Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
PEMBUATAN KAIN TENUN IKAT MAUMERE DI DESA WOLOLORA KECAMATAN LELA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Maria Nona Elvida NIM. 110807010
Abstract The tied woven-cloth is part of variety culture as cultural Nusantara heritage have to be preserved because can enrich typical Indonesian with motives and pattern which the various variety .The difference to its geographic location consisting of some of the islands resulting in our range of a kind of cloth and variety of the decoration . In Sikka district still saved a lot of products that are already known by the public or by the outer provinces, one of which is a woven-cloth binding . Wololora already known as tied woven-cloth producing areas, ranging from silk to weaving. Natural silk industry in the Wololora village, cultivated with silk thread as a sarong . The tied woven-cloth craftsmanship Maumere people in the Wololora village only done by women and people former times they make cloth woven connective by the use of basic cotton .Whereas now they products using materials from the factory . the tied woven-cloth craftsmanship Maumere in Wololora village market has resulted in them, most the tied woven-cloth was used in order to marriage and others. Weaving has become a philosophy of life for women in the Wololora village. Indeed , the women weavers , not only weave a piece of cloth with a sale value economically , but they also compose and weave motifs of history, culture, values of life, village identity, moral and social, as well as their distinctiveness as women. Woven-cloth heritage, so that the current generation and the future do not forget the color of his own culture . Keywords: woven-cloth, craftsman, values
1
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Latar Belakang
Pada
Indonesia
merupakan
masyarakat majemuk memiliki ragam budaya bernilai tinggi yang diwariskan secara turun–
umumnya
Maumere
tenun
dibuat
ikat
oleh
kaum
perempuan yang memiliki daya cipta dan kreasi seni tinggi. Setiap
daerah
di
Flores
temurun sebagai cermin budaya
menampilkan corak dan ragam
bangsa. Salah satu warisan itu
hias serta warna yang berbeda-
adalah budaya tenun. Budaya
beda.
Keragaman
tenun merupakan bagian dari
tenun
ikat
ragam budaya sebagai warisan
hanya sebatas kreasi seni, tetapi
budaya nusantara yang harus
pembuatannya
dilestarikan
timbangkan simbol status sosial,
karena
dapat
motif
Maumere juga
kain bukan
memper-
memperkaya ciri khas bangsa
keagamaan,
Indonesia
ekonomi. Bahkan, ada beberapa
dengan
motif
dan
budaya
coraknya yang beraneka-ragam.
motif
Perbedaan
buatannya melalui perenungan
letak
geografis
tertentu
dan
yang
pem-
dari
dan konsentrasi tinggi, motif dan
beberapa pulau mengakibatkan
ragam hiasnya mengandung nilai
adanya keragaman jenis kain dan
filosofis,
ragam hiasnya tersebut.
diperuntukkan bagi hal-hal yang
Indonesia
yang
terdiri
Kain tenun Nusa Tenggara Timur adalah kain yang dibuat dari
proses
menenun
oleh
masyarakat Wololora. Wololora memiliki
masyarakat
dengan
kebudayaan lokal yang beraneka
berkaitan budaya,
penggunaannya dengan serta
adat
dan
menjadikannya
sebagai tradisi yang terwaris sampai hari ini. (Alexander 1995).
Makna Budaya Kain Tenun Ikat Maumere
ragam dan juga kerajinan tenun
Kebudayaan adalah hasil
ikat yang terkenal. Kain tenun
kreativitas manusia yang terus
ikat orang Maumere merupakan cindera mata khas bagi para wisatawan asing dan domestik. 2
berkembang interaksinya
dalam dengan
dunia
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
luar.
Kebudayaan
dirumuskan dan
juga
sebagai
hasil
usaha
usaha manusia
dalam
kain
tenun.
Dan
bagaimana gejala ini dibaca dalam
skala
nasional
untuk mengelolah dunia dan
berdasarkan filosofi nusantara.
dirinya, dengan tujuan agar
Kedua persoalan inilah yang
hidupnya semakin manusiawi.
hendak
Tidak ada kebudayaan yang
beberapa bagian antara lain;
berkembang
sejarah
pengaruh
tanpa
dari
adanya
kain
dalam
tenun
ikat
Maumere
dan
yang lain. Itulah yang terjadi
gunaannya;
nilai-nilai
pada seni budaya kerajinan
makna kain tenun ikat Flores
tenun
bagi masyarakatnya; makna
ikat
kebudayaan
dijawab
khususnya
di
daerah Maumere. Persoalan
kain
yang muncul darinya adalah
dalam
perkembangan
nusantara.
motif
penggunaanya
dan sesuai
tenun
Maumere
perspektif
wawasan
rupa
dalam
penggunaanya)
yang
dan tentu
Dan
diakhiri
dengan catatan kritis untuk menyikapi
bentuk
dan
ikat
perkembangan zaman (dalam kreasi
peng-
fenomena perspektif
ini pem-
bangunan bangsa.
berpengaruh pada nilai dan makna yang terkandung di
Nilai-nilai dan makna kain
dalamnya.
tenun ikat Maumere
Terhadap realitas di atas muncul
pertanyaan
bagaimana perkembangan
menyikapi motif
dan
penggunaan kain tenun ikat sambil menjaga nilai-nilai dan makna
yang
terkandung
Jika ditelusuri kembali dari motif,
teknik,
pembuatan
dan
proses asalnya,
sebuah kain tenun ikat bagi masyarakatnya dianggap
mempunyai
dapat nilai
dan makna yang dalam. Nilai3
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
nilai
itu
antara
lain
nilai
tenang
spritual
(religio-magi),
nilai
orang tua). Utang Mawarani,
politis
(dikaitkan
dengan
dengan motif bintang kejora
ritual-ritual
adat
dan
oleh
(dipakai oleh
sebagai
pemberi
para
terang,
pemangku adat), dan nilai
petunjuk dan media penolak
sosial-ekonomis
(sebagai
bala (dipakai para pemimpin).
untuk
Utang Rempe-Sikka, dengan
denda
adat
mengembalikan
bermotif tiga bintang yang
keseimbangan
sosial).
makna
dalam
yang
Juga
mengandaikan suami, istri dan
dapat
anak (dipakai oleh pengantin
ditemukan dalam pemakaian
wanita).
kain tenun berdasarkan corak-
We’or,
motifya,
burung
misalnya
motif
Dan
Utang
Sesa
dengan motif ekor murai
betina
dan
daerah Flores bagian Sikka-
jantan (dipakai oleh sepasang
Maumere
pengantin). ( Marie Jeanne
yang
biasa
dikenakan beserta maknanya,
Adams )
antara lain:
Makna kain tenun ikat
Utang Atabi’ang,
Jarang dengan
motif
pasangan manusia berkuda yang melambangkan manusia menuju alam baka (dipakai sewaktu ada kematian). Utang Merak, dengan motif burung merak dari corak dan warna yang
menarik
(dipakai
dan
pengantin
indah wanita).
Utang Mitang, dengan motif garis 4
warna
gelap
yang
Maumere dalam kerangka wawasan nusantara Dalam
kerangka
pengembangan
wawasan
nusantara, kain tenun ikat Maumere dapat memperkaya penghayatan
wawasan
nusantara. Antara lain: Dengan corak
mengangkat
motif
dalam
tenunannya, identitas manusia nusantara
sebagai
manusia
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
simbolis Penegasan
dipertegas.
bernilai tinggi. Hal ini tercapai
dapat
hanya jika dikaitkan dengan
ini
memungkinkan
manusia
nilai
dan
makna
yang
menghayati dunia yang ilahi.
terkandung di dalamnya. Dan
Hal
akan lebih terasa bagi orang-
ini
menjadi
juga
keprihatinan
ketika
berhadapan
dengan
orang
yang
pemahaman
memiliki
yang
dalam
perkembangan zaman yang
tentang nilai dan makna dari
menawarkan karakter manusia
pengembangannya. ( Kartiwa,
estetis
2007 )
(yakni
penikmat
keindahan seni dalam kreasi motif semata), dan manusia ekonomis mengejar ekonomi).
(yang
hanya
keuntungan Bahaya
dari
tawaran ini adalah manusia melupakan nilai dan makna atas
yang
spiritual
dalam
hidupnya. Dengan ragam motif yang khas indentitas kedaerahan ditonjolkan dan memperkaya budaya nasional oleh rasa kesatuan.
Dalam
skala
nasional keunikan ragam, nilai dan makna, disatukan oleh kesatuan bahasa, tanah air dan bangsa yang membentuk budaya
Indonesia
yang
Makna Kebudayaan Menurut
Maruin
Harris
(Spradley 2006:8) mengatakan bahwa, konsep kebudayaan ditampakkan
secara
sosial
budaya berbagai pola tingkah laku
yang
diartikan
oleh
kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti adat (custom), atau cara hidup masyarakat.
Konsep
kebudayaan sebagai sistem simbol yang bermakna banyak memiliki persamaan dengan pandangan interaksionalisme simbolik (suatu teori yang berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna). 5
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Pengertian
kebudayaan
alam fikiran sebagian besar
oleh Selo Soemardjan dan
warga masyarakat mengenai
Soelaeman Soemardi (dalam
hal–hal yang mereka anggap
Koentjaraningrat
1990:180)
amat mulia. Sistem nilai yang
adalah semua hasil karya, rasa
ada dalam suatu masyarakat
dan cipta masyarakat. Karya
dijadikan
masyarakat
menghasilkan
rujukan dalam bertindak. Oleh
kebudayaan
karena itu, nilai budaya yang
teknologi
dan
orientasi
dan
kebendaan atau “kebudayaan
dimiliki
jasmaniah” (material culture)
mempengaruhinya
yang diperlukan oleh manusia
menentukan alternatif, cara–
untuk
cara, alat–alat, dan tujuan–
menguasai
sekitarnya,
agar
alam kekuatan
seseorang
tujuan
serta hasilnya dapat diabdikan
tersedia.
untuk keperluan masyarakat.
Clyde
Sementara
itu
antropologi, adalah
menurut
“kebudayaan”
keseluruhan
sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
(1987:85)
adalah
nilai
budaya terdiri dari konsepsi– konsepsi yang hidup dalam
6
yang
Kluckhohn
dalam
Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi umum
yang
terorganisasi,
yang mempengaruhi perilaku yang
berhubungan
dengan
alam,
kedudukan
manusia
dalam alam, hubungan orang hal–hal
Koentjaraningrat lain
pembuatan
dengan orang dan tentang
Orientasi Nilai Budaya Menurut
dalam
yang
diingini
dan
tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Marpaung
(2000)
mengatakan
bahwa
perkembangan,
pada
pengem-
bangan, penerapan budaya dalam
kehidupan,
ber-
kembang pula nilai–nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur
keserasian,
keselarasan, bangan.
serta Nilai
dikonsepsikan
keseimtersebut
sebagai
nilai
budaya.
benar-salah, patut atau tidakpatut. Suatu nilai apabila sudah membudayakan di dalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau dilihat
dalam
gotong royong, budaya kerja, lain–lain.
dapat dikatakan bahwa setiap
dalam
individu dalam melaksanakan
tertentu.
berdasarkan
selalu
serta
ber-
pedoman kepada nilai–nilai atau sistem nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai–nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan manusia,
dan
perilaku
baik
secara
individual,
kelompok
atau
masyarakat
secara
kese-
luruhan tentang baik buruk,
Jadi,
secara
universal, nilai itu merupakan pendorong
sosialnya
kehidupan
sehari–hari, misalnya budaya
dari pendapat di atas, maka
aktifitas
didalam
bertingkah laku. Hal ini dapat
dan
Selanjutnya, bertitik tolak
petunjuk
bagi
mencapai
Sementara umum berasumsi
seseorang tujuan
itu
secara
ahli–ahli
sosial
bahwa
orientasi
nilai budaya merupakan suatu indikator
bagi
pemahaman
tentang kemampuan sumber daya dan kualitas manusia. Dalam seutuhnya
konsep
manusia
yang
mencakup
dimensi lahiriah dan rohaniah, orientasi
nilai
merupakan
salah satu faktor yang ikut
7
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
membentuk
kondisi
dan
potensi rohaniah manusia. Kebudayaan
mempunyai
fungsi yang sangat besar bagi manusia
dan
Suparlan
masyarakat.
(1988)
definisikan
men-
kebudayaan
sebagai keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia
sebagai
makhluk
sosial, yang lainnya adalah perangkat–perangkat, model– model
pengetahuan
yang
secara selektif dapat dipergunakan dan
untuk
memahami
menginterpretasi
ling-
kungan yang dihadapi dan untuk
mendorong
menciptakan
dan
tindakan–
tindakan yang diperlukannya. Lebih
lanjut
Suparlan
menjelaskan, kebudayaan dan pembangunan
mempunyai
kaitan yang fungsional. Dalam hal
ini
kebudayaan
harus
diartikan
sebagai
suatu
kumpulan
pedoman
atau
pegangan yang kegunaannya
8
operasional
dalam
hal
manusia
mengadaptasi
dengan
dan
diri
menghadapi
lingkungan–lingkungan tertentu (fisik/alami, sosial dan kebudayaan).
Kebudayaan
bermanfaat bagi masyarakat agar mereka itu dapat tetap melangsungkan pannya
kehidu-
yaitu
memenuhi
kebutuhan–kebutuhannya dan untuk
dapat
hidup
secara
lebih baik lagi. Karena itu kebudayaan
seringkali
juga
dinamakan sebagai blueprint atau disain menyeluruh dari kehidupan. Beraneka
ragamnya
kebutuhan
–
manusia
yang
dipenuhinya
kebutuhan baik
harus secara
terpisah–pisah maupun secara bersama–sama sebagai suatu satuan
kegiatan
menyebabkan beraneka
telah
terwujudnya
ragam
model
pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang masing– masing berguna atau relevan
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
untuk
usaha
kebutuhan
manusia.
kuantitas),
unsur–unsur
kebudayaan
Sehingga
dalam
hal
pengkajian mengenai peranan kebudayaan dalam kaitannya
adalah
yang
penting
teknologi
dan
demikian,
dalam
ekonomi. Namun
dengan usaha–usaha peme-
tindakan–tindakan
nuhan kebutuhan–kebutuhan
pemenuhan
manusia, kebudayaan dilihat
kebutuhannya manusia selalu
sebagai terdiri atas unsur–
melibatkan
keseluruhan
unsur yang masing–masing
unsur–unsur
kebudayaan
berdiri sendiri tetapi yang satu
(secara
sama lainnya saling berkaitan.
tidak langsung), aspek–aspek
Unsur–unsur
biologi dan emosi manusia
tersebut
kebudayaan
menurut
Sujarwa
kebutuhan–
langsung
ataupun
yang bersangkutan, dan juga
dalam
Koentjaraningrat
kualitas,
(1981:186)
adalah
macam sumber daya/energi
sebagai
berikut:
kuantitas
serta
yang tersedia dan ada dalam lingkungan.
1.
Bahasa dan komunikasi
2.
Ilmu pengetahuan
3.
Teknologi
pemenuhan
4.
Ekonomi
tersebut, salah satu aspek
5.
Organisasi Sosial
penting yang sering dilupakan
6.
Agama
oleh
7.
Kesenian
adalah aspek yang terwujud
Dalam
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan kehidupan material manusia (baik
secara
kualitas
dan
sebagai
tindakan–tindakan kebutuhan
kebanyakan tradisi–tradisi
orang atau
kebiasaan yang berlaku pada masyarakat
setempat
atau
pranata sosial/struktur sosial.
9
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Pentingnya
peranan
aspek
percaya, bahwa hanya dengan
sosial itu disebabkan oleh
berperilaku seperti itu mereka
hakekat
kemanusiaan
dari
akan berhasil (Kahl, dalam
manusia
itu
yaitu
Pelly:1994). Sistem nilai itu
sendiri,
sebagai makhluk sosial, yang
menjadi
dalam
melekat erat secara emosional
hal
mana
hampir
pedoman
sebagian besar dari kegiatan–
pada
kegiatan
sekumpulan
pemenuhan
diri
yang
seseorang orang,
atau malah
kebutuhan–kebutuhannya itu
merupakan tujuan hidup yang
dicapai melalui dan dalam
diperjuangkan. Oleh karena
kehidupan sosial.
itu,
Kluckhohn
dalam
Pelly
(1994) mengemukakan bahwa nilai
budaya
merupakan
sebuah konsep ruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa
yang
dalam
paling
hidup.
berharga Rangkaian
konsep itu satu sama lain saling merupakan
berkaitan
dan
sebuah
sistem
nilai–nilai budaya. nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa
10
ditentukan.
manusia
sistem
tidaklah
dibutuhkan
waktu.
nilai
mudah, Sebab,
nilai–nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya.
Dapat
pula
dikatakan bahwa sistem nilai budaya
suatu
masyarakat
merupakan
wujud
konsepsional dari kebudayaan mereka,
yang
seolah–olah
berada di luar para individu warga masyarakat itu. Ada lima masalah pokok
Secara fungsional sistem
yang
merubah
Mereka
kehidupan
manusia
dalam
setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut
Kluckhohn
dalam
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Pelly (1994) kelima masalah
dan
pokok tersebut adalah:
segala tindakan yang dapat
1) masalah hakekat hidup,
menambah rangkaian hidup
2) hakekat kerja atau karya manusia, 3) hakekat
kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu, 4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan 5) hakekat
dari
hubungan
manusia dengan manusia sesamanya. Berbagai
kebudayaan
mengkonsepsikan
masalah
universal ini dengan berbagai variasi yang berbeda–beda. Seperti
masalah
pertama,
yaitu mengenai hakekat hidup manusia.
Dalam
banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan
menyedihkan.
Oleh
karena itu pola kehidupan masyarakatnya
berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana,
mengenyampingkan
kembali
(samsara)
(Koentjaraningrat,
1986:10).
Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan. banyak
Sebaliknya
kebudayaan
yang
berpendapat bahwa hidup itu baik.
Tentu
konsep–konsep
kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. Masalah kedua mengenai hakekat
kerja
atau
karya
dalam
kehidupan.
Ada
kebudayaan
yang
memandang bahwa kerja itu sebagai
usaha
untuk
kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap
kerja
untuk
mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang
berpendapat
bahwa 11
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
kerja
untuk
prestasi.
mempertinggi Mereka
ini
Akan
tetapi,
kebudayaan
ada
ingin
mencari
berorientasi kepada prestasi
harmoni
bukan kepada status.
dengan alam. Cara pandang
Masalah ketiga mengenai orientasi waktu.
manusia
terhadap
Ada
budaya
yang
memandang
penting
masa
lampau,
tetapi
ada
yang
ini
dan
juga
akan
pola
Masalah
kelima
menyangkut hubungan antar
fokus
kebudayaan
perjuangannya.
Sebaliknya
Dalam
tampak
dalam
orientasi
depan.
bermusyawarah,
yang
banyak
hubungan
ada yang jauh melihat ke Pandangan
aktivitas
masyarakatnya.
manusia.
dalam
berpengaruh
terhadap
melihat masa kini sebagai usaha
keselarasan
ini
bentuk
berfikir,
cara
mengambil
berbeda dalam dimensi waktu
keputusan
ini
mempengaruhi
Kebudayaan
yang
hidup
menekankan
hubungan
sangat
perencanaan masyarakatnya.
horizontal
Masalah
ke-empat
berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam.
Ada
yang
percaya
bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya
ada
yang
menganggap
alam
sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia.
12
individu,
dan
bertindak.
(koleteral)
antar
cenderung
mementingkan kemerdekaan
untuk
hak dan
azasi, keman-
dirian seperti terlihat dalam masyarakat–masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan
yang
menekankan
hubungan vertikal cenderung untuk orientasi senioritas,
mengembangkan ke
atas
(kepada
penguasa
atau
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
pemimpin). banyak
Orientasi terdapat
masyarakat
ini dalam
paternalistik
(kebapakan).
Tentu
pandangan
ini
mempengaruhi
saja
Tenun memiliki makna, nilai sejarah,
dan
teknik
yang
tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang
sangat
yang
digunakan
proses
daerah
memiliki
dan
tiap
ciri
khas
dinamika dan mobilitas sosial
masing-masing.
masyarakatnya.
sebagai salah satu warisan
Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing–masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara
kedua
pola
yang
ekstrim itu yang dapat disebut sebagai
pola
transisional.
Kerangka
Kluckhohn
mengenai lima masalah dasar dalam
hidup
menentukan
yang
orientasi
nilai
budaya manusia.
satu
tradisional diproduksi wilayah
(heritage)
merupakan bangsa
kebanggan Indonesia,
mencerminkan
dan
jati
diri
bangsa.( Marie Jeanne Adams. Sistem and Meaning 1969). NILAI – NILAI KAIN TENUN IKAT MAUMERE DI DESA WOLOLORA KECAMATAN LELA KABUPATEN SIKKA PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sistem
Mata
Pencaharian
Hidup Salah satu faktor penyebab
merupakan
seni
tinggi
1. Faktor Budaya
Kerajinan Tenun Tenun
budaya
Tenun
salah
budaya
kain
Indonesia
yang
di
berbagai
seluruh
Nusantara.
sehingga
orang
Wololora
memilih membuat kain tenun ikat
sebagai
sistim
mata
pencaharian hidup mereka yaitu faktor budaya, dimana diketahui menurut
informasi
yang 13
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
diberikan bahwa pekerjaan turun
menurut
temurun dari orang tua atau
diperoleh dari seorang informan
nenek
bahwa
moyang
Pengetahuan
mereka.
dalam membuat
informasi hasil
sangat
Maumere
mencukupi
karena
dari
penjualan
tinggi
dan
mereka.
pengetahuan yang secara turun
Fungsi Ekonomi
temurun dari nenek moyang.
Budaya Orang Wololora
hidup
Misalkan Sarung dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan
Budaya merupakan cara hidup
hidup, dan,
yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sekelompok orang
3. Proses Produksi
dan diwariskan dari generasi Budaya
dapat
kebutuhan
pendidikan formal tetapi karena
kegenerasi.
dan
pendapatan dari pete perung
kain tenun ikat diperoleh orang bukan
yang
terbentuk
Keperluan adat istiadat Proses
pembuatan
melalui
beberapa tahapan, pertama yaitu
dari banyak unsur yang rumit,
menggulung
termasuk sistem agama, politik,
lupan, Benang Sutera yang masih
adat istiadat, bahasa, pakaian,
putih dicelup sesuai warna yang
bangunan
seni.
dikehendaki, setelah itu dijemur
Budaya adalah suatu pola hidup
dengan bambu panjang di terik
menyeluruh.
matahari untuk membuat kain
dan
kompleks,
karya
Budaya abstrak
bersifat
pence-
luas.
dan selendang (ukuran lebar kain
Unsur-unsur sosial budaya ini
90 cm untuk selendang 60 cm,
besar
sedangkan
dan
kegiatan
dan
benang,
meliputi sosial
banyak
masyarakat.
kering
2.
proses
Selain faktor satu
faktor
Wololora
budaya, salah
penyebab
menjadi
maka
akan
desain
dilakukan
(pencukitan)
dengan menggunakan bambu
orang
yang sudah di bagi dan di ikat
pembuatan
dengan tali raffia sesuai dengan
ikat tenun atau pete perung juga adalah karena ekonomi. Karena 14
165
hingga 170). Setelah benang
(Stewart dan Sylvia 2005:) Faktor Ekonomi
panjangnya
motif yang dikehendaki.
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Setelah
proses
selesai
maka
proses
pencukitan
penenunan dimulai dari ujung
dilakukan
kain, dilanjutkan sesuai dengan
akan
penenunan
yang
motif
kain.
Setiap
motif
memerlukan waktu 2 minggu.
mempunyai tumpal kain. Tumpal
Didalam proses penenunan ini
kain
benang
bagian depan ketika kain dipakai.
lungsi
sutera
dimasukkan kealat tenun melalui sisir tenun dan henddle utama pada
rangkaian
kain
yang
membentuk pola simetris dan diisi oleh benang sutra dan benang warna tambahan. Alat yang digunakan untuk proses penenunan ini selain 1 (satu) set alat tenun, digunakan juga baliro yang
digunakan
menyentak
untuk
benang di lungsi
dengan benang pakan. Benang pakan
dimasukkan
menggunakan bernama untuk
dengan
alat
bolen.
yang
Sedangkan
mempermudah benang
pakan yang ada di bolen masuk ke lungsi teropong didorong melewati benang lungsi. Setelah benang di bolen lewat, baik benang sutera maupun benang warna ataupun benang liwar, maka dengan
dilakukan
penenunan
menyentak
benang
dengan
beliro
yang
dibantu
dengan
sisir
tenun.
Proses
biasanya
diletakkan
di
Peralatan dan Bahan Peralatan tenun ikat maumere, Peralatan dapat
itu
pada
dasarnya
dikategorikan
menjadi
dua, yakni peralatan pokok dan tambahan.
Keduanya
terbuat
dari kayu dan bambu. Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai “panta”. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan
(suatu
alat
yang
digunakan untuk menggulung benang (suatu
dasar alat
untuk
tenunan),
yang
sisi
digunakan
merentang
dan
memperoleh benang tenunan), pancukia
(suatu
digunakan
untuk
alat
yang
membuat
motif, dan turak (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar). Panta
tersebut
ditempatkan
pada suatu tempat yang disebut
15
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
pamedangan
(tempat
khusus
menyebabkan ragam hias kain
untuk menenun), di depannya
songket terlihat menonjol dan
diberi dua buah tiang yang
dapat
berfungsi
penyangga
berbeda dengan tenun latarnya.
kayu rita. Gunanya adalah untuk
Di Silungkang dan Pandai Sikek
menggulung kain yang sudah
tenunan
ditenun.
biasanya berwarna merah tua
sebagai
Sedangkan,
segera
terlihat
dasar
karena
atau
latar
yang
dimaksud
(merah vermillion), hijau tua,
dengan
peralatan
tambahan
atau biru tua.
adalah
alat
bantu
yang
Fasilitas
Produksi
dan
digunakan sebelum dan sesudah
Teknologi
proses pembuatan tenun. Alat
Proses produksi kain tenun ikat
tersebut
maumere
sebenarnya
benang yang disebut ruwolot
sederhana,
asalkan
dan alat penggulung kain hasil
bahan
tenunan yang berbentuk kayu
pewarna
bulat dengan panjang sekitar 1
teknologi pembuatannya
meter dan berdiameter 5 cm.
sangat sederhana karena hanya
Bahan dasar kain tenun songket
memerlukan
adalah
tangan dan ketekunan, tanpa
adalah
penggulung
benang
tenun
yang
baku
utama
(wantex).
cukup tersedia benang, Bahkan juga
keterampilan
disebut benang lusi atau lungsin.
membutuhkan
teknologi
Benang
modern.
Namun
demikian
kebutuhan
akan
tersebut
ukurannya
satuan
disebut
Sedangkan,
palu.
inovasi
dan
hiasannya
kreativitas desain motif produk
(songketnya)
menggunakan
yang dinamis mutlak diperlukan
benang
atau
sesuai dengan perkembangan
makao
benang
pakan. Benang tersebut satuan
zaman
ukurannya disebut pak. Benang
mengutamakan aspek seni dan
lusi dan makaoitu pada dasarnya
artistik produk. Pembuatan kain
berbeda,
tenun ikat maumere yang umum
maupun Perbedaan 16
baik
warna,
bahan inilah
ukuran seratnya. yang
dilakukan
yang
pengrajin
seringkali
di
desa
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
Wololora
adalah
tenun
ikat
dimasyarakatkan
kembali
maumere.
penggunaannya.
Kain tenun ikat maumere adalah
Pembuatan motif-motif meru-
kain yang dibuat dari proses
pakan
menenun oleh para wanita yang
pengrajin tenun ikat. Dalam hal
spesifik.
Tenun
ini kampung Wololora menjadi
merupakan
kegiatan
sendiri mebuat
pusat
salah
satu
pengrajin
daerah
tenun
ikat
Keistimewaan
kain
kain tenun ikat dengan cara
maumere.
memasukan
tenun di desa Wololora selalu
horizontal benang
benang pada
pakan
benang
lungsin.
–
(“Mo’ang
menggunakan
warna
gelap:
hitam, coklat, biru, dan biru –
Lesu”,1607 )
hitam ditambahkan hiasan sulur
Tenun adalah merupakan salah
biru. Ada satu motif yang sangat
satu seni budaya kain tradisional
indah, yakni motif
orang maumere yang diproduksi
Terdapat corak bunga mawar.
di Wololora kabupaten sikka.
Menurut cerita lisan turun -
Tenun ikat maumere memiliki
temurun, motif ini merupakan
makna, nilai sejarah, dan teknik
kain khas yang hanya dikenakan
yang tinggi dari segi warna,
putri – putri
motif, dan jenis bahan serta
Motif mawarani paling digemari
benang yang digunakan dan tiap
oleh pembeli kaum perempuan.
daerah memiliki ciri khas masing
Untuk membuat selembar kain
– masing. Tenun sebagai salah
tenun ikat dengan motif paling
satu
sederhana
warisan budaya tinggi
(heritage) kebanggaan dan
merupakan orang
mencerminkan
maumere, jati
diri
mereka. Oleh sebab itu, tenun ikat
baik
dari
segi
teknik
produksi, desaen dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta
mewarnai.
kerajaan sikka.
memerlukan waktu
paling tidak satu bulan. Fungsi Kain Tenun Ikat Dalam Masyarakat Wololora Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat.
Bermacam
kekuatan yang harus dihadapi 17
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
masyarakat
dan
anggota-
dengan ada penghasilan kain
anggotanya
seperti
kekuatan
tenun ikat tersebut mereka dapat
alam,
maupun
kekuatan
kekuatan-
lainnya
anak-anak
dalam
mereka dan dapat menunjang
masyarakat wololora itu sendiri
kehidupan yang lebih baik, dan
yang tidak selalu baik baginya.
aktivitas
Kecuali
itu,
di
menyekolahkan
sehari-hari
yang
manusia
dan
berhubungan dengan keperluan
masyarakat
memerlukan
pula
di
kepuasan,
baik
seperti
alat
untuk
bidang
memasak, alat untuk menyimpan
material.
dan sebagainya. Model-model
masya-
kain tenun ikat maumere sebagai
rakat tersebut di atas, untuk
kebutuhan rumah tangga pada
sebagian besar dipenuhi oleh
umumnya
kebudayaan
contoh
spiritual
di
dapur
maupun
Kebutuhan-kebutuhan
yang
bersumber
adat
iastiadatnya,
perkawinan,
orang
pada masyarakat itu sendiri. Kain
meninggal.sambut
tenun ikat maumere yang juga
disebut dengan komuni pertama.
merupakan bagian dari unsur
Kain
kebudayaan yang sampai saat ini
sebagai keperluan rumah tangga
masih
dengan
dan adat-istiadat sampai dengan
pesat di desa Wololora Baopaat
saat ini masih diproduksi oleh
mempunyai berbagai fungsi di
para pengrajin di desa Wololora
daalam
ini
berkembang
kehidupan
tenun
baru
ikat
masih
memakainya.
kain tenun ikat bagi masyarakat
Wololora
Wololora di Maumere adalah
mempergunakannya
sebagai berikut.
mereka
Kain
tenun
mempunyai memenuhi
ikat
Maumere
fungsi
yang
Masyarakat masih
bias
tetap karene
membuatnya
sendiri. Walaupun
sekarang
zaman
rumah
sudah modern dengan berbagai
tangga dan adat istiadat dalam
kain-kain yang diproduksi oleh
arti untuk memenuhi kebutuhan
pabrik dari bahan sutra, namun
kehidupan mereka dalam artian
kain tenun ikat maumere dalam
18
kebutuhan
untuk
maumere
banyak
masyarakatnya. Adapun fungsi
atau
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
kegiatan-kegiatan
perkawinan
tidak mudah dapat digantikan dengan benda lain. Misalnya sarung diganti dengan uang, karena kain tenun ikat sudah menjadi
tradisi
maumere
buat
orang
ada
pesta
ketika
perkawinan.
tidak lupa dengan warna budaya sendiri.(Dr. Th. Galestein ) KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis kumpulkan dan penulis
sajikan
pembuatan maumere
dalam
kain di
skripsi
tenun
desa
ikat
Wololora
Nilai Hidup
kecamatan Lela kabupaten Sikka
Menenun, menenun dan terus
Nusa
menenun,
seperti
dapat ditarik kesimpulan bahwa
kaum
ikat tenun merupakan salah satu
sudah
‘falsafah’
hidup
bagi
Tenggara
Timur,
perempuan di desa Wololora.
adat-istiadat
Tidak sedikit hasil tenunan dari
yang terbuat dari kapas dan
karya
yang
menjadi
dengan tekun mengikat benang,
lungsin,
sabar merangkai motif, serta
merupakan
terampil
tangga, dan sebagai antar belis
tangan
mereka
dalam
menenun.
orang
maka
benang ikat
maumere
pakan
atau
tenun
juga
kebutuhan
rumah
Sesungguhnya, ibu-ibu penenun
(perkawinan).
ini,
menenun
Penulis juga mendapati bahwa
selembar kain dengan nilai jual
pelaku dari pengrajin ikat tenun
secara ekonomis, tetapi mereka
pada orang Maumere di desa
juga merangkai dan menenun
Wololora hanya dilakukan oleh
motif sejarah, budaya, nilai-nilai
perempuan saja dan kebanyakan
hidup, identitas kampung, pesan
orang-orang zaman dulu mereka
moral dan sosial, serta kekhasan
melestarikan budaya ikat tenun
mereka
dengan
tidak
hanya
sebagai
kelembutan,
perempuan;
kesabaran,
rasa
dasar
mengunakan dari
pohon
memiliki dan berbagai. Menenun
Sedangkan
“warisan” leluhur, agar generasi
perempuan
sekarang dan yang akan datang
menggunakan
bahan kapas.
perempuansekarang
mereka
bahan-bahan
19
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
produk dari pabrik. Pengrajin ikat
mudah tetapi harus memiliki
tenun
desa
teknik tersendiri dan kemahiran
hasil
dalam mempersiapkan bahan-
orang
Wololora
maumere
memasarkan
tenun mereka, kebanyakan hasil
bahannya
ikat
motifnya, perempuan Wololora
tenun
itu
dipergunakan
dan
mengikat
untuk perkawinan dan lain-lain.
membuat ikat tenun dengan
Ikat tenun terbuat dari kapas dan
prosesnya yaitu ; mengumpulkan
menjadi benang lungsin atau
bahan
untuk
banang pakan,
tenun,
mempersiapkan
pewarna
dari
membuat
ikat bahan
wantex dan juga obat celup atau
yang telah dikumpulkan, dan
biasa disebut TRO, SODA, ASBO,
membuat
AS, BIRU B.
motifnya.
Membuat
ikat
tenun
atau
mengikat
tidak DAFTAR PUSTAKA
Arby, Aurora; Alexander, Bell, & Soleman, Bessie. 1995. Album seni budaya Nusa Tenggara Timur. Depertemen Pendididkan dan Kebudayaan. Kupang. Erni, 2003, Jurnal studi pembangunan interdisplin kebudayaan. Spradley, 2006, Metode etnografi Yogyakarta: Tiara wacana. 1607. Artikel kerajaan sikka. P.Sareng Orinbao, Kamus Bahasa dan Budaya Sikka-Krowe, Maumere – Flores – Nusa Tenggara Timur, 2003. P.Sareng Orinbao, Seni Tenun Suatu Budaya Segi Kebudayaan Orang Flores Berger, Asa Arthur. 2010. Pengantar SEMIOTIKA Tanda-tanda Dalam Kebudayaan Kontenporer. Tiara Wacana Press: Yogyakarta Boru, Melkianus. 1989. Motif Selimut Adat Kabupaten DATI II TTS. Pemerintah Daerah Tingkat II TTS. Soe. Bungin,
20
Burhan.
2001, Metodologi Penelitian University Press. Surabaya.
Sosial.
Airlangga
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
. Marie Jeanne Adams. Sistem and Meaning 1969
____________. 2003. Metode Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo. Jakarta. Hidajad, Z. M. 1976. Masyarakat dan Kebudayaan: Suku-suku Bangsa di Nusa Tenggara Timur. Tarsito. Bandung. Marpaung dan Bahar. 2000. Pengantar pariwisata. Bandung Alfabeta. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Reneka Cipta. Jakarta. Laksono. 1999. Teori Budaya. Pustaka Pelajar Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Cetakan XII Koentjaraningrat, 1981, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta Rineke cipta. Clyde Kluckhohn Pelly 1994. jurnal nilai-budaya-sistem-nilai-danorientasi-nilai-budaya. Bogdan, R. C. dan Taylor,1975, Introduction To Qualitative Research Methods, John Willey And sons,new york. Nuban Timo, Eben. 2006. Pemberitaan Firman Pencinta Budaya. BPK Gunung Mulia. Jakarta Maga, Djawa & Maria, H. Kalau. 1998. Pengetahuan Lingkungan dan Sosial Budaya Daerah Nusa Tenggara Timur. PT Pabelan. Kupang. Mansour Fakih. 2007. Analisis gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Jogyakarta ____________. 2007. Sidik Jari ALLAH Dalam Budaya. Ledalero. Maumere NTT. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alvabeta. Bandung. Suhardini. 2000. Tenun Ikat Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Suparlan, Parsudi. 1971. Kebudayaan Timur: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Therik, Yes. 1989. Tenun Ikat dari Timur. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Widiarto, Tri. 2005. Pengantar Antropologi Budaya. Widya Sari Press. Salatiga. Kartiwa, Suwati. (2007). Tenun Ikat: Ragam Kain Tradisional Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Martasudjita, E., Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjauan Teologi, Liturigis, 21 Pastoral, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Jurnal Holistik, Tahun VIII No. 16 / Juli - Desember 2015
22