PARAMETER YANG MEMPENGARUHI LANGSUNG PENYERAPAN OBAT
Obat = Zat Aktif + Pembawa
Dispersi padatan zat aktif
pelepasan (liberasi)
I M. A. GELGEL WIRASUTA
Dispersi molekular zat aktif
pelarutan (disolusi)
Darah
penyerapan (absorpsi)
Laju penyerapan zat aktif ke dalam sistem sistemik adalah resultan laju dari sederetan proses: - liberasi, - disolusi, dan - absorpsi
ASPEK TELAAH BIOFARMASETIKA
Sesuai dengan teori kinetik keseluruhan laju ditentukan oleh laju yang paling lambat dari rangkaian proses
Laju penyerapan zat aktif akan tergantung pada 1. Laju pelarutan zat aktif dalam cairan biologik di sekitar membran 2. Karakter fisiko-kimia yang dapat mempengaruhi proses penyerapan 3. Perbedaan sifat fisiko-kimia tersebut menyebabkan perbedaan keterserapan zat aktif. (terdapat zat aktif yang mudah atau susah diserap)
Absorpsi, Disolusi dan laju difusi zat aktif dalam cairan biologi
Absorpsi, Disolusi dan laju difusi zat aktif dalam cairan biologi Hukum Noyes dan Withney
dC = K A (C s − C) dt dC/dt = laju pelarutan A = Luas kontak permukaan senyawa yang tak terlarut Cs = Konsentrasi zat aktif dalam pelarut disekitar zat aktif C = jumlah zat aktif yang terlarut dalam waktu t dalam pelarut yang tersedia K = tetapan laju pelarutan
dC = K A (C s − C) dt
dW D A (C s − C ) = dt h
Persamaan Nerst dan Bruner, menyatakanpelarutan terjadi dengan perantaran suatu lapisan difusi
dW D A (C s − C ) = dt h dW/dt =Laju pelarutan W = Berat zat aktif yang terlarut D Koefisien difusi zat aktif yang terlarut dalam pelarut (nilai tergantung pada suhu dan pengadukan) C = Jumlah zat aktif terlarut dalam waktu t dan dalam volum total pelarut Cs = Konsentrasi jenuh zat aktif (membatasi kelarutan dalam cairan disekitar partikel dengan tebal h h = teballapisan pelarut
Persamaan ini menunjukkan: Zat aktif segera terlarut di dalam lapisan pelarut yang sangat tipis di sekitar zat aktif hingga diperoleh suatu larutan jenuh Zat aktif terlarut pada lapisan jenuh akan berdifusi ke lapisan tak jenuh Ketidakjenuhan akan terjadi bila terjadi peyerapan zat aktif ke dalam sistem sistemik
1
Faktor-faktor yang berpengaruh pada laju pelarutan zat aktif 1. Ukuran partikel 2. Kelarutan zat aktif a. b. c.
Perubahan sifat kimia (pembentukan garam, ester) Perubahan keadaan fisik (bentuk kristal atau amorf, polimorfisa,solvat dan hidrat) Formulasi dan teknologi (pembentukan eutetik dan larutan padat, pembentukan kompleks, bahan yang dapat mengubah ketetapan dielektrik cairan, bahan pelarut miselar, penyalutan dengan senyawa hidrofil)
1.Ukuran partikel
log
2V γ S = S o 2,303 RTr
S So γ V R T r
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorpsi bila pengecilan ukuran tersebut berpengaruhi proses pelarutan. Pengurangan ukuran partikel berperan tidak hanya pada laju penyerapan tetapi juga pada kecilnya derajat kelarutan suatu senyawa
2.Pengaruh Kelarutan Zat Aktif dW D A (C s − C ) = dt h
Berbanding lurus dengan A dan (Cs-C) Terdapat beberapa cara untuk mempengaruhi kelarutan: a. b. c.
Baik persamaan Noyes dan Withney ataupun Nerst dan Bruner menyatakan laju kelarutan berbanding langsung dengan luas permukaan efektif dari zat aktif yang kontak Penurunan ukuran partikel zat aktif akan meningkatkan luas permukaan kontak zat aktif dan pelarut
1.Ukuran partikel Pertimbangan dalam menurunkan ukuran partikel Kesulitan dalam pembasahan atau terjadi reaglomerasi partikel akibat efek penumpukan energi yang terjadi selama pengadukan mekanik yang kuat, akibatnya laju pelarutan diperlambat
= Kelarutan partikel yang dimikronisasi = Kelarutan partikel yang tidak dimikronisasi = Tegangan permukaan = Volume molar = tetapan gas = suhu mutlak = jari-jari partikel
dC = K A (C s − C) dt
1. Ukuran partikel
Penggunaan ukuran partikel lebih besar untuk menghambat laju absorpsi Bila ukuran partikel tidak berpengaruh pada jalu absorpsi Peningkatan luas permukaan spesifik dapat meningkatkan keraktifan obat
2.a.1. Pengaruh pembentukan garam Pembentukan garam bertujuan untuk merubah senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air menjadi bentuk garamnya sehingga diperoleh peningkatan jalu kelarutan
Kimia: perubahan kimia dengan pembentukan garam, ester, kompleks dll, Fisik: perubahan bentuk kristal zat aktif, solven dan hidrat Farmasetik: pebambahan eksipien (bahan penglarut, pembentukan kompleks dll)
2
2.a.2. Pengaruh pembentukan ester
2.b.Faktor Fisik Bentuk kristal dan amorf
Pembentukan ester dimaksudkan untuk
Bentuk kristal umumnya lebih sukar larut daripada bentuk amorfnya
Polimorfisa
Menghindari penguraian zat aktif di lambung „eritromisin atau linkomisin“ Menghambat atau memperpanjang aksi berbagai zat aktif Menutupi rasa tidak enak „ester palmitat dari kloramfenikol“
2.b.Faktor Fisik Solvat dan Hidrat Selama kristalisasi, molekul air dan molekul pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya menghasilkan solvat, bila pelarut air terbentuk hidrat Umumnya senyawa anhidratnya menunjukkan laju pelarutan yang lebih tinggi dibantingkan bentuk hidratnya Hidrat atau solvat dapat terbentuk pada pembuatan atau penyimpanan obat
2.c.1. Pembentukan Eutetik atau larutan padat Campuran ini dibuat dengan cara meleburkan ke dua campuran tersebut → mencampurnya hingga dingin dan memadat → diserbukkan Pada keadaan ini zat aktif berada dalam dispersi molekular padat Bila campuran ini dilarutkan maka akan segera melepaskan zat aktif dengan demikian dapat meningkatkan kelarutan
Bentuk metastabil paling mudah larut, tetapi bentuk ini secara lambat laun akan berubah menuju bentuk yang stabil Contoh „Andreson: kloramfenikol → bentuk pilomorf A, B, C dan amorf → hanya bentuk B dan amorf yang larut air, Polimort B“metastabil“ memberi bioavailabilitas 10 kali lebih besar dari bentuk amorfnya
2.c. Faktor Formulasi dan teknologi i.
Pembentukan Eutetik atau larutan padat ¾
¾
Campuran padatan dua senyawa yang masing-masing umumnya mempunyai suhu lebur dibawah suhu lebur masing-masing senyawa penyusun Larutan padat merupakan campuran padatan yang terdiri dari suatu matriks padat yang sangat larut dalam air dan tidak aktif secara farmakologi dan campuran zat aktif yang sukar larut
2.c.1. Pembentukan Eutetik atau larutan padat Contoh campuran eutetik dan larutan padat Manitol Urea (dengan kloramfenikol), atau (dengan sulfatiasol) Asam suksinat (dengan griseofulvin) Polivinilpirolidon (dengan griseofulvin atau dengan reserpin) Asam askorbat (dengan sulfatiasol) Asam deoksikholin
3
2.c.2. Pembentukan Kompleks Merupakan kombinasi antara dua atau lebih ion atau molekul obat yang tidak terikat secara kovalen atau ionik, tetapi terikat dengan ikatan: Intermolekular Ikatan hidrogen, Van der walls dll
Sehingga terjadi perubahan: Kelarutan, ukuran molekular, keterdistribusian dan koefisien partisi antara minyak-air
2.c.2. Pembentukan Kompleks Contoh pembentukan kompleks Penyerapan logam Fe disaluran cerna dapat ditingkatkan dengan pembentukan kompleks asam sitrat dan asam etilendiamina-tetrasetat Pembentukan clathrates atau „senyawa dalam sangkar“ yang menjebak senyawa lain dalam ruang strukturnya
2.c.2. Pembentukan Kompleks Zat Aktif + Bahan kompleks
kompleks
[kompleks] Ks = [zat aktif ][bahan kompleks]
Pembentukan kompleks dapat meningkatkan kelarutan Tetapi kompleks tidak dapat melintasi membran, namun karena ikatan dalam kompleks merupakan ikatan reversible, sehingga kopleks dapat kembali terputus dan terserap oleh membran
2.c.3. Bahan yang dapat mengubah tetapan dielektrik cairan Penambahan senyawa tertentu seperti gliserin, polioksi-etilenglikol, propilenglikol, dll → dapat mengubah tetapan dielektrik cairan fisiologik sehingga memudahkan kelarutan
Asam galat, tiourea, amilosa, dan zeloit
2.c.3. Bahan penglarut miselar Surfaktan merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai lipofil dan bagian hidrofil Surfaktan dapat meningkatkan atau menurunkan penyerapan zat aktif Misel tidak dapat melintasi membran karena susunan steriknya sehingga misel tsb tidak dapat menembus poripori membran Namun misel dapat menembus membran secara difusi pasif, karena karakter polar feriper
Kinetika pengerapan misel menurut GIBALDI
Zat Aktif
Zat Aktif terlarut dalam misel M
Zat Aktif bebas dalam cairan saluran cerna (U)
Zat Aktif dalam darah
4
Keterserapan dan Karakter fisiko kimia a) Proses penyerapan khusus, seperti penserapan aktif, pinositosis tidak banyak terjadi pada absorpsi molekul obat b) Transpor pasif Sebagian besar zat aktif diserap secara difusi pasif mengikuti hukum fick
dQ DKA (∆C ) = dt h
∆C = perbedaan konsentrasi A = luas permukaan membran yg kontak dengan pelarut K = koefisien distribusi (partisi) xenobiotika D = koefisien difusinya h = tebal membran
Berdasarkan hukum Fick maka penyerapan: Berbanding langsung dengan tebal membran, dalam hal ini tebal membran tidak dapat diubah Bendanding lurus dengan luas permukaan mukusa yang kontak dengan cairan yang mengandung zat aktif Berbanding langsung dengan perbedaan konsentrasi di kedua sisi membran Berbanding lurus dengan K koefisien partisi zat aktif ke dalam membran biologik dan cairan membran biologik yang mengandung zat aktif terlarut dan kontak dengan mukosa penyerap Laju perlintasan membran berbanding dengan koefisien difusi D senyawa melintasi membran
Fase Toksokinetik: Absorpsi - Transpor xenobiotika lewat membran sel. ; difusi pasif
Model Koefisien Partisi K=
[dalam fase lemak ] [dalam fase berair ]
Untuk mencari pendekatan harga K yang tepat dengan sistem biologi telah dilakukan berbagai penelitian diperoleh, bahwa harga koefesien partisi zat aktif dalam sistem noktanol/air pH 7 yang paling tepat dengan sistem biologi
Transfor secara penyaringan Ukuran partikel dan bentuk molekul Ukuran diameter pori 4 – 10 Å
Muatan dielektrik Diantara kedua kutub membran terdapat perbedaan potensial, sehingga sejumlah molekul yang terionkan dapat ditolak atau sebaliknya ditarik melintasi membran dengan gradien listrik
Pengaruh konstanta disosiasi (pKa)
Henderson-Hasselbalch: asam (HA)
rasio
=
Basa
rasio =
[HA ] =
[A ] −
[B ]
10
[BH ] = 10 +
( pKa
− pH
)
( pKa − pH )
warfarin (pKa = 4.8) pada pH cairan biologis = pKa, → 50% warfarin akan berada dalam bentuk ionnya. Jika pH lingkungan meningkat → 5,8, maka hanya sekitar 10% dari warfarin yang berada dalam bentun non-ionnya
Faktor sediaan yang berperan pada keterserapan zat aktif Tahap liberasi Interaksi dengan bahan tambahan Stabilitas zat aktif dalam cairan biologik
5