yang datang berkunjung ke kampung Rindi banyaknya penjual yang masuk ke kampung untuk menjual kain mereka, mereka berasal dari lain Kecamatan sehingga berekibat pembeli yang harusnya belanja kain sama orang Rindi menjadi menjadi tersaing.Berdasarkan wawancara dengan ibu Rambu Intan katua kelompok Uma Bokul pada kenyataannya banyaknya penjual kain yang berasal dari luar kecamatan apabila mereka mendapat informasi bahwa ada tamu pembeli kain yang datang banyak, penjual-penjual kain tersebut berbondong-bondong datang menjual kainnya di kampung Rindi sehingga pengrajin tenun ikat yang berasal dari kampung tersebut menjadi tersaingi dan kainnya menjadikan kain tenun yang mereka jual menjadi berkurang karena sebagian tamunya juga belanja sama mereka. Padahal penrajin tenun yang ada di Rindi tedak pernah menjual ke tempat lain di Sumba mereka hanya menunggu tamu yang datang di kampung mereka sendiri. Anggota kelompok bosan menunggu kapan barangnya akan laku terjual hal ini juga dapat mengurangi niat pengrajin tenun ikat dalam hal meningkatkan produksi tenun ikatnya. 3.6. Analisis Penelitian Menggunakan Teori Strukturasi Giddens Teori strukturasi dari Anthony Giddens dipakai untuk menganalisis penelitian ini karena menurut Giddens struktur sebagai aturan dan sumber daya yang digunakan oleh agen dalam interaksi. Dalam teori strukturasi, Giddens pada dasarnya menolak dualisme subjek dan
II. 4.1.
Simpulan Dari pembahasan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang dilakukan kelompok tenun yaitu: 1. Partisipasi dalam hal saling memberikan informasi, bekerja sama yang baik mengontrol kawan kelompok yaitu diantaranya dalam penyiapan alat dan bahan, pada proses penenunan, mempromosikan hasil produksi tenun. 2. Kendala-kendala yang dihadapi kelompok terdiri dari berbagai segi yaitu kendala teknis, kendala sosial, kendala ketersediaan modal, kendala sumber daya manusia dan kendala dalam hal pemasaran. 4.2. Saran Dari kesimpulan tersebut maka peneliti menyarankan: 1. Kepada kelompok agar lebih mengatur manajemen pengelolaan baik dalam mengatur keuangan,
7
PENUTUP
2.
http://eprints.uny.ac.id/9785/2 /Bab_2_05101241004.pdf. diunduh tanggal 28 Sepetember 2015.
sumber daya manusia, dan waktu kerja. Kepada pemerintah agar terus memberikan perhatian pada kelompok yang dibentuk seperti kontrol, dan membantu dalam bidang promosi dan pemasaran
Ndraha. T. 1997. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyrakat Tinggal Landas. Jakarta. Bina Aksara (Anggota IKAPI). Sangadji, E dan Sopiah. 2010. MetodologiPenelitian : Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta. ANDI.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, S.A. 2005. East Sumba : A Hidden Treasure In The Archipelago. Waingapu.
Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta : Kanisius (Anggota IKAPI).
Irhash, A. S. 2010. Konsep Pembangunan Masyarakat. Artikel Online. Internet. http://sobatbaru.blogspot.com/2010/ 03/konsep-pembangunanmasyarakat.html. diunduh Tanggal 16 oktober 2015.
Suharsaputra, U. 2012. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung : PT. Refika Aditama.
KBBI. 2012. Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan). Artikel Online. Internet. http://kbbi.web.id/partisipasi. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud (Pusat Bahasa). Diakses tanggal 28 Oktober 2015.
Suyadi, 2011. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta. DIVA Press. Umbu, N.N. 1989. Proses Pembuatan Kain Tenun Ikat di Rende Sumba Timur. Karya Tulis. Depdikbud. SMAN 1 Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Muslikh, B. 2012. Partisipasi Orang Tua Siswa dalam Pembelajaran di SD Islam Terpadu Salman. Artikel Online. Internet.
8