PANDUAN SKILLSLAB KELUHAN PERUT
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN Universitas Abdurrab PEKANBARU 2014/2015
PANDUAN SKILLSLAB KELUHAN PERUT
Penyusun : Trinur Kristina,Prof,dr,MKes,PhD Lasiah Susanti, dr, MPH Huda Marlinawati,dr
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN Universitas Abdurrab PEKANBARU 2014/2015
DAFTAR ISI
DESKRIPSI SINGKAT Skillslab modul keluhan perut akan dilaksanakan secara komprehensif. Dalam pelaksanaannya, mahasiswa diharapkan dapat menegakkan diagnosis banding dan menentukan pemeriksaan penunjang melalui kemampuan anamnesis. Setelah itu, mahasiswa diharapkan mampu menentukan dan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis yang ditemukan kemudian dijadikan rujukan dalam menentukan penatalaksanaan sesuai kondisi pasien. Skills atau keterampilan klinis yang dibahas dalam modul ini meliputi anamnesis dan konseling, pemeriksaan fisik abdomen (termasuk hepar, lien, asites), resusitasi cairan dan pemasangan jalur intravena. Sebagian besar skills sudah pernah dibahas dan diujikan dalam modul terdahulu, namun belum pernah diaplikasikan secara komprehensif.
Tabel 1. Daftar Keterampilan Klinik Sesuai SKDI (2012)
TOPIC TREE SKILLS LAB KELUHAN PERUT
· Hepatitis
· Trauma perut
· Abses Hepar
· Peritonitis lokal dan generalisata
· Fatty Liver dan Sirosis Hepatis
· Ileus
· Gagal Hepar
· Penurunan kesadaran akibat disfungsi
· Neoplasma Hepar
hepar, pankreas dan saluran cerna
· Kolesistitis dan kolelitiasis
· Pendarahan saluran cerna
· Empiema dan hidrops kandung empedu
· Intusepsi dan invaginasi
Gangguan Hepatobiliaris
Gawat abdomen
KELUHAN PERUT
Gangguan Saluran Cerna
Gangguan Metabolisme
· Gastritis dan Ulkus Gaster
· Hipoglikemia
· Kolitis, Kolitis Ulceratif, Penyakit Crohn
· Hiperglikemia
dan Irritable Bowel Syndrom · Kelainan kongenital : labiopalatoschisis,
· Diabetes Melitus · Gagal hepar
atresia ani, Hirchprung, Divertikulum
· Koma diabetikum
Meckel, Fistula Umbilikal
· Koma hepatikum
· Hernia
TATA TERTIB PELAKSANAAN SKILLS LAB 1.
Mahasiswa wajib hadir tepat pada waktunya dengan batas keterlambatan 15 menit. Jika mahasiswa datang setelah skills lab berlangsung selama 15 menit, mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti skills lab.
2.
Ketua/perwakilan masing-masing kelompok meminjam alat dan bahan yang dibutuhkan kepada asisten skill lab paling lambat 15 menit sebelum kegiatan dimulai
3.
Mahasiswa wajib membawa buku panduan skills lab.
4.
Mahasiswa memakai baju skills lab sebelum masuk ruangan.
5.
Mahasiswa harus mempelajari materi skills lab sebelumnya.
6.
Sebelum skills lab dilaksanakan, akan diadakan pretest selama 10 menit tentang materi yang akan dipelajari dalam skills lab tersebut.
7.
Selama skills lab berlangsung, mahasiswa tidak diperbolehkan makan, minum, merokok, bergurau, atau hal-hal lain yang dapat mengganggu suasana skills lab.
8.
Mahasiswa harus merapikan kuku-kuku jari (kuku yang panjang tidak diperkenankan mengikuti skills lab)
9.
Seusai skills lab, mahasiswa wajib membersihkan dan merapikan ruangan skills lab seperti semula.
10. Mahasiswa yang merusak atau menghilangkan peralatan yang digunakan selama skills lab wajib mengganti peralatan tersebut. 11. Jika berhalangan hadir karena sakit atau sebab yang lain segera dilaporkan pada dosen/PJ skills lab disertai bukti berupa surat (jika sakit, ada surat dari dokter yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan mahasiswa).
DESKRIPSI PRAKTIK SKILLSLAB KELUHAN PERUT
Sesi I: keluhan mata kuning, nyeri perut, nyeri ulu hati, muntah darah, berak seperti dempul Tujuan pembelajaran : a.
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, dan pemeriksaan fisik
abdomen terkait
masalah pada sistem hepatobiliaris b.
Bila diberikan data sekunder, mahasiswa mampu menentukan diagnosis banding, menegakkan diagnosis serta merencanakan terapi dan pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Deskripsi praktik: 1.
Kuis (pertanyaan tertulis): 10 menit
2.
Review kasus: ∑ penyusunan diagnosis banding (anamnesis) ∑ penentuan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai (keadaan
umum,
pemeriksaan fisik abdomen termasuk hepar,lien, asites) ∑ penentuan penatalaksanaan 3.
Role play
4.
Mahasiswa mendiskusikan (dengan bantuan check-list)
Sesi II: keluhan nyeri perut, nyeri ulu hati, perut kram, perut kembung, muntah, sembelit Tujuan pembelajaran : a.
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, dan pemeriksaan fisik
abdomen terkait
masalah pada gawat darurat abdomen termasuk pemeriksaan rangsangan peritoneal b.
Bila diberikan data sekunder, mahasiswa mampu menentukan diagnosis banding, menegakkan diagnosis serta merencanakan terapi dan pemeriksaan penunjang yang sesuai pada kasus-kasus gawat darurat abdomen
Deskripsi praktik: 1. Kuis (pertanyaan tertulis): 10 menit 2. Review kasus: ∑ penyusunan diagnosis banding (anamnesis) ∑ penentuan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai (keadaan umum, pemeriksaan fisik abdomen termasuk rangsang peritoneal) ∑ penentuan penatalaksanaan 3. Role play 4. Mahasiswa mendiskusikan (dengan bantuan check-list)
Sesi III: diare, muntah Tujuan pembelajaran : a.
Mahasiswa mampu melakukan pemasangan infus pada pasien
b.
Mahasiswa mampu melakukan resusitasi cairan pada pasien dehidrasi
Deskripsi praktik 1.
Kuis (pertanyaan tertulis): 10 menit
2.
Review kasus: ∑
penyusunan diagnosis banding (anamnesis)
∑
penentuan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai (keadaan umum, pemeriksaan fisik abdomen)
∑
penentuan penatalaksanaan (pemasangan jalur intravena, resusitasi cairan)
3.
Role play
4.
Mahasiswa mendiskusikan (dengan bantuan check-list)
Sesi IV: Penurunan berat badan, polifagi, polidipsi, poliuria Tujuan pembelajaran : a.
Bila dberikan data sekunder, mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait kasus gangguan metabolic
b.
· Bila diberikan data, mahasiswa mampu melakukan konseling dan penyuluhan terkait masalah gizi pada pasien gangguan metabolik dan masalah gizi masyarakat
Deskripsi praktik 1.
Kuis (pertanyaan tertulis): 10 menit
2.
Review kasus: ∑
penyusunan diagnosis banding (anamnesis)
∑
penentuan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai (keadaan umum, penilaian status gizi, pemeriksaan gula darah)
∑
penentuan penatalaksanaan (pengaturan diet, pemberian insulin, konseling)
3.
Role play
4.
Mahasiswa mendiskusikan (dengan bantuan check-list)
ANAMNESIS I.
Pendahuluan Anamnesis merupakan skills dasar yang wajib dimiliki seorang dokter. Anamnesis yang
baik dapat mempersempit diagnosis banding dan menegakkan diagnosis yang akurat. Pencapaian anamnesis yang baik membutuhkan kemampuan komunikasi berupa sambung rasa dan pendekatan kepada pasien. Untuk itu pemeriksa/dokter harus memiliki kemampuan menjadi pembicara dan pendengar yang baik, mengetahui/menguasai bahasa non verbal, cara bertanya yang baik,mampu menjaga suasana aman dan nyaman. Selama anamnesis diharapkan pemeriksa/dokter dapat menggali informasi dari pasien untuk kemudian dijadikan dasar menyusun diagnosis banding. Berdasarkan diagnosis banding yang diperoleh, dapat ditentukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk membantu menegakkan diagnosis dan menentukan penatalaksanaan.
Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat lingkungan, kebiasaan dan gizi
Diagnosis banding
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Penegakan diagnosis
Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi Keluhan utama yang akan dibahas dalam skillslab keluhan perut meliputi keluhan yang sering muncul pada sistem gastrointestinal, hepatobilier dan pankreas serta sistem endokrin, metabolisme, dan nutrisi
Tabel 2. Daftar permasalahan/keluhan berdasarkan SKDI
Beberapa masalah/keluhan diatas sudah pernah dibahas pada modul sebelumnya. Pada skillslab keluhan perut, keluhan yang akan dibahas meliputi: -
Mata kuning
-
Nyeri perut
-
Nyeri ulu hati
-
Perut kram
-
Perut kembung
-
Muntah
-
Muntah darah
-
Diare
-
Berak berlendir dan berdarah
-
Berak berwarna hitam
-
Berak seperti dempul
-
Gangguan gizi
-
Penurunan berat badan drastis
-
Polifagia, polidipsi,poliuria
II.
Keluhan perut a.
Nyeri Nyeri adalah sensasi tidak nyaman yang dirasakan akibat kondisi tertentu. Pasien
seringkali datang dengan berbagai macam keluhan nyeri seperti nyeri perut, nyeri ulu hati, perut kram. Organ viseral tidak peka terhadap rabaan, irisan, atau cubitan, tetapi menimbulkan sensasi nyeri apabila mendapat stimulus seperti distensi, kontraksi berlebihan, iritasi toksin atau bahan kimia lainnya. Nyeri perut dapat diklasifikasikan menjadi nyeri viseral, parietal, nyeri alih. Nyeri viseral bervariasi dari rasa kram hingga sensasi tidak nyaman. Etiologi biasa diakibatkan inflamasi, distensi atau spasme otot polos organ terlibat misal nyeri epigastrik pada kasus gastritis. Nyeri visceral dapat disebabkan inflamasi ataupun iritasi pada peritoneum misal pada kasus appendisitis perforata. Nyeri visceral biasanya berupa nyeri tajam sesuai dengan dermatom persarafan yang terlibat. Nyeri alih muncul karena jalur persarafan yang sama dengan organ terlibat misal nyeri alih ke lengan kanan kemungkinan berasal dari hepatobilier, lengan kiri dari lien, punggung tengah dari pankreas. Lokasi dan penjalaran/distribusi nyeri dapat membantu menentukan struktur anatomis yang terlibat (Gambar 1). Selain itu, onset, karakter, durasi, frekuensi, faktor memperberat dan memperingan juga dapat membantu menentukan struktur anatomis serta penyusunan diagnosis banding. -
Nyeri primer di Epigastrum Harus dipikirkan asal organ pankreas, gaster, duodenum atau hati. Kelainan
pankreas rasa nyeri sering diprojeksikan langsung kebelakang diatas vertebra lumbalis. Sementara kelainan gaster/duodenum rasa nyeri jarang diprojeksikan kebelakang. Bila hal ini dikeluhkan berarti telah terjadi lesi dinding posterior disertai lesi organ dibelakang gaster/duodenum. Nyeri epigastrik lama diikuti nyeri kebelakang mendadak menunjukkan ada invasi lesi kebelakang misalnya ke pankreas, misalnya tukak peptik dinding belakang yang berpenetrasi ke pankreas. Rasa nyeri pada kelainan hati sering diprojeksikan ke dada, terutama sisi kanan, hal ini terjadi bila terdapat penyakit hati difus (hepatitis) atau lesi terlokalisisr di facies diafragmatika (abses hati, abses subfrenik). Kelainan esofagus distal dan infark miokard kadang dirasakan nyeri di epigastrium ( Lihat Gambar I). -
Nyeri primer di Kuadran kanan atas Sumber nyeri biasanya kelainan di vesica felea,duodenum kadang-kadang hati
dan jarang ari kolon. Nyeri dari vesica felea sering diprojeksikan langsung kedinding dada kanan belakang pada suatu daerah terbatas diujung skapula kanan, sedang projeksi ke bahu kanan (supraklavikula kanan) bisa terjadi namun jarang tergantung ada iritasi diafragma atau tidak. Projeksi supraklavikula sering nyata pada abses sub frenik .
-
Nyeri primer di Kuadran kiri atas Sumber nyeri biasanya limfa, gaster jarang berasal dari lobus kiri hati dan kolon.
Kelainan diafragma, paru-paru dan jantung juga bisa memberikan keluhan nyeri kiri atas. Penyebaran bisa ke bahu/supraklavikula kiri bila mengiritasi diafragma kiri misalnya pada splenitis atau ruptur lien -
Nyeri primer regio umbilikalis Sumber nyeri paling sering adalah kelainan usus halus jarang berasal dari
kelainan aorta atau pankreas. Nyeripada kelainan usus halus dirasa difus ke depan dan tidak dijalarkan kebelakang, kadang-kadang saja dijalarkan ke kwadrant bawah. Sementara organ retro peritoneal seperti pankreas dan aorta hampir selalu diprojeksikan ke belakang -
Nyeri primer didaerah pinggang & regio lumbalis Sering karena kelainan ginjal, tetapi bisa juga kelainan vesika felea ( regio
lumbalis kanan ), kolon asenden (regio lumbalis kanan) kolon desenden (regio lumbalis kiri). Nyeri karena kelainan ginjal meskipun terdapat regio lumbalis namun lebih nyata di belakang. Kelainan ureter memberikan rasa nyeri dari samping (flank/pinggang) menjalar ke lateral bawah abdomen dan bisa sampai ke kemaluan. Nyeri karena kelainan vesika felea di regio lumbalis kanan karena posisinya yang terlalu lateral yang merupakan variasi anatomik. Nyeri kolon di regio lumbalis biasanya dijalarkan secara difus pada kwadrant bawah. -
Nyeri primer kuadran bawah & regio suprapubik Kelainan kolon, apendik dan ileum terminal merupakan penyebab terbanyak,
tetapi ureter, ginjal, adneksa, bahkan gaster (pada gastroptosis) bisa dirasakan disini meskipun jarang. Nyeri pada kelainan kolon bersifat difus tidak dijalarkan kebelakang kecuali ada infiltrasi/invasi retroperitoneal. Nyeri pada kelainan ureter disebarkan oblique dari pnggang ke depan sampai genitalia. Nyeri pada kelainan apendiks dirasa didaerah Mc Burney pada kwadrant kanan bawah. Nyeri pada kelainan adneksa sering dikacaukan dengan nyeri pada kelainan kolon, namun penderita sering bisa menyatakan ada rasa nyeri di panggul yang dalam. 1. Karakter dan Kualitas Nyeri Karakter dan kualitas nyeri sukar dinyatakan tetapi penting untuk diagnostik, sehingga perlu digali semaksimal mungkin. Penderita sering secara spontan mengutarakan nyerinya namun tidak jarang dokter perlu mengeksplorasi. Tingkat beratnya rasa nyeri tergantung pada :beratnya penyakit itu sendiri, sensitivitas penderita dalam merasakan nyeri, penderita yang merasakan takut biasanya tingkat rasa nyerinya jadi lebih tinggi. Ada tiga karakter nyeri :
-
Bright pain (bright =cemerlang/terang) Bisa diterjemahkan secara bebas sebagai nyeri yang jelas atau tegas. Termasuk
ini : hot (panas), burning (rasa terbakar), sharp (tajam), knife like (seperti teriris), stabbing (seperti ditusuk). Bright pain diperut bagian atas biasanya berasal dari mukosa (lambung, duodenum) karena proses inflamasi meskipun keganasan bisa memberikan nyeri ini namun selalu berkaitan dengan inflamasi. Hal ini berbeda dengan nyeri diperut bagian bawah (ileum terminal dan kolon) bukan berasal dari mukosa, hal ini karena inervasinya yang kurang untuk menimbulkan rasa nyeri seperti tersebut. Proses inflamasi peritoneum parietale memberikan nyeri tajam yang jelas, sehingga penderita diam saja untuk mengurangi rasa nyerinya. Dengan gerakan usus akan menggeser peritoneum memberikan nyeri. Demikian juga pernafasan abdominal akan mengurang sampai menghilang. (Bandingkan dengan kolik abdomen). -
Dull pain (dull= tumpul) Penderita akan merasakan sebagai nyeri yang bersifat dull (tumpul), squeezing
(seperti diremas-remas), cramping (kram), colickly (kolik), like something too big, like something moving around. Rasa nyeri seperti diremas, kram, kolik dan merasakan sesuatu yang bergerak diperut menunjukkan proses diotot organ berongga misalnya sumbatan usus, batu empedu. Dull pain bisa juga karena usus tanpa sumbatan misalnya karena iskemi, tetapi iskemi usus yang lanjut akan memberikan rasa nyeri yang tajam. Bila dirasakan ada sesuatu yang membesar, biasanya ditemukan pembengkaan organ. -
Undifferentiated pain Seringkali sebagian penderita tidak bisa menyatakan karakter nyerinya, hal ini
berarti rasa nyeri tidak berasal dari mukosa, otot usus atau peritoneum tetapi berasal dari organ solid misalnya pankreas. Rasa nyeri dari pneumonia atau infark miokard yang dijalarkan ke perut juga sering sulit dilukiskan oleh penderita. 2. Onset dan Kronologi Nyeri i. Onset nyeri a.
Tanggal pertama kali timbul nyeri. Ini penting untuk secara pasti mengetahui berapa lama nyeri. Perlu dicari cara untuk memperkirakan tanggal yang mendekati kebenaran bila nyerinya sudah lama.
b.
Keadaan-keadaan di sekitar/mendahului waktu onset Misalnya trauma, stress fisik atau psikik, operasi, penggunaan obat yang tidak biasanya atau dosis berlebih setelah makan terlalu banyak atau setelah puasa.
∑
Nyeri gaster atau duodenum sering dikaitkan sebelumnya dengan stress fisik, psikik, setelah minum aspirin atau anti inflamasi nonsteroid.
∑ ii.
Pankreatitis kronik bisa didahului trauma perut.
Perkembangan nyeri Nyeri perut sering tidak konstan, kebanyakan terdapat eksaserbasi dan remisi. Perlu ditanyakan apakah nyerinya menetap (konstan) atau tidak (periodik), kalau menetap sepanjang hari atau malam. a.
Nyeri perut yang konstan paling sering disebabkan oleh karsinoma pankreas, “dissecting aneurysma” aorta abdominal dan penyebaran dari pneumonia atau infark miokard.
b.
Bila nyeri periodik perlu diperjelas periodisitasnya.
Berikut adalah beberapa jenis nyeri periodik: -
“Daily pain” adalah nyeri yang mempunyai periode yang berhubungan dengan aktifitas harian seperti makan, tidur dan gerakan tubuh. Nyeri dari lambung, duodenum dan pankreas yang mempunyai kaitan dengan sekresi adalah contoh yang baik.
-
“Episodic pain” adalah nyeri dimana pernah terdapat serangan kemudian terjadi remisi baru timbul serangan beberapa minggu atau bulan kemudian. Contohnya adalah batu empedu, relapsing pancreatitis.
iii.
Fluktuasi intensitas nyeri Perlu ditanyakan apakah intensitas nyeri makin meningkat secara tetap atau meningkat fluktuatif.
3. Faktor yang Memperberat nyeri Aktifitas tertentu sering memperberat rasa nyeri. Ini penting ditanyakan karena sering membantu diagnosa. i.
Bila makan dan minum memperberat keluhan nyeri hampir pasti berasal dari gaster, usus halus, kolon, pankreas atau kendung empedu. Contohnya, rasa nyeri dalam 45 menit setelah makan, rasa nyeri berasal dari gaster. Akibat rangsangan sekresi asam lambung atau makanan itu sendiri merangsang inflamasi mukosa lambung
ii.
Untuk rasa nyeri diduodenum, kandung empedu atau pankreas biasanya >45 menit, karena diperlukan rangsangan diduodenum untuk menghasilkan cholesistokinin, sekretin pankreozymin.
iii.
Rasa nyeri kolon dan usus halus yang berhubungan dengan waktu makan umumnya menunjuk adanya sumbatan.
iv.
Makanan tertentu misal kopi, alkohol, panas, pedas, asam juga obat-obatan seperti aspirin, anti inflamasi non steroid, eritromissin, elixir yang mengandung alkohol sering membangkitkan nyeri pada inflamasi gaster dan duodenum.
v.
Posisi badan tertentu misalnya terlentang pada pankreatitis, badan ekstensi pada intestinal obstruksi akan menambah rasa nyeri.
vi.
Aktifitas fisik akan menambah rasa nyeri pada pankreatitis, apendisitis dan peritonitis.
vii.
Bila batuk, bersin nafas dalam memperberat nyeri berasal dari dinding abdomen atau terutama diafragma.
viii.
Pada
peritonitis atau
pasca
bedah
abdomen
bagian
atas penderita
akan
mengurangi/meniadakan pernafasan abdominal untuk mengurangi nyeri. 5. Faktor Yang Mengurangi Rasa Nyeri Untuk faktor ini dapat diketahui dengan menanyakan apa yang mengurangi rasa nyeri. Obat apa? Posisi apa? Gerakan bagaimana ? i.
Bila dengan minum antasid mengurangi rasa nyeri perut bagian atas, mencurigai kearah inflamasi gaster/duodenum karena asam lambung.
ii.
Defekasi mengurangi rasa nyeri menunjuk kelainan kolon
iii.
Penderita memilih tidur agak membungkuk atau miring menunjukkan proses inflamasi di retroperitoneal misal pankreas.
iv.
Penderita dengan kolik abdomen sering gelisah dengan mengubah-ubah posisi untuk mencari posisi yang nyaman.
v.
Penderita dengan inflamasi peritoneal akan lebih memilih tidur diam tanpa gerakan. Gerakan badan akan menggerakkan usus yang bisa merangsang peritoneum menyebabkan nyeri.
b.
Muntah Muntah adalah pengeluaran isi perut/gaster ke mulut baik voluntar maupun
involunter. Pusat mual / muntah bisa terangsang baik oleh input saraf somatik maupun autonomik. Etiologi muntah dapat berasal dari gastrointestinal itu sendiri, sistem saraf pusat, sistem endokrin/metabolik, psikiatrik (self induced, psikogenik) (tabel 3). Sama seperti nyeri, riwayat penyakit sekarang tentang muntah, penting untuk membantu menentukan penyebab, struktur yang terlibat, menyusun diagnosis banding, hingga penatalaksanaannya. Kelainan pada lambung dan usus halus lebih sering memberikan keluhan mual dan muntah dibanding kolon. Muntah bisa regurgitatif karena sumbatan atau reflektoris karena inflamasi atau karena pembesaran organ solid yang relatif cepat misalnya pada hepatitis. Muntah pada obstruksi pylorus sering bersifat projektil dan warna kuning, sementara sumbatan didistal papila vateri muntah akan kehijauan sedang sumbatan didistal ligamentum treitz akan memberikan warna dan bau fekal. Seringkali muntah akibat gangguan atau
kelainan pada sistem gastrointestinal dapat disertai dengan darah. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya perdarahan pada saluran cerna, untuk itu penting menentukan karakteristik muntah sebagai dasar penentuan penatalaksanaan. Tabel 3. Penyebab muntah berdasarkan sistem organ Gastrointestinal
Sistem
saraf
Endokrin/meta
pusat
bolik
-
Gastroenteritis
-
Meningitis,ensefalitis
-
Uremia
-
Ulkus peptik
-
Migrain
-
Hiperkalsemia
-
Stenosis pilorik
-
Peningkatan
-
Hiponatremia
-
Obstruktif intestinal
intrakranial
-
Kehamilan
-
Ileus paralitik
-
Lesi batang otak
-
Ketoasidosis diabetik
-
Kolesistitis akut
-
Vertigo
-
Penyakit Addison
-
Pankreatitis akut
-
Meniere disease
-
Labirintitis
-
Alkohol sitotoksik,
tekanan
dan
obat:
antibiotik,
digoksin, opiat
c.
Perut kembung Perut kembung merupakan sensasi tidak nyaman yang dirasakan sebagai perut terasa
penuh, biasanya perut pasien akan tampak distensi. Etiologi perut kembung biasanya adalah aerofagi atau menelan udara, makan berlebihan, gastroesophageal reflux diseases (GERD), irritable bowel syndrome, intoleransi dan malabsorpsi,asites, Celiac disease, kanker area panggul.
Appendisitis Ileitis Crohn Divertikulitis Volvulus Kanker kolon Inflammatory bowel diseases Kelainan renal Kelainan panggul
-
-
Kolesistitis Kolelitiasis Hepatitis Ulkus peptik Kanker kolon Kelainan renal
-
-
-
- Kolesistitis - Aneurisma aorta
Kelainan renal Kelainan panggul
Pankreatitis Gastritis Ulkus peptik
Gambar 1. Skema lokasi nyeri keluhan perut
-
-
-
-
-
-
atau
Divertikulitis Volvulus Kanker kolon Inflammatory bowel diseases Kelainan renal Kelainan panggul
Appendisitis Iskemia mesenterika, aneurisma aorta abdominal Pankreatitis
Ulkus peptik Kanker gaster kolon Ruptur lien Penyakit renal
d.
Diare Diare adalah pengeluaran feses encer atau terkadang berupa cairan, dengan frekuensi ≥3x
selama 24 jam. Diare disebabkan oleh gangguan fungsi absorpsi air dan elektrolit dan fungsi sekresi usus. Etiologi diare dapat merupakan infeksi, appendisitis, intususepsi, intoleransi ataupun alergi makanan, malabsorpsi, kemoterapi atau radiasi, defisiensi niasin dan asam folat, hipervitaminosis C, B3. Seringkali diare tidak dapat ditentukan dengan pasti penyebabnya. Namun, risiko dehidrasi pada pasien diare sangat tinggi. Untuk itu pada Keluhan perut, keluhan diare akan lebih difokuskan pada kemampuan penatalaksanaan berupa pemasangan jalur intravena dan resusitasi cairan e.
Buang air besar Karakteristik feses dapat membantu menentukan struktur anatomis dan menyusun
diagnosis banding. Sebagai contoh, feses berdarah menandakan adanya perdarahan ataupun inflamasi pada saluran cerna bawah atau usus besar. Perhatikan warna darah apakah hitam lengket (melena) menunjukkan lesi tinggi, apakah segar (hematoschezia). Kalau segar perhatikan karakter darah bercampur feses menunjukkan lesi di kolon kanan, jika darah berada di lapisan luar feses menunjukkan lesi di kolon kiri / rektum, jika menetes setelah selesai buang air menunjukkan hemoroid / lesi di kanalis analis. Sedangkan feses seperti dempul menandakan adanya keterlibatan kandung empedu dan salurannya. Feses berlendir seringkali menunjukkan adanya proses infeksi
Penilaian Keterampilan Komunikasi (Anamnesis) No.
1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Aspek yang dinilai Membina sambung rasa a. Memperlihatkan kontak mata secara wajar b. Menyapa dengan sopan c. Mempersilakan duduk dengan sopan d. Menunjukkan sikap tubuh (posisi,cara duduk) yang baik dan sopan e. Berpakaian sopan 2: sempurna (poin a-e) 1: tidak sempurna (poin a +e+ b/c/d) 0: tidak dilakukan atau hanya 2 poin saja atau berpakaian tidak sopan Memberi salam dan memperkenalkan diri. 1: melakukan keduanya 0: tidak melakukan/melakukan hanya salah satu Menanyakan identitas pasien: nama, umur, alamat, pekerjaan 2: 4 item 1: 2-3 item 0: <2 item Menanyakan keluhan utama pasien. Menggali riwayat penyakit sekarang pasien. 1 : melakukan 0 : tidak melakukan a. onset dan durasi b. frekuensi c. karakter atau sifat keluhan d. berat-ringannya kelainan (severity) e. faktor-faktor yang memperberat f. faktor-faktor yang meringankan keluhan g. keluhan lain yang menyertai Melakukan anamnesis sistem lain yang berhubungan dengan keluhan utama pasien. a. Menanyakan fungsi yang terganggu,relevan dengan keluhan utama pasien b. Ditanyakan sistematis 2: poin a+b 1: salah satu poin saja Menggali riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan keluhan pasien. 2: menanyakan dan berhubungan dengan RPS 1: menanyakan tapi tidak berhubungan dengan RPS 0: tidak menanyakan Menggali riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan pasien. 2: menanyakan dan berhubungan dengan RPS 1: menanyakan tapi tidak berhubungan dengan RPS 0: tidak menanyakan Menanyakan kebiasaan dan gizi pasien. a. Menanyakan apakah orang sekitar tempat tinggal/kerja/sekolah yang mengeluhkan serupa b. Menanyakan kebiasaan pasien/masyarakat sekitar tempat tinggal/kerja/sekolah yang relevan (jika faktor lingkungan berperan dalam munculnya keluhan) 2: poin a atau poin a+b (jika faktor lingkungan berperan) 1: menanyakan tapi tidak relevan
0
Skor 1 2
10. 11.
12.
13.
14.
0: tidak menanyakan Bertanya dengan kalimat terbuka dan melakukan cross check terhadap jawaban pasien. 2: sempurna 1: tidak sempurna 0: tidak melakukan Menanyakan pada pasien apakah masih ada yang ingin ditanyakan. Menjelaskan kemungkinan diagnosis dan diagnosis banding dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien. 2: menjelaskan kemungkinan diagnosis dengan benar, menggunakan bahasa yang dipahami pasien tanpa menggunakan bahasa medis 1: menjelaskan kemungkinan diagnosis dengan benar menggunakan bahasa medis 0: tidak dilakukan atau salah menjelaskan kemungkinan diagnosis Menjelaskan rencana pemeriksaan fisik dan penunjang yang akan dilakukan untuk penegakan diagnosis 2: menjelaskan rencana pemeriksaan fisik dan penunjang (jika ada) yang relevan 1: menjelaskan rencana pemeriksaan fisik dan penunjang (jika ada) yang tidak relevan 0: Tidak dilakukan Mencatat hasil kesimpulan anamnesis 2: mencatat dan merangkum sistematis (data berupa laporan singkat) 1: tidak menuliskan diagnosis banding 0: tidak dilakukan atau hanya berupa coretan tidak bermakna Penilai,
Total Skor = _____ x 100% =
%
30 (..............................................)
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN Urutan pemeriksaan fisik abdomen berbeda dari urutan pemeriksaan fisik lainnya. Setelah inspeksi, dilakukan auskultasi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena perkusi dan palpasi dapat mempengaruhi peristaltik usus. Pemeriksaan abdomen sebaiknya dilakukan di ruangan dengan penerangan memadai dan pasien dalam keadaan rileks. Berikut adalah beberapa kondisi yang dapat memudahkan relaksasi pasien: -
Kandung kemih dalam keadaan kosong
-
Ajak pasien berbicara
-
Pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah kepala dan atau di bawah lututnya
-
Kedua lengan pasien di samping badan
-
Tangan pemeriksa diusahakan hangat, kuku dipotong pendek
-
Penderita diminta menunjuk lokasi yang dirasakan nyeri, dan periksalah area tersebut terakhir
-
Lakukan pemeriksaan perlahan, jangan lakukan gerakan tiba tiba
1. Inspeksi Inspeksi dilakukan dari sebelah kanan pasien, jika akan mengamati pulsasi ataupun gerakan peristaltik ada baiknya pemeriksa membungkuk agar dapat terlihat lebih jelas. Saat inspeksi perhatikanlah hal berikut: a. Kulit: warnanya (ikterus, pucat), sikatriks, striae (striae gravidarum, striae keunguan dapat ditemukan pada Cushing syndrome), pelebaran vena (spider naevi pada kasus sirosis), ruam kulit atau lesi kulit lainnya, tanda dehidrasi (penurunan elastisitas), malnutrisi b. Umbilikus: bentuk dan lokasi, hernia, tanda inflamasi, perubahan warna (biru atau keabuan dapat menunjukkan perdarahan intraperitoneal atau retroperitoneal pada kasus pankreatitis akut) c. Bentuk dinding abdomen: termasuk daerah inguinal dan femoral, apakah datar, bulat, protuberan, scaphoid. Apakah ada distensi (dapat ditemukan pada pasien dengan flatulensi) atau asites? d. Simetrisitas dinding abdomen: asimetrisitas dapat disebabkan pembesaran organ seperti hepar, lien, renal, dan organ intraabdomen lainnya. e. Massa atau benjolan: jika curiga hernia, maka minta penderita batuk untuk memicu hernia f. Peristaltik: jika curiga obstruksi saluran intestinal, amati selama beberapa menit. Pada orang kurus akan tampak peristaltik usus g. Pulsasi: pulsasi aorta normal dapat terlihat di epigastrium
2. Auskultasi Pemeriksaan dilakukaan dengan menggunakan bagian diafragma yang dihangatkan dengan telapak tangan kemudian diletakkan dengan lembut di abdomen. Dengarlah suara usus, perhatikan frekuensi dan karakternya, suara normal terdiri dari clicks dan gurgles, dengan frekuensi 5-35/menit. Kadang terdengar borborygmi, yaitu gurgles yang panjang. Auskultasi cukup didengarkan di satu kuadran saja, karena suara usus akan disebarkan ke seluruh abdomen. Namun, jika curiga ada kelainan atau adanya keluhan tertentu dari pasien, auskultasi sebaiknya dilakukan pada keempat kuadran dengan lokasi kelainan/ keluhan sebagai tempat terakhir yang diauskultasi. Peristaltik berupa suara berdeguk dan bergelembung akibat perubahan permukaan air dan udara dengan adanya gelombang kontraksi. Perubahan ini dalam hal intensitas (berkaitan dengan kekuatan kontraksi), frekuensi (berkaitan dengan kecepatan gelombang) dan nada (berhubungan dengan ketegangan dinding visera yang berkontraksi). Peristaltik berbeda sesuai lokasinya: -
Usus halus: frekuensi tinggi, nada tinggi
-
Kolon: nada rendah
-
Usus saat istirahat: suara berdeguk sampai letupan lembut permenit
-
Usus setelah makan: nyaring, berdeguk tiap beberapa menit
Auskultasi sebaiknya dilakukan selama 1 menit. Pada pasien diare, peristaltik akan meningkat, sebaliknya pada pasien ileus peristaltik akan menurun. 3. Palpasi Palpasi superfisial berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot, nyeri tekan dan pembesaran organ. Dengan posisi tangan dan lengan bawah horizontal, dengan menggunakan telapak ujung jari secara bersama-sama, lakukan gerakan menekan lembut dan ringan. Dengan perlahan lakukan palpasi di 9 segmen abdomen. Jika ditemukan tegangan otot, untuk membedakan defens muskular dan ketegangan pasien karena pemeriksaan, dapat dilakukan dengan mencoba meminta pasien menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan sembari pemeriksa mengulang palpasi ketika pasien ekspirasi. Nyeri abdomen disertai spasme otot menunjukkan adanya peritonitis. Pada pasien dengan keluhan nyeri hebat, mintalah pasien untuk batuk sebelum dilakukan palpasi. Kemudian minta pasien menunjukkan lokasi nyeri. Dengan satu jari, pemeriksa melakukan palpasi pada area yang ditunjuk pasien tadi. Selain itu, pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan nyeri tekan lepas. Lakukan palpasi superfisial di lokasi nyeri, tekan mendalam perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut secara tiba tiba. Jika saat dilepas pasien masih mengeluh nyeri, maka dikatakan nyeri tekan lepas positif. Palpasi dalam digunakan jika ada kecurigaan massa intra abdomen. Dengan telapak jari tangan lakukan palpasi dalam. Jika menemukan massa, tentukan lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas, dan nyeri tekan. Pada pasien obese, jika sulit dengan satu tangan,
palpasi dapat dilakukan dengan kedua tangan. Massa intra abdomen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis: fisiologi (uterus gravid); inflamasi (diverticulitis atau pseudocyst pankreas);
vaskular
(aneurisma
aorta);
neoplastik
(uterus
miomatosa,
karsinoma
ovarium,karsinoma kolon); obstruktif (kandung kemih penuh). a. Palpasi hepar Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring, posisi tangan kiri pemeriksa ada di belakang pasien, sejajar costa 11-12. Tangan kanan diletakkan di lateral musculus rectus abdominalis dengan posisi jari oblik kemudian tekanlah dengan lembut ke arah dalam dan ke arah atas. Sebelum menekan minta pasien untuk rileks dengan inspirasi dan ekspirasi maksimal, kemudian lakukan palpasi ketika pasien inspirasi. Jika teraba, kendorkan jari jari sembari merasakan hepar meluncur ketika pasien ekspirasi. Normalnya, batas hepar lunak, tegas dan licin. b. Palpasi lien Masih dalam posisi berbaring, pemeriksa meletakkan tangan kiri di bagian belakang pasien di bawah arcus costa kiri. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada segmen iliaka kanan dalam posisi oblik kearah hypocondrium kiri. Mintalah pasien untuk inspirasi maksimal kemudian lakukan palpasi secara perlahan kearah hypocondrium kiri. Pemeriksaan dapat diulangi dalam posisi pasien miring kanan dengan tungkai fleksi sehingga dapat memudahkan palpasi. 4.
Perkusi Perkusi berguna untuk orientasi keadaan organ intraabdomen, memperkirakan ukuran
hepar, lien, menemukan asites, massa, hingga adanya udara pada saluran cerna. Perkusi dilakukan pada keempat kuadran, normalnya ditemukan suara tympani.
Perhatikan area
dimana perkusi berubah menjadi redup karena keberadaan organ lain seperti pada bawah arcus costa kanan karena adanya hepar, ataupun pada kedua sisi lateral jika ada asites. a. Perkusi hepar Perkusi dimulai dari linea midclavicula kanan SIC II, mulai bawah arcus costa hingga terdengar redup (batas atas hepar), perkusi diteruskan kebawah hingga redup menghilang, normalnya 1cm dibawah arcus costa. Area ini disebut area redup hepar, nornalnya bervariasi 6-12 cm. Bergantung pada ukuran tubuh dan jenis kelamin (orang tinggi dan jenis kelamin pria lebih panjang). Selain itu, pemeriksa juga dapat menentukan batas lobus kiri hepar untuk membantu menentukan ada tidaknya pembesaran, terutama pada pasien obese. Batas lobus hepar kiri ditentukan dengan perkusi linea midsternalis mulai SIC IV hingga hilangnya redup, normalnya area redup lobus kiri berkisar 4-8cm atau 2cm dibawah processus xiphoideus. Hepatomegali jika ditemukan batas atas hepar diatas SIC V linea midclavicularis, dan lebih dari 1 cm
dibawah arcus costa,atau area redup > 6-12cm; dan atau batas lobus kiri hepar > 2cm dibawah processus xiphoideus, atay area redup > 4-8cm. b. Perkusi lien Perkusi lien hanya berguna pada pasien dengan kecurigaan splenomegali. Karena perubahan perkusi tympani menjadi redup pada area hypocondrium kiri hanya ada jika terjadi splenomegali. Caranya, perkusi area spatium intercosta terbawah kiri sejajar linea axillaris anterior kearah bawah, minta pasien untuk inspirasi maksimal kemudian perkusi kearah bawah. Perubahan menjadi redup saat insipirasi menunjukkan adanya splenomegali. Jika ditemukan area redup, teruskan perkusi ke berbagai arah untuk memastikan splenomegali. 5.
Pemeriksaan asites Cairan asites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, sedangkan gas atau udara akan
mengapung di atas. Sehingga perkusi akan menghasilkan pola suara yang khas. Pada pasien yang dicurigai asites, saat melakukan pemeriksaan abdomen, lakukan perkusi orientasi seperti biasa sembari menandai area batas tympani dan redup. Selanjutnya, ada 3 cara untuk melakukan pemeriksaan asites a. Shifting dullness Minta pasien untuk berbaring miring ke salah satu sisi tubuh, kemudian lakukan perkusi ulang dari umbilikus kearah sisi miring pasien. Pada pasien asites, batas tympani redup akan makin meninggi (kearah umbilikus) b. Tes undulasi/fluid thrill Minta pasien untuk meletakkan tangan pada midline abdomen, kemudian ketuklah salah satu sisi lateral abdomen dengan ujung jari dan rasakan pada sisi kontralateral dengan ujung jari. Adanya getaran/fluid thrill menunjukkan asites c. Tes Puddle Sign Dengan posisi pasien seperti merangkak, pemeriksa mengetuk bagian bawah abdomen. Jika terdengar redup, maka dapat disimpulkan kemungkinan asites
Penilaian pemeriksaan fisik abdomen dan asites No 1
2
3 4 5
6
Aspek yang dinilai Informed consent : Menyampaikan tujuan dan hal yang berkenaan dengan pemeriksaan dengan bahasa yang dimengerti pasien dan meminta persetujuan pasien 2 : melakukan sempurna 1 : melakukan tidak sempurna 0 : tidak melakukan Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan fisik Meminta pasien untuk membuka pakaian dan berbaring di tempat tidur dengan sopan dan santun 1 : teknik sesuai 0 : tidak melakukan / teknik tidak sesuai Mencuci tangan Berdiri di sebelah kanan pasien TIDAK LULUS : berdiri di sebelah kiri pasien Melaporkan keadaan umum, memeriksa vital sign (suhu, tekanan darah, nadi, nafas) serta berat badan. 2 : melaporkan dengan lengkap 1 : melaporkan 4 -5 poin 0 :< 4 poin Inspeksi: kulit, bentuk, simetrisitas, umbilikus, massa, peristaltik, pulsasi 1: dilakukan sambil menyebutkan 7 hal yang diperhatikan dengan tepat 0: dilakukan sambil menyebutkan < 7 hal atau tidak dilakukan Auskultasi: Menghangatkan stetoskop dengan cara mengusap-usapnya dengan telapak tangan Mendengarkan click dan gurgle/ peristaltik usus. Hitung suara usus selama 1 menit TIDAK LULUS = melakukan palpasi/perkusi sebelum auskultasi Perkusi: Menghangatkan tangan dengan cara menggosok-gosok kedua telapak tangan Melakukan perkusi orientasi di 4 kuadran 1: melakukan dengan teknik perkusi yang benar 0: melakukan dengan teknik perkusi yang tidak benar Melakukan perkusi untuk menentukan batas atas dan bawah hepar (daerah redup hepar) 1: melakukan dengan teknik perkusi yang benar 0: melakukan dengan teknik perkusi yang tidak benar Melakukan perkusi untuk menentukan splenomegali 1: melakukan dengan teknik perkusi yang benar 0: melakukan dengan teknik perkusi yang tidak benar Pemeriksaan asites (shifting dullness)* *dilakukan sesuai kasus 2 : melakukan dengan sempurna (jari tidak diangkat setelah terdengar perkusi redup) 1 : melakukan tapi tidak sempurna 0 : tidak melakukan Palpasi: Palpasi supefisial secara sistematis pada 9 kuadran abdomen
0
Skor 1
2
7 8 9
10
11
12
1: melakukan dengan teknik palpasi yang benar 0: melakukan dengan teknik palpasi yang tidak benar Melakukan palpasi dalam untuk menilai nyeri tekan dan atau nyeri tekan lepas pada lokasi yang dikeluhkan nyeri oleh pasien 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Melakukan palpasi hepar untuk menentukan ukuran hepar (hepatomegali/tidak), tepi hepar, permukaan, nyeri tekan 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Melakukan palpasi limpa untuk menentukan ada tidaknya pembesaran. 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Menyatakan pemeriksaan sudah selesai dan mempersilahkan pasien duduk dan mengenakan pakaian kembali Mencuci tangan Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien dan diagnosis sementara dengan bahasa yang dimengerti pasien 2 : diagnosis sementara benar,dengan bahasa awam 1 : diagnosis sementara benar, dengan bahasa medis 0 : diagnosis sementara tidak benar Menjelaskan pilihan pemeriksaan penunjang sesuai kasus 2 : pemeriksaan benar,dengan bahasa awam 1 : pemeriksaan benar, dengan bahasa medis 0 : pemeriksaan tidak benar Menjelaskan farmakoterapi (golongan obat, sediaan, dosis) sesuai diagnosis 2 : farmakoterapi benar, dengan bahasa awam 1 : farmakoterapi benar, dengan bahasa medis 0 : farmakoterapi salah Menjelaskan terapi non farmako *jika ada 2: terapi benar, dengan bahasa awam 1 : terapi benar, dengan bahasa medis 0 : terapi salah
Total Score :_____x 100% =
%
PEMERIKSAAN AKUT ABDOMEN Akut abdomen adalah keadaan nyeri perut hebat yang terjadi secara tiba – tiba tanpa sebab yang jelas. Akut abdomen biasanya disebabkan oleh kasus – kasus emergensi dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada akut
abdomen dibutuhkan penanganan segera bahkan pada beberapa kasus
dibutuhkan tindakan bedah emergensi sehingga sebagai dokter pada pelayanan kesehatan lini pertama harus mampu mendiagnosis akut abdomen sesegera mungkin dan spesifik (penyakit / organ yang nyeri) serta melakukan pertolongan pendahuluan dan segera merujuk pasien. Diagnosis diferensial dari akut abomen diantaranya : A. Sistem pencernaan 2.
Peritonitis akut
3.
Appendisitis akut
4.
Ulkus peptikum akut dan komplikasinya
5.
Kolesistitis akut
6.
Kolik bilier
7.
Pankreatitis akut
8.
Iskemia intestinal akut
9.
Divertikulitis akut
10. Volvulus B. Sistem reproduksi Kehamilan ektopik dengan ruptur tuba C. Sistem kemih dan endokrin 1.
Kolik ureter akut
2.
Pilelonefritis akut
3.
Krisis adrenal
4.
Ketoasidosis diabetikum Pasien akut abdomen datang dengan keluhan nyeri perut, karena subyektifitas nyeri
sangat tinggi maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk konfirmasi sumber nyeri. Nyeri pada akut abdomen disebabkan adanya rangsangan pada peritoneum, untuk itu pemeriksaan bertujuan memastikan hal tersebut. Pemeriksaan ini diaplikasikan bersamaan saat melakukan pemeriksaan fisik abdomen dan bukan merupakan hal yang terpisah. Penilaian rangsang peritoneum 1.
Nyeri batuk
Minta penderita untuk batuk dan tanyakan apakah menimbulkan nyeri perut, bila ya, tunjukkan lokasinya. 2.
Nyeri ketok Lakukan perkusi daerah tersebut. Rasa nyeri akibat perkusi ringan juga memberikan nilai yang sama dengan nyeri batuk. Rasa nyeri perut saat batuk atau pada perkusi ringan juga menunjukkan adanya peradangan peritoneum.
3.
Titik nyeri maksimum Lakukan palpasi dengan 1 jari secara halus dan lakukan pemetaan daerah nyeri tekan.Lokalisasikan keadaan diatas seakurat mungkin, sehingga bisa menentukan titik nyeri maksimum.
4.
Defans muskuler Rasakan adanya ketegangan/tahanan dinding perut saat melakukan palpasi.
5.
Nyeri tekan lepas (Tanda Blumberg) Tekankan jari anda secara tetap dan pelan-pelan sampai dalam, kemudian dilepaskan mendadak. Dianggap positif dan menunjukkan adanya peradangan peritoneum bila timbul nyeri saat tekanan dilepaskan. Pemeriksaan ini biasanya tidak dilakukan bila telah jelas adanya defans muskuler. Selain tanda Blumberg, ada juga tanda Rovsing. Tanda ini muncul jika saat pemeriksa menekan bagian perut kiri bawah, pasien juga merasakan nyeri pada bagian kanan bawah, dan atau saat pemeriksa melepaskan tangan pasien juga merasakan nyeri pada bagian kanan bawah.
6.
Tes Psoas Ada 2 cara : a. Letakkan tangan kanan anda dipaha kanan sedikit diatas lutut Minta penderita mengangkat tungkai kanan melawan tahanan tangan anda.Catat reaksi penderita atau tanyakan apakah tindakan ini menimbulkan rasa nyeri. b. Penderita diminta tidur miring ke kiri. Lakukan hiperekstensi sendi panggul kanan secara pasif.Catat reaksi penderita atau tanyakan apakah tindakan ini menimbulkan rasa nyeri. Test psoas yang positif menunjukkan adanya peradangan peritoneum didepan otot psoas. Dengan adanya peregangan otot tersebut lewat pemeriksaan diatas, peritoneum diatasnya akan ikut teregang dan menimbulkan nyeri. (Ingat: penderita apendisitis cenderung memfleksikan tungkai atau jalan membungkuk untuk mengurangi peregangan otot psoas).
7.
Tes Obturator -
Penderita tidur terlentang, lakukan fleksi sendi lutut dan fleksi sendi panggul kanan.
-
Lakukan rotasi sendi panggul kedalam.
-
Catat reaksi penderita dan tanyakan apakah tindakan ini menimbulkan rasa nyeri
Tes ini positif bila menimbulkan rasa nyeri di hipogastrium kanan. Hal ini menunjukkan adanya peradangan peritoneum dipermukaan otot obturator internus dimana otot ini akan teregang dengan pemeriksaan tersebut diatas. (Ingat otot obturator internus adalah exorotaror sendi panggul). 8.
Periksa hiperesthesia kulit Lipatlah kulit daerah perut kanan bawah dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan (tidak sampai mencubit). Normal : - tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. - adanya nyeri (hiperesthesia ) bisa menyertai apendisitis
Penilaian pemeriksaan fisik abdomen dan akut abdomen No 1
2
3 4 5
6
Aspek yang dinilai Informed consent : Menyampaikan tujuan dan hal yang berkenaan dengan pemeriksaan dengan bahasa yang dimengerti pasien dan meminta persetujuan pasien 2 : melakukan sempurna 1 : melakukan tidak sempurna 0 : tidak melakukan Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan fisik Meminta pasien untuk membuka pakaian dan berbaring di tempat tidur dengan sopan dan santun 1 : teknik sesuai 0 : tidak melakukan / teknik tidak sesuai Mencuci tangan Berdiri di sebelah kanan pasien TIDAK LULUS : berdiri di sebelah kiri pasien Melaporkan keadaan umum, memeriksa vital sign (suhu, tekanan darah, nadi, nafas) serta berat badan. 2 : melaporkan dengan lengkap 1 : melaporkan 4 -5 poin 0 :< 4 poin Inspeksi: kulit, bentuk, simetrisitas, umbilikus, massa, peristaltik, pulsasi 1: dilakukan sambil menyebutkan 7 hal yang diperhatikan dengan tepat 0: dilakukan sambil menyebutkan < 7 hal atau tidak dilakukan Auskultasi: Menghangatkan stetoskop dengan cara mengusap-usapnya dengan telapak tangan Mendengarkan click dan gurgle/ peristaltik usus. Hitung suara usus selama 1 menit TIDAK LULUS = melakukan palpasi/perkusi sebelum auskultasi Perkusi: Menghangatkan tangan dengan cara menggosok-gosok kedua telapak tangan Melakukan perkusi orientasi di 4 kuadran 1: melakukan dengan teknik perkusi yang benar 0: melakukan dengan teknik perkusi yang tidak benar Palpasi: Palpasi supefisial secara sistematis pada 9 kuadran abdomen 1: melakukan dengan teknik palpasi yang benar 0: melakukan dengan teknik palpasi yang tidak benar Melakukan palpasi dalam untuk menilai nyeri tekan dan atau nyeri tekan lepas pada lokasi yang dikeluhkan nyeri oleh pasien 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Melakukan pemeriksaan Rovsing sign 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Melakukan pemeriksaan Psoas sign 1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Melakukan pemeriksaan Obturator sign
0
Skor 1
2
7 8 9
10
11
12
1 : dilakukan dengan teknik benar 0 : teknik tidak benar atau tidak dilakukan Menyatakan pemeriksaan sudah selesai dan mempersilahkan pasien duduk dan mengenakan pakaian kembali Mencuci tangan Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien dan diagnosis sementara dengan bahasa yang dimengerti pasien 2 : diagnosis sementara benar,dengan bahasa awam 1 : diagnosis sementara benar, dengan bahasa medis 0 : diagnosis sementara tidak benar Menjelaskan pilihan pemeriksaan penunjang sesuai kasus 2 : pemeriksaan benar,dengan bahasa awam 1 : pemeriksaan benar, dengan bahasa medis 0 : pemeriksaan tidak benar Menjelaskan farmakoterapi (golongan obat, sediaan, dosis) sesuai diagnosis *jika ada 2 : farmakoterapi benar, dengan bahasa awam 1 : farmakoterapi benar, dengan bahasa medis 0 : farmakoterapi salah Menjelaskan terapi non farmako *jika ada 2: terapi benar, dengan bahasa awam 1 : terapi benar, dengan bahasa medis 0 : terapi salah
Total Score :_____x 100% =
%
RESUSITASI CAIRAN DAN PEMASANGAN JALUR INTRAVENA Resusitasi cairan merupakan suatu upaya untuk mengembalikan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh menjadi indikasi tindakan resusitasi, diantaranya keadaan perdarahan, syok, mual, muntah, diare, dll. Resusitasi cairan dapat dilakukan secara oral dan intravena, bergantung pada kondisi dan kebutuhan pasien. Cairan parenteral dibutuhkan bila asupan melalui oral atau enteral tidak memadai. Contoh: pasien koma, pasien sukar makan dan minum, atau pasien yang saluran cerna perlu diistirahatkan. Tujuan pemberian adalah menyediakan elektrolit dan air untuk mempertahankan cairan dalam keadaan normal, memenuhi kebutuhan nutrisi, dan menjamin tersedianya akses intravena bila keadaan darurat. Jalur intravena atau sering disebut infus, memiliki banyak peran. Tidak hanya untuk resusitasi, pemasangan jalur ini juga dapat berperan untuk pemberian nutrisi, transfusi, terapeutik, dll. Berikut adalah beberapa indikasi pemasangan jalur intravena: 1.
Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
2.
Pemberian
nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah
terbatas. 3.
Pemberian kantong darah dan produk darah.
4.
Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5.
Pemasukan kontras untuk pemeriksaan radiologi
6.
Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
7.
Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Secara umum, berikut merupakan beberapa keadaan yang memerlukan pemasangan jalur intravena, yaitu: 1.
Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2.
Syok hipovolemik
3.
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
4.
Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
5.
“Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
6.
Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
7.
Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
8.
Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Pemasangan jalur intravena merupakan tindakan invasif, beberapa keadaan merupakan kontraindikasi untuk pemasangan jalur intravena, yaitu: 1.
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3.
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Selain itu, pemasangan jalur intravena dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang harus dihindari, yaitu: 1.
Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2.
Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3.
Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4.
Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
5.
Reaksi alergi
Teknik pemasangan jalur intravena Pemasangan jalur intravena menggunakan kanula atau kateter yang dimasukkan melalui pembuluh vena. Biasanya pembuluh vena yang digunakan adalah pembuluh yang dapat teraba, tidak berada di area yang sering digerakkan, dan tidak mempersulit gerakan pasien. Contohnya vena di punggung tangan, fossa antecubiti, ataupun lengan bawah. Pada pasien bayi, seringkali dipasang pada vena temporalis, sedangkan pada anak seringkali dipasang pada vena dorsalis pedis. Perlu diingat, pastikan ekstremitas yang dipasang jalur intravena bukan merupakan ekstremitas yang digunakan pasien untuk beraktivitas. Untuk memilih vena, petugas hendaklah menanyakan hal yang menjadi kontraindikasi dan memastikan pasien mengetahui dan menyetujui prosedur pemasangan (informed consent). Kemudian setelah memastikan pasien dapat menjalani prosedur, maka petugas mempersiapkan alat yang hendak digunakan. Sebagai prosedur invasif, maka persiapan alat harus dituntaskan di awal untuk menjaga aseptisitas pelaksanaan prosedur. Alat dan bahan yang harus dipersiapkan meliputi: 1.
IV Catheter sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
2.
Intravenous set / blood set
3.
Cairan intravena sesuai kebutuhan
4.
Intravenous stand
5.
Torniquet
6.
Kapas alkohol 70%
7.
Betadine
8.
Kassa steril
9.
Handscoen / sarung tangan steril
10. Plester 11. Bengkok (nierbekken) 12. Gunting verband 13. Spalk bila perlu (untuk anak-anak) Dalam persiapan alat juga perlu diperhatikan aseptisitas, untuk itu alat seperti plester dan kasa dipastikan sudah terpotong dan siap pakai. Alat lainnya dipastikan berada dalam jangkauan tangan petugas dan berada di tempat yang tidak mudah jatuh. Untuk prosedur pemasangan jalur intravena ialah sebagai berikut: 1. Memastikan kesesuaian identitas pasien 2. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan 3. Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan dan prosedur dengan bahasa yang mudah dimengerti dan meminta persetujuan tindakan 4. Mempersiapkan pasien dalam posisi nyaman dengan area pemasangan jalur yang bebas dari pakaian dan benda lain yang mengganggu seperti perhiasan, jam tangan,dll. 5. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan 6. Menyiapkan cairan intravena yang sesuai dengan kasus pasien, mendesinfeksi tutup botol cairan. Kemudian
menusukkan
pipa saluran
intravenous set ke botol cairan, dan
menggantungkannya di intravenous stand 7. Membuka tutup jarum intravenous set, mengalirkan cairan hingga tidak ada udara di sepanjang selang. Setelahnya, memasang klem pada selang dan menggantungkan selang di intravenous stand pada tempat yang terjangkau petugas. Ini merupakan critical step, mengingat adanya udara dalam saluran intravenous set dapat menyebabkan adanya emboli 8. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan kemudian pasanglah torniquet di proksimal vena yang akan dipasang 9. Desinfeksi daerah yang akan dipasang 10. Tusukkan IV catheter dengan posisi jarum menghadap atas ke dalam vena 11. Bila berhasil darah akan keluar dan terlihat melalui indikator, masukkan perlahan 3-5 mm lagi untuk memastikan IV catheter masuk ke dalam vena. 12. Lepas torniquet segera 13. Tarik seluruh jarum keluar, kemudian sambungkan pada selang infus.
14. Buka klem selang infus untuk melihat kelancaran tetesan, bila lancar lanjutkan dengan fiksasi selang infus 15. Fiksasi dilakukan dengan menempelkan kassa steril yang sudah dioleskan dengan betadine/cairan antiseptik pada lokasi penusukan, kemudian lipatlah selang dan pasang plester untuk memfiksasi selang dan kasa pada lokasi penusukan 16. Atur tetesan infus sesuai kebutuhan dan kondisi pasien 17. Buang sampah sesuai dengan kategori sampah medis dan non medis, kemudian petugas melepas handscoon dan mencuci tangan Resusitasi Cairan Resusitasi cairan berfungsi menjaga homeostasis, prinsipnya didasarkan pada keseimbangan cairan masuk dan keluar. Jumlah cairan tubuh pada orang dewasa rata-rata 45%70% dari berat badan (BB), biasanya 60% pada pria, 55% wanita. Selain itu komposisi ini bervariasi tergantung pada proporsi tubuh individu. Pada anak-anak jumlah cairan mencapai 70%80% dari BB, dengan rata-rata 75% dari BB. Cairan tubuh (dengan perkiraan proporsi 60% dari berat badan), terdiri dari: 1.
Intraseluler / CIS (40%)
2.
Ekstraseluler / CES (20%), yang terdiri dari :
3.
a.
Cairan intravaskular : 5% dari BB
b.
Cairan interstitial : 15% dari BB
Cairan transseluler (1-3% dari BB),meliputi : LCS, synovial, gastrointestinal dan orbital.
Secara praktis perbandingan CES dan CIS ialah -
Dewasa = 1 : 2
-
Anak-anak = 2 : 3
-
Bayi/neonatus = 1 : 1 Dalam keadaan biasa / normal tubuh akan selalu kehilangan air beserta elektrolitnya,
melalui: urine (0,5-1 cc/KgBB/jam), feses (100 ml/hari), dan insensible water loss (IWL) melalui paru dan kulit. IWL dapat dihitung dengan menggunakan rumus penghitungan : -
dewasa 15 cc/kgBB
-
anak: (30-usia(th)) cc/kgBB/hari
-
jika ada kenaikan suhu: 200 (suhu badan sekarang-36,80C)
Disamping itu air juga didapat dari hasil
metabolisme
tubuh.
Untuk dewasa diperkirakan
5mL/KgBB/hari, anak 12-14 th : 5-6mL/KgBB/hari, balita : 8 mL/KgBB/hari. Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, tekanan osmotik. Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan didorong masuk ke inerstitial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid merupakan tekanan yang mencegah pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma,sehingga bila albumin cuup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial. Cairan yang sama dengan tekanan osmotik plasama disebut isotonik, cairan yang lebih tinggi dari tekanan plasma disebut hipertonik, cairan yang lebih rendah dari tekanan plasma disebut hipotonik. Pada beberapa keadaan tertentu, dibutuhkan modifikasi untuk penghitungan kebutuhan cairan. Keadaan-keadaan tersebut ialah: Kebutuhan Ekstra : 1.
Demam (12 % setiap kenaikan 1°C di atas 37°C)
2.
Hiperventilasi
3.
Suhu lingkungan tinggi
4.
Aktivitas ekstrem
5.
Setiap kehilangan abnormal, misal : diare, poliuria
Penurunan kebutuhan : 1.
Hipotermia (12 % setiap 1°C di bawah 37°C)
2.
Kelembaban sangat tinggi
3.
Oliguria atau anuria
4.
Hampir tidak ada aktivitas
5.
Retensi cairan misal gagal jantung Berdasarkan berat molekulnya, cairan intravena dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Cairan kristaloid : merupakan cairan yang mengandung partikel dengan berat molekul (BM) rendah (<8000 Dalton), dengan atau tanpa glukosa.
Cairan ini
memiliki tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler. Berdasarkan kadar elektrolitnya, cairan ini dapat dikelompokkan menjadi a.
Larutan ionik
-
Ringer Lactate (RL), merupakan cairan fisiologis yang sesuai untuk homeostasis volemik seperti: syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar. Komposisinya terdiri atas Natrium 130 mEq Kalium 4 mEq, Chlorida 109 mEq, Kalsium 3mEq, Laktat 28mEq. Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik . Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi untuk defisit kalium . Kekurangannya RL tidak mengandung gukosa sehingga bila dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis
-
Ringer Acetate Komposisi : Natrium 130 mEq, Kalium 4 mEq, Chlorida 109 mEq, Kalsium 3 mEq, Asetat 28 mEq Indikasi : digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada pasien dengan gangguan hepar, karena metabolisme asetat terjadi di otot, berbeda dengan laktat yang dimetabolisme di hati (hepar).
-
NaCl fisiologis (0,9% saline) Komposisi : Natrium 154 mEq, Chlorida 154 mEq Indikasi: hiponatremia, keadaan dimana RL tidak cocok digunakan, yaitu: alkalosis, retensi kalium . Namun cairan ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu : tidak mengandung HCO3- dan K+ , kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis hyperchloremia, acidosis dilutional dan hypernatremia.
-
Hartmann’s solution Komposisi: Natrium 131 mEq, Chlorida 111 mEq, lactat 29 mEq, Kalium 5mEq, Kalsium 2mEq Cairan ini komposisinya sangat mirip RL, namun saat ini sudah jarang digunakan karena sangat mudah menyebabkan edema
b.
Non-ionik
-
Dextrose 5% dan 10% Indikasi : i. Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. ii. Penggunaan perioperatif. Kekurangannya, cairan ini tidak mengandung elektrolit sehingga dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia. Cairan hipotonik sehingga menambah volume intrasel yang dapat mengakibatkan terjadinya edema anasarka (edema seluruh tubuh).
2.
Cairan koloid merupakan cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (>8000 Dalton), misal protein.
Cairan ini memiliki tekanan onkotik tinggi, sehingga
sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler. Contoh: ∑
Plasma Protein fraction: plasmanat
∑
Albumin
∑
Blood product : Fresh Frozen Plasma (FFP), Red Blood Cells
Concentration, Cryoprecipitate ∑
Koloid sintetik : dextran, hetastarch, gelatin
Penghitungan Kebutuhan Cairan 1. Terapi Rumatan (Maintenance Therapy) Terapi rumatan diberikan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi, biasanya larutan yang digunakan adalah larutan yang mengandung cukup kalium sesuai dengan kebutuhan harian. Kebutuhan cairan dapat diberikan via oral, intravena (infus) ataupun keduanya. Penghitungan Cairan Rumatan : 1.
2.
Dewasa : ∑ Volume ∑ Natrium ∑ Kalium ∑ Kalori
: 30-40 ml/KgBB/hari : 2-4 mEq/kgBB/hari : 1-3 mEq/kgbb/hari : 25-30 Kcal/kgBB/hari
Anak : pada anak dapat digunakan rumus Darrow Kebutuhan Cairan Pada Anak Menurut Darrow BB
Kebutuhan cairan ml/KgBB/hari
< 3 Kg
175
3 - 10 Kg
105
10 - 15 Kg
85
>15 kg
65
Cara penghitungan tetesan infus : -
Tetesan makro = 1 mL = 15 tetes (untuk anak > 3 bulan) Tetesan mikro = 1 mL = 60 tetes (untuk anak < 3 bulan) Rumus : S cairan X Jumlah tetes = ......... jam 60
tpm (tetes per menit)
CONTOH KASUS Contoh Kasus Penghitungan Kebutuhan cairan yang sering ditemukan dalam praktek seharihari : 1.
Demam Seorang anak usia 13 bulan, BB 9 kg mengalami demam 39° C Berapakah kebutuhan cairan hariannya?
Jawab : Kebutuhan cairan anak BB 9 kg (24 jam) = 105 ml x 9 kg = 945 ml Jika rumus yang digunakan adalah tiap kenaikan 1°C > 37°, kebutuhan air meningkat 12%, maka: Kebutuhan cairan = 945 ml + (2 x 12% x 945 ml) = 945 ml + 226,8 ml = 1171,8 ml/hari = (1171,8 / 24) x (15/60) = 12 tpm makro Jenis cairan yang dapat diberikan: <2 Tahun = D5% atau NaCl 0,445% <8 bln = D5%,Cl 0,225 2.
Luka Bakar Untuk Luka Bakar, perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan kedalaman luka bakar. -
-
-
Luka bakar derajat I (misal sengatan matahari) ditandai dengan adanya eritema, nyeri, dan tidak ada bulla, tidak memerlukan pemberian cairan intravena. Luka Bakar derajat II (partial-thickness burns) ditandai dengan warna kemerahan atau campuran yang disertai pembengkakan dan bulla, permukaannya basah, berair serta nyeri hebat meskipun hanya tersapu oleh udara. Luka Bakar Derajat III (full thickness burns), menyebabkan luka kehitaman dan kaku. Warna kulit bisa terlihat putih seperti lilin, merah sampai kehitaman. Warna kulit merah ini tidak berubah menjadi pucat dengan penekanan, tidak merasa nyeri dan kering. Luas Luka Bakar ditentukan dengan “Rule of Nine”. Pengukuran urin setiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk menilai volume
sirkulasi darah, asalkan tidak ada diuresis osmotic (missal glikosuria). Kateter urin dipasang untuk monitor urin. Pemberian cairan cukup untuk dapat mempertahankan produksi urin 1.0 ml per kgBB anak dengan berat badan 30 kg/kurang, dan 0,5-1,0 ml/kgBB/jam untuk dewasa. Aturan pemberian cairan : -
2-4 mL X Luas luka bakar (%) X BB (Kg) Setengahnya (50%) diberikan pada 8 jam pertama sisanya 16 jam berikutnya.
-
Penting untuk dipahami bahwa aturan di atas hanya untuk pemberian cairan awal. Setelah pemberian cairan awal, jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan target urin output. Contoh : Seorang laki-laki dewasa usia 36 tahun, BB 60 kg mengalami luka bakar derajat III dengan luas luka bakar 20 %,bagaimana pemberian terapi cairan pada pasien ini? Jawab : Kebutuhan cairan = 4 ml x 20 x 60 kg = 4800 ml 8 jam pertama = ½ x 4800 ml = 2400 ml Jika diberikan dengan tetesan infuse makro = (2400 / 8) x (15 / 60) = 75 tpm makro
3. Perdarahan Volume darah dewasa diperkirakan
7% dari berat badan. Derajat perdarahan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Class 1 : terjadi perdarahan <15% dan dengan tanda klinis minimal. Pada orang sehat, perdarahan dalam jumlah ini tidak memerlukan pengganti, karena pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan mengembalikan volume darah dalam 24 jam. Class 2 : menyebabkan takikardi, takipnea dan penurunan tekanan nadi. Beberapa pasien dalam kategori ini mungkin membutuhkan transfusi darah, tapi kebanyakan kasus dapat distabilisasi dengan pemberian kristaloid. Class 3 : ditemukan adanya perfusi yang tidak adekuat, takikardi dan takipnea, perubahan status mental dan penurunan tekanan sistolik yang bermakna. Kebanyakan pasien dalam kategori ini membutuhkan tranfusi PRC dan produk darah dalam penanganan syoknya. Keputusan untuk transfusi berdasarkan respon terhadap resusitasi cairan inisial. Class 4 : perdarahan kategori ini mengancam nyawa. Gejalanya adalah takipnea, penurunan tekanan sistolik yang signifikan, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik yang tidak terukur) dll. Pasien membutuhkan transfusi darah dan intervensi bedah segera. Keputusan untuk transfusi dan intervensi bedah berdasarkan respon terhadap resusitasi cairan inisial.
Tabel Perkiraan volume darah hilang, tanda vital dan jenis cairan pengganti pada perdarahan Class I
Class II
Class III
Class IV
<750
750-1500
1500-2000
>2000
<15
15-30
30-40
<40
<100 Normal
>100 Normal
>120 Menurun
>140 Menurun
Darah Tekanan
Normal/meningk
Turun
Turun
Turun
Nadi Respirasi Produksi
at 14-20 >30
20-30 20-30
30-40 5-15
>35 Tak ada
urin (ml) Kesadaran
Agak gelisah
Gelisah
Gelisah dan
Bingung dan
Kristaloid
Kristaloid
bingung Kristaloid+darah
Letargik Kristaloid+darah
Kelas Perdarahan * Darah yang hilang (ml) Darah yang Hilang (%EBV) Nadi Tekanan
Cairan pengganti
Terapi cairan inisial pada pasien perdarahan dapat diberikan RL atau NaCl 0,9% hangat. Dosis lazimnya adalah 1-2 L pada dewasa dan 20mL/Kg pada pasien anak dengan tetes cepat. Pada pasien dipasang 2 jalur intravena.
Penilaian resusitasi cairan dan pemasangan jalur intravena No
Aspek Yang Dinilai 0
Menentukan jumlah kebutuhan cairan sesuai kasus 1: menentukan dengan tepat 0: menentukan dengan tidak tepat Menentukan jumlah tetesan cairan intravena sesuai kasus 1: menentukan dengan tepat 0: menentukan dengan tidak tepat Menentukan jenis cairan sesuai kasus 1: menentukan dengan tepat 0: menentukan dengan tidak tepat Memastikan identitas pasien sesuai dengan rekam medis, memastikan nama, usia, alamat, tempat tinggal *critical step 1 Informed consent: Menyampaikan tujuan dan hal yang berkenaan dengan pemeriksaan dengan bahasa yang dimengerti pasien dan meminta persetujuan pasien 2 : melakukan sempurna 1 : melakukan tidak sempurna 0 : tidak melakukan 2 Menyiapkan alat (kateter intravena, intravenous set, cairan intravena sesuai kebutuhan pasien, kapas alkohol, kassa steril, betadin, plester, gunting, bengkok/nierbeken, intravenous stand, torniket) 1 : menyebutkan dengan lengkap 0 : tidak lengkap 3 Mencuci tangan 4 Memakai handscoon secara benar/sesuai prinsip aseptik 1 : melakukan dengan sempurna 0 : melakukan tidak sempurna 5 Menyiapkan pasien, meminta pasien untuk berbaring dan membuka tempat yang akan dipasang infus 1 : melakukan 0 : tidak melakukan 6 Membuka tutup botol cairan intravena dan mengusapnya dengan kapas alcohol. 1 : melakukan keduanya 0 : tidak melakukan / hanya melakukan salah satu 7 Mengunci pipa saluran intravenous set kemudian menusukkannya ke dalam botol cairan infus 1 : melakukan keduanya 0 : melakukan salah satu 8 Membuka tutup jarum, mengalirkan cairan sehingga tidak ada udara, lalu jepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan jangan sampai jatuh 1 : melakukan dengan sempurna *critical step 9 Mengidentifikasi vena dan memasang torniket 10 Melakukan desinfeksi secara aseptik pada lokasi pemasangan 1 : melakukan dengan sempurna *critical step 11 Meregangkan kulit, menusukkan kateter intravena dengan lubang menghadap ke atas 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat
Nilai 1
2
12
13 14
15
16 17
18 19
Memasukkan lagi 3 – 5 mm untuk memastikan kanula plastik sudah ada di vena 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat Lepaskan torniket 1 : melakukan segera setelah kateter masuk vena *critical step Menarik jarum perlahan 2-3 mm dan geser kanula masuk vena sampai pangkalnya 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat Menarik jarum sampai keluar, tangan yang lain menekan vena tepat di proksimal dari ujung kanula 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat Menyambungkan dengan intravenous set 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat Tutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester menyilang, jika tetesan lancer. 1 : melakukan dengan teknik tepat 0 : melakukan dengan teknik tidak tepat Atur kecepatan tetesan sesuai kebutuhan pasien 1 : melakukan dengan tepat 0 : melakukan dengan tidak tepat Merapikan dan mebersihkan alat kembali, sampah dibuang sesuai kategori sampah medis dan non medis 1 : melakukan dengan tepat 0 : melakukan dengan tidak tepat
Total Skor :_____x 100% =
%
KONSELING Konseling medik dilakukan dalam situasi tertentu yang memerlukan diskusi yang mendalam antara petugas kesehatan dengan pasien dan/atau keluarganya agar pasien dan/atau keluarganya dapat menentukan pilihannya. Konseling biasanya dilakukan untuk pasien yang telah jelas diagnosis penyakit ataupun masalah kesehatannya, namun kesulitan dalam menentukan ataupun menjalani solusi masalah tersebut. Biasanya bila pasien dihadapkan pada dua pilihan yang mempunyai keuntungan atau kerugian yang hampir sama. Beberapa contoh keadaan yang memerlukan konseling medik adalah pengambilan keputusan antara menjalani transplantasi ginjal atau meneruskan hemodialisis; pasangan suami istri yang ingin menunda kehamilan dalam menentukan metode kontrasepsi, seseorang yang ingin berhenti merokok, menggunakan narkoba, pasien kanker yang kebingungan untuk memilih kemoterapi atau radioterapi. Pilihan tersebut mempunyai keuntungan dan kelemahan masingmasing. Konselor harus dapat memberikan informasi selengkap-lengkapnya tentang dua altematif tersebut tanpa memberikan preferensinya. Pada saat memberikan konseling kepada pasien, baik pasien maupun konselor harus berpartisipasi secara aktif, saling bertukar informasi, mendiskusikan perasaan dan sikap pasien tentang apa yang menjadi masalahnya. Skills konseling pada modul keluhan perut akan membahas masalah penatalaksanaan diabetes melitus, termasuk pengaturan diet, pemberian insulin. Untuk penatalaksanaan ini dapat menggunakan referensi penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu (FKUI, 2011)
Penilaian Konseling Medik NO
ASPEK YANG DINILAI
Attending 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri 2 Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, status) 2 : menanyakan semua items dengan sempurna 1 : menanyakan 3-4 items 0 : menanyakan 1-2 items 3 Menanyakan alasan kedatangan pasien Exploring 4 Konselor menunjukkan attentive listening, dinilai dengan respon pasien yang makin terbuka dalam menyampaikan permasalahannya 5 Menanyakan riwayat permasalahan kesehatan/penyakit yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan/penyakit 2 :menanyakan riwayat yang berhubungan 1 : menanyakan riwayat namun tidak berhubungan 0 :tidak dilakukan 6 Merefleksikan, menunjukkan pemahaman terhadap permasalahan yang dihadapi pasien dan menyimpulkan permasalahan yang sedang dihadapi pasien sesuai dengan keilmuan dan kondisi pasien 2: Merefleksikan dan menyimpulkan sesuai kondisi pasien dan keilmuan 1: ∑ Merefleksikan dan menyimpulkan tidak sesuai dengan kondisi pasien namun sesuai keilmuan ∑ Merefleksikan dan menyimpulkan tidak sesuai dengan keilmuan namun sesuai kondisi pasien ∑ merefleksikan saja sesuai keilmuan atau ∑ menyimpulkan saja sesuai keilmuan 0: ∑ merefleksikan saja sesuai kondisi pasien,atau ∑ menyimpulkan saja sesuai kondisi pasien Understanding 7 Menunjukkan pemahaman (understanding) akan perasaan, masalah, dan pendapat pasien tanpa mempengaruhi pasien dengan emosi 1: menunjukkan tanpa mempengaruhi dengan emosi 0: menunjukkan dengan emosi 8
Menjelaskan kemungkinan solusi permasalahan beserta keuntungan dan kerugian yang dihadapi pasien sesuai keilmuan 1: menjelaskan sesuai keilmuan 0: menjelaskan tidak sesuai keilmuan Action 9 Memfasilitasi proses pengambilan keputusan pasien tanpa mempengaruhi ataupun menunjukkan preferensi 1: memfasilitasi tanpa menunjukkan preferensi 0: memfasilitasi dengan menunjukkan preferensi 10 Penutupan, konselor memastikan pasien merasa puas dengan informasi yang ia dapat dan mencatat hasil konseling 2 :memastikan kepuasan pasien dan mencatat hasil 1 : hanya melakukan salah satu 0 : tidak dilakukan
SKOR 0 1
2
Komunikasi interpersonal 11 Konselor menggunakan bahasa yang mudah dipahami pasien, penggunaan bahasa medis minimal dan penggunaan bahasa daerah hanya jika pasien tidak paham bahasa lain. 12 Konselor menggunakan nada bicara dan intonasi yang netral 13 Konselor menunjukkan bahasa tubuh yang terbuka dan mendukung komunikasi interpersonal
Total Skor :_____x 100% =
%